BAB II KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB II KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 2.1 Kondisi Regional Gambaran Umum Bandung dan Sekitarnya Daerah Bandung dan sekitarnya merupakan suatu dataran yang dikelilingi pegunungan. Secara morfologi daerah Bandung ini lebih merupakan suatu cekungan dari pada suatu dataran tinggi. Ketinggian dataran di cekungan Bandung ini berkisar antara 620 dan 750 mdpl, sedangkan pegunungan yang mengelilinginya banyak diatas 2000 mdpl. Pada daerah penelitian ketinggian dataran mencapai kurang lebih 1200 mdpl. Cekungan Bandung ini dikelilingi oleh badan gunung api sekarang, antara lain komplek Tangkubanparahu di sebelah Utara, komplek Patuha Malabar di sebelah Selatan, Gunung Manglayang di sebelah Timur dan disebelah Barat cekungan ini dibatasi pegunungan lipatan dari lapisan gamping tersier. Ditengah-tengahnya mengalir sungai Citarum sebagai sungai utama yang membelah cekungan ini. Cekungan Bandung secara administratif masuk kedalam Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Daerah Penelitian Gambar 2. 1 Peta Daerah Bandung dan Sekitarnya ( 25

3 2.1.2 Geologi Regional Geomorfologi Berdasarkan Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB 2006 (Budi B), Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi beberapa satuan morfologi berdasarkan kondisi genetisnya. Satuan dataran danau Bandung; Satuan kerucut gunung api melingkari cekungan di Utara, Timur, dan Selatan; Satuan pematang homoklin membentuk perbukitan Rajamandala dan menutup cekungan Bandung di sebelah Barat, dan satuan dataran danau terdapat beberapa bukit terpisah satu sama lain seperti di Selatan Cimahi, satuan ini disebut satuan perbukitan terisolasi. Satuan Dataran Danau Bandung Satuan dataran danau Bandung cukup luas dan datar, memanjang Barat Timur. Merupakan dataran endapan danau Bandung purba yang mengering ratusan ribu tahun yang lalu. Diairi banyak sungai, hanya bagian tertentu merupakan dataran banjir. Sungai utama dataran ini adalah sungai Citarum yang juga merupakan sungai utama cekungan Bandung. Sungai Citarum ini membelah dataran danau, dengan demikian sumbu sungai ini terletak pada titik terendah cekungan Bandung. Didalam satuan ini termasuk pula dataran kipas aluvial, menempati seperlima dataran danau. Sudut lereng berkisar antara 0,5 sampai 2 %. Kipas alluvial ini menyebar kira-kira dari Cimahi Dago sebagai batas Utara hingga Cicahuem dan Buahbatu. Satuan Kerucut Gunung Api Merupakan pagar mengelilingi dataran danau, yang terdiri dari badan gunung api kuarter. Di Utara berjajaran gunungapi Burangrang, Tangkubanparahu, Bukittunggul, Canggak, Manglayang; di Timur terdapat beberapa kerucut gunung api kecil antara lain Mandalawangi, Mandalagiri, Gandapura; di Selatan dataran danau berjajaran gunungapi Malabar, Patuha, dan sebagainya. Yang masih 26

4 menunjukan gejala aktivitas magma adalah Tangkubanparahu dan Patuha, sedangkan yang lainnya boleh dikatakan mati. Sudut lereng rata-rata berkisar sekitar 30-40%. Banyak dari kerucut gunungapi tersebut nisbi tua dan lambungnya banyak tertoreh sungai secara dalam, sehingga banyak dijumpai lembah dengan tebing terjal bersudut besar, tidak jarang yang memiliki sudut lereng lebih dari 70%. Hal ini dapat dilihat pada lereng gunung Burangrang, Bukittunggul, Canggak, Manglayang, Malabar. Dengan demikian kerucut tersayat lembah terjal tersebut menunjukan potensi longsor dari tanah di tempat tersebut. Kearah satuan daratan danau, kerucut gunungapi melandai membentuk kaki gunungapi. Kemiringan lahannya berkisar anara 5-15%. Dari kerucut gunungapi ini bermunculan mata air. Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum hulu, Cisangkuy, Ciwidey, dan sebagainya dari pegunungan di Selatan dataran danau. Semua sungai yang tersebut diatas akan masuk ke sungai Citarum, yang membelah dataran danau Bandung di titik terendah dari cekungan Bandung. Satuan Pematang Homoklin Satuan ini merupakan perbukitan yang membentuk perbukitan Rajamandala Padalarang. Memanjang sepanjang Timur Timurlaut Baratdaya, berada di dinding Barat cekungan. Disini pula terdapat celah air Citarum. Ketinggian berkisar antara mdpl. Pematang homoklin ini menunjukan lereng Utara yang lebih terjal dari pada lereng Selatannya. Lereng Selatan ini merupakan lereng kemiringan lapisan pembentuknya. Sungai Citarum menerobos daerah ini di Selatan Rajamandala. Batuan pembentuknya adalah berbagai batuan sedimen marin tersier dari berbagai 27

5 formasi, antara lain batugamping dan batulempung Formasi Rajamandala, batupasir graywacke dan batulempung formasi Citarum, serta breksi gunungapi. Batuan ini pada umumnya miring ke Selatan. Satuan Perbukitan Terisolasi Satuan perbukitan terisolasi bermunculan di dalam satuan dataran danau. Dimana muncul terpisah satu sama lain atau berkelompok menjadi jajaran perbukitan. Bukit ini terdapat di Selatan Cimahi dan Dayeuhkolot, berketinggian antara meter. Antara lain G. Bohong (878 m), G. Panganten, G. Jatinunggak, G. Padakasih (946 m), G.Silacau (866 m), G.Geulis, dan sebagainya. Umumnya terdiri dari batuan sedimen gunungapi kasar, lava, dan atau intrusi batuan intermedier, seperti Andesit, Dasit. Gambar 2. 2 Peta Morfologi Cekungan Bandung (Dam, 1994 dalam Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006) 28

6 Statigrafi dan Sedimentasi Menurut Hartono dan Koesoemadinata,1981, statigrafi dan sedimentasi daerah Bandung dapat dibagi menjadi: Formasi Cikapundung Secara umum litologinya terdiri atas konglomerat gunung api, breksi gunung api, tuf dan sisipan aliran lava andesit. Berdasarkan susunan statigrafi regional, formasi ini berada secara selaras diatas formasi tambakan. Ketebalan formasi Cikapundung berdasarkan selidikan gaya berat, diketahui ketebalannya adalah m (Kridoharto,1978). Sebarannya pada permukaan adalah pada bukit Utara Dago, dari sekitar sungai Cikapundung kearah Gunung Manglayang. Formasi Cikapundung berumur lebih muda atau paling tidak sama dengan Plistosin bawah, dimana menurut van Bemmelen (1949) formasi ini berumur plistosen tengah. Formasi Cibeureum Secara Umum formasi ini terdiri dari breksi gunung api dan Tufa. Batas bawah formasi Cibeureum dicirikan dengan dijumpainya lapisan tipis konglomerat gunungapi yang menutupi lempung gunungapi karbonan berwarna coklat tuahitam, dengan disertai oleh meningginya radioaktivitas. Hubungan dengan formasi Cikapundung yang berada dibawahnya adalah selaras. Ketebalan formasi Cibeureum berkisar antara m. Dari pengamatan serta studi regional, formasi ini memiilki sebaran membentuk suatu kipas, dengan sumbernya G.Tangkuban perahu (van Bemmelen, 1934). Umur formasi ini berkisar antara plistosen atas Holosen. Formasi Kosambi Litologinya terdiri dari batulempung gunungapi, batulanau gunungapi, dan batupasir gunungapi. Batas dengan formasi dibawahnya; dicirikan dengan mulai terdapatnya tuf-breksi dan mulai menghilangnya lapisan batulempung gunungapi. 29

7 Ketebalan formasi ini diperkirakan sebesar 0 80 m. Menurut Silatongga, ketebalannya adalah meter. Sebarannya meluas ke Selatan, merupakan dataran bekas danau. Formasi ini diperkirakan berumur Holosen. Formasi Cikidang Secara umum, formasi ini terdiri dari batuan leleran lava basal, konglomerat gunungapi, tuf kasar dan breksi gunungapi. Formasi ini terletak secara selaras di atas formasi Cibeureum yang berumur plistosen atas-holosen. Struktur sedimen yang dapat dijumpai pada formasi ini memperlihatkan, bahwa formasi ini belum terkena oleh proses tektonik. Dari segi litologinya dijumpai bahwa konsolidasinya masih nisbi rendah, sehingga dapat ditaksirkan sebagai endapan berumur muda. Umur formasi ini diperkirakan adalah Holosen. Tabel 2. 1 Kolom Statigrafi Daerah Bandung dan Sekitarnya Umur Satuan Statigrafi Tebal (m) Keterangan Endapan Sungai ± 5 Bahan lepas tidak terkonsolidasi, berukuran lempung sampai bongkah Bidang erosi Holosen Formasi Cikidang 0-65 Lava basal berstruktur kekar kolom, konglomerat gunungapi, tuf kasar berlapis sejajar dan breksi gunungapi yang kadang-kadang berwarna coklat tua 30

8 Plistosen Atas Formasi Kosambi 0-80 Batulempung gunungapi, batulanau gunungapi dan batupasir gunungapi, setempat dijumpai struktur perlapisan sejajar dan silang-siur Formasi Cibeureum Perulangan urut-urutan breksitufa, fragmen skoria andesit basal dan batuapung Bidang erosi Plistosen Bawah Formasi Cikapundung ± Konglomerat gunungapi, breksi gunungapi, tufa dan sisipan lava andesit. Umumnya berwarna lebih terang dari formasi lainnya, fragmen piroksen-andesit (Hartono dan Koesoemadinata, 1981) Sejarah Geologi Geologi daerah Bandung merupakan gejala sejarah geologi sangat resen dan semua peristiwanya masih dapat diukur dengan ribuan tahun, sehingga sangat erat hubungannya dengan sejarah manusia purbakala. Hubungan antara peristiwa geologi ini dengan sasakala sangkuriang sudah sangat dikenal. Salah satu yang terbukti secara geologi, adalah terbentuknya danau Bandung dalam seketika, untuk kemudian mengering kembali; dan bahwa pada saat itu telah ada manusia yang bermukim di sekitar Danau Bandung ini. Pemulihan kembali atau rekonstruksi danau Bandung dapat dilihat dari gambar dibawah ini. 31

9 Gambar 2. 3 Danau Bandung Purba (Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006) Tabel 2. 2 Sejarah Geologi Bandung dan Sekitarnya Zaman Waktu Peristiwa Awal miosen Pertengahan miosen Akhir miosen ± juta tahun yang lalu ± 25 juta tahun yang lalu ± juta tahun yang lalu Seluruh Pulau Jawa berada di bawah laut. Daratan hanya berada di sebelah Utara Laut Jawa Muncul gunung berapi yang berada disebelah Selatan pengalengan Pantai Utara Pulau Jawa (embrio) masih dekat Pengalengan, dataran tinggi Bandung masih dibawah laut Pliosen ± 14-2 Juta tahun yang lalu Terjadi proses pengangkatan dan perlipatan endapan laut di jalur Bandung, pantai pindah 32

10 ke Utara Gunung Tangkubanparahu sekarang. Awal Plestosen Holosen ± 2 juta tahun yang lalu ± tahun yang lalu ± 6000 tahun yang lalu Diawali dari kegiatan gunung api di Selatan Cimahi. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan gunung api di Utara Bandung, dimana terjadi pembentukan Gunung Sunda setinggi kurang lebih 3000 mdpl Gunung Sunda Runtuh dan membentuk kaldera yang sangat besar. Untuk kemudian terjadi penyesaran di daerah Lembang. Diawali dengan lahirnya Gunung Tangkubanparahu diikuti dengan Erupsi Fase A dari gunung Tangkuban perahu. Kemudian terjadi juga pengisian depresi Lembang oleh arus lava Terjadi lagi letusan Gunung Tangkubanparahu (Erupsi fase B). Erupsi ini diduga yang mengakibatkan kemudian terbentuknya danau Bandung. Danau Bandung purba berakhir dengan Bobolnya dimulai di Punggungan Pr. Kiara Pr. Larang. Kemudian terjadi erupsi lagi dari Gunung Tangkubanparahu (erupsi fase C), dimana terjadi aliran lava ke Utara dan Selatan. Terjadi Penyesaran lagi untuk sesar Lembang (Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006) 33

11 Qvd Daerah Penelitian Qvu Qyu Qyt Ql Gambar 2.4 Peta Geologi Regional skala 1: (Silitonga, 1973) 34

12 Qvu HASIL GUNUNGAPI TUA TAK TERURAIKAN. Breksi gunungapi, lahar dan lava berselang-seling Qyd TUFA PASIR. Tufa berasal dari Gunung Dano dan Gunung Tangkubanparahu (erupsi C). Tufa pasir sangat sarang, mengandung kristal-kristl hornblende yang kasar, lahar lapuk kemerah-merahan, lapisan-lapisan lapili dan breksi. Qyt TUFA BERBATUAPUNG. Pasir tufaan, lapili, bom-bom, lava berongga dan kepingan-kepingan andesit-basalt padat yang bersudut dengan banyak bongkah-bongkah dan pecahan-pecahan batuapung. Berasal dari G. Tangkubanparahu (erupsi A) dan G. Tampomas Ql ENDAPAN DANAU (0-125m). Lempung tufaan, batupasir tufaan, kerikil tufaan. Membentuk bidang-bidang perlapisan mendatar di beberapa tempat. Mengandung kongkresi-kongkresi gamping, sisasisa tumbuhan, moluska air tawar dan tulang-tulang binatang bertulang belakang. Setempat mengandung sisipan breksi. Qyu HASIL GUNUNGAPI MUDA TAK TERURAIKAN. Pasir tufaan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanparahu dan sebagian dari G. Tampomas. 35

13 Qc KOLUVIUM. Terutama berasal dari reruntuhan pegunungan pegunungan hasil gunungapi tua, berupa bongkah bongkah batuan beku antara andesit basal breksi, batu pasir tufa dan lempung tufa. Qob HASIL GUNUNGAPI LEBIH TUA (600 m). Breksi dan lahar dan pasir tufa berlapis lapis dengan kemiringan yang kecil Hidrogeologi Umum Bandung Sistem Akuifer Di daerah Bandung dan sekitarnya terdapat 3 (tiga) formasi geologis yang mempunyai sifat sifat pembawa air, yaitu Formasi Cikapundung, Cibeureum, dan Cikidang. Formasi Cikapundung dan Formasi Cibeureum yang berpotensi sebagai lapisan pembawa air atau akuifer produktif. Akuifer bebas : terdapat di seluruh area, menempati bagian atas dan seluruh formasi Cikapundung dan Cibereum. Akuifer tertekan : terdiri dari batuan leleran lava basal, konglomerat gunungapi, tuff kasar dan breksi gunungapi dari formasi Cikidang Parameter Aquifer Dari hasil studi yang dilakukan IWACO (1991), diperoleh hasil bahwa nilai transmissivitas di daerah Bandung dan sekitarnya adalah sebagai berikut : Tabel

