PERBANDINGAN EFEK DIURESIS EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN HIDROKLOROTIAZID PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN EFEK DIURESIS EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN HIDROKLOROTIAZID PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN EFEK DIURESIS EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN HIDROKLOROTIAZID PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RENDY PRIMANANDA ZILMI G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2011 to user

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi masih menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan di Indonesia. Menurut Menkes Dr. Endang R. Sedyaningsih, dr., PH., hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6.7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Dinkes Jateng, 2010). Hipertensi adalah ketika tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mm Hg atau tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan 90 mm Hg, atau keduanya (South-paul et al., 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31.7% (Dinkes Jateng, 2010). Pada kebanyakan pasien dengan hipertensi, terapi obat diperlukan untuk mencapai target tingkat tekanan darah. Diuretik taizid, betablocker, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, penghambat saluran kalsium, dan angiotensin-receptor blockers (ARBs) merupakan pilihan utama pada pasien dengan hipertensi (Chobanian, 2009). 1

3 2 Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun secara klinis diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi natrium (natriuresis) dan amnion yang menyertainya (Hardman dan Limbird, 2007). Pada aspek klinis, diuretik digunakan sebagai obat pilihan pertama pada penderita gagal jantung dan hipertensi ringan sampai sedang (Dipiro et al., 2005). Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesi simpanan natrium tubuh. Natrium dapat menyebabkan tahanan vaskular dengan meningkatkan kekauan pembuluh darah dan reaktivitas saraf (Katzung, 2001). Hidroklorotiazid termasuk dalam diuretik tiazid yang bekerja pada awal tubulus distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida (Stringer, 2008). Diuretik tiazid tepat untuk digunakan pada sebagian besar pasien dengan hipertensi ringan atau sedang (Katzung, 2001). Pemakaian tanaman obat dalam dekade ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan, dan minuman (Syukur dan Hernani, 2003). Selain murah dan mudah didapat, obat tradisonal yang berasal dari tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya dibandingkan obatobatan kimia. Hal ini disebabkan efek dari obat bersifat alamiah, tidak sekeras efek obat-obatan kimia. Tubuh manusia pun relatif lebih mudah menerima obat dari bahan tumbuh-tumbuhan dibandingkan dengan obat kimiawi (Muhlisah, 2004).

4 3 Daun, akar dan kulit batang Carica papaya L. mengandung alkaloida, saponin dan flavonoid, disamping itu daun dan akar juga mengandung polifenol dan bijinya mengandung saponin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). Flavonoid yang terdapat didalam daun papaya adalah golongan flavonol (Krishna et al., 2008). Flavonol dapat menyebabkan efek diuresis dengan cara meningkatkan ekskresi elektrolit, seperti ion natrium dan klorida bersama urin (Chodera et al., 1991). Berdasarkan uraian diatas, daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung flavonoid golongan flavonol yang dapat memberikan efek diuresis. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar efek diuresis daun pepaya jika dibandingkan dengan hidroklorotiazid. B. Rumusan Masalah Apakah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki efek diuresis yang setara dengan hidroklorotiazid pada tikus putih jantan? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui tingkat kekuatan diuresis ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dibandingkan dengan hidroklorotiazid pada tikus putih jantan.

5 4 D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Penelitian ini dapat memberi informasi ilmiah mengenai efek diuresis ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) pada tikus putih jantan serta informasi mengenai tingkatan diuresisnya pada tikus putih jantan dibandingkan dengan hidroklorotiazid. 2. Aspek Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian pada hewan yang tingkatannya lebih tinggi dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi dan Fisiolgi Ginjal a. Anatomi Ginjal Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal sebelah kanan terletak setinggi sela iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal sebelah kiri terletak setinggi sela iga kesebelas (Price dan Wilson, 2005). Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter. Ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh (Guyton dan Hall, 2007). Potongan longitudinal dari ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda, yaitu korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid 5

7 6 (Price dan Wilson, 2005). Dasar dari setiap piramid dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta berakhir di papila, yang menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila (Guyton dan Hall, 2007). Unit kerja fungsional ginjal disebut nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama (Price dan Wilson, 2005). Setiap nefron terdiri dari : (1) glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah, dan (2) tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal (Guyton dan Hall, 2007). Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis. Kapiler glomerulus dilapisi selsel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula Bowman (Guyton dan Hall, 2007).

8 7 b. Suplai Darah ke Ginjal Ginjal diperfusi oleh sekitar ml darah per menit-suatu volume yang sama dengan 20 % sampai 25 % curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih dari 90 % darah yang masuk ke ginjal didistribusikan ke korteks, sedangkan sisanya didistribusikan ke medula (Price dan Wilson, 2005). Darah masuk ke ginjal langsung dari percabangan aorta abdominalis, yaitu arteri renalis. Setelah masuk ke dalam ginjal, arteri renalis kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis, dan arteriol aferen, yang menuju kapiler glomerulus. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen yang membawa darah menjauh dari glomerulus, yaitu menuju jaringan kapiler kedua yang disebut kapiler peritubular. Kapiler ini mengosongkan isinya kedalam pembuluh sistem vena dan secara progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis yang meninggalkan ginjal (Guyton dan Hall, 2007).

9 8 c. Fungsi Ginjal Fungsi ginjal yaitu : Ekskresi produk sisa metabolik, bahan kimia asing, obat, dan metabolit hormon Ginjal merupakan organ utama untuk membuang produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea, kreatinin, asam urat, produk akhir pemecahan hemoglobin, dan metabolit hormon. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing yang diproduksi oleh tubuh atau pencernaan, seperti pestisida, obat-obatan, dan zat adiktif makanan. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit Ginjal membantu pengaturan konsentrasi ion-ion utama seperti natrium, klorida, kalium, dan fosfat. Pengaturan tekanan arteri Ginjal berperan penting dalam mengatur tekanan arteri jangka panjang dengan mengekskresikan sejumlah natrium dan air. Pengaturan keseimbangan asam-basa Ginjal mengatur keseimbangan asam-basa dengan cara mengekskresikan asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh. Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang

10 9 tipe-tipe asam tertentu dari tubuh, seperti asam sulfur dan asam fosfat yang dihasilkan dari metabolisme protein. Pengaturan produksi eritrosit Ginjal mengekskresikan eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah merah. Pengaturan produksi 1.25-dihidroksivitamin D3 Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1.25 dihidroksivitamin D3 (kalsitriol). Sintesis glukosa Ginjal menyintesis glukosa dari asam amino dan prekusor lainnya selama masa puasa yang panjang, proses ini disebut glukoneogenesis (Guyton dan Hall, 2007). d. Proses Pembentukan Urin Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relatif impermeabel terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi (disebut filtrat glomerulus) pada dasarnya bersifat bebas protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah (Guyton dan Hall, 2007).

11 10 Langkah kedua dalam proses pembentukan urin adalah reabsorpsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi dan sekresi beberapa zat dari pembuluh darah peritubulus ke dalam tubulus. Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung melalui mekanisme transpor aktif dan pasif. Suatu mekanisme dikatakan aktif apabila zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia (yaitu melawan perbedaan potensial listrik, potensial kimia, atau keduanya) dan menggunakan energi. Sedangkan pada transpor pasif zat yang direabsorpsi atau disekresi bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang ada, selama proses ini tidak diperlukan energi (Price dan Wilson, 2005). Hal utama yang berkaitan dengan sebagian besar proses reabsorpsi adalah reabsorpsi aktif natrium (Sherwood, 2001), sedikitnya dua pertiga dari jumlah natrium yang difiltrasi akan direabsorpsi secara aktif dalam tubulus proksimal (Price dan Wilson, 2005). Selain natrium, sebagian besar elektrolit dan nutrien organik, misalnya glukosa dan asam amino, juga direabsorpsi secara aktif. Sedangkan dalam reabsorpsi pasif zat terpenting yang direabsorpsi adalah klorida, air, dan urea (Sherwood, 2001). Proses sekresi dan reabsorpsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus pengumpul (Price dan Wilson, 2005).

12 11 Dari 125 ml / menit cairan yang difiltrasi di glomerulus, dalam keadaan normal hanya 1 ml / menit yang tertinggal di tubulus dan dieksresikan sebagai urin (Price dan Wilson, 2005). Dalam keadaan normal, jumlah urin rata-rata adalah 1400 ml / hari (Guyton dan Hall, 2007) yang mengandung urea, natrium, kalium, fosfat, sulfat, kreatinin dan uric acid (Marieb dan Hoehn, 2010). 2. Diuretik a. Definisi Diuretik Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin; namun secara klinis diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi natrium (natriuresis) dan amnion yang menyertainya (Hardman dan Limbird, 2007). Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukan adanya penambahan volume urin yang di produksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Gunawan, 2007).

13 12 b. Klasifikasi Pada dasarnya terdapat 3 kelompok diuretik yang dibagi berdasarkan struktur dan mekanisme kerja, yaitu : Diuretik tiazid Diuretik tiazid bekerja pada ansa henle asenden tebal dan awal tubulus distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida. Contoh dari diuretik tiazid adalah klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon, metolazon, indapamid, dan hidroflumetiazid. Diuretik loop Diuretik loop lebih kuat dari diuretik tiazid dan bekerja pada ansa henle asenden tebal dengan cara menghambat reabsorpsi klorida. Contoh dari diuretik loop adalah furosemid, bumetanid, asam etakrinat, dan torsemid. Diuretik hemat kalium Diuretik hemat kalium sering kali digunakan dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk membantu mempertahankan keseimbangan kalium. Contoh dari diuretik hemat kalium adalah antagonis aldosteron, triamteren dan amilorid. (Stringer, 2008).

14 13 c. Mekanisme Kerja Diuretik Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesi simpanan natrium tubuh. Natrium tubuh dapat menyebabkan tahanan vaskular dengan meningkatkan kekauan pembuluh darah dan reaktivitas saraf (Katzung, 2001). Diuretik mempunyai tempat kerja spesifik, yaitu: Tubuli proksimal Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang direabsorpsi kurang lebih 70 %, antara lain ion natrium dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Diuretik bekerja disini dengan cara merintangi reabsorpsi air dan juga natrium. Lengkungan Henle Dibagian menaik dari lengkungan henle kurang lebih 25 % dari semua ion klorida yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul reabsorpsi secara pasif dari natrium dan kalium tetapi tanpa air hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretik bekerja terutama dengan merintangi transpor klorida dan reabsorpsi natrium. Pengeluaran kalium dan air juga diperbanyak. Tubuli distal Di bagian pertama segmen ini, natrium direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrate menjadi lebih cair dan hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja ditempat ini dengan

15 14 memperbanyak ekskresi natrium dan kalsium sebesar 5 10 %. Di bagian kedua segmen ini, ion natrium ditukar dengan ion kalium atau NH4, proses ini dikendalikan oleh hormone aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bekerja disini dan mengakibatkan ekskresi natrium (kurang dari 5 %) dan retensi kalium. Saluran pengumpul Hormon antidiuretik (vasopresin) dari hipofisis bekerja di sini dengan jalan memengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini (Tjay dan Rahardja, 2007). 3. Hidroklorotiazid (HCT) Hidroklorotiazid termasuk dalam diuretik tiazid yang bekerja pada awal tubulus distal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida (Stringer, 2008). Diuretik tiazid tepat untuk digunakan pada sebagian besar pasien dengan hipertensi ringan atau sedang (Katzung, 2001). Senyawa sulfamoyl ini diturunkan dari klorthiazida yang dikembangkan dari sulfanilamide, bekerja dibagian tubuli distal, efek diuretiknya lebih ringan dari efek diuretik loop tetapi bertahan lebih lama (Tjay dan Rahardja, 2007).

16 15 a. Farmakokinetik Diuretik Tiazid diabsorbsi dengan baik dan cepat dari dalam usus dan diekskresi baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi aktif dalam tubulus proksimal. Awal diuresis terjadi dalam waktu 2 jam, puncak efek pada 4 jam, dan aksi berlangsung dari 6 sampai 12 jam (Gunawan, 2007). Hidroklorotiazid hampir tidak dimetabolisme oleh tubuh. Kurang lebih 95 % dari hidroklorotiazid yang masuk dalam tubuh manusia diekskresikan dalam bentuk asalnya (Anderson et al., 2002). Hidroklorotiazid didistribusikan keseluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja (Sunaryo, 2004). b. Farmakodinamik Efek farmakodinamik tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Dalam keadaan normal natrium dan klorida dibawa dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Natrium selanjutnya dipompakan ke luar tubulus dan ditukar dengan kalium (Gunawan, 2007). Hambatan ini menghasilkan peningkatan volume urin dan meningkatnya kehilangan natrium, klorida, kalium dan sejumlah air (Jackson, 2001). Perubahan asam basa dalam tubuh tidak mempengaruhi efek diuresis tiazid (Sunaryo, 2004).

17 16 4. Pepaya a. Klasifikasi Tanaman Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga : Spermatophyte : Angiospermae : Dicotyledonae : Cistales : Caricaceae : Carica Jenis : Carica papaya L. b. Nama Lokal Tanaman ini dapat dijumpai hampir di seluruh Kepulauan Indonesia. Carica papaya L. di Jawa tengah dikenal dengan nama kates, di Sunda dinamakan gedhang, orang Sulawesi menyebutnya kapaya, dan di Ambon dikenal dengan nama papas (Warsino, 2004). c. Deskripsi Tanaman Habitus : perdu, tinggi ± 10 m. Batang : tidak berkayu, silindris, berongga, putih kasar. Daun : tunggal, bulat, ujung runcing, tepi bergerigi, pertulangan menjari diameter cm, panjang tangkai cm, hijau.

18 17 Bunga : tunggal, bentuk bintang, di ketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang serupa malai, kelopak kecil, kepala sari bertangkai pendek atau duduk, kuning, mahkota bentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putih, duduk, bakal buah beruang satu, putih kekuningan. Buah : buni, bulat memanjang, berdaging, masih muda hijau setelah muda jingga. Biji : bulat atau bulat memanjang, kecil, bagian luar di bungkus selaput yang berisi cairan, masih muda putih setelah tua hitam. Akar : tunggang, bercabang, putih kekuningan. d. Khasiat Tanaman ini mempunyai banyak manfaat dan kegunaan serta telah digunakan secara tradisional untuk arthritis dan reumatik di Indonesia dan Haiti, asma dan infeksi pernapasan di Mauritius, Meksiko, dan Filipina, kanker di Australia dan Meksiko, konstipasi dan laksatif di Honduras, Panama, dan Trinidad, untuk kasus tumor (uterus) di Ghana dan Nigeria, serta kasus sifilis di Afrika (Warsino, 2004).

19 18 Daun Carica papaya L. berkhasiat sebagai obat malaria dan menambah napsu makan. Akar dan bijinya berkhasiat sebagai obat cacing, getah buahnya berkhasiat sebagai obat memperbaiki pencernaan. Untuk obat malaria dipakai ± 100 gram daun segar Carica papaya L., dicuci lalu ditumbuk, sampai lumat, ditambahkan 1 gelas air matang, diperas dan disaring. Hasil saringan diminum sekaligus (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). e. Kandungan kimia Daun, akar dan kulit batang Carica papaya L. mengandung alkaloida, saponin dan flavonoida, disamping itu daun dan akar juga mengandung polifenol dan bijinya mengandung saponin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). Flavonid yang terdapat didalam daun pepaya adalah golongan flavonol (Krishna et al., 2008). Kebanyakan tumbuhan yang mengandung flavonoid mempunyai efek diuretik atau antispasme. Selain itu flavonoid juga mempunyai efek antitumor, antibakterial atau antifungal (Evans, 2009). Flavonol menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit, seperti ion natrium dan klorida bersama urin (Chodera et al., 1991). Flavonoid cukup stabil pada pemanasan sampai 100 C selama lebih dari 30 menit (Harborne, 2006).

20 19 5. Ekstraksi Ekstrak dapat berupa sediaan kental, sediaan kering atau cair yang dibuat dengan mengambil simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Sebagai cairan penyaring digunakan air, eter, campuran etanol dan air. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat dalam simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan mengatur dosisnya. Dalam sediaan ekstrak dapat distandardisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat berkhasiat dalam simplisia sukar didapat yang sama (Anief, 2003). Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan mengekstraksi-sinambung serbuk bahan dengan alat Soxhlet. Metode ini berguna bila kita bekerja dalam senyawa gram (Harborne, 2006). Soxhletasi merupakan cara ekstraksi yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin aliran balik (Voigt, 1994). Keuntungan soxhletasi adalah membutuhkan pelarut yang lebih sedikit dan karena proses penyaringan terjadi berulang maka zat yang tersari di dalam pelarut lebih banyak dan untuk penguapan pelarut digunakan pemanasan (Voigt, 1994), selain itu waktu yang dibutuhkan

21 20 untuk mendapatkan hasil ekstraksi relatif lebih singkat dibandingkan dengan metode perkolasi dan meserasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk senyawa-senyawa termolabil (Harbourne, 2006). Pelarut untuk ekstraksi dibagi menjadi dua, yaiut pelarut polar (methanol, etanol, air) dan pelarut non polar (eter, heksan). Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke pelarut non polar. Garam, alkaloid, gula, dan flavonoid termasuk senyawa polar, sedangkan minyak, lemak, dan lilin termasuk senyawa non polar (Harborne, 2006). Pada penelitian ini digunakan pelarut etanol yang bersifat polar. Etanol digunakan sebagai pelarut karena tidak menyebabkan pembengkakan sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut, sehingga sangat sering dihasilkan suatu bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Voigt, 1994).

22 21 B. Kerangka Pemikiran Tanaman Obat Obat paten Daun pepaya Ekstrak etanol daun pepaya : flavonol Hidroklorotiazid Hambat reabsorpsi Na+ di tubulus ginjal Meningkatkan ekskresi natrium dan klorida Keadaan ginjal, stress, dehidrasi, air minum Peningkatan volume urin Keterangan: = mempengaruhi Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

23 22 C. Hipotesis Ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki efek diuresis yang setara dengan hidroklorotiazid pada tikus putih jantan.

24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium sederhana dengan post-test only control group design karena pengukuran hanya dilakukan pada waktu tertentu setelah pemberian perlakuan pada kelompok hewan uji. Jenis penelitian ini ekonomis dan secara teknis lebih mudah dilakukan (Taufiqurohman, 2004). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pepaya yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). D. Hewan Uji Hewan uji berupa tikus putih jantan galur wistar yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM) berumur 2-3 bulan, BB gram, banyaknya sampel 23

25 24 30 ekor yang dibagi menjadi kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan yang dipilih secara acak. Besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Arkeman dan David, 2006): (n - 1) (t - 1) > 15 (n - 1) (5-1) > 15 n - 1 > 3, 75 (n - 1) (t - 1) > 15 n = besar jumlah populasi t = banyaknya perlakuan pada sampel n > 4,75 n > 5 Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 sampel. Penggunaan tikus putih jantan pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tikus putih jantan memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dengan hewan percobaan lain, yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim ditempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu, berdasarkan penelitian Saleem (2006) dan Thambi (2008).

26 25 E. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling, yaitu ciri-ciri dan jumlah sampel yang diambil ditetapkan atau ditentukan dahulu.. Pemilihan tikus dilakukan secara acak melalui undian (Taufiqurohman, 2004). F. Klasifikasi Variabel 1. Variabel bebas : Ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 2. Variabel terikat : Efek diuresis 3. Variabel pengganggu : a. Variabel pengganggu yang terkendali Berat badan, usia, jenis kelamin, galur, makanan dan minuman, stress pada tikus putih jantan terhadap adaptasi lingkungan laboratorium, suhu ruangan. b. Varibel penggangu yang tidak terkendali Variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang digunakan. G. Definisi Operasional Variabel 1. Ekstrak etanol daun pepaya Ekstrak etanol daun pepaya adalah ekstrak yang dihasilkan oleh daun Carica papaya L. yang kemudian dibagi menjadi 3 dosis perlakuan. Ekstrak daun pepaya diperoleh dari kompleks perkebunan Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah

27 26 Mada (LPPT UGM). Proses ekstraksi dilakukan dengan metode soxhletasi. Skala pengukuran: ordinal Alat ukur: spuit pencekok 2. Efek diuresis Efek diuresis adalah peningkatan jumlah volume urin yang terjadi pada tikus putih jantan selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam setelah pemberian perlakuan. Skala Pengukuran: rasio Alat ukur: injection spuit 3. Larutan CMC 1 % Larutan CMC 1 % adalah bahan yang digunakan pada saat pembuatan suspensi ekstrak daun pepaya dosis I, dosis II, dan dosis III. Penggunaan larutan CMC 1 % bertujuan untuk mencegah pengendapan pada ekstrak daun pepaya. 4. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid yang dipakai dalam percobaan berupa tablet sediaan HCT generik 25 mg. Dosis yang diberikan pada hewan uji adalah 0.32 mg dalam 2 ml aquadest dan diberikan secara peroral dengan spuit pencekok. Sebelumnya tablet HCT diukur menggunakan timbangan digital dengan satuan miligram. Skala pengukuran: nominal

28 27 5. Galur, berat badan, umur, dan jenis kelamin tikus Menggunakan tikus putih galur wistar supaya didapat latar belakang genetik yang seragam dengan berat badan gram. Tikus putih yang digunakan sekitar 2-3 bulan dan dipilih jenis kelamin jantan karena pengaruh hormon reproduksinya lebih kecil. 6. Suhu udara Ruangan yang digunakan untuk mengkandangkan tikus putih jantan dikondisikan pada suhu kamar sekitar 25 ºC. 7. Makanan dan minuman Semua tikus yang digunakan untuk percobaan mendapat makanan dan minuman yang cukup dan jumlah kurang lebih sama. Makanan menggunakan pakan standar yaitu brailler-ii pellet. 8. Stress, penyakit kongenital Tikus dipilih yang tampak sehat, tidak terlihat adanya stress, dan tidak adanya tanda-tanda adanya penyakit kongenital. Hewan percobaan tidak boleh dilihat terus menerus. 9. Kepekaan terhadap obat Variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang digunakan mempengaruhi keadaan ginjal tikus putih jantan

29 28 H. Rancangan Penelitian Tikus putih jantan Adaptasi selama 7 hari Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Larutan CMC 1 % 2 ml HCT 0.32 mg dalam 2 ml aquadest Ekstrak daun pepaya 32 mg dalam 2 ml larutan Ekstrak daun pepaya 64 mg dalam 2 ml larutan Ekstrak daun pepaya 96 mg dalam 2 ml larutan Masukkan hewan uji ke dalam kandang metabolik Ukur volume urin dari semua kelompok perlakuan setiap 6 jam Urin 6 jam I Urin 6 jam II Urin 6 jam III Urin 6 jam IV Analisa data dengan Uji Anova Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

30 29 I. Instrumen Penelitian 1. Kandang metabolik: kandang uji diuretik untik tikus putih. 2. Kandang tikus: untuk tempat mengadaptasikan tikus putih pada tempat percobaan. 3. Timbangan hewan: untuk mengetahui berat badan tikus. 4. Stopwatch: untuk mengetahui waktu pengukuran volume urin tikus. 5. Bekker glass: untuk tempat ekstrak daun pepaya. 6. Spuit pencekok: untuk memasukkan sampel ke tikus putih peroral. 7. Injecion spuit: untuk mengukur volume hasil uji diuretik. 8. Kantong plastik: untuk menampung urin hasil penelitian. J. Bahan Penelitian 1. Ekstrak daun pepaya yang dibuat di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). 2. Larutan CMC 1 % sebagai kontrol negatif. 3. Hidroklorotiazid sebagai kontrol positif. K. Langkah Penelitian 1. Membuat ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).

31 30 2. Persiapan bahan uji a. Kontrol negatif (Larutan CMC 1 %) b. Kontrol positif (HCT) c. Ekstrak daun pepaya dosis 1 d. Ekstrak daun pepaya dosis 2 e. Ekstrak daun pepaya dosis 3 3. Persiapan hewan uji a. Penimbangan hewan uji dengan menggunakan timbangan hewan. b. Sebelum perlakuan hewan uji diadaptasikan terlebih dahulu dengan keadaan laboratorium selama 1 minggu. c. Hewan uji dipuasakan 48 jam sebelum perlakuan namun pemberian air minum tetap dilakukan. d. Persiapan air minum awal untuk setiap tikus (100 ml). e. Pengelompokan hewan uji menjadi 5 kelompok secara acak, masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan. 4. Pemberian perlakuan pada hewan uji a. Kelompok I : tikus diberi larutan CMC 1 % sebagai kontrol negatif. b. Kelompok II : tikus putih diberi HCT yang dilarutkan dalam aquadest sebagai kontrol positif c. Kelompok III : tikus putih diberi ekstrak daun pepaya dosis 1 d. Kelompok IV : tikus putih diberi ekstrak daun pepaya dosis 2

32 31 e. Kelompok V : tikus putih diberi ekstrak daun pepaya dosis 3 f. Masukkan masing-masing tikus putih ke dalam kandang metabolik. g. Ukur volume urine yang tertampung setiap 6 jam sekali. h. Volume air minum pada akhir pengamatan diukur untuk mengontrol pemasukan cairan ke dalam tubuh hewan. L. Penentuan Dosis Tikus dengan berat badan 100 gr hanya dapat menerima dosis larutan peroral sebanyak 5.0 ml (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1986), maka setiap tikus dalam penelitian ini diberi perlakuan awal dalam jumlah yang sama, yaitu 2 ml. 1. Perhitungan dosis hidroklorotiazid Faktor konversi manusia dengan BB 70 kg ke tikus putih dengan BB 200 gr adalah (Ngatidjan, 1991). Dosis HCT yang digunakan sebagai diuretik adalah 25 mg / hari (Widodo, 1993). Berat badan rata-rata orang Indonesia adalah 50 kg. Dosis terapi manusia 50 kg dikonversi ke tikus 200 gr adalah = 50 / 70 x 25 mg x / 200 gr BB = mg / 200 gr BB 0.32 mg / 200 gr BB dalam 2 ml aquadest

33 32 2. Perhitungan dosis kontrol negatif Dosis larutan CMC 1 % dalam penelitian ini adalah 2 ml. 3. Perhitungan dosis ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) Dosis daun pepaya yang biasa digunakan untuk obat malaria adalah 100 gram (1 lembar daun) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). Persentase pengeringan 1 lembar daun pepaya segar adalah 7.14 % (Indra, 2008). Dosis untuk tikus putih : 50 / 70 x 100 gr x x 7.14 % = gr / 200 g BB Berdasarkan penelitian Hanafi (2010), 20 gram simplisia kering daun Carica papaya L. yang diekstrak dengan metode soxhletasi menghasilkan 6.89 gram ekstrak dengan kesetaraan Artinya, tiap 1 gram simplisia kering daun Carica papaya L. didapatkan 0.35 gram ekstrak padat. Maka dosis ekstrak daun Carica papaya L. untuk tikus putih adalah: a) x 0.35 = gr / 200 gr BB = 32 mg / 200 gr BB dalam 2 ml larutan b) x 2 x 0.35 = gr / 200 gr BB = 64 mg / 200 gr BB dalam 2 ml larutan c) x 3 x 0.35 = gr / 200 gr BB = 96 mg/ 200 gr BB dalam 2 ml larutan

34 33 M. Teknik Analisa Data Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji Anova (One way analysis of variance) dan uji post hoc. Uji Anova digunakan untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari 2 kelompok, sedangkan uji post hoc digunakan untuk membandingkan perbedaan mean antar 2 kelompok (Murti, 1994).

35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium sederhana dengan post-test only control group design karena pengukuran hanya dilakukan pada waktu tertentu setelah pemberian perlakuan pada kelompok hewan uji. Jenis penelitian ini ekonomis dan secara teknis lebih mudah dilakukan (Taufiqurohman, 2004). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pepaya yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). D. Hewan Uji Hewan uji berupa tikus putih jantan galur wistar yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM) berumur 2-3 bulan, BB gram, banyaknya sampel 23

36 24 30 ekor yang dibagi menjadi kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan yang dipilih secara acak. Besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Arkeman dan David, 2006): (n - 1) (t - 1) > 15 (n - 1) (5-1) > 15 n - 1 > 3, 75 (n - 1) (t - 1) > 15 n = besar jumlah populasi t = banyaknya perlakuan pada sampel n > 4,75 n > 5 Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 sampel. Penggunaan tikus putih jantan pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tikus putih jantan memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dengan hewan percobaan lain, yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim ditempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu, berdasarkan penelitian Saleem (2006) dan Thambi (2008).

37 25 E. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling, yaitu ciri-ciri dan jumlah sampel yang diambil ditetapkan atau ditentukan dahulu.. Pemilihan tikus dilakukan secara acak melalui undian (Taufiqurohman, 2004). F. Klasifikasi Variabel 1. Variabel bebas : Ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) 2. Variabel terikat : Efek diuresis 3. Variabel pengganggu : a. Variabel pengganggu yang terkendali Berat badan, usia, jenis kelamin, galur, makanan dan minuman, stress pada tikus putih jantan terhadap adaptasi lingkungan laboratorium, suhu ruangan. b. Varibel penggangu yang tidak terkendali Variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang digunakan. G. Definisi Operasional Variabel 1. Ekstrak etanol daun pepaya Ekstrak etanol daun pepaya adalah ekstrak yang dihasilkan oleh daun Carica papaya L. yang kemudian dibagi menjadi 3 dosis perlakuan. Ekstrak daun pepaya diperoleh dari kompleks perkebunan Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah

38 26 Mada (LPPT UGM). Proses ekstraksi dilakukan dengan metode soxhletasi. Skala pengukuran: ordinal Alat ukur: spuit pencekok 2. Efek diuresis Efek diuresis adalah peningkatan jumlah volume urin yang terjadi pada tikus putih jantan selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam setelah pemberian perlakuan. Skala Pengukuran: rasio Alat ukur: injection spuit 3. Larutan CMC 1 % Larutan CMC 1 % adalah bahan yang digunakan pada saat pembuatan suspensi ekstrak daun pepaya dosis I, dosis II, dan dosis III. Penggunaan larutan CMC 1 % bertujuan untuk mencegah pengendapan pada ekstrak daun pepaya. 4. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid yang dipakai dalam percobaan berupa tablet sediaan HCT generik 25 mg. Dosis yang diberikan pada hewan uji adalah 0.32 mg dalam 2 ml aquadest dan diberikan secara peroral dengan spuit pencekok. Sebelumnya tablet HCT diukur menggunakan timbangan digital dengan satuan miligram. Skala pengukuran: nominal

39 27 5. Galur, berat badan, umur, dan jenis kelamin tikus Menggunakan tikus putih galur wistar supaya didapat latar belakang genetik yang seragam dengan berat badan gram. Tikus putih yang digunakan sekitar 2-3 bulan dan dipilih jenis kelamin jantan karena pengaruh hormon reproduksinya lebih kecil. 6. Suhu udara Ruangan yang digunakan untuk mengkandangkan tikus putih jantan dikondisikan pada suhu kamar sekitar 25 ºC. 7. Makanan dan minuman Semua tikus yang digunakan untuk percobaan mendapat makanan dan minuman yang cukup dan jumlah kurang lebih sama. Makanan menggunakan pakan standar yaitu brailler-ii pellet. 8. Stress, penyakit kongenital Tikus dipilih yang tampak sehat, tidak terlihat adanya stress, dan tidak adanya tanda-tanda adanya penyakit kongenital. Hewan percobaan tidak boleh dilihat terus menerus. 9. Kepekaan terhadap obat Variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang digunakan mempengaruhi keadaan ginjal tikus putih jantan

40 28 H. Rancangan Penelitian Tikus putih jantan Adaptasi selama 7 hari Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Larutan CMC 1 % 2 ml HCT 0.32 mg dalam 2 ml aquadest Ekstrak daun pepaya 32 mg dalam 2 ml larutan Ekstrak daun pepaya 64 mg dalam 2 ml larutan Ekstrak daun pepaya 96 mg dalam 2 ml larutan Masukkan hewan uji ke dalam kandang metabolik Ukur volume urin dari semua kelompok perlakuan setiap 6 jam Urin 6 jam I Urin 6 jam II Urin 6 jam III Urin 6 jam IV Analisa data dengan Uji Anova Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

41 29 I. Instrumen Penelitian 1. Kandang metabolik: kandang uji diuretik untik tikus putih. 2. Kandang tikus: untuk tempat mengadaptasikan tikus putih pada tempat percobaan. 3. Timbangan hewan: untuk mengetahui berat badan tikus. 4. Stopwatch: untuk mengetahui waktu pengukuran volume urin tikus. 5. Bekker glass: untuk tempat ekstrak daun pepaya. 6. Spuit pencekok: untuk memasukkan sampel ke tikus putih peroral. 7. Injecion spuit: untuk mengukur volume hasil uji diuretik. 8. Kantong plastik: untuk menampung urin hasil penelitian. J. Bahan Penelitian 1. Ekstrak daun pepaya yang dibuat di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). 2. Larutan CMC 1 % sebagai kontrol negatif. 3. Hidroklorotiazid sebagai kontrol positif. K. Langkah Penelitian 1. Membuat ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).

42 30 2. Persiapan bahan uji a. Kontrol negatif (Larutan CMC 1 %) b. Kontrol positif (HCT) c. Ekstrak daun pepaya dosis 1 d. Ekstrak daun pepaya dosis 2 e. Ekstrak daun pepaya dosis 3 3. Persiapan hewan uji a. Penimbangan hewan uji dengan menggunakan timbangan hewan. b. Sebelum perlakuan hewan uji diadaptasikan terlebih dahulu dengan keadaan laboratorium selama 1 minggu. c. Hewan uji dipuasakan 48 jam sebelum perlakuan namun pemberian air minum tetap dilakukan. d. Persiapan air minum awal untuk setiap tikus (100 ml). e. Pengelompokan hewan uji menjadi 5 kelompok secara acak, masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan. 4. Pemberian perlakuan pada hewan uji a. Kelompok I : tikus diberi larutan CMC 1 % sebagai kontrol negatif. b. Kelompok II : tikus putih diberi HCT yang dilarutkan dalam aquadest sebagai kontrol positif c. Kelompok III : tikus putih diberi ekstrak daun pepaya dosis 1 d. Kelompok IV : tikus putih diberi ekstrak daun pepaya dosis 2

43 31 e. Kelompok V : tikus putih diberi ekstrak daun pepaya dosis 3 f. Masukkan masing-masing tikus putih ke dalam kandang metabolik. g. Ukur volume urine yang tertampung setiap 6 jam sekali. h. Volume air minum pada akhir pengamatan diukur untuk mengontrol pemasukan cairan ke dalam tubuh hewan. L. Penentuan Dosis Tikus dengan berat badan 100 gr hanya dapat menerima dosis larutan peroral sebanyak 5.0 ml (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1986), maka setiap tikus dalam penelitian ini diberi perlakuan awal dalam jumlah yang sama, yaitu 2 ml. 1. Perhitungan dosis hidroklorotiazid Faktor konversi manusia dengan BB 70 kg ke tikus putih dengan BB 200 gr adalah (Ngatidjan, 1991). Dosis HCT yang digunakan sebagai diuretik adalah 25 mg / hari (Widodo, 1993). Berat badan rata-rata orang Indonesia adalah 50 kg. Dosis terapi manusia 50 kg dikonversi ke tikus 200 gr adalah = 50 / 70 x 25 mg x / 200 gr BB = mg / 200 gr BB 0.32 mg / 200 gr BB dalam 2 ml aquadest

44 32 2. Perhitungan dosis kontrol negatif Dosis larutan CMC 1 % dalam penelitian ini adalah 2 ml. 3. Perhitungan dosis ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) Dosis daun pepaya yang biasa digunakan untuk obat malaria adalah 100 gram (1 lembar daun) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). Persentase pengeringan 1 lembar daun pepaya segar adalah 7.14 % (Indra, 2008). Dosis untuk tikus putih : 50 / 70 x 100 gr x x 7.14 % = gr / 200 g BB Berdasarkan penelitian Hanafi (2010), 20 gram simplisia kering daun Carica papaya L. yang diekstrak dengan metode soxhletasi menghasilkan 6.89 gram ekstrak dengan kesetaraan Artinya, tiap 1 gram simplisia kering daun Carica papaya L. didapatkan 0.35 gram ekstrak padat. Maka dosis ekstrak daun Carica papaya L. untuk tikus putih adalah: a) x 0.35 = gr / 200 gr BB = 32 mg / 200 gr BB dalam 2 ml larutan b) x 2 x 0.35 = gr / 200 gr BB = 64 mg / 200 gr BB dalam 2 ml larutan c) x 3 x 0.35 = gr / 200 gr BB = 96 mg/ 200 gr BB dalam 2 ml larutan

45 33 M. Teknik Analisa Data Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji Anova (One way analysis of variance) dan uji post hoc. Uji Anova digunakan untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari 2 kelompok, sedangkan uji post hoc digunakan untuk membandingkan perbedaan mean antar 2 kelompok (Murti, 1994).

46 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM) pada tanggal Juni Sampel yang digunakan yaitu 30 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi ke dalam lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif (larutan CMC 1 % 2 ml), kontrol positif (hidroklorotiazid 0.32 mg dalam 2 ml aquadest), ekstrak daun pepaya dosis I (32 mg dalam 2 ml larutan), dosis II (64 mg dalam 2 ml larutan), dan dosis III (96 mg dalam 2 ml larutan). A. Data Hasil Penelitian 1. Berat Badan Tikus Pemilihan tikus putih jantan galir Wistar usia 2-3 bulan pada saat penelitian dilakukan berdasarkan berat badan. Rentang berat badan tikus yang digunakan adalah gr. Statistik uji anova terhadap berat badan tikus menunjukan bahwa tidak didapatkan perbedaan berat badan tikus yang bermakna (p > 0.05) antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. 34

47 35 2. Air Minum Tikus Pemasukan cairan ke dalam tubuh hewan uji diketahui dari pengukuran volume air minum pada akhir pengamatan. Air minum awal yang diberikan dalam wadah untuk minum tikus adalah sebanyak 100 ml. Berdasarkan statistik uji anova terhadap volume air minum yang diberikan pada tikus putih jantan tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p > 0.05). Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran Volume Urin Tiap 6 Jam Volume urin yang diperoleh dari kelompok pemberian bahan ekstrak daun pepaya pada tiap 6 jam selama 24 jam diuji dengan anova. Apabila ditemukan perbedaan bermakna (p < 0.05) pada uji anova, maka dilanjutkan dengan uji post hoc untuk mengetahui bagaimana perbedaan yang ada ditiap kelompok. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. a. Volume Urin 6 Jam Pertama Hasil dari uji anova pada volume urin 6 jam pertama menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0.05). Uji post hoc menunjukan bahwa kelompok perlakuan kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol positif dan dosis III. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol positif adalah kelompok perlakuan kontrol negatif, dosis I dan dosis II.

48 36 Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis I adalah kelompok perlakuan kontrol positif dan dosis III. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis II adalah kelompok perlakuan kontrol positif. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis III adalah kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Volume Urin 6 Jam Kedua Hasil dari uji anova pada volume urin 6 jam kedua menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0.05). Uji post hoc menunjukan bahwa kelompok perlakuan kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol positif, dosis II, dan dosis III. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol positif adalah kelompok perlakuan kontrol negatif. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis I adalah kelompok perlakuan dosis III Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis II adalah kelompok perlakuan kontrol negatif. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis III adalah kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I. Data lengkap dapat dilihat pada lempiran 5.

49 37 c. Volume Urin 6 Jam Ketiga Hasil dari uji anova pada volume urin 6 jam ketiga menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0.05). Uji post hoc menunjukan bahwa tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada volume urin 6 jam ketiga di kelompok perlakuan kontrol positif apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok perlakuan kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan dosis II dan dosis III. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis I adalah kelompok perlakuan dosis III. Kelompok yang meiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis II adalah kelompok perlakuan kontrol negatif. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis III adalah kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. d. Volume Urin 6 Jam Keempat Hasil dari uji anova pada volume urin 6 jam keempat menunjukan nilai p > 0.05, sehingga dapat diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang bermakna pada 6 jam keempat. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

50 38 Data hasil pengukuran volume urin tiap 6 jam lebih jelas disajikan dalam Gambar 4.1 berikut ini : Rerata volume urin (ml) jam pertama 6 jam kedua 6 jam ketiga 6 jam keempat 0 kontrol negatif kontrol positif dosis I dosis II dosis III Kelompok perlakuan Gambar 4.1. Grafik Volume Urin Tiap 6 Jam Selama 24 Jam

51 39 4. Volume Urin 24 Jam Volume urin kumulatif yang diperoleh dari pengamatan setiap kelompok perlakuan selama 24 jam diuji dengan anova. Data lengkap volume urin kumulatif terdapat pada Lampiran 8. Hasil dari uji anova pada volume urin 24 jam menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0.05). Uji post hoc menunjukan bahwa kelompok perlakuan kontrol negatif memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol positif, dosis II, dan dosis III. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol positif adalah kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis I adalah kelompok perlakuan kontrol positif, dosis II dan dosis III Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis II adalah kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I. Kelompok yang memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok perlakuan dosis III adalah kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.

52 40 Data hasil pengukuran volume urin kumulatif disajikan lebih jelas pada Gambar 4.2 berikut ini : 35 Rerata volume urin kumulatif (ml) jam I 6 jam II 6 jam III 6 jam IV Waktu pengamatan Kontrol negatif Kontrol positif Dosis I Dosis II Dosis III Gambar 4.2. Grafik Volume Urin Kumulatif Selama 24 Jam B. Interpretasi Data Pengaruh diuretik bahan uji terhadap hewan uji dapat diketahui dengan melihat data dari hasil analisa statistik anova terhadap volume urin tikus yang dihasilkan tiap 6 jam. Pengaruh diuretik ekstrak daun pepaya mulai terlihat pada 6 jam pertama sampai 6 jam ketiga pengamatan. Hal ini didasarkan pada hasil analisa statistik anova yang menunjukkan adanya perbedaan volume urin yang bermakna (p < 0.05) pada 6 jam pertama, kedua dan ketiga, sedangkan pada 6 jam keempat tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0.05).

53 41 Ekstrak daun pepaya dosis I (32 mg dalam 2 ml larutan) tidak menunjukkan pengaruh diuretik terhadap tikus putih jantan. Hal ini mengacu pada data hasil uji post hoc terhadap volume urin 6 jam pertama, kedua, ketiga, dan keempat yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan ekstrak daun pepaya dosis I dengan kontrol negatif. Data tersebut juga didukung oleh data hasil uji post hoc terhadap volume urin 24 jam yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada volume urin kumulatif selama 24 jam antara kelompok perlakuan ekstrak daun pepaya dosis I dengan kontrol negatif. Ekstrak daun pepaya dosis II (64 mg dalam 2 ml larutan) menunjukkan pengaruh diuretik yang ditandai dengan peningkatan volume urin tikus putih jantan. Data hasil uji post hoc menyatakan volume urin kelompok perlakuan ekstrak daun pepaya dosis II memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol negatif pada 6 jam kedua dan ketiga. Ekstrak daun pepaya dosis II memiliki pengaruh diuretik yang setara dengan kontrol positif, Hal ini mengacu pada data hasil uji post hoc volume urin 24 jam yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada volume urin kumulatif selama 24 jam antara kelompok perlakuan ekstrak daun pepaya dosis II dan kontrol positif, walaupun pada data hasil uji post hoc pada 6 jam pertama menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan tersebut.

54 42 Ekstrak daun pepaya dosis III (96 mg dalam 2 ml larutan) juga menunjukkan pengaruh diuretik yang ditandai dengan peningkatan volume urin tikus putih jantan. Data hasil uji post hoc menyatakan volume urin kelompok perlakuan ekstrak daun pepaya dosis III memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol negatif dan dosis I pada 6 jam pertama, kedua dan ketiga. Ekstrak daun pepaya dosis III memiliki pengaruh diuretik yang setara dengan kontrol positif. Hal ini mengacu pada data hasil uji post hoc terhadap volume urin pada 6 jam pertama, kedua, ketiga, dan keempat, serta volume urin kumulatif selama 24 jam yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan volume urin yang bermakna antara kelompok perlakuan ekstrak daun pepaya dosis III dan kontrol positif.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat experimental laboratorium dengan rancangan penelitian post test only control group, karena pengukuran hanya dilakukan setelah pemberian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diuretik merupakan zat yang dapat meningkatkan pengeluaran urin. Mekanisme kerja diuretik dengan meningkatkan laju ekskresi urin dan laju ekskresi Na + yang

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan the post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

Struktur bagian dalam ginjal

Struktur bagian dalam ginjal Sitem perkemihan Sistem perkemihan Terdiri atas: dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra Fungsi ginjal pembentukan urine Yang lain berfungsi sebagai pembuangan urine Fungsi lain ginjal: Pengaturan

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi BAB V PEMBAHASAN A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin 3 TINJAUAN PUSTAKA Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup. Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan

Lebih terperinci

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja FARMAKOLOGI Pengertian Diuretik Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja langsung terhadap ginjal.

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Ekskresi Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Pengertian & Fungsi Proses Ekskresi Penegrtian : Proses pengeluaran zat-zat sisa hasil

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperurisemia merupakan keadaan meningkatnya kadar asam urat dalam darah di atas normal ( 7,0 mg/dl) (Hidayat 2009). Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan pre dan post test control group design. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Desain ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Fraksinasi dilakukan

Lebih terperinci

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorpsi natrium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only Control Group Design).

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi - - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl1ekskresi Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan 30 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Desain penelitian ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan rancangan post test only control group design. Penelitian dilakukan dengan beberapa

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada makhluk hidup multiseluler. Zatzat yang tidak digunakan oleh tubuh akan dikeluarkan dalam bentuk urin oleh ginjal. Pada seorang

Lebih terperinci

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Indikator Pencapaian: MATERI IX SISTEM EKSKRESI Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Materi Mahluk hidup dalam hidupnya melakukan metabolisme. Metabolisme ini selain

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BIT (Beta vulgaris L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BIT (Beta vulgaris L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BIT (Beta vulgaris L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN DIURETICS EFFECT OF ETHANOLIC EXTRACT OF BIT LEAVES (Beta vulgaris L.) IN MALE WHITE RAT Rahayu 1), Wiwin Herdwiani

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Penyiapan Bahan Daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang digunakan sudah berwarna hijau tua dengan ukuran yang sama. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta 1 SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta Proses pengeluaran zat 2 1. Defekasi : yaitu proses pengeluaran zat sisa hasil pencernaan makanan. 2. Sekresi : yaitu proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i HISTOLOGI URINARIA dr. Kartika Ratna Pertiwi 132319831 SISTEM URINARIA Sistem urinaria terdiri atas - Sepasang ginjal, - Sepasang ureter - Kandung kemih - Uretra Terdapat pula - Sepasang arteri renalis

Lebih terperinci

Perbandingan Efek Diuresis Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan Hidroklorotiazid pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) SKRIPSI

Perbandingan Efek Diuresis Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan Hidroklorotiazid pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) SKRIPSI digilib.uns.ac.id Perbandingan Efek Diuresis Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan Hidroklorotiazid pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji dengan posttest only control group design B. Subjek Penelitian Hewan uji yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuantitatif. Pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan

Lebih terperinci

2. Sumsum Ginjal (Medula)

2. Sumsum Ginjal (Medula) 1. GINJAL Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji

Lebih terperinci

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN GANDARUSA(Justicia gendarussa Burm. F ) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN GANDARUSA(Justicia gendarussa Burm. F ) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN GANDARUSA(Justicia gendarussa Burm. F ) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI Oleh : FITRI YULIANI K 100040229 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pre test & post test control group design

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN kematian akibat hipertensi di Indonesia. Hipertensi disebut sebagai. (menimbulkan stroke) (Harmilah dkk., 2014).

BAB I PENDAHULUAN kematian akibat hipertensi di Indonesia. Hipertensi disebut sebagai. (menimbulkan stroke) (Harmilah dkk., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia (Soenarta,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen murni dengan menggunakan design Pretest postest with control group

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava) terhadap kadar gula darah dan kadar transminase pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia merupakan suatu metode kimia untuk mengetahui kandungan kimia suatu simplisia, ekstrak ataupun fraksi senyawa metabolit suatu tanaman herbal. Hasil penapisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Design Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah studi eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih adalah air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004).

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004). B. Lokasi

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan 52 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Desain penelitian ini memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian the post test only control group design. Yogyakarta pada tanggal 21 Desember Januari 2016. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman

BAB I PENDAHULUAN. suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman serbuk instan adalah minuman yang diproduksi oleh suatu industri minuman yang dikemas dalam kantong plastik. Minuman tersebut dijual dan dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa Linn.) terhadap kadar transaminase hepar pada tikus (Rattus norvegicus)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan menggunakan pre test-post test control group design (Pocock,2008). P0 O1 O5 P1 O2 O6 P S R

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control group

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan masalah dunia dan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 lebih dari 600 juta penduduk dunia mengalami obesitas dan 13% remaja berusia 18

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelancaran pengeluaran air seni atau air kencing adalah tindakan yang benar dan dianjurkan dalam dunia kesehatan. Sebagian besar air seni merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN A. Lokasi dan subjek sampel penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak bulan Agustus 2012 hingga Maret 2013 di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Tumbuhan pepaya jantan a. Tumbuhan pepaya jantan b. Bunga pepaya jantan c. Simplisia bunga pepaya jantan Lampiran 3. Perhitungan hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi dan pembuatan ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group design. B. Subyek Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 1. Fungsi sistem ekskresi adalah... Membuang zat sisa pencernaan Mengeluarkan enzim dan hormon Membuang zat sisa metabolisme tubuh Mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri atas dua faktor. Kedua faktor yang digunakan dalam

Lebih terperinci