Oleh : (Sylviani dan Elvida Yosefi S)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : (Sylviani dan Elvida Yosefi S)"

Transkripsi

1 Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai Jeneberang Dan Kawasan Hutan Lindung (Studi Kasus di Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan) Oleh : (Sylviani dan Elvida Yosefi S) Ringkasan Pembangunan bidang kehutanan Kabupaten Gowa dititikberatkan pada program optimalisasi fungsi hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan baik segi ekonomi ekologi maupun sosial budaya masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelembagaan, potensi dan pemanfaatan sumberdaya air. Potensi sumberdaya air di Kab Gowa ada yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari sumbermata air di dalam kawasan HL dan dari sungai Jeberang melalui penampungan waduk / Dam Bili-bili yang dimanfaatkan untuk saluran irigasi, industri gula dan rumah tangga dibagian hilir melalui PDAM Pengelolaan sumberdaya air melibatkan beberapa stakeholder antara lain Dinas PU dan Pengairan Kabupaten, BPDAS, UPTD BPSDA dan PDAM dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Terdapat kelembagaan pada masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian hutan sebagai sumber air melalui tata tanam tahunan yang dilakukan oleh kelompok tani sebelum mengajukan permohonan perijinan penggunaan air terutama untuk irigasi Kata kunci : Kelembagaan, Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Air. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kehutanan Kabupaten Gowa dititikberatkan pada program optimalisasi fungsi hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan baik segi ekonomi ekologi maupun sosial budaya masyarakat. Dengan visi dan misi terwujudnya kelestarian hutan melalui pengelolaan yang profesional diharapkan pengelolaan hutan berjalan sesuai dengan arah kebijakan pembangunan secara nasional. Luas wilayah Kabupaten Gowa 1.883,33 km 2 dengan jarak sekitar 6 km dari ibukota Makasar atau 3 % dari luas propinsi Sulawesi Selatan. Sebelah utara berbatasan denagan kotamadya Makassar, Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone. Sebelah selatan dengan Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto. Sebelah timur dengan Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba,dan Kabupaten Bantaeng. Wilayah Administrastif Kabupaten Gowa terbagi atas sembilan kecamatan, 130 desa/kelurahan, dan dua wilayah pembantu Bupati. Berdasarkan ekologi dan 0

2 potensi pengembangannya, kabupaten Gowa dibagi kedalam tiga wilayah pembangunan pertama, wilayah utara meliputi kecamatan Somba Opu dan Kecamatan Bontomarannu,. kedua wilayah timur meliputi Kecamatan Parangloe, Kecamatan Tinggimoncong, Kecamatan Tompobulu, dan Kecamatan Bungaya. ketiga wilayah barat meliputi Kecamatan Pallangga. Kecamatan Bajeng, dan Kecamatan Bontonompo. Luas kawasan hutan Kabupaten Gowa tercatat ha atau 2 % dari luas kawasan hutan propinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan luas kawasan hutan lindung Kabupaten Gowa ha atau 1,2 % dari kawasan hutan lindung propinsi. Sebaran luas hutan lindung di Kabupaten Gowa berdasarkan kecamatan sebagai tercantum dalam tabel 1 Sampai dengan tahun 2004 realisasi luas hutan dan lahan yang direhabilitasi dilingkungan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) bagian hulu di sekitar daerah tangkapan air di kawasan Hutan Lindung Kabupaten Gowa seluas 332,5 ha atau 95 % dengan jenis MPTS dan bertujuan untuk pengamanan waduk serta Dam Bili-Bili. Tabel 1. Luas dan Fungsi Kawasan Hutan per Kecamatan berdasarkan Peta Paduserasi Kabupaten Gowa 2004 No Kecamatan Luas Fungsi Kawasan hutan (Ha) APL Luas Kawasan Lindung Prod Prod Wisat (Ha) hutan Tbs Biasa Alam 1 Tombolo Pao Tinggimoncong Tompobulu Biringbulu Bungaya Parangloe Bontommaranu Bontonompo Bajeng Pallanga Sombaopu Barombong Jumlah Sumber : Data dan Informasi Kehutanan Kabupaten Gowa, Tahun 2004 Dari luas kawasan HL tersebut penutupan vegetasi hutan terdiri dari Hutan lahan kering sekunder ha, semak belukar ha, Tanah terbuka 651 ha, perluasan 1

3 lahan kering dan semak ha, Pertanian lahan kering 51 ha dan sisanya Awan ha. B. Maksud dan Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan pemanfaatan sumberdaya air Sungai Jeneberang serta kelembagaan pengelolaan sumberdaya air di kawasan hutan lindung dengan mengidentifikasi pertama pengguna air dan proses perijinan pemanfaatan air permukaan, kedua instansi yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya air dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air serta sumberdaya manusia yang mendukung kegiatan tersebut.. II. METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan hutan lindung di sub DAS Jeneberang. desa Batulapisi, desa Majannang dan desa Bulutanna Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa, dimana masyarakat sekitar memanfaatkan sumber air dari hutan lindung baik untuk konsumsi rumah tangga maupun irigasi secara swadaya atau berkelompok. B. Pengumpulan Data Data sekunder dari Dinas Kehutanan antara lain luas kawasan HL peta kawasan HL, kegiatan rehabilitasi dan data lainnya. BPDAS Jeneberang data kegiatan yang dilakukan pada lingkungan daerah DAS hulu. PDAM data tentang pengguna air dan sumber pengambilan air. Dinas PU dan Pengairan data tentang jumlah pemakai air baik industri maupun rumah tangga. UPTD BPSDA Wilayah sungai Jeneberang data tentang proses permohonan pengambilan dan pemanfaatan air serta tugas pokok dan fungsi institusi 2 tersebut dalam pengelolaan HL Sedangkan data primer diperoleh dari masyarakat yang berada disekitar HL pada lokasi sampel.. C. Analisa Data Pengolahan data dilakukan secara sederhana melalui tabulasi dengan mengidentifikasi semua stakeholder yang terkait dengan pengelolaan HL dan pengelolaan Sumberdaya Air selanjutnya mengklasifikasikan tugas pokok dan fungsinya. Data primer dari 2

4 beberapa responden diolah untuk mengetahui bagaimana cara memanfaatkan air dari HL. Hasil pengolahan data selanjutnya dibahas dan dianalisa secara kualitatif dan diskriftif. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potensi Sumberdaya Alam Sumberdaya alam hutan, tanah dan air merupakan modal dasar pembangunan yang perlu dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat tanpa merugikan kelestarian potensi sumberdaya alam tersebut. Salah satu upaya pelestarian potensi sumberdaya alam tersebut adalah pemeliharaan kesuburan dan peningkatan produktivitas lahan sehingga dalam jangka panjang, mampu mendukung segala aktivitas manusia diatasnya. Pelestarian produktivitas tanah ini dapat dilakukan melalui rehabilitasi lahan-lahan kritis dan melaksanakan teknik-teknik konservasi tanah yang benar dalam pemanfaatan dan pengolahan tanah. Potensi SDA yang dapat dimanfaatkan di Kabupaten Gowa antara lain: - Pertanian Potensi pertanian tanaman pangan yang dimiliki Kabupaten Gowa menempatkan daerah ini pada posisi yang sejajar dengan daerah tingkat II lainnya di Sulawesi Selatan. Daerah ini memiliki areal persawahan seluas hektare dengan potensi Irigasi seluas hektare baku sawah, atau sekitar 56% dari luas persawahan yang ada. Tanaman pangan yang dikembangkan diantaranya padi, jagung, kedelai dan hortikultura yang tersebar pada kawasan potensial. - Pariwisata Dalan rangka mengembangkan dan menggali potensi pariwisata di Kabupaten Gowa, pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan dengan dibentuknya Dinas Pariwisata dengan maksud disamping untuk menghasilkan PAD melalui dispenda setempat juga untuk memanfaatkan peluang kunjungan bagi turis manca negara. Pemda Gowa telah mengembangkan berbagai obyek wisata antara lain Benteng 3

5 Somba Opu, pengembangan dan perluasan Balla Lompoa, Makam raja-raja Gowa, Makam pahlawan nasional Syekh Yusuf, Hutan Wisata dan air terjun Malino, Wisata Tirta Bili-bili, Danau Mawang dan sumber air panas di kecamatan Bungaya. - Kehutanan Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa bahwa potensi kehutanan yang ada di kawasan Hutan berupa kayu yaitu Kayu Rimba Campuran, meranti, jati dan kayu indah potensi luas ha dan potensi produksi m3, Getah Pinus ton dan potensi luas ha ( ha di Kec Tinggimoncong ) dan Rotan potensi produksi 5000 ton ( 267 ha di Kec Tinggimoncong ). Disamping itu terdapat juga hasil non kayu lainnya Getah Damar Mata Kucing, Damar Batu, Damar Kopal, Damar Pilan, Damar Rasak, Damar Daging dan damar Gaharu. Hasil lainnya Madu, Gula aren Ijuk, Kemiri Kenari Asam, sutra dan Kulit kayu manis. B. Potensi Sumberdaya Air 1. Kondisi Sumberdaya air di Kabupaten Gowa Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang merupakan salah satu DAS Prioritas Nasional sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No. 124/Kpts/1984 yang dalam pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus. Daerah Aliran Sungai ini merupakan daerah tangkapan air untuk Dam serbaguna Bili-Bili yang dibangun untuk memenuhi kepentingan penyediaan air minum bagi penduduk Kota Makassar, Sungguminasa dan sekitarnya, irigasi sawah di daerah bagian hilir seluas ± ha, pembangkit tenaga listrik dan sarana rekreasi. Berdasarkan data tahun 2004 Balai Pengelola DAS Wilayah VII Makasar ada 7 DAS (Daerah Aliran Sungai ) yang melintasi Kabupaten Gowa seperti pada table 3 4

6 Tabel 3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabupaten Gowa Tahun 2004 No DAS Sub DAS Luas (Ha) Wilayah Lahan Kritis 1 Jeneberang Malino Jeneberang Hulu Jeneberang tengah Lata Jeneberang Hilir Kelara Kelara Hulu Karellowe Tangka Tanggara Pamukklu Pamukklu Tamanroya Tamanroya Maros Maros Hulu Tallo Tallo Sumber : BPDAS Wilayah VII Makassar Pembangunan PLTA di Kabupaten Gowa bertujuan untuk pengembangan kelistrikan terutama dalam rangka listrik masuk desa untuk 130 desa/kelurahan sedangkan. pembangunan sektor irigasi di Kabupaten Gowa bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dalam upaya mendukung kebijaksanaan Pemda Tk. I Sulawesi Selatan. PLTA dan bendungan Bili-Bili Pembangunan irigasi dititik beratkan pada operasi dan pemeliharaan irigasi yang sudah ada, peningkatan jaringan irigasi desa dan pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), serta pembangunan irigasi desa yang potensial. Saat ini, batas elevasi air Bendungan Bili-Bili turun sekitar 14 meter dari elevasi normal 99,5 di atas permukaan laut (dpl). Pada musim kemarau, suplai air dari Sungai Jeneberang hanya 1 kubik per detik. Padahal, kebutuhan air baku untuk keperluan air minum, di luar irigasi, minimal 3 (tiga) kubik per detik. 5

7 Suplai air yang sangat kecil dari Sungai Jeneberang, menurut beberapa pakar lingkungan, salah satunya disebabkan oleh penggundulan hutan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang, yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Akibatnya, lahan sekitar DAS tak mampu menyerap air sehingga memasuki kemarau, debit air Sungai Jeneberang sangat minim. Untuk mengantisipasi kekurangan air, pengelola bendungan berupaya mengatur pengeluaran air sesuai kebutuhan. Yaitu untuk irigasi areal persawahan di Bili- Bili, Kampili, dan Bisua hektar (ha) serta untuk kebutuhan air baku seperti air minum yang digunakan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Makassar 1,1 kubik per detik. Tabel 4. Kebutuhan Irigasi dan Area Pelayanan Irigasi Saluran irigasi Kebutuhan irigasi (ha) Area Pelayanan Irigasi (ha) Bili-bili Bissua Kampili Total Sumber : Pengelola Waduk Bili-Bili, 2004 Pemerintah Kabupaten/kota bertanggungjawab mengelola area irigasi di dalam 1 (satu) kabupaten/kota dengan luas kurang dari 1000 ha, pemerintah propinsi bertanggung jawab mengelola area irigasi lintas Kabupaten / Kota dengan luas antara ha sedangkan apabila melintasi lebih dari 1 (satu) propinsi yang bertanggungjawab untuk mengelola area irigasi dengan luas lebih dari 3000 ha adalah pemerintah pusat. 2. Kelembagaan Sumberdaya Air a. Peraturan - Berdasarkan Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air diseburkan bahwa pengelolaan sumberdaya air hendaknya dilakukan secara koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air. Koordinasi dibentuk dalam suatu wadah yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dan mempunyai tugas pokok menyusun dan merumuskan 6

8 kebijakan serta strategi pengelolaan sumber daya air. Wadah koordinasi ini bentuknya berjenjang dimana untuk tingkat pusat berupa Dewan Sumberdaya Air Nasinal, tingkat Propinsi Dewan Sumberdaya air propinsi dan tingkat Kabupaten Dewan Sumberdaya Air Kabupaten. - Berdasarkan Kepres No 83 tahun 2002 Tim Koordinasi terdiri dari Menko Ekuin, Bapennas, Kimpraswil dan beberapa Departemen antara lain. Dalam Negeri, Pertanian, Kehutanan, Lingkungan Hidup, Kesehatan, Perikanan dan kelautan, Perindag, Perhubungan, Energi dan Mineral. Hingga saat ini, kebijakan konsep pengelolaan air masih belum ada sehingga pada prakteknya pengelolaan sumberdaya air ini dilaksanakan oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten - Berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 tahun 1984, No. 059/Kpts- II/1985 dan No. 124/Kpts/1984 bahwa DAS Jeneberang merupakan prioritas nasional dimana pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus b. Organisasi Pengelola sumberdaya air Kabupaten Gowa mengikutsertakan beberapa instansi baik teknis maupun non teknis dimana masing-masing mempunyai misi dan tugas pokok dan fungsinya. Tabel 5. Tugas dan Fungsi instansi yang terkait Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air N o Di Kawasan Hutan Lindung Instansi Tugas dan Fungsi Peran 1. BPDAS Jeneberang Wallanae, Sulsel 2 Dinas kehutanan Kabupaten Gowa 3 PDAM Kabupaten Gowa Menyusun rencana, evalusi pengemb pengelolaan DAS. Pelaksana desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang Kehutanan Menyediakan kebutuhan air minum untuk konsumen 4 PSDA Propinsi Mengelola SDA Prop, dgn mengoptimalkan kualitas pelayanan, merata dan berkelanjutan untuk kesejateraan masyarakat Menyusun rencana, evaluasi pengemb dan pengelolaan DAS Menyusun rencana dan pelaksana kegiatan pengelolaan DAS di serta konservasi tanah dan air Ppengelola air dlm pemanfaatan SDAuntuk keperluan air minum Mengelola. memanfaat kan air untuk kepentingan umum Mengoptimalkan kualitas pelay umum dan meningkat kan peran masyarakat dalam pengelolaan SDA 7

9 5 Proyek Induk Pelaksana kegiatan Pengembangan & Pengelolaan Sumber Air Jeneberang 6 UPTD Balai PSDA Wilayah Sungai jeneberang, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Melaksanakan rehabilitasi sarana & prasaran pengairan, termasuk pengendalian dan pemanfaatan air sungai jeneberang Penyelenggaraan operasional pelayanan umum untuk sumberdaya air, operasional pengelolaan & pemeliharaan sarana prasaran adan sumberdaya air. Pelaksana rehabilitasi sarana prasarana pengairan Pelaksana penyedia air baku Pengembangan dan Pengelolaan sumberdaya air. Pengendalian banjir dan pengamanan pantai Pelaksana pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air Memberi rekomtek dan ijin kepada pemakai SDA Pemeliharaan sarana pengairan Pengamanan pengendalian banjir/ pencemaran air, penanggulangan kekeringan Monev pengelolaan SDA Di propinsi Sulawesi Selatan umumnya dan kabupaten Gowa khususnya telah dibentuk Forum DAS, yang berperan dalan pengelolaan DAS dan pemanfaatan sumberdaya air. Akan tetapi, forum ini masih belum berjalan dengan efektif karena masih kurangnya koordinansi antara instansi terkait. Salah satu penyebabnya adalah masing-masing instansi masih terkesan ego sektoral dan mementingkan kegiatan instansinya dalam pengelolaan DAS serta sumberdaya air. Kedepan diharapkan, peran forum DAS ini dapat berjalan efektif sehingga pengelolaan DAS secara terpadu dapat diwujudkan. c. Sumberdaya Manusia Potensi SDM dari masing-masing institusi terkait dalam pengelolaan sumberdaya air yang berkualitas dan profesional dalam menangani SDA belum terkoodinasi mengingat program pengembangan SDM masih perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kualitas sesuai dengan bidangnya. Instansi yang menangani khusus pengelolaan DAS sudah mempunyai SDM yang dapat diandalkan seperti Dinas PSDA ada SDM yang khusus menangani bidang kualitas air, pengaturan air, pemanfaatan air, perijinan dan pengolah data hidrologi. Sementara instansi lain seperti Dinas Kehutanan belum cukup jumlah SDM yang khusus 8

10 menangani bidang DAS dimana hanya ada 1 orang yang berpendidikan S2 dan 2 orang yang berpendidikan S1. Program pengembangan SDM dibidang SDA telah dilakukan di Sulawesi Selatan diprakarsai oleh Kimpraswil dengan melibatkan instansi terkait. Program yang dilakukan berupa pelatihan dan training tentang pengelolaan SDA yang diikuti tidak kurang dari 25 orang. C. Konservasi Di Kawasan HL Wilayah Sungai Jeneberang Konversi maupun penggundulan hutan di daerah hulu sungai akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas ketersediaan air di hilir sungai. Sehingga kegiatan konvervasi adalah mutlak dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun masyarakat local yang tinggal di sekitar kawasan hutan lindung. Konservasi kawasan hutan lindung telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa, terkait dengan pemanfaatan sumberdaya air yaitu Program GNRHL ( ). Kegiatan konservasi tersebut telah dilakukan pada beberapa lokasi seperti di table berikut : Tabel 6. Program Rehabilitasi Lahan Dan Hutan di Wilayah Sungai Jeneberang, Kabupaten Gowa (Than ) No Kegiatan Jumlah Lokasi (Kecamatan) 1 Rehabilitasi Hutan a. Area (ha) b. Penyediaan bibit Tinggimoncong, Bungaya 2 Perbaikan kontruksi sumur 24 Tinggimoncong, Bungaya, Parangloe 3 Seedling Tinggimoncong, Bungaya, Parangloe, a. Volume (unit) b. Produksi (bibit) Bontomarannu, Barombong, Sombaopu 4 Kontruksi Chek Dam a. Unit b. Panjang Dam Tinggimoncong, Bungaya, Parangloe 5 Rehabilitasi Hutan Tinggimoncong, Bungaya a. Area (ha) b. Kebutuhan bibit Sumber : Dinas Kehutanan kabupaten Gowa, Kegiatan konservasi di kawasan hutan lindung di sepanjang sungai jenebarang juga dilaksanakan oleh lembaga yang ada dimasyarakat dengan melakukan kegiatan rehabiltasi hutan, 9

11 a. Kelompok Tani Hutan (KTH) Yang mendorong pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) ini adalah Dinas Kehutanan dalam pengembangan kegiatan social forestry. Yang menjadi anggota dari KTH adalah sekelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan lindung dan diijinkan untuk mengelola lahan secara khusus. Jenis tanaman yang ditanam oleh KTH adalah 70% tanaman hutan dan 30% MPTS (Multi Purpose Tree Species) seperti petai, nangka, kopi, sukun dan lain-lain. b. Kelompok Tani Penghijauan (KTP) Kelompok Tani ini merupakan sekelompok masyarakat yang menaruh perhatian terhadap kegiatan rehabilitasi di luar kawasan hutan. Jenis tanaman yang dikelola adalah jenis tanaman yang mereka butuhkan. c. Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam (KPSA) Secara organisasi, kelompok ini memiliki jaringan yang lebih luas yaitu secara nasional dan meliputi beberapa aspek seperti pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan. Untuk wilayah sungai Jeneberang, KPSA berlokasi di Malino Kabupaten Gowa. D. Pemanfaatan Sumberdaya Air di DAS Jeneberang. Berdasarkan laporan dari Dinas PU dan Pengairan Kabupaten Gowa pemanfaatan air dari sungai Jeneberang disamping untuk konsumsi rumah tangga dan irigasi juga untuk konsumsi industri. Tercatat pengguna air terbesar dari sungai Jeneberang yang ditampung oleh Waduk / Dam Bili-Bili dikabupaten Gowa antara lain : a. PDAM Makassar b. PDAM Gowa c. Pabrik Gula di Kabupaten Takalar (PT. Perkebunan Musantara IV). d. Pabrik kertas di kabupaten Gowa. Diantara para pengguna tersebut diatas, yang paling banyak memanfatkan air adalah PDAM Makassar terutama untuk konsumsi rumah tangga. Dari total produksi air bersih yang dihasilkan, sebanyak liter/detik dimanfaatkan oleh PDAM 10

12 Makassar sebesar ± 53% per tahun Kebutuhan air bersih untuk masyarakat kota Makassar disupply dari sungai Jeneberang dan sungai Maros. PDAM Makassar memeiliki 5 Instalasi Pengelolaan Air (IPA) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Makassar. Table 7. Daftar Instalasi Pengelolaan Air IPA dan Kapasitasnya No IPA Sumber Air Kapasitas IPA Tahun Operasi (Liter/detik) 1 Ratulangi Jeneberang Panaikang Maros Antang Maros ,1992, Maccini Sombala Jeneberang Somba Opu Jeneberang Total Sumber. Anonim 2004 ( JICA ) Sedangkan kebutuhan air masyarakat Kabupaten Gowa, disupply dari PDAM Gowa dengan sumber air yang berasal dari sungai Jeneberang. Sedangkan 5 unit IPA milik PDAM Gowa seperti tersebut pada Tabel 8 dibawah ini : Tabel 8. daftar Instalasi Pengelolaan Air (IPA) yang dimiliki PDAM Gowa No IPA Sumber Air Kapasitas IPA (Liter/detik) 1 Bajeng Jeneberang 20 2 Borong Loe Jeneberang 20 3 Malino Jeneberang 10 4 Tompo Balang Jeneberang 40 5 Pandang-pandang Jeneberang 200 Total 290 Sumber. Anonim 2004 ( JICA ) Pemanfaatan dari sungai Jeneberang ditampung dalam waduk Dam Bili-bili, yang selanjutnya dialirkan pada 3 (tiga) cabang saluran irigasi yaitu : 1. Saluran irigasi Bili-bili 2. Saluran irigasi Bissua 3. Saluran Irigasi Kampili. 11

13 Pemanfaatan air sungai Jeneberang dari saluran irigasi Bissua oleh sebagian para petani untuk irigasi dan untuk pabrik kertas di Kabupaten Gowa dan pabrik gula di Kabupaten Takalar. Para petani yang memanfaatkan sumber air dari sungai Jeneberang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang berada di bawah pembinaan Dinas PSDA Propinsi Sulawesi Selatan. Hingga saat ini jumlah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) mencapai 307 yang tergabung dalam Gabungan Perkumpulan Pemakai Air (GP3A) yang berjumlah 28 meliputi 426 blok irigasi. Tabel 9. Distribusi P3A dan Area Irigasi Saluran Irigasi Jumlah Blok Area Irigasi P3A GP3A Irigasi (Ha) Bili-bili , Bissua , Kampili , , Sumber. Anonim 2004 ( JICA ) E. Proses Pemanfaatan Sumberdaya Air 1. Prosedur Pemanfaatan Air Dari Sungai Jeneberang Prosedur permintaan kebutuhan air untuk tujuan irigasi pertanian, dimulai dari permohonan pengajuan permintaan masing-masing petani yang tergabung dalam Kelompok Petani Pemakai Air (P3A ) yang diawali dengan membuat kesepakatankesepakatan rencana tata tanam tahunan. Prosedur penyusunan rencana tata tanam tahunan terdiri dari : a Para petani yang tergabung dalam Kelompok P3A mengadakan pertemuan untuk menentukan rencana tata tanam. b Selanjutnya hasil pertemuan akan dibawa ke Gabungan P3A, yang akan dibahas dan disepakati masing-masing P3A. c Hasil kesepakatan tersebut akan dibawa ke tingkat kabupaten, untuk menentukan rencana tanam global. 12

14 d Selanjutnya diadakan pertemuan seluruh Gabungan P3A yang difasilitasi oleh PU Pengairan. Pertemuan Gabungan P3A akan memberikan informasi kepada instansi terkait seperti : (1) Ketersediaan air, (2) Rencana pemeliharaan jaringan irigasi oleh PU Pengairan, (3) bibit unggul yang akan ditanam, (4) Hama penyakit tanaman dan lain-lain. e Hasil kesepakatan tersebut akan disosialisasikan ke masing-masing P3A dan masing-masing petani. Setelah rencana tata tanam tahunan disepakati, petani akan mengajukan keperluan air untuk keperluan irigasi sawahnya. Prosedur permohonan pemanfaatan dan permintaan air berbeda antara Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar.seperti diuraikan sebagai berikut: Kabupaten Gowa a. Masing-masing petani dalam P3A mengajukan permintaan air untuk keperluan irigasi sawah. Selanjutnya digabungkan dengan jumlah seluruh permintaan petani akan air dalam satu kelompok P3A. b. Masing-masing kelompok P3A mengajukan permintaan air untuk selanjutnya digabung dalam Gabungan P3A. selanjutnya memberikan konfirmasi kepada juru pengairan wilayah setempat. ( UPT Dinas PU Wilayah ) c. Permohonan permintaan air masing-masing Gabungan P3A, dari setiap Kecamatan diajukan kepada PSDA Kabupaten Gowa. Selanjutnya bekerjasama dengan konsultan untuk membuat pertimbangan akan permohonan permintaan air untuk irigasi. d. Kemudian hasil kesepakatan yang ada diajukan kepada UPTD Balai PSDA Wilayah Sungai Jeneberang. Instansi ini akan memberikan rekomendasi teknis kepada Pengelola Waduk Bili-Bili. e. Pengelola Waduk Bili-bili akan mempertimbangkan keperluan irigasi dengan supply yang tersedia di waduk Bili-bili. Apabila Pengelola waduk Bili-bili sudah menyetujui permintaan air, segera permintaan air akan irigasi dapat dialirkan (Gambar 1). 13

15 Kabupaten Takalar a Masing-masing petani dalam P3A mengajukan permintaan air untuk keperluan irigasi sawah. Selanjutnya digabungkan dengan jumlah seluruh permintaan petani akan air dalam satu kelompok P3A. b Masing-masing kelompok P3A mengajukan permintaan air untuk selanjutnya digabung dalam Gabungan P3A. c Gabungan P3A memberikan konfirmasi kepada juru pengairan wilayah setempat yaitu Juru Pengairan (Palleko) d Kemudian hasil kesepakatan yang ada diajukan kepada Sub Dinas Pengairan Kabupaten Takalar. e Selanjutnya Sub Dinas Pengairan akan mengajukan permintaan air kepada UPTD Balai PSDA Wilayah Sungai Jeneberang. Instansi ini selanjutnya akan memberikan rekomendasi teknis kepada Pengelola Waduk Bili-Bili, f Pengelola Waduk Bili-bili akan mempertimbangkan keperluan irigasi dengan supply yang tersedia di waduk Bili-bili. Apabila Pengelola waduk Bili-bili sudah menyetujui permintaan air, segera permintaan air akan irigasi dapat dialirkan (Gambar 1). 14

16 Pengelola Waduk Bili-bili PDAM UPTD Balai PSDA Wilayah Sungai Jeneberang PSDA Kab Gowa Bili-bili Kampili Bissua Konsultan Sub Dinas Pengairan Kab. Takalar UPTD PSDA Juru Pengairan (Kecamatan) GP3A Juru Pengairan GP3A P3A P3A Petani Pemakai Air..Petani Pemakai Air Gambar 1. Prosedur Permintaan Air Untuk Keperluan Irigasi dari Waduk Bili-bili Keterangan: Permintaan Pemberian Koordinasi Gambar 1. Prosedur Permintaan Air Untuk Keperluan Irigasi Dari waduk Bili-bili Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. 15

17 2. Prosedur Pemanfaatan Air oleh Masyarakat dari HL Pemanfaatan air oleh masyarakat sekitar HL dapat dilakukan langsung dengan melalui proses pencarian sumber mata air baik secara berkelompok maupun per orangan. Dari hasil wawancara dengan beberapa responden dilokasi penelitian menunjukkan bahwa penyaluran air dari bak-bak penampungan di HL yang dibuat secara berkelompok dilakukan dengan menggunakan pipa2 air langsung kerumahrumah. Di desa Batulapisi Kecamatan Tinggimoncong tidak terdapat kelompok tani, akan tetapi mereka memanfaatkan air dari hutan lindung secara swadaya dalam kelompok-kelompok yang berjumlah 4 hingga 6 KK. Sedangkan di desa Majannang dan desa Bulutanna, kecamatan Tinggimoncong terdapat kelembagaan berupa Kelompok Tani Hutan (KTH) yang berjumlah 15 hingga 20 orang. Pada umumnya kepemilihan lahan, berkisar antara 0,5 hingga 3 ha/kk. Di desa Majannang, pemanfaatan air dari hutan lindung dibantu oleh pemda Propinsi Sulsel berupa pipapipa besi yang mengalirkan air dari hutan lindung ke desa tersebut. Kesimpulan 1. Pembangunan bidang kehutanan Kabupaten Gowa dititikberatkan pada program optimalisasi fungsi hutan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan baik segi ekonomi ekologi maupun sosial budaya masyarakat. 2. Potensi sumberdaya alam di Kabupaten Gowa dimanfaatkan untuk pertaniantanaman pangan seperti persawahan seluas hektare dengan jenis tanaman berupa padi, jagung, kedelai dan hortikultura. Pariwisata antara lain Benteng Somba Opu, Makam raja-raja Gowa, Hutan Wisata dan air terjun Malino, Wisata Tirta Bilibili, Danau Mawang dan sumber air panas di kecamatan Bungaya. Kehutanan berupa kayu Rimba Campuran, meranti, jati dan kayu indah, getah pinus dan damar, rotan,. Madu, Gula aren Ijuk, Kemiri Kenari Asam, sutra dan Kulit kayu manis. 3. Potensi sumberdaya air yang ada di Kab Gowa ada yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari sumbermata air di HL, dari sungai jeberang dimanfaatkan dibagian hilir untuk irigasi, industri gula dan rumah tangga melalui PDAM yang bersumber dari penampungan waduk / Dan Bili-bili. 16

18 4. Pengelola sumberdaya air melibatkan beberapa stakeholder antara lain Dinas PU dan Pengairan Kabupaten, BPDAS, UPTD BPSDA dan PDAM dengan tugas dan fungsinya masing-masing. 5. Ada kelembagaan dimasyarakat maupun stakeholder dalam menjaga kelestarian hutan sebagai sumber air melalui tata tanam tahunan yang dilakukan oleh kelompok tani sebelum mengajukan permohonan perijinan penggunaan air terutama untuk irigasi. Daftar Pustaka. Anonim. 2004, Laporan Tahunan Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa 2004, Data dan Informasi Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Gowa 2004, Pelaksanaan GNRHL di Sulawesi selatan Dan Sulawesi Barat 2002, Struktur Organisasi dan Uraian Tugas UPTD BPSDA Wilayah Sungai Jeneberang Sulawesi Selatan. 2004, The Study On Capasity Development For Jeneberang River Basin Management In The Republic of Indonesia. JICA and Dirjen of Water Resources 17

Oleh : Sylviani dan Elvida Yosefi S. Ringkasan

Oleh : Sylviani dan Elvida Yosefi S. Ringkasan POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI JENEBERANG DAN KAWASAN HUTAN LINDUNG (Studi Kasus di Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan) Oleh : Sylviani dan Elvida Yosefi S. Ringkasan

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Oleh: Sylviani. Ringkasan

KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Oleh: Sylviani. Ringkasan KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Oleh: Sylviani Ringkasan Peranan air bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta lingkungan sangatlah penting dan merupakan kebutuhan pokok, karenanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat : : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kawasan Minapolitan Bontonompo terletak di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Gowa terletak

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis - PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota - PP Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa peran sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat;

Gubernur Jawa Barat; 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 11 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DIKAWASAN DAS BRANTAS ( Studi kasus Kabupaten Malang Jawa Timur ) Oleh : Sylviani. Ringkasan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DIKAWASAN DAS BRANTAS ( Studi kasus Kabupaten Malang Jawa Timur ) Oleh : Sylviani. Ringkasan PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DIKAWASAN DAS BRANTAS ( Studi kasus Kabupaten Malang Jawa Timur ) Oleh : Sylviani Ringkasan Pemanfaatan sumber air dikawasan DAS Brantas mulai dari hulu sampai hilir (termasuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU 137 Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU No Amanat pertauran perundang-undangan 1 Mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 persen dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Nani Heryani, telp.0251-8312760, hp 08129918252, heryani_nani@yahoo.com ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

INDONESIA WATER LEARNING WEEK WATER SECURITY FOR INDONESIA WATER ENERGY ENERGY FOOD NEXUS INSTITUTIONAL ASPECTS OF WRM

INDONESIA WATER LEARNING WEEK WATER SECURITY FOR INDONESIA WATER ENERGY ENERGY FOOD NEXUS INSTITUTIONAL ASPECTS OF WRM INDONESIA WATER LEARNING WEEK WATER SECURITY FOR INDONESIA WATER ENERGY ENERGY FOOD NEXUS INSTITUTIONAL ASPECTS OF WRM MASALAH KELEMBAGAAN Tingkat DAS Tingkat Pusat Dewan SDA Nasional Presiden Kem. PU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk

LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA. Andi Ella, dkk LAPORAN HASIL JUDUL KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN GOWA Andi Ella, dkk PENDAHULUAN Program strategis Kementerian Pertanian telah mendorong Badan Litbang Pertanian untuk memberikan dukungan

Lebih terperinci

KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR

KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR KOMPENSASI HULU-HILIR DAN INSENTIF PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENGATUR TATA AIR Oleh Sylviani 1) Ringkasan Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi kawasan yang berpotensi

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN (Disempurnakan) BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa fungsi irigasi memegang peranan

Lebih terperinci

Konsep Kebijakan Tata Air Sebagai Jasa Lingkungan

Konsep Kebijakan Tata Air Sebagai Jasa Lingkungan KONSEP TATA AIR SEBAGAI JASA LINGKUNGAN Oleh : Dra. Sylviani Isu Kawasan Lindung Sebagai Penyedia Air Peningkatan kebutuhan air baik untuk publik, dunia usaha Banyak para pihak yg terlibat : pengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 SERI E. 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PROFIL DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2010

PROFIL DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2010 PROFIL DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2010 SATUAN KERJA A. DASAR HUKUM SATUAN KERJA 1. Peraturan daerah Kabupaten Sumenep Nomor 02 Tahun 2006 tentang Pembentukan Organisasi Dinas

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

TANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl.

TANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl. TANGGAPAN KAJIAN/EVALUASI KONDISI AIR WILAYAH SULAWESI (Regional Water Assessment) Disampaikan oleh : Ir. SALIMAN SIMANJUNTAK, Dipl. HE 1 A. KONDISI KETAHANAN AIR DI SULAWESI Pulau Sulawesi memiliki luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain memiliki potensi air permukaan yang begitu besar Wilayah Sungai (WS) Brantas juga dihadapkan dengan permasalahan bidang pengairan seperti penyediaan air baku

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN7 BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN DAN ENERGI SUMBER DAYA MINERAL KABUPATEN TULUNGAGUNG

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

Dinas PU. Sumber Daya Air Kabupaten Lamongan RENCANA STRATEGIK DINAS PEKERJAAN UMUM SUMBER DAYA AIR TAHUN

Dinas PU. Sumber Daya Air Kabupaten Lamongan RENCANA STRATEGIK DINAS PEKERJAAN UMUM SUMBER DAYA AIR TAHUN Visi : Terwujudnya Lamongan Lebih Sejahtera, dan Berdaya Saing RENCANA STRATEGIK DINAS PEKERJAAN UMUM SUMBER DAYA AIR TAHUN 2016-2021 Misi 1 : Memantapkan sarana dan prasarana dasar dengan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PEMBANGUNAN BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN MADURA TAHUN 2007 Bondowoso, Januari 2008 BALAI PENGELOLAAN

Lebih terperinci

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS

LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Seminar Regional Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan dalam Perspektif Tata Ruang LANSKAP HUTAN BERBASIS DAS Niken Sakuntaladewi (n.sakuntaladewi@yahoo.com) Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kupang,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, 1 GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.bahwa demi terselenggaranya penyediaan air yang dapat memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK DAN SYARAT-SYARAT PENGAJUAN KEGIATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

PELAYANAN PUBLIK DAN SYARAT-SYARAT PENGAJUAN KEGIATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR Dinas Kehutanan VISI DAN MISI VISI : Visi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Toba Samosir adalah : Terwujudnya Hutan yang Lestari dan Kebun yang Produktif MISI : Berdasarkan Visi yang telah

Lebih terperinci