14 Transmisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya (IWACO, 1991) Daerah Transmisivitas (m 2 /hari) Bandung fan Cimahi fan North of Lembang fault Soreang fan 2 Pamengpeuk Banjaran deposits Majalay Ciparay fan 9 50 Eastern volcanic artesian aquifer Paseh Cikarang North Eastern volcanic Manglayang volcanic slopes Bandung plan / lake deposit Sementara itu, dari hasil penelitian dari Hartono (1980) diperoleh hasil bahwa nilai parameter di daerah Bandung dan sekitarnya adalah sebagai berikut : Tabel 2. 4 Transmisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya (Hartono, 1980) Daerah Transmissivitas Zona Cimahi, menempati daerah Andir dan Cimahi 700 (m 2 /hari) Zona Bandung, menempati daerah diantara Andir dibagian barat sampai pertengahan kota Bandung sebelah timur Zona Cicahuem, menempati daerah sebelah timur pertangahan kota Bandung sampai daerah Cicaheum

15 Zona Gegerkalong Goleah, menempati daerah perbukitan sebelah Utara Bandung dan di sebelah Selatan Lembang 70 Zona Lembang, terletak antara depresi Lembang Cisarua Muka Air Tanah Muka air bawah tanah bandung dan sekitarnya telah dilaporkan mengalami penurunan sejalan dengan waktu. Kondisi muka air bawah tanah di daerah Bandung dan sekitarnya yang pernah dilaporkan adalah sebagai berikut : IWACO (1991). Berdasarkan data data pemboran sebelum tahun 1955, Iwaco merekonstruksi muka air bawah tanah di daerah Bandung dan sekitarnya. Muka air bawah tanah pada waktu ini dapat dianggap sebagai muka air bawah tanah alamiah daerah ini. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 1955, pengambilan air bawah tanah di daerah ini belum menunjukan jumlah yang cukup signifikan. Wibowo dan Repoyadi (1995) menyatakan bahwa di daerah daerah industri Bandung dan sekitarnya telah terjadi penurunan muka air bawah tanah sebagai berikut : Periode , kedudukan muka air bawah tanah berkisar dari 2,5 10 m bmt (bawah muka tanah). Dalam periode ini fluktuasi penurunannya adalah kurang dari 2 m/tahun Periode , kedudukan muka air tanah berkisar dari m bmt. Di beberapa lokasi seperti daerah Cimahi diketahui muka air bawah tanahnya sampai 50 m bmt dan membentuk kerucut. Tingkat penurunan muka air bawah tanah pada periode ini mencapai 7,19 m/tahun. KBU, merupakan kawasan penyangga cekungan Bandung. Jika pada tahun 1960 koefisien run off KBU hanya 40 persen maka tahun 2004, koefisien run off KBU 38

16 mencapai 90 persen. Akibat lain selain turunnya muka air tanah dan meningkatnya koefisien run off adalah menurunnya kualitas udara. Di atas Bandung akan terbentuk "heat island", terdapat awan yang membuat polusi udara di kota Bandung terkonsentrasi terus menerus di atas kota Bandung. Bulan Oktober 2004 tercatat suhu tertinggi yang pernah dialami kota Bandung, yaitu 34 derajat Celcius. Temperatur meningkat dan kualitas udara rendah. Dari 365 hari dalam setahun, menurut Sobirin, hanya 55 hari kualitas udara di kota Bandung sehat. Priowirjanto dan Marsudi (1995), berdasarkan data dari (DGTL) Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan pada bulan juni 1993 menyatakan bahwa telah terjadi penurunan muka air bawah tanah didaerah industri sebagai berikut : Tabel 2. 5 Muka Air Tanah Daerah Bandung dan Sekitarnya, DGTL (1993) Daerah Muka Air Penurunan/tahun Tanah (m (m/tahun) bmt) Leuwigajah, Cimindi, Utama, ± ± 3 15 Cibaligo Cijerah, Cibuntu, Garuda, ± ± 1,2 4,3 Meleber, Arjuna, Husen dan Pasir kaliki Buahbatu, kiara condong, ± ± 1,6 3,1 kebonwaru Dayeuhkolot ± ± 3 12 Cicahuem, Ujungberung, ± ± 1,6 2,1 Gedebage, Cipadung dan Cibiru Cikeruh, Rancaekek, ± 7 24 ±

17 Cimanggung, dan Cikancung Ciparay, Banjaran, dan ± 8 29 ± 0,9 4,6 Pamengpeuk Ketapang dan Soreang ± ± 0,4 1,6 Resapan dan Pemakaian Air Tanah Berdasarkan perhitungan dari jumlah curah hujan di cekungan Bandung dan koefisien resapannya, didapatkan hasil bahwa jumlah resapan di Cekungan Bandung adalah sebesar 102,4 juta m 3 /tahun. Dimana, Kabupaten Bandung meresapkan 92 juta m 3 /tahun, Kabupaten Sumedang meresapkan 0,1 juta m 3 /tahun, dan Kota Bandung meresapkan 10,3 juta m 3 /tahun. (Sumber : Laporan pendayagunaan air bawah tanah, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat 2002). Untuk pemanfaatan air di daerah cekungan Bandung, untuk rumah tangga diperkirakan sebesar 260 juta m 3 /tahun (73 persen air tanah dan 27 persen air permukaan). Sedangkan kebutuhan air untuk industri kurang lebih 200 juta m 3 /tahun (76 persen air tanah dan 24 persen air permukaan). Tampak di sini bahwa pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri jauh lebih besar daripada air permukaan. Apabila ketidakseimbangan pemanfaatan air tanah dan air permukaan ini berlanjut sementara gangguan terhadap kawasan konservasi air juga terus meningkat, maka ancaman terhadap keberadaan air tanah meningkat dan meningkat pula konflik terkait dengan pemanfaatan air di musim kemarau. (Sumber : PPSDAL-Lembaga Penelitian Unpad. Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung, 24 Maret 2006). 40

18 2.2 Kondisi Daerah Penelitian Lokasi dan Batas Daerah Penelitian Secara geografis wilayah penelitian berada di antara koordinat E, N. Wilayah penelitian merupakan sub daerah aliran sungai Cikapundung. Secara administratif wilayah penelitian masuk kedalam Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kotamadya Bandung meliputi 2 Kecamatan, yakni Kecamatan Coblong dan Kecamatan Cidadap serta Kabupaten Bandung meliputi satu Kecamatan, yaitu Kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang meliputi Desa Mekarwangi dan Desa Pagerwangi. Kecamatan Cidadap meliputi Kelurahan Cimbeluit. Kecamatan Coblong meliputi Kelurahan Dago. Luas daerah penelitian adalah sebesar 7.8 km atau 780 Ha, dimana tata guna lahan di daerah penelitian berupa daerah pemukiman, perkebunan / ladang, persawahan, hutan, dan lainnya. Pada daerah kotamadya Bandung, tata guna lahan didominasi oleh daerah pemukiman dan bangunan lainnya. Pada daerah Kabupaten Bandung, tata guna lahan di daerah penelitian didominasi oleh daerah perkebunan atau ladang. 41

19 42

20 2.2.2 Klimatologi Data klimatologi daerah penelitian diambil dari satu stasiun klimatologi. Stasiun klimatologi yang dipakai adalah stasiun Dago. Jika dilihat dari posisi letak stasiunnya, maka stasiun Dago dianggap mewakili seluruh daerah penelitian Geologi Daerah Penelitian Geomorfologi Pada daerah penelitian, satuan geomorfologi dibagi menjadi empat satuan morfologi, dimana pembagian ini dibagi berdasarkan kemiringan lerengnya. Satuan lereng sangat curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 70%, satuan lereng curam dengan kemiringan lereng antara 30 70%, satuan lereng agak curam, dengan kemiringan lereng 15 30%, dan satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan dibawah 15%. Satuan lereng sangat curam dengan kemiringan lereng lebih dari 70% membentang di sepanjang lereng lembah sungai Cikapundung dari Curug Dago sampai Maribaya. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang mempunyai sifat kekerasan yang tinggi. Satuan lereng curam dengan kemiringan 30-70% membentang pada sebagian wilayah penelitian, baik di bagian Utara maupun Selatan. Ciri dari satuan ini yaitu adanya banyak punggungan yang bergelombang dengan kemiringan lereng yang bervariatif. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang telah mengalami erosi intensif. Proses yang sering terjadi adalah erosi dan gerakan tanah. Satuan lereng agak curam membentang pada sebagian wilayah penelitian yang mempunyai kemiringan lereng antara %. Ciri dari satuan ini yaitu adanya banyak punggungan yang bergelombang dan mempunyai kemiringan yang landai. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang telah 43

21 mengalami erosi intensif. Proses yang sering terjadi adalah gerakan tanah (slide) dan erosi intensif. Satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan kurang dari 15 % membentang disebelah Barat daya daerah penelitian. Secara genetis, satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang relatif lunak dan struktur yang cenderung tidak heterogen. Proses yang sering terjadi yaitu gerakan tanah yang tidak terlalu cepat, erosi lembar, dan erosi alur. Namun pada pengolahan data, pembagian lereng di daerah penelitian akan lebih spesifik Litologi Litologi daerah penelitian meliputi satuan breksi vulkanik formasi Cikapundung, breksi vulkanik formasi Cikidang, lava basalt dan lava andesit, endapan epiklastik, dan tufa yang telah mengalami pelapukan. Breksi vulknanik pada formasi Cikidang berwarna coklat-hitam, terkonsolidasikan, fragmen batuan beku dan batu apung, kemas tertutup, masa dasar halus. Di lapangan singkapan dapat ditemukan di Curug Dago. Breksi vulkanik ini merupakan endapan jatuhan yang diduga merupakan hasil erupsi terakhir dari Gunung TangkubanParahu. Penyebarannya tidak merata, pada daerah penelitian berada di daerah Selatan, dari Curug Dago menerus ke Selatan. 44

22 Gambar 2. 9 Singkapan Breksi Vulkanik Formasi Cikidang Lokasi : Curuk Dago Lava basalt, berwarna abu-abu kecoklatan, afanitik, kompak, bagian atas terdapat waktu jeda (interval) kaya akan lubang gas, beberapa memperlihatkan struktur kekar kolom. Ditemukan disepanjang lembah sungai Cikapundung dari Curug Dago menerus kearah Utara. Lava ini pengendapannya berupa aliran, dapat dilihat di Curug Dago. Penyebarannya hanya di daerah sekitar alirannya, hal ini dapat terlihat dari kontak lava dengan breksi vulkanik formasi Cikapundung yang berada diatasnya. 45

23 Gambar Singkapan Lava Basalt Lokasi : Curuk Dago Breksi vulkanik pada formasi Cikapundung berwarna abu-abu muda kecoklatan, bentuk butir menyudut sedang sampai menyudut. Berukuran butir piroklastik dari dari lapili sampai blok (80%), fragmen berupa batuan beku, batu apung, masa dasar tuf halus-kasar. Di lapangan breksi vulkanik ditemui berada diatas lava basalt, terdapat pada gua-gua wisata taman raya Ir. H. Juanda, dan pada dinding-dinding sepanjang Dago Pakar. 46

24 Gambar 2.11 Breksi Vulkanik Lokasi : Dago Pakar Tufa, berwarna coklat coklat muda muda, berbutir halus, terdapat fragmen mineral batuan beku. Di lapangan terdapat pada anak-anak sungai Cikapundung di beberapa tempat. Penyebarannya di daerah penelitian pada daerah lokal, dimana merupakan sisipan dari breksi vulkanik formasi Cikapundung. 47

25 Gambar 2.12 Singkapan Tufa Lokasi : Anak Sungai Cikapundung, Mekarwangi Struktur Geologi Secara umum batuan-batuan yang ada pada daerah penelitian merupakan hasil produk letusan gunung api tangkuban perahu atau gunung sunda purba, baik berupa jatuhan maupun lelehan. Endapan vulkanik di daerah penelitian memiliki penyebaran yang tidak merata dimana perlapisan yang dimiliki endapan vulkanik ini secara umum terlihat hampir mendatar Sungai Sungai utama yang mengalir pada daerah penelitian adalah sungai Cikapundung dan anak sungai Cikapundung. Arah aliran sungai yang berada di daereah penelitian secara umum memiliki arah Utara Selatan. Berdasarkan tahapan siklus geomorfik (Davis, 1902), sungai-sungai yang ada pada daerah penelitian masuk kedalam klasifikasi sungai dewasa. Dimana sungai pada tahapan dewasa ini dicirikan oleh erosi lateral telah mulai bekerja, sedimentasi dan 48

26 erosi mulai sebanding sehingga menghasilkan lembah sungai yang relatif simetris, mulai memperlihatkan kelokan-kelokan dengan sudut yang besar. Pola aliran sungai pada daerah penelitian merupakan pola sungai yang berbentuk paralel. Dimana pola berbentuk sejajar ini umunya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar serta miring. Sungai Cikapundung memiliki hulu di sebelah Utara dan berhilir ke Sungai Citarum yang berada di Selatan. Pada daerah penelitian, sungai ini terletak diantara hilir dan hulunya, akan tetapi posisi sungai Cikapundung pada daerah penelitian lebih dekat kearah hulu. 49

BAB III KONDISI UMUM

BAB III KONDISI UMUM BAB III KONDISI UMUM 3.1 Kondisi Regional 3.1.1 Gambaran Umum Bandung dan Sekitarnya Daerah Bandung dan sekitarnya merupakan suatu dataran yang dikelilingi pegunungan. Secara morfologi daerah Bandung ini

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Geologi Regional 2. 1. 1 Fisiografi Regional Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitain berada di pulau Jawa bagian barat terletak di sebelah Utara ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA GEOLOGI

BAB II KERANGKA GEOLOGI BAB II KERANGKA GEOLOGI 2.1 Tatanan Geologi Daerah penelitian merupakan batas utara dari cekungan Bandung. Perkembangan geologi Cekungan Bandung tidak lepas dari proses tektonik penunjaman kerak samudra

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah TPA Leuwigajah mulai dibangun pada tahun 1986 oleh Pemerintah Kabupaten Bandung karena dinilai cukup cocok untuk dijadikan TPA karena

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 GEOLOGI REGIONAL 2.1.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan peta geomorfologi Dam (1994), daerah penelitian berada pada satuan pusat vulkanik (volcanic centre/volcanic cone) dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3. 1 Geomorfologi 3. 1. 1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak pada kompleks gunung api Tangkubanparahu dengan elevasi permukaan berkisar antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumberdaya yang sangat vital untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia menggunakan air untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972 (Kombinasi Band 421)

Lampiran 1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972 (Kombinasi Band 421) LAMPIRAN 61 Lampiran 1. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1972 (Kombinasi Band 421) 62 Lampiran 2. Citra Landsat DAS Cipunagara Tahun 1990 (Kombinasi Band 542) 63 Lampiran 3. Citra Landsat DAS Cipunagara

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI IV.1 Kondisi Hidrogeologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang (Distam Jabar dan LPPM-ITB, 2002) dan Peta Hidrogeologi

Lebih terperinci

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB VI SEJARAH GEOLOGI BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor

Lebih terperinci