BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lambung ( Gaster) Anatomi Lambung Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008). Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen (Tortora & Derrickson, 2009). Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan (body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik (Schmitz & Martin, 2008). Gambar 2.1 Pembagian daerah anatomi lambung (Tortora & Derrickson, 2009)

2 2.1.2 Histologi Lambung Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz & Martin, 2008). 1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos (Tortora & Derrickson, 2009). 2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa (Meissner) (Schmitz & Martin, 2008). 3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik (auerbach) (Schmitz & Martin, 2008). Lapisan oblik terbatas pada bagian badan (body) dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009). 4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos (mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum (Schmitz & Martin, 2008).

3 Gambar 2.2 Histologi dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009) Fisiologi Sekresi Getah Lambung Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah : (1) mukosa oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin (Sherwood, 2010). Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar oksintik mukosa lambung (Gambar 2.3), yaitu : 1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus yang encer.

4 2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen. 3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam. Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka berperan dalam membentuk getah lambung (gastric juice ) (Sherwood, 2010). Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010). Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam (Sherwood, 2010).

5 Gambar 2.3 Kelenjar oksintik di lambung ( Harrison, 2008 ) Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. ph isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H + ) dan ion klorida (Cl ) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H + di dalam lumen mencapai tiga sampai empat juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena untuk memindahkan H + melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil energi. Klorida juga disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil, yakni hanya sekitar satu setengah kali (Sherwood, 2010). Ion H + yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal

6 dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H + disekresikan sebagai hasil pemecahan dari molekul H 2 O menjadi H + dan OH -. Di sel parietal H + disekresikan ke lumen oleh pompa H + -K + -ATPase yang berada di membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer ini juga memompa K+ masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K + yang telah ditranspotkan, secara pasif balik ke lumen, melalui kanal K +, sehingga jumlah K + tidak berubah setelah sekresi H +. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya karbonat anhidrase, H 2 O mudah berikatan dengan CO 2, yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H 2 O dan CO 2 menghasilkan H 2 CO 3 yang secara parsial terurai menjadi H + - dan HCO 3 (Sherwood, 2010). - HCO 3 dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl - - HCO 3 pada membran basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl - dari plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl - - dan HCO 3 mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl ( gambar 2.4 ) (Sherwood, 2010).

7 Gambar 2.4 Mekanisme Sekresi HCl (Sherwood, 2010) Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : CO 2 +H 2 O H 2 CO 3 H + +HCO3 Adapun fungsi dari HCl adalah sebagai berikut : 1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin. 2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil. 3. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan, walaupun

8 sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang biak di usus besar (Sherwood, 2010) Sistem Pertahanan Mukosa Lambung Lambung dapat diserang oleh beberapa faktor endogen dan faktor eksogen yang berbahaya. Sebagai contoh faktor endogen adalah asam hidroklorida (HCl), pepsinogen/pepsin, dan garam empedu, sedangkan contoh substansi eksogen yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung adalah seperti obat, alkohol, dan bakteri. Sistem biologis yang kompleks dibentuk untuk menyediakan pertahanan dari kerusakan mukosa dan untuk memperbaiki setiap kerusakan yang dapat terjadi (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Sistem pertahanan dapat dibagi menjadi tiga tingkatan sawar yang terdiri dari preepitel, epitel, dan subepitel (gambar 2.5). Pertahanan lini pertama adalah lapisan mukus bikarbonat, yang berperan sebagai sawar psikokemikal terhadap beberapa molekul termasuk ion hidrogen. Mukus dikeluarkan oleh sel epitel permukaan lambung. Mukus tersebut terdiri dari air (95%) dan pencampuran dari lemak dan glikoprotein (mucin). Fungsi gel mukus adalah sebagai lapisan yang tidak dapat dilewati air dan menghalangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat, dikeluarkan sebagai regulasi di bagian sel epitel dari mukosa lambung dan membentuk gradien derajat keasaman (ph) yang berkisar dari 1 sampai 2 pada lapisan lumen dan mencapai 6 sampai 7 di sepanjang lapisan epitel sel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Lapisan sel epitel berperan sebagai pertahanan lini selanjutnya melalui beberapa faktor, termasuk produksi mukus, tranpoter sel epitel ionik yang mengatur ph intraselular dan produksi bikarbonat dan taut erat intraselular. Jika sawar preepitel dirusak, sel epitel gaster yang melapisi sisi yang rusak dapat bermigrasi untuk mengembalikan daerah yang telah dirusak

9 (restitution). Proses ini terjadi dimana pembelahan sel secara independen dan membutuhkan aliran darah yang tidak terganggu dan suatu ph alkaline di lingkungan sekitarnya. Beberapa faktor pertumbuhan (growth factor) termasuk epidermal growth factor ( EGF), transforming growth factor (TGF)α dan basic fibroblast growth factor (FGF), memodulasi proses pemulihan. Kerusakan sel yang lebih besar yang tidak secara efektif diperbaiki oleh proses perbaikan (restitution), tetapi membutuhkan proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diregulasi oleh prostaglandin dan faktor pertumbuhan (growth factor) seperti EGF dan TGF α. Bersamaan dengan pembaharuan dari sel epitel, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) juga terjadi pada kerusakan mikrovaskular. Kedua faktor yaitu FGF dan VEGF penting untuk meregulasi angiogenesis di mukosa lambung (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Sistem mikrovaskular yang luas pada lapisan submukosa lambung adalah komponen utama dari pertahanan subepitel, yang menyediakan HCO3, yang menetralisir asam yang dikeluarkan oleh sel parietal. Lebih lagi, sistem mikrosirkulasi menyediakan suplai mikronutrien dan oksigen dan membuang metabolit toksik (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008). Prostaglandin memainkan peran yang penting dalam hal pertahanan mukosa lambung. Mukosa lambung mengandung banyak jumlah prostaglandin yang meregulasikan pengeluaran dari mukosa bikarbonat dan mukus, menghambat sekresi sel parietal, dan sangat penting dalam mengatur aliran darah dan perbaikan dari sel epitel (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson Epitelium, 2008).

10 Gambar 2.5 Komponen yang terlibat sebagai pertahanan mukosa lambung (Kasper, Hauser, Longo, Braunwald, Fauci, & Jameson, 2008) Setiap perubahan pada mekanisme sawar dapat membawa kepada keadaan asidosis sel, nekrosis, dan pembentukan ulserasi. Perubahan ini dapat terjadi sebagai hasil dari inflamasi (proteolisis mukus), pemaparan terhadap OAINS atau kerusakan akibat iskemia (penurunan aliran darah submukosa) (Schmitz & Martin, 2008). 2.2 Gastropati Definisi Gastropati Isitilah gastropati dibedakan dengan gastritis, karena gastropati mengacu kepada kondisi dimana inflamasi bukanlah sesuatu hal yang paling mendominasi, sedangkan gastritis mengacu kepada beberapa kondisi yang melukai mukosa lambung dan menghasilkan suatu peradangan dan diciricirikan dengan ditemukannya sel inflamasi (Ranjan, Eric, Gareth, & James, 1999). Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses inflamasi atau proses inflamasi yang minimal, sedangkan gastritis adalah diagnosa secara histologis yang menunjukkan suatu inflamasi pada bagian mukosa lambung (Marx, 2009).

11 Salah satu penyebab gastropati adalah pemakaian obat anti inflamasi non steroid, selain refluks asam empedu, asam, basa dan konsumsi sejumlah alkohol (Nel, 2012). 2.3 Obat Anti Inflamasi Non Steroid Definisi Obat anti inflamasi non steroid adalah obat yang secara luas dikenal sebagai pengobatan nyeri, inflamasi, dan demam. (Sinha & Gautam, 2013). Selain itu, obat ini juga obat yang paling sering diresepkan di seluruh dunia (Becker, Domschke, & Thorsten, 2004). OAINS adalah suatu kelompok kimia heterogen yang memiliki efek teraputik (antiinflamasi, antipiretik, dan analgesik) dan efek samping. OAINS terdiri dari obat non selektif tradisional dan sub kelas obat yang secara selektif menghambat cyclooxygenase-2 (COX-2) (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). Salisilat dan obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati penyakit rematik mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejala peradangan. Beberapa dari obat ini juga mempunyai efek antipiretik dan analgesik, dan efek antiinflamasinya membuat obat ini bermanfaat dalam menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berubungan dengan intensitas proses peradangan. (Furst & Ulrich, 2007).

12 2.3.2 Klasifikasi OAINS Tabel 2.1 Klasifikasi OAINS

13

14 Sumber Tabel 2.1 : (Brunton, Palrker, Bluementhal, dan Buxton, 2007)

15 2.3.3 Mekanisme Kerja OAINS 1. Sebagai Efek anti-inflamasi Prostaglandin dikeluarkan bilamana sel mengalami kerusakan, dimana aspirin dan OAINS menghambat biosintesis dari prostaglandin di semua jenis sel. Bagaimanapun, aspirin dan OAINS biasanya tidak menghambat pembentukan dari mediator inflamasi lain seperti leukotrien (LTs). Sementara efek klinis dari obat ini dapat dijelaskan dalam istilah penghambatan dari sintesis prostaglandin, perbedaan substansi interindividu dan intraindividu juga diketahui.. Pada konsentrasi yang lebih tinggi OAINS juga diketahui menurunkan produksi radikal superoksida, menghambat ekspresi dari molekul adhesi, menurunkan sintesis nitric oxide (NO), menurunkan sitokin proinflmanatori (sebagai contoh : TNF-a, IL-1), memodifikasi aktivitas limfosit, dan mengubah fungsi membran seluler (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). Berbagai jenis OAINS memiliki tambahan mekanisme kerja yang mungkin melibatkan penghambatan kemotaksis, dan keterlibatan dengan kejadian intraseluler yang dikaitkan dengan ion kalsium (Furst & Ulrich, 2007). Enzim pertama dalam jalur sintesis prostaglandin untuk menghasilkan prostaglandin G/H (gambar 2.1) disebut enzim cyclooxygenase (COX). Enzim ini mengkonversi asam arakidonat menjadi intermediat PGG2 dan PGH2 dan membawa pada produksi dari tromboksan A2 (TXA2) dan variasi dari prostaglandin lain. Dosis teraputik dari aspirin dan OAINS lain mengurangi biosintesis dari prostaglandin dengan cara memblok COX dan terdapat hubungan yang baik dan beralasan di antara potensi sebagai penghambat COX

16 dan kerja antiinflamasi (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton,2008). Ada dua bentuk dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 adalah isoform konstitutif yang dasar ditemukan pada kebanyakan sel normal dan jaringan, sementara sitokin dan mediator inflamasi yang menyertai inflamasi menginduksi produksi COX-2. Bagaimanapun, COX-2 juga diekspresikan secara konstitutif pada beberapa area tertentu pada ginjal dan otak dan diinduksi pada sel endotel melalui laminar shear forces. Enzim COX-1 diekspresikan sebagai yang mendominasi, isoform konstitutif pada sel epitelial lambung dan menjadi sumber utama dari pembentukan sitoproteksi prostaglandin. Penghambatan dari COX-1 pada sisi ini akan menghasilkan efek samping pada lambung (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). Gambar 2.6 Mekanisme Kerja Obat Anti Inflamasi Non Steroid (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008)

17 2. Sebagai Efek Analgesik OAINS digunakan sebagai analgesik ringan. Tetapi pengenalan terhadap jenis dari nyeri dan intensitasnya penting dalam penilaian efek dari analgesik. OAINS efektif ketika inflamasi telah menyebabkan sentisisasi dari reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik ataupun kimia. Bradikinin, yang dikeluarkan dari plasma kininogen dan sitokin seperti TNF-a, IL-1, dan IL-8 tampil dalam nyeri pada inflamasi. Agen ini melepaskan prostaglandin dan mungkin beberapa faktor lain yang mempromosikan hiperalgesia. Neuropeptida, seperti substansi P dan calcitonin gen related peptide (CGRP) juga terlibat dalam terjadinya nyeri. (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). Kapasitas prostaglandin untuk mensentisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimia ternyata menghasilkan penurunan ambang dari polimodal nosiseptor dari serabut saraf C (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008). 3. Sebagai Efek Anti-piretik Regulasi suhu badan membutuhkan keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas; hipotalamus meregulasikan set poin dimana suhu tubuh diatur. Set poin ini ditingkatkan pada saat panas (bisa disebabkan karena infeksi, inflamasi, rejeksi graft, atau keganasan), sebagai hasil dari pembentukan sitokin seperti IL-1β, IL-6, interferon, dan TNF-α. Sitokin meningkatkan sintesis dari PGE 2 di daerah hipotalamus dan PGE 2 meningkatkan siklik AMP dan memacu hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh dengan meningkatkan panas dan menurunkan pengeluaran panas. Aspirin dan OAINS menekan respon ini dengan menghambat PGE 2, tapi

18 tidak mempengaruhi temperatur tubuh ketika tubuh melakukan latihan (exercise) (Brunton, Parker, Blumenthal, & Buxton, 2008) Efek Samping dari OAINS Efek samping dari penggunaan OAINS adalah meningkatnya resiko dari saluran cerna bagian atas ataupun bawah, bervariasi dari dispepsia sampai ulserasi dan perdarahan saluran cerna (Schellack, 2012). OAINS menghasilkan efek samping pada saluran cerna berupa lesi mukosal, perdarahan, ulkus peptikum dan inflamasi pada usus yang membawa kepada perforasi, striktur pada usus halus dan besar, yang membawa kepada masalah yang kronik (Sinha & Gautam, 2013). 2.4 Gastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid Definisi Gastropati OAINS merupakan komplikasi yang sering ditemukan yang mempunyai karakteristik gejala sindroma dispepsia dengan keluhan perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai kembung dan mual (Manan, Priosoeryanto, Daldiyono, Estuningsih, & Rahminiwati, 2008). Gastropati OAINS adalah kelainan yang mengacu kepada spektrum komplikasi saluran cerna yang berhubungan dengan OAINS, bervariasi antara dispepsia ringan sampai perforasi, erosi, ulserasi dan perdarahan (Roth, 2012). Gastropati OAINS disebut sebagai suatu fenomena dimana OAINS menyebabkan kerusakan mukosa lambung yang menghasilkan kejadian bervariasi dari dispepsia nonspesifik seperti, ulserasi, perdarahan saluran cerna bagian atas dan bahkan kematian (Becker, Domschke, & Thorsten, 2004). Gastropati OAINS ini juga sering disebut sebagai gastropati kimia (chemical gastropathy). Istilah ini lebih diutamakan karena mengacu kepada perubahan endoskopi dan histologi dari mukosa lambung yang disebabkan oleh jejas kimia pada mukosa lambuung (Nel, 2012).

19 2.4.2 Faktor Resiko Gastropati OAINS Faktor resiko gastropati yang perlu dipertimbangkan (tabel 2.2) seorang individu untuk mendapat gejala gastropati adalah jika individu tersebut merupakan pasien yang berusia di atas 60 tahun, memiliki riwayat ulserasi sebelumnya dan sedang menjalani pengobatan osteoartitis (Roth, 2012). Tabel 2.2 Faktor Resiko Gastropati Usia > 60 tahun Jenis kelamin perempuan Perokok (current smoker) Riwayat ulserasi atau perdarahan sebelumnya Kombinasi terapi OAINS Penggunaan yang bersamaan dari agen antiplatelet, aspirin, kortikosteroid, dan antikoagulan Sumber Tabel 2.2 : (Roth,2012) Mekanisme OAINS menginduksi gastropati OAINS termasuk aspirin, menyebabkan kerusakan mukosa melalui dua cara utama, yaitu inhibisi sistemik dari prostaglandin dan iritasi epitel lambung. Inhibisi prostaglandin berhubungan dengan penghambatan dari COX-1, sementara efek antiinflamasinya berhubungan dengan inhibisi COX 2. Iritasi epitel lambung berhubungan dengan keasaman OAINS (Schellack, 2012). Ada tiga mekanisme yang berbeda dari gastropati yang disebabkan oleh OAINS dan menginduksi komplikasi saluran cerna, yaitu melalui : penghambatan enzim COX-1 dan gastroprotektif PG, permeabilisasi membran, dan produksi dari mediator proinflamatori (gambar 2.2) (Sinha&Gautam, 2013).

20 1. Inhibisi dari COX-1 dan Gastroprotektif PG Ada dua isoform dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2, yang memiliki fungsi yang berbeda. Enzim COX-1 bertanggung jawab terhadap proteksi normal fisiologis dari mukosa lambung. COX-1 penting untuk sintesis dari prostaglandin, yang mana melindungi lambung dari pengeluaran asam, mengatur aliran darah di mukosa lambung, dan menghasilkan bikarbonat. Isoform lain, COX-2, dipicu oleh kerusakan sel, sitokin proinflamatori yang bervariasi, dan faktor turunan tumor. Kebanyakan gastropati yang terjadi disebabkan oleh inhibisi oleh COX-1 oleh OAINS (Sinha & Gautam, 2013). 2. Membran Permeabilisasi OAINS juga memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mukosa lambung yang menyebabkan lesi dan luka. Kerusakan topikal pada jenis ini telah diobservasi pada kasus keasaman dari OAINS, seperti aspirin yang menghasilkan akumulasi dari OAINS yang terionisasi, suatu fenoma dinamakan ion trapping. Aspirin menurunkan ketidaklarutan air dan menyebabkan difusi kembali dari ion H + dan pepsin (Schellack, 2012). Hal itu menunjukkan bahwa OAINS menyebabkan permeabilisasi membran membawa kepada kerusakan sawar epitel. OAINS juga dapat menginduksi baik nekrosis dan apoptosis pada mukosa sel lambung (Sinha & Gautam, 2013). 3. Produksi tambahan dari Mediator Proinflamatori Inhibisi dari sintesis PG oleh OAINS membawa kepada aktivasi jalur lipooksigenase dan peningkatan sintesis leukotrien. Leukotrien menyebabkan inflamasi dan iskemia jaringan dan akhirnya luka pada mukosa lambung. Bersamaan dengan ini ada

21 juga produksi dari mediator proinflamatori yang ditingkatkan seperti tumor necrosing factor. Hal ini kemudian menjadikan oklusi mikrovesel yang membawa kepada penurunan aliran pembuluh darah dan pengeluaran radikal bebas. Radikal bebas akan bereaksi dengan asam lemak yang tidak jenuh dari mukosa dan akhirnya membawa kepada peroksidasi lemak dan kerusakan jaringan (Sinha & Gautam, 2013). Gambar 2.7 Mekanisme Gastropati yang disebabkan oleh OAINS (Sinha & Gautam, 2013) Hubungan COX-2 dengan terjadinya gastropati Enzim COX-2 berhubungan dengan terjadinya efek samping pada saluran cerna. Hipotesis menunjukkan bahwa penghambatan selektif COX-2 akan menghematkan pengeluaran COX-1 yang memediasi PG, dan hanya menghambat COX-2 yang memediasi PG yang terlibat dalam proses inflamasi. Bagaimanapun, COX-2 terlibat dalam pertahanan dan perbaikan

22 mukosa, dan hal ini menunjukkan bahwa kedua isoform COX bertanggung jawab untuk proses fisiologis dari kerusakan jaringan. Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana dilakukan inhibisi COX-1 secara selektif, tidak terlihat proses inhibisi itu menghasilkan kerusakan lambung yang signifikan. Dalam penelitian lain dikatakan, inhibisi selektif COX-2 menghasilkan komplikasi saluran cerna yang lebih bahaya dibandingkan penggunaan OAINS yang non selektif (Schellack, 2012) Gejala Klinis Gastropati OAINS Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati OAINS adalah sindroma dispepsia, perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium, disertai kembung dan mual. (Manan, Priosoeryanto, Daldiyono, Estuningsih, & Rahminiwati, 2008). Gastropati OAINS mengacu kepada spektrum yang bervariasi dari dispepsia ringan, dan ketidaknyamanan perut sampai kepada perforasi yang lebih serius, erosi, ulserasi dan perdarahan (Roth, 2012). Manifestasi klinis dari penggunaan OAINS dapat bergantung pada keparahannya. Penggunaan OAINS dapat menyebabkan beberapa keadaan serius, dan kompilkasi yang mengancam jiwa (Schellack, 2012) Diagnosis dan insidensi Gastropati OAINS Gastropati, biasanya terjadi pada region prepilorik, merupakan suatu komplikasi umum penggunaan jangka panjang dari OAINS. Walaupun secara superfisial gastropati OAINS dapat memberikan tanda dan gejala dengan kelainan saluran cerna lainnya, seperti penyakit ulserasi peptikum, gastropati OAINS berbeda dari penyakit klasik ulserasi peptikum berdasarkan perbedaan patofisiologinya, lokasi anatomi, pola secara klinis, dan isitilah yang digunakan untuk menekankan perbedaan tersebut (Roth, 2012). Ulserasi peptikum yang klasik dimediasi oleh asam, berhubungan dengan infeksi H.pyolri, usus, dan lebih sering terjadi pada orang yang

23 berusia muda, biasanya lelaki sesuai demografik. Ulserasi peptikum juga berhubungan dengan pemakaian jangka panjang dari OAINS, walaupun non-oains, non-h.pyolri juga dapat menyebabkan penyakit ulserasi peptikum (Roth, 2012). Diagnosa gastropati OAINS dapat ditegakkan dari gejala klinis gastropati OAINS yang dapat bervariasi mulai dari dispepsia dan nyeri bagian perut sampai kepada komplikasi yang fatal seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan. Sebagai tambahan, lesi yang tidak memberikan gejala (asimtomatik), adalah yang paling sering ditemukan pada kasus gastropati OAINS. Endoskopi dapat menjadi alat diagnostik pada beberapa kasus, bila diagnosisnya masih belum jelas, dan penggunaan endoskopi tidak selalu diindikasikan (Roth, 2012). Diagnosis juga diperkuat dengan melihat adanya faktor resiko yang memicu terjadinya gastropati OAINS, seperti penyakit komorbid (yang memperparah) seperti osteoartritis, reumatoid artritis, ankylosing spondylitis, penyakit muskuloskeletal dan penyakit kardiovaskular yang memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan gastopati yang disebabkan oleh pemakaian OAINS (Roth, 2012). Insidensi penggunaan OAINS yang secara klinis signifikan berhubungan dengan efek samping pada saluran cerna adalah empat kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum yang tidak mendapat terapi OAINS (Roth, 2012) Pengobatan Gastropati OAINS Ketika mengindentifikasi dan menurunkan resiko terjadinya gastropati yang disebabkan oleh penggunaan OAINS, prinsip teraputik dibawah ini dapat digunakan :

24 1. Memberikan terapi OAINS yang bersamaan dengan proton pump inhibitor (PPI), atau misoprostol, akan mengurangi resiko ulserasi dan komplikasi pada pasien yang beresiko. 2. Menggunakan inhibitor COX-2 yang non-selektif, tidak secara keseluruhan menghilangkan ulserasi dan komplikasi, tapi setidaknya mengurangi resiko, dan tetap harus melakukan evaluasi terhadap profil kardiovaskular pasien. 3. Ketika menggunakan strategi gastroprotektif, pasien harus di evaluasi secara keseluruhan (Schellack, 2012) Terapi terbaru untuk mencegah kerusaan mukosa lambung : 1. Mengidentifikasi profil pasien yang memiliki resiko Resiko dapat diturunkan dengan substitusi OAINS dengan OAINS non-analgesik seperti parasetamol. Hal ini mungkin tidak mudah, khususnya pada pasien dengan kondisi inflamasi yang berat seperti artritis. Gambar 2.3 akan menunjukkan algoritma yang mungkin untuk manajemen pasien yang cenderung memakai OAINS dalam jangka waktu lama, dan pasien memilki resiko kardiovaskular. (Schellack, 2012). Gambar 2.8 Algoritma manejemen pasien yang cenderung memakai OAINS untuk waktu yang lama (Schellack, 2012)

25 2. Kombinasi Terapi OAINS dengan Gastroprotektif Analog prostaglandin diresepkan bersama dengan OAINS untuk mengganti prostaglandin di mukosa lambung yang telah dirusak oleh OAINS (Sinha & Gautam, 2013). Sebagai contoh, misoprostol. Misoprostol adalah analog sintetik dari prostaglandin E. Walaupun penggunaan misoprostol didemonstrasikan untuk menurunkan resiko ulserasi pada saluran cerna, telah dibuktikan bahwa misoprostol memilki efek samping. Efek samping yang terjadi berupa, nyeri pada daerah perut, mual, diare, dan penggunaanya harus dihindarkan pada wanita yang menyusui (Schellack, 2012). 3. Kombinasi Terapi OAINS dengan Proton Pump Inhibitor (PPI) PPI secara ireversibel terikat pada pompa proton ( H + K + ATPase) yang menghambat sekresi asam lambung. Sebagai contoh Lansoprazole telah dibuktikan untuk melindungi dan menyembuhkan mukosa lambung setelah diinduksi oleh pemakaian OAINS, melalui inhibisi apoptosis, dan stimulasi dari peningkatan kelangsungan hidup sel dan proliferasi sel (Schellack, 2012). PPI efektif juga dalam pencegahan ulserasi ketika diberikan bersamaan dengan OAINS (Sinha & Gautam, 2013). Penambahan dari PPI terhadap pemberian OAINS telah menunjukkan efek proteksi pada saluran cerna baik pada penggunaan OAINS jangka pendek ataupun jangka panjang. Dibandingkan dengan prostaglandin analog, PPI secara terapi lebih superior. Penggunaan yang lama dari PPI berhubungan dengan resiko fraktur panggul pada orang tua. PPI juga dapat menyebabkan penurunan serum level magnesium, dan jika digunakan untuk periode yang lebih lama akan meningkatkan resiko kardiovaskular. Penambahan PPI terhadap OAINS meningkatkan resiko interaksi obat, efek samping, dan kepatuhan pasien (Roth, 2012).

26 4. Kombinasi Histamin H 2 -Reseptor antagonis terhadap OAINS Histamin H 2 -reseptor antagonis melindungi saluran cerna akibat pemakaian OAINS dengan cara memblok kerja dari histamin pada sel parietal di lambung, sehingga menurunkan produksi asam oleh sel ini (Roth, 2012). H 2 reseptor antagonis adalah obat pertama yang digunakan sebagai pencegahan mekanisme terjadinya ulserasi peptikum yang diinduksi oleh penggunaan OAINS. Tetapi, tidak ada tanda perbaikan yang diamati pada kasus perdarahan mukosa lambung, sehingga obat ini tidak direkomendasikan lagi (Sinha & Gautam, 2013). 5. Penggunaan COX-2 inhibitor Sesuai dengan namanya, obat ini bekerja dengan cara menghambat COX-2, sebagai efek anti-inflamasi yang akan melindungi saluran cerna. Sejauh ini, celecoxib dan rofecoxib adalah inhibitor COX-2 yang paling efektif dan menunjukkan kemanjuran di antara OAINS nonselektif lainnya terhadap efek pada mukosa saluran cerna dan efek samping saluran cerna lainnya (Sinha & Gautam, 2013). Pengobatan dengan COX-2 berhubugan dengan peningkatan resiko infark miokard, oedem perifer, toksisitas renal, dan peningkatan tekanan darah. (Roth, 2012). Setiap pasien yang menggunakan coxib harus dievaluasi secara teliti, baik resiko maupun keuntungannya. Kemungkinan ada hubungan antara dosis dan toksisitas kardiovaskular terhadap penggunaan celecoxib. Ketika menggunakan obat ini, harus diberikan pada dosis terendah yang paling memungkinkan, dan durasi yang paling cepat. (Schellack, 2012). Pendekatan Terbaru terhadap pengobatan Gastropati OAINS : 1. Prodrug OAINS Prodrug dari OAINS adalah agen potensial untuk meningkatkan potensial aktivitas antioksidan, solubilitas dan disolusi air, dan pengeluaran nitric oxide (NO) yang menghambat antikolinergik dan

27 aktivitas asetilkolinesterase. Telah diamati bahwa NO memberikan suatu proteksi pada saluran cerna. NO dibentuk oleh kerja dari NO sintase yang meningkatkan mukus dan sekresi bikarbonat dan juga mikrosirkulasi dan menurunkan perlengketan neutrofil (Sinha & Gautam, 2013). NO juga telah diketahui sebagai vasodilator. Pemberian agen ini akan meningkatkan resistensi dari mukosa lambung terhadap lesi yang dihasilkan dari pemakaian OAINS atau substansi berbahaya lainnya (Schellack, 2012). 2. Penghambatan dari COX dan 5-LOX OAINS yang menginduksi COX juga meningkatkan produksi leukotrien, yaitu salah satu mediator inflamasi potent. Pendekatan terakhir terhadap terjadinya lesi pada saluran cerna yang diinduksi oleh OAINS adalah disebabkan oleh inhibisi dari COX/ 5-LOX (Sinha & Gautam, 2013). 3. Peran Laktoferin dalam menurunkan kerusakan saluran cerna Beberapa penelitian melaporkan bahwa kolostrum bovin memiliki kemampuan untuk mencegah ulserasi yang disebabkan oleh OAINS. Penelitian lebih lanjut mendemonstrasikan peran rekombinan laktoferin pada manusia menurunkan perdarahan saluran cerna akut yang diinduksi oleh pemakaian OAINS (Sinha & Gautam, 2013). 4. Peran Glukokortikoid sebagai gastroprotektif OAINS yang merupakan sama dengan stimulasi stres menginduksi produksi glukokortokoid yang membantu mukosa lambung untuk bertahan terhadap stimulus yang berbahaya dari obat tersebut. Efek gastroprotektif dari glukokortikoid selama pengobatan dengan OAINS dapat dimediasi oleh beberapa mekanisme, termasuk pengaturan aliran darah mukosa lambung, produksi mukus, dan proses perbaikan. Sebagai tambahan, glukokortikoid akan keluar selama diinduksi oleh OAINS sebagai aktivasi

28 oleh HPA aksis dan dapat berkontribusi untuk melindungi mukosa lambung dengan mengatur homeostasis, termasuk kadar gula darah dan tekanan darah sistemik, yang dapat sebagai pengaruh penting untuk integritas mukosa lambung. (Filaretova, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung Anak Agung K Tri K 111 0211 075 ANATOMI LAMBUNG (GASTER) Bentuk : seperti huruf J Letak : terletak miring dari regio hipochondrium kiri cavum abdominis mengarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulkus lambung merupakan masalah pencernaan yang sering ditemukan di masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi penduduk dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel- sel radang pada

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, tukak lambung menjadi suatu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Tukak lambung merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit ulkus peptikum (ulkus peptik) merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan terutama dalam kelompok usia di atas 45 tahun (Gartner dan Hiatt, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) merupakan obat yang memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, lebih dari 3.400 manusia di dunia meninggal di jalan setiap hari dan lebih dari 10 juta manusia mengalami cedera dan disabilitas tiap tahunnya. Anak anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ulserasi peptik. Mukus gaster disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa gaster

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ulserasi peptik. Mukus gaster disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa gaster BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaster 2.1.1 Pertahanan mukosa gaster Mukus gaster penting dalam pertahanan mukosa dan dalam mencegah ulserasi peptik. Mukus gaster disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri menjadi masalah umum yang sering dikeluhkan masyarakat. Secara global, diperkirakan 1 dari 5 orang dewasa menderita nyeri dan 1 dari 10 orang dewasa didiagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat anti inflamasi nonosteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi diseluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetik, antipiretik dan anti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lambung Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lambung terdiri dari antrum kardia (yang menerima esophagus), fundus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lambung terdiri dari antrum kardia (yang menerima esophagus), fundus 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lambung 1. Anatomi Lambung Manusia Lambung adalah perluasan organ berongga besar menyerupai kantung dalam rongga peritoneum yang terletak diantara esophagus dan usus halus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Anatomi lambung tikus 13. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Anatomi lambung tikus 13. Universitas Indonesia 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Lambung Tikus Tikus memiliki satu lambung (monogastric) terletak di sisi kiri rongga abdomen dan berbatasan dengan hati. Lambung dan organ pencernaan lainnya terikat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pencernaan Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas mulut, farinx, tekak,

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus didefinisikan sebagai defek pada mukosa saluran pencernaan yang mengenai lapisan mukosa hingga submukosa atau lebih. Ulkus mungkin terjadi pada seluruh saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS Konsep Medik : 1. Pengertian Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Secara umum Gastritis

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam Inflammatory Bowel Disease (IBD), yaitu penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

Histologi Lambung. Alya Amila Fitrie. Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara

Histologi Lambung. Alya Amila Fitrie. Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara Histologi Lambung Alya Amila Fitrie Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara Pendahuluan (1,2,3,4,5) Lambung, seperti usus halus, merupakan organ gabungan eksokrin dan endokrin yang

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulkus peptik atau tukak peptik adalah defek mukosa gastrointestinal (GI) yang meluas sampai ke mukosa otot yang terjadi di esofagus, lambung atau duodenum (Brashers,

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit: Keseimbangan cairan dan elektrolit: Pengertian cairan tubuh total (total body water / TBW) Pembagian ruangan cairan tubuh dan volume dalam masing-masing ruangan Perbedaan komposisi elektrolit di intraseluler

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Produk Farmasi Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak peptik merupakan penyakit akibat ketidakseimbangan fisiologis antara faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dengan faktor pelindung (pertahanan dan perbaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum. Ulkus peptikum didefinisikan sebagai suatu defek mukosa atau submukosa yang berbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alergi makanan merupakan gejala yang mengenai banyak organ atau sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang sebagian besar diperantarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi, sedangkan di negara maju < 40%. Infeksi Helicobacter pylori lebih banyak didapatkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ulkus Peptikum 1. Pengertian Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan gangguan penyakit yang disebabkan kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian asetosal mengakibatkan terjadinya hambatan pembentukan prostaglandin yang berfungsi sebagai pertahanan mukosa lambung. Hambatan tersebut dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Lambung Tikus Tikus memiliki satu lambung (monogastric) terletak di sisi kiri rongga abdomen dan berbatasan dengan hati. Lambung dan organ pencernaan lainnya terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci