IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
|
|
- Yandi Sumadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM M. Jafar Dosen Prodi Ahwal al-syakhsyiyyah, Jurusan Syari ah, STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Aceh Abstrak Ada beragam pendapat ulama pakar usul al-fiqh dalam memberikan definisi ijma, baik secara etimologis maupun secara terminologis. Tetapi secara khusus mengenai definisi terminologisnya setelah dirumuskan dari berbagai pendapat, pengertiannya adalah kesepakatan semua mujtahid dalam satu masa tentang hukum suatu masalah yang memerlukan ketetapan hukumnya. Ijma menjadi sandaran hukum yang qat i bagi mujtahid sesudahnya. Hal ini berdasarkan kehujahan dari Alquran dan Hadis. Ijma terbagi kepada ijma sarih dan sukuti. Khusus mengenai ijma sukuti sebagai hujah ada tiga pendapat ulama. Pertama, ijma sukuti menjadi hujah, tetapi tidak diakui sebagai ijma. Alasannya, ijma harus ada kesepakatan yang jelas. Kedua, menjadi hujah dan diakui sebagai ijma. Ketiga, tidak dapat menjadi hujah dan tidak dapat dikatakan ijma. Dalam realitasnya, ijma memang sudah terjadi dan fakta yang tak terbantahkan. Kata Kunci: ijma, kehujahan. Abstract There are a variety of ulema expert opinions in giving the definition of ijma ; both etymologically and terminologically. But specifically concerning the terminology after being formulated from various understanding that the meaning is consensus of all mujtahids within a period upon a legal matter requiring law provisions. ijma then become qat i law abutment of mujtahid afterward. It is based on the Qur an and Hadith evidence. ijma can be divided as ijma sarih and sukuti. Especially, concerning ijma sukuti as an evidence that there are three scholarly opinions. First, ijma sukuti become evidence, but is not recognized as ijma. The reason, ijma must be a clear agreement. Second, the argument and be recognized as ijma. Third, the argument cannot be evidence and cannot be said as ijma. In reality, the ijma is already happened and indisputable fact. A. Pendahuluan Setelah berlalunya kepemimpinan para khalifah, suatu kekacauan muncul di berbagai bidang. Perbedaan-perbedaan timbul dalam hampir semua masalah hukum; masyarakat terpecah-pecah dalam beberapa madzhab teologis. Lalu muncullah ijma untuk menyelamatkan masyarakat dari kekacauan.
2 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM Jadi, ijma pada waktu itu menjadi suatu istilah rujukan. Konsep ijma berkembang sejalan dengan munculnya kelompok mayoritas (ahl al-sunnah) dalam berbagai mazhab teologi. 1 Namun dalam realitas perjalanan sejarahnya, ada segelintir orang yang berpendapat, ijma tidak mungkin terjadi. Dengan kata lain, mereka termasuk dalam kelompok yang mengingkari adanya ijma. Tetapi mayoritas kaum muslimin mengakui adanya ijma. Bahkan, para ulama mujtahid sepakat untuk menjadikan ijma sebagai sandaran hukum dalam berijtihad. Sebelum tulisan ini dibahas lebih lanjut, penulis ingin merumuskan dulu permasalahan yang akan dibahas di sini supaya menjadi jelas arahnya. Fokus pembahasan dalam tulisan ini mengenai pengertian ijma, kehujahan ijma sebagai salah satu sumber hukum, dan jenis ijma serta apakah ada kemungkinan wujudnya? Selanjutnya, tujuan dari pembahasan ini adalah untuk menjelaskan pengertian ijma, untuk mendeskripsikan kehujahan ijma sebagai sumber hukum, dan untuk mengungkapkan macam-macam ijma dan kemungkinan wujudnya. B. Pembahasan 1. Pengertian ijma Secara etimologi, ijma mengandung dua arti. 2 Pertama berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu, atau memutuskan berbuat sesuatu (al- azm ala al-syay ). Ijma dalam artian pengambilan keputusan ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Yunus (10): 71: karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). (QS. Yunus [10]: 71) Ijma dalam arti ini juga dapat dilihat pada Hadis Nabi saw. yang bunyinya: Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa semenjak malam. Kedua, ijma dengan arti sepakat. Dalam arti ini kata ijma dapat dilihat penggunaannya dalam Alquran pada surat Yusuf (12): 15: Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia). (QS. Yusuf [12]: 15) Adapun menurut Ahmad Hasan, istilah ijma dalam arti etimologisnya menunjukkan bahwa konsep ini tentunya muncul pada saat terjadi pertentangan di dalam Islam. Artinya, dasar dari kata ijma adalah mengumpulkan, menyatukan, menghimpun, berkumpul, bersatu, berhimpun, atau menarik bersama-sama. Istilah ini mungkin sekali berasal dari idiom bahasa Arab: ajma tu al-nahabi (saya mengumpulkan dari setiap penjuru unta-unta yang merupakan barang rampasan dari orangorang yang sebelumnya adalah pemilik mereka, dan menggiring mereka pergi). Singkatnya, ia berarti 1 Ahmad Hasan, Ijma (Bandung: Pustaka, t.t.), 6. 2 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Edisi I, Cet. 4 (Jakarta: Kencana, 2009), Volume XIII, No. 2, Februari
3 m. jafar penggiringan unta secara bersama-sama. 3 Idiom bahasa Arab tersebut merupakan contoh yang tepat untuk menunjukkan arti kata ijma secara etimologi. Ungkapan ini berarti suatu lapangan terbuka di mana orang-orang berkumpul, dan mereka tidak terpisah satu dari yang lain agar tidak tersesat. Lapangan itu dinamakan mujmi ah karena ia menyatukan mereka. Kata ijma juga digunakan untuk mengikat jadi satu puting susu unta betina dengan sebuah tali. Ini membuktikan bahwa istilah itu mengandung akar makna menyatukan benda-benda yang terpisah. 4 Di samping itu, istilah tersebut juga mempunyai arti lain. Ia juga berarti menyusun dan membereskan sesuatu yang sebelumnya tercerai berai, sebagai suatu pendapat yang diputuskan oleh seseorang. Karena itu ia berarti menentukan, menetapkan atau memutuskan suatu perkara agar menjadi benar-benar beres. Istilah ini mengandung dua arti yang telah dikemukakan, yaitu kesatuan dan keputusan hati. 5 Adapun pengertian ijma dalam istilah teknis hukum atau istilah syar i terdapat perbedaan rumusan. Perbedaan itu dapat dilihat dalam beberapa rumusan atau, antara lain definisi al-ghazzali yang merumuskan ijma sebagai: 6 Kesepakatan umat Muhammad secara khusus atas suatu urusan agama. Bukti adanya ijma, menurut al-ghazzali, misalnya kesepakatan umat Muhammad tentang kewajiban salat lima waktu dan puasa bulan Ramadan. Alasannya, karena seluruh umat Muhammad mengikuti nas dan dalil yang pasti dalam ibadah. Mereka menghindar dari siksaan akibat berseberangan dengan dalil-dalil tersebut. Hal ini sebagaimana kesepakatan mereka untuk makan dan minum karena dituntun oleh jiwa mereka, begitu juga kesepakatan untuk mengikuti kebenaran dan menjaga jiwa agar tidak terjerumus ke dalam neraka. Pendapat Imam al-ghazzali ini mengikuti pandangan Imam al-syafi i yang menetapkan ijma itu sebagai kesepakatan umat. Hal ini tampaknya didasarkan pada keyakinan bahwa yang terhindar dari kesalahan hanyalah umat secara keseluruhan, bukan perorangan. Namun pendapat Imam al- Syafi i ini mengalami perubahan dan perkembangan di tangan pengikut-pengikutnya di kemudian hari. 7 Definisi sebagaimana dikemukakan oleh al-ghazzali di atas yang menetapkan kesepakatan dari seluruh masyarakat muslim sejak kedatangan Islam sampai hari kiamat mendapat kritikan keras dari para ahli hukum. Alasannya karena menurut mereka ijma seperti ini tidak mungkin terjadi dalam prakteknya 8 Tetapi dalam penjelasan al-ghazzali selanjutnya, yang dimaksud dengan umat Muhammad di sini ialah setiap mujtahid yang diterima fatwanya, yakni ahl al-hill wa al- aqd (para 3 Ahmad Hasan, Ijma, Ahmad Hasan, Ijma, Ahmad Hasan, Ijma, Al-Ghazzali, Al-Mustasfa min Ilm al-usul, Cet. 1 (Beirut: Dar al-kutub al- Ilmiyah, 2008), Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Ahmad Hasan, Ijma, Jurnal Ilmiah Islam Futura
4 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM ahli yang berkompeten dalam mengurusi umat). Jadi di sini tidak termasuk anak-anak, orang gila dan orang pikun. Walaupun mereka juga termasuk umat tetapi tidak dimaksudkan oleh Rasulullah dalam sabdanya: Umatku tidak pernah bersepakat untuk membuat kesesatan. 9 Tokoh lain yang pendapatnya dikutip di sini adalah al-amidi (juga pengikut mazhab al-syafi i), ia merumuskan ijma sebagai beriku: Ijma adalah kesepakatan sejumlah ahlul hill wa al aqd (para ahli yang berkompeten mengurusi umat) dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus. Kelihatannya Imam al-amidi membatasi ijma itu pada kesepakatan orang-orang tertentu dari umat Muhammad saw., yaitu orang-orang yang mempunyai fungsi sebagai pengurai dan pengikat, atau para ulama yang membimbing kehidupan keagamaan umat Islam. Dalam hal ini orang awam tidak diperhitungkan kesepakatannya. Namun, lebih lanjut terlihat bahwa al-amidi masih memberikan kemungkinan masuknya orang awam dalam penetapan ijma dengan ketentuan telah mampu berbuat hukum. Untuk maksud ini al-amidi memberikan alternatif definisi ijma sebagai berikut: Kesepakatan para mukallaf dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus. Definisi yang dikemukakan oleh al-amudi di atas dapat dikatakan mewakili pendapat ulama sunni, meski ada perbedaan dalam perumusannya secara redaksional, yaitu kesepakatan orang yang disebut ahl al-hill wa al- aqd. 10 Definisi di atas mengandung lima komponen, yaitu kesepakatan, ahl al-hill wa al- aqd, umat Muhammad, pada suatu masa, dan masalah atau kasus yang muncul. Kata kesepakatan mencakup kesepakatan secara diam-diam. Istilah ahl al-hill wa al- aqd menunjukkan kesepakatan bulat dari para ahli hukum, atau ulama. Persyaratan umat Muhammad mengimplikasikan pengecualian orang-orang yang termasuk dalam umat lain. Ungkapan pada suatu masa berarti ulama yang hidup pada masa tertentu, tidak termasuk ulama yang hidup pada masa sebelumnya atau sesudahnya. Dan terakhir ungkapan menyangkut masalah atau kasus yang muncul mencakup aspek kesepakatan yang positif dan peraturan-peraturan mengenai masalahmasalah hukum. 11 Rumusan yang lebih mencakup kepada pengertian ahl al-sunnah adalah apa yang dikemukakan Abd al Wahhab Khallaf, yang juga dikutip ulama lainnya, yaitu: 12 Konsensus semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah Rasul wafat atas suatu hukum syara mengenai suatu kasus. 9 Al-Ghazzali, Al-Mustasfa, Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Ahmad Hasan, Ijma, Abd al-wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (terj. Halimuddin), Cet. 3 (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 49. Volume XIII, No. 2, Februari
5 m. jafar Dari rumusan itu jelaslah bahwa ijma itu adalah kesepakatan, dan yang sepakat di sini adalah semua mujtahid muslim, berlaku dalam suatu masa tertentu sesudah wafatnya Nabi. Di sini ditekankan sesudah masa Nabi, karena selama Nabi masih hidup, Alquran lah yang akan menjawab semua persoalan hukum karena ayat Alquran masih turun dan Nabi sebagai tempat untuk bertanya tentang hukum syarak, maka tidak diperlukan adanya ijma. Dari definisi di atas terlihat unsur pokok yang merupakan hakikat dari suatu ijma yang sekaligus merupakan rukun ijma, yaitu: Saat berlangsungnya kejadian yang memerlukan adanya ijma, terdapat sejumlah orang yang berkualitas mujtahid; karena kesepakatan itu tidak berarti jika yang sepakat hanya satu orang. 2. Semua mujtahid itu sepakat tentang hukum suatu masalah, tanpa memandang kepada negeri asal, jenis, dan golongan mujtahid. Kalau yang mencapai kesepakatan itu hanya sebagian mujtahid, atau mujtahid kelompok tertentu, wilayah tertentu atau bangsa tertentu, maka kesepakatan itu tidak dapat disebut ijma, karena ijma itu hanya tercapai dalam kesepakatan menyeluruh. 3. Kesepakatan itu tercapai setelah terlebih dahulu masing-masing mujtahid mengemukakan pendapatnya sebagai hasil dari usaha ijtihadnya, secara terang-terangan, baik pendapatnya itu dikemukakan dalam bentuk ucapan dengan mengemukakan fatwa tentang hukum kejadian itu; atau dalam bentuk perbuatan dengan memutuskan hukum dalam pengadilan dalam kedudukannya sebagai hakim. Penyampaian pendapat itu mungkin dalam bentuk perseorangan yang kemudian ternyata hasilnya sama; atau secara bersama-sama dalam satu majelis yang sesudah bertukar pikiran ternyata terdapat kesamaan pendapat. 4. Kesepakatan itu haruslah merupakan kesepakatan yang bulat dari seluruh mujtahid. Jadi, kalau kesepakatan itu hanya dari kebanyakan mujtahid saja sedang sebagian mujtahid lainnya terdapat perbedaan, maka bukanlah merupakan ijma yang dapat dijadikan hujah syar iyyah. 14 Apabila rukun-rukun ijma tersebut telah terpenuhi, maka hukum hasil dari ijma itu merupakan undang-undang syarak yang wajib ditaati, dan para mujtahid berikutnya tidak boleh menjadikan peristiwa yang telah disepakati itu sebagai tempat berijtihad baru. Sebab hukumnya sudah tetap atas dasar bahwa ijma itu telah menjadi hukum syarak yang qat i, sehingga tidak dapat dihapus atau ditukar dengan ijtihad yang lain. Namun menurut satu pendapat, tidak mungkin terjadi ijma pada kebiasaan. Ini dapat dilihat seperti pada penyataan Ibn Hazm yang mengatakan bahwa munculnya ijma supaya jangan ada lagi orang yang berijtihad pada masalah tersebut, dan ijma asumsi dasarnya adalah bohong. Adapun argumen orang yang berpendapat tidak mungkin terjadi ijma adalah dengan dianalogikan seperti tidak mungkin sama selera semua orang dalam hal memakan makanan yang sama atau tidak mungkin mengucapkan kalimat yang sama dalam waktu yang sama oleh semua orang. Adapun menurut pendapat yang kuat, terjadinya ijma sangat memungkinkan. Pernyataan tersebut (tidak mungkin terjadi ijma dan argumennya) dibantah oleh Zakariyya al-ansari dengan pernyataannya 13 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Lihat juga Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islam, Cet. 1 (Bandung: Alma arif, 1986), Jurnal Ilmiah Islam Futura
6 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM bahwa analogi semacam itu tidak sesuai (qiyas ma a al-fariq). Alasannya, karena berbeda keinginan dan kesukaan setiap orang dalam hal makanan dan ucapan yang ingin dikeluarkan. Hal ini berbeda dengan hukum syarak karena kesamaan dan kesepakatan yang terjadi (ijma ) dimunculkan oleh dalil yang mereka sepakati dalam pemahamannya Kehujahan ijma Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma menempati salah satu sumber atau dalil hukum sesudah Alquran dan Hadis. Sebagai bukti bahwa ijma itu menjadi hujah adalah sebagai berikut: 16 a. Alquran surat al-nisa ayat 59 dan 116: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu... (QS. al-nisa [4]: 59) Lafaz al-amr (urusan) mencakup kepada urusan agama dan keduniaan dan lafaz uli al-amr (pemegang urusan) mencakup kepada pemegang urusan duniawi, seperti kepala negara, anggota perwakilan rakyat, para menteri dan lain sebagainya dan mencakup pemegang urusan agama, seperti para mujtahid, para mufti dan para ulama. Oleh karena itu bila masing-masing golongan tersebut di atas telah sependapat dalam menetapkan hukum suatu peristiwa, wajib ditaati dan diikuti sebagaimana mentaati dan mengikuti nas-nas Alquran. Menurut Ahmad al-sawi, ayat di atas secara menyeluruh mengisyaratkan kepada dalil-dalil fiqh yang empat, yakni Alquran, Hadis, ijma dan qiyas. Taat kepada Allah, yakni Alquran, taat kepada Rasul, yaitu Hadis, dan taat kepada uli al-amr adalah ijma (ketetapan hukum yang sudah menjadi kesepakatan). 17 Logikanya, taat kepada Allah kita ketahui perintah-perintah-nya untuk kita taati karena ada Alquran yang termuat semua petunjuk untuk ketaatan kita. Begitu juga taat kepada Rasul dengan adanya Hadis yang mengatur semua kehidupan mulai dari dunia sampai akhirat semua kita ketahui melalui Hadis yang beliau sabdakan. Adapun taat kepada uli al-amri, yang dalam hal ini adalah mujtahid tentu pada masalah-masalah yang sudah menjadi kesepakatan mereka (ijma ). Karena kalau bukan seperti itu, maka kita tidak mungkin untuk taat kepada mereka. Jika terjadi pereselisihan atau perbedaan pendapat, kita taat kepada yang satu tidak mungkin taat kepada yang lainnya. Maka untuk dapat kita taati tentu pada masalah-masalah yang sudah menjadi kesepakatan (ijma ) di kalangan mereka. Adapun surat al-nisa ayat 115 berbunyi: Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang 15 Zakariyya al-ansari, Ghayat al-wusul Syarh Labb al-usul (Semarang: Karya Toha Putra, t.t.), Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan, Ahmad al-sawi, Tafsir al-sawi, Jilid I (Sangkapurah: al-haramayn, t.t.), 299. Volume XIII, No. 2, Februari
7 m. jafar bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. al-nisa [4]: 115) Dalam ayat ini, jalan-jalan orang mukmin diartikan sebagai apa-apa yang telah disepakati untuk dilakukan orang mukmin. Inilah yang disebut ijma kaum mukminin. Orang yang tidak mengikuti jalan orang mukmin mendapat ancaman neraka jahanam. Dengan kata lain bahwa Allah menyamakan orang-orang yang melawan jalan yang ditempuh orang-orang mukmin (ijma ) dengan orang yang melawan Rasulullah saw. Logikanya, dalam QS. al-nisa : 59 di atas Allah sudah memerintahkan kita agar taat kepada Allah (dengan mengikuti Alquran), Rasul-Nya (dengan mengikuti Hadis) dan uli al amr (dengan ijma para ulama mujtahid), maka di sini ditegaskan bahwa orang yang tidak mau mengikuti Rasul dan tidak mau mengikuti jalan orang-orang mukmin (yang sudah disepakati) akan mendapat ancaman neraka dari Allah. Adapun jalan yang tidak disepakati tidak disuruh kepada kita untuk taat kepadanya. Dan yang dimaksud dengan jalan di sini adalah aturan-aturan agama. 18 b. Hadis Nabi saw. Bahwa hukum yang telah mendapatkan kesepakatan dari seluruh mujtahid muslimin pada hakikatnya adalah hukum umat Islam seluruh dunia yang tercermin pada para mujtahid. Banyak sekali dalil-dalil Hadis dalam berbagai periwayatan yang berbeda rumusannya, namun sama maksudnya, yaitu umat Nabi Muhammad saw. tidak akan bersepakat dalam membuat kesalahan dan kesesatan. Antara lain sabda Nabi berikut: Umatku tidak sepakat untuk membuat kesalahan. (HR. Ibnu Majah) Dalam Hadis ini dijelaskan bahwa umat dalam kedudukannya sebagai umat yang sama-sama sepakat tetang sesuatu, tidak mungkin salah. Ini berarti ijma itu terpelihara dari kesalahan, sehingga putusannya merupakan hukum yang mengikat umat Islam. c. Argumen bahwa ijma berlandaskan syariat Ijma terhadap hukum syarak harus dibina di atas sandaran syariat. Sebab setiap mujtahid muslim terikat oleh ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilampauinya. Jelasnya, jika di dalam menjalankan ijtihad dia mendapatkan suatu nas, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui pemahaman dari nas itu dan dia harus mengetahui benar-benar apa yang ditunjuknya. Akan tetapi jika di dalam kejadian yang diijtihadkan tidak ada nasnya, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui cara pengistimbatan suatu hukum. Ia dituntut untuk mengkiaskannya kepada yang ada nas, atau menyesuaikannya dengan kaidah-kaidah syariat dan dasar-dasar hukum umum atau dengan menggunakan dalil-dalil yang ditegakkan oleh syariat, seperti istihsan, istishab, memelihara urf dan masalih al-mursalah. 18 Al-Sawi, Tafsir, Jurnal Ilmiah Islam Futura
8 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM 3. Macam-macam ijma dan kemungkinan wujudnya Ditinjau dari cara-cara terjadinya, ijma itu ada dua macam. 19 Pertama, ijma sarih, yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa terhadap hukum suatu peristiwa dengan jalan masingmasing dari mereka menyatakan pendapatnya dengan cara memfatwakannya atau mempraktekkannya. Yakni setiap mujtahid mengeluarkan perkataan atau perbuatan yang mencerminkan pendapatnya. Kedua, ijma sukuti, yaitu sebagian mujtahid menyatakan pendapatnya dengan tegas dari hal hukum suatu peristiwa dengan memfatwakan atau mempraktikkannya, sedang sebagian mujtahid yang lain tidak menyatakan persetujuannya terhadap hukum itu dan tidak pula menentangnya. Ijma macam pertama menurut jumhur adalah ijma hakiki dan menjadi sumber hukum syariat. Sedang ijma macam kedua adalah ijma i tibari (masih relatif). Sebab orang yang berdiam diri itu belum tentu ia setuju. Karena itu kedudukan ijma macam kedua ini masih diperselisihkan. Jumhur menetapkannya bukan sebagai hujah, lantaran masih dianggap sebagai pendapat perseorangan. Akan tetapi ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa ijma sukuti itu dapat dijadikan hujah, apabila mujtahid itu berdiam diri setelah disodorkan kepadanya peristiwa itu beserta pendapat mujtahid lain yang telah berijtihad dan telah dan telah cukup pula waktu untuk membahasnya serta tidak didapati suatu petunjuk bahwa ia berdiam diri itu karena takut atau mengambil muka atau lain sebagainya. Menurut al-ghazzali, yang dimaksud dengan ijma adalah kesepakatan ulama mujtahid dalam memfatwakan hukum suatu masalah dalam satu masa, baik masa itu telah lewat atau belum (masih dalam masa mujtahid yang terjadi kesepakatan itu). Fatwa mereka bersumber dari ijtihad atau bersumber dari nas Alquran atau Hadis, dan fatwa mereka terjadi secara jelas dengan ucapan. Dengan demikian, diam sebagian mujtahid atas hasil fatwa mujtahid yang lain tidak sama seperti ucapan. Adapun berlalunya masa itu bukan sebagai syarat untuk dijadikan ijma sebagai hujah (sumber hukum). 20 Dari pembahasan al-ghazzali tersebut muncul persoalan bahwa, jika sebagian sahabat berfatwa, sedangkan yang lain diam saja (tidak mengeluarkan fatwanya), maka hal itu tidak disebut ijma (sukuti). Dan tidak dapat dikatakan orang diam telah mengeluarkan ucapan (fatwa). Menurut sekelompok ulama, apabila suatu fatwa hukum dari seorang mujtahid (sahabat) telah tersiar luas, sedangkan yang lainnya diam saja, maka diam mereka sama seperti telah mengeluarkan fatwa yang sama, sehingga kejadian seperti itu disebut juga dengan ijma (ijma sukuti). Menurut sekelompok ulama lain, hal itu hanya menjadi hujah (sumber hukum) saja, tetapi tidak dapat dikatakan ijma. Menurut sekelompok ulama lainnya, hal itu tidak dapat dijadikan hujah dan bukan ijma tetapi hanya sebagai dalil yang membolehkan mereka untuk berijtihad pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum. 21 Dari beberapa pendapat di atas, al-ghazzali lebih memilih dengan berpendapat bahwa hal itu (sukuti) tidak dapat dikatakan ijma dan tidak dapat pula dijadikan hujah. Juga tidak dapat dijadikan dalil terhadap pembolehan berijtihad tentang suatu masalah, kecuali jika terindikasi dari kondisi 19 Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan, Al-Ghazzali, Al-Mustasfa, Al-Ghazzali, Al-Mustasfa, 240. Volume XIII, No. 2, Februari
9 m. jafar orang-orang (mujtahid) yang diam itu bahwa mereka diam karena rela dan setuju atas hasil fatwa sebagian mujtahid tersebut. Dan boleh mengambil hasil fatwa tersebut ketika sebagian yang lain diam serta menjadi dalil atas fatwa mereka. Diam mereka karena rela dan setuju atas fatwa sebagian hanya dapat diketahui melalui ucapan (pengakuan) mereka yang jelas dan pasti. Sebaliknya, jika tidak ada pengakuan apapun, maka tidak dapat diketahui secara pasti bahwa diam itu menunjukkan kepada rela dan setuju. Terkadang diam bukan karena rela dan setuju, dengan tujuh sebab berikut: Dalam hati mereka tidak mau mengeluarkan ucapan apapun, kita tidak bisa mengetahuinya. Kadang-kadang terdapat indikasi marah atas diam mereka. Dengan demikian diam mereka sebagai tanda tidak setuju atas fatwa sebagian mujtahid yang lain. 2. Diam karena mereka melihat hasil ijtihad telah sempurna ditetapkan oleh sebagian yang lain, walaupun mereka tidak sepakat atas hasil ijtihad itu, bahkan terkadang mereka menganggap hasil ijtihad tersebut salah. Maka diam seperti itu jelas tidak dapat dikatakan ijma. 3. Anggapan setiap mujtahid benar, maka tidak boleh dibantah dan tidak perlu dikomentari hasil ijtihad mujtahid lain. Karena berijtihad untuk menemukan ketetapan hukum atas suatu kasus yang muncul hukumnya fard kifayah. Maka sebagian yang lain diam saja walau menurut mereka hasilnya berbeda. Dengan demikian jelas bahwa diam tidak dapat dianggap ijma sekali-kali. 4. Diam karena tidak setuju tetapi mujtahid yang diam itu menunggu kesempatan yang pas untuk membantahnya. Namun, sebelum kesempatan itu ada ternyata mereka meninggal dunia sehingga tidak sempat membantahnya. Berarti diam seperti ini tidak dapat dikatakan ijma. 5. Diyakini kalaupun dibantah, maka mujtahid yang telah mengeluarkan fatwanya tidak akan mau menerimanya, bahkan mujtahid yang membantah tersebut memperoleh celaan dan hinaan. Hal ini sebagaimana kata Ibn Abbas dalam diamnya daripada membantah fatwa Umar tentang awl pada masa hidupnya: Umar merupakan seorang lelaki yang hebat, maka aku menghormatinya. 6. Diam karena belum menemukan ketetapan hukum yang sesuai pada suatu masalah yang muncul dan masih memperdalam pemikirannya atas masalah tersebut. 7. Diam karena menyangka orang lain sudah memadai untuk membantahnya dan tidak mau menampakkan perbantahannya. Dari uraian al-ghazzali di atas, maka dapat disimpulkan bahwa beliau tidak mengakui adanya ijma sukuti, kecuali jika ada pernyataan yang jelas dan pasti dari sebagian mujtahid yang diam bahwa mereka mendukung terhadap fatwa hukum yang telah dikeluarkan oleh sebagian mujtahid. Menurut al-jalal Syams al-din Muhammad ibn Ahmad al-mahalli, ijma sukuti adalah sebagian mujtahid menyatakan pendapatnya mengenai hukum suatu kasus, sedangkan mujtahidmujtahid yang lain diam setelah mengetahui ketetapan hukum hasil ijtihad mujtahid tersebut tadi. Dalam hal ini (ijma sukuti) muncul tiga pendapat yang berbeda di kalangan para ulama usul al-fiqh. Pertama, hal itu (ijma sukuti) menjadi hujah dan dia bukan ijma namanya. Alasannya, karena ijma harus ada kesepakatan secara pasti dan meyakinkan (dengan adanya pengakuan secara lisan dari mujtahid yang diam tersebut). Kedua, menjadi hujah dan dikatakan ijma. Alasannya, karena diam 22 Al-Ghazzali, Al-Mustasfa, Jurnal Ilmiah Islam Futura
10 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM ulama mujtahid pada hal semacam itu dianggap setuju pada kebiasaan. Ketiga, tidak dapat menjadi hujah dan tidak dapat dikatakan ijma. Alasannya, diam sebagian mujtahid ada kemungkinan tidak setuju atas hasil ijtihad sebagian lainnya, dan diamnya itu karena beberapa faktor, seperti takut membantahnya, menghormati mujtahid itu karena seorang yang punya kharisma tinggi, masih raguragu pada ketetapan hukum masalah tersebut, dan lain-lain. Pendapat yang ketiga ini merupakan pendapatnya Imam al-syafi i karena dipahami dari ucapan beliau bahwa diam mujtahid tidak bisa dikatakan dia mengeluarkan pendapat. 23 Menurut Imam al-juwayni al- Iraqi al-syafi i, ijma adalah kesepakatan yang terjadi melalui ucapan para mujtahid atau perbuatan mereka. Atau, sebagian mereka menyatakan pendapatnya atau mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan hukum. Kemudian pernyataan atau perbuatan sebagian mujtahid tersebut tersiar luas sampai kepada mujtahid lainnya, tetapi mereka diam saja tanpa memberi komentar apapun. Hal seperti itu dinamakan ijma sukuti. 24 Tentang ijma sukuti ini, al-baydawi dan Qadi Husayn tidak menganggapnya sebagai ijma dan tidak menjadikannya sebagai hujah. Pendapat ini sebagaimana yang dikutip dari Imam al-syafi i. Adapun Imam al-syafi i sendiri menjadikan ijma sukuti sebagai dalil hukum pada beberapa masalah, itu karena diamnya sebagian mujtahid pada beberapa masalah tersebut terdapat indikasi yang menunjukkan kepada rela dan setuju atas pernyataan atau perbuatan sebagian mujtahid lainnya. Kalau seperti itu alasannya, maka ijma sukuti sebagai dalil hukum tidak terbantahkan. 25 Ini sama seperti pembahasan al-ghazzali sebelumnya, yaitu indikasinya harus secara jelas melalui pengakuan secara lisan bahwa mujtahid yang diam itu setuju atas hasil ijtihad mujtahid lainnya. Dengan demikian, maka ijma sukuti seperti inilah yang dapat dikatakan ijma dan dapat dijadikan hujah. Ditinjau dari segi qat i (pasti) dan zanni (hipotetik) dalalah-nya, ijma terbagi menjadi dua macam: a. Ijma qat i al-dalalah terhadap hukumnya. Yakni hukum yang dihasilkan dari ijma ini adalah qat i. Jadi, tidak ada jalan lain untuk menetapkan hukum peristiwa itu berbeda dengan hukum hasil ijma tersebut, dan tidak ada jalan lain untuk berijtihad lagi terhadap peristiwa yang telah ditetapkan oleh ijma itu. Ijma yang qat i al-dalalah itu adalah ijma sarih. b. Ijma zanni al-dalalah terhadap hukumnya. Yakni hukum yang dihasilkan dari ijma ini adalah zann (hipotetik) dan peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar ijma ini masih mungkin bisa dijadikan sasaran ijtihad oleh mujtahid lain. Sebab ia baru merupakan hasil dari sebagian mujtahid, bukan seluruh mujtahid. Ijma macam yang kedua ini adalah ijma sukuti. Sebagian ulama, di antaranya al-nazam dan sebagian pengikut Syi ah, berpendapat bahwa ijma menurut ketentuan di atas tidak mungkin terjadi menurut lazimnya karena tidak mungkin merealisasikan rukun ijma tersebut secara penuh. Alasannya ialah: Al-Jalal Syams al-din Muhammad ibn Ahmad al-mahalli, Syarh ala Matn Jam al-jawami Ibn al-subki, Jilid II (Semarang: Usaha Keluarga, t.t.), Al-Juwayni, Al-Waraqat (Sangkapurah: al-haramayn, t.t.), Ahmad ibn Abd al-latif al-khatib, Al-Nufahat ala Syarh al-waraqat (Sangkapurah: al-haramayn, t.t.), Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Volume XIII, No. 2, Februari
11 m. jafar 1. Tidak ada suatu ukuran tertentu untuk mengetahui dan menetapkan apakah seseorang telah mencapai tingkat pendidikan tertentu yang menyebabkan seseorang patut disebut mujtahid, karena secara formal tidak ada lembaga pendidikan yang menghasilkan mujtahid. 2. Kalaupun ada lembaga pendidikan mujtahid dan ada ukuran untuk menyatakan seseorang telah mencapai derajat mujtahid serta dapat pula diketahui mujtahid itu di seluruh dunia, namun untuk dapat menghimpun pendapat mereka semua mengenai suatu masalah yang memerlukan hukum, secara meyakinkan atau dekat kepada yakin, adalah tidak mungkin karena mereka berada dalam lokasi yang berjauhan, dalam tempat yang terpisah serta berbeda latar belakang sosial dan budaya mereka. 3. Kalaupun mujtahid yang ada itu dapat dikenal secara perorangan di seluruh dunia dan dapat menghimpun pendapat mereka menurut cara yang meyakinkan, namun siapa yang dapat menjamin bahwa setiap mujtahid yang telah mengemukakan pendapatnya tentang hukum suatu masalah itu tetap pada pendiriannya sampai terkumpul pendapat mereka semua, karena syarat melangsungkan ijma itu ialah bahwa kesepakatan itu berlaku dalam satu masa tertentu ketika terjadinya peristiwa yang memerlukan ijma tersebut. 4. Mencapai kebulatan pendapat di kalangan mujtahid secara massif itu adalah sesuatu yang sulit terjadi, sedangkan hakikat ijma adalah kebulatan pendapat atau kesepakatan. Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma mungkin dapat terlaksana dan memang telah terjadi dalam kenyataan. Umpamanya, pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah setelah wafatnya Nabi ditetapkan dengan ijma. Demikian pula haramnya lemak babi, berhaknya kakek atas seperenam harta warisan cucunya, terhalangnya cucu oleh anak dalam hak mewarisi, dan lain-lain hukum furu sebagaimana tersebar dalam kitab-kitab fikih. C. Penutup Pengertian ijma adalah kesepakatan mujtahid dari umat Muhammad Saw dalam satu masa pada suatu persoalan agama yang membutuhkan ketetapan hukumnya. Ijma merupakan salah satu sumber hukum Islam yang wajib diikuti berdasarkan dalil nas Alquran dan Hadis. Ditinjau kepada cara-cara terjadinya, ijma terbagi kepada ijma sarih dan sukuti. Dan ditinjau kepada qat i (pasti) dan zanni (hipotetik) dalalah-nya, ijma terbagi kepada dua, yaitu ijma qat i al-dalalah terhadap hukumnya dan ijma zanni al-dalalah terhadap hukumnya. Dan dalam kenyataannya ijma memang sudah terjadi. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hasan. Ijma. Bandung: Pustaka, t.t. Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh, Edisi I, Cet. 4. Jakarta: Kencana, Al-Ansari, Zakariyya. Ghayat al-wusul Syarh Labb al-usul. Semarang: Karya Toha Putra, t.t. Al-Ghazzali. Al-Mustasfa min Ilm al-usul, Cet. 1. Beirut: Dar al-kutub al- Ilmiyah, Jurnal Ilmiah Islam Futura
12 IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM Al-Juwayni. Al-Waraqat. Sangkapurah: al-haramayn, t.t. Khallaf, Abd al-wahhab. Ilmu Ushul Fiqh, terj. Halimuddin, Cet. 3. Jakarta: Rineka Cipta, Al-Khatib. Ahmad ibn Abd al-latif. Al-Nufahat ala Syarh al-waraqat. Sangkapurah: al-haramayn, t.t. Al-Mahalli, al-jalal Syams al-din Muhammad ibn Ahmad. Syarh ala Matn Jam al-jawami Ibn al- Subki. Semarang: Usaha Keluarga, t.t. Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman. Dasar-Dasar Pembinaan Fiqh Islam, Cet. 1. Bandung: Alma arif, Al-Sawi, Ahmad. Tafsir al-sawi. Sangkapurah: al-haramayn, t.t. Volume XIII, No. 2, Februari
BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI
BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan
Lebih terperinciEtimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)
PENGANTAR Sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al- Quran dan Sunnah. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, banyak permasalahan baru yang dihadapi umat Islam, yang tidak terjadi pada masa Rasulullah
Lebih terperinciIMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI
BAB IV ANALISIS TERHADAP PANDANGAN IMAM SYAFI I DAN SYI> AH IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM A. Persamaan Pandangan Imam Syafi i dan Syi> ah Ima>miyah tentang Hukum
Lebih terperinciPendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pokok Bahasan : SUMBER AJARAN ISLAM Dr. Achmad Jamil, M.Si Program Studi S1 Manajemen AL QUR AN. Secara etimologi Alquran berasal dari kata
Lebih terperinciSUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )
SUMBER AJARAN ISLAM Erni Kurnianingsih (10301241001) Nanang Budi Nugroho (10301241012) Nia Kurniawati (10301241026) Tarmizi (10301249002) Dasar penggunaan sumber agama islam di dasarkan ayat al-qur an
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG
BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG A. Analisis Terhadap Ketentuan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam Tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau
Lebih terperinciAl-Qur an Al hadist Ijtihad
Al-Qur an Al hadist Ijtihad Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba'
Lebih terperinciBAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama
Lebih terperinciSumber sumber Ajaran Islam
Sumber sumber Ajaran Islam Sumber sumber Ajaran Islam Agama Islam memiliki aturan aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau
Lebih terperinciDIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD4013 USUL FIQH (Minggu 1)
DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD4013 USUL FIQH (Minggu 1) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) DEFINISI USULFIQH Usul Bahasa: Apa yg dibina diatasnya.
Lebih terperinciKAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan
KAIDAH FIQHIYAH Pendahuluan Jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah ushulliyah yang merupakan pedoman dalam mengali hukum islam yang berasal dari sumbernya, Al-Qur an dan Hadits, kaidah FIQHIYAH merupakan
Lebih terperinciSUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM HADIS - SUNNAH Etimologis: Hadis : perkataan atau berita. Sunnah : jalan yang dilalui atau tradisi yang dilakukan. Sunnah Nabi: jalan hidup Nabi. Terminologis Hadis:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)
12 A. Terminologi Pemimpin BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN Pemimpin dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti: 1) Orang yang memimpin. 2) Petunjuk, buku petunjuk (pedoman), sedangkan Memimpin artinya:
Lebih terperinciMazhab menurut bahasa: isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I ânah ath- Thalibin, I/12).
Mazhab menurut bahasa: isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I ânah ath- Thalibin, I/12). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, tempat pergi, yaitu jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai bagi ummat manusia didalam
Lebih terperinciArticle Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :
Article Review Judul Artikel : Perubahan Sosial dan Kaitannya Dengan Pembagian Harta Warisan Dalam Perspektif Hukum Islam Penulis Artikel : Zulham Wahyudani Reviewer : Anna Rizki Penerbit : Jurnal Ilmiah
Lebih terperinciJangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat
Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Tukar-Menukar Rambut di Desa Sendangrejo Lamongan Dari uraian
Lebih terperinciE٤٨٤ J٤٧٧ W F : :
[ ] E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : MENGHORMATI ORANG LAIN "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami." Orang yang paling pantas dihormati dan dihargai
Lebih terperinciJABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA
TADZKIROH DEWAN SYARIAH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA NOMOR: 08/TK/K/DSP-PKS/II/1430 TENTANG JABAT TANGAN ANTARA PRIA DAN WANITA ( ) Memasuki era mihwar muassasi, interaksi dan komunikasi kader, anggota
Lebih terperinciBerhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama
Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????: (????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
Lebih terperinciFATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah: Menimbang : a. bahwa salah
Lebih terperinciPendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam Modul ke: Sumber Ajaran Islam Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dian Febrianingsih, M.S.I Pengantar Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama
Lebih terperinciMATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
MATAN Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab C MATAN AS-SITTATUL USHUL Z. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Termasuk perkara yang sangat menakjubkan dan tanda yang
Lebih terperinciE٤٢ J٣٣ W F : :
[ ] E٤٢ J٣٣ W F : : Masyarakat yang bersih, yang tidak dipenuhi berbagai berita adalah masyarakat yang selamat serta terjaga, dan yang melakukan maksiat tetap tertutup dengan tutupan Allah atasnya hingga
Lebih terperinciHalal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle
Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pembiayaan Multijasa Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional
Lebih terperinciKewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah
Kewajiban berdakwah Dalil Kewajiban Dakwah Sahabat, pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah diwajibkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun Non Muslim. Ketentuan semacam ini
Lebih terperinciAdab Membaca Al-Quran, Membaca Sayyidina dalam Shalat, Menjelaskan Hadis dengan Al-Quran
Adab Membaca Al-Quran, Membaca Sayyidina dalam Shalat, Menjelaskan Hadis dengan Al-Quran MEMBACA AL-QURAN DALAM SATU SURAT PADA WAKTU SALAT TERBALIK URUTANNYA, MEMBACA SAYYIDINA DALAM SHALAT PADA WAKTU
Lebih terperinciA. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa:
A. Pengertian Fiqih A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa: Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah : Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
Lebih terperinciJika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang
Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:?????????????????????????????????????????
Lebih terperinciBerpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang
MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,
Lebih terperinciKELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN
KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN A. Al-Qur an Sebagai Sumber Ajaran Islam Menurut istilah, Al-Qur an adalah firman Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati
Lebih terperinci4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3" Orang yang makan (mengambil) riba ti
DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 30/DSN-MUI/VI/2002 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARI AH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa salah
Lebih terperinci?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Bahaya Menggunjing Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Lebih terperinciOleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (TQS al-hujurat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama
58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan
Lebih terperinciSUMBER HUKUM ISLAM 1
SUMBER HUKUM ISLAM 1 SUMBER UTAMA HUKUM ISLAM (DALIL QAT EI) Sumber utama hukum Islam ialah dalildalil yang telah disepakati oleh para ulamak dengan secara putus sebagai sumber hukum Islam yang utama dalam
Lebih terperinciSurat Untuk Kaum Muslimin
Surat Untuk Kaum Muslimin Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF A. ANALISIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENGAWASAN KUA TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF DI KECAMATAN SEDATI Perwakafan
Lebih terperinciHIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN. O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung)
HIBAH, FUNGSI DAN KORELASINYA DENGAN KEWARISAN O l e h : Drs. Dede Ibin, SH. (Wkl. Ketua PA Rangkasbitung) Hibah sebagai Fungsi Sosial Hibah yang berarti pemberian atau hadiah memiliki fungsi sosial dalam
Lebih terperinciKerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam
Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam Istilah addin al-islam Tercantum dalam Al-Qur an Surat al-maaidah (5) ayat 3, mengatur hubungan manusia dengan Allah (Tuhan), yang bersifat vertikal, hubungan manusia
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH
BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah
Lebih terperinciDi antaranya pemahaman tersebut adalah:
MENYOAL PEMAHAMAN ATAS KONSEP RAHMATAN LI AL- ÂLAMÎN Kata Rahmatan li al- Âlamîn memang ada dalam al-quran. Namun permasalahan akan muncul ketika orang-orang menafsirkan makna Rahmatan li al- Âlamîn secara
Lebih terperinciCeramah Ramadhan 1433 H/2012 M Bagaimana Kita Merespon Perintah Puasa
www.bersamadakwah.com 1 Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Saat kita menunggu tamu istimewa datang, ada perasaan berharap untuk segera mendapatkan kepastian kedatangannya. Anggaplah ia pejabat, sahabat
Lebih terperinciHUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN
HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN I. Muqodimah : Prof. Abdul Wahhab Kholaf berkata dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqih (hal. 143) : - - " "."." Nash Syar I atau undang-undang wajib untuk diamalkan sesuai
Lebih terperinciBerani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka
Berani Berdusta Atas Nama Nabi? Anda Memesan Sendiri Tempat di Neraka Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:????????????????????????
Lebih terperinciINTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG
INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 1 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan
Lebih terperincidengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 46/DSN-MUI/VII/2005 Tentang POTONGAN TAGIHAN MURABAHAH (AL-KHASHM FI AL-MURABAHAH) Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya
Lebih terperinciPersatuan Dalam al-quran dan Sunnah
Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal
Lebih terperinciOtopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i
Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i Sesungguhnya mematahkan tulang seorang mukmin yang sudah meninggal, sama seperti mematahkan tulangnya dikala hidupnya (Riwayat Abu Dawud 2/69, Ibnu Majah 1/492, Ibnu
Lebih terperinciFATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang
Lebih terperinciSEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )
SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam ) I. Mukadimah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata : - - :...
Lebih terperinciPerdagangan Perantara
Perdagangan Perantara Diriwayatkan dari Hakim bin Hazzam dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Biarkan Allah memberi rizki kepada sebagian manusia dari sebagian yang lain. Maka, jika seorang
Lebih terperincidengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Dewan Syariah Nasional setelah, PENJADWALAN KEMBALI TAGIHAN MURABAHAH Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada pembiayaan
Lebih terperinciSUMBER SUMBER HUKUM ISLAM
SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM 1. Al Quran Al quran menurut bahasa (Etimologi), al Quran berarti bacaan, adapun menurut Istilah (Termonologis), yaitu Firman Allah SWT. Yang merupakan mukjizat yang diturunkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Ramli Abdul Wahid seorang pakar hadis, yang saat ini menjabat Direktur Pascasarjana Universitas Islam Sumatera Utara Medan. Ia berkomentar terhadap pemikiran T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,
Lebih terperinciDan Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa at) sampai ia dewasa penuhilah janji; sesungguhnya janji
FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 45/DSN-MUI/II/2005 Tentang LINE FACILITY (AT-TASHILAT) Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
Lebih terperinciMAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM
MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM Mata Kuliah : Pendidikan Agama 1 Dosen Pembimbing : Siti Istianah, S.Sos.i Disusun Oleh : Kelompok 6 : 1 Achmad Nikko Vanessa NPM : 2014 4350 1985 2 Ecky Kharisma
Lebih terperinciOleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I. Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI
BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam tradisi studi ushul fiqh dikenal lima macam hukum syar i yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam tradisi studi ushul fiqh dikenal lima macam hukum syar i yang menjadi titik poin pembahasan seluruh permasalahan di dalam ilmu fiqh, yaitu wajib, sunnah,
Lebih terperinciTAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed
TAWASSUL Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed Setelah kita mengetahui bahaya kesyirikan yang sangat besar di dunia dan akhirat, kita perlu mengetahui secara rinci bentuk-bentuk kesyirikan yang banyak terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengindraan yang dapat mengatur segala unrusannya. Firman Allah SWT. Dalam surat Al-An am ayat 38:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya hewan, binatang-binatang dan burung-burung dan sejenis unggas lainya adalah merupakan umat-umat, yang dalam beberapa hal punya persamaan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah
Lebih terperinciFATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL
FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 78/DSN-MUI/IX/2010 Tentang MEKANISME DAN INSTRUMEN PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia setelah: Menimbang :
Lebih terperinciI TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf
I TIKAF Pengertian I'tikaf Secara harfiyah, I tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, I tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an merupakan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan manusia,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan manusia, baik itu ayat-ayat yang tersurat maupun yang tersirat. Al-Qur an juga sebagai Kitab Suci
Lebih terperinciUst. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Urgensi Menjaga Lisan
Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA Urgensi Menjaga Lisan Satu waktu Rasulullah saw pernah ditanya: keislamanan bagaimana yang utama? Beliau menjawab: siapa yang perkataan dan perbuatannya menjadikan orang Islam
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015
TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015 1 Beberapa Istilah Terkait dengan HUKUM ISLAM 1. Hukum 2. Hukum Islam 3. Syariah 4. Fikih 5. Ushul
Lebih terperinciFidyah. "Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makanan seorang miskin." (Al Baqarah : 184)
Fidyah 1. Bagi Siapa Fidyah Itu? Bagi ibu hamil dan menyusui jika dikhawatirkan keadaan keduanya, maka diperbolehkan berbuka dan memberi makan setiap harinya seorang miskin, dalilnya adalah firman Allah:
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO Setelah memberikan gambaran tentang praktik pengupahan kulit
Lebih terperinciMemperhatikan dan Menasihati Pemuda Untuk Shalat
Memperhatikan dan Menasihati Pemuda Untuk Shalat Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
Lebih terperinciTauhid Yang Pertama dan Utama
Tauhid Yang Pertama dan Utama Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????:
Lebih terperinciHADITS KEsembilan Arti Hadits / :
HADITS KEsembilan Arti Hadits / : Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: Apa yang aku larang hendaklah kalian
Lebih terperinciFIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri
FIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri MACAM-MACAM IKHTILAF (PERBEDAAN) 1. Ikhtilaful qulub (perbedaan dan perselisihan hati) yang termasuk kategori
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH
BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH A. Pengertian Maslah}ah} Maslah}ah} berasal dari kata s}alah}a yang secara arti kata berarti baik lawan dari kata buruk atau rusak. Maslah}ah} adalah kata masdar s}alah}
Lebih terperinci*** Bahaya Vonis Kafir
Bahaya Vonis Kafir Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, hai orang kafir, maka (hukum) kafir itu telah kembali kepada salah seorang dari keduanya.
Lebih terperinciLahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat
BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA (NU) DAN MUHAMMADIYAH KOTA MADIUN TENTANG BPJS KESEHATAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama NU) Dan Muhammadiyah Kota Madiun
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan
BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP UCAPAN ISTINSHA@ DALAM IKRAR TALAK A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan Istinsha> dalam Ikrar Talak Hukum Islam
Lebih terperinciBerpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah
Berpegang Teguh dengan Alquran dan Sunnah Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????
Lebih terperinciBenarkah ISIS Tanda Hari Kiamat?
Benarkah ISIS Tanda Hari Kiamat? Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????,???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????
Lebih terperinci3 Wasiat Agung Rasulullah
3 Wasiat Agung Rasulullah Dalam keseharian kita, tidak disangsikan lagi, kita adalah orang-orang yang senantiasa berbuat dosa menzalimi diri kita sendiri, melanggar perintah Allah atau meninggalkan kewajiban
Lebih terperinciUKHUWAH ISLAMIYYAH Oleh : Agus Gustiwang Saputra
UKHUWAH ISLAMIYYAH Oleh : Agus Gustiwang Saputra Hukum Ukhuwah Islamiyyah (Persaudaan sesama muslim) adalah : WAJIB dan TAFARRUQ (berpecah belah) adalah HARAM. Allah berfirman : Sesungguhnya orang-orang
Lebih terperinciMacam-Macam Dosa dan Maksiat
Macam-Macam Dosa dan Maksiat Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:????????????????
Lebih terperinciBayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG
Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG Pertanyaan Dari: Hj. Maryam, Midai, Kepri, pertanyaan disampaikan lewat telpon, tanggal 4 Ramadan 1431 H (disidangkan [ada hari Jum'at, 17 Ramadan
Lebih terperinci: : :
[ ] : : : : Terjadinya kekacauan, pecahnya golongan dan waktu terbuang siasia. Dan ketika menyelidi sumber utamanya, engkau menemukan kecahatan pertama berawal dari kata-kata kotor, atau tuduhan kemarahan,
Lebih terperinci4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D
DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 31/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PENGALIHAN HUTANG Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa
Lebih terperinciBAGAIMANA MEMILIH PENDAPAT DALAM BERAGAMA LIQA 23 JUNE Oleh Erwin Mazwardi
BAGAIMANA MEMILIH PENDAPAT DALAM BERAGAMA LIQA 23 JUNE 2012 Oleh Erwin Mazwardi Daftar Isi Tafsiran Rasulullah Tafsiran Sahabat Tafsiran Tabiin Sejarah Mazhab Tafsiran Agama Siapa? Terbentuknya Pemahaman
Lebih terperinciWaris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)
Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki
Lebih terperinciKekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab
Kekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Lebih terperincihukum taklifi dan contohnya
hukum taklifi dan contohnya Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Hukum Islam disebut juga syariat atau hukum Allah SWT, yaitu hukum atau undang-undang yang ditentukan Allah
Lebih terperinciKONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY
KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY Ya Allah, cukupkanlah diriku dengan rizki-mu yang halal dari rizki-mu yang haram dan cukupkanlah diriku dengan keutamaan-mu dari selain-mu. (HR. At-Tirmidzi dalam Kitabud
Lebih terperincistudipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM
studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM Studi Objektif Berdasarkan kaidah ke-ilmuan Islam Berdasarkan sumber/riwayat terpercaya Tidak bertentangan dengan Dalil Syariah Mengutamakan
Lebih terperinciMenggapai Kejayaan Islam
Menggapai Kejayaan Islam, "Apabila kamu telah berjual beli dengan 'inah (salah satu sistem riba'), dan kamu memegang ekor- ekor sapi (sibuk dengan ternaknya), puas dengan bercocok tanam, serta kalian meninggalkan
Lebih terperinciMENDAMAIKAN PERSAUDARAAN SEIMAN
c Menghormati Kemanusiaan d MENDAMAIKAN PERSAUDARAAN SEIMAN Oleh Nurcholish Madjid Sidang Jumat yang berbahagia. Dalam kesempatan khutbah kali ini, saya ingin mengajak semuanya untuk merenungkan ajaran
Lebih terperinci