HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN DERAJAT KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN DERAJAT KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA"

Transkripsi

1 1 HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN DERAJAT KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA DI BANGSAL RAWAT INAP RSU PKU MUHAMMADIYAH TAHUN 2005 Disusun Untuk Memenuhi Sebagian syarat Memperoleh Derajad Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh : MAVIKA TARIKA NUSRAT Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2005

2 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual yang bersifat komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan optimal (Lokakarya Nasional Keperawatan, 1983 cit Gaffar L.O, 1999) Sebagai pelayanan profesional, asuhan ataupun pelayanan dan praktik keperawatan yang dilakukan harus dilandasi beberapa prinsip, salah satunya adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Kiat keperawatan difokuskan pada kemampuan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan sentuhan seni, dalam arti menggunakan kiat-kiat tertentu dalam upaya memberikan kepuasan dan kenyamanan pada klien (Gaffar L.O, 1999). Salah satu konsep dasar seni keperawatan adalah kenyamanan klien. Berdasarkan kenyamanan dan skala pengukuran kenyamanan, perawat memberikan tenaganya, harapan, dukungan dan bantuannya pada klien. Perawat menggunakan berbagai tindakan dalam memberikan dan mempertahankan kenyamanan klien (Donahue, 1989 cit Potter and Perry, 1997).

3 3 Ketidaknyamanan klien seringkali dikarenakan oleh proses penyakitnya maupun akibat dari tindakan medis. Berbagai prosedur tindakan pengobatan mengharuskan seorang pasien terpasang dengan instrumen bantuan dalam menjalankan fungsi fisiologis normal. Perubahan dari fungsi normal yang digantikan sebuah alat tentunya menyebabkan rasa ketidaknyamanan pada pasien. Konsep kenyamanan bersifat subjektif, begitu juga halnya dengan rasa nyeri yang termasuk suatu bentuk ketidaknyamanan. Setiap orang pasti pernah mengalami maupun merasakan berbagai jenis nyeri dan tingkatan nyerinya (Potter & Perry,1997). Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh, salah satunya ketika ada jaringan yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan seseorang bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri tersebut (Guyton & Hall,1996). Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan untuk membantu eliminasi urin maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri dan ketidaknyamanan dalam menghadapi kateterisasi urin. Mereka terlihat emosional menghadapi tindakan-tindakan pengobatan maupun perawatan terlebih yang berhubungan dengan daerah urogenital (Ellis et al, 1996). Diperkirakan sekitar 4 juta pasien per tahun di Amerika Serikat menggunakan kateterisasi urin. Kurang lebih 25 % pasien yang dirawat di rumah sakit terpasang kateter indwelling dalam beberapa hari pada hari-hari perawatannya (Gokula RR et al, 2004 ).

4 4 Kateter uretra sebagai benda asing yang terpasang dalam uretra dapat mengakibatkan reaksi dalam mukosa uretra, dan kemungkinan trauma besar sekali terjadi pada manipulasi kateter. Untuk itu kateterisasi dilakukan dengan meminimalkan kemungkinan trauma, sehingga meminimalkan ketidaknyamanan maupun nyeri pada pasien yang terpasang kateter urin (Brunner & Suddarth, 1996). Menurut penelitian di Amerika, dari 54 pasien di rumah sakit maupun home care yang terpasang kateter indwelling, 72% di antaranya mengalami beberapa komplikasi, antara lain terjadi blocking atau penyumbatan sehingga aliran urin terganggu, 37% di antaranya mengalami kebocoran urin di sekitar kateter dan 30% mengalami hematuria. Begitu juga pada pasien yang terpasang kateter uretra dalam jangka waktu lama (melebihi 3 bulan). Dan dilaporkan pula mengenai nyeri yang dirasakan pada area abdomen bawah, uretra, penis, atau vulva (Ockmore K. et al cit Madigan et al, 2003). Pada survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 24 Januari 2005 di bangsal rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh jumlah BOR ( Bed occupancy Rate ) pada hari itu sebesar 65 %, dengan jumlah pasien yang terpasang kateter sebanyak 21,5 %. Sedangkan pada survei yang dilakukan tanggal 27 Januari 2005 terdapat 19,5% pasien yang terpasang kateter, dengan jumlah BOR sebesar 74%. Lama waktu terpasang kateter beragam berkisar 1 hari sampai dengan 16 hari. Dari survey tersebut, diperoleh lama waktu rata-rata terpasang kateter yaitu 5 hari. Standar waktu penggantian kateter RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan

5 5 setiap 10 hari atau pada saat ada kerusakan yang diharuskan untuk diganti. Penggunaan kateter pada ukuran 16 F sampai dengan 18 F. Dari wawancara sekilas diperoleh gambaran kasar mengenai ada tidaknya nyeri akibat kateterisasi terhadap 28 pasien, yaitu lebih dari 10 pasien mengatakan tidak merasakan nyeri sama sekali dan hanya 7 pasien yang merasakan nyeri yang tidak dispesifikasikan apakah nyeri yang dirasakan akibat kateterisasi atau karena penyakit yang diindikasikan untuk kateterisasi. Berbagai indikasi pemasangan kateter uretra dan perbedaan keadaan waktu pemulihan membuat lama waktu terpasangnya kateter bervariasi. Sehubungan dengan semakin tinggi terjadinya peluang frekuensi trauma, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain penatalaksanaan pemasangan maupun perawatan kateterisasi yang tidak sesuai standar prosedur sehingga seiring lama waktu terpasang kateter yang meningkat, kemungkinan menimbulkan rasa ketidaknyamanan sampai adanya rasa nyeri semakin besar. Kemungkinan lain yang dapat muncul yaitu berkurangnya rasa ketidaknyamanan seiring lama waktu terpasang kateter yang dipengaruhi oleh adanya respon adaptasi terhadap adanya kateter. Maka kemungkinan adanya perbedaan rasa ketidaknyamanan ataupun rasa nyeri yang timbul akibat kateterisasi berbeda sesuai dengan lama waktu terpasangnya kateter. Dengan adanya uraian masalah tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

6 6 B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Diketahuinya hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus : a. Diketahuinya lama waktu terpasang kateter pada pasien yang terpasang kateter uretra. b. Diketahuinya derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra. D. Manfaat 1. Bagi Peneliti Sebagai pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan suatu penelitian serta dapat menjadi sarana belajar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

7 7 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan pelaksanaan pelayanan keperawatan rumah sakit terutama dalam hal pemasangan instrumen kateter urin pada pasien. 3. Bagi Perawat Sebagai masukan dalam upaya peningkatan pemberian mutu asuhan keperawatan, yang mengutamakan kenyamanan pasien dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketidaknyamanan pasien. E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Variabel Variabel yang diteliti yaitu lama waktu terpasang kateter dan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra. Kateterisasi mengalami perubahan pola eliminasi normal, sebagai benda asing yang terpasang di uretra, berbagai komplikasi dapat terjadi pada kondisi kateter seiring dengan adanya pertambahan lama waktu terpasang kateter yang dapat menyebabkan perubahan kenyamanan pada pasien. 2. Responden Penelitian ini dibatasi dengan subjek penelitian yaitu pasien yang terpasang kateter uretra. Setiap pasien yang dipasang kateter uretra akan mengalami ketidaknyamanan pada hari-harinya dengan perbedaan kenyamanan yang bersifat subjektif. Konsep kenyamanan terutama nyeri

8 8 merupakan salah satu aspek yang harus dikaji terhadap keadaan umum pasien. 3. Lokasi Pada penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian yaitu di bangsal rawat inap kelas II dan III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, karena pada lokasi ini belum pernah diteliti mengenai lama waktu terpasang kateter uretra dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang dipasang kateter uretra. 4. Waktu Penelitian akan dilakukan dalam kurun waktu 2 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan April 2005 dengan asumsi penelitian ini dapat diselesaikan.

9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kateter a. Definisi Kateter Sebuah alat yang didesain untuk dimasukkan ke dalam uretra hingga kandung kemih untuk mengeluarkan urin yang tertahan (Stedman s medical dictionary, 1995). b. Tipe kateter (1) Kateter sementara (Intermittent catheter) Kateterisasi yang menggunakan teknik intermiten, dengan penggunaan kateter tunggal-lurus untuk mengosongkan kandung kemih, yang setelah kosong, kateter dapat langsung dicabut kembali. Ini dapat dilakukan lagi, bila diperlukan. Kateter ini memiliki satu lumen dengan ukuran 1,3 cm pada bagian pangkalnya. (2) Kateter tetap (Indwelling catheter) Kateterisasi yang digunakan menetap, dalam jangka waktu yang lama, hingga pasien dapat mengosongkan kandung kemih secara normal. Penggantian kateter dapat dilakukan secara teratur sesuai dengan batas waktu pemasangan dari setiap jenis kateter ( Potter & Perry, 1993). Kateter ini dikenal sebagai folley catheter.

10 10 Kateter ini memiliki balon kecil yang dapat dikembang-kempiskan yang mengelilingi kateter di bagian bawah pangkal kateter. Balon dikembangkan untuk mengunci kateter agar terfiksasi pada kandung kemih.( Ellis et al, 1996). Kateter ini ada yang memiliki 2 atau 3 lumen. Lumen pertama adalah untuk pengeluaran urin. Sedangkan lumen kedua untuk memasukkan cairan steril untuk fiksasi kateter. Sedangkan lumen ketiga adalah untuk memasukkan cairan atau obat ke dalam kandung kemih (vesica urinaria). c. Jenis Kateter : (1) Kateter Plastik, digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel (2) Kateter Latex/ karet, digunakan untuk penggunaan dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu) (3) Kateter Silikon murni/ teflon, untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan, karena bahan lebih lentur pada meatus uretra. (4) Kateter PVC, sangat mahal, untuk penggunaan 4-6 minggu, bahannya sangat lembut, tidak panas dan nyaman bagi uretra (Kozier, 1995). d. Ukuran Kateter Kateter memiliki ukuran diameter yang bervariasi yang disesuaikan dengan ukuran meatus uretra. Penggunaan kateter dengan diameter kecil akan menghindari trauma pada uretra (Wong, 1982, cit Potter et al, 1993).

11 French (Fr) biasa digunakan pada anak-anak French (Fr) biasa digunakan pada wanita french (Fr) biasa digunakan pada pria Ukuran kateter yang besar (>18 F) dapat melembungkan dan menekan uretra sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat kembali normal pada uretra dan bagian leher kandung kemih yang menyebabkan spasme pada kandung kemih dan dapat menyebabkan kebocoran. Ukuran kateter dianjurkan tidak melebihi 16 F dengan balon kateter 5 ml yang diisi dengan 10 cc air steril, untuk memastikan letak simetris dari balon kateter tersebut. Ukuran kateter yang besar dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada uretra yang merupakan penyebab striktur uretra dan terjadi sumbatan. Ukuran kateter yang lebih besar diindikasikan untuk setelah dilakukan prosedur urologik apabila terjadi hematuria dan untuk mengantisipasi terjadinya penggumpalan darah. Pada kateter silicon memberi keuntungan memiliki dinding yang lebih tipis, tetapi memiliki diameter dalam (internal) yang lebih besar dibandingkan dengan tipe kateter yang lain dengan ukuran French yang sama. Menurut Morris & Stickler diameter dalam (internal) pada kateter lateks hanya 1,5 mm bila dibandingkan dengan diameter kateter silicon yang berukuran 2,5 mm. Pencegahan terhadap komplikasi karena kateterisasi lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengobatan pada masalah yang

12 12 muncul. Pemakaian kateter ukuran 14 F 16 F dengan balon 5 ml dan intake cairan yang cukup dapat mencegah onset komplikasi yang akan timbul. ( e. Indikasi Pemasangan kateter Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter dalam jangka waktu yang pendek akan meminimalkan infeksi, sehingga metode pemasangan kateter sementara adalah metode yang paling baik. (1) Indikasi pada pemasangan kateter sementara : (a) Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih (b) Pengambilan urin residu setelah pengosongan kandung kemih (2) Indikasi pada pemasangan kateter jangka pendek : (a) Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat) (b) Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria, uretra dan organ sekitarnya (c) Preventif pada obstruksi uretra dari perdarahan (d) Untuk memantau output urin (e) Irigasi vesika urinaria (3) Indikasi pada pemasangan kateter jangka panjang : (a) Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK/UTI (b) Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urin

13 13 (c) Klien dengan penyakit terminal f. Lama Waktu Terpasang kateter Durasi terpasang kateter pada tiap-tiap pasien berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kondisi pasien. Pasien yang terpasang kateter indwelling termasuk pasien yang memerlukan kateter dengan indikasi inkontinensia atau retensi urin, dan yang memiliki riwayat batu ginjal perlu diganti kateter dalam interval waktu kurang dari 6 minggu (Getliffe, 1994 cit Mandigan et al, 2003). Rata-rata penggantian kateter dilakukan 3 kali dalam 100 hari kateterisasi (Muncie & Warren cit Mandigan et al, 2003). Sedangkan di RSU PKU Muhammadiyah penggantian kateter dilakukan setiap 10 hari atau bila ada kerusakan yang mengharuskan kateter diganti. g. Akibat yang didapat dari pemasangan kateter : (1) Iritasi ataupun trauma pada uretra Penggunaan kateter yang ukurannya tidak tepat dapat mengiritasi uretra, sehingga kemungkinan terjadinya trauma pun meningkat. Selain itu, kurangnya penggunaan lubrikasi dapat melukai jaringan sekitar uretra pada saat penyisipan. Trauma pada jaringan uretra pun dapat terjadi apabila penyisipan letak kateter belum tepat pada saat balon retensi pada kateter dikembangkan. Fiksasi kateter yang kurang tepat dapat menambah gerakan yang menyebabkan regangan atau tarikan pada uretra atau yang membuat kateter terlepas tanpa sengaja. Manipulasi kateter paling

14 14 sering menjadi penyebab kerusakan mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi (Brunner & Suddarth, 1996). (2) Krustasi pada kateter Urin yang banyak mengandung urea yang memproduksi bakteri seperti Proteus mirabilis, yang meningkatkan ph urin memicu terbentuknya krusta pada kateter. Lumen kateter tersumbat oleh kristal yang berasal dari campuran ph urin yang tinggi, bakteri dan ion kalsium maupun ion magnesium (Morris & Stickler, 1998 cit Mandigan et al, 2003). Pembentukan krusta yang berasal dari garam urin dapat menjadi sumber pembentukan batu. Asupan cairan yang bebas dan peningkatan halauran urin harus dipastikan untuk mengirigasi kateter dan mengencerkan zat-zat dalam urin yang dapat membentuk krusta. Pemakaian kateter silicon secara signifikan jarang menimbulkan pembentukan krusta (Brunner & Suddarth, 1996). (3) Terjadi blocking ( Tersumbat, tidak mengalir dengan lancar ) Kerusakan pada kateter yang disebabkan oleh krusta yang menutupi area lumen kateter (Getliffe, 1994 cit Mandigan et al, 2003). (4) Terjadi kebocoran Kateter yang pada bagian balon untuk memfiksasi kateter tidak terfiksasi dengan baik akan menyebabkan pengeluaran urin

15 15 yang tidak tepat. Sehingga urin dapat merembes keluar tidak melalui selang kateter. (5) Resiko infeksi saluran kemih tinggi Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Banyak mikroorganisme ini merupakan bagian dari flora endogen atau flora usus normal, atau didapat melalui kontaminasi silang oleh pasien atau petugas rumah sakit maupun melalui kontak dengan peralatan yang tidak steril ( Brunner & Suddarth,1996 ). 2. Derajat Ketidaknyamanan -Nyeri- Konsep kenyamanan merupakan hal subjektif yang sama halnya dengan sensasi nyeri yang dirasakan. Menurut Maslow, kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setelah terpenuhinya kebutuhan biologis dan fisiologis. Setiap individu memiliki pembawaan fisiologi, sosial, spiritual, psikologis maupun karakter budaya yang berbeda dan mempengaruhi pengalaman dan persepsi kenyamanan masing-masing. Menurut Kolcaba, kenyamanan adalah perilaku konsisten dengan pengalaman subjektif dari klien, yang merupakan keadaan dimana individu sudah terpenuhi kebutuhan dasar manusia untuk ketentraman

16 16 (kepuasan yang meningkatkan dan mengembangkan penampilan rutinitas), keringanan/ bebas dari rasa sakit (kebutuhan yang diperlukan) dan hal yang sangat penting (keadaan yang timbul lebih dari masalah/ keadaan nyeri). Pandangan yang holistik mengenai kenyamanan membantu dalam mengenali 4 konteks yaitu konteks fisik, yang menyinggung sensasi pada tubuh, pada konteks sosial menyinggung tentang hubungan interpersonal, keluarga dan sosial, sedangkan konteks psikospiritual menyinggung pada kesadaran internal diri sendiri, termasuk harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. Pada konteks lingkungan menyinggung pada latar belakang eksternal dari pengalaman manusia seperti sinar, kebisingan, suhu, warna, dan unsur-unsur alami. Olehkarena itu pengetahuan tentang konteks kenyamanan memberi rentang pilihan yang lebih luas dalam mengukur nyeri. Nyeri yang merupakan salah satu bentuk ketidaknyamanan yang didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensoris maupun emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan keadaan aktual maupun potensial kerusakan jaringan tubuh (IASP, 1979 cit Potter & Perry, 1997). Sedangkan nyeri menurut Sherrington adalah aspek fisik refleks protektif yang penting, dimana rangsang yang menimbulkan nyeri biasanya mencetuskan respons withdrawal ( penarikan ) dan penghindaran yang kuat. Selain itu, nyeri bersifat unik apabila dibandingkan dengan sensasi lain yaitu bahwa sensasi ini menimbulkan afek tidak menyenangkan yang built-in (Ganong, 1995).

17 17 a. Jenis Nyeri : Rasa nyeri dapat dibagi menjadi dua rasa nyeri utama, yaitu: (1) Rasa nyeri cepat Bila diberi stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Nyeri ini dikenal sebagai rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam tidak akan terasa di sebagian besar jaringan dalam dari tubuh. (2) Rasa nyeri lambat Bila diberi stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama beberapa menit. Nyeri ini dikenal sebagai rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual, dan nyeri kronik. Jenis nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri ini dapat terasa di kulit dan di hampir semua jaringan dalam atau organ (Guyton & Hall, 1996). Menurut NIH, nyeri diklasifikasikan menjadi : (1) Nyeri Akut Nyeri ini biasanya terjadi tiba-tiba dan durasinya singkat. Area nyeri biasanya dapat diidentifikasi, sifat nyeri jelas dan mungkin untuk hilang. Nyeri ini pun bersifat sementara, yaitu sampai terjadi penyembuhan. Dapat dikatakan sebagai tanda peringatan bagi tubuh. Berkaitan dengan penyakit akut, trauma,

18 18 operasi maupun prosedur pengobatan. Biasanya nyeri berlangsung kurang dari 6 bulan. (2) Nyeri Kronis Nyeri ini merupakan keadaan pengalaman nyeri yang sifatnya menetap (continue) selama beberapa bulan atau tahun setelah fase penyembuhan dari suatu penyakit akut atau injury. Area nyeri tidak mudah diidentifikasi. Intensitas nyeri sukar diturunkan dan cenderung meningkat. Sifatnya kurang jelas dan kemungkinan kecil untuk sembuh. Biasanya nyeri berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis ini dibedakan menjadi 2 kategori yaitu nyeri kronik maligna dan nyeri kronik non maligna. Pada nyeri kronik maligna dapat digambarkan sebagai nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif lain, sedangkan nyeri kronik non maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang tidak progresif (Potter & Perry, 1997). b. Jenis-jenis Stimulus Penyebab Nyeri : (1) Mekanis (2) Kimiawi (3) Suhu (4) Listrik

19 19 c. Fisiologi Nyeri Nyeri sebagai stimulus yang mengirimkan impuls menuju serabut saraf perifer yang kemudian masuk ke spinal dan berjalan melalui rute sampai berakhir pada daerah abu dari spinal, dimana pesan nyeri berinteraksi dengan sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri mencapai otak atau ditransmisikan menuju korteks serebral. Di saat stimulus mencapai korteks serebral, otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan proses informasi mengenai pengalaman sebelumnya, pengetahuan dan asosiasi budaya dalam persepsi nyeri (Mc Nain, 1990 cit Potter&Perry, 1997). Proses fisiologi nyeri terdiri dari 3 komponen yaitu : (1) Resepsi Semua kerusakan sel yang disebabkan oleh suhu, mekanis, kimiawi ataupun listrik memicu produksi dari substansi penghasil nyeri. Terpaparnya suhu panas atau dingin, tekanan maupun bahan kimia menstimulus pelepasan substansi seperti histamin, bradikinin, dan potassium yang digabung melalui bagian reseptor, terutama di nociceptor (reseptor yang merespon stimulus yang berbahaya) yang dimulai dengan transmisi saraf yang berkaitan dengan nyeri (Clancy and McVicar, 1992 cit Potter & Perry, 1997).

20 20 Tidak semua jaringan memiliki reseptor yang akan mentransmisikan sinyal nyeri. Beberapa reseptor hanya merespon pada satu jenis stimulus nyeri, seperti yang lain juga sensitif terhadap suhu dan tekanan. Saat bergabung antara reseptor nyeri untuk mencapai batas (level minimal dari intensitas nyeri, yang diperlukan untuk menimbulkan impuls saraf) yang kemudian dimulainya pengaktifan saraf-saraf nyeri. Oleh karena adanya variasi pada bentuk dan ukuran tubuh, penyebaran reseptor nyeri di seluruh bagian tubuh berbeda-beda. Hal ini menjelaskan bahwa adanya subjektifitas nyeri secara anatomis (Clancy & McVicar, 1992 cit Potter&Perry, 1997). Bagian tubuh tertentu pada setiap orang berlainan, ada yang lebih ataupun kurang sensitive terhadap nyeri. Setiap individu memiliki perbedaan produk substansi yang menghasilkan kapasitas nyeri, yang dikontrol oleh faktor gen. Impuls saraf yang dihasilkan dari stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf aferen perifer. Dua jenis serabut saraf perifer yang mengontrol stimulus nyeri yaitu serabut saraf myelin delta A yang berjalan cepat dan serabut saraf C tidak bermyelin yang berukuran kecil dan berjalan lambat. Serabut A mengirimkan sensasi yang tajam, lokal dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut A dapat mencatat dengan segera komponen pada injuri akut (Jones and Cory, 1990 cit

21 21 Potter & Perry, 1997). Serabut C melepas impuls yang kurang terlokalisir, visceral dan persisten (Puntillo, 1988 cit Potter & Perry, 1997). Serabut C tetap berperan dalam pelepasan zat kimia ketika ada sel yang rusak. Pada saat serabut delta-a dan C memindahkan impuls dari serabut saraf perifer, mediator biokimia yang mengaktivasi respon nyeri dilepaskan. Potassium dan prostaglandin dilepaskan saat selsel local rusak. Perpindahan stimulus nyeri terus berlanjut sepanjang serabut saraf hingga berakhir di bagian dorsal horn dari spinal cord, yang kemudian dilepaskannya neurotransmitter seperti substansi P, yang kemudian menyebabkan transmisi sinaptik dari aferen (sensoris), saraf perifer sampai saluran saraf spinotalamus (Paice, 1991 cit Potter & Perry, 1997). Ini menyebabkan impuls nyeri dapat ditransmisikan lebih jauh dalam sistem saraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf pada saluran spinotalamus yang menyeberang menuju bagian seberang dari spinal cord. Sepanjang transmisi stimulus nyeri, tubuh dapat mengatur peneriman nyeri. Berbagai serabut saraf yang terdapat di saluran spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim balik menuju dorsal horn dari spinal cord (Paice, 1991 cit Potter & Perry, 1997). Serabut saraf ini disebut dengan sistem nyeri desending, yang

22 22 bekerja dengan melepas neuroregulator inhibitor yang mentransmisi stimulus nyeri. Refleks respon perlindungan juga terjadi dengan resepsi nyeri. Serabut delta A mengirimkan impuls sensoris kepada spinal cord dimana terjadi sinaps dengan saraf motor spinal. Impuls motor berjalan melalui refleks arc melalui serabut saraf eferen kembali ke otot perifer dekat daerah yang distimulasi. Refleks penarikan atas perlindungan yang berasal dari sumber nyeri didahului oleh kontraksi otot. Neuroregulator adalah substansi yang mempengaruhi transmisi atau perpindahan stimulus nyeri dan berperan penting dalam memberi pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan pada bagian nosiseptor, pada ujung saraf di dalam dorsal horn dari tulang vertebra dan bagian reseptor pada saluran spinotalamus. Neuroregulator dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter seperti substansi P mengirimkan impuls elektrik menuju perpotongan sinaptik antara 2 serabut saraf yaitu eksitator atau inhibitor. Neuromodulator mengatur aktivitas saraf dan membedakan transmisi stimulus nyeri tanpa memindahkan secara langsung sinyal saraf melalui sinaps. Hal ini diduga menaik-turunkan efek pada neurotransmitter secara tidak langsung.

23 23 Endorfin, dinorfin dan bradikinin merupakan neuromodulator sedangkan serotonin dan prostaglandin adalah golongan neurotransmitter. Terapi farmakologis terhadap nyeri sebagian besar berdasarkan pengaruh pilihan pengobatan terhadap neuroregulator. (2) Persepsi Persepsi adalah saat ketika seseorang sadar akan adanya nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan melalui tulang belakang menuju thalamus dan otak bagian tengah. Dari thalamus, serabut saraf mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area di otak, termasuk korteks sensoris dan korteks asosiasi (keduanya berada pada daerah lobus parietal), lobus frontal dan sistem limbik. Pada sistem limbic terdapat sel-sel yang diduga dapat mengontrol emosi khususnya rasa cemas. Oleh karena itu, sistem ini beperan aktif dalam memproses reaksi emosional dari nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir pada bagian pusat otak yang terletak lebih tinggi, seseorang menerima sensasi dari rasa nyeri. Terdapat 3 sistem internasional dari persepsi nyeri yaitu diskriminasi-sensori, afektif-motivasional dan kognitif-evaluatif (Meihart and McCaffery, 1983 cit Potter & Perry, 1997). Persepsi memberikan kesadaran dan pengertian tentang rasa sakit sehingga orang akan bereaksi terhadapnya.

24 24 (3) Reaksi Reaksi nyeri dapat berupa reaksi fisiologis maupun reaksi perilaku yang timbul pada saat setelah nyeri diterima. Pada respon fisiologis, proses ini berawal ketika impuls nyeri berjalan melalui tulang belakang menuju batang otak dan thalamus, juga sistem saraf otonom dirangsang sebagai bagian dari respons stress. Intensitas nyeri yang rendah, sedang dan nyeri superficial. Stimulasi dari cabang sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri terus berlanjut biasanya melibatkan organ-organ viseral (seperti pada infark miokard, kolik batu empedu ataupun kolik batu ginjal) yang akan melanjutkan ke sistem saraf parasimpatik. Respon perilaku muncul di saat orang sudah mengalami nyeri yang kemudian dilanjutkan dengan mulainya siklus suatu kejadian. Bila tertinggal tidak diobati ataupun tidak dihilangkan, nyeri dapat mengubah kualitas hidup seseorang. Menurut Mahon, nyeri dapat mendominasi secara alamiah mengikut serta pada kemampuan yang berhubungan dengan perawatan diri. Komponen dari reaksi nyeri membantu menjelaskan alasan pentingnya manajemen nyeri dapat dijadikan sebagai sebuah tantangan. Meinhart dan McCaffery menggambarkan mengenai 3 fase pengalaman nyeri yaitu antisipasi, sensasi dan penutup.

25 25 Fase antisipasi dimulai sebelum nyeri diterima. Seseorang mengetahui bila nyeri akan timbul. Pada fase ini mungkin merupakan fase yang paling penting karena dapat mempengaruhi kedua fase selanjutnya. Pada situasi trauma perlukaan atau prosedur yang tidak diketahui yang dapat menimbulkan nyeri, seseorang tidak dapat mengantisipasi nyeri sebelumnya. Apabila seseorang dapat mengantisipasi nyeri, maka akan memahami dan dapat mencari cara untuk mengatasinya. Melalui penjelasan dan dukungan yang cukup, klien dapat memahami nyeri dan dapat mengontrol kecemasannya sebelum nyeri terjadi. Di sini peran perawat sangat penting. Fase sensasi berawal ketika nyeri sudah dapat dirasakan. Reaksi setiap orang terhadap nyeri berbeda-beda. Toleransi akan nyeri merupakan saat dimana seseorang tidak mampu menerima berat atau sakitnya nyeri maupun lamanya nyeri yang berlangsung. Toleransi nyeri ini tergantung dari tingkah laku, motivasi maupun nilai-nilai yang ada pada orang yang merasakannya. Fase penutup dimulai ketika nyeri sudah berkurang atau hilang. Setelah mengalami nyeri, klien yang mengalami gejalagejala fisik seperti menggigil, nausea, muntah, marah ataupun depresi.dan meskipun sumber penyebab nyeri sudah dapat dikontrol oleh klien, nyeri masih dapat merupakan suatu krisis.

26 26 Jika ada episode nyeri berulang, respon pada fase ini dapat menjadi masalah kesehatan yang serius. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri (1) Usia (2) Jenis kelamin (3) Budaya (4) Makna nyeri bagi seseorang (5) Fokus perhatian (6) Kecemasan (7) Pengalaman sebelumnya (8) Mekanisme koping (9) Dukungan keluarga dan sosial e. Karakteristik nyeri yang dikaji : (1) Pola serangan dan durasi Perawat menanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan serangan, lamanya, dan rangkaian dari rasa sakit. Kapankah rasa sakit dimulai, berapa lamakah ini berlangsung, apakah ini terjadi pada saat yang sama setiap harinya, seberapa sering ini terulang lagi. Ini mungkin akan lebih mudah untuk mendiagnosa sifat alami dari rasa sakit dengan mengidentifikasi faktor-faktor waktu.

27 27 (2) Lokasi dan pola penyebaran Untuk menilai lokasi rasa sakit perawat menanyai para kliennya untuk mengetahui area rasa sakit. Untuk membatasi rasa sakit yang lebih spesifik, perawat menanyakan area yang dirasakan pasien paling sakit. Ini yang sulit untuk dikerjakan jika rasa sakit ini menyebar, mengandung beberapa tempat atau segmen-segmen di dalam tubuh yang amat besar. Sebagian alat pengkaji memiliki diagram tubuh yang bisa menggambarkan area nyeri. Ketika merekam lokasi rasa sakit, perawat dapat menggunakan tanda anatomis yang mudah digambarkan secara terminology. Pernyataan rasa nyeri dibatasi pada bagian kuadran atas kanan lebih spesifik dibandingkan dengan pernyataan rasa nyeri di bagian perut. Dengan mengetahui penyakit yang diderita pasien, akan lebih mudah mendeteksi lokasi nyeri. Nyeri berdasarkan lokasi dapat berupa, superficial atau kutaneus, dalam atau visceral, ataupun menyebar. (3) Intensitas Karakteristik yang paling subjektif dari rasa sakit mungkin adalah kehebatannya atau kekerasannya. Pada klien kadangkadang ditanyai untuk menjelaskan rasa sakit yang sangat hebatnya. Skala verbal penjelas (VSD) terdiri dari sebuah garis dengan tiga sampai lima kata penjelas secara sama tempat sepanjang garis. Penjelas diurutkan dari yang tidak ada rasanya

28 28 hingga rasa sakit yang tidak dapat ditahan. Perawat menunjukkan skala klien dan ditanyai kliennya untuk memilih kehebatan rasa sakit. Perawat juga menanyakan berapa banyak rasa sakit melukai yang lebih buruk dan berapa banyak itu melukai yang terbaik. VDS memungkinkan seorang klien untuk memilih kategori untuk menjelaskan rasa sakit. Rata-rata skala nomor (NRS) mungkin digunakan daripada kata penjelas. Dalam kasus ini, para klien rata-rata rasa sakit pada skala 0 sampai 10. Skala ini bekerja paling baik ketika penilaian hebatnya rasa sakit sebelum dan setelah campur tangan terapi. Ketika skala digunakan untuk mengukur rasa sakit, sebuah garis dasar 10 cm dipuji kebaikannya (AHCPR cit Potter & Perry, 1997). Sebuah skala analog secara visual (VAS) tidak mempunyai label bagian. Ini terdiri dari sebuah garis lurus, menghadirkan sebuah kehebatan dan mempunyai penjelas verbal pada setiap akhir. Skala ini memberikan kebebasan total pada klien di dalam mengidentifikasi kehebatan rasa sakit.. VAS ini mungkin menjadi sebuah ukuran rasa sakit yang hebat karena para klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian kesatuan daripada kekuatan untuk memilih satu kata atau satu huruf (Mc Guire, 1984 cit Potter & Perry).

29 29 Beyer dkk telah mengembangkan skala Oucher yang terdiri dari dua bagian skala yaitu skala 0 hingga 10 pada sisi kiri untuk anak-anak lebih tua dan sebuah skala gambar enam gambar pada sisi kanan untuk anak-anak lebih muda. Foto-foto dari wajah-wajah seorang anak (di dalam meningkatkan tingkat kegelisahan) dimaksudkan untuk memberi isyarat anak-anak ke dalam pemahaman apakah rasa sakit itu dan kehebatannya. Seorang anak hanya berpendirian untuk menyeleksi, kemudian menyederhanakan latihan dari menjelaskan rasa sakit. Etnik versi baru dari alat yang dimiliki telah dikembangkan. Wong dan Baker (1998) mengembangkan skala wajah untuk menilai rasa sakit pada anak-anak. Skala ini terdiri dari enam wajah katun diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit) meningkat wajah yang kurang bahagia, hingga ke akhir wajah yang sedih, wajah penuh air mata (rasa sakit yang paling buruk) anak-anak usia sekitar tiga tahun dapat menggunakan skala. Peneliti memulai untuk menguji skala wajah dengan orang yang lebih dewasa. Skala rasa sakit akan diatur sehingga mudah digunakan dan bukan waktunya untuk klien untuk melengkapi. Jika klien dapat membaca dan memahami skala tersebut, gambaran rasa sakit akan lebih akurat. Gambaran skala tersebut berguna bukan saja pada waktu penilaian kerasnya sakit, namun juga pada evaluasi

30 30 perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan skala itu setelah dilakukan terapi atau ketika gejala dinilai menjadi lebih buruk, baik rasa sakit telah berkurang atau bertambah. Perawat tidak menggunakan skala rasa sakit untuk memperbandingkan satu klien dengan lainnya. Meskipun skala itu memberi ukuran yang relatif objektif, kerasnya rasa sakit terlalu subjektif untuk dibandingkan di antara individu-individu. (Potter & Perry, 1997) (4) Kualitas Karakteristik subjektif rasa sakit yang lainnya adalah kualitas. Karena tidak ada sebutan rasa sakit yang umum atau khusus, kalimat yang mungkin dipilih oleh klien untuk menggambarkan rasa sakit dapat berupa banyak hal. Seringkali klien menggambarkan rasa sakit sebagai pukulan, berdebar, tajam, atau menjemukan. Rasa sakit klien seringkali tidak dapat digambarkan.

31 31 B. Kerangka Konsep Penelitian Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kateterisasi urin : Indikasi pemasangan Tipe kateter Jenis Kateter Ukuran kateter Lama waktu terpasang Perubahan fungsi normal uretra saluran kemih 1. Manipulasi : Penggantian kateter Fiksasi kateter kurang tepat Pencabutan 2. Timbulnya krusta 3. Terjadi blocking 4. Terjadi kebocoran Reaksi pada tingkatan nyeri : Tidak ada nyeri Nyeri ringan (ringan-berat) Nyeri sedang (ringan-berat) Nyeri Berat (ringan-berat) Trauma-iritasi / tidak pada uretra Resiko infeksi saluran kemih (sebagai stimulus nyeri) Reseptor nyeri KET : = area yang diteliti = area yang tidak diteliti C. Hipotesa Penelitian Adanya hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

32 32 Bab III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis non eksperimen, dengan rancangan penelitian survey menggunakan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan April Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di bangsal rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya di bangsal Kelas II dan Kelas III antara lain bangsal Multazam, Marwah, Raudhoh dan Arafah.

33 33 C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap Kelas II dan Kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Sampel Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan purposive sampling. Banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian berjumlah 30 responden dengan kriteria : a. Pasien berusia antara tahun b. Lama terpasang kateter tidak kurang dari 3 hari c. Pasien bukan pasien bedah mayor saluran kencing d. Pasien tidak memiliki riwayat striktur uretra e. Pasien sadar f. Pasien dapat berkomunikasi g. Dapat membaca dan menulis h. Pasien bersedia menjadi responden Banyaknya sampel diambil berdasarkan rumus besaran sampel (Lemeshow dkk, 1997 cit Sudarman, 2002). α Z pq 2 η = 2 d Keterangan : η = besarnya sampel 2

34 Ζ α = koefesiens kurva normal pada tingkat kemaknaan 5% p = proporsi subjek yang akan diteliti d = presisi penduga dengan menggunakan hitung statistik maka nilai Z = 1.98 maka Z = 3,9204, sedangkan nilai Pq = 0,5 maka (1-P) = 0,5 dan d = 0, d = 0, n = (0,5).(0,5) 0, = 30,0436 D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 variabel : a. Variabel bebas : lama waktu terpasang kateter b. Variabel terikat : derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra 2. Definisi Konseptual Variabel a. Variabel Bebas Lama waktu terpasang kateter merupakan ukuran panjang antara kesempatan suatu rentetan kejadian pada pasien yang terpasang kateter (Poerwadarminta, 1976).

35 35 b. Variabel Terikat Nyeri adalah suatu pengalaman sensoris maupun emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan keadaan aktual maupun potensial kerusakan jaringan tubuh (IASP, 1979 cit Potter & Perry, 1997). 3. Definisi Operasional a. Lama waktu terpasang kateter Lama waktu terpasang kateter adalah jumlah waktu (hari) yang digunakan selama pasien terpasang kateter. Pada penelitian ini membandingkan derajat ketidaknyamanan (nyeri) responden dengan mengambil lama waktu terpasang kateter pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-3. Hal ini memungkinkan dapat mempengaruhi faktorfaktor terjadinya trauma, maupun iritasi pada dinding maupun mukosa uretra dari ketidakrapian fiksasi pemasangan maupun keadaan pasien sendiri dan kemungkinan sudah terjadinya proses adaptasi tubuh terhadap kehadiran kateter sebagai benda asing. Lama waktu terpasang kateter dapat diketahui melalui catatan keperawatan pasien. b. Derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra Derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang dimaksud adalah perbedaan intensitas ketidaknyamanan hingga rasa nyeri yang dirasakan pasien karena dipasangnya kateter pada uretra pasien. Hal ini dimanifestasikan dengan berbagai tanda dan jenis sifat nyeri yang dirasakan pasien.

36 36 Derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien dapat diketahui dengan mengukur skala nyeri menggunakan penggaris nyeri skala nomor (NRS) yaitu untuk mengukur rasa nyeri yang dialami pasien dalam rentang nyeri antara angka 0 hingga 10, yang menunjukkan bahwa 0 berarti tidak ada rasa nyeri sama sekali dan 10 mewakili rasa nyeri yang amat sangat sakit dalam jangka waktu dipasang kateter hingga saat diteliti. Pada angka 1 sampai dengan 3 dikategorikan nyeri ringan, angka 4 sampai dengan 6 dikategorikan nyeri sedang dan angka 7 sampai dengan 10 sebagai nyeri berat. Tiap-tiap kategori akan diperjelas ke dalam kelas yang lebih spesifik, yaitu ringan sampai dengan berat. Karakteristik nyeri yang dirasakan pasien dapat diketahui dengan menggunakan kuesioner berisi 13 butir pertanyaan. Pasien memilih jawaban di antara pilihan berganda, sesuai perasaannya mengenai keadaan yang dialami. c. Variabel Pengganggu dan Pengendaliannya Variabel pengganggu dalam penelitian ini merupakan faktorfaktor lain yang diperkirakan dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien yang terpasang kateter sehingga bisa mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Variabel pengganggu dari penelitian ini antara lain jenis kateter, tipe kateter, ukuran kateter dan indikasi pemasangan kateter.

37 37 Dalam hal pengendalian variabel pengganggu peneliti menyeragamkan variabel-variabel yang ada pada variabel pengganggu, yaitu dengan menggunakan jenis kateter lateks, tipe kateter yang digunakan adalah tipe kateter tetap, indikasi pemasangan kateter dengan tidak ada pembedahan pada saluran kencing dan ukuran kateter pada penelitian ini seharusnya diseragamkan, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan mengingat setiap responden memiliki ukuran uretra yang berbeda maka sulit untuk menyeragamkan ukuran kateter, untuk itu peneliti menggunakan kriteria responden yang tidak memiliki riwayat striktur uretra dimana pada kasus ini, pasien akan menggunakan ukuran kateter yang lebih kecil. E. Hubungan antar Variabel Variabel bebas Lama waktu terpasang kateter Variabel terikat Tingkat nyeri Ket : Variabel pengganggu Jenis kateter Tipe kateter Indikasi pemasangan Ukuran kateter : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti (variable pengganggu)

38 38 F. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian untuk mengetahui derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden. Penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti dengan memberikan kuesioner yang berisikan penggaris nyeri skala nomor (NRS) untuk dinilai derajat ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan yang kemudian akan dikategorikan sebagai rasa tidak nyeri, nyeri ringan (ringan-berat), nyeri sedang (ringan-berat) dan nyeri berat (ringan-berat). Untuk karakteristik nyeri menggunakan 13 pertanyaan mengenai jenis rasa nyeri yang kemudian akan di prosentase-kan. Sedangkan untuk lama waktu terpasang kateter data merupakan data sekunder yang diperoleh dari catatan keperawatan/rekam medik responden. G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan penggaris nyeri skala nomor (NRS) (AHCPR, 1992 cit Potter & Perry, 1997) diisi oleh pasien untuk mengukur rasa nyeri yang dialami pasien dalam rentang nyeri antara angka 0 hingga 10. Angka 0 menunjukkan bahwa tidak ada rasa nyeri sama sekali dan 10 mewakili rasa nyeri yang amat sangat sakit dalam jangka waktu mulai dipasang kateter hingga minimal hari ke-3 terpasang kateter saat diteliti. Pada angka 1 sampai dengan 3 dikategorikan sebagai nyeri ringan, angka 4 sampai dengan 6 dikategorikan nyeri sedang dan angka 7 sampai dengan 10 sebagai nyeri berat. Tiap-tiap kategori akan

39 39 diperjelas ke dalam kelas yang lebih spesifik, yaitu ringan sampai dengan berat. Data lama waktu terpasang kateter diperoleh dari catatan keperawatan/rekam medik responden. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik nyeri yang dirasakan pasien menggunakan 13 butir pertanyaan yaitu responden menjawab dengan memilih pilihan yang tersedia mengenai perasaan yang dialami pada saat diteliti, tidak berdasarkan waktu tertentu dari terpasangnya kateter pada responden. Pertanyaan ini hanya untuk mengetahui karakteristik ketidaknyamanan (nyeri) secara deskriptif yang dijadikan sebagai profil responden. Pertanyaan terdiri dari aspek-aspek yang meliputi tipe/jenis nyeri, lokasi nyeri, durasi, kualitas dan pola terjadinya nyeri. Pertanyaan disusun oleh peneliti dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan korelasi Product moment Pearson, menggunakan SPSS 11.5 for windows, dari 15 pertanyaan didapatkan 6 pertanyaan tidak valid (nomor 3, 4, 7, 11, 13 dan 14) sehingga untuk pelaksanaan penelitian digunakan 13 pertanyaan yang memenuhi kriteria validitas yaitu memiliki korelasi signifikan 0,01 atau 0,05 dimana 2 pertanyaan digugurkan (nomor 11 dan 13) sedangkan nomor yang lain direvisi dan tidak diuji cobakan kembali. Uji reliabilitas menggunakan analisis koefisien Alpha cronbach diperoleh nilai reliabilitas yang dikatakan andal dengan alpha sebesar 0,77.

40 40 H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden yaitu pasien yang terpasang kateter uretra. Setelah data terkumpul kemudian dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi (untuk data kuantitatif) yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan narasi. Dalam proses analisa data, setelah pengolahan data peneliti menggunakan uji statistik rank difference correlation, korelasi non parametrik dengan uji Spearman s rho dengan bantuan SPSS 11.5 for windows. Uji rank difference correlation digunakan untuk menentukan hubungan 2 gejala yang kedua-duanya merupakan gejala ordinal atau tata jenjang (Arikunto, 2002). I. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan Tahap Persiapan yang peneliti lakukan meliputi penyusunan proposal, pengurusan surat izin ke fakultas, universitas dan pihak Diklat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah adanya izin penelitian dari RS PKU Muhammadiyah, pada tanggal 24 dan 27 Januari 2005 dilakukan penjajakan lokasi penelitian dan survei pendahuluan mengenai gambaran dan jumlah subjek penelitian. Setelah mendapatkan data hasil survey pendahuluan penelitian, kemudian dilakukan uji coba kuesioner terhadap 10 responden, Dari uji validitas diperoleh bahwa pertanyaan mengenai karakteristik ketidaknyamanan (nyeri) sebanyak 15 item yang tidak valid

41 41 sebanyak 6 pertanyaan (nomor 3, 4, 7, 11, 13 dan 14) sehingga untuk pelaksanaan penelitian digunakan 13 pertanyaan dimana 2 pertanyaan digugurkan (nomor 11 dan 13) sedangkan nomor yang lain direvisi dan tidak diuji cobakan kembali. Dari hasil uji reliabilitas diperoleh nilai reliabilitas yang dikatakan andal dengan alpha sebesar 0, Tahap Pelaksanaan Kuesioner yang telah diuji coba digunakan untuk pengumpulan data yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April Sebelum ke ruangan untuk memberikan kuesioner kepada responden, peneliti menanyakan kepada perawat yang bertugas di bangsal tentang data pasien yang terpasang kateter uretra yaitu lama waktu terpasang dan indikasi pemasangan kateter. 3. Tahap Penyelesaian Setelah seluruh kuesioner terkumpul dilakukan tabulasi, pengolahan dan analisa data, untuk mempermudah analisa data peneliti menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dengan uji statistik rank difference correlation, statistik non parametrik uji statistik Spearman s rho, digunakan untuk menentukan hubungan dua gejala yang kedua-duanya merupakan gejala ordinal atau tata jenjang (Arikunto, 2002).

42 42 Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta yang merupakan amal usaha pimpinan pusat Persyarikatan Muhammadiyah. RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta didirikan sebagai sarana media dakwah dalam menyampaikan ajaran Islam melalui bidang kesehatan. Selain itu, terdapat tujuan mulia yaitu mewujudkan derajad kesehatan masyarakat setingi-tingginya bagi semua masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan yang diselenggarakan secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta tuntutan ajaran agama Islam dengan tidak memandang agama, golongan dan kedudukan. Pendirian RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan inisiatif H. M. Sudjak yang didukung penuh oleh K. H. Ahmad Dahlan. Pada awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat) yang berupa klinik dan poliklinik. PKO didirikan tanggal 15 Februari 1923 dengan lokasi awal di Jagang Notoprajan Nomor 15 Yogyakarta. Kemudian nama PKO berubah menjadi Rumah Sakit Umum PKU (Pembina kesejahteraan Umat) dan berlokasi di jalan K.H. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta (www. pkujogja.com).

43 43 RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit terakreditasi 12 bidang pelayanan dengan tipe C plus. Unit Pelayanan antara lain meliputi rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan rawat jalan dilayani di klinik dan poliklinik dengan jadwal yang telah ditentukan. Khusus untuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) dilayani setiap hari nonstop 24 jam. Sedangkan untuk pelayanan rawat inap, terdapat 10 bangsal, kamar bayi dan ICU/ICCU. B. Statistik Deskriptif 1. Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dewasa (15-65 tahun) yang terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap. Karakteristik responden berdasarkan identitas meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Karakteristik responden berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri, meliputi pengalaman dikateter sebelumnya, dukungan kehadiran keluarga, rasa takut saat pemasangan kateter dan adanya penjelasan sebelumnya dari perawat mengenai pemasangan kateter. Sedangkan karakteristik responden berdasarkan karakteristik ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan responden terdiri dari 13 item.

44 44 a. Profil Responden Berdasarkan Identitas (1) Profil Responden Berdasarkan Umur Profil responden berdasarkan umur ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1. Profil Responden Berdasarkan Umur Umur f % ,33 % ,33 % ,66 % % ,66 % Sumber : Data Primer Berdasarkan table di atas terlihat bahwa karakteritik responden berdasarkan umur, sebagian besar berumur tahun dan tahun yaitu sebanyak 7 orang atau 23,33% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang berumur tahun dan tahun yaitu sebanyak 5 orang atau 16,66% dari keseluruhan responden. Grafik 1. Jumlah dan Prosentase Terhadap Umur Responden Frekuensi Prosentase

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kateter Urin 1. Pengertian Kateter urin adalah selang yang dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urine. Kateter ini biasanya dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik

BAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini

Lebih terperinci

Oleh : Muskhab 2 ABSTRACT

Oleh : Muskhab 2 ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER URETRA DENGAN TINGKAT KECEMASAN KLIEN DI BANGSAL RAWAT INAP DEWASA KELAS III RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Oleh : Muskhab 2 ABSTRACT Background: Urinary catheterization

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian non eksperimental atau observasional yang merupakan metode penelitian secara observasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN Niken Andalasari PENGERTIAN Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006) Perubahan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis yang merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia dapat bertahan hidup. Juga menurut Maslow

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL Karya Tulis Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawataan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING DAN INTENSITAS NYERI PASIEN POST OPERASI DI RUANG RINDU B2A RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

STRATEGI KOPING DAN INTENSITAS NYERI PASIEN POST OPERASI DI RUANG RINDU B2A RSUP H. ADAM MALIK MEDAN STRATEGI KOPING DAN INTENSITAS NYERI PASIEN POST OPERASI DI RUANG RINDU B2A RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Nurhafizah* Erniyati** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU **Dosen Departemen Keperawatan Maternitas

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perawat 1. Pengertian Peran Peran pada dasarnya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti pernah mengalami nyeri itu merupakan alasan yang paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri biasanya menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus berhubungan dengan klien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Koping Nyeri 1.1 Pengertian koping Menurut Lazarus dan Folkman (1989) koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang dapat memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui standart tim kesehatan

Lebih terperinci

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING

TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976).

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dua dekade terakhir ini telah terjadi kecenderungan operasi sesar (SC) semakin diminati orang. Angka kejadian operasi sesar di Amerika Serikat meningkat dari 5,5%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.

Pengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2. BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe dari sel kanker tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe dari sel kanker tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker (Karsono, 2006). Kanker merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI HOSPITALISASI ANAK DENGAN KEMAMPUAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK PRE SCHOOL PENDERITA LEUKEMIA DI RSUD Dr.

HUBUNGAN FREKUENSI HOSPITALISASI ANAK DENGAN KEMAMPUAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK PRE SCHOOL PENDERITA LEUKEMIA DI RSUD Dr. HUBUNGAN FREKUENSI HOSPITALISASI ANAK DENGAN KEMAMPUAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK PRE SCHOOL PENDERITA LEUKEMIA DI RSUD Dr. MOEWARDI Lilis Murtutik, Wahyuni ABSTRAK Latar belakang : Leukemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Orientasi Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo yang terletak di Jalan Brigjend Sudiarto No. 347 Semarang.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERATIF SELAMA MENUNGGU JAM OPERASI ANTARA RUANG RAWAT INAP DENGAN RUANG PERSIAPAN OPERASI RUMAH SAKIT ORTOPEDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : PARYANTO J.210

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang terkadang dialami

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak usia sekolah adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan, kebersihan, gizi yang buruk ataupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Penelitian Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner data demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada kehidupannya. Pada saat anak dirawat di Rumah Sakit banyak hal yang baru dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia. Lebih dari 50% kematian disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan yang tujuan utamanya memberikan pelayanan jasa terhadap masyarakat sebagai usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan bukan saja terlepas dari penyakit, karena individu yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan bukan saja terlepas dari penyakit, karena individu yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan kondisi yang positif dalam tubuh manusia. Kesehatan bukan saja terlepas dari penyakit, karena individu yang terbebas dari penyakit mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya dimulai dengan adanya kontraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecemasan merupakan istilah yang menggambarkan keadaan khawatir dalam kehidupan sehari-hari (Dalami, 2005). Kecemasan dapat ditimbulkan dari peristiwa sehari-hari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Perkemihan 1.1. Defenisi Sistem perkemihan merupakan suatu sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah NYERI Asosiasi Internasional untuk Studi Nyeri (IASP) (2007) menyatakan nyeri yang mungkin disertai dengan sensorik dan emosional pengalaman sebagai akibat dari aktual atau potensial kerusakan jaringan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. analitik Comparative Study dengan pendekatan cross sectional.

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. analitik Comparative Study dengan pendekatan cross sectional. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif analitik Comparative Study dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan metode pendekatan cross sectional yaitu mengukur variabel bebas aktivitas olahraga dan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam jiwa menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan fenomena temuan terjadinya peningkatan penyakit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1

TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1 TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1 Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri terhadap prosedur pemasangan infus dan membandingkan antara teori yang sudah ada dengan kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan berfungsi memproduksi susu untuk nutrisi. Terletak diantara tulang iga kedua dan keenam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abnormal yang melibatkan kerusakan pada sel-sel DNA (Deoxyribonucleic Acid).

BAB I PENDAHULUAN. abnormal yang melibatkan kerusakan pada sel-sel DNA (Deoxyribonucleic Acid). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit dari sel-sel tubuh yang berkembang secara abnormal yang melibatkan kerusakan pada sel-sel DNA (Deoxyribonucleic Acid). Penyakit ini juga dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Deskriptif korelasional yaitu penelitian yang bermaksud

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Deskriptif korelasional yaitu penelitian yang bermaksud BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif non eksperimen, disain yang digunakan adalah Deskriptif korelasional yaitu penelitian yang bermaksud mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan tindakan pengobatan dengan cara membuka atau menampilkan bagian dalam tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta atau yang terkenal dengan nama Rumah Sakit Jogja adalah rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang

Lebih terperinci

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat 2 Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, penyakit jantung koroner, pembuluh darah jantung dan otot jantung.

Lebih terperinci