PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA OPERASI MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOMHOLE PRESSURE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA OPERASI MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOMHOLE PRESSURE"

Transkripsi

1 PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA OPERASI MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOMHOLE PRESSURE TUGAS AKHIR Oleh: PUTRI NUR EL AKMAL NIM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

2 PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA OPERASI MANAGED PRESSARE DRILLIN G JENIS CON STANT B OTTOMH OLE PRE S SU RE TUGAS AKHIR Oleh: PUTRI NUREL AKMAL NIM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARIANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung Disetujui oleh: Pembimbing Tugas Akhir, Dr.-Ing.Ir. Rudi Rubiandini RS

3 PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA OPERASI MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOMHOLE PRESSURE (Determination of Hydraulic Parameter in Constant Bottomhole Pressure Managed Pressure Drilling Operation) *Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB Oleh : Putri Nur El Akmal* Dr.-Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S. ** **Pembimbing / Dosen Teknik Perminyakan ITB Sari Managed Pressure Drilling (MPD) merupakan teknik pemboran yang berusaha menjaga tekanan annular lubang sumur agar tetap berada pada pressure window. MPD biasanya dilakukan pada formasi yang sulit yaitu formasi dengan pressure window yang sangat sempit, sehingga jika pemboran tetap dilakukan dengan cara konvensional (overbalanced drilling), akan mudah terjadi masalah-masalah seperti kehilangan sirkulasi (lost circulation), terjepitnya pipa (stuck pipe) dan mahalnya biaya lumpur pemboran sehingga kedalaman target tidak dapat dicapai dengan aman dan efisien. Beberapa variasi teknik MPD telah berkembang dan Constant Bottom Hole Pressure (CBHP) adalah salah satu jenis MPD yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada CBHP digunakan densitas lumpur yang lebih rendah dari tekanan pori formasi, tetapi tidak seperti pemboran underbalance, pada MPD tidak diinginkan adanya influks melainkan diinginkan kondisi pemboran slightly overbalance yaitu tekanan annulus lubang sumur hampir sama dengan tekanan pori formasi. Oleh karena itu, perlu diberikan tekanan lain sebagai pengganti tekanan dari kolom berat lumpur pemboran konvensional. Tekanan pengganti ini berupa tekanan balik (backpressure) dari penutupan choke di permukaan pada saat lumpur statik dan tekanan friksi dinamik di annulus pada saat lumpur bersirkulasi. Parameter hidrolika adalah parameter yang mempengaruhi besarnya tekanan statik dan dinamik yang terjadi di annulus. Pada paper ini dibahas metode perhitungan yang dapat digunakan untuk menentukan parameter hidrolika yang paling penting pada operasi CBHP yaitu laju pemompaan lumpur optimum saat sirkulasi dan besarnya back pressure yang harus diberikan saat lumpur statik. Dari studi ini, laju pompa optimum dapat ditentukan dengan optimasi hidrolika di bit dan akan berada diantara laju minimum lumpur untuk dapat mengangkat cutting secara efektif dan laju maksimum saat lumpur mulai turbulen atau saat formasi mulai rekah. Backpressure yang diberikan sebanding dengan besarnya tekanan friksi dinamik yang terjadi di annulus saat lumpur bersirkulasi agar tekanan di dasar lubang konstan. Kata Kunci: kehilangan tekanan, bottomhole pressure, BHP, ECD, ESD, laju pompa optimum, back pressure, densitas efektif, pengangkatan cutting. Abstract Managed Pressure Drilling (MPD) is a drilling technique which control annular pressure and attempt to keep it inside pressure window. Usually MPD is applied on rough formation, such as formation with narrow pressure window, where formation pore pressure very closed to formation fracture pressure. If conventional drilling (overbalanced drilling) is applied in this kind of formation, drilling problem such as lost circulation and stuck pipe would occur that would greatly increase drilling cost, moreover the target depth can not be safely or economically reached. Variations of MPD technique have been developed and Constant Bottom Hole Pressure (CBHP) is one of MPD variant that can mitigate that problem. In CBHP mud density lighter than Equivalent Mud Weight of pore pressure is used, but unlike underbalanced drilling, MPD doesn t want to invite influx, it wants to reach slightly overbalanced condition. Hence, surface backpressure is applied when the mud is not circulating and adequate annular friction pressure is created when the mud is circulating to compensate the conventional mud column pressure. Hydraulic parameter is parameter that would affect the annular pressure. This paper discusses calculation method to determine important hydraulic parameter in CBHP-MPD operation, optimum pump rate, and surface back pressure. From this study, optimum pump rate can be determined by optimizing bit hydraulic and it will be between minimum rate for mud to be able to transport cutting efficiently and maximum rate which can make turbulent flow or make fracture in the formation. Backpressure will be equal to annular friction pressure, to make the bottom hole pressure remain constant. Keywords: pressure window, bottom hole pressure, annular pressure loss, BHP, ECD, ESD, optimum pump rate, back pressure, effective density, cutting transport. Putri Nur El Akmal Semester /2010 1

4 I. Pendahuluan Dalam pemboran telah dikenal istilah pressure window, yaitu beda tekanan antara tekanan pori dan tekanan rekah formasi, dimana kedua tekanan tersebut merupakan batasan tekanan dalam lubang bor yang diperbolehkan terjadi selama pemboran berlangsung agar tidak terjadi masalah dalam pemboran, terutama masalah yang berkaitan dengan kestabilan lubang sumur. Jika tekanan dalam lubang bor lebih kecil dari tekanan pori formasi akan terjadi kick, yaitu masuknya fluida dari formasi ke dalam lubang bor, dan jika tekanan dalam lubang melebihi tekanan rekah formasi akan terjadi lost circulation, yaitu hilangnya lumpur ke formasi. Pemakaian fluida pemboran atau lumpur pemboran bertujuan untuk mensirkulasikan serpihan pemboran (cutting). Pada operasi pemboran secara konvensional, fluida pemboran juga digunakan untuk mengimbangi tekanan formasi yaitu dengan menggunakan lumpur berdensitas lebih besar dari densitas yang ekivalen dengan tekanan pori formasi (EMW). Kondisi ini dikenal dengan overbalanced. Kondisi ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kick selama operasi pemboran dilakukan. Pressure window yang sempit merupakan masalah dalam pemboran. Pressure window yang sempit biasa ditemukan pada formasi yang telah mengalami penurunan tekanan (depleted) atau formasi yang lebih dalam. Jika pemboran pada formasi dengan pressure window yang sempit dilakukan secara konvensional (overbalanced drilling), saat lumpur bersirkulasi, besarnya tekanan akibat sirkulasi atau Equivalent Circulating Density (ECD) akan meningkat dan dapat melebihi gradien rekah formasi sehingga akan terjadi lost circulation yang sulit ditangani. Jika densitas lumpur dikurangi sampai dibawah densitas ekivalen tekanan pori (underbalanced), saat sirkulasi dihentikan, tekanan hidrostatik akan berada dibawah tekanan pori, mengakibatkan terjadinya kick. Situasi lost dan kick ini akan meningkatkan NPT (non productive time), biaya lumpur untuk menanggulangi lost, juga resiko keselamatan personil di lapangan. Ketika berhadapan dengan situasi tersebut maka dapat digunakan metode pemboran baru yaitu Managed Pressure Drilling (MPD). Operasi MPD dilakukan untuk mengendalikan tekanan di annulus lubang bor secara lebih teliti, agar dapat memitigasi masalah-masalah dalam proses pemboran,sehingga sumur dapat dibor mencapai target dengan aman. Constant Bottom Hole Pressure (CBHP) merupakan salah satu jenis dari MPD yang mampu melakukan pemboran melewati pressure window yang sempit. Dengan CBHP, tekanan pada formasi selama pemboran, yaitu saat lumpur disirkulasikan, dijaga agar berada dalam kondisi dekat dengan tekanan pori formasi (slightly overbalance). Untuk itu digunakan densitas lumpur yang lebih rendah dari EMW. Agar tidak terjadi kick saat sirkulasi dihentikan, diberikan tekanan balik (backpressure) dengan penutupan choke di permukaan. Karena pada operasi CBHP-MPD berfokus pada tekanan yang terjadi pada formasi selama pemboran berlangsung, maka parameter hidrolika merupakan hal yang sangat diperhatikan agar dapat mencapai kondisi operasi yang optimum. Parameter hidrolika yang paling berpengaruh pada operasi CBHP-MPD, yaitu laju pemompaan lumpur, dan tekanan balik yang dibutuhkan saat statik. Tujuan dari paper ini adalah mendapatkan metode perhitungan yang dapat digunakan untuk menentukan laju pemompaan lumpur optimum dan tekanan balik (backpressure) untuk optimasi operasi CBHP MPD. II. Hidrolika Pemboran 2.1 Parameter Hidrolika dan Kehilangan Tekanan Parameter hidrolika dapat didefiniskan sebagai faktor mekanis, struktur maupun fluida yang berdampak pada pemberian tekanan pada open hole 11). Tekanan pada open hole adalah tekanan yang akan berhadapan langsung dengan tekanan formasi, yaitu tekanan pori formasi dan tekanan rekah formasi. Tekanan ini didapat dari berat kolom lumpur pada lubang bor, atau sering disebut tekanan hidrostatik lumpur. Tetapi saat pemboran berlangsung, lumpur bersirkulasi di dalam lubang dan mengalami kehilangan tekanan akibat friksi antara lumpur dengan dinding pipa atau dinding lubang atau casing di sepanjang annulus. Kehilangan tekanan ini akan dikompensasi oleh tekanan dari pompa, sehingga tekanan yang terjadi pada open hole akan menjadi kombinasi dari tekanan hidrostatik lumpur dan tekanan pompa yang dibutuhkan untuk mengatasi kehilangan tekanan sepanjang annulus. Besarnya kehilangan tekanan dapat dihitung dengan persamaan yang diturunkan secara analitis dari model reologi lumpur. Dua model reologi yang biasa digunakan adalah Bingham plastic model dan Power-law model. Yang termasuk parameter hidrolika antara lain densitas dan reologi lumpur, laju alir serta diameter Putri Nur El Akmal Semester /2010 2

5 annulus. Laju pompa menjadi hal yang sangat berpengaruh bagi hidrolika pemboran. Laju pompa minimum yang harus disediakan oleh pompa pada proses pemboran adalah laju lumpur yang dibutuhkan untuk dapat mengangkat cutting secara efektif ke permukaan. Jika laju ini tidak terpenuhi maka akan meningkatkan masalah pembersihan lubang. Namun laju juga tidak boleh terlalu tinggi, karena dapat menghasilkan kehilangan tekanan yang tinggi sehingga tekanan pada open hole dapat melebihi tekanan rekah formasi. Kemampuan pompa sendiri dibatasi oleh Horse Power maksimumnya, sehingga tekanan dan kecepatan alirnya dapat berubah-ubah seperti yang ditunjukkan dalam persamaan 9): P.Q HP = 1714 (2.1)... dimana : HP = Horse power yang diterima pompa dari mesin penggerak setelah dikalikan efisiensi mekanis dan safety, hp P = Tekanan Pemompaan, psi Q = Kecepatan alir, gpm 2.2 Pengangkatan Cutting Dalam proses pemboran, bit yang dipakai selalu menggerus batuan formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam pemboran berlangsung semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah kebersihan lubang seperti pipe sticking maka cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyaknya cutting yang terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan. Namun, lumpur dapat dikatakan mengangkat cutting secara efektif apabila konsentrasi cutting dalam lumpur dapat dijaga serendah mungkin Biasanya harga maksimum konsentrasi cutting yang diperbolehkan adalah 5%. Untuk mentranspor cutting dari lubang sumur ke permukaan dengan konsentrasi cutting dijaga pada harga tertentu dibutuhkan kecepatan lumpur minimum (minimum mud velocity). Kecepatan lumpur minimum ini akan mengimbangi kecepatan terendapnya cutting (cutting slip velocity) sehingga didapatkan kecepatan terangkatnya cutting (cutting net rise velocity). Dari harga kecepatan alir minimum ini dapat ditentukan laju sirkulasi minimum Kecepatan Cutting (Vcut) Persamaan kecepatan yang diambil dari penurunan persamaan kesetimbangan massa cutting pada Metode Larsen 3) yaitu : Massa yang dihasilkan drill bit, lbm = Massa yang ditransportasikan oleh lumpur, lbm γ cut Q inj = V cut A ann C conc-fr γ cut... (2.2) Qinj V cut =...(2.3) Aann x Cconc fr dimana : V cut = kecepatan cutting, ft/s A ann = luas area lubang annulus, ft 2 C conc-fr = fraksi konsentrasi cutting dalam annulus γ cut = densitas cutting, lbm/ft 3 Q inj = laju pelepasan cutting, ft 3 /sec Konversi dari Q inj menjadi ROP adalah : 3 ft ft 3600sec 1 ROP = Qinj...(2.4) hr 2 sec hr Ahole ft Subtitusi persamaan 2.4 ke dalam persamaan 2.3, dengan Cconc dalam persen konsentrasi, maka: ROP Vcut =...(2.5) 2 dp 36 1 Cconc dh Kecepatan Slip (Vslip) Korelasi Moore Moore menggunakan persamaan kecepatan slip untuk fluida yang statis pada kondisi rata-rata aliran selama operasi pemboran. Kecepatan slip ini dikembangkan berdasarkan Newtonian fluids 1) yaitu : Vs (2.6) Dimana: Vs = Vslip, ft/s dcut = diameter cutting, in ρ s = densitas cutting, ppg ρ f = densitas lumpur, ppg f = friction factor Korelasi ini menggunakan persamaan kehilangan tekanan di annulus model Power law dan Newtonian-fluid sehingga diperoleh apparent viscosity atau viskositas efektif untuk fluida Non- Newtonian model Power Law 5) : µ x. dimana : µ e = apparent viscosity, cp θ300 n 511 K = indeks konsistensi = ( )... (2.7) θ600 n = indeks kelakuan aliran = 3.32 log θ300 dh = diameter lubang, in dp = diameter pipa, in Vmin = kecepatan minimum, ft/min θ 600 = dial reading pada 600 rpm = dial reading pada 300 rpm θ 300 Apparent viscosity ini digunakan untuk menentukan Reynold Number dibawah ini 5) : 928 x ρf x νsl x dcut N Re =...(2.8) µe Reynold number digunakan untuk menentukan friction factor Putri Nur El Akmal Semester /2010 3

6 Untuk N Re > 300, aliran di sekitar partikel adalah fully turbulent dan friction factor nya : f = (2.9) sehingga Vslip dalam satuan ft/menit (2.10) Untuk 3 < N Re < 300 maka aliran transisi dan friction factor nya : 22 f =... (2.11) NRe sehingga Vslip dengan satuan ft/min ( ρs ρf ) dcut νs =... (2.12) ρf µe Untuk N Re 3,aliran laminar dan friction factor nya : 40 f =... (2.13) NRe sehingga Vslip dengan satuan ft/min 2 dcut vs = 4980 ( ρs ρf )... (2.14) µe Flowchart perhitungan Vslip metode Moore dapat dilihat pada gambar Kecepatan Slip (Vslip) Korelasi Rudi- Shindu Rudi dan Shindu telah mengembangkan korelasi untuk menentuan kecepatan minimum cutting untuk sumur vertikal, miring sampai horizontal. Korelasi ini merupakan pengembangan dari persamaan Moore, Larsen dan percobaan yang dilakukan Peden 4). Persamaan kecepatan slip Metode Moore (Vsv) dikoreksi terhadap parameter inklinasi, densitas lumpur dan rotary speed (RPM). Sehingga o Untuk θ 45 + m RPM Vs 2θ 3 ρ = Untuk : o θ ρ m RPM Vs = V sv V sv.. (2.15)... (2.16) Kecepatan Minimum Lumpur (Vmin) Kecepatan minimum lumpur yang diperlukan Vmin = Vslip + Vcut... (2.17) Laju Minimum Lumpur Batas laju minimum kemudian dapat ditentukan Qmin k x A annulus x Vmin... (2.18) dimana : Qmin = rate minimum, gpm k = konstanta konversi A annulus = luas area annulus, in 2 V min = kecepatan minimum, ft/m 2.3 Hidrolika Bit Agar terjadi pembersihan lubang secara optimum dan laju pemboran (ROP) dapat ditingkatkan, perlu dilakukan optimasi hidrolika di bit. Optimasi hidrolika di bit biasa dilakukan dengan cara mengoptimasi kehilangan tekanan di bit. Kehilangan tekanan di bit adalah besar tekanan yang dihabiskan untuk menumbuk batuan formasi oleh pancaran fluida di bit. Besarnya kehilangan tekanan di bit (Pb) dibatasi oleh daya pompa maksimum (HPm) dan tekanan maksimum pompa yang tersedia di permukaan (Pm). Sehingga : Pb = Pm Psurf Ppipe Pann... (2.19) dimana : Psurf = kehilangan tekanan di peralatan permukaan, Ppipe = kehilangan tekanan di pipa Pann = kehilangan tekanan di annulus. Jumlah Psurf, Ppipe dan Pann dapat disebut juga kehilangan tekanan parasitik (Pp) yaitu kehilangan tekanan akibat friksi saat bersirkulasi. Walaupun besarnya kehilangan tekanan selama sirkulasi (Pp) sebanding dengan besarnya laju alir saat pemboran, namun hubungannya tidak linear. Pp KQ... (2.20) dimana z = konstanta eksponen aliran. K=konstanta kehilangan tekanan, merepresentasikan properti lumpur dan geometri lubang. Harga z dan K yang sebenarnya didapatkan dengan melakukan tes aliran, yaitu pompa dijalankan dengan beberapa kecepatan dan dilihat tekanan yang terjadi pompa. Kemudian dibuat grafik antara Pp (Ppompa-Pb) vs Q, dimana z merupakan slope dari grafik tersebut. Biasanya data didapat dengan melakukan slow pump rate test Slow Pump Rate Test (SPRT) Dari pembacaan SPRT, dapat diketahui normal rate (Q1) dan slow rate (Q2) dari pompa. Selain itu juga, dapat diketahui tekanan pompa pada saat pemompaan normal rate Q1)dan pada saat pemompaan slow Q2) dengan menggunakan ukuran bit tertentu. Untuk menentukan kehilangan tekanan di bit digunakan persamaan 9) :...(2.21) dimana: ρ = Densitas mud Q = Laju alir, gpm An = Luas nozzle, in 2 Pb = Kehilangan tekanan di bit, psi. Putri Nur El Akmal Semester /2010 4

7 Dan P parasitik Pp = P- Pb... (2.22) Sehingga z dan K dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.23) dan (2.24) : ( P / P ) log p1 p2 Z =... (2.23) log K ( Q / Q ) 1 z p = Pp xq (2.24) Optimasi Hidrolika Bit dengan Kriteria BHHP, BHI dan JV Telah dikenal ada tiga kriteria yang dipakai untuk optimasi hidrolika, yaitu : 1. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP) Memaksimumkan daya (Horse Power) yang dipakai di bit dari Horse Power pompa yang tersedia di pemukaan.... (2.25) 2. Bit Hydraulic Impact Force (BHI) Memaksimumkan tumbukan sesaat (impact) yang diterima batuan formasi oleh pancaran lumpur dari bit (2.26) 3. Jet Velocity (JV) Memaksimumkan kecepatan pancaran lumpur dari bit (Vnozzle) (2.27) Kondisi maksimum bagi masing-masing kriteria didapat dari kehilangan tekanan di bit yang berbeda. Sehingga dari optimasi ini akan didapat laju optimum dan ukuran nozzle yang perlu digunakan. Perhitungan untuk optimasi biasanya dilakukan dengan menggunakan data SPRT. Sebelum melakukan optimasi perlu diketahui terlebih dahulu laju pompa minimum dan laju pompa maksimum yang diperbolehkan, hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa laju optimum berada pada batas-batas laju yang diperbolehkan. Laju pompa minimum didapat dari kecepatan minimum lumpur untuk mengangkat cutting. Laju pompa maksimum didapat dari kecepatan kritikal lumpur yaitu saat pola aliran lumpur mulai berubah dari laminar menjadi turbulen pada annulus lubang (open hole), karena aliran turbulen dapat menggerus lubang sumur. Langkah untuk melakukan optimasi dengan menggunakan data dari SPRT untuk masingmasing kriteria secara lengkap dapat dilihat pada referensi no 9. Flowchart perhitungan dapat dilihat pada gambar 7, 8 dan 9. III. Managed Pressure Drilling Definisi MPD oleh IADC (International Association Drilling Committee) : an adaptive drilling process used to more precisely control the annular pressure profile throughout the wellbore. The objectives of MPD are to ascertain the downhole pressure environment limits and to manage the annular hydraulic pressure profile accordingly." Dari definisi ini tekanan annular di lubang sumur dikontrol secara lebih cermat dan diatur berdasarkan batasan bagi tekanan di lubang sumur yang kita kenal dengan istilah pressure window. MPD dilakukan dengan sistem sirkulasi fluida yang tertutup dan dengan penambahan tekanan pada fluida (closed and pressurizable mud-return system), yang dilakukan untuk mengontrol tekanan dasar lubang bor (bottomhole pressure-bhp). Keuntungan MPD antara lain: - Meningkatkan pengontrolan sumur - Open hole dapat dibor lebih dalam - Letak penempatan casing dapat lebih dalam atau dapat mengurangi jumlah casing yang harus ditempatkan. - Mengurangi masalah-masalah pemboran dan NPT (non productive time) lebih sedikit - Lebih sedikit invasi mud dan cutting yang dapat merusak formasi dan mengurangi produktivitas sumur. - Dapat menghemat biaya pemboran terutama jika dilakukan di offshore. Beberapa jenis MPD yang telah berkembang antara lain: 1. Mud Cap Drilling (MCD) Dilakukan pada lubang sumur yang mengalami total lost circulation atau near total lost. Menggunakan dua jenis fluida, yaitu mud cap yang berdensitas tinggi diinjeksikan ke annulus untuk memberi tekanan hidrostatik agar tidak terjadi kick akibat kolom hidrostatik turun ketika terjadi lost, dan sacrifice fluid yang berdensitas lebih rendah sebagai fluida pemboran yang dibiarkan masuk ke dalam zona total lost bersama serpihan pemboran (cutting). 2. Dual Gradient Drilling (DGD) Pemboran dengan menggunakan dua gradient tekanan fluida. Teknik ini digunakan di offshore terutama dengan pressure window yang sempit, dimana jika digunakan satu densitas fluida saja, maka tekanan oleh fluida sepanjang kolom riser sampai ke dasar laut akan menambah kolom hidrostatik pada lubang bor,sehingga dapat merekahkan formasi yang lebih dangkal. Agar didapat gradien fluida yang lebih rendah,ke dalam riser diinjeksikan fluida atau, sedangkan di dalam lubang bor digunakan gradien lumpur Putri Nur El Akmal Semester /2010 5

8 yang lebih berat agar tetap berada di atas tekanan pori formasi. 3. Constant Bottomhole Pressure (CBHP) Digunakan pada sumur dengan pressure window yang sempit dan terjadi ECD yang tinggi jika dilakukan dengan konvensional. Menjaga agar tekanan di dasar lubang konstan saat sirkulasi maupun saat statik. 4. Continous Circulating System Merupakan suatu sistem peralatan khusus untuk melakukan penyambungan pipa (connection) tanpa harus menghentikan sirkulasi (mematikan pompa). Karena saat pompa dimatikan tekanan di lubang sumur berkurang sehingga dapat menyebabkan kick, formasi runtuh sehingga pipa terjepit, dan pada saat pompa dinyalakan lagi, tekanan dapat meningkat tajam untuk memecah mud yang menjadi gel, Tujuannya adalah untuk mempertahankan BHP konstan, terutama dan pada formasi dengan pressure window yang sempit. CCS merupakan hak paten dari National Oilwell Varco (NOV), dapat dipasang pada rig berukuran medium sampai besar yang menggunakan top drive. 3.1 Constant Bottomhole Pressure (CBHP) Pada pemboran konvensional, bottom hole pressure (BHP) saat statik dibentuk oleh berat kolom lumpur, dan saat dinamik BHP dibentuk oleh berat kolom lumpur ditambah tekanan dari pompa yang diberikan untuk mengatasi kehilangan tekanan akibat friksi di sepanjang lubang annulus (annular pressure loss APL). Pressure window biasanya dinyatakan dalam densitas (ppg) sehingga BHP dinamik dapat dikonversi menjadi Equivalent Circulating Density (ECD) dan BHP saat statik dikonversi menjadi Equivalent Static Density (ESD). Pada pemboran konvensional BHPstatik = x MW x TVD... (3.1) ESD = MW... (3.2) BHPdinamik = Tekanan hidrostatik + APL... (3.3) ECD = APL/(0.052xTVD) + MW... (3.4) Seperti terlihat pada gambar 11, karena digunakan lumpur berdensitas lebih besar dari EMW tekanan pori formasi, maka saat lumpur bersirkulasi (dinamik), semakin dalam sumur dibor APL akan naik hingga BHP akan melebihi tekanan rekah formasi. Pada CBHP-MPD digunakan lumpur pemboran berdensitas lebih rendah daripada EMW tekanan pori, sehingga saat dinamik tekanan friksi annular perlu diatur sedemikian agar BHP berada pada drilling pressure window. Sedangkan saat tidak bersirkulasi, hanya tekanan hidrostatik dari lumpur yang menentukan tekanan dasar lubang, sehingga sumur akan dalam kondisi underbalanced. Tetapi, untuk mencegah influks fluida formasi selama penyambungan pipa, harus diberikan tekanan balik dari permukaan (surface back pressure) dengan melakukan penutupan choke (gambar 12). Maka pada CBHP - MPD BHPdinamik = Tekanan hidrostatik + APL... (3.5) ECD = APL / (0.052xTVD) + MW... (3.6) BHPstatik = x MW x TVD +BackPressure (3.7) ESD = Back Pressure/(0.052xTVD) +MW... (3.8) Keuntungan Teknik CBHP adalah BHP dijaga sedekat mungkin dengan tekanan pori formasi dibandingkan dengan pemboran konvensional sehingga lost circulation dapat dicegah, dan pengurangan overbalance ini dapat meningkatkan ROP. Cara yang umum dilakukan agar BHP konstan adalah dengan mengatur tekanan di annulus, ECD dan ESD berada di tengah-tengah pressure window terutama pada bagian openhole, agar saat dinamik tidak terjadi underbalance dan saat statik penambahan backpressure tidak memecah formasi pada casing shoe. Tetapi pada kasus pressure window yang sangat sempit, akan lebih baik digunakan BHP bervariasi, dengan mempertimbangkan tekanan di sepanjang seksi openhole, tidak hanya di dasar lubang. Sehingga perlu dipahami bahwa konstan itu relatif. Pada konteks CBHP, konstan yang dimaksud adalah mempertahankan BHP di dalam pressure window, sesuai dengan tujuan awal MPD. Untuk itu, dibutuhkan pemodelan hidrolika dan pembuatan profil tekanan pada saat pemboran maupun saat lumpur statik (ECD dan ESD), dan dipastikan agar ECD dan ESD di dalam pressure window. 3.2 Parameter Hidrolika yang Penting pada Operasi CBHP-MPD Operasi MPD biasanya dilakukan jika diketahui akan terjadi masalah dalam pemboran, seperti sempitnya pressure window, karena pressure window yang sempit ini biasa ditemukan pada reservoir yang dalam, maka konfigurasi lubang sumur biasanya telah ditentukan. Densitas lumpur dapat ditentukan yaitu yang lebih rendah dari tekanan pori. Sehingga, parameter yang perlu sangat diperhatikan selanjutnya adalah desain laju sirkulasi lumpur. Laju Lumpur saat Sirkulasi Laju pompa yang optimum perlu ditentukan agar operasi CBHP dapat berjalan tanpa masalah. Jika laju pompa tidak cukup, ECD tidak dapat melebihi EMW formasi sehingga kondisi sumur akan menjadi underbalanced dan kick dapat terjadi. Selain itu walaupun ECD dapat melampaui EMW Putri Nur El Akmal Semester /2010 6

9 formasi, namun jika laju tidak cukup untuk mengangkat cutting, juga akan meningkatkan masalah pembersihan lubang. Sedangkan jika laju terlalu tinggi mengakibatkan kehilangan tekanan akibat friksi yang tinggi sehingga lost circulation dapat terjadi. Oleh karena itu pada operasi CBHP- MPD perlu ditentukan batas-batas laju yang diperbolehkan. Batas laju minimum adalah laju lumpur yang dapat mengangkat cutting secara efektif agar tidak menimbulkan masalah kebersihan lubang. Karena pada operasi ini digunakan lumpur berdensitas yang lebih rendah dari EMW tekanan pori, maka laju minimum ini juga perlu dipastikan dapat menghasilkan ECD lumpur yang lebih besar daripada EMW tekanan pori terbesar pada seksi open hole, agar kondisi slightly overbalance dapat tercapai. Sedangkan batas maksimum adalah laju sirkulasi yang dapat menghasilkan ECD lumpur yang sama dengan gradien rekah formasi. Back Pressure saat Statik Pada saat statik, back pressure di permukaan harus diberikan pada jumlah yang relatif sama dengan kehilangan tekanan di annulus (circulating annulus friction pressure drop) yang terjadi saat sirkulasi. Cara manual untuk memberikan back pressure pada saat penyambungan pipa adalah choke ditutup dan sumur di shut-in sampai kecepatan pompa perlahan-lahan mati. Saat laju pompa turun maka back pressure harus naik untuk mengimbangi. Begitu pula saat pompa akan dinyalakan kembali untuk melakukan pemboran, perlahan lahan back pressure diturunkan hingga laju sirkulasi yang dituju. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kick saat pompa dimatikan dulu sebelum diberikan back pressure ataupun terjadi loss saat diberikan backpressure sementara pompa belum dimatikan. Langkah untuk mematikan pompa : 1) Kurangi bukaan choke (tutup) sampai annular pressure tercapai kemudian 2) Kurangi kecepatan pompa yang sesuai dengan annular pressure tersebut. 3) Tutup lagi choke sampai annular pressure tercapai seimbang pada saat pompa mati Langkah untuk menyalakan pompa : 1) Atur kecepatan awal pompa, kemudian buka choke sampai annular pressure tertentu yang seimbang dgn kecepatan tersebut 2) Kecepatan pompa dinaikkan, imbangi dengan membuka choke,ulangi sampai laju sirkulasi yang diinginkan. Sebagai acuan untuk mematikan atau menyalakan pompa pada saat peralihan dari pemboran ke penyambungan pipa atau sebaliknya, perlu dibuat pump schedule atau jadwal laju pompa dan tekanan choke yang perlu diberikan. Contoh pump schedule dan pembuatannya dapat dilihat pada lampiran. IV. Metodologi Penentuan Parameter Hidrolika CBHP- MPD 4.1 Penentuan Laju Pompa Optimum Pada paper SPE/IADC , Sometimes Neglected Hydraulic Parameter of Underbalanced and Managed Pressure Drilling, Stone menggunakan cara memplot kurva BHP terhadap laju pompa untuk mendapatkan laju pemompaan optimum pada operasi CBHP. Harga laju pompa optimum adalah laju alir yang tersambung dengan BHP minimum 10). Harga laju alir ini dipilih karena jika laju dibawah laju optimum akan menyebabkan masalah pembersihan lubang (cutting terakumulasi di annulus), sehingga BHP akan membesar dan jika laju di atas laju optimum akan menyebabkan kehilangan tekanan akibat friksi dinamik membesar, yang juga akan meningkatkan BHP. Tetapi seperti telah dijelaskan bahwa tujuan dari CBHP adalah agar tekanan yang terjadi di annulus berada pada pressure window, maka selama masih berada pada batas-batas laju yang diperbolehkan, pada prinsipnya laju pompa masih dapat dikatakan optimum dan tidak harus selalu laju yang menghasilkan BHP mínimum seperti yang dinyatakan Stone. Sehingga pembuatan plot ini nantinya hanya akan digunakan untuk menentukan batas-batas laju yang diperbolehkan tersebut. Untuk pembuatan plot ini maka perlu dihitung terlebih dahulu harga BHP untuk beberapa harga laju alir, dimana harga BHP dibentuk oleh tekanan hidrostatik dan kehilangan tekanan akibat friksi di annulus Perhitungan Kehilangan Tekanan di Annulus (APL Annular Pressure Loss) Persamaan kehilangan tekanan yang umum digunakan pada proses pemboran diturunkan secara analitis berdasarkan model reologi lumpur pemboran digunakan. Model reologi untuk fluida Non-Newtonian yang umum dipakai di dunia pemboran adalah model Bingham plastic, Power Law dan Herschel-Bulkley (Yield Power Law). Oleh karena itu, besarnya kehilangan tekanan akan sangat bergantung pada model reologi yang dipilih. Menurut Moore, model reologi Power Law lebih akurat merepresentasikan kelakuan lumpur pemboran daripada representasi Bingham plastic 5), sehingga pada penentuan kehilangan tekanan ini digunakan model Power Law. Prosedur penentuan kehilangan tekanan di annulus (Annular pressure loss- APL) dengan model Power Law dapat dilihat pada flowchart di gambar Perhitungan Tekanan Hidrostatik Densitas merupakan pembentuk utama tekanan hidrostatik. Akumulasi cutting di annulus Putri Nur El Akmal Semester /2010 7

10 yang terbentuk saat pemboran dilakukan dapat meningkatkan densitas, yang berakibat meningkatkan BHP. Maka perlu dihitung densitas lumpur yang memasukkan konsentrasi cutting di dalamnya sebagai pembentuk tekanan hidrostatik, densitas ini dinamakan densitas efektif. Langkah perhitungan tekanan hidrostatik adalah sebagai berikut : 1. Hitung Kecepatan Lumpur Rata-Rata ( Average Velocity) Average Velocity (AV) adalah kecepatan lumpur rata-rata yang dihasilkan berdasarkan laju pompa yang digunakan. AV menggantikan Vmin pada penentuan viskositas apparent untuk menentukan Vslip. V...(4.1) dimana : AV = kecepatan lumpur rata-rata, ft/min Q = laju alir pompa yang diujikan,gpm = kapasitas annular rata-rata, gal/ft = 2. Hitung Viskositas apparent menggunakan persamaan (2.7), harga Vmin diganti dengan AV. 3. Hitung Kecepatan Pengendapan Cutting (Vslip) a. Pertama anggap aliran lumpur adalah laminar. Harga Vslip laminar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Moore untuk aliran transisi (2.12), tidak menggunakan persamaan (2.14) karena Reynold number lebih kecil dari tiga (N RE < 3) jarang sekali ditemukan. b. Hitung N RE dengan input harga Vslip yang telah dihitung. c. Jika N RE < 300, maka Vslip hitungan dapat dipakai. Tetapi jika N RE > 300, maka aliran turbulen, Vslip harus dihitung dengan persamaan (2.10). d. Vslip kemudian dikalikan faktor koreksi terhadap inklinasi, densitas, dan RPM berdasarkan persamaan metode Vslip Rudi- Shindu (persamaan 2.15, 2.16). 4. Hitung Kecepatan Cutting terangkat (Vcut) Vcut = AV-Vsl... (4.2) 5. Konsentrasi cutting (%) didapat dengan mengubah rumus ( 2.9) menjadi berikut Cconc... (4.3) 6. Dengan memasukkan konsentrasi cutting didapatkan harga densitas lumpur efektif ρ ρ x ρ x 1...(4.4) 7. Hitung Tekanan Hidrostatik Phidrostatik = ρ e x x TVD... (4.5) Perhitungan BHP dan ECD Harga BHP dinamik dapat ditentukan BHP dinamik = ρ e x x TVD + AP... (4.6). ρ... (4.7) Secara lengkap perhitungan BHP dan ECD dapat dilakukan mengikuti flowchart di gambar Penentuan Laju Optimum dan Ukuran Nozzle Bit dengan Optimasi Hidrolika di Bit Setelah didapat batas-batas laju yang diperbolehkan, maka dapat ditentukan laju optimum, yaitu dengan mengoptimasi berdasarkan kriteria BHHP,BHI atau JV. Data hasil slow pump rate test digunakan untuk mendapatkan z dan K yang digunakan untuk optimasi Hidrolika di bit berdasarkan masing-masing kriteria. Jika data slow pump rate test tidak ada, maka kehilangan tekanan di bit dihitung dari kehilangan tekanan di seluruh sistem selain di bit (Pparasitik). Untuk itu kehilangan tekanan pada peralatan permukaan, kehilangan tekanan di dalam pipa dan kehilangan tekanan di dalam annulus harus dihitung terlebih dahulu menggunakan rumus kehilangan tekanan yang diturunkan dari model reologi lumpur. Laju pompa optimum bagi masing-masing kriteria adalah dimana parameter mencapai nilai maksimumnya. Cara yang dapat digunakan untuk menentukan laju optimum pada satu kriteria tertentu ialah dengan membandingkan parameter dari kriteria tersebut yang dihasilkan dari dua laju pompa yang berbeda. Laju pompa yang dibandingkan tentunya harus berada pada batasbatas laju pompa yang diperbolehkan. Berikut adalah langkah yang dapat dilakukan : Mulai dengan Q1 = Qmin Tentukan Q2 yang lebih besar dari Q1 sebagai laju pembanding, dimana Q2 = Qmin+ Q Kemudian untuk masing-masing harga Q lakukan langkah berikut : 1. Hitung kehilangan tekanan pada peralatan permukaan, dengan persamaan berikut 7) : Psurf E x ρ. x Q. x PV.... (4.8) Dengan E adalah koefisien loss tertentu berdasarkan tipe peralatan permukaan yang Putri Nur El Akmal Semester /2010 8

11 dipakai (dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 4). 2. Hitung kehilangan tekanan di dalam pipa, Ppipe dengan persamaan pipe pressure loss dengan metode Power Law dengan flowchart gambar Hitung daya pompa yang terpakai di permukaan dengan persamaan HPs... (4.9) 4. Tentukan tekanan pompa di permukaan Jika HPs < Hpmax maka gunakan kondisi tekanan maksimum,sehingga Ps = Pmaks... (4.10) Jika HPs > Hpmax maka gunakan kondisi daya HP maksimum Ps =...(4.11) 5. Hitung Tekanan Pompa yang dipakai oleh bit... (4.12) 6. Hitung luas nozzle (An) dengan memodifikasi persamaan (2.31) menjadi 2 ρ. Q A n =...(4.13) Pb 7. Pilih kriteria yang digunakan untuk optimasi hidrolika di bit, kemudian tentukan parameter untuk masing-masing kriteria a. Kriteria BHHP Hitung parameter BHHP dari masingmasing Q dengan persamaan (2.25 ) b. Kriteria BHI Hitung parameter BHI dari masingmasing Q dengan persamaan (2.26) c. Kriteria Jet velocity Hitung parameter JV dari masingmasing Q dengan persamaan (2.27) Bandingkan parameter kriteria yang dihasilkan dari Q1 dan dari Q2. Parameter dari Q1 harus lebih besar daripada parameter untuk Q2. Jika tidak, Ulangi langkah perhitungan 1-7 dan bandingkan laju lainnya dengan mengganti nilai Q1 dan Q2. Nilai Q1 diganti menjadi Q2 dan nilai Q2 menjadi Q pembanding selanjutnya yang lebih besar dari Q2 Sebelum iterasi dilanjutkan pastikan Q1 tidak melebihi laju maksimum. Jika laju optimum melebihi laju maksimum, maka gunakan laju optimum langsung ditentukan sebagai laju optimum. Iterasi dilakukan hingga dicapai parameter dari Q1 lebih besar daripada parameter dari Q2, maka Qoptimum = Q1. Dengan demikian, laju optimum adalah laju dimana parameter mencapai harga maksimum. 1 2 Dari nilai laju optimum, tentukan luas area nozzle dengan persamaan (4.13). Keseluruhan cara diatas dapat dilihat pada flowchart gambar 6. Ukuran nozzle dapat diperkirakan dengan persamaan dn4096 x...(4.14) dimana dn = ukuran nozzle, 1/32 inch An = luas area total nozzle, in 2 N= jumlah nozzle yang digunakan Kemudian gunakan hasil dari persamaan ini untuk mendapat kombinasi nozzle yang sesuai, yaitu dengan mencoba memasukkan ukuran-ukuran nozzle ke dalam persamaan ini, sampai didapat luas total nozzle yang sesuai dengan atau mendekati luas total nozzle yang telah dihitung π d = 1 d + 2 d + 3 d + + N An x.. (4.15) Penentuan Ukuran Nozzle Bit dengan Cara Grafik Cara Grafik dapat digunakan untuk menentukan ukuran nozzle bit yang harus digunakan, jika kita ingin menggunakan laju pompa tertentu yang besarnya berada pada kisaran laju pompa yang diperbolehkan (antara Qmin dan Qmaks). Untuk membuat grafik ini perhitungan harus dilakukan untuk semua kriteria optimasi (BHHP, BHI dan JV). Grafik dibuat dengan memplot hasil laju optimum (Q optimum) terhadap luas area nozzle (An) yang telah dihitung dengan tiga kriteria tersebut. Kemudian dua titik kriteria yang berdekatan pada plot tersebut dihubungkan dengan garis linier. Contoh plot Q vs An dapat dilihat pada gambar 10. Berdasarkan laju pompa yang dipilih, tarik garis horizontal hingga bertemu garis linier yang menghubungkan antar kriteria, kemudian tarik gars vertikal sehingga didapatkan harga total area nozzle yang sesuai. Dari total area nozzle tersebut dapat diperkirakan ukuran nozzle yang sesuai bergantung jumlah nozzle yang akan dipakai dengan menggunakan persamaan (4.14) atau (4.15). Plot tersebut juga dapat kita pakai sebaliknya, yaitu untuk menentukan laju pompa yang harus digunakan jika ada ukuran nozzle tertentu yang ingin kita gunakan. Caranya tarik garis vertikal dari total area nozzle yang kita gunakan hingga bertemu Putri Nur El Akmal Semester /2010 9

12 garis linier yang menghubungkan antar kriteria, kemudian tarik garis horizontal sehingga didapatkan harga laju optimum yang sesuai. 4.3 Penentuan Back Pressure (Tekanan Choke di Permukaan) Untuk menjaga agar BHP selama making connection tetap sama seperti selama membor, total kenaikan tekanan choke saat pompa mati harus sama dengan total kehilangan tekanan akibat friksi di annular ditambah total berat cutting di annulus atau sama dengan selisih antara ECD dengan densitas lumpur efektif kemudian dikonversi menjadi tekanan. 4.4 Pembuatan Profil Tekanan di Annulus Profil tekanan menggambarkan distribusi tekanan di annulus pada tiap kedalaman saat pemboran dilakukan sampai kedalaman tertentu. Profil dibuat dengan memplot besar EMW, gradient rekah, dan tekanan lumpur di lubang (ECD atau ESD) pada tiap kedalaman tertentu (MD tertentu). Profil tekanan di annulus digunakan untuk memastikan tekanan saat sirkulasi dan saat statik (ECD dan ESD) pada bagian openhole tetap berada pada drilling window. V. STUDI KASUS Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penentuan laju pompa optimum dan tekanan balik (back pressure), maka akan diberikan suatu studi kasus. 5.1 Data yang digunakan Dalam studi kasus ini, data yang diberikan merupakan data hipotetik, artinya data dibuat sendiri oleh penulis. Sumur X yang ditinjau adalah sumur vertikal. Operasi CBHP-MPD dilakukan pada interval open hole setelah casing terakhir yang berukuran 8 5/8 inci OD, yaitu pada kedalaman 12,000 feet sampai kedalaman 13,290 feet. Interval yang akan dibor memiliki tekanan pori formasi terbesar 11,710 psi pada kedalaman 13,290 ft atau EMW sebesar ppg dan tekanan rekah formasi terkecil 10,858 psi pada kedalaman di bawah kaki casing (12,000 ft) atau gradient rekah sebesar 17.4 ppg, sehingga pressure window dapat dikatakan cukup sempit, margin hanya 0.36 ppg. Tekanan rekah formasi pada kedalaman target sebesar 12,150 psi atau gradient rekah sebesar ppg. Data yang diasumsikan adalah ROP maksimum dan kecepatan putar (rotary speed) maksimum yang terjadi saat pemboran sebesar 120 ft/jam dan 80 rpm, dan daya maksimum serta tekanan maksimum pompa sebesar 1200 HP dan 4000 psi. Peralatan permukaan menggunakan tipe 1. Data yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3,4 dan 5. Pressure window dapat dilihat pada gambar 13 dan konfigurasi sumur pada gambar 14. Dapat dilihat pada gambar pressure window, seharusnya setelah casing di ft dipasang lagi casing kira-kira pada kedalaman ft, sebelum pemboran dilanjutkan menuju kedalaman target. Tetapi pada kasus ini, casing tersebut akan dieliminasi dan dilakukan operasi CBHP dengan penggunaan densitas lumpur yang lebih rendah dari EMW pori terbesar. Perhitungan pada penentuan parameter hidrolika pada paper ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel. Program juga digunakan untuk membuat profil tekanan di annulus. 5.2 Hasil dan Pembahasan Daerah Operasi CBHP-MPD Tekanan di dasar sumur (BHP) yang terjadi akibat laju sirkulasi lumpur dihitung untuk tiap-tiap harga laju pompa yang diberikan. Hasil perhitungan (tabel 6) kemudian diplot. Plot BHP dan konsentrasi cutting terhadap laju sirkulasi pompa seperti pada gambar 15 digunakan untuk menentukan batas-batas laju yang diperbolehkan untuk digunakan pada operasi CBHP-MPD. Untuk menentukan daerah operasi CBHP-MPD pertimbangan berdasarkan batas atas dan batas bawah laju pemompaan yang mempengaruhi harga BHP. Batas bawah laju adalah harga Qmin yang didapatkan dari harga Vmin. Perhitungan Vmin dilakukan dengan mencari Vslip terlebih dahulu menggunakan korelasi Rudi-shindu. Harga laju minimum yang didapat adalah sebesar 132 gpm. Harga ini merupakan harga minimum agar konsentrasi cutting dalam lubang tetap terjaga sebesar 5 persen. Dapat dilihat pada grafik di gambar 16, bahwa dari hasil perhitungan, besar laju tersebut sama dengan harga laju yang didapatkan dengan memasukkan konsentrasi cutting sebesar 5% ke dalam grafik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, laju minimum juga harus menghasilkan tekanan yang lebih besar daripada tekanan pori formasi agar kondisi slightly overbalance tercapai. Harga BHP laju minimum tersebut adalah 11,756 psi, lebih besar dari tekanan pori formasi 11,710 psi. Batas atas laju lumpur didapat dari kecepatan lumpur kritis (Vcritical) yang telah dihitung pada prosedur perhitungan kehilangan tekanan. Vcritical adalah kecepatan lumpur saat aliran lumpur mulai berubah menjadi turbulen. Aliran turbulen pada annulus dapat mengerosi lubang juga mud cake yang terbentuk di dinding lubang. Tetapi batas laju pompa yang harus diantisipasi adalah laju yang mengakibatkan ECD melebihi harga gradien rekah formasi. Sehingga batas atas laju pompa harus Putri Nur El Akmal Semester /

13 dipilih harga yang terendah dari Qcritical atau Q yang menyebabkan formasi rekah. Hasil perhitungan Qcritical pada seksi annulus antara lubang dan drillpipe sebesar 259 gpm sedangkan Q yang mengakibatkan formasi rekah adalah 450 gpm. Sehingga batas atas laju pompa adalah 259 gpm. Dengan demikian maka daerah operasional CBHP-MPD saat sirkulasi antara 132 gpm dan 259 gpm, yaitu area yang diarsir pada gambar 17. ECD pada laju minimum adalah ppg, dan ECD pada laju kritis adalah ppg, sehingga operasi CBHP MPD berada pada pressure window Laju Optimum dan Ukuran Nozzle Bit Karena tidak diketahui data slow pump rate test maka estimasi ukuran nozzle bit dilakukan menggunakan flowchart gambar 6. Hasil Perhitungan laju pompa optimum dan ukuran nozzle untuk masing-masing kriteria dapat dilihat pada tabel berikut Untuk kriteria JV laju optimum adalah sebesar laju minimum, sedangkan untuk kriteria BHHP laju optimum sebesar 247 gpm, dan untuk kriteria BHI laju optimum adalah sebesar laju maksimum. Tabel 1 Hasil Optimasi Hidrolika JV BHHP BHI Q optimum gpm Pparasitic psi Pbit psi Pump HHP HP BHHP HP %HHP % BHI lbf Total Flow Area (TFA atau An) in2 Nozzle Velocity (JV) fpm Nozzle Diameter /32 in Back Pressure di Permukaan Margin antara EMW tekanan pori dengan densitas lumpur yang digunakan adalah sebesar 0.24 ppg ( ppg). Dari estimasi 166 psi ekivalen dengan 0.24 ppg pada kedalaman ft. Tetapi karena adanya konsentrasi cutting di annulus yang terbentuk saat pemboran, maka margin tersebut menjadi lebih kecil, bergantung densitas efektif yang terjadi saat pemboran. Jika saat membor digunakan laju minimum 132 gpm, densitas efektif yang dihasilkan sebesar ppg, maka saat making connection margin tersebut menjadi 0.12 ppg ( ppg), yang ekivalen dengan tekanan 83 psi. Sehingga harga ini merupakan back pressure minimal agar equivalent static density (ESD) seimbang dengan EMW tekanan pori. Agar tercapai kondisi BHP konstan, yaitu BHP statik sama dengan BHP dinamik, diperlukan besarnya back pressure yang dapat mengimbangi ECD, sehingga margin yang diperhitungkan adalah antara ECD dengan densitas lumpur efektif. Saat laju pompa minimum (132 gpm) digunakan, ECD di dasar lubang sebesar ppg. Margin antara ECD dengan densitas lumpur efektif sebesar 0.19 ppg ( ppg) yang setara dengan 131 psi. Maka back pressure yang diperlukan agar tekanan di dasar sumur (BHP) saat statik sama dengan saat sirkulasi sebesar 131 psi. Harga ini sebanding dengan APL yang terjadi saat lumpur bersirkulasi. Gambar 17 menunjukkan profil distribusi tekanan sepanjang annulus saat lumpur disirkulasikan dengan laju pompa optimum 132 gpm, saat pemboran dilakukan sampai kedalaman akhir (13290 ft) dan saat diberikan back pressure 131 psi saat sirkulasi berhenti. Kurva berwarna hijau merupakan EMW tekanan pori dan kurva berwarna merah adalah gradien rekah. ECD di dasar lubang sebesar ppg dan di kaki casing ppg. Tekanan di dasar lubang saat statik dan dinamik sama, yaitu sebesar psi. Saat laju pompa optimum untuk kriteria BHHP (247 gpm) digunakan, back pressure yang perlu diberikan sebesar 228 psi. Profil tekanan di annulus dapat dilihat pada Gambar 18. ECD di dasar lubang sebesar ppg dan di kaki casing ppg. Tekanan di dasar lubang saat statik dan dinamik sama, yaitu sebesar psi. Saat laju pompa optimum untuk kriteria BHI (259 gpm) digunakan, back pressure yang dibutuhkan sebesar 242 psi. Profil tekanan annulus pada Gambar 19. ECD di dasar lubang sebesar ppg dan di kaki casing ppg. Tekanan di dasar lubang saat statik dan dinamik sama, yaitu sebesar psi. Dari ketiga kriteria tersebut, semakin rendah laju pompa, akan semakin kecil backpressure yang dibutuhkan. Back pressure maksimum yang dapat diberikan tergantung pressure rating dari choke. Dapat dilihat pada gambar 5.7, 5.9 dan 5.11, garis ESD yang terbentuk saat diberikan backpressure menunjukkan bahwa ESD pada kedalaman yang lebih rendah justru semakin besar. Oleh karena itu pada pemberian backpressure perlu diantisipasi ESD yang terjadi di kaki casing. ESD di kaki casing tidak boleh sama dengan atau lebih besar dari gradien rekah formasi di kaki casing karena Putri Nur El Akmal Semester /

14 dapat merekahkan kaki casing. Besar back pressure yang harus diantisipasi tersebut sama dengan tekanan maksimum yang boleh diberikan di permukaan atau dikenal dengan istilah Maximum Allowable Surface Pressure (MASP). MASP = x TVDshoe x(gfshoe MWefektif) = x x ( ) = psi Sehingga pada kasus ini, pemberian back pressure harus dibawah 361 psi. Perlu juga untuk dipastikan bahwa casing yang digunakan dapat menahan tekanan yang akan diberikan di permukaan. Kesimpulan 1. Daerah operasional Managed Pressure Drilling teknik Constant Bottomhole Pressure (CBHP-MPD) dibatasi oleh tekanan pori formasi, tekanan rekah formasi, stabilitas lubang sumur dan kecepatan minimum lumpur untuk pengangkatan cutting pada saat sirkulasi. 2. Laju sirkulasi yang diperbolehkan sama dengan atau lebih besar dari laju minimum, dan dibatasi oleh laju alir kritis saat pola aliran di annulus openhole mulai turbulen. 3. Penentuan batas-batas laju sirkulasi untuk operasi CBHP dapat dilakukan dengan memplot grafik BHP dan konsentrasi cutting dari beberapa harga Q. 4. Pada harga ROP yang sama, laju sirkulasi di bawah laju minimum akan meningkatkan tekanan dasar sumur (bottomhole pressure- BHP) karena meningkatnya densitas lumpur akibat akumulasi cutting di annulus. 5. Densitas lumpur efektif tidak dapat diabaikan dalam perhitungan BHP. 6. Laju optimum dan ukuran nozzle bit yang perlu digunakan dapat ditentukan dengan melakukan optimasi hidrolika di bit, dengan kriteria BHHP, BHI atau JV. 7. Back pressure yang diberikan saat penyambungan pipa, diusahakan untuk membuat BHP saat penyambungan pipa sama dengan BHP saat pemboran, yaitu sebanding dengan kehilangan tekanan di annulus saat bersirkulasi (Annular Pressure Loss atau APL). Sehingga besar back pressure yang diberikan juga akan bergantung laju sirkulasi yang digunakan. Semakin rendah laju pompa, akan semakin kecil backpressure yang dibutuhkan. 8. Back pressure yang diberikan tidak boleh menghasilkan Equivalent Static Density (ESD) yang melebihi gradien rekah di casing shoe. Besar back pressure maksimum yang diperbolehkan sebesar Maximum Allowable Surface Pressure (MASP). 9. Operasi CBHP pada sumur X, laju yang diperbolehkan adalah minimum 132 gpm dan maksimum 259 gpm. Laju optimum yang didapat dari optimasi hidrolika di bit untuk kriteria JV sama dengan laju minimum 132 gpm, untuk kriteria BHHP sebesar 247 gpm, dan kriteria BHI sama dengan laju maksimum 259 psi. 10. Backpressure yang perlu diberikan pada saat statik, setelah membor lubang sampai kedalaman target sumur X, dengan laju 132 gpm adalah sebesar 131 psi. Dengan laju 247 gpm sebesar 228 psi, dan dengan laju maksimum 259 gpm sebesar 242 psi. 11. Operasi CBHP pada sumur X dapat mengurangi jumlah casing yang perlu dipasang sebelum mencapai kedalaman target. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr.-Ing. Rudi Rubiandini R.S selaku pembimbing atas nasihat dan ide-ide yang diberikan juga kepada teman-teman PATRA Tugas akhir ini juga penulis berikan untuk mama, papa, kakak-kakak tercinta, terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu diberikan. Daftar Simbol A ann = luas area lubang annulus, ft 2 A hole = luas area lubang, ft 2 A pipe = luas area pipa, ft 2 APL = Annular Pressure Loss, psi AV = kecepatan annular lumpur, ft/min C conc = konsentrasi cutting, % C conc-fr = fraksi konsentrasi cutting dh = diameter lubang, in dcut = diameter cutting, in dopt = diameter nozzle optimum dp = diameter pipa, in = gradien kehilangan tekanan annulus, psi/ft = gradien kehilangan tekanan di pipa, psi/ft ECD = Equivalent Circulating Density, ppg EMW = Equivalent Mud Weight,ppg Et = efisiensi transport cutting % ESD = equivalent static density, ppg ID = diameter dalam,in K = indeks konsistensi MD = Meassure Depth, ft MASP= Maximum Allowable Surface Pressure, psi MW = densitas lumpur, ppg n = indeks kelakuan aliran NRe = reynold number OD = diameter luar, in Pa = kehilangan tekanan di annulus, psi Pb = kehilangan tekanan di bit, psi Pp = tekanan parasitik,psi PPL = Pipe Pressure Loss, psi Ps = kehilangan tekanan peralatan permukaan, psi Pmax = tekanan maksimum pompa, psi PV = viskositas plastik, cp Putri Nur El Akmal Semester /

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER

Lebih terperinci

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS DUAL GRADIENT DRILLING TUGAS AKHIR Oleh: JURYANTO TANDEPADANG NIM 122 06 096 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR Oleh: ARIAN DITO PRATAMA NIM 12206062 Diajukan sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (Lanjutan)

DAFTAR ISI (Lanjutan) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... IV HALAMAN PERSEMBAHAN.... V KATA PENGANTAR... VI RINGKASAN...VIII DAFTAR ISI... IX DAFTAR GAMBAR...XIII DAFTAR TABEL... XV DAFTAR LAMPIRAN... XVI BAB

Lebih terperinci

OPTIMASI HIDROLIKA PADA PENGGUNAAN DOWN HOLE MUD MOTOR (DHMM) DENGAN KONSEP MINIMUM ANNULAR VELOCITY UNTUK PEMBORAN SUMUR-SUMUR BERARAH

OPTIMASI HIDROLIKA PADA PENGGUNAAN DOWN HOLE MUD MOTOR (DHMM) DENGAN KONSEP MINIMUM ANNULAR VELOCITY UNTUK PEMBORAN SUMUR-SUMUR BERARAH PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 001 OPTIMASI HIDROLIKA PADA PENGGUNAAN DOWN HOLE MUD MOTOR (DHMM) DENGAN KONSEP MINIMUM ANNULAR VELOCITY UNTUK PEMBORAN SUMUR-SUMUR BERARAH

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong Hendri Kurniantoro, Mu min Prijono Tamsil Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Perencanaan casing merupakan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN PROGRAM HIDROLIKA PADA SUMUR EKSPLORASI F DI LAPANGAN M

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN PROGRAM HIDROLIKA PADA SUMUR EKSPLORASI F DI LAPANGAN M PERENCANAAN PROGRAM HIDROLIKA PADA SUMUR EKSPLORASI F DI LAPANGAN M Firman Nashir Ahmad, Abdul Hamid, Samsol Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak Salah satu tantangan dalam pemboran

Lebih terperinci

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y Ryan Raharja, Faisal E.Yazid, Abdul Hamid Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Pada operasi pemboran

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 4 No. 2 Februari 2012

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 4 No. 2 Februari 2012 ANALISA PERBANDINGAN PENGUKURAN TEKANAN ANNULUS TEORI DAN LANGSUNG PADA PROSES PENGEBORAN MINYAK BUMI Khairul Muhajir 1, Sugijarto Prawiro Sentono 2, Esa Taufik 3 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin, Institut Sains

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN...vii RINGKASAN...viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR TABEL...xv

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER

EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER Mohamad Egy Hilmy, Abdul Hamid Abstrak Pada pemboran sumur panas bumi,tujuan utama yang

Lebih terperinci

digunakan. Selain itu, vibrasi dapat dikurangi dengan mengatur drilling parameter. Pendahuluan

digunakan. Selain itu, vibrasi dapat dikurangi dengan mengatur drilling parameter. Pendahuluan Pendahuluan Salah satu permasalahan pemboran yang terjadi pada sumur X-1 ini adalah pemboran pada zona total lost circulation. Zona ini terletak pada formasi Limestone B dan didominasi oleh limestone yang

Lebih terperinci

ANALISA PRESSURE DROP DALAM INSTALASI PIPA PT.PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA DENGAN PENDEKATAN BINGHAM PLASTIC

ANALISA PRESSURE DROP DALAM INSTALASI PIPA PT.PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA DENGAN PENDEKATAN BINGHAM PLASTIC Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi ANALISA PRESSURE DROP DALAM INSTALASI PIPA PT.PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA DENGAN PENDEKATAN BINGHAM PLASTIC *Eflita Yohana,

Lebih terperinci

Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K

Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K Riviani Kusumawardani, Bambang Kustono, Kris Pudyastuti Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstract Well N is

Lebih terperinci

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid EVALUASI HILANG SIRKULASI PADA SUMUR M LAPANGAN B AKIBAT BEDA BESAR TEKANAN HIDROSTATIS LUMPUR DENGAN TEKANAN DASAR LUBANG SUMUR Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid Teknik Perminyakan-FTKE, Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii

Lebih terperinci

EVALUASI PENGANGKATAN SERBUK BOR PADA PEMBORAN UNDERBALANCED TRAYEK 12-1/4 DAN TRAYEK 9-7/8 DI SUMUR X LAPANGAN Y SKRIPSI

EVALUASI PENGANGKATAN SERBUK BOR PADA PEMBORAN UNDERBALANCED TRAYEK 12-1/4 DAN TRAYEK 9-7/8 DI SUMUR X LAPANGAN Y SKRIPSI EVALUASI PENGANGKATAN SERBUK BOR PADA PEMBORAN UNDERBALANCED TRAYEK 12-1/4 DAN TRAYEK 9-7/8 DI SUMUR X LAPANGAN Y SKRIPSI Oleh ; TRI NUGROHO 113 102 009 PROGRAM STUDI PERMINYAKAN FAKUTAS TEKNOLOGI MINERAL

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI DAN OPTIMASI PERENCANAAN CASING PADA OPERASI PEMBORAN SUMUR X-9, PRABUMULIH PT. PERTAMINA EP Feldy Noviandy Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

BAB IV TEKANAN FORMASI

BAB IV TEKANAN FORMASI Petroskill BAB IV TEKANAN FORMASI Pori-pori formasi yang di bor memiliki tekanan yang disebut dengan tekanan formasi (Formation Pressure). Pada perencanaan dan pelaksanaan operasi pemboran, tekanan formasi

Lebih terperinci

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc.

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc. Teknik Pemboran Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc. TEKNIK PEMBORAN Mengenal operasi pemboran dalam dunia minyak dan gas bumi Mengenal 5 komponen peralatan pemboran dunia minyak dan gas bumi, yaitu : Power

Lebih terperinci

Optimasi Hidrolika Sumur X Lapangan Bunyu Kalimantan Timur dengan Metode Bit Hydraulic Impact

Optimasi Hidrolika Sumur X Lapangan Bunyu Kalimantan Timur dengan Metode Bit Hydraulic Impact Jurnal Mekanika dan Sistem Termal, Vol. 1(3), Desember 016 :87-91 Jurnal Mekanika dan Sistem Termal (JMST) Journal homepage: http://e-journal.janabadra.ac.id/index.php/jmst Optimasi Hidrolika Sumur X Lapangan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PERENCANAAN CASING PEMBORAN SECARA TEKNIS DAN EKONOMIS PADA SUMUR NP 03-X DI LAPANGAN NP PERTAMINA UTC Abstrak Novi Pahlamalidie Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Email: novipahlamalidie@yahoo.com

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT. ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT. PERTAMINA UTC Kevin Editha Jodi, Mulia Ginting, Widya Petroleum Dept. Trisakti University Abstrak Pada operasi pemboran sumur K lapangan

Lebih terperinci

FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT

FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT Rudi Rubiandini R.S., Tumpal Ebenhaezar

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI EVALUASI PIPA BOR TERJEPT PADA SUMUR KIRANA LAPANGAN BUMI 2014-1 Yopy Agung Prabowo, Widrajdat Aboekasan Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Operasi pemboran yang dilakukan tidak selalu

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN AERATED DRILLING PANASBUMI PADA SUMUR BETA 2 STAR ENERGY GEOTHERMAL WAYANG WINDU SKRIPSI

EVALUASI PENERAPAN AERATED DRILLING PANASBUMI PADA SUMUR BETA 2 STAR ENERGY GEOTHERMAL WAYANG WINDU SKRIPSI EVALUASI PENERAPAN AERATED DRILLING PANASBUMI PADA SUMUR BETA 2 STAR ENERGY GEOTHERMAL WAYANG WINDU SKRIPSI Oleh : ERAWAN MELISANO 113040140/TM PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

Lebih terperinci

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM

PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN FT DENGAN DEBIT 500 GPM PERANCANGAN POMPA TORAK 3 SILINDER UNTUK INJEKSI LUMPUR KEDALAMAN 10000 FT DENGAN DEBIT 500 GPM Setiadi 2110106002 Tugas Akhir Pembimbing Prof. Dr. Ir. I Made Arya Djoni, M.Sc Latar Belakang Duplex double

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) B-197

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) B-197 JURNL SINS DN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) B-197 Perancangan Pompa Torak 3 Silinder untuk Injeksi Lumpur Kedalaman 10000 FT dengan Debit 500 GPM (Studi Kasus Sumur Pemboran

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23 EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23 Syandi Putra, Widradjat Aboekasan Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak Dalam upaya meningkatkan perolehan

Lebih terperinci

Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah

Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah TUJUAN Memahami cara Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah dengan Metode D eksponen 1 1. Pendahuluan 1.1. Deteksi Tekanan Pori Formasi Berbagai metoda

Lebih terperinci

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO Marinna Ayudinni Nakasa Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi E-mail: marinnaayud@gmail.com

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PENYEMENAN LINER 7 INCH PADA LAPANGAN ASMARA SUMUR CINTA - 5

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PENYEMENAN LINER 7 INCH PADA LAPANGAN ASMARA SUMUR CINTA - 5 EVALUASI PENYEMENAN LINER 7 INCH PADA LAPANGAN ASMARA SUMUR CINTA - 5 Riska Azkia Muharram Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Email :riskaazkiamuharram@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Data Tujuan dari optimasi ESP dengan cara mengubah Pump Size adalah untuk mengoptimalkan laju alir produksi sesuai dengan kemampuan sumur. Penentuan laju

Lebih terperinci

OPTIMISASI INJEKSI LUMPUR PADA PENGEBORAN MINYAK DI PT. TRANSOCEAN INDONESIA

OPTIMISASI INJEKSI LUMPUR PADA PENGEBORAN MINYAK DI PT. TRANSOCEAN INDONESIA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR - TF 141581 OPTIMISASI INJEKSI LUMPUR PADA PENGEBORAN MINYAK DI PT. TRANSOCEAN INDONESIA KUKUH GHARYTA NRP.2412100093 Dosen Pembimbing Hendra Cordova, ST, MT Ir. Matradji, MKom

Lebih terperinci

Trajektori Sumur ERD- Horizontal ERD-Horizontal Well trajectori

Trajektori Sumur ERD- Horizontal ERD-Horizontal Well trajectori Trajektori Sumur ERD- Horizontal ERD-Horizontal Well trajectori Oleh: Hasan Jamil Sari ERD adalah sebuah trajektori pengeboran dimana Horizontal displacement minimum dua kali lebih besar dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN

PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN PERANCANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DINGIN DARI TANGKI ATAS MENUJU HOTEL PADA THE ARYA DUTA HOTEL MEDAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HATOP

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PENGGUNAAN LUMPUR PEMBORAN PADA FORMASI GUMAI SHALE SUMUR K-13, S-14 DAN Y-6 TRAYEK 12 ¼ CNOOC SES Ltd. Abstrak Fadillah Widiatna, Bayu Satyawira, Ali Sundja Program Studi Teknik Perminyakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation dan kick sering terjadi saat pemboran dilakukan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 di Lapangan MRFP

Lebih terperinci

OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PADA SUMUR X PERTAMINA D.O. HULU JAWA BAGIAN TIMUR

OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PADA SUMUR X PERTAMINA D.O. HULU JAWA BAGIAN TIMUR OPTIMASI HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN PADA SUMUR X PERTAMINA D.O. HULU JAWA BAGIAN TIMUR PROPOSAL TUGAS AKHIR Oleh : I MADE DWI SURYADINATA 11301001/ TM JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii

Lebih terperinci

ANALISIS PRESSURE WINDOW UNTUK PENGOPERASIAN AERATED DILLING TERHADAP GHEOTERMAL

ANALISIS PRESSURE WINDOW UNTUK PENGOPERASIAN AERATED DILLING TERHADAP GHEOTERMAL Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS PRESSURE WINDOW UNTUK PENGOPERASIAN AERATED DILLING TERHADAP GHEOTERMAL Rial Dwi Martasari,

Lebih terperinci

Penerapan Casing Directional Drilling Pada Sumur-X untuk Mengurangi Biaya Operasional dan Masalah Pemboran

Penerapan Casing Directional Drilling Pada Sumur-X untuk Mengurangi Biaya Operasional dan Masalah Pemboran Penerapan Casing Directional Drilling Pada Sumur-X untuk Mengurangi Biaya Operasional dan Masalah Pemboran Oleh : Tengku Fauzi Ikhsan* Prof. Dr. Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S** Sari Sumur-X yang menjadi

Lebih terperinci

Kelas TentangActivity Kelas BantuanActivity BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran...

Kelas TentangActivity Kelas BantuanActivity BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran... ABSTRAK Well Kick adalah peristiwa masuknya fluida formasi (air, minyak, atau gas) menuju lubang bor. Apabila kick ini tidak bisa dikontrol atau tidak bisa ditanggulangi, akan mengakibatkan fluida formasi

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI MASALAH KEHILANGAN LUMPUR PADA SUMUR X-1 DI LAPANGAN PANGKALAN SUSU PT. PERTAMINA EP-ASSET 1 Bhakti Haryanto Atmojo, Mulia Ginting, P.Simorangkir Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI

STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI STUDI LABORATORIUM PEMILIHAN ADDITIF PENSTABIL SHALE DI DALAM SISTEM LUMPUR KCL-POLIMER PADA TEMPERATUR TINGGI Zakky, Bayu Satyawira, Samsol Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

1. Reservoir berada di bawah perkotaan, lalu lintas yang ramai, tempat-tempat bersejarah ataupun lahan perkebunan (pertanian).

1. Reservoir berada di bawah perkotaan, lalu lintas yang ramai, tempat-tempat bersejarah ataupun lahan perkebunan (pertanian). Pemboran berarah (directional drilling) adalah metode pemboran yang mengarahkan lubang bor menurut suatu lintasan tertentu ke sebuah titik target yang terletak tidak vertikal di bawah mulut sumur. Untuk

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL... i. KATA PENGANTAR... iv. RINGKASAN... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN...

HALAMAN JUDUL... i. KATA PENGANTAR... iv. RINGKASAN... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN SURAT KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi

Lebih terperinci

Prediksi Pore Pressure Menggunakan Metode D-Exponent Dan Eaton Sonic Log

Prediksi Pore Pressure Menggunakan Metode D-Exponent Dan Eaton Sonic Log Vol. 1, No.1, 2017, p. 28-35 Prediksi Pore Pressure Menggunakan Metode D-Exponent Dan Eaton Sonic Log P.Subiatmono 1a, Avianto Kabul Pratiknyo 1b dan Dicky Dingkaputra 1c 1a,b,c Jurusan Teknik Perminyakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN AERATED DRILLING PADA TRAYEK LUBANG BOR 9-7/8 DAN TRAYEK LUBANG BOR 7-7/8 SUMUR X-3 PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY ULUBELU SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN AERATED DRILLING PADA TRAYEK LUBANG BOR 9-7/8 DAN TRAYEK LUBANG BOR 7-7/8 SUMUR X-3 PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY ULUBELU SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN AERATED DRILLING PADA TRAYEK PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY ULUBELU SKRIPSI Oleh : SIMON EDUARD ADERIO SIREGAR 113.120.067/ TM JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi

Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi DAFTAR PUSTAKA EVALUASI PENGGUNAAN SISTEM LUMPUR SYNTHETIC OIL BASE MUD DAN KCL POLYMER PADA PEMBORAN SUMUR X LAPANGAN Y Abdul Hamid, Apriandi Rizkina Rangga

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. 1. Pada pengukuran densitas lumpur terjadi penurunan nilai densitas yang di

BAB VI KESIMPULAN. 1. Pada pengukuran densitas lumpur terjadi penurunan nilai densitas yang di BAB VI KESIMPULAN Bedasarkan percobaan untuk mengetahui pengaruh temperatur tinggi terhadap sifat rheologi lumpur surfaktan maka dapat diambil kesimpulan bebagai berikut : 1. Pada pengukuran densitas lumpur

Lebih terperinci

APLIKASI UNTUK ANALISA METODE PENANGGULANGAN WELL KICK

APLIKASI UNTUK ANALISA METODE PENANGGULANGAN WELL KICK APLIKASI UNTUK ANALISA METODE PENANGGULANGAN WELL KICK Herry Sofyan, Rega Dian Naralia Sari 1,2,3) Jurusan Teknik Informatika UPN "Veteran" Yogyakarta Jl. Babarsari no 2 Tambakbayan 55281 Yogyakarta Telp

Lebih terperinci

Kata Kunci Lumpur pemboran, pompa sirkulasi, pompa torak.

Kata Kunci Lumpur pemboran, pompa sirkulasi, pompa torak. 1 Perancangan Pompa Torak 3 Silinder Untuk Injeksi Lumpur Kedalaman 10000 FT dengan Debit 500 GPM (Studi Kasus Sumur Pemboran Pertamina Hulu Energi - West Madura Offshore) Setiadi, I Made Arya Djoni, dan

Lebih terperinci

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN Untuk memperoleh keyakinan terhadap model yang akan digunakan dalam simulasi untuk menggunakan metode metode analisa uji sumur injeksi seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SUMUR

BAB II TINJAUAN UMUM SUMUR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK.

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK. STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK Oleh : Pradirga Grahadiwin* Ir. Lilik Zabidi, MS** Cahaya

Lebih terperinci

HERMIKA DIAN LISTIANI

HERMIKA DIAN LISTIANI STUDI LABORATORIUM EFEK PENAMBAHAN ADDITIVE XCD-POLYMER, SPERSENE, RESINEX DAN DRISPAC TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR BERBAHAN DASAR AIR PADA TEMPERATUR SAMPAI 150 0 C SKRIPSI HERMIKA DIAN LISTIANI 113060036

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law PENGUKURAN VISKOSITAS RINI YULIANINGSIH Review Viskositas Newtonian Non Newtonian Power Law yz = 0 + k( yz ) n Model Herschel-Bulkley ( yz ) 0.5 = ( 0 ) 0.5 + k( yz ) 0.5 Model Casson Persamaan power law

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c.

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c. L1 LAMPIRAN 1 KUISIONER 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c. Kurang menarik 2. Bagaimana penyajian materi dalam perangkat ajar

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN Oleh: EDI SETIAWAN NIM. 1102405 Dosen Mata Kuliah: Mulya Gusman, S.T, M.T PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN PADA PIPA MINYAK BERSIFAT PARAFFINIC WAX DARI LAPANGAN X (STUDI LABORATURIUM DAN SIMULASI)

ANALISIS PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN PADA PIPA MINYAK BERSIFAT PARAFFINIC WAX DARI LAPANGAN X (STUDI LABORATURIUM DAN SIMULASI) ANALISIS PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN PADA PIPA MINYAK BERSIFAT PARAFFINIC WAX DARI LAPANGAN X (STUDI LABORATURIUM DAN SIMULASI) TUGAS AKHIR Oleh: YVAN CHRISTIAN NIM 12205010 Diajukan sebagai

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM NODAL DALAM METODE ARTICIAL LIFT

ANALISA SISTEM NODAL DALAM METODE ARTICIAL LIFT ANALISA SISTEM NODAL DALAM METODE ARTICIAL LIFT Oleh: *)Ganjar Hermadi ABSTRAK Dalam industri migas khususnya bidang teknik produksi, analisa sistem nodal merupakan salah satu metode yang paling sering

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT. EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT. PERTAMINA EP Kalfin Ramanda Situmorang, Bayu Satiyawira, Ali Sundja, Program Studi Teknik Perminyakan,Universitas Trisakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah berkaitan dengan kondisi sistem pengeboran yang telah berkembang di dunia, khususnya penggunaan fluida dalam industri minyak

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT Ferianto Frans Wibowo Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi Universitas Trisakti E-mail :feri.ffw@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B

ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B ANALISA PENENTUAN OPEN END PADA PELAKSANAAN SQUEEZE CEMENTING DI ZONA POROUS SUMUR A LAPANGAN B Rexnord Samuel Simanungkalit Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

Optimasi Hidrolika Lumpur Pemboran Menggunakan Api Modified Power Law Pada Hole 8 ½ Sumur X Lapangan Mir

Optimasi Hidrolika Lumpur Pemboran Menggunakan Api Modified Power Law Pada Hole 8 ½ Sumur X Lapangan Mir ISSN 540-935 JEEE Vol. 4 No. Novrianti, Musryidah, Ramadhan Otimasi Hidrolika Lumur Pemboran Menggunakan Ai Modified Power Law Pada Hole 8 ½ Sumur X Laangan Mir Novrianti 1, Mursyidah 1, M. Iqbal Ramadhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram alir Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengumpulan Data Data Reservoir (Pwf,Ps,Pb) Data Produksi (Qt, Qo, Qw, WC, GOR, SG, ºAPI) Perhitungan Qmax dan Qopt dari IPR Aktual Evaluasi ESP

Lebih terperinci

Menghitung Pressure Drop

Menghitung Pressure Drop Menghitung Pressure Drop Jika di dalam sebuah pipa berdiameter dan panjang tertentu mengalir air dengan kecepatan tertentu maka tekanan air yang keluar dari pipa dan debit serta laju aliran massanya bisa

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1)

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) TUGAS AKHIR OPTIMASI POMPA ELECTRIC SUBMERSIBLE (ESP) DENGAN UP-SIZE PUMP UNTUK MENINGKATKAN LAJU ALIR PRODUKSI PADA SUMUR CINTA C-14 DI LAPANGAN CNOOC SES Ltd Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata

Lebih terperinci

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014 KOLABORASI GEOLOGI DAN REKAYASA PEMBORAN MENGHADAPI ZONA TEKANAN ABNORMAL DI LADANG GAS ARUN, SUMATRA UTARA Oleh : R. M. RizaAtmadibrata Konsultan Geologi Abstrak Terjadinya tekanan abnormal di daerah

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS No Standar Guru (SKG) Inti Guru Guru Mata Indikator Pencapaian (IPK) 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Optimalisasi Sistem Sirkulasi Menggunakan Metoda Trial and Error Pada Perhitungan Diameter Liner Pompa Dalam Kegiatan Reparasi Sumur PGD 12 Rig PEP#10, Pt.

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PENGGUNAAN OIL BASE MUD SMOOTH FLUID (SF 05) TERHADAP FORMASI SHALE PADA SUMUR B DI LAPANGAN R Bonita Riany, Abdul Hamid, Listiana Satiawati Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... HALAMAN PENGESAHAN.... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.... HALAMAN PERSEMBAHAN.... KATA PENGANTAR.... RINGKASAN.... DAFTAR ISI.... viii DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR TABEL....

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN PEMBORAN DENGAN METODE UNDERBALANCED DRILLING

BAB V PERENCANAAN PEMBORAN DENGAN METODE UNDERBALANCED DRILLING BAB V PERENCANAAN PEMBORAN DENGAN METODE UNDERBALANCED DRILLING 5.1. Konsep Metoda Underbalanced Drilling Underbalanced drilling (UBD) telah mulai digunakan pada tahun 50-an dan memberikan lebih banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Irigasi Curah Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu metode pemberian air yang dilakukan dengan menyemprotkan air ke udara kemudian jatuh

Lebih terperinci

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2017

Laboratorium Geologi Minyak dan Gas Bumi 2017 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Operasi pemboran merupakan proses kelanjutan dari eksplorasi untuk menginformasikan ada tidaknya kandungan minyak atau gas bumi di dalam suatu lapisan di bawah permukaan.

Lebih terperinci

Total skin factor, s d : damage skin. s c+θ : skin karena partial completion dan slanted well. s p : skin karena perforation

Total skin factor, s d : damage skin. s c+θ : skin karena partial completion dan slanted well. s p : skin karena perforation Total skin factor, s d : damage skin s c+θ : skin karena partial completion dan slanted well s p : skin karena perforation s pseudo : skin karena perubahan fasa dan rate 1. skin due to formation damage,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD

BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN PT PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv KATA PENGANTAR...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS Berdasarkan pemodelan aliran, telah diketahui bahwa penutupan LCV sebesar 3% mengakibatkan perubahan kondisi aliran. Kondisi yang paling penting untuk dicermati adalah

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA 4. PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan pipa spiral dan pipa bulat ½ in, didapatkan data mentah berupa perbedaan tekanan manometer

Lebih terperinci

CEMENTING DESIGN FOR CASING 7 INCH WITH DUAL STAGE CEMENTING METHOD IN PT. PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA SUMBAGSEL AREA, PRABUMULIH

CEMENTING DESIGN FOR CASING 7 INCH WITH DUAL STAGE CEMENTING METHOD IN PT. PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA SUMBAGSEL AREA, PRABUMULIH PERENCANAAN PENYEMENAN CASING 7 INCH DENGAN METODE DUAL STAGE CEMENTING PADA SUMUR NR-X LAPANGAN LIMAU DI PT.PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA AREA SUMBAGSEL, PRABUMULIH CEMENTING DESIGN FOR CASING

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur pemboran. Analisis geomekanika

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews 2 yang menggunakan prosedur

Lebih terperinci

Sistem Sumur Dual Gas Lift

Sistem Sumur Dual Gas Lift Bab 2 Sistem Sumur Dual Gas Lift 2.1 Metode Pengangkatan Buatan (Artificial Lift Penurunan tekanan reservoir akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur minyak, serta menurunkan laju produksi sumur.

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL Varian Erwansa, Faisal E Yazid, Abdul Hamid Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Email: varian_lab@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 4. Asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan permasalahan pada penelitian ini adalah:

BAB 1. PENDAHULUAN 4. Asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan permasalahan pada penelitian ini adalah: Bab 1 Pendahuluan Pada saat produksi awal suatu sumur minyak, fluida dapat mengalir secara natural dari dasar sumur ke wellhead atau kepala sumur. Seiring dengan meningkatnya produksi dan waktu operasi,

Lebih terperinci

ALIRAN MELEWATI MEDIA BERPORI

ALIRAN MELEWATI MEDIA BERPORI ALIRAN MELEWATI MEDIA BERPORI Sub-chapters 12.1. Fluid friction in porous media 12.2. Two-fluid cocurrent flowing porous media 12.3. Countercurrent flow in porous media 12.4. Simple filter theory 12.5.

Lebih terperinci

Rizal Fakhri, , Sem1 2007/2008 1

Rizal Fakhri, , Sem1 2007/2008 1 SUATU ANALISA KINERJA GAS LIFT PADA SUMUR MIRING DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR Gas lift Performance Analysis In Inclined Well Using Simulator Oleh: Rizal Fakhri* Sari Adanya kemiringan pada suatu sumur

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH TEMPERATUR TINGGI SETELAH HOT ROLLER TERHADAP RHEOLOGI LUMPUR SARALINE 200 PADA BERBAGAI KOMPOSISI Ardhy Agung Abdul Hamid, Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstract In the

Lebih terperinci

DESAIN CASING PADA SUMUR BERARAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN FRIKSI. Oleh Marcel* Prof. Dr.-Ing. Ir.Rudi Rubiandini R. S.**

DESAIN CASING PADA SUMUR BERARAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN FRIKSI. Oleh Marcel* Prof. Dr.-Ing. Ir.Rudi Rubiandini R. S.** DESAIN CASING PADA SUMUR BERARAH DENGAN MEMPERHITUNGKAN FRIKSI Oleh Marcel* Prof. Dr.-Ing. Ir.Rudi Rubiandini R. S.** Sari Desain casing pada pemboran berarah berbeda dari pemboran sumur vertikal, meskipun

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI KCL DAN NACL TERHADAP SIFAT FISIK LUMPUR POLIMER PAPH DI DALAM TEMPERATUR TINGGI SETELAH ROLLER OVEN Frijani Fajri AL Lail, Bayu Satiyawira Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G Bagus Ichwan Martha, Lilik Zabidi, Listiana Satiawati Abstrak Semen pemboran

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN KARAKTERISTIK RESERVOIR, KERUSAKAN FORMASI, DAN DELIVERABILITAS GAS PADA SUMUR AST-1

ANALISA PENENTUAN KARAKTERISTIK RESERVOIR, KERUSAKAN FORMASI, DAN DELIVERABILITAS GAS PADA SUMUR AST-1 Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 ANALISA PENENTUAN KARAKTERISTIK RESERVOIR, KERUSAKAN FORMASI, DAN DELIVERABILITAS GAS PADA SUMUR AST-1 Muh.

Lebih terperinci

Oleh : Fadli Satrio Fadjri* Prof. Dr. Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S.

Oleh : Fadli Satrio Fadjri* Prof. Dr. Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S. STUDI KELAYAKAN PEMBORAN BERARAH UNTUK PEMINDAHAN WELLHEAD DI LAPANGAN MILIK PT ADARO FEASIBILITY STUDY OF DIRECTIONAL DRILLING OPERATION FOR WELLHEAD RELOCATION ON PT ADARO S OILFIED Oleh : Fadli Satrio

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Perencanaan Ulang Sumur Gas Lift pada Sumur X

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Perencanaan Ulang Sumur Gas Lift pada Sumur X Perencanaan Ulang Sumur Gas Lift pada Sumur X Amanu Pinandito, Sisworini, Sisworini, Djunaedi Agus Wibowo Abstrak Sumur X yang sudah beroperasi sejak 2004 merupakan sumur yang menggunakan gas lift sejak

Lebih terperinci