ARTIKEL PENELITIAN. Oleh : Tri Mulyani, SPd., SH., MH. / /Ketua Ani Triwati, S.H., M.H. / /Anggota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARTIKEL PENELITIAN. Oleh : Tri Mulyani, SPd., SH., MH. / /Ketua Ani Triwati, S.H., M.H. / /Anggota"

Transkripsi

1 ARTIKEL PENELITIAN KONSISTENSI PENERAPAN ASAS PRESUMPTION OF INNOCENCE DALAM PENGGEREBEKAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN OLEH POLSEK PEDURUNGAN KOTA SEMARANG Oleh : Tri Mulyani, SPd., SH., MH. / /Ketua Ani Triwati, S.H., M.H. / /Anggota Penelitian Ini dibiayai oleh Universitas Semarang dengan Surat Perjanjian Nomor: /USM.H8/L/2014 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG SEMARANG

2 KONSISTENSI PENERAPAN ASAS PRESUMPTION OF INNOCENCE DALAM PENGGEREBEKAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN OLEH POLSEK PEDURUNGAN KOTA SEMARANG Tri Mulyani dan Ani Triwati Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang ABSTRAK Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui konsistensi penerapan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian, kendala beserta solusi yang ditemukan oleh Polsek Pedurungan Kota Semarang. Sedangkan manfaat yang dapat dipetik dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana. Manfaat secara praktis diharapkan dapat dijadikan sebagai wacana yang berharga bagi pihak-pihak terkait yang terlibat dalam penegakan hukum. Metodelogi penelitian yang akan dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya: metode pendekatan yuridis normative, spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis, sumber data terdiri data sekunder dan data primer, metode pengumpulan data dengan melakukan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan serta documenter, metode penyajian data akan disajikan sesuai dengan bentuk data itu sendiri ketika baru di dapat, dan metode analisis data adalah kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kekonsistenan penerapan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian oleh Polsek Pedurungan Kota Semarang, ditentukan oleh jenis perjudian itu sendiri, karena berbeda permainan, maka berbeda pula metodenya, dan ini akan berpengaruh pada strategi penggerebekannya, dan konsistensi penerapan asasnya. Adapun kendala terjadi pada saat menetapkan menjadi status tersangka, karena para mereka yang tertangkap saling melempar keterangan, namun untuk tetap menjaga kekonsistenan dalam penerapan asas presumption of innocence, maka diberlakukanlah suatu solusi berupa metode saling menerangkan Kata kunci : perjudian, asas hukum acara pidana, proses penyidikan dan penyelidikan ABSTRACT The purpose of the study is to determine the consistency of the application of the principle of the presumption of innocence in criminal acts gambling raids, obstacles and solutions found by police Pedurungan Semarang. While the benefits that can be drawn from this study is theoretically expected to contribute to science, especially criminal law and criminal procedure. Practical benefits expected to be used as a valuable discourse for the parties involved in law enforcement.research methodology that will be used in this study include: normative juridical approach, the specification is descriptive analytical study, data sources consist of secondary data and primary data, data collection methods to conduct field research and literature and documentary research, methods of presentation of the data will be presented in accordance with form data itself when new can, and methods of data analysis is qualitative. The results of the study indicate that the presumption of consistency of application of the principle of innocence in criminal acts gambling raids by police Pedurungan Semarang, is determined by the type of gambling itself, because different game, then different methods, and this will affect the strategy penggerebekannya, and consistent implementation of the principle. The constraint occurs when set to the status of a suspect, because they were caught throwing a description, but to maintain consistency in the application of the principle of the presumption of innocence, then diberlakukanlah a solution in the form of method "each explained". Keywords: gambling, principles of criminal procedure law, the process of investigation and inquiry 2

3 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENELITIAN Di dalam pergaulan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Normanorma tersebut diantaranya adalah norma agama, kesusilaan, kesopanan dan norma hukum. Apabila semua anggota masyarakat mentaati norma dan aturan tersebut, niscaya kehidupan masyarakat akan tertib, tenteram, aman, dan damai. Namun dalam kenyataannya, sebagian dari anggota masyarakat ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma dan aturan tersebut. Pelanggaran terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dikenal dengan istilah penyimpangan sosial. Akibat dari penyimpangan sosial ini, memunculkan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat yang selanjutnya dikenal dengan penyakit sosial. Penyakit sosial adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas bangsa, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Penyakit sosial yang ada dimasyarakat salah satunya adalah perjudian. Pengertian perjudian berdasarkan KUHP Pasal 303 ayat (3), adalah tiap-tiap permainan, yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. 1 Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainlainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303 ayat (3) Bertolak dari pengertian pada pasal 303 ayat (3) KUHP, serta penjelasan Pasal 1 PP Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dapat diketahui agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi harus memenuhi unsur-unsur perjudian, yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan permainan atau perlombaan, adanya sifat menguntungkan maupun merugikan dan adanya taruhan. 2 Kategori jenis judi berdasarkan PP Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, digolongkan menjadi tiga yaitu Pertama, adalah perjudian jenis kasino yaitu: Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine (Jackpot), Ji Si Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser / bulu ayam, pada sasaran atau, papan yang berputar (Paseran), Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe, serta Kiu-Kiu. Kedua, adalah perjudian di tempat keramaian yaitu: lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran), lempar gelang, lempar Coin, kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak, berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, kailai, mayong/macak dan erek-erek. Ketiga, adalah perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan yaitu: adu ayam, adu sapi, adu kerbau, pacu kuda, karapan sapi, adu domba/ kambing. Dari kategorikategori tersebut, ada 1 (satu) kategori perjudian lagi yaitu perjudian yang didasarkan pada saranaatau alat, yaitu 2 Penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian 3

4 menggunakan hewan, kartu, mesin ketangkasan, bola, video, internet, dan berbagai jenis permainan olah raga. Dari berbagai banyak kategori jenis perjudian yang tersebut di atas kesemuanya sangat sulit untuk diberantas, namun justru dari waktu kewaktu semakin meningkat prosentasenya. Khususnya di Semarang Jawa Tengah pada tahun 2011 terhitung sebanyak 879 kasus, dan pada tahun 2012 naik 20% yaitu kasus. 3 Bahkan di tahun 2013 terdapat 2 kasus perjudian yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur. 4 Pelaku perjudian dewasa ini semakin sangat bervariatif, mulai dari anak-anak, kaum remaja, orang dewasa, bahakan orang-orangorang yang sudah tua. Judi juga menjalar hingga kaum perempuan bahkan kaum ibuibu rumah tangga. Mengingat data kasus perjudian semakin meningkat, maka perlu dilakukan penertiban agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang tertib, aman, tenteram dan damai. Penertiban tersebut oleh pemerintah dipercayakan kepada aparat kepolisian yang diberikan kewenangan melalui UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Di dalam menjalankan tugasnya, Kepolisian tidak dapat melakukan tugasnya sendirian. Kepolisian harus juga didukung berbagai pihak, terutama masyarakat. Apabila masyarakat mengetahui tentang terjadinya suatu peristiwa tindak pidana perjudian diharapkan mau memberikan 3 Tingkat Kriminalitas Di Semarang Naik 20 Persen, Senin, 31 Desember TRIBUNNEWS.COM SEMARANG, Dua Anak di Bawah Umur Diadili karena Bermain Judi. Rabu, 5 Februari :32 WIB laporan dan pengaduan informasi awal mengenai adanya tindak pidana perjudian. Apabila pihak Kepolisian menerima laporan dan pengaduan informasi awal adanya tindak pidana perjudian yang berasal dari masyarakat tersebut maka berdasarkan Pasal l4 KUHAP, Kepolisian mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Ruang lingkup penyelidikan berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 5 KUHAP dijelaskan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan cara yang diatur dalam undang-undang. Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) KUHAP, untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik dapat melakukan penangkapan atau penggerebekan. Penyelidik, di dalam melakukan penangkapan dan penggerebekan, tetap harus menghormati asas-asas hukum acara pidana khususnya asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana di sebutkan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5 Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan kekuasaan para aparat penegak hukum. Namun di dalam 5 Penjelasan umum butir 3c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 4

5 penangkapan atau penggerebekan tindak pidana perjudian, pihak Kepolisian justru menerapkan sebaliknya yaitu asas praduga bersalah. Asas praduga bersalah yang di tempuh ini, mengingat, karena di dalam permainan judi ini jumlah pesertanya banyak, di sisi lain di tempat kejadian perkara terdapat berbagai macam golongan orang, diantaranya adalah penyelenggara permainan, pemain dan juga penonton. Dari berbagai golongan tersebut di atas, disertai dengan situasi permainan yang ramai, dimungkinkan para pelaku dapat melarikan diri sebelum Polisi dapat menangkapnya. Di dalam kondisi seperti ini, pihak Kepolisian tidak ada waktu untuk memilah mana penyelenggara dan mana pemain serta mana penonton untuk dapat menangkap mereka. Sedangkan di sisi lain Kepolisian harus dapat menjaring semua pelaku, sehingga dalam penggerebekan judi, semua yang berada di tempat kejadian perkara dianggap bersalah. Asas praduga bersalah ini ditempuh Kepolisian untuk memudahkan mereka dalam melaksanakan tugasnya, agar proses penggerebekan tindak pidana perjudian membuahkan hasil sesuai target dalam penyelidik. Selanjutnya orang yang berhasil tertangkap dalam penggerebekan di bawa ke kantor untuk dilakukan penyidikan. Pada Pasal 1 butir 2 KUHAP dijelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Hasil dari proses inilah, dengan bukti-bukti yang ada, Kepolisian baru dapat menentukan tersangkanya (pelaku baik penyelenggara permainan ataupun pemain). Sedangkan orang yang tidak terbukti, maka oleh pihak Kepolisian dilepaskan dengan diberi ganti kerugian dan rehabilitasi. Ganti kerugian berdasarkan Pasal 1 butir 22 KUHAP adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutanya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undangundang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Bertolak pada fenomena yang terjadi di atas, maka munculah keinginan untuk meneliti tentang "Konsistensi Penerapan Asas Presumption Of Innocence Oleh POLSEK Pedurungan, Kota Semarang", yang diharapkan mampu memberikan nilai manfaat bagi seluruh pihak terkait dengan penegakan hukum di Indonesia, agar dapat tercipta situasi di masyarakat tertib, aman, tenteram dan damai. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah konsistensi penerapan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang? 2) Apa yang menjadi kendala dan bagaimana solusi yang dilakukan oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang dalam menerapkan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian? TUJUAN Bertolak dari rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui konsistensi penerapan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang? 2) Untuk mengetahui cara mengatasi kendala dan cara menemukan solusi yang 5

6 dilakukan oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang dalam menerapkan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian? METODE PENELITIAN Di dalam penyusunan karya ilmiah ini, dibutuhkan data yang akurat, sedangkan data yang dimaksud dapat diperoleh dengan cara mengadakan penelitian yang disesuaikan dengan obyek serta mempergunakan prosedur atau langkah penelitian sebagai metedologi. Soerjono Sukanto dalam bukunya pengantar penelitian hukum mengatakan, bahwa istilah metedologi berasal dari kata metode yang berarti (jalan ke), namun demikian menurut kebiasaan, metodologi dirumuskan dengan kemungkinan kemungkinan sebagai berikut : 6 1. Suatu pemikiran yang digunakan dalam suatu penilitian dan penilaian. 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan. 3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. Sebagai bagian dari kegiatan ilmu pengetahuan, maka penelitian hukum tidak dapat dipisahkan dari suatau metedologi, yang lazim disebut metedologi penelitian hukum. Untuk itu Ronny Hanitijo Soemitro dalam bukunya metedologi penelitian hukum, mengatakan sebgai berikut : didalam metedologi penelitian hukum diuraikan mengenai penelaran dalil dalil, postulat postulat dan proposisi proposisi yang menjadi latar belekang dari setaiap langkah dalam proses yang lazim ditempuh dalam kegiatan penelitian hukum, kemudian dibuktikan lagi tetapi sudah jelas dengan sendirinya bagi semua orang (self Eviden). Sedangakan Proposisi adalah pernyataan yang masih harus dubuktikan kebenaranya. 7 Dari penjelasan dimuka, kiranya dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai peran metedologi dalam penelian ini dan pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai berikut : 1. Menambah para ilmuan untuk mengadakan/ melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengakap. 2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal hal yang belum diketahui. 3. Memberi kemungkinan yan lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner 4. Memberi pedoman untuk mengkoordinasikan serta mengintergrasikan pengetahuan mengenai masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka agar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maka penelitian ini didasarkan pada suatu metedologi penelitian sebgai sebgai berikut : Metode Pendekatan Untuk mendekati pokok permasalahan, maka penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma hukum positif. 8 Pendekatan ini pergunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, mengingat bahwa obyek dalam penelitian ini adalah penerapan dari asas-asas Hukum Acara Pidana khususnya asas presumption of innocence yang diatur dalam Penjelasan Umum KUHAP angka 3.c dalam penggerebekan tindak pidana perjudian di POLSEK Pedurungan Kota Semarang 6 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta 1984, hal 5 7 Ronny Hanitijo Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 1983, hal 9 6

7 Spesifikasi penelitian Bertolak dari dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian ini, untuk mendekati pokok pokok permasalahan, maka akan dipergunakan sebuah spesifikasi penelitian yang diskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif dikaitkan dengan teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif dalam masyarakat. 9 Dengan demikian, dari penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai praktik dari penerapan asas-asas Hukum Acara Pidana khususnya asas presumption of innocence yang diatur dalam Penjelasan Umum KUHAP angka 3.c dalam penggerebekan tindak pidana perjudian di POLSEK Pedurungan Kota Semarang Sumber Data Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Data Sekunder. Data sekunder adalah data yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangundangan yang diurut berdasarkan hierarki. 10 Peraturan perundangundangan sebagai bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang merupakan terjemahan 9 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada Hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta, Kencana, Hal 141 dari Wet Boek Van Strafrecht. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang diubah lagi menjadi UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. b. Bahan sekunder, yaitu 11 bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, hasil hasil penelitian yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan, literatureliteratur seperti buku-buku teks (text books) yang ditulis para pakar hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi. c. Hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 12 Bahan hukum tersier ini berrupa kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, internet. 2. Data Primer Data primer yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti atau yang berhubungan langsung dengan aparat penegak hukum dalam hal ini adalah pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang Metode Pengumpulan Data Dalam Penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian lapangan (Field Research) Dalam penelitian ini, data akan dikumpulkan dengan cara memberikan daftar pertanyaan, dengan mengadakan interview langsung dengan pihak Kepolisian POLSEK Pedurungan, Kota Semarang. Interview akan dilakukan dengan Kepala Polisi Sektor (KAPOLSEK) dan Kepala Unit Reserse Kriminal (KANIT RESKRIM)) dengan 11 Jhony Ibrahim, Op. Cit., Hal Ibid 7

8 jawaban terbuka, dimana hasil wawancara tersebut akan digunakan untuk membahas permasalahan yang sedang diteliti. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam penelitian ini, data data akan dikumpulkan dengan cara mempelajari buku, tulisan yang ilmiah yang terdapat dari literature, majalah, surat kabar dan ketentuan tertulis yang berhubungan dengan pokok bahasan penelitian 3. Studi Dokumenter Dalam penelitian, data berupa dokumen resmi dari POLSEK Pedurungan Kota Semarang berupa kasus-kasus tindak pidana perjudian yang pernah ditangani, akan dikumpulkan, dipelajari dan dianalisis sehingga mendapatkan sebuah kesimpulan akhir terkait dengan pokok bahasan dalam penelitian ini Metode Penyajian Data Data yang sudah diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian secara terperinci dan sistematis dan penyajian data ini sesuai dengan bentuk data itu sendiri ketika baru didapat yang kemudian analisis dan ditarik kesimpulan secara induktif. Metode Analis Data Metode analis yang dipakai dalam penilitian ini adalah metode analisis kualitatif artinya suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskritif analistis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh atau berdasarkan hasil penelitian. 13 Setelah data semua terkumpul kemudian dilakukan pemeriksaan data yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan kenyataannya. 13 HB. Soetopo, Pengantar Penelitian Kualitatif, Mahkamah Training Penelitian Hukum, UNS, 1991 Untuk model analisis yang digunakan adalah analisis interaktif yaitu data yang terkumpul akan dianalisa melelui tiga tahap, mereduksi data, menyajikan data dan kemudian menarik kesimpulan, selain itu dilakukan suatu proses siklus antar tahap tahap tersebut, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan satu dengan yang lainnya secara sistematis. 22 HASIL DAN PEMBAHASAN JUMLAH DAN JENIS KASUS PERJUDIAN TAHUN Berdasarkan data yang tersimpan di Kepolisian Sektor (POLSEK) Pedurungan Kota Semarang, data tindak pidana perjudian dalam kurun waktu terhitung mulai per 01 Januari 2013 hingga 15 Desember 2014 yang sudah P21 (lengkap dan sudah masuk ke Kejaksaan) sebanyak 5 (lima) kasus. Adapun rinciannya sebagai berikut : 2 (dua) kategori tindak pidana pidana perjudian jenis kartu, 3 (tiga) yaitu 2(dua) Remi/Capsa dan 1 (satu) domino, serta 2 (dadu). SAMPLE KASUS Dari ke 5 (lima) kasus tersebut, sample kasus yang akan dianalisis sebanyak 2 (dua) yaitu kategori tindak pidana pidana perjudian jenis Kartu 1 (satu) yang mewakili 3 diantaranya (tiga kasus yang lainnya yang sejenis yaitu tindak pidana perjudian jenis kartu 2 (dua) remi dan 1 domino dan 1 kategori tindak pidana pidana perjudian jenis dadu (mewakili 2) diantaranya. Tindak Pidana Perjudian Jenis Kartu/Capsa Duduk Perkara Telah terjadi tindak pidana perjudian jenis Kartu/Capsa yang dilakukan oleh 4 (empat) orang yang masing-masing bernama Sutresno, Abdul Aziz, Gembur dan Gelek, namun yang dapat tertangkap hanya 2 (dua), 8

9 diantaranya adalah Sutresno, Abdul Aziz, sedangkan 2 (dua) yang lainnya yaitu Gembur dan Gelek melarikan diri dan, hingga sekarang belum dapat tertangkap dan masih termasuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Peristiwa terjadi pada hari Kamis tanggal 16 Oktober 2014, sekira pukul WIB, bertempat di Pangkalan Truk Pasir Penggaron Jl. Brigjen Sudiarto, Kec. Pedurungan Kota Semarang. Permainan Kartu/Capsa yang dilakukan adalah menggunakan 52 (lima puluh dua) lembar kartu remi. Adapun mekanisme permainan adalah dengan cara kartu remi yang berjumlah 52 (lima puluh dua) tersebut dikocok terlebih dahulu oleh salah satu tersangka, setelah itu masing-masing pemain mendapat jatah kartu sebanyak 1 (satu) kartu dan dibagi memutar terus sampai kartu tersebut habis hingga masing-masing pemain mendapat jatah kartu sebanyak 13 (tiga belas) kartu, setelah itu di buka dan yang dinyatakan menang dengan nilai enam per setengah (istimewa). Tindak Pidana Perjudian Jenis Dadu Duduk Perkara Tindak pidana perjudian jenis Dadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 KUHP dilakukan oleh tersangka yang bernama Jumain. Jumain adalah Bandar Dadu dan pemasanganya adalah Herman Sudarso dan keenam teman yang lainya yang tidak saling mengenal. Perjudian yang terjadi di Pos Terminal Penggaron, Kec. Pedurungan Kota Semarang ini dipergoki oleh Pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang pada tanggal 09 April 2014 sekira pukul WIB. Di dalam penggerebekan ini, hanya 2 (dua) yang tertangkap yaitu Jumain menjadi Bandar dadu dan Herman Sudarso pemasangnya, sedangkan yang 6 yang lainya kabur. Dalam perjudian dadu tersebut menggunakan 1 (satu) batok, 3 (tiga) buah mata dadu, 6 (enam) lembar potongan kartu domino. Cara Jumain Bin Kamsin (Alm) sebagai Bandar dadu adalah menggoncang mata dadu yang terdapat dalam batok, kemudian batok di letakan setelah saksi memasang uang taruhan sebesar Rp ,00 (lima ribu rupiah) dan pemain lain ikut memasang taruhan diangka 3 (tiga), setelah itu Jumain selaku Bandar membuka batok tersebut dan muncul angka. Angka tersebut beda dengan angka yang dipasang pemain, artinya pemain kalah dan uang taruhan yang dipasang ditarik atau diambil Jumain selaku Bandar. PEMBAHASAN Konsistensi Penerapan Asas Presumption Of Innocence Dalam Penggerebekan Tindak Pidana Perjudian Jenis Kartu/Capsa Oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang Kronologis penggerebekan tindak pidana perjudian jenis Kartu/Capsa yang terjadi di Pangkalan Truk Pasir Penggaron Jl. Brigjen Sudiarto, Kec. Pedurungan Kota Semarang. dapat diuraikan sebagai berikut: Bahwa sekira pukul WIB, pihak Kepolisian Sektor Pedurungan Kota Semarang yaitu Ipda Sarimin, SH menerima informasi dari masyarakat melalui telpon, yang menginformasikan bahwa ada orang yang sedang bermain judi Kartu/Capsa di Pangkalan Truk Pasir Penggaron Jl. Brigjen Sudiarto Kec. Pedurungan Kota Semarang. Berdasarkan informasi tersebut pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang (termasuk Ipda Sarimin, SH dan anggota yang lain) menindak-lanjuti dengan melakukan penyelidikan. Di dalam penyelidikan ini dilakukan bertujuan untuk memastikan beberapa hal, diantaranya adalah memastikan benar tidaknya mengenai tindak pidana yang dilaporkan tersebut. Dari 9

10 hasil penyelidikan tersebut ternyata benar adanya bahwa di Pangkalan Truk Pasir Penggaron Jl. Brigjen Sudiarto, Kec. Pedurungan Kota Semarang sering terjadi tindak pidana Judi Kartu/Capsa. Dalam penyelidikan tersebut selain bertujuan untuk memastikan kebenaran akan laporan masyarakat bahwa telah terjadi tindak pidana, juga bertujuan untuk menetapkan target sasaran. Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya dilakukanlah penggerebekan terhadap tindak pidana perjudian jenis Kartu/Capsa tersebut. Dalam proses penggerebekan tersebut pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang dipimpin oleh Ipda Sarimin, SH, Aiptu Sudarmaji dan seorang anggota Bripka A. Khambali hanya berhasil menangkap 2 (dua) penjudi, berikut barang bukti berupa 48 (empat puluh delapan) kartu remi dan uang yang dijadikan taruhan sebesar Rp ,00 (empat puluh delapan ribu rupiah), sedangkan yang lainnya kabur melarikan diri dan sampai saat ini belum bisa ditangkap. Konsistensi penerapan asas Presumption Of Innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian jenis kartu di POLSEK Pedurungan Kota Semarang, berdasarkan hasil hasil analisis pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang ternyata tetap konsisten, karena dalam tindak pidana perjudian jenis Kartu/Capsa ini jelas pemainya, dan sudah masuk dalam daftar target sasaran operasi sebelumnya sehingga pelaksanaanya lebih mudah. Kendala Dan Solusi Penerapan Asas Presumption Of Innocence Tindak Pidana Perjudian Jenis Kartu/Capsa Yang Dilakukan Oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang Berdasarkan data yang di peroleh dari POLSEK Pedurungan Kota Semarang, dan pengamatan, serta wawancara yang dilakukan dapat ditarik sebuah analisa bahwasanya dalam penerapan asas presumption of innocence dalam melakukan penggerebekan tindak pidana perjudian khususnya tindak pidana perjudian jenis Kartu /Capsa ini tidak mengalami kesulitan dan tetap konsisten, karena di dalam penyelidikan sebelumnya sudah dipastikan target sasaran. Sehingga dalam proses penggerebekan tindak pidana perjudian jenis Kartu/Capsa ini difokuskan pada pemain (4 (empat) pemain), sehingga pelaksanaannya lebih mudah. Konsistensi Penerapan Asas Presumption Of Innocence Dalam Penggerebekan Tindak Pidana Perjudian Jenis Dadu Oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang Kronologis penggerebekan tindak pidana perjudian jenis Dadu yang terjadi di Pos Terminal Penggaron, Kec. Pedurungan Kota Semarang. dapat diuraikan sebagai berikut: Penggerebekan dilakukan bermula dari adanya laporan dari masyarakat bahwa di tempat tersebut sering dipergunakan untuk bermain judi dadu. Sebagai langkah awal dalam menindaklanjuti laporan pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang melakukan penyelidikan. Di dalam penyelidikan ini dilakukan bertujuan untuk memastikan beberapa hal, diantaranya adalah memastikan benar tidaknya bahwa di Pos Terminal Penggaron, Kec. Pedurungan Kota Semarang terjadi tindak pidana perjudian jenis dadu. Selain itu juga, penyelidikan ini bertujuan untuk menetapkan target sasaran. Namun dalam hal menentukan target sasaran pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang agak kesulitan, karena pemainnya tidak Cuma 1 (satu), sehingga target utamanya adalah bandarnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang menyiapkan anggota untuk melaksanakan penggerebekan. Dalam hal 10

11 pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang sulit menentukan target karena pemainya banyak, menyebabkan ketidak konsistenan dalam menerapkan Asas Presumption Of Innocence, namun bukan berarti pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang mengesampingkan asas Presumption Of Innocence. Asas Presumption Of Innocence akan menjadi konsisten ketika dalam tahap penetapan tersangka, di mana dalam proses ini, semua yang berhasil ditangkap, di bawa ke kantor, diinterogasi, dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang ada baru bisa menetapkan tersangkanya. Sedangakan yang setelah melalui proses interogasi dan tidak cukup kuat bukti, maka akan dilepaskan, sehingga pada saat penggerebekan target utama adalah Bandar, dan menangkap siapa saja yang melingkari kalangan permainan judi, yang bertujuan mampu menjaring semua pemain. Dan sangat disayangkan bahwa dalam penggerebekan tersebut hanya 2 (dua) yang tertangkap yaitu Jumain sebagai Bandar dadu dan Herman Sudarso sebagai pemasangnya dan yang lainya kabur (pada saat itu terhitung berdasarkan pengakuan Bandar ada 6 (enam) pemain). Dalam peristiwa penggerebekan tersebut selain menangkap 2 (dua) tersangka, pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang juga dapat mengumpulkan berupa barang bukti yang ada di lokasi kejadian yaitu berupa 1 (satu) buah batok berikut alas kayu yang berbentuk bulat, 3 (tiga) buah mata dadu, 6 (enam) lembar potongan kartu domino, dan sejumlah uang pemasangan sebesar Rp ,00 (tiga ratus dua puluh rupiah). Dari uraian di atas dapat dikemukakan analisis bahwa penerapan asas Presumption Of Innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian jenis dadu dapat dikatakan semi konsisten, dan akan menjadi konsisten ketika setelah diinterogasi, dan dikuatkan dengan buktibukti yang ada, baru bisa menetapkan tersangkanya. Sedangakan yang setelah melalui proses interogasi dan tidak cukup kuat bukti, maka akan dilepaskan. Kendala Dan Solusi Penerapan Asas Presumption Of Innocence Tindak Pidana Perjudian Jenis Dadu Yang Dilakukan Oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang Berdasarkan data yang di peroleh dari POLSEK Pedurungan Kota Semarang, dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan asas presumption of innocence dalam melakukan penggerebekan tindak pidana perjudian khususnya tindak pidana perjudian jenis Dadu ini sedikit mengalami kesulitan dan bisa dikatakan semi konsisten, karena pada saat penggerebekan, siapa saja yang melingkari kalangan permainan judi tersebut di tangkap. Dan akan menjadi konsisten ketika dalam tahap penetapan tersangka, di mana dalam proses ini, semua yang berhasil ditangkap, di bawa ke kantor, diinterogasi, dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang ada, dan pada saat itulah baru bisa menetapkan tersangkanya. Sedangakan yang setelah melalui proses interogasi dan tidak cukup kuat bukti, maka akan dilepaskan dan berdasarkan Pasal 1 butir 22 KUHAP di berikan ganti kerugian yaitu hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutanya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undangundang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Adapun ketidak-konsistenan dalam penerapan asas presumption of innocence dalam penggerebekan karena pemainya banyak dan tidak terhingga dan silih berganti tidak saling mengenal. Sehingga untuk tetap menjaga kekonsistenan ini dilaksanakan pada saat penetapan menjadi tersangka. Pada saat penetapan inipun juga sulit untuk menetapkannya karena diantara mereka saling lempar kesalahan, namun kendala ini diatasi dengan metode saling 11

12 menerangkan antara yang satu dan yang lain. Dari keterangan satu dengan yang lain ini, pada saat menerangkan dilihat apakah terjadi sinkronisasi atau tidak, dan didukung dengan alat bukti dan saksi-saksi yang lain atau tidak, adakah petunjuk pendukung atau tidak dan sebagainya. Kalau benar adanya dan minimal 2 (dua) alat bukti sebagai dasar penguat maka dia ditetapkanlah sebagai tersangka, dan pada saat itulah kekonsistenan dalam penerapan asas presumption of innocence menjadi tampak sempurna. KESIMPULAN Kekonsistenan penerapan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian oleh POLSEK Pedurungan Kota Semarang dapat dikatakan semi konsisten, di mana kondisi ini dipengaruhi oleh jenis dari perjudian itu sendiri, karena berbeda jenisnya, maka berbeda pula metode permainannya, sebagaimana sample kasus yang dianalisis yaitu perjudian jenis Kartu/Capsa yang membutuhkan 4 (empat) pemain saja yang biasanya saling mengenal, sehingga mudah dalam menentukan target sasaran, dan berbeda halnya dengan perjudian jenis dadu yang membutuhkan 1 (satu) Bandar dan banyak pemain yang silih berganti, bahkan tidak saling mengenal, di mana kondisi ini mempersulit dalam menentukan target sasaran, sehingga pada dilakukan penggerebekan siapa saja yang melingkari kalangan permainan judi tersebut di tangkap oleh pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang. Setelah berhasil ditangkap, maka segera di bawa ke kantor, dan diinterogasi. Sehingga pada akhirnya disinilah titik point kekonsistenan dalam penerapan asas presumption of innocence, dimana setelah diinterogasi dan dikuatkan dengan buktibukti yang ada, pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang baru bisa menetapkan tersangkanya. Sedangakan yang setelah melalui proses interogasi dan tidak cukup kuat bukti, maka akan dilepaskan. Kendala yang dialami oleh pihak POLSEK Pedurungan Kota Semarang dalam menerapkan asas presumption of innocence dalam penggerebekan tindak pidana perjudian, adalah pada saat melakukan interogasi, di mana diantara mereka saling lempar kesalahan, namun kendala ini dapat diatasi dengan metode saling menerangkan antara yang satu dan yang lain. Dari keterangan satu dengan yang lain ini, pada saat menerangkan dilihat apakah terjadi sinkronisasi atau tidak, dan didukung dengan alat bukti dan saksi-saksi yang lain atau tidak, adakah petunjuk pendukung atau tidak dan sebagainya. Kalau benar adanya dan minimal 2 (dua) alat bukti sebagai dasar penguat maka dia ditetapkanlah sebagai tersangka, dan pada saat itulah kekonsistenan dalam penerapan asas presumption of innocence menjadi tampak sempurna. SARAN Banyaknya jenis perjudian, mempengaruhi metode penanganan, sehingga para aparat penegak hukum khususnya Kepolisian dituntut untuk selalu mengembangkan ilmu guna memperkaya diri, agar supaya mampu mengatasi tindak pidana perjudian yang merupakan penyakit masyarakat, yang terus semakin menjamur dan bervariasi, berdasarkan peraturan hukum yang telah ditetapkan. Negara yang kuat dibangun berdasarkan pondasi yang kokoh berdasarkan Tuhan yang maha esa, dan kebenaran dan keadilan itu ada kalau tau sumbernya, hukum bisa ditegakkan kalau tahu caranya. DAFTAR PUSTAKA HB. Soetopo, Pengantar Penelitian Kualitatif, Mahkamah Training Penelitian Hukum, UNS,

13 Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya, Bayu Media, 2008 Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta, Kencana, M. Haryanto, Hukum Acara Pidana, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Robert Carson & James Butcher dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life, 1992 Sukanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta 1984 Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada Soemitro, Ronny Hanitijo, Metedologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 1983 Solahudin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP, KUHAP, KUHPdt), Visimedia, Jakarta, 2000 Tingkat Kriminalitas Di Semarang Naik 20 Persen, 12/tingkat-kriminalitas-disemarang-naik.html. Senin, 31 Desember 2012 TRIBUNNEWS.COM SEMARANG, Dua Anak di Bawah Umur Diadili karena Bermain Judi. Rabu, 5 Februari :32 WIB Tinjauan Hukum Judi, lhs.com/1?id=tinjauan- Hukum-Tentang-Judi Oleh : Drs. M. Sofyan Lubis, SH. Siti Maryam, SH, MH, Alumni Program Pascasarjana Fakultas Hukum Unhas 27/proses-pemeriksaanperkara-pidana-diindonesia html 13

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 9 TAHUN 1981 (9/1981) Tanggal: 14 MARET 1981 (JAKARTA) Sumber: LN 1981/10; TLN NO. 3192 Tentang: Indeks: PELAKSANAAN PENERTIBAN

Lebih terperinci

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur :

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur : 1.2. Pengertian Judi Dalam Ensiklopedia Indonesia[1] Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP )

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA JUDI ONLINE DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Judi 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang -Undang Hukum Pidana ( KUHP ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. norma yang ada, melanggar kepentingan orang lain maupun masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu masyarakat terdapat nilai-nilai yang merupakan suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Tindak Pidana Perjudian Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana perjudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA) Oleh : Ni Made Ira Sukmaningsih Tjok Istri Putra Astiti Bagian Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA JUDI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi perjudian memiliki perjalanan yang panjang. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat perjudian di Indonesia merupakan suatu hal yang masih di persoalkan. Banyaknya kasus yang berhasil di temukan oleh penegak hukum,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 PENERTIBAN PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA INDONESIA 1 Oleh : Tessani Justishine Tarore 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah substansi (materi pokok) dari Pasal 303

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF

BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF BAB III PERJUDIAN MENURUT HUKUM POSITIF 3.1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjudian 3.1.1. Pengertian Perjudian Judi atau permainan judi atau perjudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Permainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 289/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 381/Pid.B/2014/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 229/Pid.B/2014/PN.BKN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 229/Pid.B/2014/PN.BKN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 229/Pid.B/2014/PN.BKN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara yuridis, menjadi kewajiban dari penyelidik dan penyidik untuk menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang patut diduga

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat 26 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode merupakan suatu bentuk cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur proses pelaksanaannya, sekaligus melindungi para

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur proses pelaksanaannya, sekaligus melindungi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem pemilihan umum (Pemilu) 1) atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang jujur dan adil. Pilkada yang jujur dan

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 77/Pid.B/2013/PN.Unh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 377/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 1. Nama Lengkap : KORNELIUS PA

P U T U S A N. Nomor : 377/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 1. Nama Lengkap : KORNELIUS PA P U T U S A N Nomor : 377/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA 70 BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA Memahami masalah terjadinya suatu kejahatan, terlebih dahulu harus memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada 36 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai

I. METODE PENELITIAN. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai 36 I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi (democratische rechtstaat) dan sekaligus adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 237/Pid.B/2015/PN. Bnj. I. Nama Lengkap : ABDUL MANAF Als. MANAF; Umur / Tanggal Lahir : 35 Tahun / 30 Maret 1980; : Binjai;

P U T U S A N Nomor : 237/Pid.B/2015/PN. Bnj. I. Nama Lengkap : ABDUL MANAF Als. MANAF; Umur / Tanggal Lahir : 35 Tahun / 30 Maret 1980; : Binjai; P U T U S A N Nomor : 237/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena juga diartikan sebagai berikut : a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena juga diartikan sebagai berikut : a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Fenomena Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, fenomena diartikan sebagai hal-hal yang dinikmati oleh panca indra dan dapat ditinjau secara ilmiah (Kamus Lengkap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 345/Pid.B/2014/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Undang-undang Dasar 1945 membawa perubahan yang sangat mendasar ke dalam kehidupan negara hukum Indonesia, di antaranya adanya pengakuan hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 102/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 102/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 102/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 192/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : MUSTAKIM Bin ISMAIL

P U T U S A N Nomor : 192/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : MUSTAKIM Bin ISMAIL P U T U S A N Nomor : 192/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor 174/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor 174/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N Nomor 174/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi:

sendiri diatur dalam pasak 303 ayat (3) KUHP yang berbunyi: Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah meluas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai anak, maka tidak akan ada hentinya dengan berbagai permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah memang belum dapat

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayam, judi mancing, judi balap liar, dan lain-lain. Perjudian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ayam, judi mancing, judi balap liar, dan lain-lain. Perjudian merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman modern sekarang ini berbagai macam jenis perjudian banyak ditemukan di tingkat lapisan masyarakat. Perjudian yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 121/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO: 67 /PID.B/2014/PN-SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO: 67 /PID.B/2014/PN-SBG P U T U S A N NO: 67 /PID.B/2014/PN-SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa pada tingkat pertama telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 234/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962;

P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. Umur / Tanggal Lahir : 53 Tahun / 25 Februari 1962; P U T U S A N Nomor : 266/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 180/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : DIKI NANDRA Als DIKI Bin H.

P U T U S A N Nomor : 180/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : DIKI NANDRA Als DIKI Bin H. P U T U S A N Nomor : 180/Pid.B/2013/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 396/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 201/Pid.B/2014/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 51/Pid.B/2016/PN Bnj

P U T U S A N Nomor 51/Pid.B/2016/PN Bnj 1 P U T U S A N Nomor 51/Pid.B/2016/PN Bnj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang ABSTRAK Ririn Yunus, Nim : 271409027. Hukum Pidana, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penerapan Pasal 56 KUHAP Tentang Hak Terdakwa Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 62/PID.B/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili

P U T U S A N Nomor : 62/PID.B/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili P U T U S A N Nomor : 62/PID.B/2013/PTR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili perkara Pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan

III. METODE PENELITIAN. empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Usaha pencarian data untuk pembahasan masalah maka dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 785/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 785/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 785/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bingung. Hal ini terlihat dari kasus kasus korupsi yang lama

BAB I PENDAHULUAN. semakin bingung. Hal ini terlihat dari kasus kasus korupsi yang lama BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyaknya kasus korupsi di Indonesia membuat masyarakat semakin bingung. Hal ini terlihat dari kasus kasus korupsi yang lama belum selesai sudah muncul kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci