II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 61 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Asli Daerah Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dibentuklah daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun Pengertian "Daerah Otonom" menurut Undang-Undang tersebut yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mendorong Pemerintah Daerah untuk memacu peningkatan PAD. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengatur sumber keuangannya. Dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas : a. Pendapatan Asli Daerah yaitu : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah b. Dana Perimbangan c. Pinjaman daerah

2 62 d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut mengalami perubahan komposisi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sumber pendapatan daerah yang menjadi terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) Hasil pajak daerah; 2) Hasil retribusi daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah; b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar Pendapatan Asli Daerah, karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah. Di sisi lain meningkatnya tugas, kewajiban, tanggung jawab, hak dan wewenang Daerah kota/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien tanpa didukung sumber pembiayaan yang memadai. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mampu menjalankannya,

3 63 menggali, dan mendayagunakan potensi pendapatan daerah secara efektif dan efisien untuk pencapaian target Pendapatan Asli Daerah. Menurut Arsyad (1999), hasil riset tentang penggalian potensi PAD selama ini menunjukkan, daerah masih mempunyai banyak keterbatasan dalam peningkatan PAD, sehingga tidak seluruh potensi dapat dioptimalkan. Hal ini disebabkan Pemkot/Pemkab dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya keterbatasan SDM yang profesional, kesadaran wajib pajak/retribusi yang masih rendah, belum tersedianya data base sumber-sumber PAD secara lengkap, penentuan target PAD yang belum menggunakan pola perhitungan baku, pengelolaan Perusda/BUMD yang belum efisien, manajemen pelayanan dan pengawasan yang belum optimal, belum diberdayakannya kecamatan dan desa/kelurahan dalam pengelolaan PAD serta banyaknya perda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial untuk dikembangkan diantaranya adalah retribusi daerah. Oleh karen itu Pemerintah Daerah perlu memperhatikan pengelolaan retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Nomor. 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa retribusi daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Beberapa karakteristik retribusi daerah yang diterapkan di Indonesia antara lain (Siahaan, 2006):

4 64 a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Retribusi daerah sebagai salah satu komponen sumber PAD dimaksudkan untuk dapat memasukkan dana bebas daerah sebanyak-banyaknya guna membiayai pengeluaran pembangunan sehingga kestabilan ekonomi yang mantap dapat tercapai karena laju pertumbuhan ekonomi yang layak dipertahankan (Suparmoko, 2002). Sebagai instrumen kebijakan fiskal, retribusi daerah mempunyai beberapa kemampuan strategi yang mencerminkan manfaat dari retribusi itu sendiri dalam membantu meningkatkan pembangunan daerah, manfaat tersebut adalah: retribusi daerah dapat meningkatkan kemampuan penerimaan PAD, dan mendorong laju perumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 dan PP No. 66 Tahun 2001 objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan

5 65 sosial-ekonomi layak dijadikan objek retribusi. Jenis retribusi berdasarkan objek retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Retribusi jasa umum, yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2. Retribusi jasa usaha, yaitu pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. 3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan pengelompokan tersebut dapat dilihat bahwa retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) merupakan jenis retribusi yang ternasuk dalam jenis retribusi jasa usaha. Sedangkan retribusi pada Tepi Jalan Umum (TJU) merupakan jenis retribusi jasa umum. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa parkir TJU lebih mengarah pada pelayanan publik (publik service) kepada masyarakat sehingga dikelompokkan ke dalam retribusi jasa umum. Sedangkan pada pelaksanaan pengelolaan parkir TKP bersifat jasa usaha sehingga dimasukkan ke dalam retribusi jasa usaha. Meskipun demikian, kedua jenis retribusi parkir tersebut tetap merupakan bagian dari retribusi daerah yang harus ditingkatkan kontribusinya dalam rangka meningkatkan PAD secara keseluruhan.

6 Perbedaan Retribusi dan Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat bersumber dari pajak dan retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, pajak dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Di masyarakat pajak daerah sering kali disamakan dengan retribusi daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya merupakan pembayaran kepada pemerintah. Pandangan ini tidak benar karena pada dasarnya terdapat perbedaan yang besar antara pajak dan retribusi. Menurut Siahaan (2006) perbedaan antara pajak dan retribusi adalah: 1. Kontra prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara langsung dan secara individu dan golongan tertentu sedangkan pada pajak kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung. 2. Balas jasa pemerintah. Hal ini dikaitkan dengan tujuan pembayaran, yaitu pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum, seluruh rakyat menikmati balas jasa, baik yang membayar pajak maupun yang bebaskan dari pajak. Sebaliknya, pada retribusi balas jasa negara/pemerintah beraku khusus, hanya dinikmati oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi. 3. Sifat pemungutannya. Pajak bersifat umum, artinya berlaku untuk setiap orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara itu retribusi hanya berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk. 4. Sifat pelaksanaanya. Pemungutan retribusi didasarkan atas peraturan yang berlaku umum dan dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan, yaitu setiap orang

7 67 5. Lembaga atau badan hukumnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah Reribusi Parkir dan Pajak Parkir Retribusi Parkir Retribusi parkir berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 Tahun 2002 adalah retribusi yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan oleh pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Penerapan kebijakan retribusi parkir dibeberapa daerah di Indonesia pada umumnya cederung berorientasi pada peningkatan PAD dan belum menjadi instrumen pengendalian lalu lintas. Selain itu kegiatan perparkiran sering berbenturan dengan undang-undang lalu lintas. Pada dasarnya penggunaan badan jalan tidak proporsional jika digunakan sebagai ruang parkir. Selain bertentangan dengan undang-undang lalu lintas juga menjadi potensi kemacetan. Dengan demikian penetapan lokasi parkir harus tidak menimbulkan gangguan terhadap aksesibilitas lalu lintas dan gangguan lainnya. Pengelolaan perparkiran

8 68 akan mempengaruhi besarnya PAD yang akan diperoleh dari kebijakan penyediaan fasilitas, sistem pengelolaan, besaran tarif parkir, atau pungutan retribusi parkir dan persentase retribusi parkir kepada pengelola swasta. Kabupaten Bogor memiliki dua perundang-undangan terkait dengan retribusi parkir, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003 tentang parkir Tempat Khusus Parkir (TKP). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, retribusi pelayanan parkir TJU selanjutnya dinamakan retribusi, yaitu pungutan daerah atas pelayanan parkir di tepi jalan umum yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut juga ditetapkan bahwa parkir di Tepi Jalan Umum (TJU) merupakan retribusi jasa umum. Retribusi jasa umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor menurut Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003, yaitu pembayaran atas pelayanan tempat khusus parkir. Tempat Khusus Parkir diartikan sebagai tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh badan dan pihak swasta. Perparkiran yang disediakan dan dikelola oleh badan dan pihak swasta akan dikenakan suatu iuran dengan nama pajak parkir dan selanjutnya akan

9 69 dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Lebih lanjut yang dimaksud dengan pajak parkir Pajak Parkir Menurut Siahaan (2006) yang dimaksud dengan pajak daerah secara umum adalah pembayaran wajib pajak yang dikenakan bedasarkan undangundang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan pajak parkir menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 tahun 2002 adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan oleh pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir yang dikelolah oleh swasta. Besaran tarif pajak dihitung berdasarkan persentase, yaitu 20 persen dari jumlah kendaraan yang parkir total per bulan. Objek pajak parkir yang tidak terpungut sebagai berikut : b. Penyelenggaraan tempat parkir oleh bpemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; c. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara; d. Penyelenggaraan tempat parkir dalam kegiatan sosial keagamaan.

10 Strategi Peningkatan Retribusi Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang berkaitan dengan keunggulan strategi. Keunggulan strategi dirancang sesuai dengan tantangan lingkungan sehingga tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh daerah (Glueck dan Janch, 1996). Dalam upaya meningkatkan kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Pemerintah Daerah harus mampu merumuskan perencanaan strategis terkait dengan peningkatan penerimaan retribusi daerah. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah daerah memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya serta meminimalisasi ketergantungan kepada bantuan Pusat. Sehingga PAD khususnya retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Berkaitan dengan hal tersebut, peningkatan sumbersumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Menurut Sidik (2002) secara umum, upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui strategi peningkatan pemungutan atau retribusi daerah adalah: a. Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar retribusi baru/potensial dan

11 71 jumlah pembayar retribusi, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan. b. Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM. c. Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pungutan. d. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan. Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi melalui penyederhanaan admnistrasi retribusi, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah Terminologi Parkir Parkir merupakan sumber pendapatan yang potensial untuk digali pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 yang dimaksud dengan parkir adalah suatu kegiatan menempatkan atau memberhentikan kendaraan bermotor di tepi jalan umum atau pada tempat parkir yang bersifat

12 72 sementara/jangka waktu tertentu, atau tidak dilarang dengan rambu yang tidak mengikat. Sedangkan yang dimaksud dengan fasilitas parkir menurut Waldiono dalam Darmanto (2006) adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada kurun waktu tertetu. Kekurangan fasilitas parkir yang tersedia sesuai dengan permintaan dapat menyebabkan kemacetan. Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan fasilitas parkir dapat mengusahakannya sendiri dengan membentu UPTD ataupun dengan diserahkan kepada pihak ketiga atau swastanisasi. Saat ini beberapa kota besar untuk penyelenggaraan parkir di kawasan-kawasan yang dimiliki oleh pengembang sering di serahkan kepada pengelola parkir yang profesional seperti Security Parking. Penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah dapat dikelompokkan yaitu : 1. Parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut Parkir Tepi Jalan Umum (TJU) 2. Parkir diluar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP) Parkir di badan jalan (On street parking) yaitu kegiatan parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan sebagian lebar jalan yang layak. Aktivitas pakir dan pengadaan fasilitas parkir di badan jalan yang sesuai dengan pola pengaturan untuk masing-masing ruas jalan yang diperbolehkan biasanya dilakukan oleh pihak pemerintah daerah, dalam hal ini DLLAJ atau Dinas Perhubungan. Pengadaan fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking) dapat dilakukan

13 73 oleh Pemeritah Daerah, swasta, atau Pemerintah Daerah bekerja sama dengan swasta. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003, yang dimaksud dengan pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan pelayaan parkir di tepi jalan umum yang ditetukan oleh pemerintah daerah. Sedangkan parkir di luar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP) merupakan kegiatan parkir yang dilakukan dengan memanfaatkan ruang tertentu di luar badan jalan, dapat berupa gedung ataupun pelataran. Terwujudnya pengelolaan perparkiran secara efektif dan efisien selayaknya menjadi visi bagi Pemerintah Daerah. Sedangkan dalam upaya mewujudkan visi tersebut, diperlukan misi yang harus dicapai seperti yang dikembangkan oleh Unit Pengelolaan Perparkiran (UPP) Bandung dalam Zaifani (2006), antara lain : 1. Menata dan mengembangkan lahan perparkiran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan di seluruh kota; 2. Menata sistem perparkiran yang berorientasi kepada kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jasa perparkiran; 3. Mendayagunakan aparatur pengelola perparkiran dalam melaksanakan pelayanan perparkiran kepada pengguna jasa perparkiran; 4. Menata dan mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan perparkiran. Guna menapai Visi dan misi tersebut, maka diperlukan suatu parameter yang harus dituju, dengan demikian tujuan yang hendak dicapai antara lain :

14 74 1. Meningkatkan sarana dan prasarana (fasilitas) parkir yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah; 2. Meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa perparkiran; 3. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan sumberdaya aparatur di bidang perparkiran; 4. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pegelolaan perparkiran dalam rangka penegakkan aturan bidang perparkiran Swakelola dan Swastanisasi dalam Perparkiran Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) pengelolaan perparkiran dapat dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dan dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan perparkiran dapat mengusahakannya sendiri, inilah yang selanjutnya disebut sebagai swakelola. Anonim (2007) menyatakan swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan/atau tenaga dari luar baik tenaga ahli maupun tenaga upah borongan. Tenaga ahli dari luar tidak boleh melebihi 50 persen dari tenaga sendiri. Swakelola dalam pengelolaan perparkiran mengandung pengertian bahwa pengelolaan parkir dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri, mulai dari perencanaan, pengerjaaan (pengaturan dan pengendalian) dan pengawasan di lapangan, yaitu dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis daerah (UPTD) perparkian.

15 75 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) menyatakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan tanggung jawab pengelolaan dan pengedalian parkir berada di bawah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) tingkat II, dan untuk operasionalnya dibentuk UPTD. Namun belum semua daerah melaksanakannya seperti yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku, sebab ada beberapa daerah yang pelaksanaannya dilakukan di bawah kendali Dinas Pendapatan Daerah dan ada juga yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Bahkan ada yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan tersendiri ataupun oleh Dinas Perparkiran. Menurut Savas dalam Silalahi (1996) yang dimaksud dengan swastanisasi adalah suatu proses pengurangan campur tangan pemerintah dalam menjalankan perekonomian, karena kepemilikan aset-aset dialihkan dari tangan pemerintah ke pihak swasta. Proses pendelegasian tersebut ditujukan untuk mengefisienkan dan mengefektifkan suatu kegiatan yang menjadi wewenang pemerintah oleh pemerintah. Dalam hal perparkiran, swastanisasi dapat diartikan adanya pendelegasian penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran dari pemerintah kepada pihak swasta. Hal tersebut juga dilakukan dalam rangka meningkatakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran. Penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran tidak dapat mengabaikan kedudukan parkir itu sendirisebagai sub-sistem lalu lintas. Oleh karena itu, hal yang menjadi sasaran dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor yaitu terwujudnya kelancaran lau lintas.

16 76 Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) swastanisasi merupakan suatu alternatif pengelolaan parkir. Sistem ini biasanya lebih efisien dan manfaat yang diterima pemerintah daerah lebih besar. Sebelum diswastanisasikan, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menghitung besarnya potensi pendapatan yang dapat diterima dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaran parkir. Besarnya pendapatan ini dihitung berdasarkan jumlah ruang parkir yang tersedia, tingkat penggunaan, lamanya parkir dilakukan dan besarnya tarif. Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan dasar dari pendapatan parkir sebelum dikontrakkan kepada pihak ketiga. Sejalan konsep swastanisasi, pelayanan jasa parkir yang dilakukan di badan atau parkir Tepi Jalan Umum (TJU) tidak dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak swasta. harus dibangun gedung parkir atau pelataran parkir, sehingga akhirnya aset tersebut dapat dialihkan ke pihak swasta Hasil Kajian Terdahulu Kajian mengenai pengelolaan perparkiran pernah dilakukan oleh Silalahi (1996) melakukan kajian mengenai "Pengelolaan Parkir di Wilayah DKI Jakarta (Suatu analisis untuk mencari Model pengelolaan parkir yang lebih Efisien dan Efektif)", menyatakan bahwa pengelolaan perparkiran di DKI Jakarta belum efisien dan efektif. Hal ini disebabkan kondisi organisasi dan suasana persaingan yang belum sehat, sehingga pelayanan jasa parkir belum menunjang pada ketertiban lalu lintas dan perolehan retribusi daerah (melalui retribusi parkir). Kajian dilakukan dengan metode analisis deskriptif, dan dapat dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Berdasarkan kajian disarakan beberapa hal diantaranya agar pengelolaan parkir efisien dan efektif, maka perlu dibangun

17 77 kondisi organsasi dan suasana kompetisi yang sehat; agar tujuan pengelolaan perparkiran tercapai, maka sasaran atau fungsi pelayanan jasa parkir dapat diserahka kepada swasta. Swastanisasi pelayanan jasa parkir tidak cukup, harus didukung dengan dominasi pemegang saham yang kuat dan berpengalaman, dan juga diperlukan dukungan peraturan perundang-undangan. Dalam kajian tersebut sudah melihat pengelolaan parkir oleh pihak swasta, namun objek utama yang menjadi fokus dalam kajian ini adalah Badan Pengelola (BP) Parkir DKI Jakarta. Susdiyono (2003) melakukan kajian yang berjudul "Kajian Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta Melalui Retribusi Parkir (Menuju Pelaksanaan retribusi Parkir)". Dalam kajian tersebut dipaparkan mengenai kondisi aktual penyelenggaraan perparkiran di Propinsi DKI Jakarta berkaitan dengan proses menuju pelaksanaan retribusi parkir. Selain itu juga mengkaji tentang berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam mengoptimalkan pendapatan daerahnya dari perparkiran. Metode analisis yang digunakan dalam kajiannya adalah metode deskriptif eksplanatoris (explanatory-decriptive). Dalam kajian tersebut mengungkapkan fenomena perparkiran di wilayah DKI Jakarta dengan masih sangat sederhana dan makro. Kajian ini juga tidak menyajikan bentuk mengujian secara kuantitatif terhadap kajian yang dilakukan. Dedyanto (2003) melakukan kajian mengenai "Analisis Efektivitas Pendapatan Retribusi Parkir Propinsi DKI Jakarta". Kajian tersebut memfokuskan obyek kajiannya pada pengelolaan perparkiran oleh Badan Pengelola Perparkiran (BPP) Propinsi DKI Jakarta, serta membandingkan pengelolaan parkir yang dilakukan di Kota Bandung dan Kota Surabaya. Berdasarkan kajian dapat disimpulkan bahwa (1) pendapatan retribusi parkir oleh Badan Pengelola

18 78 Perparkiran (BPP) Propinsi DKI Jakarta belum berjalan efektif, dimana realisasi pendapatan parkir masih jauh di bawah penerimaan parkir yang sebenarnya. (2) premanisme merupakan faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas pendapatan retribusi parkir di Propinsi DKI Jakarta (3) pola pengendalian pungutan dilakukan dengan menggunakn sistem Setoran Wajib Minimum (SWM) dirasa tiak efektif, parajuru parkir bak resmi maupun tidak hanya membayar kewajiban minimum, tanpa memperhitungkan hasil yang mereka peroleh. Dalam hanya memfokuskan pada penyelenggaraan perparkiran oleh Badan Pengelola (BP) Perparkiran Propinsi DKI Jakarta. Selain itu kajian tersebut juga hanya digunakan metode deskriptif analisis. Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah pertama kajian ini fokus kepada bentuk parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) dengan wilayah kajian di Kabupaten Bogor. Kedua, kajian ini melihat alternatif strategi dari peningkatan penerimaan retribusi parkir TKP oleh pihak pemerintah (swakelola) dan swasta di Kabupaten Bogor. Sehingga dapat dilihat bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran secara swakelola atau swasta yang mampu meningkatkan retribusi perparkiran dalam rangka meningkatkan kontribusi retribusi parkir TKP terhadap PAD Kabupaten Bogor. Ketiga, kajian ini juga telah menggunakan alat analisis AHP (Analisis Hirarki Proses), dimana AHP merupakan alat analisis kuantitatif yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah angka yang nantinya akan dijelaskan dalam bentuk tulisan. Keempat, dalam kajian ini telah dianalisis besarnya potensi pada titik parkir TKP.

19 Kerangka Pemikiran Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah Daerah harus mampu mengelolah sumber-sumber penerimaan daerah yang salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD dapat dijadikan salah satu indikator kemampuan keuangan daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi PAD yang besar. Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan PAD adalah retribusi daerah. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup besar sebagai sumber PAD. Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah adalah retribusi parkir. Pengelolan retribusi parkir terdiri dari dua jenis yaitu (1) retribusi Parkir Tepi jalan Umum (TJU) (2) Retribusi Tempat Khusus parkir (TKP). Dalam kajian ini akan memfokuskan kajian pada retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP). Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3, pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan TJU dan TKP dapat dilakukan secara swakelola dan swasta. Untuk TJU umumnya hanya dapat dikelolah secara swakelola. Dalam kajian ini memfokuskan kajian pada parkir TKP.

20 80 Untuk memberikan gambaran pengelolaan parkir TKP pada bentuk pengelolaan oleh swakelola dan swasta digunakan analisis deskriptif. Selanjutnya dalam kajian ini akan dilakukan analisis kinerja yaitu melakukan perhitungan pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi retribusi parkir Kabupaten Bogor terhadap PAD, analisis potensi parkir yaitu dalam rangka melihat besarnya potensi pada dua bentuk pengelolaan retribusi parkir di Kabupaten Bogor (yaitu swakelola dan swasta), dan Analytical Hierarchi Process (AHP) dari penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor. Sehingga akan diperoleh suatu strategi pengelolaan retribusi perparkiran Kabupaten Bogor. Secara bagan dapat dilihat pada Gambar 1.

21 81 PAD sebagai Salah Satu Indikator Kinerja Otonomi Daerah Retribusi Merupakan Salah Satu Unsur Penting dari PAD Kabupaten Bogor Retribusi Parkir Retribusi Tepi jalan Umum ( TJU) Retribusi Tempat Khusus parkir (TKP) Swakelola Swasta Penyelenggaraan Retribusi Parkir TKP Analisis Potensi Retribusi Parkir TKP Potensi Retribusi Parkir TKP Strategi Optimalisasi Retribusi TKP Analisis Deskriptif Analisis Kinerja (Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi Retribusi Parkir TKP) Kinerja Retribusi Parkir TKP Analytical Hierarchi Process (AHP) Strategi Pengelolaan Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Keterangan : : hal yang menjadi fokus kajian : hal yang tidak menjadi fokus kajian

BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN. dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat. Nugroho mendefinisikan bahwa : 29

BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN. dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat. Nugroho mendefinisikan bahwa : 29 BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN A. Konsep Pengelolaan Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-nilai yang tinggi dari semula.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah di Indonesia memasuki babak baru dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP)

V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) 113 V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) Penyelenggaraan dan pengelolaan parkir di Kabupaten Bogor sesuai dengan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara adil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan secara umum diartikan sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu negara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Kabupaten/ Kota telah dipercayakan oleh Pemerintah Pusat untuk mengatur daerahnya

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : NANCY ROSMA RINI L2D 300 370 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retribusi adalah pembayaran dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan. 1 Sementara itu menurut

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia hidup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri namun pula tetap tidak bisa hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan Daerah dimanfaatkan untuk mendukung kelancaran pembangunan daerah. Pemerintah Daerah diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan secara umum diartikan sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang dimiliki oleh suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit jumlahnya guna menjamin kelangsungan pembangunan daerah yang bersangkutan. Untuk melaksanakan otonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih tinggi. Seperti yang dituangkan dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1999), pembangunan nasional merupakan usaha

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih tinggi. Seperti yang dituangkan dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1999), pembangunan nasional merupakan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya adalah usaha yang terus menerus untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, baik secara materiil maupun spiritual yang lebih tinggi. Seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa untuk tertib dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara yang dibayarkan oleh masyarakat. Pajak juga sebagai iuran pemungutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk mengatur roda kepemerintahannya sendiri yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang berkelanjutan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 jo Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

STUDI DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN PERDA BARU TENTANG PAJAK ATAS PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET KABUPATEN TULANG BAWANG

STUDI DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN PERDA BARU TENTANG PAJAK ATAS PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET KABUPATEN TULANG BAWANG STUDI DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN PERDA BARU TENTANG PAJAK ATAS PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET KABUPATEN TULANG BAWANG Nandang 1 Abstrak Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU No 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja

BAB I PENDAHULUAN. pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Tahun 2006 Nomor 9 Seri C No. Seri 2 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia tentu membutuhkan sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada negara. Dari pajak ini, nantinya akan digunakan negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra Prestasi)

Lebih terperinci

BAB II MANFAAT RETRIBUSI PARKIR TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN. A. Retribusi Parkir dan Pengaturannya di Daerah

BAB II MANFAAT RETRIBUSI PARKIR TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN. A. Retribusi Parkir dan Pengaturannya di Daerah BAB II MANFAAT RETRIBUSI PARKIR TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN A. Retribusi Parkir dan Pengaturannya di Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagaimana pembayaran atas jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemungutan serta pengelolaan pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah suatu pajak yang dikelola dan dipungut oleh Negara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prasarana jalan merupakan aset penting untuk melayani transportasi yang dibutuhkan masyarakat perkotaan. Salah satu fungsi jalan adalah untuk terselenggaranya lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era desentralisasi fiskal seperti sekarang ini, fungsi dan peran pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara sangatlah penting. Sejalan dengan otonomi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN. Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi:

BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN. Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi: BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN A. Dasar Hukum Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi: 1. Keputusan Mendagri RI No.43 Tahun 1980 tentang pedoman pengelolaan perparkiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum, sebagai mana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang berusaha mempertahankan perekonomian dari goncangan krisis global. Dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Repulik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, hal ini terlihat dengan diberikannya keleluasaan kepada kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah DPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) kabupaten Karanganyar adalah salah satu dari Satuan Kerja Perangkat Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1997 Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kalau dilihat dari segi waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan negara non migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci