ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN"

Transkripsi

1 ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN (Kasus di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Oleh ASRI SULISTIAWATI I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ABSTRACT ASRI SULISTIAWATI, STUDY ANALYSIS GENDER IN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN (Case: Kemang Village, Bojongpicung Sub-district, Cianjur District, West Java Province). Supervised by SITI SUGIAH MUGNIESYAH. This study found that the majority of the Sosial Dasar Pasticipants (male participants) and SPKP Participants (female participants) were in the high category of their acces toward the PNPM MP but relatively low in terms of control toward the program. Therefore, their participation level on the program were mostly low. This relates to the fact that the majority of participants status were as a member. One indicator of success of the program PNPM MP can be viewed through the output of a program that is felt by the community. Benefit analysis in this study includes Levels of Business Development and Income Level. More than half of the PNPM MP claimed that the business activities carried out after any assistance is growing especially Pembangunan Infrastruktur Jalan and SPKP. Similarly, the income level where the majority of participants PNPM MP claimed that income increased along with increasing business activity being undertaken. This study found that the participation of poor households are less involved in the planning and implementation of PNPM MP. This is thought to be caused because (1) lack of awareness of poor households to participate, (2) lack of transparency of the actors at the village level in running the program so it does not all the public aware of the PNPM MP, and (3) facilitators who are less responsive to the existing problems in the field. The fact that the relatively high proportion of women who participated in the planning and implementation of programs that are not followed by high access and control over their resources PNPM MP on the one side, in contrast to the male participants; KKG reflect that the principle underlying the planning and implementation of the PNPM MP Village Kemang has not succeeded in meeting the strategic needs of gender. This is supported by the fact that although women are involved in every meeting, but their presence is still limited to physical presence, have not been able to improve their leadership. Conversely, if it refers to the fact that both the PSD and SPKP states to benefit from a stimulant high they get, it can be concluded that PNPM MP in Kemang Village can meet practical gender needs.. Key Words: acces and control of toward PNPM MP, level of bussines development, business income level, practical gender need, strategical gender need.

3 iii RINGKASAN ASRI SULISTIAWATI. ANALISIS GENDER DALAM PENYE- LENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN. Kasus di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH). Prinsip Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) merupakan salah satu prinsip yang melandasi pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP), yang tujuan umumnya untuk meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan/atau kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan melalui tiga unsur utama, yakni pengembangan/penguatan kelembagaan, stimulan dana untuk kegiatan ekonomis produktif dan dana bergulir untuk modal Kelompok SPKP, serta penyediaan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Profil rumahtangga peserta PNPM MP, (2) proporsi peserta PNPM MP laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir kelompok simpan pinjam maupun sarana sosial dasar ekonomi perdesaan, (3) akses dan kontrol peserta PNPM MP laki-laki dan perempuan, terhadap sumberdaya program, serta manfaat yang diperoleh dari akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya PNPM MP, (4) hubungan antara partisipasi dan manfaat yang diperoleh peserta PNPM MP, laki-laki dan perempuan, dari adanya program tersebut, serta mengevaluasi keberhasilan program dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender. Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, dipilih secara sengaja sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa desa ini menjadi desa penerima PNPM MP sejak tahun Penelitian ini dilaksanakan selama sebulan, yaitu pada pertengahan April sampai dengan Mei Pendekatan kuantitatif dengan metode survei dan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh data primer yang mencakup semua variabel bebas dan variabel tidak bebas dalam penelitian ini. Data sekunder juga digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang bersumber dari monografi desa, laporan dan/atau dokumen pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang. Pengujian hipotesis dalam penelitian dilakukan dengan analisis statistik non parametrik dengan uji korelasi Rank Spearmann. Berbeda dari PTO PNPM MP dan hasil musyawarah desa di Desa Kemang, berbasis data profil rumahtangga peserta PNPM MP, diketahui baik pada Peserta Sosial Dasar (PSD) maupun SPKP, lebih dari separuhnya tidak termasuk ke dalam kriteria rumahtangga miskin (RTM). Rendahnya partisipasi RTM dalam perencanaan maupun pelaksanaan PNPM MP, antara lain disebabkan oleh (1) relatif rendahnya pengetahuan RTM tentang informasi program dan motivasi mereka untuk berperanserta dalam penyelenggaraan PNPM MP, (2) relatif kurang transparannya

4 para pengelola program di tingkat desa dalam menjalankan program sehingga tidak semua masyarakat mengetahui adanya PNPM MP, dan (3) terbatasnya kemampuan dan tanggungjawab fasilitator untuk mendampingi peserta dalam mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Namun demikian, pelaksanaan PNPM MP di desa ini telah memenuhi persyaratan yang dituntut oleh PTO PNPM, karena dari sekitar 116 orang sumberdaya manusia yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang, 54,3 persen diantaranya peserta perempuan, yang berperan terutama sebagai pengurus dan anggota SPKP. Tingkat akses PSD terhadap sumberdaya PNPM MP tergolong kategori tinggi, sebaliknya pada Peserta SPKP tergolong rendah. Sayangnya, karena norma pelaksanaan program harus sesuai PTO PNPM MP, maka kontrol kedua kategori peserta terhadap sumberdaya PNPM MP tergolong rendah. Namun demikian, para peserta PNPM MP menyatakan memperoleh banyak manfaat, khususnya dari segi ekonomi; sebagaimana ditunjukkan oleh tingkat perkembangan usaha dan tingkat pendapatan mereka yang tergolong tinggi. Kondisi tersebut di atas tampaknya mempengaruhi hasil uji statistik atas sejumlah hipotesis dalam penelitian ini. Di kalangan PSD (laki-laki) masing-masing terdapat satu variabel yang mempengaruhi setiap komponen analisis gender pada taraf α=0,05, sebaliknya tidak satu variabel pun di kalangan peserta SPKP (perempuan). Di kalangan PSD, jumlah aggota rumahtangga berhubungan nyata dengan tingkat akses terhadap PNPM MP, sementara status kategori rumahtangga berhubungan nyata dengan tingkat kontrol serta tingkat perkembangan usaha dan pendapatan. Selain itu, tingkat pendidikan formal berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi, perkembangan usaha dan tingkat pendapatan. Di kalangan peserta SPKP, tidak satupun variabel bebas yang berhubungan dengan tingkat akses dan kontrol mereka terhadap perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP; namun ada sejumlah variabel bebas berhubungan dengan komponen gender dalam program pada taraf α=0,10; yakni status kategori rumahtangga berhubungan dengan tingkat partisipasi; tingkat pendidikan formal dan jumlah anggota rumahtangga yang bekerja berhubungan dengan perkembangan usaha, serta tingkat pendidikan formal berhubungan dengan tingkat pendapatan. Fakta bahwa relatif tingginya proporsi perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang tidak diikuti oleh tingginya akses dan kontrol mereka atas sumberdaya PNPM MP di satu pihak, sebaliknya pada peserta laki-laki; mencerminkan bahwa prinsip KKG yang melandasi perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang belum berhasil memenuhi kebutuhan strategis gender. Hal ini didukung fakta, bahwa meskipun perempuan dilibatkan dalam setiap pertemuan, namun kehadiran mereka masih sebatas kehadiran fisik, belum mampu meningkatkan kepemimpinan mereka. Sebaliknya, jika merujuk pada fakta bahwa baik di kalangan PSD maupun SPKP menyatakan memperoleh manfaat yang tinggi dari stimulan yang mereka peroleh, dapat disimpulkan bahwa PNPM MP di Desa Kemang dapat memenuhi kebutuhan praktis gender.

5 v ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN (Kasus di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Oleh: ASRI SULISTIAWATI I Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Asri Sulistiawati NIM : I Judul : Analisis Gender dalam Penyelenggaraan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Kasus di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP Tanggal Lulus Ujian

7 vii PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN (KASUS DI DESA KEMANG, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Agustus 2011 Asri Sulistiawati I

8 RIWAYAT HIDUP Asri Sulistiawati lahir di Bandung pada tanggal 22 Juni Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari ayah bernama Aang Suarsa dan ibu bernama Rosmawati. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN Cihideung Ilir 03, Ciampea Bogor pada periode tahun , dan kemudian melanjutkan di SLTP Negeri I Dramaga, Kabupaten Bogor pada periode tahun Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA KORNITA Bogor pada periode tahun Setelah lulus SMA, penulis menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan kemudian memilih mayor (program studi) Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat (SKPM) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Selama menempuh studi di IPB, penulis berpartisipasi sebagai asisten dosen pada Mata Kuliah (MK) Dasar-dasar Komunikasi (KPM 210) sejak semester 5 tahun ajaran (TA) (2008/2009) sampai dengan sekarang dan MK Pendidikan Orang Dewasa (KPM 310) pada semester 8 TA 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan non-akademik seperti aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) yang tergabung dalam divisi Fotocinematography periode dan divisi Research and Development periode , serta menjadi anggota dalam kelompok pencinta teater UP2Date di lingkungan Departemen SKPM, FEMA.

9 ix KATA PENGANTAR Pudji serta syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Gender dalam Penyelenggaraan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Kasus Di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ini dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana tertulis dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri, salah satu prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam program ini adalah keadilan dan kesetaraan gender (KKG), dimana masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program berdasarkan perspektif gender. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang memperkaya wawasan mengenai gender dalam penyelenggaraan PNPM serta memperkaya hasil-hasil studi sebelumnya yang menggunakan analisis gender dalam program pembangunan desa. Bogor, Agustus 2011 Asri Sulistiawati

10 UCAPAN TERIMA KASIH Pudji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala, sembah sujud kepada-mu yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan curahan kasih sayang-nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, khususnya kepada mereka sebagaimana penulis kemukakan di bawah ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya ditujukan kepada dosen pembimbing penulis, Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS, yang telah berbagi pengalaman, mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran, sejak penyusunan proposal penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini; serta atas fasilitas dan dukungan materil dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. Selanjutnya, kepada Prof. Dr. Ir. Aida V.S. Hubeis dan Ir. Nuraini. W. Prasodjo, MS berturut-turut selaku Dosen Penguji utama dan Dosen penguji wakil komisi pendidikan. Penulis berterima kasih kepada Dr. Ir. Machfud, MS yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk membantu penulis belajar teknik pengolahan data. Kepada Kepala Desa Kemang, Bapak Dadan R. Subarna, penulis berterima kasih atas izin dan fasilitas yang diberikan selama melakukan penelitian di lapangan. Selanjutnya, kepada Bapak Uloh, Bapak Kiki, Bapak Ajat, Ibu Enung selaku Pengurus PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Kemang, penulis berterima kasih karena telah mengizinkan penulis akses terhadap data sekunder berkenaan dengan PNPM MP di Desa Kemang. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada warga Desa Kemang, khususnya kepada mereka yang bersedia menjadi responden dan informan atas kesediaan mereka berbagi pengalaman selama berpartisipasi dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Kepada segenap pimpinan dan staf penunjang kependidikan di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA IPB, penulis berterima kasih atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada mayor SKPM. Selain itu, kepada semua staf penunjang di Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, penulis berterima kasih atas bantuan mereka dalam pencarian dan mengopy literatur yang relevan bagi skripsi ini. Selama penelitian di lapangan penulis menempati kediaman Ibu Dra. Eti Maryati, M.Pd, karenanya penulis berterima kasih atas ketulusan hati Ibu Eti

11 xi sekeluarga yang telah mengizinkan penulis memanfaatkan semua fasilitas yang ada di rumah beliau. Kepada Laras Sirly Safitri, penulis berterima kasih atas kesediaannya menjadi sahabat seperjuangan, motivator, serta berbagi semangat, doa dan waktu guna mendiskusikan permasalahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada Dedi Kurniawan, teman seperjuangan penulis yang telah berbagi semangat selama penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, kepada keluarga besar SKPM tercinta, penulis berterima kasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama tiga tahun menempuh studi bersama, sekaligus menjalin keakraban dan mengukir kenangan indah. Penulis berterima kasih kepada sejumlah sahabat, khususnya kepada Nayunda, Sigit, Lora, Norihiko, dan Novri atas doa dan dukungan mereka yang tiada henti kepada penulis. Demikian pula halnya kepada sahabat-sahabat sepermainan, khususnya: Dimit, Nesia, Laila, Bio, Hirma, Fera, Lita, Karin, Pia, Dinda, Dewi dan Oci, yang telah menjadi sahabatku yang baik, yang bersedia berbagi cerita, canda dan tawa. Juga kepada sahabat-sahabat petualang, Ira, Wina, Rajib, Haidar, Lukman, Zaky, Wira, Aji dan Helmy, yang telah memberikan berbagai pengalaman, dorongan dan semangat yang berharga bagi penulis.. Secara tulus penulis berterima kasih kepada keluarga tercinta. Kepada ibunda Rosmawati, penulis berterima kasih atas doanya yang tidak pernah putus dan kasih sayangnya yang tidak pernah hilang; demikian pula halnya kepada ayahanda Aang Suarsa, penulis berterima kasih atas semua cucuran keringat dan perjuangan tiada henti dalam mendukung semangat dalam melangkah guna melalui segala tantangan dalam penyelesaian skripsi ini. Kepada kakak-kakakku tercinta, Aida Nuryasin dan Ari Prasetya, penulis berterima kasih karena telah memberiku keponakan yang pintar dan lucu; serta pada adikku tersayang Ega Putu Amy jaya. Akhirnya, saya dedikasikan tulisan ini khususnya kepada semua pihak yang telah secara langsung memungkinkan terselesaikannya skripsi ini dan kepada semua pihak yang membutuhkan informasi yang tertuang dalam skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Penulis

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...xvii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN...xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 6 BAB II PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Kerangka Pemikiran Hipotesis Pengarah Definisi Operasional BAB III METODOLOGI PENELITIAN Strategi Penelitian Lokasi dan Waktu Pemilihan Subjek Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Keadaan Umum Penduduk Kelembagaan Sarana dan Prasarana... 31

13 xiii BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sejarah dan Struktur Organisasi PNPM MP di Desa Kemang Pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN PNPM MP) DI DESA KEMANG Karakteristik Individu Karakteristik Rumahtangga Peserta PNPM MP BAB VII STIMULAN PNPM MP DAN PENGELOLAAN PNPM MP Stimulan PNPM MP Pengelolaan PNPM MP Ikhtisar BAB VIII ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP terhadap Komponen PNPM MP Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Pendapatan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga terhadap Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga terhadap Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP... 74

14 9.10 Ikhtisar BAB IX PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 85

15 xv DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1 Luas Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya Tabel 2 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin 27 Tabel 3 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Mata Pencaharian dan Jenis Kelamin Tabel 4 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tabel 5 Jumlah Pemanfaat Proyek Pengaspalan Jalan menurut Kategori Pemanfaat dan Jenis Kelamin.. 38 Tabel 6 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 46 Tabel 7 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin Tabel 8 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin 48 Tabel 9 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Status Bekerja dan Jenis Kelamin. 49 Tabel 10 Rata-rata Kepemilikan Benda Berharga pada Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan.. 51 Tabel 11 Rata-rata Kepemilikan Ternak pada Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan.. 52 Tabel 12 Tingkat Bantuan Dana BLM yang Diperoleh Anggota SPKP PNPM MP di Desa Kemang Tabel 13 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja dengan Tingkat Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan SPKP terhadap Komponen PNPM MP di Desa Kemang Tabel 14 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan SPKP dalam PNPM MP di Desa Kemang Tabel 15 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan SPKP.. 66 Tabel 16 Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang menurut Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja. 68 Tabel 17 Hubungan antara Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan SPKP terhadap Komponen PNPM MP di Desa Kemang Tabel 18 Hubungan antara Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori

16 Tabel19 Tabel 20 Rumahtangga dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan SPKP terhadap Komponen PNPM MP di Desa Kemang Hubungan antara Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan SPKP Hubungan antara Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan SPKP

17 xvii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1 Bagan Hubungan Antar Variabel dalam Penelitian Analisis Gender dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM MP) Mandiri Perdesaan Gambar 2 Bagan Struktur Tim Pelaksana PNPM MP di Desa Kemang Gambar 3 Persentase Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan dan Jenis Kelamin.. 45 Gambar 4 Persentase Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP Sosial Dasar di Desa Kemang menurut Tingkat Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin.. 50 Gambar 5 Persentase Rumahtangga Peserta PNPM MP SPKP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan dan Penguasaan Lahan.. 53 Gambar 6. Persentase Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan dan Status Kategori Rumahtangga. 54

18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1 Jadwal Penelitian.. 85 Lampiran 2 Peta Desa Kemang Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Bogor. 86 Lampiran 3 Kriteria Kemiskinan Menurut Kriteria Lokal 87 Lampiran 4 Lampiran 5. Peserta PNPM MP Menurut Kategori Kriteria dari Semua Variabel Karakteristik Sumberdaya Individu dan Rumahtangga. 88 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Antara Variabelvariabel pada Karakteristik Sumberdaya Individu dan Rumahtangga. 89

19 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan, dimana salah satu misinya yaitu mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan. Dalam misi tersebut pemerintah mencanangkan sejumlah hal, di antaranya adalah menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis, menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial, sarana dan prasarana ekonomi, serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek, termasuk gender. Sehubungan dengan itu, arah kebijakan penanggulangan kemiskinan pada RPJMN antara lain menurunkan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1 persen pada tahun 2009 menjadi 8-10 persen pada akhir tahun 2014, perbaikan distribusi perawatan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah. Badan Pusat Statistik (BPS 2010) melaporkan bahwa pada tahun 2010 penduduk miskin di Indonesia berjumlah 31,03 juta jiwa atau 13,33 persen dari total penduduk nasional. Dari total penduduk miskin tersebut, mayoritasnya (64,23 persen) merupakan penduduk perdesaan. Umum diketahui bahwa meskipun data yang ditunjukkan oleh pemerintah merujuk data kemiskinan pada tingkat individu, namun tidak satu pun data yang ditampilkan terpilah menurut jenis kelamin, sehingga data tersebut tidak dapat memberikan gambaran mengenai fenomena gender dalam kemiskinan. Di lain pihak, dalam RPJMN tahun pemerintah menyatakan bahwa pengarusutamaan gender (PUG), bersamaan dengan pembangunan berkelanjutan dan good governance (tata kelola yang baik) merupakan tiga pengarusutamaan dalam pembangunan nasional. Adapun PUG dalam pembangunan diartikan sebagai suatu strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam

20 mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. Sasaran utama PUG ini antara lain meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik. Tertulis dalam RPJMN , pemerintah juga menyatakan bahwa upaya untuk mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui empat fokus prioritas, salah satu di antaranya adalah menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Mulai tahun 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan PNPM Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Daerah Tertinggal. Dalam Pedoman Umum dinyatakan bahwa PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan, yang dalam pelaksanaan pengambilan keputusannya dilandasi oleh sejumlah prinsip atau nilai-nilai dasar, di antaranya prinsip kesetaraan dan keadilan gender (KKG), dimana masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan. Sebagaimana diketahui, telah ada sejumlah penelitian yang meneliti PNPM Mandiri di perdesaan dan perkotaan. Namun demikian, dari sejumlah penelitian tersebut, diketahui bahwa peneliti umumnya meneliti penyelenggaraan PNPM Mandiri secara parsial, dalam arti bahwa mereka tidak meneliti keluaran program PNPM secara keseluruhan sebagaimana dikemukakan dalam Pedoman Umum PNPM. Hal tersebut dijumpai pada penelitian yang dilakukan Nugroho (2009), Soraya (2009), Johar (2011), dan Anggraini (2011). Penelitian Nugroho (2009) yang berjudul Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Lampung Barat, melakukan analisis pencapaian tujuan PNPM secara umum dan tidak menganalisisnya dengan perspektif gender. Soraya (2009) dan Johar (2011) meneliti hanya salah satu kegiatan PNPM, khususnya tentang Kelompok Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan atau Kelompok SPKP saja, dan tidak melihat dimensi gender di dalamnya. Adapun Anggraini (2011), meskipun menyatakan

21 3 bahwa dalam penelitiannya menggunakan teknik analisis gender dalam pemberdayaan perempuan melalui PNPM, namun fokus penelitiannya hanya pada Kelompok SPKP, dan tidak melakukan analisis gender dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan (keluaran) yang seharusnya dicapai dalam PNPM. Selain itu, dalam ketiga studi terakhir tersebut, responden dalam penelitian hanya terdiri dari perempuan, padahal PNPM menyatakan secara eksplisit bahwa program PNPM ditujukan untuk mewujudkan KKG bagi keluarga miskin baik di perdesaan maupun perkotaan. Sebagaimana diketahui tujuan program PNPM Mandiri adalah meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan/atau kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan melalui tiga unsur utama, yakni pengembangan/penguatan kelembagaan, stimulan dana untuk kegiatan ekonomis produktif dan dana bergulir untuk modal Kelompok SPKP, serta penyediaan sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan masyarakat. Dengan demikian, penelitian tentang analisis gender dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang lebih komprehensif menjadi penting dilakukan, khususnya guna memperoleh pemahaman yang lebih baik atas keberhasilan PNPM Mandiri Perdesaan dalam mewujudkan pengentasan kemiskinan yang dilandasi keadilan dan kesetaraan gender. 1.2 Masalah Penelitian Sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan, program ini diharapkan menghasilkan keluaran, di antaranya terjadinya peningkatan keterlibatan Rumahtangga Miskin (RTM) dan kelompok perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan programnya. Dinyatakan bahwa dalam perencanaan, penetapan kriteria RTM dikategorikan ke dalam miskin dan sangat miskin yang harus dilakukan secara partisipatif dengan menggunakan kriteria lokal. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah kategori rumahtangga pada profil rumahtangga peserta PNPM Mandiri Perdesaan menurut kriteria lokal tersebut?

22 Dalam konteks pengembangan kelembagaan PNPM Mandiri yang berbasis KKG dinyatakan bahwa dalam proses perencanaan kegiatan, khususnya pada tahap Musyawarah Antar Desa (MAD), Sosialisasi tingkat Kecamatan serta Musyawarah Desa (Musdes) Sosialisasi disyaratkan adanya perwakilan perempuan berturut-turut sekitar 50 persen per desa dan sekurang-kurangnya sekitar 40 persen. Dalam pelaksanaannya, baik itu menyangkut kelembagaan, peningkatan kapasitas kelompok usaha dan dana bergulir kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP), serta sarana sosial dasar juga harus dilandasi KKG. Sehubungan dengan itu, bagaimanakah proporsi laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan? Sebagaimana diamanatkan oleh INPRES No. 9 tahun 2000, dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Di pihak lain, sebagaimana dikutip Mugniesyah (2002), Moser (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui ada tidaknya kesetaraan gender dalam penyelenggaraan program pembangunan dapat menggunakan teknik analisis gender. Teknik analisis gender diartikan sebagai alat untuk melakukan pengujian secara sistematis terhadap peranan-peranan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang memusatkan perhatiannya pada ketidakseimbangan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dalam konteks PUG dalam pembangunan di Indonesia, menurut Surbakti dkk. (2001) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2007b) ada empat faktor utama untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, yakni: akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Sehubungan dengan itu apakah laki-laki dan perempuan, memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya PNPM Mandiri Perdesaan baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir pada simpan pinjam dan sarana sosial dasar ekonomi? Apakah akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya dalam PNPM Mandiri tersebut memasilitasi mereka untuk memperoleh manfaat sesuai yang dirumuskan dalam tujuan PNPM Mandiri Perdesaan?

23 5 Dalam konteks pendekatan kebijakan pembangunan, Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006) memperkenalkan suatu konsep yang dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh dari manfaat yang dapat dipenuhi oleh program-program pembangunan yang dikenal sebagai pemenuhan kebutuhan praktis gender (practical gender needs) dan strategis gender (strategical gender needs). Sehubungan dengan hal itu, serta merujuk pada manfaat yang bisa diperoleh rumahtangga miskin dari adanya PNPM Mandiri Perdesaan, apakah PNPM Mandiri Perdesaan mampu memenuhi kedua kategori kebutuhan gender tersebut? Faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya? 1.3 Tujuan Penelitian Merujuk pada rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut, yaitu: 1. Profil rumahtangga peserta PNPM Mandiri Perdesaan, yang meliputi aspek demografi sosial dan ekonomi. 2. Proporsi peserta PNPM Mandiri Perdesaan laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir kelompok simpan pinjam maupun sarana sosial dasar ekonomi perdesaan. 3. Akses dan kontrol peserta PNPM Mandiri Perdesaan, laki-laki dan perempuan, terhadap sumberdaya PNPM Mandiri Perdesaan, baik dalam hal kelembagaan, stimulan dana bergulir untuk kelompok simpan pinjam dan/atau sarana sosial dasar ekonomi, serta manfaat yang mereka peroleh dari akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya PNPM Mandiri Perdesaan. 4. Hubungan antara manfaat yang diperoleh peserta PNPM Mandiri Perdesaan, laki-laki dan perempuan, dari adanya PNPM Mandiri Perdesaan dengan mampu tidaknya program tersebut dalam pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

24 1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis merupakan bagian dari proses belajar dalam menyintesis beragam konsep dan teori yang relevan untuk menelaah keberhasilan program penanggulangan kemiskinan berdasarkan perspektif gender. 2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan awal bagi bahan kajian lebih lanjut mengenai fenomena gender dalam penyelenggaraan program pengentasan kemiskinan. 3. Bagi para penentu kebijakan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penyempurnaan dalam pengelolaan proyek penangulangan kemiskinan berperspektif gender.

25 7 BAB II PENDEKATAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Pustaka Definisi Gender dan Teknik Analisis Gender Mugniesyah (2007a) mengemukakan pendapat sejumlah ahli dan lembaga yang merumuskan definisi gender, di antaranya dari International Labour Organization (ILO) dan Wood (2001). Menurut ILO (2000), gender mengacu pada perbedaan-perbedaan dan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang dipelajari, bervariasi secara luas di antara masyarakat dan budaya dan berubah sejalan dengan perkembangan waktu/zaman. Adapun menurut Wood (2001), gender adalah suatu konstruksi sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu, bersifat relasional, karena femininitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakat kitalah yang menjadikan mereka berbeda. Dalam konteks Indonesia, dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan, dinyatakan bahwa gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Selanjutnya, dinyatakan bahwa perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam siklus program pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Adapun perencanaan yang responsif gender diartikan sebagai perencanaan yang dilakukan dengan memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan perencanaan program. Berkenaan pengertian analisis gender, dalam Inpres No 9 Tahun 2000 dinyatakan bahwa analisa gender adalah proses yang dibangun secara sistematik, untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan

26 antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. Menurut Moser (1993) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2002), teknik analisis gender diartikan sebagai pengujian secara sistematis terhadap peranan-peranan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang memusatkan perhatiannya pada ketidakseimbangan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Istilah ini diterapkan terhadap proses pembangunan, khususnya untuk melihat bagaimana suatu kebijaksanaan pada program pembangunan mempunyai dampak yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Menurut Surbakti dkk. (2001) dalam Mugniesyah (2007b) analisis gender merupakan langkah awal penyusunan tujuan pembangunan yang responsif gender. Analisis gender dilakukan dengan memperhatikan 4 (empat) faktor utama guna mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender. Keempat faktor tersebut adalah: 1) Faktor akses. Apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan? 2) Faktor kontrol. Apakah perempuan dan laki-laki memiliki kontrol (penguasaan) yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan? 3) Faktor partisipasi. Bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi dalam program-program pembangunan? 4) Faktor manfaat. Apakah perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan? Selanjutnya, Moser (1993) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006) menawarkan suatu konsep yang dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh dari manfaat yang dapat dipenuhi oleh program-program pembangunan dalam merespon relasi gender, baik dalam keluarga maupun komunitas, yang dikenal sebagai pemenuhan kebutuhan praktis gender (practical gender needs) dan pemenuhan kebutuhan strategis gender (strategical gender needs). Pemenuhan kebutuhan praktis gender mencakup pemenuhan yang merespon atas kebutuhankebutuhan perempuan yang bersifat segera dan praktis, dalam arti secara segera dapat meringankan beban kerja perempuan, namun tidak merubah status

27 9 subordinasi perempuan. Adapun pemenuhan kebutuhan strategis gender berhubungan dengan upaya untuk mengurangi atau meniadakan subordinasi perempuan, dalam arti meningkatkan kontrol perempuan terhadap program pembangunan sehingga tercipta kesetaraan gender. Pemenuhan kategori kedua ini berupaya menghilangkan ketidaksetaraan (ketimpangan) antara perempuan dan laki-laki di dalam dan luar rumahtangga serta menjamin hak dan peluang perempuan untuk memenuhi kebutuhan mereka Pengertian dan Evaluasi Program Maunder (1972) dalam Mugniesyah (2006) menyatakan bahwa program penyuluhan adalah suatu pernyataan tentang tujuan-tujuan suatu pelayanan penyuluhan yang didasarkan pada suatu hasil analisis situasi yang ada dan kebutuhan-kebutuhan orang di wilayah dimana penyuluhan dilakukan, serta sejumlah masalah yang harus diatasi agar tujuan-tujuan tersebut tercapai. Menurut Raudabough dalam Maunder (1972) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006), evaluasi program dapat didefinisikan sebagai suatu proses penilaian atas keberhasilan yang dicapai suatu tujuan program, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam program tersebut. Oleh karena itu, dalam evaluasi terkandung di dalamnya proses pemberian nilai kepada pencapaian tujuan program dan kemudian menetapkan derajat keberhasilan pencapaian tujuan yang dinilai tersebut. Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai pengukuran dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang akan dinilai. Merujuk pendapat ahli penyuluhan, terdapat tiga kategori evaluasi proyek/program, yaitu: evaluasi awal (ex-ante evaluation atau pre-evaluation), evaluasi proses (process or on-going evaluation) atau disebut juga sebagai monitoring atau evaluasi formatif dan evaluasi akhir (ex-post evaluation) atau disebut juga evaluasi sumatif (Mugniesyah 2006). Masih dalam Mugniesyah (2006), Aninomous (1989) mengemukakan bahwa evaluasi sumatif atau evaluasi yang dilakukan setelah proyek/program berakhir adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan program. Tujuan dari

28 evaluasi adalah mengubah seperangkat sumberdaya yang tersedia (input) untuk menghasilkan output atau keluaran, effect atau pengaruh dan impact atau dampak. Input (masukan) adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya kegiatan dalam rangka menghasilkan output (hasil) dan mencapai suatu tujuan program atau proyek. Menurut The United Nations ACC Task Free on Rural Develeopment on Monitoring and Evaluation (1984), program adalah seperangkat aktivitas, proyek, proses atau jasa yang diorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan-tujuan yang spesifik. Adapun proyek merupakan bagian dari program yang terencana di dalamnya terdapat serangkaian aktivitas yang berhubungan satu dengan lainnya yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan khusus tertentu dengan anggaran dana dan periode waku tertentu. Lebih lanjut dinyatakan bahwa sebuah program atau proyek dirancang untuk merubah seperangkat sumberdaya (input) ke dalam hasil-hasil yang diinginkan (sesuai tujuan-tujuan) melalui serangkaianserangkaian akivitas atau proses. Hasil-hasil tersebut dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: keluaran (outputs), pengaruh (effects) dan dampak (impacts). Input atau asupan sebuah program atau proyek bisa berupa barang-barang, jasa, dana, teknologi, informasi dan sumberdaya lainnya yang diberikan kepada mereka yang menjadi sasaran (obyek) program/proyek untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas dengan harapan agar tercapai keluaran (output). Keluaran (output) adalah produk atau jasa yang diharapkan dihasilkan melalui aktivitas yang memanfaatkan input dalam rangka mencapai tujuan-tujuan program. Keluaran (output) sebuah program bisa berupa: (a) fisik, seperti jumlah kelompok tani atau koperasi primer tani, jumlah kilometer jalan dan atau saluran irigasi yang dibangun, (b) jasa, seperti petani dan/atau layanan jasa. Sebuah keluaran program/proyek dimungkinkan menjadi input bagi keluaran lainnya. Sebagai contoh, keluaran berupa jalan beraspal menjadi input bagi aksesibilitas petani terhadap pasar. Pengaruh (effect) merupakan hasil (outcome) dari penggunaan keluaran proyek (project output), seperti peningkatan produksi pada tingkat usaha tani

29 11 sebagai hasil dari penerapan teknologi budidaya suatu komoditi tertentu. Pengaruh proyek umumnya terjadi setelah selesainya suatu pelaksanaan sebuah proyek. Adapun dampak (impact) adalah hasil-hasil (outcomes) dari terjadinya pengaruh proyek (project effects). Dampak biasanya berlangsung pada tingkatan yang lebih luas, bisa pada tingkat rumahtangga, keluarga dan/atau komunitas tertentu. Perbedaan antara keluaran, efek dan dampak tergantung pada sifat, lingkup dan ukuran proyek, dan lebih dari itu, tergantung pada tujuan-tujuan spesifik dari sebuah program/proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Secara umum PNPM Mandiri dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum, dan peningkatan kapasitas lembaga lokal yang berbasis masyarakat. Pada dasarnya PNPM Mandiri Perdesaan -selanjutnya ditulis PNPM MPmerupakan pengembangan lebih lanjut dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang sudah dilaksanakan sejak tahun Visi PNPM MP adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, adapun kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Adapun misi PNPM MP antara lain: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif,

30 (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal, (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat, dan (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan. Terdapat sejumlah kegiatan yang dibiayai melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM MP, meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi RTM. 2. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat (pendidikan nonformal). 3. Kegiatan peningkatan kapasitas/keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumberdaya lokal, namun tidak termasuk penambahan modal. 4. Penambahan permodalan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPKP). Tujuan dari PNPM MP adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Adapun tujuan khusus dari PNPM MP antara lain : 1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. 2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumberdaya lokal. 3. Mengembangkan kapasitas pemerintah desa dalam memasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. 4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat. 5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir. 6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).

31 13 7. Mengembangkan kerjasama antar pelaku pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Sehubungan dengan tujuan diatas, Program dari PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan dapat menghasilkan keluaran seperti berikut : 1. Terjadinya peningkatan keterlibatanan RTM dan kelompok perempuan mulai perencanaan sampai dengan pelestarian kegiatan. 2. Terlembaganya sistem pembangunan partisipatif di desa dan antar desa. 3. Terjadinya peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam memfasilitasi pembangunan partisipatif. 4. Berfungsi dan bermanfaatnya hasil kegiatan PNPM MP bagi masyarakat. 5. Terlembaganya pengelolaan dana bergulir dalam peningkatan pelayanan sosial dasar dan ketersediaan akses ekonomi terhadap RTM. 6. Terbentuk dan berkembangnya BKAD dalam pengelolaan pembangunan. 7. Terjadinya peningkatan peran serta dan kerja sama para pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan Hasil-hasil Studi tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Hasil penelitian Lu lu (2005) yang berjudul Analisis Gender terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), menunjukkan masih relatif tingginya ketimpangan akses dan kontrol antara lakilaki dan perempuan terhadap P2KP. Dalam hal akses, jumlah KSM laki-laki yang akses terhadap P2KP sekitar 67,4 persen, sementara KSM perempuan hanya sekitar 24,3 persen; adapun dalam hal kontrol terhadap kredit, jumlah KSM perempuan tergolong kategori sedang yaitu 43,3 persen. Menurut Lu lu, besar kecilnya kontrol berhubungan dengan relasi gender yang ada pada rumahtangga responden. Hal serupa dijumpai Annisa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Gender dalam Program Penanggulangan Kemiskinan, yang melaporkan bahwa pelaksanaan P2KP masih belum berperspektif gender, tercermin dari relatif lebih tingginya tingkat akses dan kontrol anggota rumahtangga (ARM) laki-laki terhadap P2KP dibandingkan ARM perempuan. Hal tersebut berhubungan dengan

32 tingkat bantuan dana P2KP yang dialokasikan kepada mereka, dan status atau jabatan mereka di dalam masyarakat. Hasil studi Nugroho (2009) menunjukkan bahwa belum berhasilnya PNPM dalam mengentaskan kemiskinan, disebabkan oleh adanya keterbatasan kemampuan rumahtangga miskin untuk mengakses dan memanfaatkan lembaga sosial yang ada di perdesaan. Selain itu, dikemukakan bahwa waktu pelaksanaan kegiatan PNPM yang relatif singkat menyebabkan perolehan pendapatan masyarakat dalam keterlibatannya dalam program ini tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total pendapatan mereka. Hasil penelitian Soraya (2009) yang berjudul Peranan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPKP) dalam PNPM-PPK terhadap Pendapatan Rumahtangga, melaporkan bahwa penerimaan usaha berpengaruh nyata terhadap sumber pendapatan total. Hal itu didukung oleh hasil dimana perubahan pendapatan yang bersumber dari usaha menunjukkan peningkatan yang positif (sebesar 163,65 persen). Selain itu, jenis usaha juga berpengaruh terhadap sumber pendapatan, antara lain didukung bukti bahwa usaha warung kelontong meningkatkan pendapatan sebesar 284,8 persen, sementara pada usaha dagang makanan hampir separuhnya, sebesar 154,4 persen. Adapun hasil penelitian Anggraini (2011) yang berjudul Pemberdayaan Perempuan dalam Program PNPM-P2KP menemukan bahwa relasi gender menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan program PNPM-P2KP, dimana secara umum akses perempuan terhadap program dan lancarnya pengembalian pinjaman tidak memiliki hubungan dengan pemenuhan kebutuhan praktis maupun strategis gender. 2.2 Kerangka Pemikiran Studi Analisis Gender dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan: Kasus di Desa Kemang, Kabupaten Cianjur ini secara umum mengacu pada beragam konsep, pendekatan dan teori berkenaan gender dalam pembangunan sebagaimana dikemukakan oleh Moser (1993) dalam Mugniesyah (2002); Surbakti dkk. dalam Mugniesyah (2007), serta pendekatan program dan evaluasi program dari Maunder (1972) dan Mugniesyah (2006).

33 15 Disamping itu juga merujuk pada berbagai aspek berkenaan pelaksanaan PNPM MP sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM MP (Depdagri 2008). Sebagaimana tertulis dalam PTO PNPM MP, dinyatakan bahwa pelaksanaan program ini berlandaskan pada prinsip Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), dalam arti bahwa anggota masyarakat laki-laki dan perempuan, mempunyai kesetaraan dalam peranannya pada setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan. Merujuk pada pengertian evaluasi program, serta dengan menggunakan teknik analisis gender, penerapan prinsip KKG tersebut akan tercermin dari keluaran (output) PNPM MP sebagaimana ditetapkan dalam tujuan PNPM MP. Merujuk pada komponen stimulan dan tujuan PNPM MP yang meliputi aspek-aspek: kelembagaan, dana bergulir atau simpan pinjam, serta sarana sosial dasar dan ekonomi, maka dalam penelitian ini indikator keluaran (output) program PNPM MP menjadi variabel terpengaruh (variabel tidak bebas). Lebih lanjut, dengan merujuk pada Teknik Analisis Gender, terdapat empat variabel terpengaruh, yaitu: Tingkat Akses Laki-laki dan Perempuan terhadap Komponen PNPM MP (Y1), Tingkat Kontrol Laki-laki dan Perempuan terhadap komponen PNPM MP (Y2), dan Tingkat Partisipasi Laki-laki dan Perempuan sesuai komponen PNPM MP (Y3). Adapun komponen PNPM MP tersebut mencakup sejumlah aspek pada tahap perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP sebagaimana ditetapkan dalam PTO PNPM MP (Depdagri 2008). Merujuk pada konsep program PNPM MP, serta konsep dan pendekatan evaluasi program sebagaimana dikemukakan di atas, ketercapaian tujuan program (keluaran) PNPM MP diduga dipengaruhi oleh input yang berasal dari program PNPM MP dan pendampingan oleh fasilitator. Sehubungan dengan itu, ada dua variabel pada faktor stimulan fisik dan kegiatan produktif serta faktor pengelolaan oleh kelembagaan PNPM MP di tingkat desa yang diduga mempengaruhi keluaran PNPM MP, yaitu : Tingkat Bantuan Dana BLM (X1) dan Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi dan Pengembalian Dana Simpan-Pinjam untuk Kelompok Perempuan (Kelompok SPKP) (X2). Lebih lanjut, mengingat dalam pelaksanaan PNPM MP terdapat sejumlah fasilitator yang mendampingi

34 peserta penerima stimulan PNPM MP dalam melaksanakan kegiatan PNPM MP, karenanya keluaran PNPM MP juga diduga berhubungan dengan variabel Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator (X3). Mengingat sasaran program adalah rumahtangga miskin dan bahwa stimulan dana diberikan kepada individu-individu yang memiliki usaha, maka diduga karakteristik individu dan rumahtangga tersebut juga mempengaruhi keluaran PNPM MP. Dalam penelitian ini masing-masing ada dua variabel yang diduga mempengaruhi keluaran PNPM MP dari kedua aspek tersebut. Pada karakteristik sumberdaya individu peserta PNPM MP, kedua variabel tersebut adalah Tingkat Pendidikan Formal (X4) dan Status Bekerja (X5). Adapun pada karakteristik sumberdaya rumahtangga yang diduga mempengaruhi adalah Jumlah ARTM Peserta PNPM MP yang bekerja dan/atau berusaha (X6) dan Status Kategori Rumahtangga Peserta PNPM MP (X7). Melalui pemberian stimulan dan pendampingan oleh sejumlah fasilitator, Program PNPM MP dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan. Merujuk pada konsep evaluasi program sumatif, teknik analisis gender, dan tujuan PNPM MP tersebut, maka pengaruh (effect) dari stimulan PNPM MP di kalangan peserta PNPM MP laki-laki dan perempuan, dapat diukur melalui manfaat yang diperoleh mereka; yang dalam hal ini diukur oleh dua variabel, yaitu Tingkat Perkembangan Usaha (Y3) dan Tingkat Kontribusi Pendapatan (Y4). Berdasar capaian manfaat dari kedua variabel pada aspek manfaat tersebut dan variabel Tingkat Partisipasi Laki-laki dan Perempuan sesuai komponen PNPM MP (Y3), serta merujuk pada pendapat Moser (1993) tentang konsep peranan kebijakan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan gender, aspek pengaruh PNPM MP juga diukur melalui variabel Tipe Pemenuhan Kebutuhan Gender (Y7). Jika PNPM MP mampu meningkatkan partisipasi baik peserta PNPM Laki-laki dan Perempuan dalam Perkembangan Usaha (Y3) dan Tingkat Kontribusi Pendapatan (Y4) dikategorikan sebagai mampu mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender. Adapun jika mampu meningkatkan Partisipasi laki-laki dan perempuan ARTM miskin dalam Kelembagaan PNPM MP di desa (TPK, TPU dan SPKP) dikategorikan sebagai mampu mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Strategis Gender.

35 17 Berdasar penjelasan di atas, hubungan antara variabel-variabel terpengaruh (dependent variables) dan sejumlah variabel pengaruh (independent variables) dalam penelitian ini selengkapnya disajikan pada Gambar Hipotesis Pengarah 1. Pengalokasian Stimulan PNPM MP yang responsif gender berhubungan positif dengan akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat yang diperoleh peserta PNPM MP, baik laki-laki maupun perempuan. 2. Frekuensi Kunjungan Fasilitator PNPM MP berhubungan positif dengan Tingkat Akses, Tingkat Kontrol, dan Tingkat Partisipasi Laki-laki dan Perempuan dalam penyelenggaraan PNPM MP. 3. Karakteristik sumberdaya individu berhubungan positif dengan Tingkat Akses, Tingkat Kontrol, dan Tingkat Partisipasi Laki-laki dan Perempuan dalam penyelenggaraan PNPM MP. 4. Karakteristik sumberdaya rumahtangga berhubungan positif dengan Tingkat Akses, Tingkat Kontrol, dan Tingkat Partisipasi Laki-laki dan Perempuan dalam penyelenggaraan PNPM MP. 5. Tingkat akses, kontrol dan partisipasi peserta laki-laki dan perempuan terhadap sejumlah komponen Program PNPM MP berhubungan positif dengan tingkat manfaat PNPM MP yang diperoleh peserta PNPM MP. 6. Penyelenggaraan PNPM MP yang dilandasi KKG memberikan manfaat secara setara kepada peserta PNPM MP laki-laki dan perempuan. 7. Tingkat Manfaat yang diperoleh peserta PNPM MP laki-laki dan perempuan berhubungan dengan kemampuan penyelenggaraan PNPM MP dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan praktis gender dan strategis gender.

36 Stimulan PNPM Mandiri Pedesaan yang Diterima Peserta PNPM MP X1. Tingkat Bantuan Dana untuk : (a) Sosial Dasar (b) SPKP X2. Tingkat kemudahan sistem Alokasi dan Pengembalian Dana SPKP Pendampingan oleh Fasilitator PNPM MP X3. Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator Analisis Gender dalam PNPM Mandiri Pedesaan Y1. Tingkat Akses Peserta PNPM MP Lakilaki dan perempuan terhadap Komponen PNPM MP Y2. Tingkat Kontrol Peserta PNPM MP Lakilaki dan Perempuan terhadap PNPM MP Y3. Tingkat Partisipasi Peserta PNPM MP Laki-laki dan Perempuan dalam Kelembagaan PNPM MP Y4. Tingkat Perkembangan Usaha Peserta PNPM MP laki-laki dan Perempuan Y5. Tingkat Pendapatan Peserta PNPM MP Laki-laki dan Perempuan Karakteristik Sumberdaya Individu Pesera PNPM MP X4. Tingkat Pendidikan Formal X5. Status Bekerja Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Peserta PNPM MP X6. Jumlah ARTM yang Bekerja/Berusaha X7. Status Kategori Rumahtangga Y6. Tipe Pemenuhan Kebutuhan Gender Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender Pemenuhan Kebuuhan Strategis Gender Gambar 1 Bagan Hubungan Antar Variabel dalam Penelitian Analisis Gender Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP)

37 2.4 Definisi Operasional Definisi operasional variabel-variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tingkat Akses peserta PNPM MP Laki-laki dan Perempuan (selanjutnya ditulis Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP terhadap komponen PNPM MP) (Y1) adalah jumlah total skor akses yang diperoleh mereka dalam mengikuti semua aktivitas pada kegiatan persiapan dan pelaksanaan PNPM MP; dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut dengan total skor antara skor 45-60, 61-76, dan Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y2) adalah jumlah total skor yang diperoleh mereka pada proses pengambilan keputusan berkenaan semua aktivitas pada kegiatan persiapan dan pelaksanaan PNPM MP. Selanjutnya, berdasar jawaban atas semua kegiatan dalam persiapan dan pelaksanaan PNPM MP, Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar dan PEserta SPKP dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut dengan total skor antara skor 45-60, 61-76, dan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan SPKP (Y3) diukur dari jumlah total skor atas keikutsertaan mereka dalam kelembagaan PNPM MP tingkat Desa, khususnya pada tiga kelembagaan yang ada di tingkat desa, yaitu Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Tim Penulis Usulan (TPU), dan Kelompok SPKP. Mengingat pada setiap lembaga terdapat status ketua, sekretaris, bendahara dan anggota, kepada setiap jabatan tersebut diberi skor berturut-turut: skor tiga, dua, dan satu. Selanjutnya skor yang diperoleh mereka, dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni (a) rendah, jika skor nya 3-4, (b) sedang, jika skornya 5-6 (c) tinggi, jika skor nya Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y4) adalah peningkatan kesempatan usaha yang dikelola oleh mereka setelah memperoleh dana bergulir dari PNPM MP, yang dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah (skor satu), jika dana bergulir tidak digunakan untuk menciptakan kesempatan usaha, (b) sedang (skor dua), jika dana bergulir digunakan untuk menciptakan kesempatan usaha baru, dan (c) tinggi (skor

38 tiga), jika dana bergulir digunakan untuk mengembangkan usaha yang telah mereka miliki. 5. Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y5) adalah jumlah rupiah yang diperoleh mereka dari usaha yang dikembangkan dengan menggunakan dana yang diperoleh dari PNPM MP; dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: (a) rendah, jika total rupiah yang diperoleh dari suatu siklus usaha antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- (b) sedang, jika total rupiah yang diperoleh antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- (c) tinggi jika Rp ,- sampai dengan Rp ,-. 6. Tingkat Bantuan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) (X1) adalah jumlah bantuan (rupiah) yang diberikan kepada anggota kelompok SPKP sebagai tambahan modal usaha. Adapun tingkat bantuan dana BLM yang diberikan kepada Peserta SPKP dikategorikan: (a) rendah, jika dana yang diperoleh kurang dari Rp , (b) sedang, jika dana yang diperoleh anggota sama dengan Rp ,- (c) tinggi, jika dana yang diperoleh lebih dari Rp ,-. 7. Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi dan Pengembalian Dana Simpan-pinjam untuk Kelompok Perempuan (X2) adalah tingkat kemudahan sistem alokasi dana serta penilaian mudah tidaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota SPKP untuk memperoleh dana bantuan dan pengembaliannya, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika anggota SPKP hanya dapat memenuhi satu syarat administrasi (anggota RTM/KK/KTP) dan (b) sedang, jika dua syarat administrasi dapat dipenuhi, (c) tinggi, jika semua syarat administrasi (anggota RTM, KK, dan KTP) dapat terpenuhi. 8. Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator (X3) adalah total jumlah kunjungan yang dilakukan oleh fasilitator Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pendamping Lokal dan Fasilitator Teknik-Kecamatan kepada Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP. Frekuensi kunjungan tersebut dibedakan ke dalam: rendah, sedang dan tinggi, berturut-turut jika total skor kunjungan kepada peserta PNPM MP, 1-5 kunjungan, 6-10 kunjungan dan kunjungan.

39 9. Tingkat Pendidikan Formal Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (X4) adalah jenjang pendidikan tertinggi yang diikuti Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di bangku sekolah; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika tidak lulus SD atau tamat SD, (b) sedang, jika tamat SMP dan SMA, dan (c) tinggi, jika tamat akademi/perguruan tinggi. 10. Status Bekerja Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (X5) adalah kondisi bekerja yang dialami individu dalam hubungannya dengan ada tidak adanya dukungan tenaga kerja lainnya, dibedakan ke dalam: (1) bekerja/berusaha sendiri, (2) Berusaha dibantu dengan buruh tidak tetap, (3) berusaha dibantu dengan buruh tetap, (4) buruh karyawan/pekerja yang dibayar (tenaga upahan), dan (5) pekerja tidak dibayar (pekerja keluarga). Berdasar hal ini, selanjutnya status bekerja dikategorikan menjadi: (a) rendah, jika berstatus sebagai pekerja keluarga, (b) sedang, jika bekerja selaku buruh tidak tetap atau berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain/pekerja keluarga, dan (c) tinggi, jika bekerja sebagai karyawan PNS/swasta (dengan gaji tetap) dan/atau berusaha sendiri dengan bantuan pekerja upahan. 11. Jumlah Anggota Rumahtangga (ART) Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP yang Bekerja dan/atau Berusaha (X6) adalah banyaknya anggota rumahtangga yang bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, diukur dengan banyaknya anggota keluarga yang bekerja, dibedakan ke dalam: (a) rendah, jika hanya kepala keluarga yang bekerja, (b) sedang, jika kepala keluarga dan istri/suami yang bekerja, dan (c) tinggi, jika seluruh anggota keluarga yang tergolong usia kerja. 12. Status Kategori Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (X7) adalah kondisi rumahtangga mereka berdasarkan kriteria rumahtangga miskin menurut kriteria lokal sebagaimana ditetapkan dalam PTO PNPM MP; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika rumahtangga tergolong tidak miskin, (b) sedang, rumahtangga tergolong miskin, dan (c) tinggi, rumahtangga tergolong sangat miskin. 13. Pemenuhan Kebutuhan Gender (Y6) adalah dampak yang berhasil dicapai dari pelaksanaan PNPM MP, yang dibedakan kedalam dua kategori, yakni: (a) Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender jika stimulan PNPM MP mampu

40 meningkatkan Perkembangan Usaha (Y3) dan Tingkat Kontribusi Pendapatan (Y4) Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP, dan (b) Pemenuhan Kebutuhan Strategis Gender jika mampu meningkatkan partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP dalam kelembagaan PNPM MP di tingkat desa (TPK, TPU dan KSPKP).

41 3.1 Strategi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi hasil (sumatif) yang menggunakan teknik pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei menggunakan kuesioner terstruktur, yang di dalamnya memuat sejumlah pertanyaan dan/atau pernyataan yang mengukur semua variabel terpengaruh dan yang mempengaruhinya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara mendalam dan observasi, hal ini dilakukan untuk mempelajari berbagai aspek berkenaan perkembangan kelembagaan PNPM MP di tingkat desa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang mencakup semua variabel terpengaruh dan yang mempengaruhinya, sebagaimana tertulis pada Gambar 1. Selain itu, juga data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi. Adapun data sekunder dalam penelitian ini meliputi semua data dan informasi yang terdapat dalam dokumen tertulis (antara lain laporan) berkenaan penyelenggaraan PNPM MP di Desa Kemang. Di samping itu, juga mencakup data Monografi Desa Kemang, serta dokumen lainnya yang relevan dalam penelitian ini. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, desa ini merupakan salah satu desa penerima PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bojongpicung pada tahun 2009 dan Pertimbangan lainnya, adalah bahwa desa ini merupakan desa lahan kering yang relatif terisolir, sementara mayoritas penduduknya tergolong menguasai lahan sempit dan penggarap lahan Perhutani (Mugniesyah 2007) sehingga diharapkan dapat melengkapi sejumlah hasil studi

42 evaluasi PNPM terdahulu, yang sebagian besar dilakukan di daerah perkotaan dan pada komunitas padi sawah. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada April sampai Mei Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran Pemilihan Subjek Penelitian Populasi sampling pada penelitian ini adalah seluruh rumahtangga miskin di Desa Kemang. Adapun populasi sasaran pada penelitian ini adalah anggota rumahtangga miskin penerima stimulan PNPM MP. Penentuan rumahtangga contoh (sampel) dilakukan secara sengaja (purposive), dengan mempertimbangkan proporsinya dalam kelembagaan dan/atau kegiatan yang diintroduksikan oleh PNPM MP di desa ini, dan dengan mempertimbangkan kemungkinan untuk pengolahan data, baik dengan menggunakan tabulasi silang maupun analisis statistik. Total keseluruhan responden pada penelitian ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 individu laki-laki yang berasal dari peserta PNPM MP Sosial dasar dan 30 individu perempuan yang tergabung ke dalam SPKP. Untuk memperoleh kejelasan berkenaan semua data sekunder dan informasi berkenaan penyelenggaraan PNPM MP di Desa Kemang, dilakukan wawancara mendalam dengan delapan orang informan (enam laki-laki dan dua orang perempuan) yang mencakup semua pelaku yang menurut PTO PNPM MP memiliki tanggung-jawab dalam pelaksanaan PNPM MP, antara lain Kepala Desa, Ketua TPK, Sekretaris TPK, Ketua TPU, Pendamping Lokal, Ketua BPD, KPMD Laki-laki dan KPMD Perempuan. 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Unit analisis penelitian ini adalah individu (ARTM laki-laki dan perempuan). Data primer yang telah terkumpul diedit, untuk kemudian dimasukan (entry) ke dalam sistem data dalam komputer dengan menggunakan program Microsoft Excel Dengan menggunakan program PIVOT, data yang sudah di-entry tersebut selanjutnya diolah ke dalam sejumlah tabel frekuensi dan silang,

43 khususnya untuk menyajikan hasil yang akan memperjelas ada tidaknya hubungan antara variabel pengaruh dan terpengaruh sebagaimana disajikan dalam Gambar 1. Selain itu, juga untuk menyajikan informasi yang berbasis pada data sekunder, khususnya berkenaan dengan kondisi di Desa Kemang dan pelaksanaan PNPM MP. Dengan menggunakan program SPSS 16 for windows dilakukan pengolahan data lebih lanjut, utamanya untuk menguji kecenderungan diterima atau ditolaknya sejumlah hipotesis pengarah dalam penelitian ini. Hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis tersebut selanjutnya dianalisis dengan mengacu kepada sejumlah pendekatan dan teori yang dirujuk dalam kerangka pemikiran. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan statistik non parametrik Uji Korelasi Rank Spearman (r s ). Uji korelasi Rank Spearman dipilih dengan pertimbangan bahwa variabel-variabel bebas dan tidak bebas dalam penelitian ini menggunakan pengukuran dalam skala ordinal. Dalam interpretasi hasil uji statistik, digunakan interpretasi menurut Purnaningsih (2006), yaitu: (1) signifikansi α= 0,05, artinya berhubungan dan signifikan, (2) signifikansi α= 0,10, artinya cukup berhubungan dan cukup signifikan, (3) signifikansi α= 0,20 sampai α= 0,30, artinya kurang baik berhubungan dan tidak signifikan, dan (4) signifikansi α> 0,30, artinya tidak baik berhubungan dan sangat tidak signifikan.

44 BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG 4.1 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Desa Kemang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak berturut-turut sekitar 7 km dari kecamatan Bojongpicung, 24 km dari ibukota Kabupaten Cianjur dan 62 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat. Untuk mencapai desa ini dapat menggunakan kendaraan motor dan/atau mobil, dengan waktu tempuh berturut-turut satu jam, tiga jam lima puluh menit dan 24 jam. Adapun waktu tempuh menuju ke desa ini, khususnya menggunakan mobil dari Bogor, diperlukan waktu selama sekitar empat jam. Secara umum keadaan topografi Desa Kemang merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian di atas permukaan air laut (dpl). Sebagaimana desa-desa lainnya di wilayah Indonesia, Desa Kemang memiliki dua musim, yakni musim kemarau dan penghujan dengan curah hujan 1945 mm per tahun dan suhu rata-rata harian 25 0 C. Secara administratif, Desa Kemang berbatasan dengan sejumlah desa lain yang ada di Kecamatan Bojongpicung, yaitu dengan Desa Sukaratu di sebelah Utara dan dengan Desa Cibitung di sebelah Selatan. Adapun di sebelah Timur dan Barat, berturut-turut berbatasan dengan Desa Cihea dan Desa Sukarama. Desa Kemang terbagi menjadi tiga dusun yang di dalamnya terdapat 22 kampung. Secara administratif di setiap dusun terdapat masing-masing dua Rukun Warga (RW). Dusun I terdiri dari dua RW, yakni RW 01 dan RW 02 yang di dalamnya mencakup 12 RT dan delapan kampung. Nama-nama kampung di Dusun I adalah Kelapa Condong, Beber, Cikupa, Kawung Luwuk, Pasir Jati, Cibentang, Mujit, dan Muncang Nunggal. Di Dusun II terdapat 11 RT dan enam kampung, yaitu: Rawa Sampih, Babakan Sawah Hilir, Cimenteng, Kopeng, Kemang, dan Cibuluh. Adapun di Dusun III terdapat 10 RT yang tersebar di delapan kampung, yaitu: Legok Nangka, Jakapari, Jaringao, Cikoneng, Citangkil, Cigunung, dan Babakan Sawah Girang.

45 Luas wilayah Desa Kemang sekitar 2.499,21 hektar dengan distribusi penggunaan lahan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Luas Wilayah Desa Kemang menurut Penggunaannya, Tahun 2009 (dalam hektar dan persen) Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) % Hutan 1250,00 50,02 Tegalan 994,45 39,79 Persawahan 94,11 3,77 Pemukiman 88,51 3,54 Kebun 20,00 0,80 Pekarangan 12,41 0,50 Kuburan 10,02 0,40 Perkantoran 4,21 0,17 Lainnya 25,51 1,02 Total 2499,21 100,00 Sumber : Potensi Desa Kemang 2009 Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah Desa Kemang didominasi oleh hutan, dimana hutan tersebut merupakan milik Perhutani, yakni sekitar 50 persen. Lahan terbesar kedua setelah hutan merupakan Tegalan dengan luas sekitar 11 persen lebih rendah dari luas hutan yang selanjutnya diikuti oleh persawahan, pemukiman dan kebun dengan berturut-turut sekitar 3,7 persen, 3,5 persen dan 0,8 persen. 4.2 Keadaan Umum Penduduk Untuk diketahui, data sekunder yang tersedia di Desa Kemang adalah data yang tertulis dalam dokumen Potensi Desa Tahun Menurut sumber tersebut, jumlah penduduk Desa Kemang adalah 5501 jiwa, yang terdiri dari 2742 penduduk laki-laki (49,85 persen) dan 2759 penduduk perempuan (50,15 persen). Dengan demikian, rasio jenis kelaminnya 1 sekitar 99 persen, artinya untuk tiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 99 penduduk laki-laki. Terdapat 1514 Kepala Keluarga (KK) di desa ini, sehingga rata-rata jumlah anggota keluarganya kurang dari 4 orang per KK. Dengan demikian, 1 Rasio Jenis Kelamin = Penduduk laki-laki x 100 Penduduk laki-laki

46 diduga keluarga di Desa Kemang cenderung menerapkan Program Keluarga Berencana (KB). Adapun komposisi penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 (dalam persen) Kelompok Umur (Tahun) Laki-laki Perempuan Total 0 4 2,51 2,69 5, ,54 7,71 15, ,33 6,67 14, ,05 7,45 15, ,73 4,45 9, ,38 2,53 4, ,56 3,73 7, ,53 2,62 5, ,89 1,64 3, ,16 2,33 4, ,38 1,66 3, ,76 2,13 3, ,58 1,67 3, ,22 1,51 2, ,91 1,04 1, ,31 0,24 0,55 Total 49,85 50,15 100,00 Sumber : Potensi Desa Kemang 2009 Sebagaimana terlihat pada Tabel 2, secara umum, mayoritas penduduk Desa Kemang tergolog ke dalam usia produktif (15-64 tahun), yakni sekitar 60 persen. Selanjutnya disusul oleh kelompok usia Sekolah Dasar sampai Menengah (5-19 tahun) yakni sekitar 13 persen lebih rendah daripada kelompok usia produktif. Adapun, penduduk yang tergolong lanjut usia (>65 tahun) yaitu sekitar lima persen. Jika dilihat menurut jenis kelaminnya, diketahui bahwa persentase penduduk perempuan pada kedua kelompok tersebut di atas sedikit lebih tinggi dibanding penduduk laki-laki; yakni lebih tinggi sekitar 0,2 persen bagi mereka yang tergolong usia kerja dan sekitar 0,4 persen pada mereka yang tergolong lanjut usia. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, mayoritas lahan di Desa Kemang adalah hutan dan tegalan/ladang, hal ini tampaknya mempengaruhi

47 ragam jenis pekerjaan penduduk desa, dimana sebagian besar penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai petani. Adapun distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Mata Pencaharian dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 (dalam persen) Mata Pencaharian Laki-laki Perempuan Jumlah Petani 56,85 8,75 65,6 Buruh Tani 13,78 5,34 19,12 Buruh Migran 0,34 2,56 2,91 Pegawai Negeri Sipil 1,03 0,21 1,24 TNI 0,05 0,00 0,05 POLRI 0,03 0,00 0,03 Pensiunan PNS 0,34 0,24 0,58 Industri Rumahtangga 5,05 0,87 5,92 Pedagang keliling 2,56 0,4 2,96 Montir 0,05 0,05 Pembantu Rumahtangga 0,00 1,37 1,37 Dukun Kampung Terlatih 0,00 0,16 0,16 Total 80,09 19,91 100,00 Sumber : Potensi Desa Kemang 2009 Sebagaimana terlihat pada Tabel 3 diatas terlihat bahwa sejumlah mata pencaharian didominasi oleh penduduk laki-laki dengan persentase 80 persen atau sekitar 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk perempuan. Dari sejumlah mata penceharian tersebut, 84 persen penduduk bekerja di bidang pertanian dimana 19 persen di antaranya merupakan buruh tani. Yang menarik adalah terlihat kecenderungan mata pencaharian bagi penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Seperti pada persentase penduduk bekerja sebagai petani, PNS, pengrajin dan pedagang yang didominasi laki-laki, sementara buruh migran, pembantu rumahtangga dan dukun kampung terlatih, cenderung ditempati oleh perempuan. Kondisi pekerjaan penduduk di Desa Kemang tampaknya berhubungan dengan kondisi penduduk desa menurut tingkat pendidikan mereka sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.

48 Tabel 4 Distribusi Penduduk Desa Kemang menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan dan Jenis Kelamin, Tahun 2009 (dalam persen) Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah SD/Sederajat 40,53 40,95 81,48 SMP/Sederajat 7,35 5,09 12,44 SMA/Sederajat 2,67 1,65 4,33 Diploma 1- D3/Sederajat 0,64 0,32 0,95 Strata 1- S2/Sederajat 0,64 0,16 0,80 Total 51,83 48,17 100,0 Sumber : Potensi Desa Kemang 2011 Program Wajib Belajar 12 tahun sebagai bagian capaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals), khususnya berkenaan dengan gerakan Program Pendidikan Untuk Semua atau PUS (Education For ALL) nampaknya belum berlaku di desa ini, hal ini berhubungan dengan fakta bahwa mayoritas penduduk Desa Kemang merupakan tamatan Sekolah Dasar, yakni sekitar 81 persen. Adapun relatif masih rendahnya mereka yang berpendidikan lanjutan dan menengah berturut-turut sekitar 69 persen dan 77 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang berpendidikan SD. Seperti terlihat pada Tabel 4, secara umum terdapat kecenderungan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan semakin menurun persentase penduduk yang menikmati pendidikan. Lebih lanjut, jika dilihat menurut jenis kelaminnya, ternyata persentase perempuan yang berpendidikan sekolah lanjutan dan perguruan tinggi menunjukkan persentase yang lebih rendah dibanding laki-laki, berturut-turut lebih rendah sekitar dua persen pada tingkat SMP, satu persen SMU, dan 0,8 persen pada tingkat perguruan tinggi. 4.3 Kelembagaan Kelembagaan yang ada di Desa Kemang meliputi kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal terdiri dari lembaga pemerintahan seperti Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Lembaga Kemasyarakatan Desa yang meliputi kelompok PKK, Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Karang Taruna, Posyandu, Koperasi dan Kelompok Wanita Tani (KWT).

49 Kelompok Wanita Tani (KWT) dibentuk pada tahun 2010, karena dilatarbelakangi oleh dasar keikutsertaan Desa Kemang sebagai peserta lomba bina wilayah. Kelompok tani ini beraktivitas membudidayakan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Kelembagaan lainnya di Desa Kemang adalah Koperasi Kemang Lestari yang berdiri sejak tahun Tujuan dibentuknya koperasi tersebut adalah untuk memasarkan beragam produk yang diproduksi oleh masyarakat setempat. Koperasi ini disebut sebagai koperasi serba usaha karena didalamnya menampung semua jenis produk yang ada di Desa Kemang salah satunya gula aren. Selain kegiatan usaha, koperasi yang diketuai oleh Bapak K. ini juga menjalankan kegiatan simpan pinjam modal bagi para anggotanya. Adapun keanggotaan yang ada pada koperasi ini tidak dibatasi untuk masyarakat Desa Kemang saja, melainkan juga bagi warga masyarakat di luar desa seperti Desa Sukaratu dan desa Cihea dapat tergabung dalam koperasi ini. Terkait kelembagaan yang berhubungan dengan Jejaring Pengaman Sosial (JPS), terdapat beberapa program yang diterima warga Desa Kemang. Pertama adalah program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diterima sejak tahun 2008, namun hanya diberikan sebanyak dua kali saja, sementara saat ini sudah dihapuskan. Selain itu, Program Beras Miskin atau Raskin yang dialokasikan kepada rumahtangga miskin di desa ini pada setiap bulan, serta Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diberikan kepada setiap individu yang membutuhkan, namun mereka harus membuat pengajuan kartu Jamkesmas melalui kantor desa. Kelembagaan informal yang terdapat di Desa Kemang adalah kelembagaan keagamaan (pengajian), keuangan (arisan), dan olahraga. Terdapat beberapa kelompok pengajian yang tersebar di setiap kampung. Rata-rata setiap kampung memiliki satu kelompok pengajian, kecuali di Kampung Jaringao dan Cikupa (keduanya di Dusun I), berturut-turut terdapat dua dan tiga kelompok. Kelompok pengajian yang dikenal aktif adalah Kelompok Pengajian Miftahunnaja yang berlokasi di Kampung Kopeng, Dusun II. Dalam hal kelompok arisan, umumnya diikuti oleh kaum perempuan. Biasanya kelompok arisan itu dibentuk di dalam sebuah kelembagaan lain. Misalnya kelompok arisan kader Posyandu,

50 kelompok arisan ibu-ibu pengajian, dan sebagainya. Selanjutnya, terdapat pula kelompok olahraga, seperti bola voli yang biasanya hanya aktif bertanding pada acara-acara tertentu, khususnya berrhubungan dengan hari peringatan tingkat nasional Dalam hal Posyandu, terdapat empat unit Posyandu di Desa Kemang yang tersebar di setiap dusun, masing-masing satu Posyandu di Dusun I (Posyandu Anggrek) dan Dusun II (Posyandu Mawar), sedangkan di Dusun III terdapat dua unit, yaitu Teratai I di Kampung Jaringao dan Teratai II di Kampung Cikoneng. Kegiatan Posyandu dilaksanakan secara rutin, yakni sebulan sekali. Bersamaan dengan kegiatan Posyandu, terdapat pula kelembagaan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Lansia (BKL). Kegiatan dalam BKB berupa penimbangan dan pemberian makanan tambahan pada anak pada kelompok usia 0-5 tahun, sedangkan pada BKL, kegiatannya berupa penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, dan pemeriksaan kesehatan lainnya bagi warga lanjut usia. Selain itu, terdapat Bina Keluarga Remaja (BKR) yang kegiatannya berupa penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh para kader dari kantor kecamatan, di antaranya penyuluhan tentang Narkoba. 4.4 Sarana dan Prasarana Desa Kemang memiliki sejumlah sarana dan prasarana yang menunjang berbagai kegiatan masyarakat desa. Prasarana transportasi darat yang tersedia berupa jalan desa (beraspal) sepanjang 1 km dan berupa jalan tanah sepanjang sekitar 2,6 km, namun kondisinya dalam keadaan rusak. Selain itu, tersedia pula jalan aspal antar desa sepanjang 1,85 km di antaranya dalam keadaan baik, sedangkan sisanya (sekitar 3 km) dalam keadaan buruk. Untuk menempuh perjalanan tersebut, tersedia sarana transportasi darat berupa motor ojek sebanyak 35 unit. Sarana dan prasarana lainnya berupa Balai Desa/Kantor Desa, yang memiliki fasilitas berupa tujuh ruang kerja yang dilengkapi ketersediaan aliran listrik, telepon, dan air bersih, 13 unit meja, 83 unit kursi, dan masing-masing sebanyak tiga unit berupa mesin tik, lemari arsip, dan komputer, dua unit kendaraan motor dinas.

51 Dalam hal sarana peribadatan, di Desa Kemang terdapat 21 unit mesjid dan 31 unit langgar /surau/mushola. Adapun prasarana olahraga yang ada mencakup enam lapangan bulutangkis dan 37 lapangan voli, serta sepuluh buah meja pingpong. Khusus prasarana pendidikan, di desa ini terdapat, lima unit Sekolah Dasar (SD), dan masing-masing satu unit sekolah PAUD (yang merupakan hasil dari PNPM), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sejak tahun 2010 Desa Kemang memiliki sarana dan prasarana komunikasi dan informasi, berupa dua buah BTS (Based Transceiver Station) telepon seluler dari perusahaan swasta, XL dan Telkomsel. Jumlah pelanggan GSM di desa ini sebanyak 1895 pelanggan atau 34,45 persen dari total penduduk desa. Selain itu, terdapat prasarana informasi, di antaranya 721 unit televisi dan delapan unit parabola. Berkenaan sarana dan prasarana kesehatan di Desa Kemang, selain Posyandu, juga terdapat satu unit Puskesmas Pembantu, yang didukung oleh enam orang dukun bersalin terlatih, lima orang dukun pengobatan alternatif, dan seorang bidan. Dalam hal prasarana air bersih dan sanitasi, di desa ini terdapat 284 unit sumur pompa dan 397 unit sumur gali, di antaranya bersumber dari sembilan mata air yang berada di desa ini. Di samping itu, tersedia pula delapan unit MCK umum sebagai prasarana sanitasi masyarakat.

52 BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tahun Di Desa Kemang sendiri, PNPM Mandiri mulai dilaksanakan pada tahun Sehubungan dengan itu, dalam bab ini dikemukakan penjelasan singkat mengenai latar belakang PNPM MP yang dilaksanakan di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Selanjutnya, akan dijelaskan pula sejumlah kelembagaan yang berperan serta didalam perencanaan maupun pelaksanaan PNPM MP. 5.1 Sejarah dan Struktur Organisasi PNPM MP di Desa Kemang Penyelenggaraan PNPM MP di Desa Kemang dilatarbelakangi oleh beragam permasalahan yang ada di desa ini, diantaranya adalah: kondisi infrastruktur jalan yang rusak serta minimnya fasilitas pendidikan khususnya PAUD yang masih memanfaatkan gedung Aula Desa sebagai ruang kelas. Sehubungan dengan itu, tujuan dari PNPM MP di Desa Kemang antara lain untuk memperbaiki fasilitas prasarana sarana jalan, meningkatkan perkembangan usaha dan pendapatan masyarakat Desa Kemang khususnya rumahtangga miskin serta meningkatkan fasilitas pendidikan dalam hal ini PAUD. Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas, terdapat sejumlah stimulan dalam ruang lingkup PNPM MP di Desa Kemang ini, yakni stimulan sosial dasar ekonomi berupa perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur jalan dan pembangunan gedung PAUD, serta stimulan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP). Adapun sejumlah pihak yang terlibat langsung dalam PNPM MP di Desa Kemang seluruhnya berjumlah 116 orang yang terdiri dari 53 orang laki-laki (45,7 persen) dan 63 orang perempuan (54,3 persen). Mereka terdiri dari peserta dan

53 pengelola PNPM MP di Desa Kemang yang terlibat dalam kelembagaan, stimulan dana bergulir kelompok simpan pinjam maupun sarana sosial dasar perdesaan. Berikut ini disajikan Bagan Struktur Tim Pelaksana PNPM MP di Desa Kemang yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. KEPALA DESA D. R. S KETUA TPK KK SEKRETARIS ZG BENDAHARA EL KETUA KELOMPOK SPKP MS KETUA PELAKSANA H. AS SEKETARIS SPKP BENDAHARA MANDOR I MANDOR II LL IS SAE SUL ANGGOTA PEKERJA MASYARAKAT Gambar 2 Bagan Struktur Tim Pelaksana PNPM MP Tingkat Desa Sebagaimana tertulis dalam PTO PNPM Mandiri, peran Kepala Desa adalah sebagai Pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan PNPM MP di Desa. Dalam hal ini, Kepala Desa dibantu oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menyusun peraturan desa yang relevan dan

54 mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur penyelenggaraan PNPM MP di Desa Kemang. Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga yang mengawasi proses setiap tahapan penyelenggaraan PNPM MP, mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pelestariannya di Desa Kemang. Selain itu, BPD juga berperan dalam melegitimasi peraturan desa yang berkaitan dengan pelembagaan dan pelestarian PNPM MP di desa ini. Dalam pelaksanaannya, Bpk. H.H. selaku Ketua BPD Desa Kemang hadir dalam semua aktivitas tersebut di atas, untuk kemudian beliau melakukan sosialisasi berbagai aspek berkenaan penyelenggaraan PNPM MP kepada anggota BPD lainnya. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu anggota BPD Desa Kemang yaitu Bpk. OHN yang juga menjadi salah satu responden dalam penelitian ini menuturkan bahwa keterlibatan BPD dalam PNPM MP ini tidak merata dan tidak transparan. Bpk. OHN tidak pernah mengetahui proses atau tahapan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang karena merasa tidak pernah dilibatkan. Bahkan, Bpk. H.H. yang seharusnya menyosialisasikan kepada anggotanya, tidak pernah dilakukan, terlebih karena BPD Desa Kemang sendiri tidak memiliki pertemuan rutin anggota. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) merupakan kelembagaan yang dipilih anggota masyarakat melalui musyawarah desa yang dilakukan pada 20 Mei Secara umum, TPK memiliki fungsi dan peran untuk mengelola dan melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan. Terdapat tiga posisi dalam kepengurusan TPK di Desa Kemang, yakni ketua, sekretaris dan bendahara. Ketua berperan sebagai penanggung jawab operasional kegiatan PNPM MP di desa, serta mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan di lapangan dan pengelolaan administrasi program. Sekretaris berperan dalam pengelolaan administrasi PNPM MP, sementara Bendahara TPK di Desa Kemang berperan dalam mengelola keuangan PNPM MP. Ketiga posisi TPK Desa Kemang tersebut dijabat berturutturut oleh Bapak KKI sebagai ketua, Sdr. ZG sebagai sekretaris dan Ibu EL sebagai bendahara. Kepengurusan TPK di Desa Kemang telah mengalami dua kali pergantian sekretaris. Posisi sekretaris awalnya dijabat oleh Bapak AS, namun

55 karena dia mengundurkan diri, posisi sekretaris tersebut kemudian dijabat oleh Sdr. ZG. Di bawah Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang mengoordinasikan seluruh kegiatan PNPM MP di tingkat desa, terdapat pula penanggungjawab masingmasing program dan/atau kegiatan yaitu Ketua Pelaksana Pembangunan prasarana dan sarana sosial dasar dan Ketua Kelompok SPKP. Yang dimaksud Ketua Pelaksana dalam struktur Tim Pelaksana PNPM MP Desa Kemang merupakan orang yang bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan prasarana dan sarana sosial dasar seperti pengaspalan jalan dan pembangunan PAUD. Adapun yang menjadi Ketua Pelaksana di Desa Kemang adalah Bpk. H. AS yang dipilih masyarakat karena selama ini banyak berperan dalam kegiatan pembangunan desa khususnya dalam hal penyumbang dana. Dalam menjalankan tugasnya, Ketua Pelaksana dibantu oleh dua mandor yang dipilih langsung oleh ketua pelaksana yang berasal dari masyarkat desa kemang dan merupakan rumahtangga miskin. Ketua Kelompok SPKP merupakan orang yang bertanggung jawab atas kegiatan simpan pinjam yang ada di Desa Kemang dan mengoordinasikan seluruh kelompok SPKP yang ada di Desa Kemang. Ketua Kelompok SPKP bertugas mengakomodir perguliran dana yang sebelumnya dikumpulkan oleh masingmasing ketua kelompok SPKP untuk kemudian diserahkan ke UPK (Unit Pengelola Kegiatan) di tingkat Kecamatan. Kelembagaan lain yang terlibat dalam pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang antara lain Tim Penulis Usulan (TPU), Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan Tim Pemantau. Sebagaimana halnya TPK, TPU PNPM MP Desa Kemang terdiri dari mereka yang berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Sebagaimana tercantum pada PTO PNPM MP, TPU berperan dalam menyiapkan dan menyusun gagasan-gagasan kegiatan yang telah ditetapkan dalam musyawarah desa dan musyawarah desa khusus perempuan yang kemudian menjadi usulan desa. Anggota TPU dipilih oleh seluruh Peserta PNPM MP Desa Kemang berdasarkan keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan jenis kegiatan yang diajukan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, TPU bekerjasama dengan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), yakni warga desa yang dipilih untuk memasilitasi Peserta PNPM MP

56 Desa Kemang dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM MP di Desa Kemang. Melalui musyawarah pada tanggal 20 April 2009, dalam kepengurusan TPU tersebut, Bpk S terpilih sebagai Ketua TPU, sementara anggotanya terdiri atas dua orang, yaitu Sdr. HM dan Sdri. NL. Adapun KPMD yang terpilih adalah Sdr. DD dan Sdr. ISP, berturut-turut bertindak selaku KPMD Laki-laki dan KPMD Perempuan. Tim Pemantau adalah warga desa yang secara sukarela menjalankan fungsi pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan di desa, namun keanggotaannya tersebut dipilih melalui musyawarah desa. Dari hasil musyawarah desa, yang terpilih sebagai Tim Pemantau adalah ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Kemang (Bapak TBA). 5.2 Pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang Pembangunan Sarana dan Prasarana Sosial Dasar Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) di Desa Kemang mulai dilaksanakan pada tahun Proyek pertamanya berupa pengaspalan jalan trayek Asrama (Kampung Rawa Sampih) sampai dengan Batas Desa (Kampung Kopeng), sepanjang 1,823 km, dengan lebar jalan sepanjang 2,5 m. Pembangunan infrastruktur jalan ini dilatarbelakangi oleh beragam permasalahan yang ada di Desa Kemang yaitu kondisi jalan yang rusak yang kurang kondusif terhadap kegiatan ekonomi warga desa. Sebagian besar warga mengeluhkan bahwa kondisi jalan yang tidak baik berdampak pada ketidakstabilan harga produk pertanian yang mereka pasarkan, mahalnya harga transportasi dan waktu tempuh yang lama. Pengaspalan infrastruktur jalan bertujuan untuk memperlancar sarana perhubungan yang diharapkan dapat meningkatkan roda perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu, baik secara langsung maupun tidak langsung perbaikan infrastruktur jalan juga diharapkan akan berdampak positif terhadap pendapatan sejumlah rumahtangga miskin yang ada di Desa Kemang.

57 Adapun jumlah masyarakat pemanfaat dari proyek pengaspalan jalan ini disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah Pemanfaat Proyek Pengaspalan Jalan menurut Kategori Pemanfaat dan Jenis Kelamin, Desa Kemang, Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Kategori Pemanfaat Laki-laki Perempuan Total n % n % n % Pemanfaat Langsung Umum , , ,31 Pemanfaat Rumahtangga , , ,02 miskin Pemanfaat tidak langsung , , ,67 Total , , ,00 Sumber : Proposal Pembangunan Sarana dan Prasarana, Desa Kemang 2009 Pemanfaat langsung merupakan masyarakat Desa Kemang yang bertempat tinggal di sepanjang jalan Kampung Rawa Sampih sampai Kampung Kopeng. Adapun yang dimaksud dengan pemanfaat tidak langsung adalah mereka yang berasal dari luar kampung Rawa Sampih dan Kopeng namun ikut memanfaatkan/menggunakan jalan. Untuk kegiatan pengaspalan jalan tersebut, penyelenggara PNPM MP memanfaatkan tenaga ahli dan tenaga kasar yang pada umumnya tersedia di Desa Kemang. Dalam hal material untuk pengaspalan, penyelenggara melibatkan warga masyarakat untuk mengumpulkannya dari sumberdaya alam yang ada, seperti batu pecah, kerikil, pasir, dan kayu. Adapun tenaga kerja seperti tukang berasal dari masyarakat setempat yang dengan hal ini secara tidak langsung membuka kesempatan kerja bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin. Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana lainnya yang juga didanai PNPM MP di Desa Kemang berupa pembangunan gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang dilaksanakan pada tahun 2010 dengan jumlah tenaga kerja tujuh orang. Seperti halnya pembangunan infrastruktur jalan (pengaspalan jalan), tenaga kerja untuk pembangunan PAUD juga berasal dari masyarakat setempat dan diutamakan rumahtangga miskin. Bangunan PAUD yang telah

58 dibangun terdiri dari dua ruangan yaitu ruang kantor dan ruang kelas dengan total luas gedung 12 x 8 meter Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP) Kegiatan PNPM MP lainnya yang direalisir di Desa Kemang adalah dibentuknya enam kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP), pada tahun 2009 atau masing-masing dua kelompok di setiap dusun yang ada di desa ini. Pada tahun 2010 dan 2011, kelompok SPKP bertambah masing-masing tiga kelompok per tahun, sehingga sampai saat ini jumlah keseluruhan kelompok SPKP yang ada di Desa Kemang berjumlah 12 kelompok. Kelompok SPKP Desa Kemang merupakan kelompok terbaik di tingkat Kecamatan. Hal ini dinilai berdasarkan administrasi kelompok dan ketepatan waktu dalam pengembalian pinjaman. Keberhasilan ini pula yang menjadikan kelompok SPKP semakin bertambah jumlahnya setiap tahunnya. Kegiatan SPKP merupakan kegiatan pemberian modal usaha untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Secara umum, sebagaimana tertulis dalam PTO PNPM MP, kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumahtangga miskin dan penciptaan lapangan kerja. Kepada SPKP dialokasikan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang totalnya sebesar 25 persen dari total dana PNPM MP di Kecamatan Bojongpicung. Sasaran dari program SPKP adalah rumahtangga miskin (RTM) yang produktif yang memerlukan pendanaan bagi kegiatan usaha. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, terdapat sebanyak 12 kelompok SPKP di Desa Kemang yang terbentuk pada periode tahun , masingmasing beranggotakan 10 orang yang domisilinya berdekatan. Kegiatan perguliran modal di kalangan kelompok SPKP tersebut telah berlangsung selama dua kali dan sekali, berturut-turut bagi mereka yang terbentuk pada tahun 2009 dan Sementara di kalangan Kelompok SPKP yang dibentuk tahun 2011

59 belum mengalami masa perguliran. Sejumlah kelompok SPKP tersebut merupakan kelompok terpilih hasil seleksi Tim Verifikasi tingkat Kecamatan. Seleksi yang dilakukan Tim Verifikasi mempertimbangkan proporsi RTM yang ada di Desa Kemang serta seleksi kelayakan kelompok. Adapun kelompok yang berhak mengajukan SPKP perguliran PNPM MP harus memnuhi persyaratan: 1. Kelompok yang sebelumnya pernah melakukan pinjaman SPP BLM atau SPP perguliran dan pengembalian tepat waktu. 2. Kelompok usaha perempuan yang sudah menjadi pelaku usaha minimal dua tahun. 3. Organisasi kewanitaan yang ada di Desa yang sudah baku dan mempunyasi SK Kepala Desa: PKK. Kader Posyandu, atau kelompok pengajian wanita yang sudah berjalan sedikitnya tiga tahun 4. Kelompok harus mempunyai anggota sedikitnya lima orang dan sebanyakbanyaknya sepuluh orang. 5. Pengurus kelompok dan anggota kelompok adalah warga Desa Kemang minimal dua tahun, dibuktikan dengan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Pengenal (KTP) yang masih berlaku. 6. Mempunyai tabungan di kelompoknya sedikitnya sepuluh persen dari jumlah pinjaman yang diajukan. 7. Pengurus atau anggota kelompok berusia produktif (21 tahun sampai dengan 60 tahun) pada saat mengajukan pinjaman SPP bergulir. Adapun kelompok yang tidak berhak untuk mengajukan pinjaman SPP BLM atau perguliran, meliputi: Anggota TNI/POLRI, PNS, karyawan kecamatan, Kepala Desa/BPD, perangkat desa, karyawan BUMN, Purnawirawan TNI/POLRI, pensiunan PNS, kelompok laki-laki, pengusaha atau grosir. Berdasarkan ketentuan tersebut, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah anggota yang merupakan bagian dari perangkat desa, yakni istri dari Ketua RT serta ada pula anggota yang merupakan istri dari seorang PNS. namun hal ini luput dari pemeriksaan fasilitator dan/atau Tim Verifikasi. Di bawah ini dikemukakan kondisi kelompok SPKP yang ada di Desa Kemang, yang meliputi enam kelompok yang tersebar di semua dusun di desa ini.

60 1. Kelompok SPKP Posyandu I Dusun I Kelompok Posyandu Dusun I berasal dari sebuah kelompok posyandu yang dibentuk pada tahun 1985 yang beranggotakan sebanyak 20 orang. Kegiatan awal dari kelompok ini adalah sebagai kader kesehatan Posyandu di Dusun I Kampung Beber RT 04 RW 01 yang dilaksanakan satu kali dalam sebulan yaitu pada minggu ke-2. Sebagaimana dituturkan oleh Ibu A, bahwa pada tahun 1999, disaat kegiatan penimbangan bayi dilaksanakan, banyak kebutuhan bayi seperti susu, mainan dan banyak kebutuhan balita lainnya yang apabila disediakan oleh kader akan menjadi usaha yang mendatangkan keuntungan. Atas dasar hal tersebut, maka semua kader sepakat untuk menyediakan kebutuhan balita dengan modal awal didapatkan dari hasil iuran para anggota. Berkat usaha tersebut, kini para kader Posyandu tidak hanya bertugas sebagai kader kesehatan saja, tetapi juga dapat mendapatkan penghasilan dari hasil penjualan kebutuhan balita tersebut, sehingga kegiatan usaha ini dinilai mampu membantu memenuhi kebutuhan rumahtangga. Kegiatan lain yang dilakukan oleh anggota kelompok ini adalah kegiatan arisan yang dilakukan sekali dalam sebulan, yakni pada minggu ke tiga. Kegiatan usaha yang dijalankan oleh anggota pada umumnya adalah menjual perlengkapan balita dan makanan ringan. Berdasarkan latar belakang kelompok Posyandu Dusun I ini, maka dibentuklah kelompok SPKP Dusun I yang beranggotakan 10 orang pada tahun Anggota terpilih merupakan orang yang telah atau akan menjalankan usaha dan membutuhkan modal usaha. 2. Kelompok SPKP Posyandu II Dusun I Kelompok Posyandu II Dusun I, berdiri pada tahun 1985 beranggotakan 10 orang. Seperti hal nya kelompok Posyandu I Dusun I, kelompok ini juga aktif dalam kegiatan Posyandu di Dusun I yang dilaksanakan setiap minggu ketiga pada setiap bulannya. Kegiatan rutin Posyandu yang didukung oleh adanya beberapa anggota sekaligus kader Posyandu yang sedang menjalankan usaha, melatarbelakangi pembentukan kelompok SPKP Posyandu II. Pemilihan anggota dilakukan dengan merekrut siapa saja yang berminat dan bertanggung jawab dalam mengelola pinjaman dengan syarat dapat membayar angsuran tepat pada waktunya. Sehingga pada tahun 2009, terbentuklah Kelompok SPKP Posyandu II

61 Dusun I yang dibentuk melalui Musyawarah Desa, adapun pemilihan anggota kelompok dipilih pada musyawarah kelompok. 3. Kelompok SPKP Pengajian Nurul Huda Kelompok Pengajian Nurul Huda yang berlokasi di Kampung Cikupa RT 06 RW 01 Desa Kemang berdiri pada tahun Nama Nurul Huda sendiri disesuaikan dengan nama Madrasah yang digunakan sebagai tempat pengajian yaitu Madrasah dan Pondok Pesantren Nurul Huda. Sebagaimana halnya kegiatan pengajian pada umumnya, Kelompok Pengajian Nurul Huda mendapat dukungan dari para kyai dan tokoh agama setempat, sehingga kelompok ini terus berkembang dan anggotanya bukan hanya ibu-ibu di kampung Cikupa tetapi juga dari kampung-kampung lain di sekitarnya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ini adalah kegiatan pengajian rutin yang dilakukan setiap hari jumat setiap minggunya. Sebagaimana dipaparkan oleh Ibu E selaku Ketua pada kelompok ini, kegiatan pengajian yang rutin dilakukan satu kali dalam seminggu ini memberi inspirasi bagi sejumlah anggota kelompok pengajian untuk memanfaatkan kegiatan tersebut sebagai peluang usaha. Berawal dari penyediaan dan pemberian layanan pemesanan berbagai kebutuhan anggota, seperti pakaian muslim, kerudung dan lain-lain, sampai akhirnya kelompok ini dapat memperoleh tambahan pendapatan dari kegiatan tersebut. Hal ini lah yang melatarbelakangi Kelompok Pengajian Nurul Huda untuk diikutsertakan dalam kegiatan SPKP. Sehingga bersamaan dengan kelompok lainnya, pada tahun 2009 kelompok Pengajian Nurul Huda menjadi bagian dari kelompok SPKP yang ada di Desa Kemang. Pemilihan kelompok ini merupakan hasil keputusan dalam Musyawarah Desa, adapun anggota kelompok pengajian Nurul Huda yang tergabung ke dalam SPKP berjumlah 10 orang yang dipilih melalui musyawarah kelompok. 4. Kelompok SPKP Arisan Istri Binangkit Kelompok SPKP ini berbasis pada kelompok arisan yang berlokasi di Kampung Jakapari yang sudah terbentuk sejak tahun Kelompok ini terbentuk atas dasar kedekatan tempat tinggal dan digagas oleh Ibu H. yang membentuk kelompok arisan sejumlah ibu rumahtangga sebagai wadah silaturahmi. Kedekatan tempat tinggal dan seringnya interaksi antar anggota

62 khususnya dalam kegiatan arisan melahirkan ide bersama untuk ikut tergabung dalam kegiatan SPKP. Pada akhirnya, kelompok SPKP Arisan Istri Binangkit ini terbentuk pada tahun 2009 dengan ketua Ibu H. yang tidak lain juga berstatus sebagai isteri Ketua RT 01 RW 2 Kampung Jakapari Dusun III. Seperti halnya kelompok lainnya, kelompok ini pun beranggotakan 10 orang yang dominan mengalokasikan dana PNPM MP untuk kegiatan berusaha tani. 5. Kelompok SPKP PKK Dusun II Kelompok PKK di Dusun II ini berdiri pada tahun Sejak tahun 2008, kelompok PKK ini diketuai oleh Ibu M. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok PKK ini adalah kegiatan rutin yang dilakukan sebulan sekali berupa pelatihan keterampilan yang diselenggarakan di tingkat desa. Selain itu juga mengikuti kegiatan PKK yang diselenggarakan atas undangan PKK di tingkat Kecamatan Bojongpicung. Akhirnya pada tahun 2009, kelompok ini tergabung ke dalam SPKP atas gagasan seluruh anggota. Anggota terpilih merupakan hasil musyawarah yang dilakukan di tingkat kelompok dengan cara memilih 10 anggota yang benar-benar memerlukan pinjaman khususnya untuk digunakan sebagai modal usaha yang dijalankan mereka. Adapun ketua Kelompok PKK Dusun II terpilih menjadi ketua SPKP. 6. Kelompok SPKP PKK Dusun I Kelompok PKK Dusun I berdiri sejak tahun 1985 yang diketuai oleh Ibu I. Asal mula tergabungnya kelompok ini ke dalam kelompok SPKP dilatarbelakangi atas prakarsa seluruh anggota dimana anggota PKK Dusun I ini didominasi oleh ibu rumahtangga yang belum memiliki usaha namun berminat menjalankan usaha baru, untuk itu diperlukan modal untuk mendirikan suatu usaha yang berkelanjutan. Berlatar belakang hal tersebut akhirnya kelompok PKK Dusun I ini terpilih menjadi bagian dari kelompok SPKP di Desa Kemang dengan Ketua adalah Ibu I. Sampai saat ini usaha yang dijalankan oleh anggota Kelompok PKK Dusun I sebagian besar adalah usaha warung dan usaha tani.

63 BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang yang di survei dalam penelitian ini. Sebagaimana telah dikemukakan di depan, mereka terdiri atas 60 rumahtangga yang dibedakan ke dalam dua kategori, yakni: peserta PNPM MP Sosial Dasar (selanjutnya disebut Peserta Sosial Dasar) dan peserta PNPM MP Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (selanjutnya disebut Peserta SPKP), masing-masing sebanyak 30 rumahtangga. Profil rumahtangga peserta PNPM MP mencakup karakteristik sumberdaya individu dan rumahtangga. Karakteristik sumberdaya individu meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan status perkawinan. Adapun dalam hal karakteristik sumberdaya rumahtangga berkenaan dengan kepemilikan yang meliputi: benda berharga, ternak, lahan dan status kategori rumahtangga. 6.1 Karakteristik Individu Rata-rata Jumlah Anggota Rumahtangga dan Jenis Kelamin Dari total rumahtangga peserta PNPM MP, terdapat sebanyak 267 orang anggota rumahtangga (ART). Dengan perkataan lain, rata-rata terdapat sekitar empat orang ART per rumahtangga. Kondisi ini tidak berbeda dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga penduduk Desa Kemang sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya. Diduga, kondisi ini berhubungan dengan masih diterapkannya Program Keluarga Berencana di kalangan pasangan usia subur yang ada di Desa Kemang. Untuk diketahui Terhadap total ART peserta PNPM MP, 53 persen diantaranya merupakan ART dari Peserta SPKP.

64 Selanjutnya, jumlah ART peserta PNPM MP menurut kategori stimulan dan jenis kelamin disajikan ke dalam Gambar 3 di bawah ini. Gambar 3 Persentase Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan dan Jenis Kelamin Dari gambar 3 di atas, terlihat bahwa ART perempuan dominan pada kedua kategrori penerima stimulan. Hal ini tampaknya sesuai dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin pada tingkat desa, dimana perempuan dominan Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP Menurut Kelompok Umur Tabel 6 di bawah ini menyajikan data kondisi rumahtangga peserta PNPM MP menurut kategori stimulan, kelompok umur dan jenis kelamin. Berdasar data pada Tabel 6, diketahui bahwa mayoritas ART peserta PNPM MP terdiri atas mereka yang tergolong kelompok umur produktif (15 sampai 64 tahun), yakni sekitar 66 persen. Jika dilihat menurut kategori stimulannya, jumlah mereka sekitar 73 persen pada Peserta SPKP, sementara pada Peserta Sosial Dasar sekitar 65 persen. Dengan perkataan lain, jumlah ART pada Peserta SPKP delapan persen lebih tinggi dibanding pada Peserta Sosial Dasar.

65 Tabel 6 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2011 (dalam persen) Kelompok Umur (tahun) PNPM MP SPKP Total PNPM MP Sosial Dasar Lakilaki Perempuan Lakilaki Perempuan Lakilaki Perempuan < Total (persen) Total (jumlah) Jika dilihat menurut jenis kelaminnya, ternyata persentase ART laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan baik terhadap total rumahtangga contoh, maupun pada kedua kategori Peserta PNPM MP. Secara umum, terdapat berturut-turut 34 persen ART laki-laki dan hanya 32 persen ART perempuan. Pada Peserta SPKP jumlah mereka menunjukkan tertinggi, yakni 40 persen ART laki-laki, dimana jumlah tersebut sekitar 7 persen lebih tinggi dibanding ART perempuan pada rumahtangga yang sama. Lebih lanjut, merujuk pada rumus Rusli (1995), diketahui bahwa rasio ketergantungan (dependency ratio) 2 pada rumahtangga peserta PNPM MP tergolong rendah yaitu sektar 0,48 atau kurang dari satu, yang berarti bahwa jumlah penduduk usia kerja lebih banyak daripada jumlah penduduk yang bukan usia kerja (penduduk usia muda dan tua atau lanjut usia). 2 Rumus dependency ratio = Jumlah penduduk umur 0-14 tahun dan 65+ Jumlah penduduk umur tahun

66 6.1.3 Tingkat Pendidikan Formal Salah satu indikator kemajuan suatu desa dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakatnya. Namun pada umumnya kondisi masyarakat di desa kurang akses terhadap pendidikan. Berikut disajikan data anggota rumahtangga peserta PNPM MP menurut Kategori Stimulan, tingkat pendidikan formal dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.. Tabel 7 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP Sosial Dasar di Desa Kemang menurut Kategori Stimlan, Tingkat Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin (dalam Persen) PPM MP Tingkat Pendidikan Sosial Dasar PPM MP SPKP Total Formal Lakilaki Perempun Lakilaki Perempuan Lakilaki Perempuan SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Total (persen) Total (Jumlah) Tabel 7 memperlihatkan bahwa secara umum tingkat pendidikan formal peserta PNPM MP Sosial Dasar mayoritas berpendidikan Tamat SD, yakni sekitar 69 persen. Jika dilihat menurut kategori stimulan, Peserta PNPM MP yang berpendidikan SD dan SMP tidak berbeda jauh antara kedua stimulan yakni sekitar satu persen. Adapun pada mereka yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi menunjukkan, persentase Peserta Sosial Dasar tiga persen lebih tinggi dibandingkan Peserta SPKP Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa mayoritas lahan di Desa Kemang merupakan lahan pertanian dan perhutanan. Kondisi tersebut tampaknya mempengaruhi jenis pekerjaan anggota rumahtangga Peserta PNPM MP. Data distribusi ART peserta PNPM MP menurut jenis pekerjaan dan jenis kelamin mereka dapat dilihat pada Tabel 8.

67 Tabel 8. Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin, Tahun 2011 (dalam persen) PNPM MP PNPM MP SPKP Total Jenis Pekerjaan Sosial Dasar Lakilakpualakpualaki Perem- Laki- Perem- Lak- Petani Buruh Tani Buruh Non Tani Pedagang PNS Industri Perempuan Rumahtangga Pensiunan PNS Lainnya Total (persen) Total (jumlah) Diketahui bahwa lebih dari separuhnya yaitu sekitar 53 persen anggota rumahtangga dari total keseluruhan peserta PNPM MP berstatus tidak bekerja. Namun jika dilihat menurut jenis pekerjaannya, tidak berbeda jauh dengan kondisi umum masyarakat Desa Kemang, jenis pekerjaan peserta PNPM MP juga mayoritas bekerja di sektor pertanian. Terlihat pada Tabel 7, sebagian besar peserta PNPM MP merupakan petani, yakni sekitar 55 persen. Adapun petani yang dimaksud terdiri dari petani pemilik, petani penggarap serta petani pemilik dan penggarap dengan persentase berturut-turut sepuluh persen, lima persen dan 40 persen. Berdasarkan kategori stimulan, terdapat perbedaan pada kelompok yang tergolong buruh tani dimana peserta PNPM MP Sosial Dasar yang tergolong buruh tani 17 persen lebih tinggi dibandingkan dengan peserta PNPM MP SPKP. Sebaliknya, pada peserta PNPM MP SPKP memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta PNPPM MP Sosial Dasar pada kriteria pedagang, yakni sekitar empat persen. Adapun yang dimaksud pada pekerjaan lainnya adalah mereka yang bekerja sebagai tukang ojeg, pekerja honorer serta perangkat desa yaitu sekitar tujuh persen.

68 6.1.4 Status Pekerjaan Tabel 9 berikut menyajikan data mengenai kondisi rumahtangga berkaitan dengan status pekerjaannya menurut kategori stimulan dan jenis kelamin. Tabel 9 Distribusi Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Simulan, Status Bekerja dan Jenis Kelamin, Tahun 2011 (dalam persen) PNPM MP PNPM MP Total Berdasarkan Tabel 9 data dimana mayoritas Status Bekerja Sosial Dasar SPKP Lakilakpualakpuan Perem- Laki- Perem- Laki laki Berusaha/bekerja sendiri Berusaha dibantu dengan buruh tidak tetap Berusaha dibantu dengan buruh tidak tetap Buruh/Karyawan/ Pekerja dibayar Pekerja keluarga Total (persen) Total (jumlah) Perempuan peserta PNPM MP bekerja dengan status berusaha/bekerja sendiri, baik pada Peserta Sosial Dasar maupun SPKP dengan total kedanya yakni sekitar 64 persen. Namun demikian, jika dilihat menurut jenis kelaminnya, diketahui bahwa persentase ART Laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan untuk semua kategori peserta PNPM, yaitu sekitar dua kali lipat pada Peserta Sosial Dasar, satu setengah kali lipat pada Peserta SPKP. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa sebagian besar dari mereka merupakan petani pemilik penggarap, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Jika dilihat menurut jenis kelamin, Peserta Sosial Dasar yang bekerja atau berusaha sendiri 18 persen lebih tinggi dibandingkan peserta SPKP Status Perkawinan Pada Gambar 4 disajikan data mengenai profil ART peserta PNPM MP menurut kategori stimulan dan status perkawinannya.

69 Gambar 4 Persentase Anggota Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Status Perkawinan dan Jenis Kelamin Dikeahui bahwa tidak ditemukan adanya peserta PNPM MP yang menikah dibawah umur (<15 tahun). Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, pada peserta PNPM MP di Desa Kemang masih ditemukan adanya peserta Sosial Dasar yang menikah pada umur kurang dari 19 tahun, yaitu sekitar 30 persen. Hal ini mengindikasikan masih relatif tingginya pernikahan usia muda di Desa Kemang. Secara umum proporsi peserta PNPM MP Sosial Dasar dan peserta PNPM MP SPKP yang berstatus kawin tidak berbeda jauh, berturut-turut sebesar 72 persen dan 71 persen. Lain hal nya pada kelompok peserta yang bersatus belum kawin dimana Peserta Sosial Dasar lima persen lebih tinggi dibandingkan pada Peserta SPKP. 6.2 Karakteristik Rumahtangga Peserta PNPM MP Kepemilikan Benda Berharga Kepemilikan benda berharga merupakan karakteristik rumahtangga untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi dari rumahtangga tersebut. Adapun

70 kepemilikan benda berharga terdiri dari kepemilikan atas teknologi rumahtangga dan kepemilikan ternak. Berikut ini ditampilkan data terkait kepemilikan benda berharga yang disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Rata-rata Kepemilikan Benda Berharga pada Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Tahun 2011 Kepemilikan Teknologi Rumahtangga PNPM Sosial Dasar PNPM SPKP Mobil 0,03 0,00 Motor 0,20 0,23 Sepeda 0,13 0,17 Radio/tape 0,17 7,00 Televisi 0,33 12,00 DVD 0,13 3,00 Hand Phone (HP) 0,63 21,00 Penanak Nasi (Rice Cooker) 0,20 6,00 Dispenser 0,20 4,00 Kulkas 0,17 3,00 Diketahui bahwa rata-rata tertinggi ada pada kepemilikan hand phone (HP). Sejak pendirian dua buah BTS (Telkomsel dan XL) dua tahun yang lalu di desa ini, kepemilikan HP di Desa ini berkembang pesat dan hampir seluruh rumahtangga di Desa Kemang memiliki HP dengan rata-rata dua unit per rumahtangga. Kepemilikan benda berharga terbanyak kedua adalah televisi. Sebagaimana HP, kepemilikan televisi ini pun hampir semua rumahtangga memilikinya. Hal ini didukung oleh fakta bahwa dari hasil survei terhadap 60 rumahtanga, hanya dua rumahtangga yang tidak memiliki televisi. Dengan perkataan lain, televisi telah diposisikan sebagai kebutuhan primer bagi masyarakat Desa Kemang. Adapun kepemilikan atas motor di desa ini juga semakin berkembang setelah adanya program pembagunan pengaspalan jalan yang berasal dari PNPM MP pada tahun Jika dilihat berdasarkan kategori stimulan, terlihat bahwa pada rumahtangga Peserta SPKP, rata-rata kepemilikan benda berharga lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga peserta SPKP. Diduga hal ini berhubungan dengan status kategori rumahtangga dimana pada rumahtangga peserta Sosial Dasar

71 rumahtangga yang tergolong kategori miskin lebih banyak dibandingkan rumahtangga Peserta SPKP. Selanjutnya, pada Tabel 11 disajikan data berkenaan rata-rata kepemilikan ternak yang terdiri dari ayam, domba/kambing dan bebek menurut kategori stimulan. Tabel 11 Rata-rata Kepemilikan Ternak pada Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Tahun 2011 (ekor) Kepemilikan Ternak PNPM Sosial Dasar PNPM SPKP Ayam 1,13 0,67 Bebek 0,07 0,07 Domba 0,07 0,07 Sebagaimana dapat dilihat pada tabel, rata-rata kepemilikan ternak ayam menunjukkan jumlah tertinggi. Meski, jumlah tersebut menunjukkan penurunan dibanding dengan jumlah ternak pada tahun-tahun sebelumnya. Menurut pernyataan beberapa rumahtangga, mereka yang dulu memlihara ayam di pekarangan rumahnya sekarang mengaku sudah tidak lagi dikarenakan di desa ini sempat terserang wabah flu burung sehingga merasa trauma untuk kembali memelihara atau beternak ayam Luas Lahan Usaha Tani Luas lahan usahatani yang dikuasai rumahtangga peserta PNPM MP dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

72 ha ha ha Gambar 5 Persentase Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan dan Penguasaan Lahan Diketahui bahwa Berdasarkan Gambar 5, terlihat mayoritas peserta PNPM MP baik peserta PNPM MP Sosial Dasar maupun Pesera SPKP, memiliki lebih dari 0,5 hektar lahan berturut-turut 22 persen dan 25 persen. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa sebagian anggota rumahtangga peserta PNPM MP bermata pencaharian sebagai petani pemilik dan penggarap. Adapun kepemilikan lahan tersebut sebagian besar merupakan lahan warisan yang diturunkan secara turun temurun. Selanjutnya, diketahui bahwa dari 35 persen rumahtangga yang memiliki kurang dari 0,25 hektar lahan, sekitar sepuluh persen merupakan rumahangga yang tidak memiliki lahan, hal ini berhubungan dengan fakta bahwa terdapat sejumlah rumahtangga peserta PNPM MP yang tergolong ke dalam rumahtangga miskin yang tidak memiliki lahan Status Kategori Rumahtangga Kategori rumahtangga miskin dalam studi ini menggunakan indikator lokal yang ditetapkan melalui pemetaan sosial yang dihadiri oleh rumahtangga peserta PNPM MP, tokoh-tokoh masyarakat serta didampingi oleh Pendamping Lokal dan Fasilitator Kecamatan. Kategori rumahtangga miskin menurut indikator lokal yakni: (1) penghasilan dibawah Rp per bulan, (2) makan satu kali atau dua kali sehari tanpa lauk pauk, (3) makan daging/lauk pauk sebulan sekali,

73 (4) rumah Panggung dengan ukuran dibawah 30 meter persegi, kumuh, tidak memiliki fentilasi dan kaca, tidak memiliki WC/toilet, (5) tidak memiliki sawah atau ladang, (6) tidak memiliki kulkas, TV, (7) bahan bakar memasak masih menggunakan kayu baka, (8) membeli pakaian setahun sampai dua tahun sekali. Adapun persentase rumahtangga peserta PNPM MP menurut kategori rumahtangga miskin kriteria lokal disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Persentase Rumahtangga Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan dan Kategori Rumahtangga Meski sasaran utama dalam PNPM MP merupakan rumahtangga miskin (RTM) dengan tujuan utama meningkatkan partisipasi RTM, namun pada pelaksanaan di Desa Kemang mayoritas Peserta PNPM MP merupakan rumahtangga tidak miskin yaitu pada Peserta PNPM MP Sosial Dasar dan SPKP berturut-turut sekitar 54 persen dan 67 persen. Khusus pada program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP), dari 30 rumahtangga peserta SPKP jumlah rumahtangga berdasarkan kategori tidak miskin, miskin dan sangat miskin berturut-turur, 20, 8 dan 2 rumahtangga. Dengan perkataan lain, sekitar 60 persen anggota SPKP tergolong ke dalam rumahtangga tidak miskin. Hal ini disebabkan pada umumnya RTM merasa tidak memerlukan dana SPKP, dengan alasan bahwa mereka seakan memiliki beban

74 dengan kewajiban mengangsur setiap bulannya. Selain itu, sebagian besar RTM yang ada di Desa Kemang tidak memiliki usaha dan hanya menggantungkan hidupnya dari hasil bertani, seperti yang dipaparkan oleh Ibu E, Ketua SPKP kelompok Pengajian Nurul Huda, Cikupa: Seuseueur na anggota kelompok SPKP nu di Ibu sanes RTM. Da saleres na mah neng kelompok nu sanes ge kitu, paling ngan hiji dua nu RTM na mah. Sanes teu ditawisan, mung RTM mah kitu rada keberatan aya pinjamana-pinjaman kieu teh, abot mayaran angsuran sasihan na. Janten Ibu mah nyayogikeun kanggo saha we kitu anu kersa, teras anu gaduh usaha nu mayeng, utami na mah anu nyanggupan ngangsur unggal sasih tepat waktu.. Adapun pada program pembangunan sarana dan prasarana baik pengaspalan jalan maupun pembangunan PAUD, sebagian besar RTM merasa tidak dilibatkan. Sebagaimana tertulis dalam PTO PNPM MP, tenaga kerja untuk pembangunan sarana prasarana disyaratkan berasal dari RTM. Namun, pada kenyataannya di lapangan, tenaga kerja yang menjadi tukang ditentukan secara sengaja dalam musyawarah dengan tidak mempertimbangkan RTM melainkan dengan pertimbangan keahlian. Sehingga tenaga kerja terpilih merupakan tukang bangunan yang berdomisili di Desa Kemang.

75 BAB VII STIMULAN PNPM MP DAN PENGELOLAAN PNPM MP Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, kegiatan PNPM MP yang telah dilaksanakan di Desa Kemang meliputi Pembangunan Sarana dan Prasarana berupa pengaspalan jalan dan Pembangunan PAUD serta kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP). Jumlah keseluruhan dana yang diterima Desa Kemang untuk kedua program atau kegiatan tersebut sebesar Rp ,- (tiga ratus enam puluh satu juta tujuh ratus enam puluh empat ribu enam ratus rupiah). Sub bab berikut ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai stimulan PNPM MP berupa jumlah dana untuk masing-masing program. 7.1 Stimulan PNPM MP Stimulan Dana BLM untuk Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Salah satu indikator keberhasilan PNPM MP dapat dilihat dari perbaikan sarana dan prasarana yang menunjang di Desa Kemang. Program yang dilaksanakan untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan melalui kegiatan perbaikan sarana dan prasarana berupa pengasapalan jalan dan pembangunan gedung PAUD. Dari keseluruhan dana yang diterima dari PNPM MP, total dana BLM yang digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana, yaitu sebesar Rp ,- (dua ratus delapan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh delapan ribu enam ratus rupiah). Pencairan dana dilakukan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama dan kedua masing-masing 30 persen dari total dana bantuan, dan tahap ketiga 40 persen dari total dana bantuan. Bantuan dana tersebut diberikan kepada masyarakat untuk pembangunan sarana dan prasarana hingga selesai pengerjaannya. Masyarakat Desa Kemang hanya tinggal menikmati hasil-hasil dari program PNPM MP. Dapat dikatakan bahwa tingkat bantuan dana pada program pembangunan sarana dan prasarana seragam, karena pada dasarnya hasil program PNPM MP

76 berupa pengaspalan jalan dan pembangunan PAUD dapat dinikmati seluruh masyarakat Desa Kemang Stimulan Dana BLM untuk Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP) Jumlah dana yang dialokasikan untuk kegiatan SPKP sebesar Rp ,- untuk enam kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh anggota. Secara administratif, masing-masing kelompok mendapatkan Rp ,- untuk didistribusikan kepada setiap anggota dengan jumlah dana pinjaman sebesar Rp ,- per orang. Namun, pada pelaksanaannya ditemukan bahwa tidak semua anggota mendapatkan dana dengan jumlah yang sama. Pada Tabel 12 berikut ini disajikan data berkenaan dengan jumlah dan persentase tingkat bantuan dana BLM yang diperoleh anggota SPKP. Tabel 12 Tingkat Bantuan Dana BLM yang Diperoleh Anggota SPKP PNPM MP di Desa Kemang, Tahun 2009 (dalam jumlah dan persen) Tingkat Bantuan Dana Jumlah % Rendah 2 6,67 Sedang 26 86,67 Tinggi 2 6,67 Total Untuk diketahui bahwa menurut PTO PNPM MP jumlah dana yang diterima oleh anggota SPKP harus merata, namun berdasarkan kasus di Desa Kemang, ditemukan bahwa ada dua orang anggota yang meminjam pinjaman ganda sebesar Rp ,-. Hal tersebut ditemukan pada kasus kelompok Pengajian Nurul Huda dan Kelompok Arisan Istri Binangkit. Hal ini dikarenakan terdapat anggota yang tidak meminjam sehingga mengalokasikannya kepada anggota lain. Selain itu, terdapat pula dua anggota SPKP yang hanya menerima pinjaman sebesar Rp ,- karena anggota SPKP merasa keberatan dalam membayar angsuran sehingga jumlah pinjaman yang diterima, dibagi separuhnya kepada anggota keluarga atau kerabatnya. Kasus ini ditemukan pada kelompok Posyandu Dusun 1.

77 7.1.3 Tingkat Kemudahan Sistem Alokasi Dana Secara umum tidak terdapat kendala maupun masalah yang dihadapi masyarakat Desa Kemang dalam penerimaan dana. Begitu pula dalam teknis pencairan dana yang dilakukan pihak kecamatan. Pencairan dana selalu dilakukan tepat waktu melalui prosedur yang ada. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pencairan dana untuk pembangunan sarana dan prasarana dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap pertama dan kedua masing-masing 30 persen dari total dana yang diterima, dan tahap ketiga 40 persen dari total dana yang diterima. Adapun sistem alokasi dana BLM untuk kegiatan SPKP yang dilakukan dalam satu tahap pencairan dana dengan persyaratan administrasi yaitu Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) seluruh anggota SPKP yang dikolektif oleh masing-masing ketua kelompok. Seluruh anggota yang menjadi responden dalam penelitian ini mengaku persyaratan untuk melakukan pinjaman tergolong mudah dipenuhi hanya dengan KK dan KTP tersebut, sehingga tidak ada kesulitan berarti dalam hal persyaratan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat kemudahan sistem alokasi dana baik untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasarana maupun dana kegiatan SPKP secara keseluruhan tergolong mudah. 7.2 Pengelolaan PNPM MP Frekuensi Kunjungan Pendampingan Fasilitator Pada Program PNPM MP yang dilaksanakan di Desa Kemang, yang berperan sebagai fasilitator merupakan pihak dari masyarakat dan pihak luar yang berasal dari kecamatan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fasilitator tingkat desa atau yang disebut dengan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) laki-laki dan perempuan yang berjumlah dua orang. Adapun fasilitator kecamatan yaitu Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Pendamping Lokal. Pada pelaksanaannya, KPMD berperan mendampingi setiap proses tahapan program baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Adapun Fasilitator Kecamatan yang juga mendampingi setiap tahapan program, meski

78 dalam hal ini yang lebih banyak berperan adalah Pendamping Lokal. UPK hanya berperan dalam pengawasan dan tidak setiap tahapan diikutsertakan. Fasilitator merupakan pihak yang berperan penting dalam setiap tahapan program. Kehadiran fasilitator merupakan prasyarat terlaksananya suatu tahapan, dalam artian bahwa suatu tahapan/kegiatan tidak akan terlaksana apabila salah satu fasilitator tidak hadir. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa frekuensi kunjungan pendampingan fasilitator pada pelaksanaan PNPM MP di desa ini tergolong tinggi. 7.3 Ikhtisar Tingkat bantuan dana program dan tingkat kemudahan sistem alokasi dana PNPM MP merupakan bagian dari stimulan program PNPM MP yang diduga berhubungan dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, perkembangan usaha dan pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP. Disimpulkan bahwa tingkat bantuan dana dan kemudahan sistem alokasi dana program seragam. Dengan demikian tidak dapat dilakukan analisis hubungan antara variabel input dengan variabel tingkat akses, kontrol, partisipasi, perkembangan usaha dan pendapatan peserta PNPM MP baik laki-laki maupun perempuan. Begitu pula dengan frekuensi kunjungan fasiliator yang seluruhnya tergolong tinggi. Setiap fasilitator rutin mengunjungi dan mendampingi setiap proses atau tahapan program PNPM MP. Sebagaimana tertulis dalam PTO PNPM MP jumlah dana yang diterima oleh anggota SPKP harus merata, namun berdasarkan kasus di Desa Kemang, ditemukan bahwa terdapat dua orang anggota yang meminjam pinjaman ganda sebesar Rp ,-, hal ini dikarenakan terdapat anggota yang tidak meminjam sehingga mengalokasikannya kepada anggota lain. Selain itu, terdapat pula dua anggota SPKP yang hanya menerima pinjaman sebesar Rp ,- karena anggota SPKP merasa keberatan dalam membayar angsuran sehingga jumlah pinjaman yang diterima, dibagi separuhnya kepada anggota keluarga atau kerabatnya.

79 BAB VIII ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus pada studi evaluasi PNPM MP ini adalah untuk menelaah keberhasilan program tersebut berdasarkan perspektif gender, khususnya dari aspek keluaran PNPM MP pada tingkat individu dan rumahtangga peserta PNPM MP. Sehubungan dengan itu, bab ini mendeskripsikan hubungan antara sejumlah variabel pengaruh dan terpengaruh sebagaimana disajikan pada Gambar 1 serta mengemukakan hasil uji dan analisis statistik atas sejumlah hipotesis yang dikembangkan atas hubungan antar variabel tersebut di kalangan para peserta PNPM MP di Desa Kemang yang dibedakan menurut kategori stimulan yang mereka terima, yaitu Peserta Sosial Dasar (Peserta PNPM Laki-laki) dan Peserta SPKP (Peserta PNPM Perempuan). 8.1 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP terhadap Komponen PNPM MP Karakteristik sumberdaya individu Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP diduga berhubungan positif dengan Tingkat Akses dan Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP terhadap komponen PNPM MP (perencanaan dan pelaksanaan). Adapun yang termasuk ke dalam karakteristk sumberdaya individu pada penelitian ini terdiri dari (1) Tingkat Pendidikan Formal (X4), dan (2) Status Bekerja (X5). Data berkenaan dengan dua variabel bebas (pengaruh) pada karakteristik sumberdaya individu Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP disajikan pada Tabel 13.

80 Tabel 13 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Akses dan Tingkat Kontrol Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Individu Tingkat Akses Peserta Sosial Dasar (Y1) Tingkat Akses Peserta SPKP (Y1) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Tingkat Pendidikan Formal (X4) Rendah 23,33 3,33 53,33 80,00 36,67 16,67 33,33 86,67 Sedang 6,67 0,00 6,67 13,33 6,67 3,33 3,33 13,33 Tinggi 3,33 0,00 3,33 6,67 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 33,33 3,33 63,33 100,00 43,33 20,00 36,67 100,00 2. Status Bekerja (X5) Rendah 0,00 0,00 0,00 0,00 33,33 6,67 30,00 70,00 Sedang 31,75 28,57 25,40 85,71 10,00 13,33 6,67 30,00 Tinggi 4,76 4,76 4,76 14,29 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 36,51 33,33 30,16 100,00 43,33 20,00 36,67 100,00 Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar (Y2) Tingkat Kontrol Peserta SPKP (Y2) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Tingkat Pendidikan Formal (X4) Rendah 26,67 30,00 23,33 80,00 56,67 10,00 20,00 86,67 Sedang 6,67 3,33 3,33 13,33 6,67 6,67 0,00 13,33 Tinggi 3,33 0,00 3,33 6,67 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 36,67 33,33 30,00 100,00 63,33 16,67 20,00 100,00 2. Status Bekerja (X5) Rendah 0,00 0,00 0,00 0,00 46,67 3,33 20,00 70,00 Sedang 33,33 30,00 26,67 90,00 16,67 13,33 0,00 30,00 Tinggi 3,33 3,33 3,33 10,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 36,67 33,33 30,00 100,00 63,33 16,67 20,00 100,00 Sebagaimana terlihat pada Tabel 13, diketahui bahwa secara umum Tingkat Pendidikan Formal Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP tergolong kategori rendah. Menurut kategori stimulannya, Tingkat Pendidikan Formal Peserta SPKP yang tergolong kategori rendah tersebut sebanyak 87 persen, atau tujuh persen lebih tinggi dibandingkan dengan Peserta Sosial Dasar. Kondisi ini tampaknya tidak jauh berbeda dibanding kondisi pendidikan penduduk Desa Kemang pada umumnya. Dalam hal Status Bekerja mereka, terdapat perbedaan diantara kedua kategori peserta tersebut, yakni bahwa pada Peserta Sosial Dasar mayoritas ada pada kategori sedang (86 persen), sementara pada Peserta SPKP

81 ada pada kategori rendah (70 persen). Hal ini dimungkinkan karena sebagaimana dikemukakan pada profil rumahtangga peserta PNPM MP, mayoritas Peserta Sosial Dasar bekerja sebagai petani pemilik dan penggarap (40 persen) yang status bekerjanya bekerja sendiri, sementara mayoritas Peserta SPKP meskipun bekerja di sektor pertanian, namun Status Bekerja mereka tergolong pekerja keluarga. Meskipun mayoritas Tingkat Pendidikan Formal kedua kategori peserta PNPM MP keduanya tergolong rendah, namun Tingkat Akses terhadap komponen PNPM MP diantara kedua kategori peserta tersebut menunjukkan perbedaan, tercermin dari data dimana mayoritas Peserta Sosial Dasar memiliki Tingkat Akses terhadap PNPM MP yang tergolong tinggi (67 persen), sementara di kalangan Peserta SPKP mereka yang tergolong tinggi tersebut sekitar 26 persen lebih rendah dibanding Peserta Sosial Dasar, dan bahwa Tingkat Akses mayoritas Peserta SPKP ada pada kategori rendah (43 persen). Di pihak lain, diketahui bahwa meski tidak seorangpun mayoritas Peserta Sosial Dasar yang berstatus kerja rendah, ternyata sekitar 37 persen diantara mereka memiliki Tingkat Akses terhadap PNPM MP yang rendah. Sebaliknya di kalangan Peserta SPKP, meskipun mayoritas berstatus bekerja rendah, namun diantara mereka ditemukan yang memiliki Akses terhadap PNPM MP tergolong tinggi sekitar 37 persen, atau tujuh persen lebih tinggi dibanding dengan Peserta Sosial Dasar. Perbedaan Tingkat Akses pada kedua kategori peserta diduga berhubungan dengan fakta bahwa Peserta Sosial Dasar mayoritas Tingkat Aksesnya tinggi karena mereka merupakan tokoh masyarakat seperti ketua RT, RW dan Kepala Dusun yang ada di Desa Kemang yang diwajibkan hadir dalam setiap tahapan program, sementara peserta SPKP mayoritas merupakan ibu rumahtangga yang hanya berperan sebagai anggota dalam kelompoknya dan tidak merasa berkewajiban unuk hadir dalam setiap tahapan program, sehingga keikutsertaan mereka sebatas kegiatan simpan pinjam saja. Adapun Tingkat Akses yang tinggi merupakan mereka yang berperan sebagai ketua, sekretaris dan bendahara dalam kelompok SPKP. Kondisi tersebut di atas tampaknya juga berlangsung dalam hal Tingkat Kontrol terhadap PNPM MP. Di kalangan Peserta Sosial Dasar, meskipun

82 mayoritas diantara mereka berpendidikan rendah dan berstatus bekerja yang tergolong sedang, namun dijumpai adanya mereka yang Tingkat Kontrolnya terhadap PNPM MP tergolong tinggi, dengan persentase sebesar 30 persen atau 10 persen lebih tinggi dibanding Peserta SPKP. Sebaliknya, terdapat kecenderungan dimana rendahnya Tingkat Pendidikan dan Status Bekerja di kalangan Peserta SPKP menjadikan Tingkat Kontrol mereka terhadap PNPM MP juga rendah. Hal ini didukung oleh fakta bahwa pada proses pengambilan keputusan khususnya dalam menentukan besaran dana ditentukan oleh pihak pengelola PNPM MP. Berdasar penjelasan di atas, penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan yang positif antara Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja dengan Tingkat Akses dan Tingkat Kontrol kedua kategori peserta PNPM MP di Desa Kemang. Hal ini didukung oleh hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) dimana nilai korelasi dan tingkat signifikannya tergolong tidak nyata. Pada Peserta Sosial Dasar hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal dengan Tingkat Akses dan Tingkat Kontrol mereka terhadap PNPM MP berturut-turut adalah r s =-0,153 pada taraf α=0,2 dan r s = -0,60 pada taraf α=0,38. Adapun di kalangan Peserta SPKP, hasil uji statistik hubungan antara Pendidikan Formal dengan Tingkat Akses adalah r s =-0,079 pada taraf α=0,34, sementara dengan Tingkat Kontrolnya adalah r s = 0,026 pada taraf α=0,445. Dengan demikian, merujuk pada Purnaningsih (2006), tidak terdapat hubungan nyata antara variabel karakteristik sumberdaya individu dengan Tingkat Akses dan Kontrol baik pada Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP. 8.2 Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Diduga terdapat hubungan positif antara Tingkat Pendidikan Formal (X4) dan Status Bekerja (X5) dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP terhadap komponen PNPM MP (Y3). Tingkat pasrtisipasi ini dilihat dari keikutsertaan Peserta PNPM MP baik Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP yang dinilai dari peranannya dalam kelembagaan-kelembagan yang ada pada PNPM MP Desa Kemang. Nilai rendah menunjukkan partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP dalam kelembagaan PNPM MP (Tim Pengelola

83 Kegiatan, Tim Penulis Usulan, Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) sebagai anggota, nilai sedang berarti Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP berperan sebagai sekretaris atau bendahara, selanjutnya nilai tinggi merupakan mereka yang menjadi ketua dalam kelembagaan. Tabel 14 memperlihatkan Tingkat Partisipasi kedua kategori penerima stimulan PNPM MP di Desa Kemang yaitu Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP dalam PNPM MP menurut Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja. Tabel 14 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Individu Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar (Y3) Tingkat Partisipasi Peserta SPKP (Y3) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Tingkat Pendidikan Formal (X4) Rendah 80,00 0,00 0,00 80,00 66,67 10,00 10,00 86,67 Sedang 10,00 0,00 3,33 13,33 10,00 0,00 3,33 13,33 Tinggi 6,67 0,00 0,00 6,67 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 96,67 0,00 3,33 100,00 76,67 10,00 13,33 100,00 2. Status Bekerja (X5) Rendah 0,00 0,00 0,00 70,00 56,67 3,33 10,00 70,00 Sedang 66,67 0,00 3,33 70,00 20,00 6,67 3,33 30,00 Tinggi 30,00 0,00 0,00 30,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 96,67 0,00 0,00 100,00 76,67 10,00 13,33 100,00 Tabel 14 memperlihatkan bahwa lebih dari separuhnya peserta PNPM MP baik Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP memiliki Tingkat Partisipasi rendah, yakni sekitar 80 persen, hal ini berarti mayoritas Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP berperan sebagai anggota. Secara administratif, pelaksanaan PNPM MP Desa Kemang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan prasayarat yang ada dimana setiap tahapan program diikuti sekurang-kurangnya 40 persen dari peserta merupakan Peserta SPKP. Begitu pula dengan tingkat partisipasi dalam kelembagaan dimana setiap kelembagaan PNPM MP -kecuali SPKP-, keanggotaan dipilih dengan mempertimbangkan proporsi peserta laki-laki dan perempuan. Seperti dalam kelembagaan TPK dan TPU dimana ketua dari masing-

84 masing kelembagaan tersebut merupakan laki-laki, adapun sekretaris dan bendaharanya adalah perempuan. Berdasar data pada Tabel 14, terlihat pula bahwa pada Peserta Sosial Dasar terdapat kecenderungan dimana mayoritas diantara mereka berpendidikan rendah, maka mayoritas mereka juga rendah dalam hal Tingkat Partisipasinya dalam PNPM MP. Dengan perkataan lain, ada kecenderungan hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi Peserta Sosial Dasar. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik (Lampiran 5), dengan nilai r s = 0,339 pada taraf α=0,05. Fakta bahwa status bekerja mayoritas Peserta Sosial Dasar tergolong sedang namun mayoritas Tingkat Partisipasinya dalam PNPM MP tergolong rendah; menjadikan hasil uji statistik hubungan kedua variabel tersebut tidak nyata (r s =-62 pada taraf 0,373). Pada Peserta SPKP, juga terdapat kecenderungan dimana karena mayoritas mereka berpendidikan formal dan berstatus bekerja rendah maka Tingkat Partisipasinya dalam PNPM MP juga rendah. Namun demikian, kecenderungan tersebut berbeda dengan hasil uji statistik, sebagaimana terlihat pada Lampiran 5, pada Peserta SPKP tersebut berturut-turut sebesar r s= 0,038 pada taraf α=0,420 dan r s 0,125 pada taraf 0,3 untuk hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja dengan Tingkat Partisipasi mereka dalam PNPM MP. Berdasar penjelasan di atas dan merujuk pada pendapat Purnaningsih (2006), hanya Tingkat Pendidikan Formal yang berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi dalam PNPM MP, itupun hanya di kalangan Peserta Sosial Dasar. Sementara Status Bekerja tidak berhubungan nyata dengan Tingkat Partisipasi, baik pada Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP. 8.3 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Salah satu indikator analisis manfaat yang diperoleh peserta dari PNPM MP dapat dilihat dari Tingkat Perkembangan Usaha mereka. Merujuk pada hipotesis, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, diduga terdapat hubungan positif antara Tingkat Pendidikan Formal (X4) dan Status Bekerja (X5) dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y4).

85 Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tersebut, dilakukan analisis terhadap data yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Individu Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar (Y4) Tingkat Perkembangan Usaha Peserta SPKP (Y4) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Tingkat Pendidikan Formal (X4) Rendah 6,67 6,67 66,67 80,00 23,33 0,00 63,33 86,67 Sedang 3,33 6,67 3,33 13,33 3,33 6,67 3,33 13,33 Tinggi 3,33 0,00 3,33 6,67 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 13,33 13,33 73,33 100,00 26,67 6,67 66,67 100,00 2. Status Bekerja (X5) Rendah 0,00 0,00 0,00 0,00 23,33 3,33 43,33 70,00 Sedang 10,00 13,33 66,67 90,00 3,33 3,33 23,33 30,00 Tinggi 3,33 0,00 6,67 10,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 13,33 13,33 73,33 100,00 26,67 6,67 66,67 100,00 Sebagian besar Peserta PNPM MP mengaku, bahwa usaha yang mereka kelola semakin berkembang setelah menerima stimulan PNPM MP, khususnya pembangunan infrastruktur jalan dan SPKP. Sebagaimana terlihat pada Tabel 20 di atas, bahwa mayoritas Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial dasar dan Peserta SPKP mayoritas tergolong kategori tinggi, yakni berturut-turut 73 persen dan 66 persen. Terdapat kecenderungan pada kedua kategori peserta dimana meski mayoritas Tingkat Pendidikan Formalnya tergolong kategori rendah namun mayoritas tergolong tinggi dalam hal Tingkat Perkembangan Usaha kedua kategori peserta. Hal ini berhubungan dengan fakta sebagaimana telah dikemukakan pada Bab Profil Rumahtangga bahwa mayoritas Peserta PNPM MP bekerja di sektor pertanian (55 persen) dimana pekerjaan tersebut bukan pekerjaan yang mensyaratkan tingkat pendidikan yang tinggi. Jenis usaha lain yang berkembang di desa ini adalah usaha warung yang sebagian besar dikelola oleh Peserta SPKP. Sebagian besar Peserta SPKP merasa terbantu oleh adanya bantuan dana berupa tambahan modal dari SPKP, seperti pada usaha warung yang dikelola oleh Ibu A. Pada awalnya Ibu A hanya menjual

86 dagangan berupa makanan ringan, namun setelah mendapatkan pinjaman, Ibu A dapat menambahkan barang dagangan berupa mainan anak-anak dan sejumlah barang dagangan lainnya. Namun demikian, tidak semua peserta dapat merasakan manfaat stimulan PNPM MP, khususnya Peserta SPKP dalam kaitannya dengan perkembangan usaha, seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Terdapat sekitar 26 persen Peserta SPKP yang tergolong kategori rendah dalam hal Tingkat Perkembangan Usaha, adalah mereka yang tidak menggunakan dana pinjaman untuk mengembangkan usaha ataupun membuat usaha baru melainkan digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Data pada tabel di atas diperkuat dengan hasil uji statistik (Lampiran 5) yakni terdapat hubungan negatif antara Tingkat Pendidikan Formal dengan Tingkat Perkembangan Usaha pada kedua kategori peserta dengan nilai r s =-0,437 pada taraf α=0,05 untuk Peserta Sosial Dasar, sementara pada Peserta SPKP diperoleh r s =-0,246 pada taraf α=0,10. Adapun pada variabel Status Bekerja, menunjukkan perbedaan antara kedua kategori peserta dimana hubungan negatif hanya ditemukan pada Peserta Sosial Dasar dengan nilai r s =0,083 pada taraf α=0,3, berbeda dengan Peserta SPKP dengan nilai r s =0,255 pada taraf α=0,2. Namun demikian, merujuk pada Purnaningsih (2006) hubungan nyata hanya ditemukan pada Tingkat Pendidikan Formal dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar. 8.4 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Pendapatan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Analisis manfaat PNPM MP berikutnya dapat dilihat dari Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y5) yang diduga dipengaruhi oleh Tingkat Pendidikan Formal (X4) dan Status Bekerja (X5). Sebagaimana telah dijelaskan di atas, sebagian besar peserta PNPM MP mengaku kegiatan usahanya semakin berkembang. Sehubungan dengan hal itu, diduga hal ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan peserta. Berikut ini data berkenaan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP menurut Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja yang disajikan ke dalam Tabel 16.

87 Tabel 16 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Individu dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Individu Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar (Y5) Tingkat Pendapatan Peserta SPKP (Y5) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Tingkat Pendidikan Formal (X4) Rendah 13,79 13,79 51,72 79,31 6,67 23,33 56,67 86,67 Sedang 0,00 0,00 13,79 13,79 0,00 0,00 13,33 13,33 Tinggi 0,00 0,00 6,90 6,90 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 13,79 13,79 72,41 100,00 6,67 23,33 70,00 100,00 2. Status Bekerja (X5) Rendah 0,00 0,00 0,00 0,00 6,67 16,67 46,67 70,00 Sedang 13,79 10,34 65,52 89,66 0,00 6,67 23,33 30,00 Tinggi 0,00 3,45 6,90 10,34 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 13,79 13,79 72,41 100,00 6,67 23,33 70,00 100,00 Berdasarkan data pada Tabel 16, diketahui bahwa mayoritas Tingkat Pendapatan Peserta PNPM MP tergolong kategori tinggi, yakni sekitar 70 persen. Pada tabel terlihat pula bahwa terdapat kecenderungan dimana mayoritas Peserta PNPM MP pada kedua kategori stimulan yang Tingkat Pendidikan Formalnya tergolong kategori rendah ternyata menunjukkan Tingkat Pendapatan yang tergolong tinggi. Hal tersebut dimungkinkan karena sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa sekitar 47 persen dari total kedua kategori peserta memiliki lahan pertanian yang tergolong luas (lebih dari 0,5 hektar lahan). Di pihak lain, pengelola PNPM lebih mengutamakan syarat peserta yang memiliki usaha, tidak mempertimbangkan aspek pendidikan mereka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan formal tidak menentukan besarnya tingkat pendapatan Peserta PNPM MP. Hal tersebut didukung data hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) dimana Tingkat Pendidikan Formal berhubungan negatif dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP denga nilai r s berturut-turut -0,296 dan -0,254 pada taraf α masing-masing 0,1. Sementara pada Status Bekerja, diperoleh r s berturut-turut -0,017 dan 0,131 pada taraf α 0,4 dan 0,2. Dengan demikian, merujuk pada Purnaningsih (2006), tidak ditemukan adanya hubungan nyata antara Tingkat Pendidikan Formal dan Status Bekerja dengan Tingkat Pendapatan kedua kategori peserta.

88 8.5 Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Sub bab ini akan menyajikan data dan informasi berkenaan dengan hubungan antara peubah Jumlah Anggota Rumahtangga (X6) dan Status Kategori Rumahtangga (X7) dengan Tingkat Akses dan Kontrol Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP dalam PNPM MP. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Hubungan Karakeristik Rumahtangga dengan Tingkat Akses dan Tingkat Kontrol Peserta PNPM MP di Desa Kemang menurut Kategori Stimulan, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Tingkat Akses Peserta Sosial Dasar (Y1) Tingkat Akses Peserta SPKP (Y2) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Jumlah ART yang Bekerja (X6) Rendah 16,67 3,33 10,00 30,00 10,00 10,00 13,33 33,33 Sedang 16,67 0,00 46,67 63,33 30,00 10,00 20,00 60,00 Tinggi 0,00 0,00 6,67 6,67 3,33 0,00 3,33 6,67 Total 33,33 3,33 63,33 100,00 43,33 20,00 36,67 100,00 2. Status Kategori Rumahtangga (X7) Tidak Miskin 13,33 3,33 36,67 53,33 33,33 13,33 20,00 66,67 Miskin 16,67 0,00 26,67 43,33 10,00 6,67 13,33 30,00 Sangat Miskin 3,33 0,00 0,00 3,33 0,00 0,00 3,33 3,33 Total 33,33 3,33 63,33 100,00 43,33 20,00 36,67 100,00 Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar (Y2) Tingkat Kontrol Peserta SPKP (Y2) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Jumlah ART yang Bekerja (X6) Rendah 16,67 6,67 6,67 30,00 16,67 10,00 6,67 33,33 Sedang 16,67 23,33 23,33 63,33 43,33 6,67 10,00 60,00 Tinggi 3,33 3,33 0,00 6,67 3,33 0,00 3,33 6,67 Total 36,67 33,33 30,00 100,00 63,33 16,67 20,00 100,00 2. Status Kategori Rumahtangga (X7) Tidak Miskin 13,33 16,67 23,33 53,33 43,33 10,00 13,33 66,67 Miskin 20,00 16,67 6,67 43,33 16,67 6,67 6,67 30,00 Sangat Miskin 3,33 0,00 0,00 3,33 3,33 0,00 0,00 3,33 Total 36,67 33,33 30,00 100,00 63,33 16,67 20,00 100,00

89 Pada Tabel 17 diketahui bahwa mayoritas jumlah ART yang bekerja tergolong kategori sedang (60 persen), artinya sebagian besar rumahtangga terdiri dari suami dan istri yang bekerja. Dalam hal status kategori rumahtangga, diketahui bahwa Peserta PNPM MP lebih dari separuhnya merupakan rumahtangga tidak miskin, adapun persentase rumahtangga Peserta SPKP yang tergolong kategori tidak miskin sekitar enam persen lebih tinggi dibandingkan dengan Peserta Sosial Dasar. Meski para pengelola PNPM MP di Desa Kemang telah menetapkan sejumlah kriteria rumahtangga miskin (Lampiran 3), namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar rumahtangga yang terlibat bukan merupakan rumahtangga miskin. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa khusus pada stimulan SPKP selain anggotanya disyaratkan merupakan RTM, calon anggota juga harus memiliki kegiatan usaha. Sementara sebagian besar dari RTM merupakan mereka yang tidak memiliki lahan dan tidak memiliki usaha. Disamping itu, mereka yang tergolong kategori miskin juga pada umumnya merupakan kelompok usia bukan produktif (lanjut usia) sehingga dianggap tidak dapat menjalankan maupun mengembangkan usaha. Berdasarkan data hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5) terdapat hubungan yang negatif dan nyata antata Jumlah ART yang Bekerja pada Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dengan Tingkat Akses Peserta Sosial Dasar dengan nilai r s =-0,252 pada taraf α=0,05. Sementara pada Peserta SPKP tidak ditemukan adanya hubungan antara Jumlah ART yang Bekerja dengan Tingkat Akses Peserta SPKP. Adapun Status Kategori Rumahtangga kedua peserta tidak menunjukkan adanya hubungan nyata dengan Tingkat Akses peserta terhadap PNPM MP. Selanjutnya dalam hal Tingkat Kontrol peserta terhadap PNPM MP, hubungan nyata hanya ditemukan pada variabel Status Kategori Rumahtangga, itupun pada Peserta Sosial Dasar dimana Status Kategori Rumahtangga berhubungan negatif dengan Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar dengan nilai r s =-0,352 pada taraf α=0,05.

90 8.6 Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Diduga terdapat hubungan positif antara Variabel Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga yang terdiri dari Jumlah ART yang Bekerja (X6) dan Status Kategori Rumahtangga (X7) dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP dalam PNPM MP (Y3). Tabel 18 menyajikan data berkenaan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP dalam PNPM MP menurut Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga. Tabel 18 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar (Y3) Tingkat Partisipasi Peserta SPKP (Y3) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Jumlah ART yang Bekerja (X6) Rendah 26,67 0,00 3,33 30,00 23,33 3,33 6,67 33,33 Sedang 63,33 0,00 0,00 63,33 46,67 6,67 6,67 60,00 Tinggi 6,67 0,00 0,00 6,67 6,67 0,00 0,00 6,67 Total 96,67 0,00 3,33 100,00 76,67 10,00 13,33 100,00 2. Status Kategori Rumahtangga (X7) Tidak Miskin 35,56 0,00 0,00 35,56 46,67 10,00 10,00 66,67 Miskin 53,33 0,00 4,44 57,78 26,67 0,00 3,33 30,00 Sangat Miskin 6,67 0,00 0,00 6,67 3,33 0,00 0,00 3,33 Total 95,56 0,00 4,44 100,00 76,67 10,00 13,33 100,00 Sebagaimana terlihat pada Tabel 18 mayoritas Tingkat Partisipasi Peserta PNPM MP ada pada kategori rendah dengan persentase Peserta Sosial Dasar 20 persen lebih tinggi dibandingkan Peserta SPKP. Adapun pada Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar tidak satupun ditemukan mereka yang Tingkat Partisipasinya tergolong kategori sedang yang berarti tidak ada Peserta Sosial Dasar yang berstatus sebagai sekretaris atau bendahara. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada kelembagaan yang ada hanya pada TPK yang sekretarisnya merupakan laki-laki yakni Sdr. ZG, sementara pada TPU dan SPKP sekretaris dan bendahara merupakan perempuan. Tingkat Partisipasi yang rendah

91 juga terlihat pada kelompok SPKP, sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap kelompok SPKP terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggoa, namun hal ini tampaknya hanya sebagai formalitas saja karena yang berperan dalam kelompok hanyalah Ketua, yang selain bertugas mengoordinasikan anggota, ketua juga berperan dalam mengumpulkan angsuran anggota per bulan serta mengurus segala sesuatu yang sifatnya admintratif seperti pembukuan keuangan yang seharusnya diakukan oleh sekretaris dan bendahara. Berdasar data pada tabel di atas, terlihat pada Peserta Sosial Dasar terdapat kecenderungan dimana mayoritas diantara mereka yang Jumlah ART Bekerjanya mayoritas tergolong sedang, maka mayoritas mereka rendah dalam hal Tingkat Partisipasinya dalam PNPM MP, begitu pula halnya pada Peserta SPKP. Dengan perkataan lain ada kecenderungan hubungan negatif antara Jumlah ART yang Bekerja dengan Tingkat Partisipasi kedua kategori peserta. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik (Lampiran 5), dengan nilai r s = -0,226 pada taraf α=0,10 pada Peserta Sosial dasar dan nilai r s =-0,156 pada taraf α=0,20. Adapun pada Status Kategori rumahtangga dimana pada Peserta Sosial Dasar terdapat hubungan dengan nilai r s =0,184 pada taraf α=0,20, sementara pada Peserta SPKP didapatkan nilai r s =-0,209 pada taraf α=0,10. Namun demikian, dengan merujuk pada Purnaningsih (2006) tidak ditemukan adanya hubungan nyata antara Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Partisipasi pada kedua kategori peserta. 8.7 Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga terhadap Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Diduga terdapat hubungan positif antara Jumlah ART yang Bekerja (X6) dan Status Kategori Rumahtangga (X7) dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y4). Berikut ini disajikan data berkenaan dengan tingkat perkembangan usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP menurut variabel karakteristik sumberdaya rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 19.

92 Tabel 19 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang, Tahun 2011 (dalam persen) Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar (Y4) Tingkat Perkembangan Usaha Peserta SPKP (Y4) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Jumlah ART yang Bekerja (X6) Rendah 6,67 3,33 20,00 30,00 16,67 0,00 16,67 33,33 Sedang 6,67 10,00 46,67 63,33 6,67 6,67 46,67 60,00 Tinggi 0,00 0,00 6,67 6,67 3,33 0,00 3,33 6,67 Total 13,33 13,33 73,33 100,0 0 26,67 6,67 66,67 100,00 2. Status Kategori Rumahtangga (X7) Tidak Miskin 3,33 3,33 46,67 53,33 20,00 3,33 43,33 66,67 Miskin 10,00 10,00 23,33 43,33 6,67 3,33 20,00 30,00 Sangat Miskin 0,00 0,00 3,33 3,33 0,00 0,00 3,33 3,33 Total 13,33 13,33 73,33 100,0 0 26,67 6,67 66,67 100,00 Berdasarkan data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan dimana pada mayoritas Jumlah ART yang Bekerjanya tergolong kategori sedang maka Tingkat Perkembangan Usaha kedua kelompok Peserta tergolong kategori tinggi. Namun demikian, data hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan positif antara Jumlah ART yang Bekerja dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta PNPM MP dengan nilair r s =0,161 pada taraf α=0,20 untuk Peserta Sosial Dasar, sementara pada Peserta SPKP diperoleh nilai r s =0,224 pada taraf α=0,10. Hal ini diduga karena sebagian besar usaha yang dijalankan kedua kelompok peserta baik usaha tani maupun warung dikerjakan sendiri oleh peserta (suami dan/atau istri) tanpa bantuan tenaga kerja lainnya. Adapun pada Status Kategori Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dimana terlihat adanya kecenderungan bahwa mereka yang termasuk ke dalam rumahtangga tidak miskin memiliki Tingkat Perkembangan Usaha yang tergolong tinggi. Hal tersebut didukung oleh data hasil uji statistik yang menunjukkan adanya hubungan negatif dengan nilai r s =-0,304 pada taraf α=0,05. Tidak demikian halnya pada Status Kategori Rumahtangga Peserta SPKP yang tidak

93 menunjukkan adanya hubungan karena nilai r s =0,083 pada taraf α=0,332. Dengan demikian, merujuk pada Purnaningsih (2006) terdapat hubungan nyata antara Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar. 8.8 Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga terhadap Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP Diduga terdapat hubungan positif antara Jumlah ART yang Bekerja (X6) dan Status Kategori Rumahtangga (X7) terhadap Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP (Y5). Data berkenaan dengan Tingkat Pendapatan menurut Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori Rumahtangga ditampilkan pada Tabel 20. Tabel 20 Hubungan Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar dan Peserta SPKP di Desa Kemang, Tahun 2011 (dalam persen) Variabel Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar (Y5) Tingkat Pendapatan Peserta SPKP (Y4) Rendah Sedang Tinggi Total Rendah Sedang Tinggi Total 1. Jumlah ART yang Bekerja (X6) Rendah 6,90 0,00 24,14 31,03 6,90 0,00 24,14 31,03 Sedang 6,90 10,34 44,83 62,07 6,90 10,34 44,83 62,07 Tinggi 0,00 3,45 3,45 6,90 0,00 3,45 3,45 6,90 100,0 100,0 13,79 13,79 72,41 13,79 13,79 72,41 Total Status Kategori Rumahtangga (X7) Tidak Miskin 3,45 3,45 48,28 55,17 3,45 3,45 48,28 55,17 Miskin 10,34 10,34 20,69 41,38 10,34 10,34 20,69 41,38 Sangat Miskin Total 0,00 0,00 3,45 3,45 0,00 0,00 3,45 3,45 13,79 13,79 72,41 100,00 13,79 13,79 72,41 100,0 0 Pada Tabel 20 terlihat adanya kecenderungan dimana Jumlah ART yang Bekerja pada kedua kategori peserta PNPM MP mayoritas tergolong kategori sedang namun tergolong tinggi dalam hal tingkat pendapatan. Hal ini mayoritas

94 terjadi pada rumahtangga peserta dimana suami bekerja sebagai petani dan isteri bekerja mengelola warung. Secara umum, diketahui bahwa Jumlah ART yang Bekerja dan Status Kategori Rumahtangga tidak berhubungan dengan Tingkat Pendapatan Peserta PNPM MP di Desa Kemang. Hal ini diduga berhubungan dengan data pada Peserta PNPM MP yang cenderung homogen yakni Jumlah ART yang Bekerja mayoritas ada pada kategori sedang sementara Tingkat Pendapatan Peserta Mayoritas tergolong tinggi. Hal ini didukung pula oleh data hasil uji korelasi rank Spearman dimana tidak terdapat hubungan antara Jumlah ART yang Bekerja dengan Tingkat Pendapatan Peserta PNPM MP. Tidak demikian halnya pada variabel Status Kategori rumahtangga yang berhubungan negatif dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP. Sebagaimana ditunjukkan dalam data hasil uji korelasi rank Spearman (Lampiran 5), pada Peserta Sosial Dasar diperoleh r s= -0,304 pada taraf α=0,05, sementara pada Peserta SPKP diperoleh r s = -0,136 pada taraf α=0,2. Merujuk pada Purnaningsih (2006), hal ini berarti hubungan nyata ditemukan hanya pada Peserta Sosial Dasar yakni antara Status Kategori rumahtangga dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar. 9.9 Pemenuhan Kebutuhan Gender Merujuk pada pendapat Moser (1993) tentang konsep peranan kebijakan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan gender, aspek pengaruh PNPM MP juga diukur melalui variabel Tipe Pemenuhan Kebutuhan Gender yang meliputi pemenuhan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Analisis kebutuhan praktis gender dalam penelitian ini dilihat dari aspek manfaat yang diperoleh peserta PNPM MP khususnya peserta SPKP dalam kaitannya dengan perkembangan usaha dan pendapatan peserta. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar Peserta PNPM MP tergolong tinggi dalam hal Tingkat Perkembangan Usaha baik pada Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP. Setelah adanya stimulan berupa perbaikan infrastruktur jalan, kegiatan ekonomi di Desa Kemang dirasakan semakin berkembang khususnya bagi Peserta Sosial Dasar. Manfaat yang dirasakan Peserta Sosial Dasar dari adanya perbaikan infrastruktur jalan ini diantaranya, bagi Peserta

95 Sosial Dasar yang bekerja di sektor pertanian, perbaikan infrastruktur jalan ini secara langsung telah memudahkan akses transportasi sehingga dapat menghemat waktu dan biaya transportasi. Seperti pada petani daun yang sebelumnya bergantung pada kuli panggul, selain membutuhkan waktu yang lebih lama, kondisi jalan yang rusak juga membutuhkan kehati-hatian bagi kuli panggul agar daun yang dibawanya tidak rusak yang dapat berakibat pada menurunnya harga jual. Setelah adanya perbaikan infrastruktur jalan, kini petani daun dapat menjual daunnya secara langsung kepada pengumpul ataupun dengan memanfaatkan jasa ojeg yang tersedia di Desa Kemang. Sehubungan dengan itu, adanya perbaikan infrastruktur jalan ini menjadikan harga produk pertanian cenderung stabil. Adapun manfaat adanya stimulan dana bergulir yang dirasakan Peserta SPKP antara lain, Peserta SPKP menggunakan dana pinjaman sebagai tambahan modal untuk menambah jumlah dan macam barang dagangan. Adapun sebagian peserta lainnya menggunakan dana pinjaman untuk membuka usaha baru. Dengan perkataan lain, adanya stimulan SPKP di Desa Kemang telah mendukung kegiatan usaha yang dijalankan peserta SPKP, hal tersebut akhirnya berdampak pula pada peningkatan pendapatan Peserta SPKP. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dimana Tingkat Pendapatan Peserta khususnya Peserta SPKP sebagian besar tergolong kategori tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa PNPM MP telah mampu meningkatkan Perkembangan Usaha dan Tingkat Kontribusi Pendapatan Peserta PNPM MP sehingga dianggap mampu mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Gender, dalam penelitian ini dilihat dari kontrol peserta baik dalam hal pengambilan keputusan maupun partisipasinya dalam kelembagaan PNPM MP. Seperti hal nya Peserta Sosial Dasar, Peserta SPKP juga memiliki kewenangan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam setiap tahapan PNPM MP termasuk di dalam menentukan jenis usaha yang dijalankan. Namun demikian, fakta bahwa relatif tingginya proporsi perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang tidak diikuti oleh tingginya akses dan kontrol mereka atas sumberdaya PNPM MP di satu pihak, sebaliknya pada peserta laki-laki; mencerminkan bahwa prinsip KKG

96 yang melandasi perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang belum berhasil memenuhi kebutuhan strategis gender 9.10 Ikhtisar Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman dan merujuk pada Purnaningsih (2006), pada variabel karakteristik sumberdaya individu, hubungan nyata hanya ditemukan pada Peserta Sosial Dasar antara lain; Tingkat Pendidikan Formal dengan Tingkat Partisipasi dan Tingkat Pendidikan Formal dengan tingkat Perkembangan Usaha. Sementara pada variabel Status Bekerja tidak ditemukan adanya hubungan dengan variabel terpengaruh baik pada Peserta Sosial Dasar maupun Peserta SPKP, hal ini disebabkan karena Status Bekerja kedua kategori peserta yang tergolong homogen dimana pada Peserta Sosial Dasar mayoritas Status Bekerjanya tergolong sedang yakni sebagai pekerja sendiri (petani pemilik dan penggarap), sementara Pada Peserta SPKP Mayoritas Status Bekerjanya tergolong rendah yakni sebagai pekerja keluarga. Adapun pada variabel karakteristik sumberdaya rumahtangga, terdapat sejumlah variabel yang berhubungan nyata antara lain; Jumlah ART yang Bekerja pada Rumahtangga Peserta Sosial dengan Tingkat Akses Peserta Sosial Dasar terhadap PNPM MP, serta Status Kategori Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dengan Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar terhadap PNPM MP, Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar, dan Status Kategori Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dengan Tingkat Pendapatan. Dalam hal Pemenuhan Kebutuhan Gender, pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang telah mampu memenuhi Kebutuhan Praktis Gender. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis manfaat yang diperoleh Peserta PNPM MP pada kedua kategori peserta dalam hal Tingkat Perkembangan Usaha dan Tingkat Pendapatan yang mayoritas tergolong kategori tinggi. Fakta bahwa relatif tingginya proporsi perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang tidak diikuti oleh tingginya akses dan kontrol mereka atas sumberdaya PNPM MP di satu pihak, sebaliknya pada peserta laki-laki; mencerminkan bahwa prinsip

97 KKG yang melandasi perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang belum berhasil memenuhi kebutuhan strategis gender

98 BAB IX PENUTUP 9.1 Kesimpulan Dari total 60 rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang sebagian besar karakteristik individu peserta tergolong rendah: 48 persen berpendidikan SD). sekitar 63 persen menyatakan tidak bekerja; diantara ART yang bekerja mayoritas bekerja di sektor pertanian, namun hanya 40 persen diantara mereka yang menjadi petani pemilik dan penggarap. Dari total peserta yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang (116 orang), mayoritasnya ( 54,3 persen) merupakan peserta perempuan. Mereka terdiri dari peserta dan pengelola PNPM MP di Desa Kemang yang terlibat dalam kelembagaan, stimulan dana bergulir kelompok simpan pinjam maupun sarana sosial dasar perdesaan. Meskipun PNPM MP ditujukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya rumahtangga miskin (RTM) dan kelompok perempuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program, namun demikian penelitian ini menemukan bahwa lebih dari separuhnya rumahtangga peserta Sosial Dasar dan SPKP bukan termasuk ke dalam rumahtangga miskin maupun sangat miskin. Peran serta RTM kurang dilibatkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan PNPM MP yang antara lain disebabkan karena: (1) kurangnya kesadaran RTM untuk ikut berperanserta dalam penyelenggaraan PNPM MP, (2) kurangnya transparansi para pelaku di tingkat desa dalam menjalankan program sehingga tidak semua masyarakat mengetahui adanya PNPM MP, dan; (3) fasilitator yang kurang responsif terhadap permasalahan yang ada di lapangan. Terdapat perbedaan tingkat akses terhadap PNPM MP pada kedua kategori peserta. Pada Peserta Sosial Dasar sebagian besar dari mereka tergolong kategori tinggi, sebaliknya pada Peserta SPKP. Tidak demikian halnya berkenaan dengan Tingkat Kontrol dan Partisipasi mereka terhadap PNPM MP; karena sebagian besar kedua kategori peserta tersebut terolong rendah.. Namun demikian, setelah menjadi peserta PNPM MP, mereka menyatakan memperoleh banyak manfaat,

99 khususnya dilihat dari segi ekonomi; sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya tingkat perkembangan usaha dan tingkat pendapatan kedua penerima stimulan PNPM tersebut. Berdasarkan hasil uji korelasi rank Spearman dan merujuk pada Purnaningsih (2006), didapatkan sejumlah variabel yang berhubungan nyata dan cukup nyata pada taraf α=0,05 dan α=0,10. Variabel yang berhubungan nyata pada taraf α=0,05 antara lain: Tingkat Pendidikan Formal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar dalam PNPM MP dan dan Tingkat Pendidikan Formal dengan tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar. Adapun variabel yang berhubungan cukup nyata pada taraf α=0,10, antara lain Tingkat Pendidikan Formal dengan Tingkat Pendapatan baik pada Peserta Sosial dasar maupun Peserta SPKP. Sementara pada variabel Status Bekerja tidak ditemukan adanya hubungan dengan variabel terpengaruh, hal ini disebabkan karena Status Bekerja kedua kategori peserta yang tergolong homogen dimana pada Peserta Sosial Dasar mayoritas Status Bekerjanya tergolong sedang yakni sebagai pekerja sendiri (petani pemilik dan penggarap), sementara Pada Peserta SPKP Mayoritas Status Bekerjanya tergolong rendah yakni sebagai pekerja keluarga. Adapun pada sejumlah variabel yang berhubungan nyata dengan karakteristik sumberdaya rumahtangga pada taraf α=0,05 antara lain: Jumlah ART yang Bekerja pada Rumahtangga Peserta Sosial dengan Tingkat Akses Peserta Sosial Dasar terhadap PNPM MP, Status Kategori Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dengan Tingkat Kontrol Peserta Sosial Dasar terhadap PNPM MP, Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta Sosial Dasar, dan Status Kategori Rumahtangga Peserta Sosial Dasar dengan Tingkat Pendapatan Peserta Sosial Dasar. Variabel karakteristik sumberdaya rumahtangga yang berhubungan cukup nyata pada taraf α=0,10, yakni Jumlah ART yang Bekerja dengan Tingkat Partisipasi Peserta Sosial Dasar, Status Kategori Rumahtangga dengan Tingkat Partisipasi Peserta SPKP, dan Jumlah ART yang Bekerja pada Peserta SPKP dengan Tingkat Perkembangan Usaha Peserta SPKP Berdasarkan data pada hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar Tingkat Perkembangan usaha Peserta Sosial Dasar dan Peserta PNPM MP

100 tergolong kategori tinggi, begitu pula halnya dengan Tingkat Pendapatan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa PNPM MP telah mampu meningkatkan Perkembangan Usaha dan Tingkat Kontribusi Pendapatan sehingga dianggap mampu mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender. Berbeda dengan pemenuhan kebutuhan strategis gender, fakta bahwa relatif rendahnya proporsi perempuan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program yang tidak diikuti oleh tingginya akses dan kontrol mereka atas sumberdaya PNPM MP di satu pihak, sebaliknya pada peserta laki-laki; mencerminkan bahwa prinsip KKG yang melandasi perencanaan dan pelaksanaan PNPM MP di Desa Kemang belum berhasil memenuhi kebutuhan strategis gender 9.2 Saran Dalam penyelenggaraan PNPM MP, perlu mempertimbangkan keterlibatan RTM dalam setiap proses atau tahapan program. Untuk itu diperlukan adanya pendekatan lebih lanjut terhadap RTM untuk mau berpartisipasi dalam penyelenggaraan PNPM MP. Adapun bagi para pelaku PNPM MP di tingkat desa untuk lebih mempublikasikan adanya program PNPM MP di Desa Kemang agar seluruh lapisan masyarakat dapat akses terhadap informasi berkenaan penyelenggaraan PNPM MP di Desa Kemang. Khusus pada Stimulan Dana Bergulir yang dalam hal ini SPKP, pembentukan kelompok selanjutnya harus mensyaratkan rumahtangga miskin sebagai syarat utama untuk menjadi anggota SPKP, selain itu kelompok SPKP juga harus memberlakukan sistem tanggungrenteng, yakni jika ditemukan anggota SPKP yang belum dapat mengangsur, maka ditanggung oleh rekan lainnya terlebih dahulu, kemudian dia membayar pada rekannya, sehingga secara administratif tetap tergolong taat azas. Adapun bagi fasilitator, diperlukan adanya pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dalam penguasaan masalah dan juga keterampilan dalam memupuk kesadaran dari sasaran yang dalam hal ini RTM. Diperlukan pula adanya pendampingan dalam mengembangkan usaha, karena selama ini bantuan yang diberikan kepada masyarakat hanya sebatas bantuan modal yang diberikan tanpa pendampingan yang menyangkut usaha yang dikelola peserta PNPM MP, sehingga banyak bantuan menjadi tidak sesuai dengan tujuan. Pendampingan yang

101 dilakukan perlu diimbangi dengan memberikan sosialisasi tentang tujuan program yang dilaksanakan sehingga program tidak melenceng dari tujuan yang dikehendaki.

102 DAFTAR PUSTAKA [BAPPENAS] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun [Internet]. [dikutip 21 Januari 2011]. Dapat diunduh dari: [BPS]. Badan Pusat Statistik Data BPS Kemiskinan Indonesia [Internet]. [dikutip 20 Oktober 2010] dapat diunduh dari [BPS]. Badan Pusat Statistik Indonesia Jumlah dan Persentase Penduduk Indonesia. Jakarta [ID]: BPS dan Ditjen PLS Depdiknas. [Inpres] Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. [UNDP] United Nations for Development Programme Guiding Principlesfor the Design and use of Monitoring and Evaluation in rural Development Projects and Programmes. UN ACC Task Force on Rural Development, Panel on Monitoring and Evaluation, Rome, Italy (December). [Internet]. [dikutip 20 Juni 2011] dapat diunduh dari es_of_unctad.pdf Anggraini A Pemberdayaan Perempuan Melalui PNPM-P2KP (Studi Kasus KSM Ekonomi Desa Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 134 hal. Annisa D Gender dalam Program Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus Pelaksanaan P2KP di Desa Banjarwaru Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawabarat). Skripsi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 111 hal. Departemen dalam Negeri Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. Jakarta [ID]: Depdagri dan Ditjen PMD. Singarimbun M, Efendi S Metode Penelitian Survei. Jakarta [ID]: LP3ES. Johar F Representasi Sosial Program Simpan Pinjam Untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan (Studi Kasus Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 96 hal.

103 Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Bentuk- Bentuk Ketidakadilan Gender. [Internet]. [dikutip 10 Desember 2011]. Dapat diunduh dari: mberdayaanperempuan.html Lu lu Analisis Gender Terhadap Tingkat Keberhasilan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Skripsi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 103 hal. Mugniesyah SS Penerapan Gender Analysis Pathway (GAP) dalam Pembangunan Pertanian dan Kehutanan. Prosiding: Forum Konsultasi Pejabat Pusat dan Daerah, 4-5 Desember 2002, Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 19 hal. Mugniesyah SS, Mizuno K Gender in Sustainability of Local Organizations and Institutions (A Case In Two Upland Village of West Java). Hayashi Y, Manuwoto S, Hartono S, editor. Sustainable Agricultural in Rural Indonesia. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press. 468 hal. Mugniesyah SS Materi Bahan Ajar Komunikasi Gender. Bogor [ID]: Sains KPM IPB Press. Mugniesyah SS Materi Bahan Ajar Ilmu Penyuluhan. Bogor [ID]: Sains KPM IPB Press. 235 hal. Mugniesyah SS. 2007a. Gender, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Ed: Adiwibowo S.Ekologi Manusia. Cetakan ke-1. Bogor [ID]: Fakultas Ekologi Manusia Intitut Pertanian Bogor. 446 hal. Mugniesyah SS. 2007b. Metode GAP dan POP : Strategi Bagi Pengarusutamaan Gender Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Lingkungan DEPKOMINFO. Prosiding : Pelatihan Workshop Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika RI, 8 November 2007, Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Nugroho A Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Lampung Barat (Studi Kasus di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat). Tesis. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Purnaningsih N Adopsi Inovasi Kemitraan Agribisnis Sayuran di Propinsi Jawa Barat.[disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. 240 hal. Rusli S Pengantar Ilmu Kependudukan. Edisi Revisi. Jakarta [ID]: PT. Pusaka LP3ES. 173 hal. Soraya Z Peranan Simpan Pinjam Perempuan dalam PNPM-PPK terhadap Pendapatan Rumahtangga (Kasus Kecamatan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi). Skripsi. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

104 Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Difusi Inovasi Telepon Seluler di Kalangan Masyarakat Perdesaan Tahun 2011 Kegiatan Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengumpulan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Konsultasi dan Perbaikan Skripsi Uji Petik Ujian Skripsi Perbaikan dan Penggandaan Skripsi Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Keterangan

105 86 Lampiran 2. Peta Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN i EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA RUMAHTANGGA SANGAT MISKIN PENERIMA BANTUAN TUNAI DAN PENDAMPING PROGRAM KELUARGA HARAPAN Kasus Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Oleh : PARNAMIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI DWIMORA EFRINI I34052103 SKRIPSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Salah satu tujuan Nasional Republik Indonesia yang ada pada Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Namun dalam upaya mencapai

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sebagaimana telah kita ketahui bersama Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional / RPJMN 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN DI DESA PANGGELDLANGU, BUTUH, PURWOREJO SKRIPSI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN DI DESA PANGGELDLANGU, BUTUH, PURWOREJO SKRIPSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN DI DESA PANGGELDLANGU, BUTUH, PURWOREJO SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI KELURAHAN WONOREJO KECAMATAN RUNGKUT KOTA SURABAYA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI KELURAHAN WONOREJO KECAMATAN RUNGKUT KOTA SURABAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI KELURAHAN WONOREJO KECAMATAN RUNGKUT KOTA SURABAYA (Studi Tentang Program Pendidikan Non Formal) SKRIPSI Oleh : TIZA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan pada penelitian ini. Ada dua rujukan sebagai berikut: 1. Sari Surya, 2011 Yang pertama adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA

PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA PERSEPSI DAN PARTISIPASI PETERNAK TENTANG PROGRAM PERGULIRAN TERNAK DOMBA (Kasus Kelompok Tani Mandiri, Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) SKRIPSI RENDY JUARSYAH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Monitoring dan Evaluasi dalam Program Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan sebuah program pemberadayaan masyarakat dibutuhkan perencanaan yang sistematis, perencanaan yang baik akan terlihat dari singkronisasi antara

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 29/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2013 21 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permasalahan kemiskinan yang cukup komplek membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan kepada seluruh warga bangsa dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan kepada seluruh warga bangsa dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu bagian dari agenda Pemerintah Indonesia dalam rangka memenuhi mandat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 aliena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengintegrasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN KARANGANYAR

DAMPAK PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN KARANGANYAR digilib.uns.ac.id DAMPAK PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN KARANGANYAR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian, Kategori dan Teori-teori Kemiskinan Definisi kemiskinan dibedakan menurut pendekatan yang digunakan dalam mendefinisikan kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional B A B I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Agar peran pemerintah bersama masyarakat semakin efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PE

ANALISIS GENDER DALAM PE ANALISIS GENDER DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) DI DESA NELAYAN KURAU (Kasus Komunitas Nelayan Desa Kurau, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah) OLEH: ATIKAH DEWI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYUSUTAN ARSIP DI DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN PROVINSI JAWA TENGAH

PROSEDUR PENYUSUTAN ARSIP DI DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN PROVINSI JAWA TENGAH PROSEDUR PENYUSUTAN ARSIP DI DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN PROVINSI JAWA TENGAH Tugas Akhir Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Diploma III Administrasi Perkantoran Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN (PNPM MP) DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN (PNPM MP) DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN (PNPM MP) DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Di Desa Pulorejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan) Oleh

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 HUBUNGAN INFRASTRUKTUR DENGAN TINGKAT KEMISKINAN DI JAWA TENGAH TAHUN 2013 Skripsi Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Jurusan S1 Non-Reguler Ekonomi Pembangunan Disusun oleh

Lebih terperinci

LEONARD DHARMAWAN A

LEONARD DHARMAWAN A ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG W/ W Menimbang Mengingat BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, a. bahwa Kebijakan Pokok

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci