BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang Undang dasar 1945, salah satu diantaranya. yang berbunyi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang Undang dasar 1945, salah satu diantaranya. yang berbunyi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang Undang dasar 1945, salah satu diantaranya yang berbunyi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Adil dan makmur pada kutipan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah kondisi kehidupan yang menjadi tujuan berdirinya Negara. Kemakmuran untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan yang terdistribusi adil. Oleh karena itu dasar pengelolaan kesejahteraan tersebut harus berasaskan kekeluargaan yang bersumber pada / prinsip kesederajatan dan kebersamaan. Tercapainya masyarakat adil dan makmur yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 ini salah satu sarananya adalah koperasi. Pada penjelasan UUD 1945 amandemen keempat Pasal 33 dengan tegas menyatakan bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian 1

2 2 disusun sebagai usaha bersama atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu yaitu koperasi. 1 Gerakan koperasi Indonesia merupakan kewajiban penting dari pemerintah. Dalam konstitusi Republik Indonesia Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menetapkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Badan usaha yang tepat untuk melaksanakan asas tersebut adalah badan usaha koperasi. 2 Pasal 33 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 Amandemen keempat menjelaskan bahwa : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pada pasal tersebut tercantum dasar demokrasi ekonomi dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan. 3 1 Sagimun MD, Koperasi Indonesia Bacaan Populer Untuk Perguruan Tinggi, Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku / Majalah Pengetahuan Umum dan Profesi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, hlm 2 2 Andjar Pachta W, Hukum Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan Modal Usaha, Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm 12 3 Sagimun MD, op,cit.

3 3 Sebagai sarana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, koperasi tidak lepas dari landasan landasan hukum sebagai landasan berpijaknya koperasi di Indonesia. Landasan idiil Koperasi Indonesia adalah Pancasila seperti yang tertuang di dalam ketentuan Bab II Bagian Pertama, Pasal 2 Undang Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian yang selanjutnya dapat disebut dengan UU Perkoperasian menyebutkan bahwa : Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 atas asas Kekeluargaan Tujuan dari Koperasi Indonesia tidak hanya sekedar untuk mengumpulkan modal sebanyak banyaknya dan sejumlah keuntungan semata. Namun, Koperasi sebagai suatu badan usaha juga dipengaruhi oleh besar kecilnya modal. Namun demikian pengaruh modal tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi. Di dalam koperasi, penekanan kepentingan kemanusiaan (humanitas) lebih diutamakan daripada kepentingan kebendaan. 4 Sebagai badan hukum yang bergerak dibidang perekonomian, koperasi sangat memerlukan modal sebagai pembiayaan dari usahanya tersebut. Besar kecilnya nilai modal yang ada pada koperasi menentukan pula besar kecilnya lapangan usaha yang dijalankan koperasi tersebut. 4 Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, hlm 95

4 4 Sehingga dengan demikian, faktor modal dalam usaha koperasi ini merupakan salah satu alat yang menentukan maju mundurnya koperasi. Tanpa adanya modal ini, sesuatu usaha yang bersifat ekonomis tidak akan berjalan lancer sesuai dengan semestinya. Berdasarkan Pasal 44 Undang Undang Perkoperasian serta penjelasannya telah mengatur bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpang pinjam. Kepmenkop, Pengusaha Kecil dan Menengah RI No. 351/Kep/M/XII/1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, Bab Pendahuluan pada bagian latar belakang menjelaskan bahwa kopersi usaha simpan pinjam tersebut dilaksanakan dan untuk : 1. Anggota Kopeasi yang bersangkutan 2. Calon anggota yang memenuhi syarat 3. Koperasi lain dan / atau anggotanya Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum Koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu kegiatan usaha koperasi, sebagai penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat walaupun dalam lingkup yang kecil dan terbatas. Namun dapat dijadikan perhatian bahwa kegiatan usaha tersebut banyak menanggung resiko, terlebih lagi atas tindakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak koperasi kepada debitor ataupun sebaliknya.

5 5 Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang kegiatan usahanya adalah hanya mengadakan usaha simpan pinjam. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No. 14.Per/M. KUKM/XII/2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri No 20/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, pada bagian menimbang huruf a menjelaskan bahwa : Kegiatan usaha simpan pinjam merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan meminjam dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya, dimana koperasi ini perlu dikelola secara profesional sesuai dengan prinsip kehati hatian dan kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan memberikan manfaat yang sebesar besarnya kepada anggota dan masyarakat di sekitarnya. Prinsip kehati hatian yang dianut oleh Koperasi ini hampir sama dengan prinsip kehati-hatian pada sistem Perbankan. Tapi, prinsip tersebut ada dan diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 19/Per/M.KUKM/XI/2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pada Pasal 19 angka 2 yang berbunyi : Pelaksanaan pemberian pinjaman Koperasi harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan asas pemberian pinjaman yang sehat

6 6 sehingga memberikan kemanfaatan bagi koperasi dan anggotanya. Pinjaman yang telah disebutkan sebelumnya menurut adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan. 5 Pinjaman yang diberikan oleh koperasi memiliki risiko, sehingga dalam pelaksanaannya koperasi harus memperhatikan asas asas peminjamannya yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, pemberian pinjaman dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjaman untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh koperasi. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan pinjaman, koperasi dapat melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari peminjam, maka apabila berdasarkan unsur unsur lain telah diperoleh keyakinan mengenai kemampuan peminjam dalam mengembalikan pinjaman tersebut. 5 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 14/Per/M.UMKM/XII/2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi pada Pasal 1 Angka 7

7 7 Pelaksanaan pemberian kredit tidak lepas dari pemberian jaminan. Hal ini bertujuan agar pihak debitur akan benar benar melunasi utang sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati. Selain itu, apabila pihak kreditur tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) dalam jangka waktu yang telah disepakati maka, kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminannya. Secara umum jaminan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan yang biasa diberikan pada praktik simpan pinjam adalah jaminan kebendaan yang berupa tanah. Hukum jaminan untuk tanah ini dikenal dengan hak tanggungan. Hak tanggungan secara khusus diatur dalam UU Hak Tanggungan Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 6 Melihat dari uraian peraturan yang telah disebutkan, Peraturan Perkoperasian hanya menjelaskan mengenai prinsip kehati hatian koperasi dalam praktik simpan pinjam dan segala kewajiban si peminjam. Pada praktiknya, ditemukan peminjam yang dirugikan oleh pihak koperasi. Tapi nampaknya peraturan peraturan yang telah dijelaskan terdebut hanya menitik beratkan pada kewajiban peminjam saja. Contoh praktik usaha simpan pinjam yang merugikan peminjam adalah Koperasi Serba 6 disadur pada tanggal 18 September 2012 pukul 12.55

8 8 Usaha Dua Tiga (KSU 23) yang berada di desa Ngagel, Kabupaten Pati Jawa tengah yang tidak mengembalikan barang agunan peminjam padahal peminjam telah melunasi pinjamannya karena barang agunan tersebut telah dijaminkan oleh pengurus koperasi tanpa sepengetahuan dari peminjam. Pemberian pinjaman oleh kreditor kepada debitor bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh debitor. Pada praktiknya biasanya kreditor akan meminta jaminan atau agunan dalam hal pelunasan utang debitor. Sama halnya dengan koperasi yang kedudukannya sebagai kreditor seringkali meminta jaminan kepada calon anggota atau anggota yang diberi pinjaman tersebut. Praktik yang lebih sering dilakukan oleh Koperasi biasanya memberikan pinjaman dengan memberikan jaminan berupa jaminan kebendaan berupa gadai yang obyek atau barang berada di pihak kreditor, sehingga apabila debitor melakukan wanprestasi, kreditor dapat dengan mudah untuk segera melakukan eksekusi terhadap obyek atau barang yang dijadikan agunan tersebut. Banyak terjadi dalam praktik Koperasi Simpan Pinjam seperti yang terjadi pada Koperasi Serba Usaha Dua Tiga, dimana pengelola dari koperasi tersebut menjadikan benda jaminan sebagai jaminan debitor namun dipergunakan oleh pengurus koperasi itu sendiri secara sepihak tanpa adanya kesepakatan dari peminjam dalam hal ini adalah anggota koperasi. Pengalihan benda jaminan tersebut berhubungan dengan akibatnya apabila ternyata masa peminjaman yang dilakukan oleh debitor

9 9 telah jatuh tempo yaitu utangnya telah lunas sedangkan benda jaminan yang dijadikan agunan masih berada di pihak ketiga. Seperti yang terjadi pada salah satu anggota KSU 23, pada saat itu anggota tersebut yang bernama Sakijan telah melunasi utangnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Ternyata benda jaminan yang berupa sertifikat tanah tersebut tidak dapat diambil kebali karena sertifikat tersebut telah dijaminkan kembali oleh manager KSU 23 di Koperasi lain tanpa ada kesepakatan sebelumnya oleh Sakijan. Sepanjang pengetahuan penulis, hingga saat ini belum terdapat penulisan hukum baik dalam bentuk skripsi maupun karya ilmiah lainnya yang menulis mengenai analisis tentang praktik koperasi simpan pinjam dalam kaitannya dengan wanprestasi dan/atau perbuatan melawan hukum. Namun terdapat beberapa skripsi yang menulis mengenai bidang perkoperasian, misalnya yang berjudul Aspek hukum penanggungan utang pada kegiatan penjaminan kredit koperasi dan usaha kecil oleh koperasi penjamin kredit Jawa Barat serta perbandingannya dengan asurasi kredit yang ditulis oleh Mulyadi Tiar (A ). Pokok bahasan dalam skripsi tersebut mengenai praktik penjaminan kredit oleh lembaga penjamin bagi koperasi dan usaha kecil yang kesulitan menyediakan collateral terbantu sehingga menjadi layak untuk mendapatkan kredit perbankan. Skripsi lain yang berjudul Praktik Koperasi Simpan Pinjam dalam kaitannya dengan pemberian bunga dan penggunaan barang gadai

10 10 dihubungkan dengan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yang ditulis oleh April Mandala Sitohang ( ). Dari uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dengan menuangkannya dalam penulisan hukum yang berjudul : TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI ATAS PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA UNTUK JAMINAN HUTANG PIHAK KETIGA DI KOPERASI SERBA USAHA DUA TIGA DESA NGAGEL, KECAMATAN PATI, KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH B. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana tanggung jawab para pengurus koperasi apabila mengalihkan benda jaminan tidak bergerak milik anggota kepada pihak ketiga dihubungkan dengan UU Perkoperasian? 2. Tindakan hukum apakah yang dapat dilakukan oleh peminjam sebagai anggota koperasi yang dirugikan akibat tidak dapat menerima kembali benda yang dijaminkan dihubungkan dengan UU Perkoperasian?

11 11 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menemukan gambaran mengenai tanggung jawab pengurus koperasi apabila mengalihkan benda jaminan milik anggota kepada pihak ketiga dihubungkan dengan UU Perkoperasian. 2. Untuk menentukan tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh peminjam sebagai anggota koperasi yang dirugikan akibat tidak dapat menerima kembali benda yang dijaminkan. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum perdata dan Perusahaan khususnya hukum jaminan. b. Segi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi para pihak yang berkaitan, yaitu : 1) Bagi masyarakat, agar menyadari ketika masyarakat membutuhkan bantuan dana haruslah memperhatikan aspek legalnya lembaga atau perorangan yang menghimpun dana dan menyalurkannya tersebut.

12 12 2) Bagi pihak yang terkait dengan koperasi, agar lebih memperhatikan peran dan fungsi Koperasi dalam menghimpun dana serta menyalurkannya kepada masyarakat sehingga tidak bertentangan dengan maksud yang diatur oleh undang undang. 3) Bagi pemerintah, agar melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik Koperasi simpan pinjam dan memberikan sanksi yang tegas terhadap Koperasi Simpan Pinjam yang pada praktiknya tidak sesuai dengan undang undang yang berlaku, serta memberikan perlindungan terutama bagi pelaku usaha kecil. E. Kerangka Pemikiran Sesuai dengan jiwa kepribadian bangsa Indonesia, koperasi Indonesia harus menyadari bahwa dalam dirinya terdapat kepribadian sebagai pencerminan kehidupan yang dipengaruhi oleh keadaan, tempat, lingkungan waktu, dengan suatu ciri khas adanya unsur ke-tuhanan Yang Maha Esa, kegotong royongan dalam arti bekerja sama, saling bantu membantu, kekeluargaan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Koperasi sebagai suatu usaha bersama, harus mencerminkan ketentuan ketentuan seperti lazimnya dalam suatu kehidupan keluarga. Di dalam suatu keluarga Nampak bahwa segala suatu yang dikerjakan secara bersama sama adalah ditujukan untuk kepentingan bersama

13 13 seluruh anggota keluarga. Usaha bersama berdasarkan istilah gotong royong yang mencerminkan semangat kebersamaan. 7 Pada Bab II Bagian Kedua, Pasal 3 Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia seperti berikut : 8 Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 Pada pasal 4 Undang Undang Perkoperasian, diuraikan fungsi dan peran koperasi Indonesia seperti berikut : 9 a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasioanl dan koperasi sebagai sokogurunya. d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi. Pasal 44 Undang Undang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggotanya. Ketentuan tersebut 7 R. T. Sutyanta Rahardjo Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm Idem, hlm 40 9 Idem, hlm 40

14 14 menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik salah satu atau satu satunya kegiatan usaha koperasi. Jika dilihat dari ketentuan tersebut, maka pelaksanaan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi harus diatur secara khusus dalam suatu peraturan tersendiri dan tetap berdasar pada ketentuan Undang Undang Perbankan dan Undang Undang Perkoperasian. Peraturan mengenai pelaksanaan simpan pinjam ini disusun dengan tujuan supaya tidak terjadi pertentangan yang menyimpang dengan ketentuan Undang Undang Perbankan serta di sisi lain untuk memberikan ketegasan bahwa kedudukan Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan ini sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam bentuk Koperasi dan sistematisnya. Koperasi itu sendiri dibedakan berdasarkan jenis kegiatan usaha, jenis anggota, profesi anggota, fungsi atau tujuan, dan kebutuhan koperasi itu sendiri. Namun pada dasarnya, koperasi itu dapat dibedakan menjadi 2 jenis besar, yaitu jenis koperasi yang dibedakan berdasarkan kegiatan usaha dan jenis koperasi berdasarkan anggotanya. Pada jenis koperasi dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : 10 a. Koperasi Konsumsi (menyediakan barang konsumsi anggota) b. Koperasi Produksi (menghasilkan barang bersama) 10 Andjar Pachta, op.cit, hlm 25-26

15 15 c. Koperasi Simpan Pinjam (menerima tabungan dan memberi pinjaman) d. Koperasi Serba Usaha (campuran) Jenis Koperasi menurut tingkatannya dibedakan menjadi dua, yaitu a. Koperasi Primer (anggotanya masih perseorangan) b. Koperasi Sekunder (gabungan dari koperasi atau induk koperasi) Koperasi serba usaha adalah koperasi yang kegiatan usahanya di berbagai segi ekonomi, seperti bidang produksi, konsumsi, perkreditan, dan jasa. Contohnya adalah KUD (Koperasi Unit Desa). Koperasi Serba Usaha memiliki berbagai fungsi, yaitu : a. Perkreditan b. Penyediaan dan penyaluran sarana produksi dan keperluan sehari hari c. Pengelolaan serta pemasaran hasil Tujuan dari Koperasi Serba Usaha adalah sebagai berikut : 1. Mensejahterakan anggota koperasi serba usaha pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Dapat membangun tatanan untuk mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur.

16 16 3. Memberikan pelayanan pinjaman dengan bunga murah, tepat dan cepat sera mendidik anggota untuk dapat menggunakan uang dengan bijaksana dan produktif. 4. Memenuhi kebutuhan sehari hari dan perkantoran anggota koperasi. Menurut Undang Undang Perkoperasian Pasal 44 ayat (2), prinsip dari koperasi serba usaha sama dengan prinsip koperasi yang tercantum dalam Undang Undang Perkoperasian Pasal 5 ayat (1), yaitu : 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis. 3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing masing. 4. Pemberian balas jasa yang terbatas pada modal. 5. Kemandirian. Pengaturan mengenai koperasi simpan pinjam diatur secara umum oleh Undang Undang Perkoperasian dan diatur secara khusus oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Pada Pasal 1 angka 1 menjelaskan mengenai kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

17 17 Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang hanya bergerak di bidang usaha simpan pinjam untuk anggotanya. Kegiatan dari usaha Koperasi SImpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam menurut pasal 19 UU No. 9 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam ini adalah : a. Menghimpun dana koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya. b. Memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya. Pinjaman dalam hal ini merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan hal tersebut, dimana penyediaan pinjaman ini sebelumnya telah disepakati atau telah terdapat persetujuan pinjam meminjam yang dilakukan antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan. Koperasi dalam hal memberikan pinjaman wajib untuk memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat. Yang dimaksud dengan asas pemberian pinjaman yang sehat adalah pemberian pinjaman yang berdasarkan pada penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon dalam memenuhi pinjaman / pelunasan pinjaman dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman. Untuk dapat menjamin pihak debitur agar dapat mengembalikan utangnya, maka perlu adanya suatu agunan/ jaminan. Namun pada

18 18 prinsipnya tidak semua benda bisa dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga nonbank, namun benda yang dapat dijaminkann adalah benda benda yang memenuhi syarat syarat tertentu. Syarat syarat benda jaminan yang baik adalah : 11 a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya c. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima Pada umumnya jenis jenis lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam Tata Hukum Indonesia dapat digolongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain lain sebagai berikut : 12 a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang Undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian. b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus. 11 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perseorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 2007, hlm. 43

19 19 c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perseorangan. d. Jaminan yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak. e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan tanpa menguasai bendanya. Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur adalah : 13 a. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang ditutup. b. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur. Bagi kreditur dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari koperasi dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya. Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal yang diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau khawatir tidak dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian hukum adalah memberikan kepastian bagi pihak kreditur dan debitur. Kepastian bagi kreditur adalah kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi 13 Idem, hlm 28

20 20 debitur adalah kepastian untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan. Di samping itu, bagi debitur adalah adanya kepastian dalam berusaha. Karena dengan modal yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya lebih lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok kredit dan bunga, bank dan pemilik modal dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminan. 14 Menurut A. Pitlo dan C. Asser sebagaimana dikutip R. Setiawan dalam bukunya Pokok Pokok Hukum Perikatan, apakah suatu prestasi tidak mungkin dilaksanakan secara obyektif dan subyektif tidak penting dipersoalkan. Akan tetapi, suatu perikatan adalah batal, jika kreditur pada waktu membuat perikatan sudah mengetahui atau seharusnya mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa debitur tidak mungkin melaksanakan prestasinya. Namun, jika kreditur tidak mengetahui akan ketidakmungkinan pelaksanaan prestasi, ia harus membayar ganti rugi. 15 Prestasi dalam hal ini adalah sesuatu yang wajib dan harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi ini merupakan isi dari perikatan / perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak baik kreditur maupun debitur yang melakukan kesepakatan. Apabila debitur / kreditur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, ia dikatakan wanprestasi (kelalaian). 2006, hlm Idem, hlm H. riduan syahrani, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,

21 21 Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 macam yaitu : Sama sekali tidak memenuhi prestasi 2. Tidak tunai memenuhi prestasi 3. Terlambat memenuhi prestasi 4. Keliru memenuhi prestasi Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang terdapat dala Pasal 1365 Kitab undang Undang Hukum perdata menerangkan bahwa tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Hal ini diartikan sebagai seuatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku perbuatan, dan dalam hal ini harus mengindahkan hak dan kewajiban hukum legal. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa krugian materiil dan dapat berupa kerugian immaterial (idiil). Kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan hilangnya keuntungan yang diharapkan. Menurut yurisprudensi ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi pada Pasal 1243 s.d 1248 BW diterapkan secara analogis untuk ganti kerugian karena perbuatan melanggar hukum. Dalam buku Perbuatan Melawan Hukum Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa jika dilihat bunyi Pasal 57 ayat (7) Reglement Burgelijk Rechtvordering (Hukum Acara Perdata yang berlaku pada waktu dulu bagi Raad van Justitie) yang juga memakai istilah kosten 16 Idem, hlm 218

22 22 schaden en interessen untuk menyebut kerugian sebagai akibat perbuatan melanggar hukum, sehingga dapat dianggap bahwa pembuat BW sebetulnya tidak membedakan antara kerugian yang disebabkan karena perbuatan tersebut tidak dilaksanakannya suatu perjanjian. Adapun kerugian immaterial adalah kerugian berupa pengurangan kesenangan hidup misalnya karena penghinaan berupa pengurangan kesenangan hidup misalnya karena penghinaan (Pasal 1371 BW), luka atau cacatnya anggota tubuh / badan (Pasal 1371 BW). Meskipun demikian, orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum tidak selamanya berkewajiban memberikan ganti kerugian immaterial. 17 Untuk dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 BW juga mensyaratkan adanya hubungan causal artinya hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian. Jadi, kerugian tersebut harus timbul sebagai akibat perbuatan orang yang merupakan perbuatan melanggar hukum tersebut. 18 F. Metodologi Penelitian 1. Metode Pendekatan 17 Idem, hlm Idem, hlm 267

23 23 Metode yang digunakan adalah yuridis normatif 19, yang menitikberatkan penelitian terhadap data sekunder berupa bahan hukum primer berupa peraturan perundang undangan, bahan hukum sekunder seperti artikel dan makalah, serta bahan hukum tersier seperti ensiklopedi dan kamus. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dilakukan dengan melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis yang disertai dengan analisis berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, teori dan asas hukum. 3. Tahap Tahap Penelitian a. Penelitian Kepustakaan Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder 20 yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, berupa : 1.) Bahan hukum primer, yaitu perundang undangan meliputi : a) Kitab Undang Undang Hukum Perdata b) UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian c) PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan 19 Roni Hanitjio Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1996, hlm Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, Cetakan Ketiga, 1986, hlm

24 24 Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi d) Peraturan Menteri Negara Republik Indonesia dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia No.15/Per/M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Menengah No. 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi e) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No. 96/Kep/M.KUKM/2004 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi. f) Kepmenkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil RI No. 226/Kep/M/V/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. 2.) Bahan hukum sekunder, seperti tulisan para ahli, laporan penelitian, hasil seminar, buku buku yang berkaitan dengan pembahasan tugas akhir. 3.) Bahan hukum tersier yaitu majalah, Koran, jurnal yang terkait dengan pembahasan tugas akhir. b. Penelitian Lapangan

25 25 Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan dan penyeleksian data primer dari lapangan untuk menunjang data sekunder. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Studi dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data sekunder dari peraturan perundang undangan yang ada, serta dokumen dokumen terkait lainnya yang relevan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis dan informasi dalam bentuk ketentuan formal. b. Wawancara, dilakukan secara langsung dan terbuka untuk mengumpulkan data primer dan informasi yang diperlukan melalui tanya jawab dengan pihak koperasi dan instansi yang terkait. 5. Metode Analisa Data Metode yang digunakan adalah metode normative kualitatif, yang bertitik tolak pada norma, asas, dan peraturan perundang undangan, serta penemuan prinsip prinsip yang terkandung dalam hukum positif. 6. Lokasi Penelitian a. Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah b. Koperasi Serba Usaha Dua Tiga, Desa Ngagel, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati

26 26 c. Pusat Sumber Daya Informasi Ilmiah dan Perpustakaan Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung, Jawa Barat. d. Perpustakaan Hukum Mochtar Kusumaatmadja Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Jawa Barat.

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMILIK BENDA JAMINAN A. Tanggung Jawab Pengurus Koperasi atas Pengalihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka masyarakat dan pemerintah sangat penting perannya. Perkembangan perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan ekspor sangat penting bagi Indonesia karena menghasilkan devisa dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Keuangan Lembaga Keuangan Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi berperan positif dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi diantaranya dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

KREDIT TANPA JAMINAN

KREDIT TANPA JAMINAN KREDIT TANPA JAMINAN ( Studi Tentang Pola Pemberian Kredit Tanpa Jaminan Di PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Syarat Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan suatu lembaga atas badan hukum yang bergerak di bidang ekonomi yang bertujuan untuk meningkan taraf hidup dan kesejahteraan para anggota pada khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini, peran perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia berusaha untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang guna terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur telah dilakukan berbagai usaha oleh pemerintah. Salah satu usaha tersebut adalah meningkatkan dan menyempurnakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Dengan menghadapi adanya kebutuhankebutuhan tersebut, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan ini dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan dalam dunia perekonomian nasional memberikan banyak dampak yang begitu fenomenal dan alternatif dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM UANG ATAU KREDIT. (Studi Kasus Koperasi KPRI Guru Sekolah Dasar di Sragen)

ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM UANG ATAU KREDIT. (Studi Kasus Koperasi KPRI Guru Sekolah Dasar di Sragen) 0 ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN PINJAM- MEMINJAM UANG ATAU KREDIT (Studi Kasus Koperasi KPRI Guru Sekolah Dasar di Sragen) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada penggunaan atau investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang berkelanjutan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (1) menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (1) menyatakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada BAB I PENDAHULUAN Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada umumnya, Perjanjian Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH KHASANAH, SIDOHARJO WONOGIRI (Studi di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Khasanah Wonogiri) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik itu yang bergerak dibidang industri perdagangan maupun jasa dituntut tidak hanya bertahan tetapi juga

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hasrat untuk memperoleh kehidupan yang layak dan berkecukupan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan perekonomian, setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KPRI) UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KPRI) UNIVERSITAS NEGERI MALANG ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KPRI) UNIVERSITAS NEGERI MALANG Usulan Penelitian untuk Tesis S-2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Diajukan oleh: Hari Santoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk monodualistis artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup berdampingan dan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci