SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)"

Transkripsi

1 SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) MAYRIANTI ANNISA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 ABSTRACT MAYRIANTI ANNISA ANWAR. Environmental Management System Based on Ecoliving Concept in Sustainable Development of Housing Area (Case Study : Jambangan Village, Surabaya). Under direction of ARIS MUNANDAR, and ASEP SAEFUDDIN. Environmental management system based on Ecoliving concept in sustainable development of housing area has been carried out on Jambangan Village, Surabaya. The objectives of this study were to analyze the proportion of open green space in community and household level; to analyze waste management with 3R (reduce, reuse, recycle) and composting concepts in community; to evaluate the participatory in environment management system ; and to know the correlation between ecoliving with the proportion of open green space in community and household level, waste management with 3R (reduce, reuse, recycle) and composting concepts in community, and the participatory in environment management system. The research method was using random sampling and analyzed with chi-square and principal component analysis. The result shown Jambangan Village on the good level of ecoliving (53%) with a some variety factors that impact of the process such as marital, age, education, income, jobs, members of family, status of house. The positive factors are women, age above 45 years, low education and low income, household wife. The environmental management system has been worked properly and gives Jambangan Villages more clean then before and should have more external education to support the activities, so the community can continue the program to sustain for the future. Keyword : Reuse, Reduce, Recycle, Ecoliving

3 RINGKASAN MAYRIANTI ANNISA ANWAR. Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Permukiman Berkelanjutan (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya). Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR, dan ASEP SAEFUDDIN. Konsep pembangunan berkelanjutan diterapkan diberbagai negara yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan sosial-budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi. Sistem pengelolaan lingkungan berbasis konsep Ecoliving dalam pengembangan permukiman berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini merupakan suatu konsep yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan kita yang teridentifikasi dengan kegiatan pengurangan limbah (3R concepts), hemat energi, menggunakan bahan ramah lingkungan, mendaur ulang material, memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH) dengan didukung peran serta masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan ruang terbuka hijau pada skala rumah dan komunitas, menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan reuse, recycle, reduce (3R) di masyarakat, mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan, dan mengetahui level kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah sampel acak yang dianalisis dengan chikuadrat dan analisis komponen utama (PCA). Metode ini digunakan untuk mengukur keterhubungan antara karakteristik rumah tangga (kelamin, umur, pendidikan, marital, jumlah anggota keluarga, status kepemilikan rumah, luas halaman, pekerjaan, dan pendapatan) dengan indikator ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan. Adapun indikator RTH adalah

4 fungsi RTH, luas area, jumlah jenis tanaman, prioritas rth, penerapan TOGA. Indikator pengelolaan sampah dengan 3R adalah jumlah sampah per hari, yang menangani sampah di rumah sebelum dibuang, pengetahuan tentang 3R, pemilahan, pelaksanaan reduce, pelaksanaan reuse, pelaksanaan recycle. Indikator partisipasi masyarakat adalah perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan kegiatan. Hasil analisis chi-kuadrat menunjukkan bahwa Desa Jambangan telah mengarah kepada permukiman yang berkelanjutan dengan melihat kemampuan menerapkan konsep ecoliving yang signifikan (53%). Beberapa indkator yang mempengaruh juga menunjukkan bahwa sudah terjadi pengelolaan lingkungan dengan level partisipasi masyarakat yang baik (59%), pengelolaan sampah yang baik (78%), dan kualitas RTH yang sedang (34%). Analisis komponen utama (PCA) menunjukkan bahwa terdapat dua karateristik yang mempengaruhi terciptanya permukiman yang berkelanjutan yaitu karakter kota dan desa, dimana secara positif bahwa dalam hal ini pengelolaan lingkungan cenderung lebih dapat diterapkan pada level masyarakat pedesaan dibanding dengan masyarakat modern atau perkotaan. Hal ini disebabkan karena kemampuan masyarakat pedesaan yang lebih peduli terhadap lingkungan dan ilmu yang dapat diberikan dapat ditangkap dan diterapkan secara langsung. Penyuluhan dan pelatihan terhadap pengelolaan lingkungan masih tetap diperlukan guna mendukung keberlanjutan masyarakat dalam menerapkan konsep ecoliving dan tetap diperlukannya pengembangan sarana, kelembagaan, SDM. Keyword : reuse, reduce, recycle, ecoliving

5 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Permukiman Berkelanjutan (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) adalah karya saya denga arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2007 Mayrianti Annisa Anwar NRP P

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian dilakukan Juli 2006 sampai Agustus 2007 dengan judul Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Permukiman Berkelanjutan (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya). Ucapan terima kasih disampaikan kepada 1. Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc, Dekan SPs IPB periode yang telah memberi ijin untuk melanjutkan studi. 2. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., Dr.Ir. Drajat Martianto, MSi., Prof.Dr.Ir. Marimin, M.Sc., Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MS., selaku pimpinan SPs-IPB yang telah mendukung studi. 3. Dr.Ir. Aris Munandar, MS, Dr.Ir. Asep Saefuddin, M.Sc, selaku dosen yang membimbing. 4. Prof.Dr.Ir. Hadi Susilo Arifin selaku penguji luar pada ujian tesis. 5. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo dan Dr.Ir. Etty Riani, selaku pimpinan PSL beserta staf, 6. Ayah, ibu, wan iip dan keluarga, wan dei dan keluarga, riri, uwo, dan seseorang yang tidak bisa disebutkan namanya yang telah memberi dukungan, dorongan, do a dan kasih sayangnya. 7. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang tidak bisa disebutkan satu per satu dan teman-teman Sekolah Pascasarjana terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 8. Beasiswa BPPS, PT Astragraphia (Fuji Xerox) yang telah memberikan bantuan pendidikan dan bantuan penelitian dalam menyelesaikan studi. 9. Teman-teman di Surabaya terutama Desa Jambangan, PT Pilot Cakrabuana, Pemda Lingkungan Hidup, Rujak Cingur Sedati. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2007 Mayrianti Annisa Anwar

8 SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) MAYRIANTI ANNISA ANWAR Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

9

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1979 dari ayah Eddie Aswardi Anwar dan ibu Hariati Anwar. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Lab School Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Program Pascasarjana IPB. Selama mengikuti program S2, penulis bekerja sebagai staf Sekolah Pascasarjana dan asisten dosen, Wakil Bendahara Forum Wacana IPB, anggota Himpunan Mahasiswa Ecologica.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Hipotesis II. TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Kehidupan Ramah Lingkungam (Ecoliving) Pengertian Aspek Ekologis Aspek Sosial Aspek Spritual Pemukiman Berkelanjutan Pengertian Lingkungan Domestik Konsep 3R (Reduce, Recycle, Reuse) Kompos Ruang Terbuka Hijau Partisipasi Masyarakat III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan Penelitian... 28

12 Persiapan Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Startistik dengan uji Chi Kuadrat χ Analisis Komponen Utama IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Desa Jambangan Partisipasi Masyarakat Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan Lingkungan Domestik Penggunaan Konsep 3R Kompos Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Fungsi RTH Luas Area Jumlah dan Jenis Tanaman Prioritas RTH Penerapan TOGA Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Tingkat Ecoliving Analisis Komponen Utama V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 68

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Faktor Pendukung Tingkat Partisipasi Masyarakat Tempat Penampungan Lingkungan Sebelum Dijual Harga Standar Per Kilo Beberapa Jenis Lingkungan Kering dan Basah Hubungan Karateristik Rumah Tangga dengan Indikator pengelolaan Lingkungan 3R Fungsi RTH berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau Luas Area berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau Jumlah Jenis Tanaman berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau Prioritas RTH berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau Penerapan TOGA berdasarkan Tingkat Ruang Terbuka Hijau 62

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Konsep 3R Kerangka Pemikiran Kerangka Pemukiman Berkelanjutan Hirarki Pengolahan Lingkungan Domestik Tahapan Partisipasi Masyarakat Peta Lokasi Penelitian Bagan Alir Kerja Penelitian Partisipasi dalam Perencanaan dan Pengambilan Keputusan Partisipasi dalam Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Partisipasi dalam Pengembangan SDM Partisipasi dalam Pengembangan Kegiatan Tingkat Partisipasi Masyarakat Penyuluhan yang Diberikan oleh PEMDA LH mengenai Pengelolaan Lingkungan (a) Penyuluhan mengenai Ruang Terbuka Hijau (b) Diskusi dengan para kader (a), pertemuan warga mengenai pengelolaan lingkungan (b) Tingkat Pengelolaan Lingkungan Lingkungan kertas dan kardus (a), Lingkungan plastik (b) Produk Hasil Penerapan 3R berasal dari gelas aqua (a), sedotan aqua (b), plastik kresek (c), minuman kaleng (d), minuman plastik (e), bungkus detergen (f dan (g) Tingkat Pengelolaan Lingkungan dengan 3R Diagram alir pengolahan Lingkungan di Desa Jambangan Pengelolaan Lingkungan dengan Kompos Komposter TAKAKURA (a), AEROB Skala Rumah Tangga (b) Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Tingkat Ecoliving Hasil Analisis Komponen Utama... 64

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun Hasil Analisis Komponen Utama 3R Hasil Analisis Komponen Utama Partisipasi Masyarakat Hasil Analisis Komponen Utama Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Jumlah Sampah Per Hari yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pemilah yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pengetahuan 3R yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pemilahan yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pelaksanaan Reduce yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pelaksanaan Reusee yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pelaksanaan Recycle yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Pengelolaan Lingkungan Organik yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pengelolaan Sampah Terhadap Jumlah Kompos yang Dihasilkan yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan... 88

16 14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Banyaknya Program yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Kesediaan Menghadiri Rapat yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Kesediaan Menjadi Kader Lingkungan yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Perlunya Penyuluhan yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Fungsi RTH yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Luas Area yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Jumlah Jenis Tanaman yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Prioritas RTH yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Penerapan TOGA yang Dilaksanakan dalam Pengelolaan Lingkungan Hasil Analisis Komponen Utama Terhadap Karakteristik Rumah Tangga... 91

17 وابتغ فيما ا تاك االله الدار الا خرة ولا تنس نصيبك من الدنيا, وأحسن آما أحسن االله إليك ولاتبغ الفساد في الا رض إن االله لايحب المفسدين Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-qashash/28/77)

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu, sumberdaya alam dan lingkungan merupakan suatu ekosistem yang kompleks untuk memenuhi kebutuhan hidup selama kondisi yang ada tetap stabil dan baik. Kebutuhan hidup tersebut tidak akan bisa dipenuhi apabila keadaan sumberdaya alam dan lingkungan rusak dan tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak arif karena kurangnya kesadaran terhadap lingkungan, kebutuhan akan barang yang meningkat (konsumtif), dan supremasi hukum yang kurang kuat dalam menjaga keberlanjutan SDA dan lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan diterapkan di berbagai negara yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan sosial-budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi (Keraf, 2002). Indonesia sebagai negara berkembang banyak merasakan ketimpangan antara kebutuhan ekonomi dengan kebutuhan sosial-budaya dan lingkungan yang menyebabkan negara dan masyarakat membayar mahal bukan hanya dalam hitungan nilai finansial melainkan juga dalam bentuk kehancuran kekayaan sosial-budaya dan kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dampak yang timbul dari kehancuran tersebut adalah: a) terjadinya kemiskinan yang semakin mendalam; b) timbulnya berbagai penyakit yang terkait langsung dengan penurunan mutu kehidupan dampak dari berbagai pencemaran lingkungan hidup; c) kehancuran sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang membawa pengaruh langsung bagi kehancuran budaya masyarakat di sekitarnya.

19 Salah satu usaha yang bisa dicapai untuk mengatasi kehancuran kekayaan sosial-budaya dan kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah dengan mengembangkan pola hidup atau konsep kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving). Konsep ini merupakan suatu konsep yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan kita yang teridentifikasi dengan kegiatan pengurangan limbah (3R concepts), hemat energi, menggunakan bahan ramah lingkungan, mendaur ulang material, memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH) dengan didukung peran serta masyarakat Dari beberapa aspek tersebut dalam penelitian ini hanya melihat tiga aspek pendukung yaitu penerapan 3R, ketersediaan RTH, dan partisipasi masyarakat. Seperti halnya persampahan yang pengolahannya masih terlalu tergantung pada teknologi yang canggih padahal teknologi saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah sampah. Pengelolaan sampah ini sangat berhubungan erat dengan gaya hidup konsumtif masyarakat. Masyarakat harus dapat mengelola sampah dengan baik agar terciptanya lingkungan yang bersih di samping tugas pemerintah tetap dalam koridornya. Partisipasi masyarakat sangatlah dibutuhkan untuk memilah sampah rumah tangga sebelum dibawa ke penampungan atau TPA/Landfill. Sampah yang ada setidaknya dapat diproses ulang (daur ulang) agar semua limbah yang dibuang dapat menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat dan alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Jumlah sampah tergantung dari jumlah penduduk dan tingkat timbulan sampah (waste generation). Tingkat timbulan sampah juga akan meningkat sebanyak lima kali lipat sebagian akibat dari berubahnya pola konsumsi karena meningkatnya kesejahteraan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yaitu a) meminimisasi sampah yang harus dijadikan perioritas utama, b) sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, dan c) industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut.

20 Berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan maka strategi pengelolaan sampah harus dimulai dari sumber sampah sampai tempat pembuangan akhir. Terdapat empat komponen yang menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Pertama, minimasi limbah, yaitu upaya mengurangi jumlah sampah baik dari proses produksi industri maupun rumah tangga. Kedua, daur ulang dan pembuatan kompos, yaitu pemanfaatan sampah baik organik maupun anorganik yang masih bernilai untuk didaur ulang atau dijadikan kompos. Ketiga, peningkatan pelayanan umum. Tidak seluruh sampah dapat didaur ulang atau dijadikan kompos, selalu saja ada sebagian sampah yang tetap harus dibuang. Karena itu, pelayanan umum diperlukan untuk mengelola sampah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan. Keempat, meningkatkan pengolahan dan pembuangan sampah yang akrab lingkungan, yaitu usaha pengelolaan tempat pembuangan akhir secara benar tanpa mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Kegiatan pencegahan sampah dari sumber dimulai dengan kegiatan pemisahan sampah. Meskipun kegiatan ini tidak secara langsung mengurangi timbulan sampah, namun dapat membantu proses pengurangan sampah pada hierarki pengelolaan berikutnya. Pemisahan sampah merupakan bagian penting dalam hierarki pengelolaan sampah karena dapat menentukan keberhasilan hierarki pengelolaan sampah berikutnya, misalnya pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menjadi kompos dan sampah anorganik dapat dimanfaatkan/didaur ulang atau diolah lebih lanjut. Usaha yang dapat dilakukan dalam mengatasi sampah yang ada dapat dilakukan dengan tehnik/konsep 3R (reduce, reuse, recycle) oleh sumber sampah. Reduce adalah meminimalkan jumlah sampah yang timbul, misalnya dengan tidak menggunakan barang sekali pakai atau mengurangi semaksimal mungkin kegiatan yang akan menghasilkan banyak sampah, seperti mengurangi konsumsi barang yang dikemas secara berlebihan. Kegiatan mereduksi sampah tidak mungkin bisa menghilangkan sampah secara keseluruhan, tetapi secara teoritis aktivitas ini akan mampu mengurangi, sampah dalam jumlah yang nyata. Reuse adalah menggunakan barang yang sifatnya tidak sekali pakai atau Disamping mengurangi sampah,

21 kegiatan ini merupakan penghematan. Barang atau bahan yang telah digunakan dan masih bisa digunakan tidak dibuang menjadi sampah tetapi digunakan kembali, untuk itu biasanya dilakukan pemilihan penggunaan barang atau bahan yang dapat digunakan secara berulang-ulang dengan tanpa proses yang rumit. Seperti penggunaan botol kaca sebagai pengganti botol plastik, menggunakan gelas dan piring kaca atau keramik sebagai pengganti gelas dan piring styrofoam, menggunakan produk isi ulang (refill). Recycle adalah mendaur ulang sampah menjadi bahan baku dalam pembuatan kompos dan produk daur ulang atau daur ulang merupakan kegiatan pemanfaatan kembali suatu barang/produk namun masih perlu kegiatan/proses tambahan. Misalnya pemanfaatan kertas daur ulang yang berasal dari kertas-kertas bekas. Kertas-kertas bekas tersebut hares diproses terlebih dahulu menjadi bubur kertas sebelum akhirnya menghasilkan kertas daur ulang. Kegiatan daur ulang pun dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan memisahkan barang-barang bekas yang masih bias dimanfaatkan kembali seperti kaleng, botol, koran bekas, dsb. Melalui 3R maka jumlah sampah yang harus dibuang ke lokasi pembuangan akhir akan menyusut karena hanya serupa sampah sisa. Usaha recycle hanya bisa berjalan bila sumber sampah bersedia untuk melakukan pemilihan pada sampah, yaitu memisahkan antara sampah yang berupa bahan organik dan anorganik. Sampah organik dapat dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik dapat dijadikan bahan baku produk daur ulang. Suatu bentuk partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk dapat mengolah sistem tersebut karena setiap mahluk hidup adalah produsen sampah makanya harus diciptakan keseimbangan antara socio engineering yang lebih top down dengan pemberdayaan masyarakat. Seiring dengan pengolahan sampah dengan konsep 3R perlu juga diperhatikan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup guna terciptanya ecoliving seperti terdapatnya Tanaman Obat Keluarga (TOGA) atau taman atau kebun sayuran. Ruang terbuka hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur

22 hijau, dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah. RTH mempunyai beberapa manfaat yaitu a) mengurangi emisi karbon dioksida, b) menghasilkan oksigen, c) menjernihkan udara, d) mengatur iklim mikro, e) mengurangi kebisingan, f) menjaga kesuburan tanah, g) menjaga ketersedian air, h) mempertahankan keragaman biologi, i) mempunyai nilai lebih secara rekreasi, budaya dan sosial. RTH dapat meningkatkan lingkungan perumahan lebih baik, meningkatnya kesehatan, dan kulitas kehidupan lingkungan sekitar Terkait dengan kajian konsep ecoliving yang memanfaatkan sumberdaya alam untuk pelestarian lingkungan ini ada beberapa pertanyaan yang ingin dijawab. Pertama, apakah partisipasi masyarakat telah berjalan dengan baik dan mendukung pengelolaan lingkungan yang baik? Kedua, bagaimana pengelolaan limbah padat tersebut dalam keseharian dan apakah konsep 3R (reuse, recycle, reduce) telah diimplementasikan dalam pengelolaan limbah padat tersebut sehingga meningkatkan kualitas RTH? Ketiga, bagaimana dengan ketersediaan RTH yang ada di sekitar pemukiman? Keempat, apakah ada hubungan antara pengelolaan limbah padat rumah tangga dengan faktor sosial, ekonomi dan ekologi? 1.2. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. 2. Menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (Reuse, Recycle, Reduce) di masyarakat. 3. Menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau pada skala rumah dan komunitas. 4. Mengetahui tingkat kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan.

23 1.3. Kerangka Pemikiran Permasalahan lingkungan sangat kompleks akhir-akhir ini yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara hebat. Seperti lemahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pengelolaan SDA yang tidak bijak, penggunaan barang yang tidak ramah lingkungan, pola produksi dan konsimtif yang berlebihan,serta lemahnya hukum dan kebijakkan mengenai lingkungan merupakan beberapa permasalah lingkungan. Hal ini menyebabkan beberapa kerusakan lingkungan seperti kenaikan tingkat polusi, limbah industri maupun domestik, menurunnya sanitasi dan kualitas lingkungan, serta menurunnya tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu cara yang dapat memperbaiki kerusakan lingkungan tersebut dengan mengelola lingkungan dengan arif dan bijaksana. Salah satu cara adalah menggunakan konsep kehidupan ramah lingkungan yang dapat menjadikan lingkungan lebih baik seperti terciptanya rumah yang sehat, lingkungan nyaman, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi polusi, meningkatkan kesehatan, meningkatnya kualitas lingkungan, kualitas SDA. Oleh sebab itu diperlukan suatu pengolahan limbah yang dapat mengurangi permasalahan pencemaran tersebut. Pengolahan limbah dapat dilakukan secara recyle, reuse, reduce atau yang sering dikenal dengan konsep 3R yang mempunyai tujuan untuk mencapai kestabilan dalam pola konsumsi dan produksi dengan aspek pendukung seperti akses informasi, pasar dan jaringan, kebijakkan dan strategi dalam pembangunan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (EPA USA, 2001). Apabila ini dilaksanakan oleh masyarakat maka akan membentuk suatu pemukiman atau lingkungan menjadi lebih baik seperti terciptanya rumah yang sehat, lingkungan nyaman, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi polusi, meningkatkan kesehatan, meningkatnya kualitas lingkungan, kualitas SDA. Konsep ini juga harus diikuti dengan pengadaan barang/produk, penggunaan, disain produk yang semuanya bersifat ramah lingkungan sesuai dengan ISO

24 Keberlanjutan dalam berproduksi berkonsumsi 3R CONCEPT Keberlanjutan dalam Kerjasama regional Akses Informasi 3R Pengembangan dalam kebijakkan dan strategi Komitmen dalam pembangunan Jaringan dan kreasi pasar Penerapan Implementasi Gambar 1 Konsep 3R Pengolahan limbah atau sampah sangat berhubungan dengan gaya hidup yang konsumtif ini dikarenakan konsumen yang menggunakan produk yang dihasilkan dari suatu industri akan menyebabkan beragamnya hasil limbah. Dalam pengelolaannya diperlukan pengetahuan yang cukup agar limbah atau sampah tersebut dapat diolah dengan baik, dapat bernilai ekonomi yang kembali ke masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam. Untuk mencapai hal tersebut maka pengolahan limbah dapat dilakukan pemilahan sampah, dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal agar limbah tersebut tidak tercampur. Apabila limbah tercampur maka sampah yang masih dapat digunakan akan rusak, bahan-bahan organik dapat mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa didaur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Peningkatan alur limbah (material balance) yang berasal dari produk-produk sintetis dan produkproduk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang akan menyulitkan proses pengolahan limbah tersebut. Selain pengolahan limbah tersebut juga perlu didukung oleh kemampuan pemerintah dalam menentukkan kebijakkan pengelolaan sampah.

25 Dalam hal ini terdapat lima aspek yang dapat ditinjau yaitu menyangkut perangkat undang-undang, kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek teknologi, dan aspek peranserta masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial, dan ekologi. Apabila konsep 3R dan penerapan kelima aspek tersebut dilaksanakan maka diharapkan dapat tercipta kehidupan yang ramah lingkungan secara berkelanjutan Pencemaran terjadi dimana-mana baik skala industri maupun rumah tangga. Pemikiran tentang kehidupan yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani, dan terciptanya lingkungan yang baik merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks karena konsep ini sangatlah tidak mudah. Masalah pencemaran yang ada merupakan suatu faktor yang akan terus ada apabila tidak terjadi perubahan pola pikir dan kehidupan menuju ke yang lebih baik dan ramah lingkungan. Kegiatan rumah tangga atau pemukiman merupakan salah satu awal pengendalian lingkungan dan merupakan faktor penentu baik atau tidaknya lingkungan. Penerapan pemukiman yang ramah lingkungan dapat dilihat dari konsep masyarakat dalam menciptakan suatu ruang kehidupan yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan atau dapat disebut sebagai disain pemukiman yang berwawasan lingkungan (Soemarwoto, 2004). Dalam suatu disain pemukiman yang berwawasan lingkungan diperlukan sumber daya manusia yang menggerakkan dan memanfaatkannya secara optimal. Karakter (perilaku, sikap dan tindakan) setiap orang untuk menciptakan kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) sangatlah berbeda dan tergantung pada kondisi sosial dan budaya yang ada. Tanpa disadari penggunaan barang-barang yang dikonsumsi dan diproduksi akan menguras sumber daya alam yang ada dan merusak lingkungan. Konsep kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving) ini dapat diterapkan sehari-hari baik dalam penggunaan bahan/material ramah lingkungan, penggunaan kembali barangbarang yang masih dapat reuse, reduce, dan recycle. (Seo, 2001). Untuk mengetahui pengolahan limbah dalam penerapan konsep ramah lingkungan (ecoliving) di masyarakat maka digunakan pendekatan komunitas (community based management) dengan melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

26 Walaupun pendekatan ini bersifat subyektif, artinya keputusan subjektif dari individu atau kelompok, tetapi hal ini cukup berarti sebagai evaluasi terhadap kemampuan masyarakat untuk berkembang dan secara aktif diharapkan dapat merencanakan dan meneruskan keberlanjutan untuk mencapai hasil yang optimal (Gambar 2). Persoalan yang dihadapi 1. Lemahnya kesadaran lingkungan 2. Pengelolaan SDA yang tidak bijak 3. Penggunaan barang tidak ramah lingkungan 4. Pola produksi dan konsumsi yang eksesif 5. Hukum yang kurang kuat Limbah Domestik KERUSAKAN LINGKUNGAN Kualitas RTH Pencemaran Lingkungan Sanitasi Penilaian Polusi 1. Mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. 2. Menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (Reuse, Recycle, Reduce) di masyarakat. 3. Menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau pada skala rumah dan komunitas. 4. Mengetahui tingkat kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan Perumusan Masalah Gambar 2 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Lingkungan berbasis Ecoliving Kerusakan lingkungan seperti kenaikan tingkat polusi, limbah industri maupun domestik, menurunnya sanitasi dan kualitas lingkungan, serta menurunnya tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau yang terjadi dapat diatasi dengan

27 pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pengelolaan ini lebih memperhatikan generasi masa depan tanpa merusak dan mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia serta tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak membahayakan bagi kehidupan. Penelitian ini akan membahas salah satu dari konsep ramah lingkungan yaitu dengan menganalisis ketersediaan ruang terbuka hijau di sekitar perumahan, menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (reuse, recycle, reduce) di masyarakat, mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan, mengetahui keterkaitan antara ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengagn konsep 3R, partisipasi masyarakat. Produksi limbah padat naik secara signifikan selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2000, Surabaya saja menghasilkan 8.700m 3 atau ton sampah per hari, yang diperkirakan akan berlipat ganda hingga tahun Hanya sekitar 50 persen dari limbah padat yang dikumpulkan untuk dibuang ke tempat pembuangan. Daerah-daerah miskin di perkotaan secara umum dilayani secara setengah-setengah atau justru tidak dilayani sama sekali. Di Indonesia, sekitar persen dari limbah dibuang secara baik dan tepat; sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen kota berukuran menengah secara resmi membuang limbah mereka di tempat-tempat terbuka. Sekitar 75 persen dari limbah perkotaan dapat terurai dan dapat digunakan sebagai kompos atau biogas. Namun, kurangnya pengetahuan dan pelatihan menghambat pengembangan lebih jauh dari pengelolaan limbah yang produktif semacam itu. Walaupun adanya pasar yang relatif besar untuk produk-produk daur ulang, hanya sebagian kecil dari limbah tersebut yang didaur ulang. Pemikiran tentang kehidupan yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani, dan terciptanya lingkungan yang baik merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks karena konsep ini sangatlah tidak mudah. Kurangnya pendidikan tentang lingkungan, pemukiman tidak terencana sehingga menjadi pemukiman yang kumuh dan berdesakan, fasilitas umum untuk lingkungan tidak tersedia menjadikan diperlukannya suatu konsep yang menuju kehidupan yang ramah lingkungan

28 (ecoliving) dengan memperhatikan aspek lingkungan secara holistik dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan konsep ini masih menjadi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari karena masyarakat Desa Jambangan mempunyai beberapa tingkat kehidupan, masih rendahnya informasi mengenai kehidupan ramah lingkungan, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menerapkan kehidupan ramah lingkungan. Penggunaan barang-barang yang rusak dianggap rongsokan (junk). Tanpa disadari penggunaan barang-barang tersebut akan menguras sumber daya alam yang ada dan lingkungan akan rusak. Kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving) ini dapat digunakan sehari-hari baik dalam penggunaan bahan/material ramah lingkungan, penggunaan kembali barang-barang yang masih dapat dipakai (reuse), barang daur ulang (recycle) yang masih baik digunakan, pengurangan (reduce) pemakaian yang konsumtif, dan penggunaan taman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) atau tanaman obat keluarga (TOGA). Sebagian besar masyarakat Desa Jambangan telah melakukan konsep ramah lingkungan (ecoliving) dengan baik hanya saja masih terdapat kekurangan terutama dukungan pemerintah hal sarana dan prasarana seperti 1) tempat sampah yang mampu menampung limbah rumah tangga ke dalam empat kategori (organik, plastik, kertas, anorganik), 2) alat pengangkut sampah dari rumah-rumah ke penampungan, 3) alat pengolah sampah sederhana, 4) operator yang memadai. Untuk mengetahui penerapan konsep ramah lingkungan (ecoliving) yang ada di masyarakat maka digunakan pendekatan komunitas (community based management) dengan melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini merupakan suatu alat yang bersifat subyektif, artinya bahwa dalam menjawab pertanyaan yang ada baik individu atau kelompok memberikan keputusan terbaik, tetapi pada beberapa materi hanya berupa perkiraan, seperti tentang apa yang benar untuk masyarakat mereka. Namun demikian hal ini cukup berarti sebagai evaluasi terhadap kemampuan masyarakat untuk berkembang dan diharapkan masyarakat tersebut secara aktif merencanakan dan meneruskan keberlanjutan untuk mencapai hasil yang optimal.

29 Penelitian ini juga merupakan metode pembangunan yang bertumpu pada komunitas yang digunakan untuk menentukan pembangunan yang seperti apa yang dapat diterima dan diterapkan untuk menggunakan konsep ramah lingkungan (ecoliving) itu dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam hal ini komunitas akan terlibat dalam proses pengelolaan perkembangan, operasi dan perawatan pemukimannya Manfaat Penelitian 1. Memberikan rekomendasi terhadap pengembang pemukiman bahwa pemanfaatan konsep ecoliving dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang mengarah ke kehidupan yang lebih baik dan sehat. 2. Dapat sebagai model pengelolaan lingkungan di pemukiman-pemukiman sekitarnya dan dapat diterapkan untuk menunjang pemukiman berkelanjutan Hipotesis 1. Adanya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan lingkungan. 2. Adanya pengelolaan sampah dengan menggunakan konsep 3R. 3. Tersedianya RTH yang cukup dalam menciptakan lingkungan yang sehat. 4. Terdapat keterkaitan yang kuat antara RTH, pengelolaan sampah dan partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemukiman yang berwawasan lingkungan.

30 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Konsep ini memepunyai dua isu penting yaitu kebutuhan untuk kehidupan manusia dan isu keterbatasan yang berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan (Djajadiningrat, 2001). Pembangunan berkelanjutan berjalan dengan beberapa prinsip yang diperhatikan yaitu menjamin pemerataan dan keadilan sosial, menghargai keanekaragaman (diversity), menggunakan pendekatan integratif, mempunyai perspektif jangka panjang dengan tujuan keberlanjutan ekologis, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial-budaya, keberlanjutan politik dan keberlanjutan pertahanan dan keamanan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Pembangunan wilayah (regional development) merupakan konsep pembangunan gabungan antara pengetahuan perencanaan wilaya, sosial, penataan ruang dan keilmuan lainnya. Pembangunan wilayah dapat diartikan untuk membangun wilayah yang ada dengan konsep-konsep yang beragam antara lain pembangunan berwawasan lingkungan (eco-development). Hal ini terjadi karena masalah lingkungan hidup yang makin meningkat terutama oleh masalah kependudukan dan pembangunan yang tidak terkendali. Pembangunan ini merupakan suatu proses perubahan dan pembaharuan yang secara sadar ingin mencapai perbaikan kehidupan dan kulitas hidup tanpa merusak lingkungan yang ada (Poerbo, 1999) Kehidupan Ramah Lingkungan (Ecoliving) Pengertian Istilah ecoliving diperkenalkan oleh pakar lingkungan dan gaya hidup Australia sebagai kehidupan yang tidak memerlukan waktu yang banyak, usaha, atau uang sekalipun untuk menciptakan suatu kehidupan yang beda, nyaman, elegan,

31 tanpa harus merusak alam ini (Seo, 2001). Konsep ini merupakan suatu turunan dari ecovillage yang dikembangkan sebagai pilihan hidup dalam masyarakat baik perdesaan atau perkotaan dengan mengintegrasikan kelestarain lingkungan, sosial secara menyeluruh melihat aspek desain ekologis, permaculture, bangunan ekologis, energi alternatif, efisiensi air, dan sebagainya (GEN, 2000). Ecoliving adalah kehidupan berkomitmen dalam cara hidup untuk lebih baik dengan memperhatikan dan bertanggungjawab terhadap lingkungan agar terciptanya ecologically sustainable living (The UNSW Ecoliving Centre, 2006). Ecoliving merupakan komitmen kehidupan yang bertanggungjawab terhadap lingkunganya menggunakan prinsip-prinsip ecoliving yang diterapkan baik di desa dan di kota untuk pengembangan dan pengelolaan serta menyediakan solusi bagi kebutuhan manusia atau masyarakat, dan pada waktu yang sam memberikan perlindungan kepada lingkungan dan peningkatan kualitas hidup untuk semua pihak (Capra, 2003). Masyarakat Indonesia secara tradisional telah mempunyai filosofi mengenai perlindungan terhadap sumber daya alami sehingga mereka dapat hidup di dalam suatu ekosistem yang berkelanjutan (Arifin et al. 2003). Ecoliving dapat juga diwujudkan dalam bentuk gaya hidup karena dengan gaya hidup yang sehat dan memperhatikan kebijakan dan kearifan manusia dalam menerapkan hasil teknologi yang ada untuk memanfaatkan potensi SDA dan lingkungn yang ada dapat menghasilkan suatu kehidupan yang berwawasan lingkungan (Budihardjo,1999) Hal ini didasarkan pada pemahaman mendalam bahwa makhluk hidup dan segala sesuatu adalah saling berhubungan. Berdasarkan filosofi ini, ecoliving dibangun oleh kombinasi tiga prinsip dasar yaitu: ekologi, sosial dan spritual (Svensson, 2000) Aspek Ekologis Ecoliving menyediakan pengalaman pada masyarakat untuk berhubungan dengan tempat tinggalnya. Orang-orang menikmati interaksi sehari-hari dengan lahan, air, angin, tumbuhan dan hewan. Mereka menyediakan kebutuhan sehari-hari

32 mereka seperti makanan, pakaian, tempat berteduh serta menghargai siklus ekologi alam. Soemarwoto (2004) mengemukakan bahwa ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal-balik anatara makhluk hidup dengan lingkungannya, sedangkan ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungan dan yang lainnya (Frontier dan Pichod-Viale, 1991 dalam Léυêque,2001). Aspek ekologis ini sangat erat dengan ekosistem yang dibentuknya. Aspek ekologis ini merupakan suatu aspek yang pendekatannya menempatkan suatu disain kehidupan yang merupakan bagian dari ekosistem yang tanggap dan bekerjasama dengan komponen yang lainnya, baik manusia, iklim, flora dan fauna. Penggunaan bahan yang ramah lingkungan, efisiensi energi, air, dan penggunaan taman dengan tanaman yang berguna sebagai fungsi estetika juga merupakan fungsi biologisnya Aspek Sosial Ecoliving dalam perspektif sosial adalah cara hidup masyarakat dimana setiap orang saling mendukung dan bertanggungjawab kepada masyarakat di sekitarnya. Mereka mempunyai perasaan memiliki yang dalam kepada kelompoknya. Semua orang merasa aman, diberi wewenang, didengar dan diperhatikan. Mereka dapat mengambil bagian dalam membuat keputusan yang mempengaruhi hidup mereka sendiri dan masyarakatnya secara terbuka. Dalam lingkup sosial masyarakat mempunyai kemampuan untuk memilih dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan dan manusianya sendiri (Soemarwoto, 2004). Semua aspek yang berada di lingkungan merupakan sumber daya yang menghasilkan tujuan bagi manusia, tetapi kalau kita menggunakannya secara tidak bijak akan menghilangkan semua fungsi sumber daya tersebut (Lowenthal 1961 dalam Porteous 1977), oleh sebab itu dibutuhkan aspek sosial terutama etika dan moral serta budaya yang mangatur bagaimana kita berperilaku dalam menjaga lingkungan yang ada.

33 Aspek Spritual Spritual, dalam banyak cara, merupakan penerimaan terhadap misteri alam semesta, pengetahuan bahwa semua makhluk saling berhubungan dan bahwa sesuatu yang lebih tinggi berada di luar usaha individu. Ada beberapa penerapan konsep ecoliving ini menggunakan cara spritual dalam kehidupannya tetapi ada juga yang tidak dan hanya menggunakan cara menghormati dan melestarikan bumi dan semua makhluk hidup di atasnya dan lebih ke budaya/kearifan lokal (GEN, 2000). Konsep ecoliving juga dapat menciptakan suatu nilai tersendiri bagi manusia terhadap lingkungannya (capital goods) yang dapat menjadi nilai tambah dan merupakan suatu aset dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya dalam hal ini rumah atau tempat tinggal yang diciptakan sesuai dengan budaya/kearifan lokal yang dianut Pemukiman Berkelanjutan Pemukiman adalah suatu tempat tinggal atau kediaman, sekaligus merupakan sumber dari populasi (van der Zee, 1990b). Pemukiman dapat memberikan informasi mengenai lingkungan alami, sistem pemilikan lahan, cara manusia pertama menggunakan kepemilikan lahan, organisasi sosial dan ekonomi masyarakat dan sebagainya (van der Zee, 1990a). Penerapan hunian berkelanjutan ini dapat diartikan suatu kawasan yang menciptakan suatu kehidupan yang aman, nyaman, sehat dan memperhatikan lingkungan dengan cara menggunakan material ramah lingkungan, penggunaan energi yang efisien, ruang terbuka hijau yang cukup. Pemukiman juga dapat didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.atau bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Kirmanto, 2002) Konsep permukiman brekelanjutan sebaiknya selaras dengan lingkungan asli sekitar. Lingkungan asri, udara segar, ketersediaan air bersih, dan aman. Keasrian

34 suasana lingkungan perumahan dapat dilihat dan dirasakan betul pada saat konsumen melintas dan memasuki kawasan perumahan tersebut. Suasana itu hanya dapat tercipta dengan kerindangan pepohonan besar yang tumbuh optimal, bentuk topografi lahan yang mengikuti topografi alam sekitar, tersedianya taman-taman lingkungan dengan desain menarik. Tinggal di negeri tropis seperti Indonesia, dengan suhu udara panas dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun, mau tidak mau membutuhkan suasana rumah dan lingkungan sekitar rumah yang teduh. Keteduhan tidak hanya dengan berlindung di dalam rumah, tetapi bagaimana menciptakan keteduhan di lingkungan sekitar rumah kita sendiri. Rumah ramah lingkungan, rumah alami, rumah sehat, rumah arsitektur hijau dan rumah ekologis arsitektur merupakan beberapa contoh rumah berwawasan lingkungan yang dipasarkan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebaiknya tidak lebih dari 60 persen luas lahan, penghematan pembagian ruang, bukaan-bukaan dan pengoptimalan ruang dalam dan ruang luar, serta pemilihan bahan bangunan bermutu merupakan beberapa prinsip dasar yang diterapkan dalam menyiasati keterbatasan lahan dan menyediakan ruang terbuka seoptimal mungkin. Rumah sehat tidak banyak berfungsi baik tanpa didukung taman yang menghadirkan suasana alami yang sejuk dan teduh. Rumah taman akan menyatukan seluruh ruangan dan bangunan rumah dengan lingkungan sekitar. Dominasi warna hijau akan memberikan suasana tenang dan nyaman. Selingan aromatik tanaman dan warna-warni tanaman berbunga dan atau berdaun indah akan menambah keceriaan dan kehangatan rumah. Kombinasi warna cat dinding rumah juga dapat memperkuat kesan alami, seperti warna hijau tosca, kuning lembut, atau coklat krem muda. Pohon produktif di jalur hijau depan rumah, taman depan, atau taman belakang akan memberikan kesegaran udara yang dibutuhkan rumah dan penghuni serta penggunaan ornamen yang sesuai (Strong, 2001). Tanaman produktif dan apotek hidup yang ditanam di tanah maupun dalam pot-pot tanaman yang artistik tersebar sejak dari teras depan, ruang tamu dan keluarga, hingga dapur dan ruang servis, akan menciptakan suasana alami sejak luar hingga ke dalam rumah. Tanaman yang ada tersebut dapat menjadi faktor dalam

35 penurunan suhu mikro, pengendali arah angin, buffer debu, filter polutan, peneduh, peredam kebisingan. Kehadiran kolam air yang berisikan ikan dan tanaman air yang berupa kolam yang besar, tempayan atau gerabah, hingga kolam akuarium dilengkapi tanaman air seperti teratai, papirus atau eceng gondok, dan sereh, dapat pula memberikan ketenangan bagi penghuni rumah (Ecological Homes, 2006). Hakekat dari perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang serta mempunyai peran sebaga pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan,penyiapan generasi muda, dan bentuk manifestasi jatidiri. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungan permukimannya maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman dimana masyarakat tinggal menempatinya. Pembangunan perumahan dan permukiman diyakini mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat berpotensi dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan kerja produktif. Bagi banyak masyarakat Indonesia terutama golongan menengah kebawah, rumah juga merupakan barang modal (capital goods), karena dengan asset rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi dalam mendukung kehidupan dan penghidupannya. Karenanya, permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai persoalan yang berkaitan dengan semua dimensi kehidupan di dalam masyarakat. Untuk menciptakan pemukiman yang berkelanjutan ini harus didukung dengan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan upaya untuk (1) meningkatkan kemampuan untuk melakukan pilihan, (2) menciptakan keadaan yang memungkinkan untuk dilakukannya proses pemilihan secara baik artinya membuka kesempatan untuk melakukan pemilihan, (3) menyediakan makin banyak barang, jasa, dan aktivitas yang dapat dipilih termasuk barang-barang yang disediakan oleh alam dimana terjadinya peningkatan kualitas

36 hidup secara berkelanjutan, tersedianya sumber daya secara seimbang sehingga kualitas hidup terus meningkat memerlukan adanya penyelenggaraan yang baik (Kuswartojo, 2005) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Ketersediaan dan pengembangan sumber daya untuk pemukiman Penyelengaraan pemukiman yang baik Peningkatan kualitas hidup yang berkelanjutan Gambar 3 Kerangka Pemukiman Berkelanjutan 2.5. Pengertian Sampah Domestik Sampah adalah buangan yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan hewan, berbentuk padat, dan dibuang karena sudah tidak berguna atau tidak diinginkan keberadaannya. Pengelolaan sampah dilakukan dengan tujuan mengendalikan secara sistematik semua kegiatan yang berhubungan dengan timbulnya sampah, penanganan sampah di sumbernya; penanganan, pemilahan, dan pengolahan sampah di sumbernya; pengolahan dan daur ulang sampah; pemindahan dan pengangkutan; dan pembuangan akhir (Tchobanosglous et.al. 1993). Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahanbahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki rantai karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain. Kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan adalah : 1) sampah

37 domestik, yaitu sampah yang berasal dari pemukiman; 2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan, dan kantor; 3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses produksi; dan 4) sampah yang berasal selain dari yang telah disebutkan diatas misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan, dan bencana alam (Hadiwijoto, 1983). Limbah atau sampah domestik dapat berarti sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga baik organik dan anorganik. Sampah ini biasanya terdiri dari campuran sisa-sisa makanan, potongan daging, hingga daun kering. Sampah organik merupakan sampah basah seperti sayuran, kulit buah-buahan, kulit udang, sisa udang, sisa daging, ikan, dan ayam, daun kering, pangkasan tanaman, potongan rumput, bunga layu, jerami, dan serbuk gergaji. Jumlah sampah organik ini mencapai 300g-500g per hari untuk satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak. Angka ini dihitung dari sisa makanaan yang dikonsumsi sehari-hari oleh satu keluarga. Sampah yang berasal dari pohon volumenya tergantung dari luas halaman dan banyaknya tanaman. Lebih dari 60% total produksi sampah penduduk, yang mencapai lebih ton per hari berasal dari limbah rumah tangga. Sampah nonorganik berasal dari limbah bahan pabrikasi, Misalnya sisa-sisa kertas yang tidak terpakai dan plastik bekas bungkus makanan atau deterjen, juga potongan beling dari gelas dan kaca, logam dari sisa rangka besi, lempengan pisau, serta sisa potongan kain atau benang. Sumber sampah ini berada di ruang kerja, ruang keluarga, dapur, juga teras belakang Konsep Reduce, Recycle, Reuse Konsep reduce, recycle, reuse ini merupakan konsep yang sering digunakan dalam mengatasi masalah lingkungan terutama limbah atau sampah. Konsep ini sering dipasangkan dengan konsep nir limbah (zero waste) yang merupakan konsep untuk mendukung agar segala tindakan atau usaha sama sekali tidak menghasilkan dampak yang dapat mencemari lingkungan dengan mengintegrasikan prinsip pengelolaan sampah dengan benar, sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan sampah yang mendekatkan pada sumber (rumah tangga). Wiyatmoko dan Sintorini

38 (2002) mengemukakan bahwa prinsip pengelolaan sampah asal buang sampah tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai tempat pembuangan akhir, juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. Sebaliknya mengolah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku sekunder dalam proses produksi adalah suatu penghematan bahan baku energi dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Pelaksanaan ini berdasarkan hirarki pengolahan sampah domestik yang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Hirarki Pengolahan Sampah Domestik Pengurangan (reduce) adalah suatu cara mengurangi sampah pada sumber sampah (rumah tangga). Contoh: dengan mengurangi penggunaan pembungkus ketika berbelanja di pasar dengan menghindari barang-barang yang dibungkus berlebihan atau tidak membeli sesuatu yang tidak sangat dibutuhkan atau cara pemeliharaan barang-barang yang ada di rumah sehingga tidak cepat rusak pada akhirnya menjadi sampah. Pemakaian kembali (reuse) adalah merupakan suatu bentuk pengelolaan sampah dengan cara memanfaatkan kembali barang-barang bekas yang akan dibuang atau barang yang sudah tidak berguna lagi. Contoh; botol

39 kecap yang terbuat dari kaca dengan cara dibersihkan sehingga dapat dipergunakan kembali berdasarkan ide atau penemuannya. Daur ulang (recycle) adalah merupakan suatu bentuk pengelolaan sampah dengan cara daur ulang dari barang yang tidak terpakai menjadi produk lain yang bernilai ekonomis. Contoh; Pecahan gelas dapat dihancurkan untuk dipergunakan lagi sebagai bahan pembuat gelas baru atau dicampur aspal untuk pengeras jalan raya atau dicampur pasir dan batu untuk pembuatan batu semen. Konsep ini juga telah dilakukan di beberapa negara maju seperti Eropa, Australia, Austria, Selandia Baru, dan Jepang. Umumnya pengelolaan sampah di luar negeri, khususnya Eropa, sudah dimuali di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa didaur ulang. Warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Kantong sampah organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna cokelat. Adapun kantong sampah barang beracun berwarna merah. Selain di lokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di lokasi strategis untuk tempat buangan sampah di lokasi umum. Konstruksi tempat dibuat mudah untuk proses pengakutan ke dalam truk sekaligus bersama kantongnya ke lokasi pengolahan. Sampah organik diambil oleh truk yang memiliki drum berputar dilengkapi pisau pencacah dan mikroba perombak bahan organik. Dengan cara ini pencampuran dapat dilakukan secara efisien dan merat karena volume sampah tidak begitu besar serta drum tersebut berputar dengan konstan Kompos Pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan cara composting/pengomposan. Hal ini karena komposisi sampah di Indonesia yang berupa sampah organik berkisar antara %. Melalui proses composting, sampah organik dapat tereduksi berkisar antara % selain itu kompos yang dihasilkan pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk keperluan pribadi maupun untuk dijual.

40 Pengolahan ini menggunakan dua cara yaitu teknik aerobik (memerlukan udara) dan anaerobik (tidak memerlukan udara). Tehnik ini mengubah sampah organik menjadi pupuk yang terdiri dari bahan seperti sampah taman/rumput, sampah buah/sayuran, sampah makanan sisa dan lainnya yang bersifat organik. Pembuatan kompos ini bertujuan untuk mengurangi timbunan sampah organik yang akan menuju TPA. Tehnik pengomposan dapat dilakukan pada skala rumah tangga dengan menggunakan keranjang laundry dengan dikelilingi kardus dan ditutup dengan sekam agar kelembabannya terjaga yaitu stabil pada suhu 45 0 celcius dan tidak terdapat belatung yang akan mengganggu terbentuknya kompos. Kompos tersebut dapat dipanen pada minggu kelima atau keenam tergantung konsumsi makanan rumah tangga sehari-harinya. Sedangkan kompos anaerob (yang tidak membutuhkan udara) biasanya dapat dipanen dalam waktu 8 12 bulan Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah. Ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan air sekaligus menyejukkan lingkungan dan lahan basah yang berperan dalam menjaga keseimbangan tata air dan pengendali banjir semakin berkurang jumlahnya karena kepentingan pembangunan. Sebagai contoh, hamparan tanah pertanian dalam wujud persawahan tergusur demi kepentingan pembangunan dan perkembangan industri setempat. Ruang terbuka hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur hijau, dan kawasan hijau pekarangan. dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas,

41 dimana dinominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut: 1. ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space); 2. ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain); 3. ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenway) 4. ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara Berdasarkan fungsi dan luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas: 1. ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara; 2. ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, tempat pemakaman umum (TPU); 3. ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park) Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam mengelola lingkungan dapat berupa partisipasi langsung dan tidak langsung serta dilakukan secara individual atau berkelompok. Partisipasi langsung berupa melakukan pengumpulan primer dan membayar retribusi. Masyarakat membentuk organisasi (misalnya Rukun Tetangga) yang salah satu tugasnya adalah mengumpulkan sampah dari rumah tangga di wilayahnya. Sampah yang terkumpul kemudian dibawa ke tempat pembuangan sementara (TPS). Pengelola sampah kota selanjutnya akan mengangkut sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Untuk jasa ini masyarakat membayar retribusi pengelolaan sampah. Partisipasi tidak langsung merupakan upaya masyarakat untuk menurunkan tingkat timbulan sampah. Upaya ini akan menurunkan jumlah sampah sehingga akan meringankan beban kerja sistem manajemen persampahan. Tindakan yang dilakukan masyarakat dapat berupa upaya menghindari terjadinya sampah, pengguna kembali, daur ulang, pengomposan, dan sebagainya.

42 Setiap anggota masyarakat berperan dengan cara yang bervariasi dalam partisipasinya terhadap pengelolaan sampah. Pada tingkat individual, rumah tangga bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkannya. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa menempatkan sampah di dalam wadah yang sesuai, memilah sampah, meletakkan wadah sampah pada tempat dan waktu yang tepat, dan membersihkan lingkungan sekitar rumah. Secara berkelompok masyarakat dapat membentuk organisasi untuk melakukan kegiatan kampanye kebersihan dan usaha meningkatkan kesadaran masyarakat dapat berupa kontribusi secara fisik atau financial, misalnya menjadi penyapu jalan atau membayar retribusi sampah. Pada tahap lebih lanjut lagi, partisipasi dapat berupa ikut serta dalam memformulasikan proyek dalam arti mengikuti secara aktif mulai dari perencanaan. Bentuk partisipasi tertinggi adalah menjadi anggota dalam organisasi pengelolaan persampahan dengan kegiatan berupa pematauan atas mutu pengelolaan (Moningka, 2000). Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah ada empat yaitu (1) dengan cara menunjukkan perilaku dalam menjaga kebersihan, (2) dengan memberikan kontribusi uang atau tenaga, (3) dengan memberikan bantuan dalam administrasi dan (4) memberikan kontribusi dalam jasa dan pelayanan. Perilaku menjaga kebersihan dengan cara mengikuti aturan (jadwal dan tempat) dalam pengumpulan sampah, membawa sampah ke tempat pengumpulan, menaruh sampah dalam kantung atau tong, mengikuti penyuluhan kebersihan, menjaga kebersihan rumah dan sekitarnya, memisahkan sampah basah dan kering, mengomposkan sampah halaman. Meberikan kontribusi uang atau tenaga dengan cara membayar iuran pengumpulan sampah, menyumbang atau meminjamkan peralatan, menyumbangkan tenaga untuk pengumpulan. Memberikan bantuan dalam administrasi dengan cara menjawab pertanyaan bila ada survey atau penelitian, mengikuti pertemuan, memilih pemimpin atau wakil yang akan mengelola sampah, memberikan umpan balik terhadap pengelola tentang system pengumpulan dan pemayanan. Memberikan bantuan dalam jasa pelayanan dengan cara menjadi anggota komite, menjadi anggota organisasi kemasyarakatan yang mengelola persampahan, berperan serta dalam pengambilan keputusan.

43 Terdapat tiga manfaat yang diperoleh dalam pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yaitu membangun kapasitas/kemampuan lokal, melibatkan masyarakat dalam pengembilan keputusan dan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan strategi dalam pengelolaan lingkungan. Partisipasi masyarakat dapat membantu terbentuknya integrasi anatara perbedaan kebutuhan dan masalah dalam pengelolaan lingkungan (Moningka 2000). Dalam partisipasi masyarakat terdapat enam tahapan yang ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Tahapan Partisipasi Masyarakat

44 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Jambangan, Kecamatan Jambangan Kota Surabaya, Jawa Timur. Terletak pada Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan batas administrasi sebelah utara adalah Kelurahan Karah, sebelah selatan Kelurahan Kebonsari, sebelah barat Sungai Surabaya, dan sebelah timur adalah Keluaraha Karah. Desa Jambangan mempunyai luas 72,732 ha dengan 5 RW dan 23 RT serta KK yang jumlah penduduk orang masing-masing jumlah laki-laki dan perempuan orang dan orang. PETA ADMINISTRASI KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR N Pulau Lokasi Madura penelitian Kilometers Surabaya Utara Surabaya Barat #Y Surabaya Pusat Kota Surabaya Kabupaten Gersik Surabaya Selatan Surabaya Timur Î SELAT MADURA Legenda : Administrasi #Y Ibukota Provinsi Batas Kota Jalan Sungai Lokasi Penelitian Surabaya Selatan Kota Surabaya Kabupaten Lain Perairan Laut Kecamatan Jambangan Kabupaten Sidoarjdo Sumber: 1. Peta RBI, Bakosurtanal, 2003 Gambar 6 Peta Lokasi Penelitan

45 Desa Jambangan merupakan desa percontohan pilot project Surabaya-Kitakyushu yang merupakan embrio dari pertemuan para menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan se-asia Pasifik pada tahun 1997 dengan program yang diterapkan berupa Lingkungan Berbasis Komunitas dan Daur Ulang Sampah Kemasan. Program ini didukung oleh PT Unilever yang mempunyai visi dapat menjadi bagian solusi dari permasalahan lingkungan yang terjadi dengan cara memberikan edukasi kepada masayarakat untuk menangani sampah secara mandiri melalui pemilahan sampah, composting, dan pendaur-ulangan demi mengurangi jumlah sampah yang dikirim di tempat pembuangan sampah. Lokasi ini dijadikan sampling frame yang dapat mempresentasikan fenomena permasalahan lingkungan di Kota Surabaya terutama lingkungan pemukiman. Penelitian berlangsung selama 8 bulan Januari 2007 sampai Agustus Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan tehnik survai (non eksperimental) dengan menguji keterhubungan pengelolaan sampah dengan konsep 3R, ketersediaan RTH, dan partisipasi masyarakat dalam kehidupan masyarakat Desa Jambangan agar dapat diketahui tingkat ecoliving yang mengarah ke kebaikan lingkungan. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan utama, yaitu persiapan (penentuan lokasi penelitian, survai awal), pengumpulan data, pengolahan data (analisis data hasil pengamatan), evaluasi penerapan ecoliving). Pada penelitian ini menggambarkan arahan penelitian terhadap contoh yang akan diambil Persiapan Awal penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian deskriptif yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai keadaan individu, gejala atau kelompok tertentu. Pada tahap awal penelitian dilakukan survai agar mendapatkan data sekunder yang menjelaskan kondisi lokasi penelitian maka dapat diasumsikan tingkat pengelolaan lingkungan berada pada tingkat baik, sedang, buruk. Penentuan lokasi ini berdasarkan kemampuan Desa Jambangan sebagai perintis dan penyelamat

46 lingkungan yang telah menerapkan ecoliving. Sampel yang diambil secara acak (random sampling) yang berarti tehnik pengambilan sampel yang memberi peluang sama kepada seluruh anggota populasi untuk dapat dipilih sebagai anggota sampel dengan jumlah 128 orang dengan empat variabel yang dinilai yaitu (ketersediaan RTH, pengelolaan sampah, pastisipasi, masyarakat dan ecoliving). Persiapan Konsep kehidupan berwawasan lingkungan menentukan tujuan dan perumusan masalah melakukan survey awal untuk menentukan lokasi dan responden penelitian Pengumpulan data mengumpulkan data lapangan tentang permukiman Kota Surabaya melakukan wawancara utk mengisi kuisioner dan observasi mengenai ketersediaan RTH, pengolahan sampah dengan konsep 3R dan partisipasi masyarakat Pengolahan Data mengolah data tentang pemukiman Kota Surabaya menguji tingkat ketersediaan RTH, pengolahan sampah dengan konsep 3R dan partisipasi masyarakat Evaluasi menentukan tingkat penerapan ecoliving yang ada di Desa Jambangan menuju pemukiman berkelanjutan Gambar 7 Bagan alir kerja penelitian

47 Pengumpulan Data a. Pengumpulan data primer : (i) Survai lapangan dilakukan dalam rangka mendapatkan gambaran secara langsung keadaan saat ini (existing condition). (ii) Wawancara dan kuisioner dilakukan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan. Informasi yang dikumpulkan dari responden mencakup: karakteristik rumah tangga (jenis kelamin, umur, pendidikan, marital, jumlah anggota keluarga, status kepemilikan rumah, luas halaman, pekerjaan, dan pendapatan), indikator partisipasi masyarakat (perencanaan dan pengembilan keputusan, pelaksanaan pengelolaan lingkungan, pengembangan SDM dan pengembangan kegiatan), indikator pengolahan sampah dengan 3R (jumlah sampah perhari, pemilah sampah sebelum dibuang, pengetahuan 3R, pemilahan, pelaksanaan reduce, reuse, recyle, pembuatan kompos, dan jumlah kompos yang dihasilkan) dan indikator RTH (fungsi RTH, luas area, jumlah dan jenis tanaman, prioritas RTH, Penerapan Tanaman Obat Keluarga (TOGA)), (iii) Observasi mengenai jumlah dan jenis tanaman, serta penilaian kualitatif pelaksanaan 3R (reduce, reuse, recycle), b. Pengumpulan data sekunder : (i) Data dari dinas terkait Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengenai kebersihan lingkungan (polusi, kesehatan, ruang terbuka hijau, pencemaran air) (ii) Studi literatur : artikel media cetak, jurnal, siaran pers, dokumen pemerintah, bahan seminar Pengolahan Data Data yang didapat akan diolah dengan cara tabulasi, kemudian dianalisis dengan chi kuadrat χ 2 (Sugiyono, 2001), dan Analisis Komponen Utama (Mattjik dan Sumertajaya, 2002)

48 Analisis Statistik dengan Uji Chi Kuadrat χ 2 Chi Kuadrat χ 2 untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas karakteristik rumah tangga (jenis kelamin, umur, pendidikan, marital, jumlah anggota keluarga, status kepemilikan rumah, luas halaman, pekerjaan, dan pendapatan).dengan variabel tidak bebas (tingkat ketersediaan RTH, tingkat pengelolaan sampah, tingkat partisipasi masyarakat) serta menguji keterhubungan antara ketiga tingkat tersebut dengan tingkat penerapan kehidupan ramah lingkungan (ecoliving). Uji Chi Kuadrat ini pada hakikatnya adalah uji keselarasan (goodness if fit tests). Baik buruknya keselarasan antara frekuensi-frekuensi yang teramati dan yang diharapkan ditentukan dengan cara memperbandingkan ukuran keselarasan hasil perhitungan terhadap suatu harga yang sesuai pada suatu distribusi yang dikenal sebagai distribusi Chi-Kuadrat (chi-square distribution). Asumsi yang mendasari uji Chi-Kuadrat yaitu data yang terdiri atas sebuah sampel acak sederhana berukuran n dari suatu populasi yang diminati (Agresti dan Finlay, 1997). Hasil-hasil pengamatan dalam sampel diklasifikasikan/tabulasi secara silang (cross tabulation/cross classification) menurut dua kriteria, sehingga masing-masing kedua kriteria/variabel klarifikasi saling bebas (tidak ada hubungan), dan hipotesis tandingan (H1) adalah kedua kriteria/variabel klarifikasi tidak saling bebas (ada hubungan). Dasar pengembalian keputusan adalah jika Chi Square lebih kecil dari Chi Square Table, maka Ho diterima, bila Chi Square lebih besar dari Chi Square Table, maka Ho ditolak. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas adalah jika probabilitas lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima, jika probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak (Santoso, 2000). Rumus dasar Chi Square ( Sugiyono, 2001) adalah seperti berikut : k χ 2 2 = (f 0 f h) i = 1 f n

49 χ 2 = Chi Square f 0 = Frekuensi yang diobservasi f h = Frekuensi yang diharapkan Uji Chi Kuadrat χ 2 Partisipasi Masyarakat Metode cross tabulation (chi-square) digunakan untuk mengetahui hubungan antara karateristik rumah tangga dengan aspek pendukung partisipasi masyarakat di lingkungan rumah. Hubungan yang diperoleh adalah dalam hal (1) perencanaan dan pengambilan keputusan, (2) pelaksanaan pengelolaan lingkungan, (3) pengembangan SDM dan (4) pengembangan kegiatan. Hasil uji hubungan karateristik rumah tangga dengan aspek pengelolaan lingkungan di lingkungan rumah dengan menggunakan cross tabulation (chi-square). Setiap keterhubungan tersebut juga dinilai menggunakan skor dimana skor 1 untuk persepsi buruk (responden tidak setuju), skor 2 untuk persepsi cukup atau sedang (responden ragu-ragu), dan skor 3 untuk persepsi baik (responden setuju). Interpretasi jenjang skor persepsi masyarakat seperti berikut: skor lebih kecil dari 5 berarti persepsi masyarakat buruk, skor 5 sampai dengan 8 persepsi masayarakat cukup atau sedang, skor lebih dari 8 berarti persepsi masyarakat baik. Uji Chi Kuadrat χ 2 Pengelolaan Sampah Domestik Pengelolaan sampah dengan konsep 3R dihitung dengan Metode cross tabulation (chi-square) untuk mengetahui hubungan antara karateristik rumah tangga dengan aspek pengelolaan sampah menggunakan 3R di lingkungan rumah. Hubungan yang diperoleh adalah dalam hal (1) jumlah sampah per hari, (2) yang menangani sampah di rumah sebelum dibuang, (3) pengetahuan tentang 3R, (4) pemilahan, (5) pelaksanaan reduce, (6) pelaksanaan reuse (7) pelaksanaan recycle. Setiap keterhubungan tersebut juga dinilai menggunakan skor dimana skor 1 untuk persepsi buruk (responden tidak setuju), skor 2 untuk persepsi cukup atau sedang (responden ragu-ragu), dan skor 3 untuk persepsi baik (responden setuju). Interpretasi jenjang skor pengolahan sampah domestik seperti berikut: skor lebih

50 kecil dari 11 berarti pengelolaan sampah buruk, skor 11 sampai dengan 19 persepsi masayarakat cukup atau sedang, skor lebih dari 19 berarti pengolahan sampah dengan konsep 3R baik. Uji Chi Kuadrat χ 2 Ketersediaan RTH Ketersediaan RTH menggunakan Metode cross tabulation (chi-square) untuk mengetahui hubungan antara karateristik rumah tangga dengan aspek ketersediaan Ruang Terbuka Hijau. Hubungan yang diperoleh adalah dalam hal (1) Fungsi RTH, (2) Luas Area, (3) Jumlah Jenis Tanaman, (4) Prioritas RTH, (5) Penerapan TOGA. Setiap keterhubungan tersebut juga dinilai menggunakan skor dimana skor 1 untuk persepsi buruk (responden tidak setuju), skor 2 untuk persepsi cukup atau sedang (responden ragu-ragu), dan skor 3 untuk persepsi baik (responden setuju). Interpretasi jenjang skor ketersediaan seperti berikut: skor lebih kecil dari 11 berarti ketersediaan RTH buruk, skor 11 sampai dengan 14 ketersediaan RTH cukup atau sedang, skor lebih dari 14 berarti ketersediaan RTH dengan konsep 3R baik Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi pola data dan mengekspresikan data yang ada dengan suatu cara mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan. Setelah didapat pola dan data yang telah dikecilkan sehingga didapat data yang optimal tanpa mengurangi informasi yang ada. Merupakan suatu teknik mereduksi data multivariat (banyak data) yang mencari untuk mengubah (mentransformasi) suatu matrik data awal/asli menjadi suatu set kombinasi linear yang lebih sedikit akan tetapi menyerap sebagian besar jumlah varian dari data awal dengan tujuan menjelaskan sebanyak mungkin jumlah varian data asli dengan sedikit mungkin komponen utama yang disebut faktor. Banyaknya faktor (komponen) yang bisa diekstrak dari data awal/asli ialah sebanyak variabel yang ada. Analisis Komponen Utama yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kehidupan berwawasan

51 lingkungan dilihat dari faktor pendukung pada tingkat ketersediaan RTH, tingkat pengolahan sampah dengan 3R, dan tingkat partisipasi masyarakat. Data yang ada akan dianalisis dan diolah sesuai dengan karakteristik rumah tangga dimana dapat mempengaruhi penggunaan konsep ecoliving dengan penilaian yang ada di dalam kuisioner. Karakteristik rumah tangga dibagi kedalam sembilan bagian yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, marital, jumlah anggota keluarga, status kepemilikan rumah, luas halaman, pekerjaan, dan pendapatan. Setiap karakter dibagi ke dalam sub bagian sesuai dengan kriteria dari karakter tersebut. Untuk karakter jenis kelamin dibagi menjadi dua, yakni laki-laki dan perempuan; umur dibagi menjadi tiga bagian, yakni remaja (<35 tahun), dewasa tahun, tua (>45 tahun); pendidikan dibagi menjadi tiga, yakni pendidikan rendah (>SMA), sedang (SMA-D3), tinggi (>D3); marital dibagi menjadi tiga, yakni belum menikah, menikah, janda/duda; jumlah anggota keluarga dibagi menjadi tiga bagian, yakni sedikit (<5 jiwa), sedang (5 jiwa), banyak (> 5jiwa); status kepemilikan rumah dibagi menjadi tiga, yakni milik sendiri, sewa.kontrak, milik orang tua; pekerjaan dibagi menjadi empat, yakni belum bekerja, pensiunan, bekerja, ibu rumah tangga, dan pendapatan dibagi menjadi tiga, yakni rendah (< Rp ,-), sedang (Rp ,- - Rp ,-), tinggi (> Rp ,-). Penilaian yang ada akan membuktikan tingkat keberlanjutan masyarakat dalam menggunakan dan menerapkan ecoliving serta menentukan tingkat atau tingkatan sistem pengelolaan lingkungan bebasis ecoliving yang terjadi di Desa Jambangan. Tingkat ini melihat dari keterkaitan tingkat ketersediaan RTH, pengelolaan sampah dan partisispasi masyarakat.

52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Desa Jambangan Desa Jambangan merupakan salah satu desa yang berhasil menciptakan kebersihan lingkungan Kota Surabaya dengan berbagai kegiatan. Adapun kegiatan yang telah dilakukan adalah program sanitasi, penghijauan, pemilahan sampah, dan kaderisasi yang telah berlangsung selama enam tahun dimulai tahun 2001 sampai sekarang yang didukung oleh Pemkot Surabaya, LSM Tunas Hijau, dan PT Unilever yang sering disebut dengan program peduli lingkungan (Green and Clean). Sebelum adanya program ini Desa Jambangan terlihat kurang baik dari segi kebersihan yang rendah, sanitasi yang rendah, polusi meningkat, pencemaran meningkat, gersang/kurang tersedianya RTH, dan pola kehidupan yang rendah (membuang sampah tidak pada tempatnya, menggunakan barang yang tidak ramah lingkungan). Program ini berjalan dengan baik dilihat dari kemampuan masyarakat dalam menciptakan kualitas lingkungan yang bersih seiring dengan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang kian baik. Kemampuan desa ini untuk maju terutama menjaga lingkungan agar tetap sehat sangatlah jelas terlihat terutama pada hal pengolahan sampah rumah tangga, penghijauan/ketersedian Ruang Terbuka Hijau yang cukup, pencemaran terhadap air berkurang, udara lebih terasa segar Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat yang berjalan diantaranya melakukan pemilahan sampah disetiap rumah yang tergolong dua bagian yaitu organik dan anorganik. Sejalan dengan gerakan 3R, kampanye dan penyuluhan kepada masyarakat sudah dilakukan dengan tujuan agar masyarakat mau mengurangi sampahnya, menggunakan kembali barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan, dan mendaur ulang sampahnya. Sampah basah (organik) bisa dimanfaatkan untuk dijadikan kompos, sedangkan sampah kering (anorganik) dapat berupa kertas, plastik, logam, kaca, dan sebagainya dapat dijadikan bahan baku industri daur ulang.

53 Bentuk peranserta masyarakat yang sudah berjalan adalah memilah sampah yang dihasilkan menjadi dua bagian yaitu organik dan anorganik. Sampah anorganik dibagi dalam beberapa kelompok yaitu sampah yang dapat dijual, digunakan kembali, dan sampah yang dapat didaur ulang. Biasanya sampah yang laku dijual dapat menghasilkan Rp Rp per bulan yang berasal dari sampah berbahan plastik, kardus, botol kaca/plastik, gelas aqua, duplek, kaca, kertas, dan sebagainya. Sampah yang dapat digunakan kembali berasal dari gelas aqua, kayu-kayu triplek/duplek, sedotan, balok-balok kayu, dan sebagainya. Ikut serta dalam penyuluhan, rapat-rapat/pertemuan-pertemuan mengenai pengelolaan lingkungan, pengkaderan lingkungan, kemudian juga berusaha menyediakan ruangruang hijau yang bermanfaat bagi keseimbangan lingkungan. Kesadaran masyarakat ini juga terlihat dalam hal meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Pembentukkan kader-kader lingkungan yang dapat memberi arahan kepada masyarakat sekitar juga dilakukan oleh PT Unilever agar terciptanya lingkungan yang asri. Pengkaderan ini disponsori oleh seorang penyelamat lingkungan yang sampai saat ini telah menghasilkan 57 kader lingkungan yang terdiri dari 10 laki-laki dan 47 perempuan, ini dikarenakan banyak ibu rumah tangga yang berkecimpung langsung dalam program pengelolaan lingkungan. Arahan dan berbagai program telah dilaksanakan dalam pembentukkan kader ini terutama untuk menggunakan konsep 3R, penghijauan, pengomposan, dan kekeluargaan antar warga. Hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan komponen faktor tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan chi square menghasilkan hubungan yang nyata dan tidak nyata (Tabel 1). Pada karakteristik jenis kelamin perempuan lebih mendominasi (71,8%) dibandingkan laki-laki (12,5%) ini dikarenakan perempuan lebih banyak berada di lingkungan rumah sehingga lebih sering melakukan kegiatan di dalam masyarakat. Segi umur, yang berumur antara tahun lebih banyak (37,5%) mengikuti kegiatan dibandingkan dengan umur kurang dari 35 th (18,7%) dan lebih dari 45 thn (28,1%). Tingkat pendidikan yang ada di Desa Jambangan sangatlah bervariasi dan pendidikan SMA-D3 lebih mendominasi (43,7%)

54 keikutsertaan dalam mengelola lingkungan sedangkan pendidikan SD-SMP berkategori sedang (37,5%) dan rendah Sarjana/Pascasarjana. Status masyarakat yang telah menikah lebih tinggi (75%) dibandingkan yang belum menikah (0%) ataupun janda/duda (9,4%). Berdasarkana anggota keluarga yng ada partisipasi masyarakat lebih mengarah baik pada keluarga yang mempunyai sedikit anggota keluarga atau < dari 5 jiwa (56,3%) dibanding dengan yang 5 jiwa (12,5%) atau > dari 5 jiwa (15,6%) ini dikarenakan informasi yang diterima dan dilakukan oleh anggota keluarga lebih baik bagi keluarga kecil agar tetap fokus pada konsep ecoliving dapat berjalan dengan baik. Partisipasi ini juga dipengaruhi oleh status kepemilikan rumah yang apabila milik sendiri lebih sering diperhatikan (59,4%) dibandingkan sewa/kontrak (9,4%) ataupun rumah orang tua (15,6 %). Luas halaman terhitung lebih banyak yang < dari 5m2 ini karena rumah yang ada berkisar dari 120m 2 240m 2 dimana kebutuhan akan RTH cukup terdapat 1 pohon pelindung, perdu, semak hias, serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup, sedangkan yang 5-10m 2 (21,8%) dan >10m 2 (6,3%) hanya sedikit dari pemukiman tersebut. Dalam hal pekerjaan, ibu rumah tangga (56,3%) terlihat lebih aktif dalam berpartisipasi dibandingkan dengan pensiunan (6,3%), bekerja (21,8%) ini dikarenakan kegiatan mereka lebih sering berada di sekitar perumahan. Pendapatan berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat untuk berpatisipasi dalam pengelolaan lingkungan ini, pendapatan < Rp ,- (37,5%) lebih besar dibandingkan responden yang berpenghasilan Rp ,- - Rp ,- (28,1%) dan > Rp ,- (18,7%) ini dikarenakan banyak masyarakat yang hanya berpendidikan rendah tetapi tidak menutup kemungkinan menghasilkan yang lebih dengan dilihat selang antara ketiga pendapatan tersebut tidak terlalu jauh, ini mencerminkan bahwa perekonomian masyarakat tersebut baik.

55 Tabel 1 Hubungan Karakteristik Rumah Tangga Berdasarkan Faktor Pendukung Tingkat Partisipasi Masyarakat No. Variabel Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Perencanaan dan pengembilan keputusan Pengembangan SDM Pengembangan kegiatan 1 Jenis Kelamin X 2 Umur X 3 Pendidikan X 4 Marital X X 5 Jumlah Jiwa dalam X X Keluarga 6 Status Kepemilikan Rumah 7 Luas Halaman X 8 Pekerjaan 9 Pendapatan X X X X Keterangan : : X : ada hubungan tidak ada hubungan Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan Lingkungan 1. Perencanaan dan pengambilan keputusan Sebanyak 77% responden sering ikut serta dalam pertemuanpertemuan yag diadakan, 7% responden jarang menghadiri pertemuan, dan 16% tidak pernah menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan. Ini terlihat bahwa keinginan masyarakat dalam merencanakan dan memberi keputusan tentang hal pengelolaan lingkungan sangat tinggi tetapi tetap harus ada dukungan dari Pemerintah. Keterlibatan dan peran aktif secara langsung merupakan cara partisipasi tertinggi dan bisa dianggap mengarah ke tingkat yang baik (Moningka, 2000).

56 Tidak Pernah 16% Jarang 7% Sering 77% Gambar 8 Partisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan 2. Pelaksanaan Sebagian besar (44%) responden melakukan pengelolaan sampah dengan satu program yaitu salah satu dari teknik pemilahan sampah menjadi organik dan anorganik, mengolah sampah mejadi kompos, membuat kerjainan tangan dari sampah, membuat barang lain dari sampah, menjual ke pemulung, menanam tanaman di rumah. Sebanyak 22% reponden melakukan dua program sedangkan sebanyak 34% responden mengelola sampah yang ada memilih menerapkan lebih dari tiga program. Ini menyatakan bahwa responden cenderung melakukan satu program hanya untuk melaksanakan partisipasi tidak langsung, sedangkan responden yang memilih lebih dari dua program dipengaruhi oleh faktor ekonomi dimana barang yang dapat digunakan lagi akan menghasilkan nilai ekonomi yang dapat membantu kehidupan responden. Secara umum pelaksanaan pengelolaan sampah sudah berjalan dengan baik dan terlihat keberlanjutan dalam pelaksanaannya.

57 > 2 program 34% 1 program 44% 2 program 22% Gambar 9 Partisipasi dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan 3. Pengembangan Sumberdaya Manusia Sebagian besar responden bersedia mengembangkan dirinya menjadi kader (81%) karena mereka mendapat keuntungan yang tidak mereka dapatkan dibangku sekolah seperti layaknya berorganisasi. Lebih percaya diri, lebih pandai mengenai pengeolaan lingkungan, lebih luwes bergaul, pengembangan sikap sebagai warga yang disiplin adalah beberapa keuntungan yang didapat dari responden akibat keikutsertaan dalam kader lingkungan. Tidak Bersedia 19% Bersedia 81% Gambar 10 Partisipasi dalam pengembangan SDM

58 4. Pengembangan Kegiatan Partisipasi reponden terhadap pengembangan kegiatan yang berupa penyuluhan/pelatihan msaih banyak yang tidak pernah hadir (44%), jarang datang (19%), dan sering datang (37%). Terlihat bahwa responden masih dalam taraf menerima tetapi belum berani untuk terjun langsung dalam pengetahuan pengelolaan lingkungan. Responden yang sering mengikuti penyuluhan juga tidak sedikit karena yang telah mengikuti penyuluhan akan mendapatkan manfaat dalam pengetahuan pengelolaan sampah, pelestarian lingkungan, berkebun. Sering 37% Tidak Pernah 44% Jarang 19% Gambar 11 Partisipasi dalam pengembangan kegiatan 5. Tingkat Partisipasi Masyarakat Perhitungan menggunakan chi-square menghasilkan tingkat partisipasi masyarakat yang baik dengan persentasi 59%, sedang 38%, dan buruk 3 % dengan komponen faktor (1) jenis pelaksanaan pengelolaan sampah (berapa program yang dilaksanakan oleh masyarakat), (2) perencanaan dan pengambilan keputusan (menghadiri pertemuan), (3) kesediaan menjadi kader, (4) keikutsertaan dalam penyuluhan atau pelatihan. ini dikarenakan kesadaran responden terhadap pentingnya lingkungan sehat yang dilakukan oleh masyarakat melalui keterlibatan langsung dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan pengelolaan

59 lingkungan, pengembangan SDM, dan pengembangan kegiatan yang berhubungan dengan usaha memperbaiki kehidupan responden (Canter dan kawan-kawan 1988; Cohen dan Unhoff 1977). Buruk 3% Sedang 38% Baik 59% Gambar 12 Tingkat partisipasi masyarakat (a) (b) Gambar 13 Penyuluhan yang diberikan oleh PEMDA LH mengenai pengelolaan sampah (a), penyuluhan oleh PEMDA mengenai riang terbuka hijau (b)

60 (a) (b) Gambar 14 Diskusi dengan para kader (a), pertemuan warga mengenai pengelolaan lingkungan (b) 4.3. Pengelolaan Sampah Domestik Pengelolaan sampah domestik/limbah rumah tangga yang ada di Desa Jambangan sebagian besar dilakukan secara mandiri walaupun masih terdapat beberapa limbah yang dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang kemudian akan dibawa ke Tempat Penampungan Akhir (TPA). Sampah yang dihasilkan sangat bervariasi mencangkup kertas, plastik, kaca, kain, makanan seharihari, dan lainnya. Azwar (1990) mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam. Sampah yang dihasilkan dipisahkan terlebih dahulu di rumah-rumah guna mempermudah dalam pemprosesan daur ulang. Sampah ini dihasilkan rumah tangga berupa sampah organik dan anorganik. Sampah organik dan anorganik tidak langsung dibuang ke TPS melainkan diproses terlebih dahulu oleh masing-masing rumah tangga. Sampah organik akan diproses untuk pembuatan kompos baik skala

61 harian maupun rumah tangga demikian juga dengan sampah anorganik yang diolah menggunakan konsep 3R (reuse, reduce, recylce). Sampah yang dihasilkan rumah tangga setiap harinya lebih banyak berbahan anorganik yang susah untuk dihancurkan, kurang lebih 70% berbahan anorganik dan 30% organik. Akibat dari banyaknya sampah anorganik yang dihasilkan maka diperlukan suatu pengolahan sampah yang optimal yaitu menggunakan konsep reuse, reduce, recycle (3R), dan pengomposan untuk sampah yang berbahan organik secara anaerobik. Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah ang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar, 1990). Pengelolaan sampah domestik/limbah rumah tangga yang ada di Desa Jambangan sebagian besar dilakukan secara mandiri walaupun masih terdapat beberapa limbah yang dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang kemudian akan dibawa ke Tempat Penampungan Akhir (TPA). Jenis sampah yang ada sangat bervariasi mencangkup kertas, plastik, kaca, kain, makanan sehari-hari dan lainnya. Sampah terlebih dahulu dipisahkan di rumah-rumah guna mempermudah dalam proses daur ulang. Sampah ini dihasilkan rumah tangga berupa sampah organik dan anorganik. Sampah organik dan anorganik tidak langsung dibuang ke TPS melainkan diproses terlebih dahulu oleh masing-masing rumah tangga. Sampah organik akan diproses untuk pembuatan kompos baik skala harian maupun rumah tangga demikian juga dengan sampah anorganik yang diolah menggunakan konsep reuse, reduce, recylce (3R). Hasil sampah anorganik sangatlah besar jumlahnya (56.19%) dibandingkan dengan sampah organik (44.81%) ini dikarenakan konsumsi masyarakat terhadap barang sehari-hari yang terbuat dari plastik, kaleng, kertas, dan sebagainya masih tinggi (Tauleka, 2003).

62 Buruk 0% Sedang 22% Baik 78% Gambar 15 Tingkat pengelolaan sampah Penggunaan Konsep Reuse, Reduce, Recylce (3R) Konsep pengelolaan yang diterapkan di Desa Jambangan sangat berjalan dengan baik yaitu menggunakan konsep 3R. Sampah hasil rumah tangga dipilah menjadi dua bagian yaitu sampah organik (kompos) dengan jumlah >0,5kg (34,4%), 1kg (31,3%) dan > 1kg (34,4%) serta anorganik (bahan 3R) dengan jumlah kurang dari 5 kg (96,9%) dan 10 kg (3,1%) per hari telah dilakukan oleh warga di rumah masing-masing sebelum dikumpulkan disuatu pool. Hasil sampah anorganik sangatlah besar jumlahnya dibandingkan dengan sampah organik ini dikarenakan konsumsi masyarakat terhadap barang sehari-hari yang terbuat dari plastik, kaleng, kertas, dan sebagainya masih tinggi. Pemilahan sampah anorganik yang dilakukan yaitu dengan memilah sampah menjadi tiga bagian, yang masih dapat digunakan kembali (reuse), di daur ulang (recycle), dilakukan pengurangan (reduce). Tindakan reuse (65,7%) dapat diindikasikan dengan menggunakan barang yang sudah terpakai digunakan kembali sebagai contoh menggunakan botol bekas untuk minum, kresek bekas untuk belanja, botol bekas untuk bumbu dapur, reduce (68,8%) dapat diindikasikan dengan melakukan fotocopy bolak-balik, beli produk refill, membawa minum/makanan dari rumah, penggunaan tas, sedangkan recycle (56,3%) dapat dilakukan dengan membuat taplak meja dari sedotan bekas, bubur kertas, hiasan/kreasi. Pengolahan sampah yang terjadi berada pada tingkat yang baik karena sesuai dengan hirarki pengolahan sampah bahwa sampah yang dihasilkan dan

63 kemudian dilakukan pengolahan dimulai dari pengurangan energi, recycling, reuse, reduce, usaha dalam pencegahan. Sampah domestik ini biasa dipilah oleh ibu (12,5%), anak (3,1%) dan siapa saja yang ada dirumah baik ayah, ibu, anak, dan lainnya (84,4%). Ini mencerminkan bahwa pemilahan sampah domestik secara otomatis telah berjalan dengan baik tidak harus terpaku pada satu orang saja yang melakukannya agar sampah dapat di pisahkan sesuai dengan fungsi dan kategorinya. Sampah yang dapat di daur ulang adalah berasal dari kaleng berbahan aluminium, baja, kaleng makanan dan aerosol, botol plastik, botol kaca, toples, bahan kardus, koran, majalah, tripleks, paralon; reuse dapat berasal dari papan dupleks, botol kaca, botol plastic, kain bekas, plastiik bekas; reduce dapat berasal dari tidak menggunakan makana/minuman yang mengandung pengawet, pemakaian air dan listrik secukupnya, dan sebagainya. Pengolahan sampah berkonsep 3R ini dapat juga memberikan penghasilan tambahan bagi warga selain berpengaruh terhadap sosial dan ekologi. Sampah yang telah dipisah akan dikumpulkan terlebih dahulu di tempat-tempat yang strategis (Tabel 2) di setiap RW untuk dijual. Tabel 2 Tempat Penampungan Sampah Sebelum Dijual Rukun Rukun Tetangga Keterangan Warga 1 1, 2, 3 Lokasi di rumah Ketua RW/Balai RT 2 4, 5, 6, 7,8,9,10 Lokasi di rumah Ketua RW/Balai RT 3 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 Lokasi di rumah Ketua RW/Balai RT 4 18, 19, 20 Lokasi di rumah Ketua RW/Balai RT 5 21, 22, 23 Lokasi di rumah Ketua RW/Balai RT

64 (a) (b) Gambar 16 Sampah kertas dan kardus (a), sampah plastik (b) Pengambilan atau pengumpulan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan menggunakan gerobak setiap RT menuju penampungan yang kemudian apabila sampah tersebut tidak layak jual maka akan diteruskan ke TPS dan dilanjutkan ke TPA oleh Dinas Kebersihan menggunakan konteiner setiap seminggu sekali (50%) setiap hari (28,1%) dan 2 hari sekali (21,9%), ini mencerminkan bahwa pelaksanaan pengambilan atau pengumpulan sampah terlalu sedikit yang dapat diambil karena banyak sampah yang dapat digunakan sesuai dengan konsep 3R, dimana kalau tidak ada proses 3R frekuensi pengumpulan terbaik minimum tiap hari berdasarkan pertimbangan sanitasi tetapi untuk pertimbangan ekonomi 2 hari sekali (Depkes, 1995). Petugas yang ada sebanyak 23 orang dengan satu gerobak dimana warga akan membayar biaya kebersihan yang akan menggaji pertugas kebersihan setiap bulannya dengan gaji sebesar Rp ,-. Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penggumpulan akan diambil oleh pengumpul ke tempat penjualan nantinya dua minggu sekali (43,8%) agar sampah yang layak dijual terkumpul lebih banyak dengan tetap memperhitungkan sanitasi lingkungan yang ada. Penjualan sampah ini ditentukan dengan menggunakan harga yang standar yang dikeluarkan oleh suatu LSM Bangun Pertiwi yang mampu membeli jenis sampah baik organik dan anorganik (Tabel 3). Sampah yang sering dijual oleh masyarakat adalah plastik putih, kresek, duplek, bak, kaleng, botol aqua, sepatu, koran, beling, seng, plastik campur. Biasanya penjualan dilakukan apabila sudah terkumpul lebih dari 1kg karena LSM tersebut hanya menerima kiloan. Tidak semua RW menghasilkan jumlah sampah yang sama tergantung dengan sampah anorganik yang dihasil dalam dua minggu dan hasil yang didapat digunakan untuk perbaikan lingkungan (78,1%). Selain

65 dijual, masyarakat juga membuat kerajinan yang berasal dari sampah plastik, kaleng seng, styrofoam, plastik campur, botol aqua, gelas aqua, berupa taplak meja, tas, kalung, antinganting, tudung saji, tempat tissue, pot plastik, tempat tanaman, hiasan meja, tempat pinsil, tempat map, tempat kertas, tempat foto, jas hujan. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Gambar 17 Produk hasil penerapan 3R berasal dari gelas aqua (a), sedotan aqua (b), plastik kresek (c), minuman kaleng (d), minuman plastik (e), bungkus detergen (f) dan (g)

66 Tabel 3 Harga Standar Per Kilo Beberapa Jenis Sampah Kering dan Basah No Jenis Barang Harga (Rp.) 1 Kardus baik dan jelek (warna coklat) Putihan / kertas putih (hvs, fotocopy, buku tulis dll) Majalah, tabloid, buku telepon Koran Baik Koran Jelek Bak (semua plastik tebal, tutup galon, botol shampoo dll) Aqua gelas bersih dan kotor 4000 dan Botol aqua bersih dan kotor 1200 dan Aluminium (kaleng sprite dkk, panci dll) Besi (kawat, onderdil sepeda, motor, mobil dll) Tembaga / kuningan Kaleng seng, tempat susu, biskuit, sarden dll Pecahan beling apa saja (botol kecil2) Botol beling kecap dan bir Plastik putih polos (bungkus gula yang punya sifat putih) Plastik Campur (ciki, marimas, supermi, permen) Kertas campur Duplek/kardus (kotak nasi, kotak roti, bungkus rokok dll) Kresek, tas,karpet talang, ban Sandal, sepatu yang sifatnya lentur Analisis pertama adalah aspek jumlah sampah per hari berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) umur, (2) pendidikan, (3) jumlah jiwa dalam keluarga, (4) pendapatan. Ini dapat terlihat bahwa keempat faktor tersebut sangat mempengaruhi perilaku menghasilkan sampah dan yang terlihat signifikan apabila umur meningkat, pendidikan meningkat, banyaj jumlah anggota yang tinggal dalam suatu rumah dan pendapatan yang tinggi cenderung mengkonsumsi barang lebih banyak.

67 Analisis kedua adalah aspek yang menangani sampah sebelum di buang berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) pendidikan, (4) Marital, (5) jumlah jiwa dalam keluarga, (6) pekerjaan, (7) pendapatan, (8) luas halaman. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi siapa yang menangani sampah sebelum dibuang terdapat delapan faktor dimana terlihat jenis kelamin terutama ibu lebih sering melakukan pemilahan sampah, umur manjadikan patokan makin mengetahui pentingnya pemilahan dalam sampah, makin tinggi pendidikan dapat diartikan bahwa makin tinggi juga kesadaran terhadap lingkungan, marital/pernikahan menjadi indikator bahwa dengan adanya hubungan kelurga yang erat dengan informasi yang baik penerapan 3R dalam lingkungan dapat tersalurkan secara cepat begitu juga dengan banyaknya jiwa dalam keluarga cenderung mempunyai informasi tentang pemilahan sampah yang sama dan mengarah lebih baik, pekerjaan, pendapatan meningkat akan membutuhkan suasana lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih oleh sebab itu pemilahan sampah dapat dilakukan optimal, dengan adanya halaman yang luas atau memadai masyarakat cenderung untuk menjaga lingkungan agar tidak ada penyakit, kebisingan dan sebagainya. Analisis ketiga adalah aspek pengetahuan tentang 3R berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) Jenis kelamin, (2) pendidikan, (3) Marital, (4) jumlah jiwa dalam keluarga, (5) status kepemilikan rumah, (6) pekerjaan, (7) pendapatan, dan (8) luas halaman. Analisis keempat adalah pemilahan sampah berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) Marital, (4) pendidikan, (5) jumlah jiwa dalam keluarga, (6) status kepemilikan rumah, (7) pekerjaan, (8) pendapatan, dan 9) luas halaman. Analisis kelima adalah pelaksanaan reduce berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) umur, (2) pendidikan, (3) Marital, (4) Pendidikan, (5) jumlah jiwa dalam keluarga, (6) status kepemilikan rumah, (7) pekerjaan, (8) pendapatan, dan (9) luas halaman. Analisis keenam adalah pelaksanaan reuse berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) pendidikan, (4) Marital, (5) jumlah jiwa dalam keluarga, (6) pekerjaan, (7) pendapatan, dan (8) luas halaman. Analisis ketujuh adalah pelaksanaan recycle dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) pendidikan, (2) jumlah jiwa dalam keluarga (3) Status kepemilikan rumah, (4) Pekerjaan, (5) Pendapatan, dan (6) Luas halaman.

68 Analisis kedelapan adalah Pembuatan kompos berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) Marital, (4) jumlah jiwa dalam keluarga, (5) status kepemilikan rumah (6) pekerjaan, (7) pendapatan. Analisis kesembilan adalah jumlah kompos yang dihasilkan berhubungan dengan karakteristik rumah tangga adalah (1) Jenis Kelamin (2) umur, (3) Pendidikan, (4) Marital, (5) jumlah jiwa dalam keluarga, (6) pekerjaan, (7) pendapatan, dan (8) Luas halaman. Secara keseluruhan hubungan karateristik rumah tangga dengan faktor pendukung tingkat pengolahan sampah dapat disimpulkan bahwa kecenderungan masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah dengan menerapkan konsep 3R masuk dalam kategori baik dengan persentasi 69%. Buruk 0% Sedang 31% Baik 69% Gambar 18 Tingkat pengelolaan sampah dengan 3R Keterhubungan antara karateristik rumah tangga dengan tingkat pengelolaan sampah lebih dipengaruhi oleh perempuan (62,5%) yang mencerminkan bahwa banyak perempuan sebagai ibu rumah tangga (50%) dapat berpartisipasi lebih tinggi dibandingkan kaum lakilaki (9,4%) ini karena ibu merupakan sosok yang paling berperan dalam mengelola sampah rumah tangga sesui dengan tanggungjawabnya atas pengelolaan sampah demi kebersihan di dalam dan di sekitar rumah (Bulle, 1990). Iyer (2001) menyebutkan pada proyek partisipasi masyarakat pada pengelolaan persempahan di Bangalore India, wanita mempunyai peranan yang besar mulai dari pengumpulan sampah. Para wanita ikut dalam komite persempahan kota, berperanserta dalam pertemuan dan penyluhan dan berperan dalam memberikan motivasi kepada anggota masyarakat liannya. Jumlah wanita yang berperan dalam partisipasi

69 masyarakat proyek ini sekitar 60%. Sudah lebih dari 20 tahun pengelola persampahan kota bekerjasama dengan organisasi wanita. Kisaran umur masyarakat dalam mengelola sampah dari umur 36 tahun sampai dengan 45 tahun (37,5%) dengan status menikah (65,6%) dan status pendidikan antara SMA-D3 (37,5%). Tabel 4 Hubungan karateristik rumah tangga dengan indikator pengelolaan sampah 3R No. Variabel Jumlah sampah per hari Pemilah sampah sebelum dibuang Pengetahuan 3R Pemilahan reduce reuse recycle 1 Gender X X 2 Umur X X 3 Pendidikan 4 Marital X X 5 6 Jumlah Jiwa dalam Keluarga Status Kepemilikan Rumah X X X 7 Pekerjaan X 8 Pendapatan 9 Luas Halaman Keterangan : : Ada hubungan X: tidak ada hubungan X

70 Produksi Sampah Domestik Proses pemilahan oleh masyarakat dalam rumah tangga Sampah organik Sampah Anorganik Takakura Anaerob Reuse Recycle Reduce 1. sampah sayur baru/basi 2. nasi sisa 3. sisa makanan pagi,siang, malam 4. sampah buah 5. sampah ikan,daging 1. daun dari halaman 2. sampah berdaun pisang 3. kupasan sayuran 4.buah-buahan 1. botol bekas untuk minum 2. kresek bekas untuk belanja 3. botol bekas untuk bumbu dapur 1. taplak meja dari sedotan bekas 2. bubur kertas 3. hiasan/kreasi 1. fotocopy bolak-balik 2. beli produk refill 3. membawa minum/makan an dari rumah Komposting Diangkut oleh petugas kebersihan ke pool Program penghijauan Penerapan 3R Dijual ke LSM Dijual bebas Dibuang ke TPA Tambahan Income Gambar 19 Diagram alir pengolahan sampah di Desa Jambangan

71 Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga dipilah terlebih dahulu menjadi dua bagian yaitu organik dan anorganik. Setelah dibagi dalam dua bagian sampah organik dijadikan kompos dengan dua cara yaitu dengan teknologi takakura dan anaerob skala rumah tangga yang digunakan untuk program penghijauan sedangkan sampah anorganik di pilah manjadi tiga bagian yaitu sampah yang bersifat reuse, reduce, dan recycle. Kemudian sampah anorganik dikumpulkan di tempat penampungan untuk diproses (1) penerapan 3R, (2) penjualan ke LSM, (3) penjualan secara langsung/bebas, dan (4) dibuang ke TPS. Hasil dalam pengelolaan sampah ini dapat menghasilkan penambahan pendapatan/income Kompos Uraian mengenai proses pengomposan berikut ini bersumber dari Suriawiria (1996). Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba. Poses dekomposisi senyawa organik oleh mikroba merupakan proses berantai. Senyawa organik yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari udara, tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjadi proses mikrobiologis. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan lancar adalah perbandingan nitrogen dan karbon (C/N rasio) di dalam bahan, kadar air bahan, bentuk dan jenis bahan, temperatur, ph, dan jenis mikroba yang berperan didalamnya. Indikator yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi senyawa organik berjalan lancar adalah adanya perubahan ph dan temperatur. Proses dekomposisi akan berjalan dalam empat fase, yaitu mesofilik, termofilik, pendinginan, dan masak. Hubungan diantara keempat fase tersebut sebagai berikut: 1. Pada proses permulaan, media mempunyai nilai ph dan temperatur sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada, yaitu ph dan temperatur antara C; 2. Sejalan dengan adanya aktifitas mikroba (khususnya bakteri indigenous) di dalam bahan, maka temperatur mulai naik, dan akhirnya akan dihasilkan asam organik; 3. Pada kenaikan temperatur diatas 40 C, aktivitas bakteri mesofilik akan terhenti, kemudian diganti oleh kelompok termofilik. Bersamaan dengan pergantian ini,

72 amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga nilai ph akan berubah kembali menjadi basa; 4. Kelompok jamur termofilik, yang terdapat selama proses, akan mati akibat kenaikan temperatur diatas 60 C. Selanjutnya akan diganti oleh kelompok bakteri dan actinomycetes termofilik sampai batas temperatur + 86 C. 5. Jika temperatur maksimum sudah tercapai serta hampir seluruh kehidupan di dalamnya mengalami kematian, maka temperatur akan turun kembali hingga mencapai kisaran temperatur asal. Fase ini disebut fase pendinginan dan akhirnya terbentuklah kompos yang siap digunakan. Beberapa faktor, baik biotik maupun abiotik yang mempengaruhi proses pengomposan, antara lain: 1. Pemisahan bahan. Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar didegradasi harus dipisahkan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa logam, batu, plastik dan sebagainya. Bahkan bahan-bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, antara lain residu pestisida, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan baku kompos. 2. Bentuk bahan. Lebih kecil dan homogen bentuk bahan, maka proses pengomposan akan berjalan lebih cepat dan baik. Karena lebih kecil dan homogen bahan baku kompos, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktifitas mikroba. Juga pengaruhnya terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO 2 yang dihasilkan. 3. Nutrien. Aktifitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien karbohidrat, antara 20% - 40% karbohidrat yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO 2 4. Kadar air bahan. Kadar air bahan bergantung pada bentuk dan jenis bahan, namun optimum pada kisaran 50% hingga 70%, terutama selama proses fase pertama. 5. Kadang-kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misal pada jerami. 6. Pengelolaan sampah organik yang sudah berjalan dengan baik (91%) terdiri dari 3 (tiga) model pertama yaitu menggunakan komposter takakura yang dapat digunakan sehari-hari mengolah sampah makanan (sampah sayur baru, sampah sayur basi, nasi,

73 sisa makanan pagi, siang,malam, sampah buah, sampah ikan, daging) dengan menggunakan keranjang yang diberi kompos jadi dan ditutup dengan gabah yang diberi kantong untuk menyerap kelembaban yang disebabkan oleh proses pengomposan. Hasil dari kompos ini didapat sekitar 0.5 kg kompos baru dalam waktu satu bulan. Model kedua yaitu menggunakan komposter skala rumah tangga dimana bahan yang dimasukkan ke dalam tong berupa bahan organik yang tidak perlu ditambahkan apa-apa yang berisi daun dari halaman, sampah berdaun pisang, kupasan sayuran, buah-buahan dan dapat dipanen 8 bulan sampai dengan 1 tahun sebanyak 5 kg. Model yang kedua diberikan ke TPS secara komunal dirajang dan diperlakukan pembakaran agar menghasilkan kompos yang kering selama 3 bulan untuk memanen kompos yang ada. Buruk 0% Sedang 9% Baik 91% Gambar 20 Pengelolaan sampah dengan kompos (a) (b) Gambar 21 Komposter TAKAKURA (a), AEROB skala rumah tangga (b)

74 4.4. Ketersedian Ruang Terbuka Hijau (RTH) Fungsi RTH Ruang Terbuka Hijau mempunyai fungsi yang bervariasi yaitu 1. Ameliorasi iklim, artinya dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro 2. Membantu penanggulangan intrusi air laut. 3. Sebagai sarana rekreasi dan olahraga 4. Tempat hidup dan berlindung bagi hewan dan pakan mikroorganisme. 5. Sebagai tempat konservasi satwa dan tanaman lain 6. Sarana penelitian dan pendidikan 7. Sebagai pelembut, pengikat, dan pemersatu bangunan. 8. Meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, apabila jenis tanaman yang ditanam bernilai ekonomi. 9. Sarana bersosialisasi antar warga masyarakat. 10. Sebagai media pengaman anatar jalur jalan. 11. Pengaman dan pembatas anatara jalur lintasan kereta api dengan pemukiman penduduk. 12. Memberikan perlindungan terhadap penduduk di sekitar GITET (Gardu Induk Tegangan Tinggi). Ruang terbuka hijau ( RTH ) yang ada di kota Surabaya merupakan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau pemakaman, kawasan hijau pertanian, 67 kawasan jalur hijau dan kawasan hijaun pekarangan yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman secara alamiah maupun budidaya tanaman. Selama periode , pemerintah telah melakukan penghijauan kota dalam bentuk penanaman pohon. Pada tahun 2002 telah dilakukan penanaman pohon sebanyak pohon yang terdiri dari pohon produktif/pelindung dan pohon semak/palem. Tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi sebanyak pohon yang terdiri dari pohon produktif/pelindung dan pohon palem/semak, sedangkan pada tahun 2004 sampai dengan bulan September jumlah pohon yang ditanam telah mencapai sebanyak pohon yang terdiri dari pohon produktif/pelindung dan pohon palem/semak.

75 Dengan demikian selama tahun 2002 September 2004, telah ditanam sebanyak pohon di Kota Surabaya. Sementara itu untuk RTH, Luas yang ideal adalah sebesar 20% ,75 ha (6.527,55 ha). Kondisi eksisting pada tahun 2002, lahan terbuka hijau yang tersedia adalah 225,58 ha. Pada tahun 2003 meningkat menjadi seluas 252,79 ha dan pada tahun 2004 sampai dengan bulan September telah menjadi seluas 260,43 ha. Perluasan lahan terbuka hijau tersebut diantaranya adalah median jalan dan taman. Khusus untuk areal pemakaman di Kota Surabaya terdiri dari kawasan pemakaman umum dan Taman Makam Pahlawan. Pada tahun 2003 telah di bangun areal pemakaman umum di Keputih dengan luas 5 ha, areal tersebut diharapkan dapat menampung makam. Secara keseluruhan luas kawasan makam yang dikelola Pemerintah Kota seluas 154 ha. Kemampuan responden dalam hal menciptakan ketersediaan RTH dapat dilihat dari salah satu fungsi RTH yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku. Apabila responden telah menyediakan RTH dengan fungsi yang lebih dari satu dapat dinilai bahwa responden telah melakukan dengan baik dalam menyediakan RTH terhadap lingkungannya seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Fungsi RTH berdasarkan tingkat ruang terbuka hijau Tingkat Ruang Terbuka Hijau Fungsi RTH Buruk Sedang Baik Total n % n % n % n % 1 fungsi fungsi > 2 fungsi Total Nilai p chi kuadrat 0.12 (nyata pada p > 0.05) Fungsi RTH dikelompokkan menjadi tiga, yakni 1 fungsi, 2 fungsi dan > 2 fungsi. Sebaran tidak merata dimana yang menggunakan satu fungsi mempunyai persentase 44%, 2 fungsi 6%, dan >2 fungsi 50%. Responden satu fungsi terlihat berada pada klasifikasi kurang dan sedang dengan persentase berturut-turut 56% dan 50%. Klasifikasi > 2 fungsi berada pada tingkat sedang (50%) dan baik (64%) yang menyatakan bahwa responden yang menyediakan RTH dengan memperhitungkan fungsi RTH lebih banyak akan mengarah ke lingkungan yang baik juga, oleh sebab itu diarahkan kepada penyediaan RTH yang mempunyai fungsi lebih dari dua agar terciptanya kualitas lingkungan meningkat.

76 Luas Area Ketersediaan RTH sangat membutuhkan luasan area yang cukup. Luas RTH ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota dari sudut kesehatan seorang penduduk kota maksimal memerlukan ruang terbuka seluas 15m 2, ke butuhan normal 7m 2, dan minimal harus tersedia 3m 2 (Bianpoen, 1989). Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang adalah 1,8m 2. Oleh sebab itu presentase ruang terbuka harus dapat memadai dengan kebutuhan seseorang dan harus ada walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot. Luas RTH yang ada di Desa Jambangan diklasifikasikan ke dalam tiga, yakni < 5m 2, 5m 2 10m 2, > 5m 2. Sebaran responden yang mempunyai luas area RTH cukup merata tetapi terlihat dominasi luas area yang < 5m 2 (66%). Ini disebabkan karena ketersediaan area di lingkungan rumah cenderung sempit tetapi tetap terdiri dari pohon besar dan tanaman dalam pot. Responeden yang melakukan ketersediaan RTH kurang, sedang, dan baik termasuk dalam luas area kurang dari 5m 2 (Tabel 6). Tabel 6 Luas area berdasarkan tingkat ruang terbuka hijau Tingkat Ruang Terbuka Hijau Luas Area Buruk Sedang Baik Total n % n % n % n % < 5 m m2s/d 10m > 10m Total Nilai p chi kuadrat 0.03 (tidak nyata pada p > 0.05) Hasil analisis chi kuadrat menunjukkan tidak adanya hubungan nyata (p>0,05) antara luas area dengan tingkat RTH responden dalam penyediaan RTH. Dengan demikian, secara statistik perbedaan luas area tidak menimbulkan adanya variasi dalam keterlibatan responden dalam penyediaan RTH. Luas area yang ada masih memadai dan sesuai dengan Dierjen PU dan RTH ini dapat dibilang ruang terbuka mikro yaitu mencakup taman bermain dan taman lingkungan.

77 Jumlah Jenis Tanaman Ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang didominasi oleh tanamn, terdapat sedikit bangunan yang berupa lingkungan alami (vegetasi dan air) atau binaan ( produksi budidaya, pemakaman, pertamanan kota, tempat satwa, rekreasi ruang luar, berbagai upaya pelestarian lingkungan) yang sifatnya berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Jumlah dan jenis tanaman mempengaruhi ketersediaan RTH karena dengan memperhatikan jumlah dan jenis tanaman maka fungsi dari RTH yang ada akan seimbang. Tanaman yang biasanya ditanam berfungsi sebagai penjerap debu, penjerap partikel timbal (Pb), penyerap CO 2 dan penghasil O 2, penyerap dan penepis bau, pencegah intrusi air laut, mengurangi genangan. Dalam hal ini jumlah dan jenis tanaman Desa Jambangan dibagi tiga, yakni < 5jenis, 5 jenis, > 5jenis. Sebagain besar responden memiliki jumlah dan jenis tanaman lebih dari 5 jenis (59%), sedangkan responden yang memiliki jumlah jenis tanaman 5 jenis dan kurang dari 5 jenis masing-masing adalah 10% dan 31%. Responden dengan tingkat ketersediaan RTH kurang termasuk dalam jumlah jenis tanaman <5 jenis (45%), ketersediaan RTH sedang dan baik termasuk dalam jumlah jenis tanaman yang > 5jenis (50% dan 82%) (Tabel 7). Tabel 7 Jumlah jenis tanaman berdasarkan tingkat ruang terbuka hijau Tingkat Ruang Terbuka Hijau Jumlah Jenis Buruk Sedang Baik Total Tanaman n % n % n % n % < 5 jenis jenis > 5 jenis Total Nilai p chi kuadrat 0.02 (tidak nyata pada p > 0.05) Hasil chi kuadrat menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata antara jumlah jenis tanaman dan tingkat ketersediaan RTH. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mengakibatkan variasi keterlibatan responden dalam penyediaan RTH. Jenis tanaman yang ada di Desa Jambangan yaitu 1. tanaman pelindung, seperti : Trembesi, Flamboyan, Glodogan, Dadap merah, Mahoni, 2. tanaman produktif, seperti : Mangga, Belimbing buah, Jambu air, Sawo kecik, Nangka, 3. tanaman perdu, seperti :

78 kembang sepatu, bougenville, soka, anak nakal, 4. tanaman hias, seperti : anggrek, aglonema, 5. tanaman obat, seperti : sere, kunyit, sambiloto, Prioritas RTH Prioritas RTH adalah kepentingan RTH di lingkungan masyarakat yang menciptakan kehidupan sehat dan alami. Kebutuhan ini dipengaruhi oleh keinginan responden terhadap pentingnya RTH bagi lingkungan di sekitar mereka. Sebagian besar responden menyetujui dengan kepentingan RTH di lingkungan sekitar mereka (75%) dimana termasuk ke dalam klasifikasi buruk (78%), sedang (75%), dan baik (73%) (Tabel 8.) Ini menyatakan bahwa pada tingkat yang berbeda keinginan responden tetap tinggi karena responden merasakan dampak dengan adanya RTH lingkungan dapat menjadi asri, nyaman, sejuk, segar. Tabel 8 Prioritas RTH berdasarkan tingkat ruang terbuka hijau Tingkat Ruang Terbuka Hijau Prioritas RTH Buruk Sedang Baik Total n % n % n % n % Tidak Ya Total Nilai p chi kuadrat 8.74 ( nyata pada p > 0.05) Hubungan antar prioritas RTH dengan Tingkat RTH sangat nyata ini karena responden sangat membutuhkan RTH di lingkungan sekitar yang mempengaruhi kehidupan mereka Penerapan TOGA Tanaman obat keluarga (TOGA) merupakan salah satu cara untuk menyediakan RTH karena selain berfungsi sebagai obat tradisional berfungsi juga seperti fungsi RTH pada umumnya hanya saja fungsi utama adalah oabat-obatan. Sebagian besar responden menyetujui dengan penerapan TOGA di lingkungan sekitar mereka (97%) dimana termasuk ke dalam klasifikasi buruk (100%), sedang (92%), dan baik (100%) (Tabel 9). Hasil analisis chi kuadrat menyatakan bahwa terdapat hubunga yang nyata antara penerapan TOGA dengan Tingkat RTH maka terdapat kepentingan responden untuk hidup sehat secara alami dan terlihat ketrelibatan responden untuk meningkatkan kesehatan dalan kehidupan sehari-hari.

79 Tabel 9 Penerapan TOGA berdasarkan tingkat ruang terbuka hijau Penerapan Tingkat Ruang Terbuka Hijau TOGA Buruk Sedang Baik Total n % n % n % n % Tidak Jawab Ya Total Nilai p chi kuadrat 0.32 ( nyata pada p > 0.05) Tingkat Ketersediaan dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Perhitungan menggunakan chi-square menghasilkan tingkat partisipasi masyarakat yang baik 71%, sedang 13%, dan buruk 16 % dengan komponen faktor (1) terdapatnya RTH dengan fungsi yang beragam, (2) mempunyai luas area RTH minimum 1,8m 2 per individu, (3) terdapatnya jumlah jenis tanaman yang cukup atau lebih dari satu, (4) prioritas RTH yang tinggi, (5) penerapan TOGA dengan beragam tanaman obat sehingga terciptanya obat tradisional yang dapat mendukung kehidupan yang sehat. Baik 34% Buruk 28% Sedang 38% Gambar 22 Tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau 4.5. Tingkat Ecoliving Penilaian terhadap tiga faktor pendukung kehidupan berwawasan lingkungan terlihat baik (53%) ini dikarenakan keinginan masyarakat dalam memperbaiki lingkungan yang dipengaruhi oleh ketersediaannya program Green and Clean serta dukungan Pemkot dan LSM Tunas Hijau untuk menciptakan kehidupan yang berwawasan lingkungan.

80 Buruk 6% Baik 53% Sedang 41% Gambar 23 Tingkat Ecoliving 4.6. Analisis Komponen Utama Hasil analisis komponen utama menjelaskan faktor-faktor karakteristik rumah tangga yang mempengaruhi tingkat pengelolaan sampah dengan konsep 3R, tingkat partisipasi masyarakat, dan tingkat ketersediaan RTH. Hasil menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dan pengelolaan sampah dengan 3R adalah secara positif adalah jumlah keluarga tinggi (>5jiwa), tua (> 45tahun) berpendidikan rendah (<SMA), berpendapatan rendah (< Rp ,-), mempunyai rumah sendiri dan milik orangtua, secara negatif adalah berpendidikan tinggi (> SMA), jumlah keluarga sedang (5 jiwa), dan tidak bekerja. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan RTH secara positif adalah responden yang bekerja dan ibu rumah tangga, remaja (<35 tahun) dan dewasa (35-45 tahun), berpendapatan tinggi (> Rp ,-) dan berpendapatan sedang (Rp ,- -Rp ,-), berstatus menikah, perempuan, berpendidikan sedang (SMA-D3), mempunyai keluarga lebih dari 5 jiwa, status rumah sewa/kontrak, secara negatif faktor yang mempengaruhi adalah responden yang belum menikah, pensiunan, dan laki-laki. Faktor yang mempengaruhi secara positif lebih mengarah ke karakter pedesaan (rural characteristic)sedangkan faktor yang mempengaruhi secara negatif lebih mengarah ke karakter perkotaan (urban characteristic).

81 0.6 belum menikah pensiunan janda/duda >5jiwa Partisipasi Masyarakat Penerapan 3R tua pendidikan rendah laki-laki rendah 0 milik sendiri milik orang tua bekerja perempuan tinggi ibu rumah tangga dewasa menikah <5 jiwa pendidikan sedang tidak bekerja remaja sedang sewa/kontrak jiwa pendidikan tinggi Kualitas RTH -0.8 Gambar 24 Hasil Analisis Komponen Utama Masyarakat yang telah melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3R dan kompos secara langsung telah berpartisipasi terhadap pengelolaan lingkungannya tetapi masih kurang dalam penerapan RTH ini dikarenakan masyarakat belum mementingkan ketersediaan RTH dibandingkan dengan pengelolaan sampah yang sudah terlihat mengganggu lingkungan hidup. Hal ini berarti bahwa semakin tua responden, semakin rendah penghasilan per kapita, semakin banyak jumlah dalam keluarga semakin tinggi tingkat pengelolaan lingkungannya berbasis ecoliving dengan kata lain responden yang berpendapatan tinggi, pendidikan tinggi dan tidak bekerja, laki-laki, janda/duda dan pensiunan semakin jarang terlibat dalam pengelolaan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Semakin banyak responden yang melakukan konsep 3R maka semakin banyak juga masyarakat yang berpartisipasi dalam mengelola lingkungan. Responden yang bekerja, ibu rumah tangga, remaja dan dewasa, berpendidikan sedang sangat mempengaruhi RTH maka diperlukannya usaha untuk meningkatkan kebutuhan RTH agar dapat diterapkan pada semua responden sehingga terciptanya lingkungan yang sehat dan nyaman. Peningkatan yang dilakukan harus dapat dukungan

82 penuh oleh pemerintah agar pengertian RTH tidak rancu lagi dan sesuai dengan ketentuan Perda No. 7 Tahun Wadah kelembagaan yang dapat digunakan untuk mendorong keberlanjutan pengelolaan lingkungan diantaranya adalah perkumpulan-perkumpulan atau organisasiorganisasi baik formal maupun nonformal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, diantaranya, melalui pengajian-pengajian, sekolah-sekolah, karang taruna, LSM, dan organisasi masyarakat lainnya. Pemberian penyuluhan secara intensif dan berkesinambungan pada lembaga-lembaga yang ada dengan dukungan pemerintah, LSM, dan PT Unilever sepanjang masyarakat membutuhkan sampai tercapainya kemandirian dalam pemukiman yang ada Partisipasi masyarakat terlihat hanya satu komponen faktor yang menunjukkan korelasi positif yang terdiri perlunya penyuluhan, kaderisasi, kesediaan menghadiri rapat, dan pengembangan program. Ketiga variabel pertma berkorelasi positif nyata <0.05 sedangkan yang keempat juga berkorelasi positif tetapi tidak nyata >0.05 (0.498), maka dapat diinterpretasikan semakin masyarakat berusaha untuk meningkatkan kebutuhannya akan penyuluhan, kaderisasi, kesediaan menghadiri rapat dalam organisasi baik formal mapun informal maka semakin tinggi terciptanya lingkungan sehat karena partisipasi masyarakat adalah sebagai penggerak. Pengelolaan sampah terlihat 3 (tiga) komponen faktor yang terbentuk yaitu faktor pertama terdiri atas variabel pelaksanaan reduce, pelaksanaan reuse dan pelaksanaan recycle dengan interpretasi bahwa dilihat dari korelasinya yang bersifat positif, maka semakin responden dapat melakukan pelaksanaan reduce, pelaksanaan reuse dan pelaksanaan recycle dengan baik dan berkelanjutan maka semakin baiknya pengolahan sampah yang terjadi. Faktor kedua terdiri atas variabel jumlah kompos per hari dan pengetahuan 3R dengan interpretasi bahwa terdapat korelasi yang positif maka semakin masyarakat mengetahui teori dalam mengelola lingkungan akan semakin baik terciptanya lingkungan yang sehat. Faktor ketiga terdiri atas variabel pemilah sampah sebelum dibuang dan jumlah sampah per hari dengan interpretasi bahwa terdapat korelasi yang positif maka semakin masyarakat dapat memilah sampah yang ada semakin kurang jumlah sampah yang akan dibuang karena sampah yang ada dapat di daur terlebih dahulu.

83 Ketersediaan RTH terlihat mempunyai dua komponen faktor yang terbentuk yaitu faktor pertama terdiri dari luas area, jumlah dan jenis tanaman, prioritas RTH yang dapat diinterpretasikan bahwa ketersediaan RTH akan dipengaruhi oleh luasan area dan jumlah dan jenis tanaman yang berkorelasi positif sedangkan prioritas RTH bekorelasi negatif oleh sebab itu masih kurangnya pengertian tentang RTH di dalam masyarakat. Faktor kedua terdiri dari penerapan TOGA dan fungsi RTH yang berkorelasi positif dan dapat diinterpretasikan bahwa secara langsung masyarakat menerapkan ketersediaan RTH tanpa ada pedoman yang standar dikarenakan kurangnya pengertian RTH secara keseluruhan. Semakin masyarakat mengetahui fungsi RTH maka semakin banyak ruang yang tersedia. Hasil analisis data yang didapat menyatakan bahwa Desa Jambangan telah melakukan pengelolaan lingkungan secara baik dengan memperhatikan tiga aspek pendukung lingkungan sehat yaitu adanya partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah, dan ketersediaan RTH. Ketiga aspek tersebut mendukung terciptanya permukiman berkelanjutan yang menciptakan iklim kehidupan yang sehat baik secara lingkungan, ekonomi, sosio-budaya, ekologi yang dapat menjamin berlanjutnya peningkatan kualitas kehidupan bagi semua orang. Peningkatan ini juga dapat menjadikan hidup lebih sejahtera, saling menghormati, mempunyai akses terhadap prasarana dasar dan pelayanan permukiman yang sesuai dan layak, dan mampu memelihara serta meningkatkan kualitas lingkungannya.

84 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan (1) Tingkat partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaan lingkungan sudah baik ini disebabkan keinginan masyarakat dalam mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan lingkungan baik menghadiri pertemuan, pengembangan kegiatan, pelaksanaan pengelolaan lingkungan serta pengembangan SDM. Partisipasi yang masih rendah adalah dalam pengembangan SDM (penyuluhan/pelatihan) yaitu 44%. (2) Tingkat pengelolaan sampah domestik dalam sistem pengelolaan lingkungan sudah baik dengan menggunakan konsep 3R yang mengurangi timbulan sampah sebesar 10% dari 56,19% yang dihasilkan sebelumnya. Hasil konsep 3R ini juga terlihat dari antusia masyarakat dalam menggunakan sampah-sampah untuk dibuat suatu barang kerajinan tangan yang dapat dijual. (3) Tingkat ketersediaan RTH dalam sistem pengelolaan lingkungan sudah baik secara keseluruhan dengan adanya beberapa tanaman produktif, pelindung, perdu, TOGA. Ketersediaan RTH yang ada masih mempunyai kekurangan dalam luas area yaitu area banyak yang kurang dari 5m 2 sehingga belum terpenuhinya ketentuan 1.8m 2 /orang. (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan berbasis konsep ecoliving adalah pendapatan, pendidikan, marital, umur (berhubungan positif nyata) dan pekerjaan, jumlah keluarga, status rumah (berhubungan negatif nyata). Desa Jambangan dapat dikatakan pemukiman pada tingkat baik (53%) dan berkelanjutan karena telah melaksanakan peningkatan kualitas kehidupan, peningkatan kualitas SDM, terdapat sistem pengelolaan lingkungan yang berbasis ecoliving (pengelolaan sampah, partisipasi, dan ketersediaan RTH) Saran Kemampuan Desa Jambangan untuk menerapkan konsep ecoliving dalam mengelola lingkungan agar terciptanya permukiman yang berkelanjutan sudah berjalan dengan baik, tetapi masih terdapat kekurangan dalam hal seperti:

85 a. Pemberian training/penyuluhan agar diperbanyak agar informasi dalam pengelolaan lingkungan tidak hanya terkonsentrasi pada pengelolaan sampah saja tetapi lebih mengarah kepada pembangunan ruang/rumah. b. Disediakannya tempat sampah untuk pemilahan agar mempermudah masyarakat unutk menempatkan sampah tersebut dengan baik dan dipilah menjadi lima bagian yaitu untuk sampah kertas (berwarna biru), sampah organik (berwarna coklat), sampah botol (berwarna hijau), sampah plastik (berwarna kuning), sampah sisa buangan (berwarna abu-abu) pengolahan sampah dapat lebih cepat.

86 DAFTAR PUSTAKA Anonim Penghijauan, Majalah Ilmiah KPPL DKI. Jakarta. Agresti A., and B. Finlay Statistical Methods for the Social Sciences. Third Edition. Upper Sadle River.Prentice Hall. Arifin HS, NHS Arifin, IGP Suryadarma Integrating the value of local tradition and culture in ecological landscape planning in Indonesia. Di dalam: Hayashi Y, Manuwoto S, Hartono S, editor. Sustainable Agricultue in Rural Indonesia. Ed. Ke -1. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr. hlm Bianpoen Papan dan Masyarakat di Jakarta, Widyapura 6 (3): Jakarta Budihardjo E Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Ed-2. Yogyakarta: Andi Offset. hlm Capra F What is An Ecovillage. [17 Apr 2006] Cohen, J.M. and N.T. UpHoff Rural Development Participation: Concept and Measures for Project Design, Implementation and Evaluation. Rural Development Committee Center fir International Studies. Cornell University. Dahlan EN Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Pr. hlm Djajadiningrat S.T Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Bandung: Aksara Buana. hlm Eblen and Eblen Material Balance. [25 Jan 2007] Ecological Homes Greening Your Home from a Dollar a Day!. [23 Apr 2006] Fujiwara T and Y Matsuoka Modelling of Household Waste Generation and Treatment by Bottom Up Approach. Kyoto. International Workshop March. General Planning Bureau and Economic Affairs Bureau Eco-Towns in Japan -Implications and Lessons for Developing Countries and Cities-. Global Environment Centre Foundation. hlm [GEN] Global Ecovillage Network What is An Ecovillage. [17 April 2006]

87 Hasan M.I Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. hlm Keraf AS Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas. hlm Kuswartojo. T Perumahan dan Pemukiman di Indonesia. Bandung: ITB Pr. hlm Laustsen G Reduce Recycle Reuse:Guidelines for Promoting Perioperative Waste Management. AORN Health. 85: 4 Léυêque C Ecology from Ecosystem to Biosphere. USA. Science Publisher, Inc. hlm Matrizal I, K. Mudikdjo, M.S. Saeni Partisipasi Masyarakat dalam Program Kebersihan dan Pengelolaan Sampah Permukiman di Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Forum Pascasarjana 29: Mattjik, A.A. dan I.M.Sumertajaya. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Jilid 1 Edisi Kedua. Bogor: IPB Pr. hlm Moningka, L Community Participation in Solid Waste Management. [28 Jul 2007]. Pinar E., Tho ming J ECO-design of reuse and recycling networks by multiobjective optimization. Clean. Prod. 13: Pittel K., J.P Amigues and T. Kuhn Endogenous Growth and Recycling: A Material Balance Approach. Institute of Economic Research, ETH Zurich, Switzerland. hlm Poerbo H Lingkungan Binaan untuk Rakyat. Bandung: Yayasan Akatiga. hlm Porteous JD Environment & Behavior. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company. hlm Santoso, S Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakart: Elex Media Komputindo. Sarbi S Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Parepare [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan). hlm Seo D Conscious Style Home. Eco-Friendly Living for The 21 st Century. New York: St. Martin s Pr. hlm

88 Singarimbun M., Effendi S Metode Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka LP3ES. hlm Soemarwoto O Menangani Pencemaran, Mengubah Gaya Hidup. Inovasi LIPI.: 8-9. Soemarwoto O Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Ed ke-10. Jakarta: Djambatan. hlm Strong R Ornament in The Small Garden. London: Frances Lincoln. hlm Sudrajat HR Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadaya. Sugiyono Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. hlm Supranto J Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta: Asdi Mahasatya. hlm Suryohadikusumo Dj. 03 Des Sampah Memilah di Rumah Mengolah di Kebun. Idea Majalah Ide Rumah Kita: Svensson K Listening to The Voice of Man and Nature. Ecovillage Millenium Vol 1: January [17 Apr 2006] Van der Zee D. 1990a. Man and Landscape. Enschede, The Netherlands: International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC). Van der Zee D. 1990b. Aspects of Settlement, Infrastructure and Population in Land Evaluation. Enschede, The Netherlands: Interbational Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC).

89

90

91

92

93

94

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) MAYRIANTI ANNISA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya)

SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS KONSEP ECOLIVING DALAM PENGEMBANGAN PEMUKIMAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus : di Desa Jambangan, Surabaya) MAYRIANTI ANNISA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Konsep ini memepunyai dua

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitan

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitan III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Jambangan, Kecamatan Jambangan Kota Surabaya, Jawa Timur. Terletak pada 07 0 21 0 Lintang Selatan dan 112

Lebih terperinci

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) Oleh : Shinta Dewi Astari 3308 202 006 Dosen Pembimbing : I.D.A.A Warmadewanthi, ST., MT., Ph.D. PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar Pesatnya pembangunan perkotaan tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi berkembangnya kota tersebut tetapi juga menimbulkan dampak

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR TATI MURNIWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRACT TATI MURNIWATI. Willingness to Pay Analysis

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

Tentang Lingkungan Hidup. Wan Muhamad Idris Baros Management

Tentang Lingkungan Hidup. Wan Muhamad Idris Baros Management Tentang Lingkungan Hidup Wan Muhamad Idris Baros 201411098 Management Pengertian Lingkungan Hidup Pengertian Lingkungan Hidup adalah semua artikel yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Seperti artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 Standar Kompetensi 2. Memahami sumberdaya alam Kompetensi Dasar 2.3.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL JAKARTA A PERAN PEREMPUAN Perempuan sangat berperan dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Dulalowo 1. Geografi, Batas Wilayah Dan Iklim Kelurahan Dulalowo berada di Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik MAKALAH PROGRAM PPM Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

ADLN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 13 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse, dan recycle melalui

ADLN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 13 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse, dan recycle melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang memiliki permasalahan kompleks, salah satunya adalah permasalahan sampah. Sebagai kota terbesar ke dua

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua. By. M. Abror, SP, MM

Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua. By. M. Abror, SP, MM Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua By. M. Abror, SP, MM Tema utama Pengolahan sampah Program kali bersih Biopori Lahan sempit dan lahan tidur Pengembangan desa wisata Lingkungan adalah???????????

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Sudiro 1), Arief Setyawan 2), Lukman Nulhakim 3) 1),3 ) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Daya dukung merupakan salah satu konsep yang serbaguna dan populer didalam konteks politik lingkungan saat ini. Seperti halnya dengan konsep keberlanjutan, daya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PEDAHULUA 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-ya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM PERMASALAHAN PEMUKIMAN POLUSI LINGKUNGAN KERUSAKAN HUTAN KEPUNAHAN HEWAN & TUMBUHAN PERLUASAN LAHAN KRITIS SANITASI

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

ecofirm ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN ELIDA NOVITA

ecofirm ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN ELIDA NOVITA ecofirm ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN ELIDA NOVITA ENV. CONTROLLING TECHNIQUE & CONSERVATION LABORATORY DEPARTMENT OF AGRICULTURAL ENGINEERING FACULTY OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

Green Urban Vertical Container House 73

Green Urban Vertical Container House 73 BAB IV HUNIAN VERTIKAL YANG DIRENCANAKAN DI BEKASI A. Pemahaman 1. Pengertian adalah Sebuah hunian bertingkat yang memanfaatkan material peti kemas bekas sebagai alternatif material bangunan yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang.

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang. BAB VI POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KOMPLEKS PERUMAHAN BBS KELURAHAN CIWEDUS KOTA CILEGON BANTEN 6.1. Konsep Pemilahan Sampah Dalam usaha mengelola limbah atau sampah secara baik, ada beberapa pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Raden Roby Maulidan, 2014 Kesiapan Warga Kampus UPI Menuju ECO-Campus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Raden Roby Maulidan, 2014 Kesiapan Warga Kampus UPI Menuju ECO-Campus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini isu-isu tentang lingkungan menjadi salah satu suatu pusat perhatian seluruh Dunia, diantaranya isu global warming, krisis ketersedian sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Spectra Nomor 22 Volume XI Juli 2013: 24-31 POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Puji Ariyanti Sudiro Program Studi Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas lingkungan hidup di Indonesia sekarang ini mulai sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas lingkungan hidup di Indonesia sekarang ini mulai sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Objek Kualitas lingkungan hidup di Indonesia sekarang ini mulai sangat memprihatinkan, akibat dari hasil karya tangan manusia yang kurang terkontrol

Lebih terperinci