Studi Working Party. a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan
|
|
- Sonny Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 AGENDA ITEM 1.10
2 Latar Belakang Agenda item 1.10 bertujuan untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dalam rangka mendukung pelaksanaan system keselamatan kapal dan pelabuhan serta bagian-bagian terkait sesuai dengan Resolusi 357 WRC 2007 dan hasil studi ITU-R. Komunitas global maritime menyepakati bahwa perlu ditingkatkannya identifikasi dan pelacakan kapal dan kargo serta keamanan dan keselamatan kapal dan pelabuhan.
3 Studi Working Party a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan c. Identifikasi dan pelacakan kargo d. Maritime Mesh Network
4 Deteksi pesan AIS dari satelit Automatic Identification System (AIS) merupakan sistem pelacakan pada kapal dan Vessel Traffic Service (VTS) untuk mengidentifikasi dan menentukan lokasi kapal melalui pengiriman data dengan kapal dan VTS di sekitarnya. International Maritime Organization (IMO) mengharuskan AIS dipasang pada kapal dengan cakupan internasional dengan gross tonnage (GT) lebih dari 300 ton atau kapal penumpang berbagai ukuran. Pesan AIS dapat dideteksi dari satelit namun mengalami beberapa kendala antara lain pesan yang overlap (penerimaan tidak jelas) serta banyaknya pesan AIS yang diterima oleh satelit, sehingga pada penelitian ITU-R dilakukan peninjauan terhadap karakteristik teknis dan operasional AIS pada kapal serta kebutuhan dan pembatasan penerimaan pesan AIS pada satelit
5 Kemungkinan pemecahan sbb : Pesan AIS dengan panjang tertentu (96 bit) yang dipakai untuk penerimaan satelit akan menyelesaikan permasalahan penerimaan pesan yang tidak jelas. Interval pelaporan tertentu (diajukan sekitar 3 menit) diperlukan untuk pesan AIS satelit. Kapal dalam jangkauan base station AIS harus menekan transmisi pesan AIS satelit. Deteksi satelit terhadap AIS shipborne harus dibatasi ke dalam AIS kelas A (SOLAS) karena cakupan kelas B sudah terlalu banyak. Frekuensi operasi yang terpisah selain AIS 1 dan AIS 2 diperlukan dan tidak disarankan untuk teresterial. Frekuensi sebaiknya dipertimbangkan hanya dari Appendix 18 karena jangkauan tuning dari shipborne AIS terbatas dengan mempertimbangkan kemungkinan frekuensi AIS tambahan Pada RR Appendix 18 hanya terdiri dari 4 frekuensi (kanal 16, 70, 75 dan 76) khusus untuk maritime. Kanal 70 dan 16 tidak dapat digunakan karena sudah dipakai untuk distress dan calling. Sehingga hanya dapat menggunakan kanal 75 dan 76 namun dengan pembatasan power karena adjacent dengan kanal 16. Diusulkan menggunakan message 27 untuk AIS satelit yang lebih pendek yaitu 17 ms dengan interval transmisinya lebih pendek yaitu 1 kali tiap 3 menit dengan daya 12.5 Watt bergantian pada kanal 75 dan 76.
6 Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan Frekuensi maritime 500 KHz digunakan untuk komunikasi distress dan keselamatan kapal di laut melalui mode telegrafi. Namun tidak digunakan lagi sejak telegrafi Morse dihentikan. Hal ini dikaji terkait kebutuhan dimasa datang akan informasi yang harus dikirimkan kepada kapal laut pada situasi urgen sehingga membutuhkan kapasitas lebih dari yang diberikan NAVTEX, SafetyNET atau pengumuman melalui suara yang sudah ada. Band KHz digunakan untuk layanan bergerak maritime dengan bandwidth 10 KHz hanya dapat digunakan untuk alokasi static dengan propagasi gelombang permukaan sehingga mempunyai medan elektromagnetik yang stabil. Cakupan tiap transmitter sekitar mile dengan power RF 1 KW. Modulasi yang digunakan adalah OFDM. Informasi yang dapat dikirim yaitu : - Informasi keselamatan navigasi - Informasi cuaca - Informasi keamanan - Informasi keselamatan dan pencarian - Informasi pelabuhan dan kendali - File transfer - Informasi kartografi
7 Identifikasi dan pelacakan kargo Sehubungan dengan semakin banyaknya kapal internasional dan kargo, diperlukan peningkatan dalam identifikasi, pelacakan dan pengawasannya. Beberapa administrasi seperti ISO mempelajari kebutuhan spectrum dan standarisasi dari label elektronik pada container untuk memberikan system transportasi internasional yang lebih aman. Terdapat 3 tag yang harus disertakan dalam container yaitu Container Identity, eseal dan Supply Chain Tag sehingga menimbulkan kendala- kendala dari segi biaya dan regulasi karena menggunakan frekuensi dan perangkat yang banyak. Saat berada di transit point, ketiga tag ini harus dibaca secara bersamaan sehingga dibutuhkan tag RF dan pengkodenya yang komplek. Kendala lainnya adalah belum ada frekuensi yang digunakan untuk aplikasi identifikasi dan pelavakan container ini. Solusi dari permasalahan ini yaitu menggunakan tag tanpa battere yang dipasang pada kargo dan dapat dibaca pada jarak dan kecepatan tertentu. Tag ini dapat digunakan sebagai Container Security Devices (CSD) yang akan mengirimkan input sensor ke infrastruktur radio. Teknologi ini dapat memberikan peningkatan dalam keamanan, keselamatan dan pergerakan perdagangan yang efektif serta meningkatkan penggunan container.
8 Maritime Mesh Network Konsep e-navigasi bertujuan untuk memberikan keamanan dan keselamatan pada pelabuhan kapal dengan menggunakan informasi hydrographical, meteorologi dan pelayaran serta memperlancar komunikasi termasuk pertukaran data antar kapal, kapal ke pelabuhan, pelabuhan ke kapal, antar pelabuhan dan lainnya. Cakupannya berdasarkan jaringan radio yang terhubung antar kapal-kapal dan suar. Jaringan radio mesh ini akan terhubung ke jaringan teresterial melalui stasiun darat yang ditempatkan dalam interval tertentu sepanjang garis pantai. Setiap kapal akan terkait dengan jaringan radio yang berkemampuan untuk mengalihkan frekuensi sesuai peraturan frekuensi negara yang dilewati. Penelitian ITU-R mempertimbangkan bila jaringan mesh maritime menggunakan band frekuensi yang sama dengan mobile broadband wireless access. Hal ini dapat dilakukan melalui Rekomendasi atau Resolusi yang memaparkan spectrum yang ditetapkan di jalur perkapalan dan pelabuhan untuk menjamin interoperabilitas internasional dari jaringan mesh maritime.
9 Konfigurasi mesh antar kapal
10 Frekuensi a. Deteksi pesan AIS dari satelit - Frekuensi yang dikaji Kanal 75 dan 76 akan digunakan untuk layanan satelit bergerak (Earth-to-space) sebagai penerimaan transmisi AIS dari kapal menggunakan message 27 - Frekuensi dalam TAFI Band frekuensi MHz digunakan untuk dinas tetap bergerak maritime dan radio navigasi. Kanal 75 dan 76 akan digunakan untuk komunikasi antara kapal dengan pelabuhan.
11 Frekuensi (con t) b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan - Frekuensi yang dikaji Band KHz - Frekuensi dalam TAFI Band KHz digunakan untuk layanan bergerak
12 Frekuensi (con t) c. Identifikasi dan pelacakan kargo - Frekuensi yang dikaji 433 MHz (ISO/IEC ) MHz (ISO/IEC ) MHz (ISO/IEC ) Pada band 433 dan MHz sudah terlalu banyak penggunanya, sehingga disarankan untuk menggunakan frekuensi 2450 MHz untuk aplikasi ini. - Frekuensi dalam TAFI Frekuensi 433 MHz digunakan untuk bergerak maritime dan radio navigasi penerbangan. Frekuensi MHz digunakan untuk penyiaran. Frekuensi 2450 MHz digunakan untuk dinas tetap, bergerak dan penyiaran.
13 Frekuensi (con t) d. Maritime Mesh Network - Frekuensi yang dikaji Menggunakan frekuensi broadband wireless access - Frekuensi dalam TAFI Band frekuensi MHz digunakan untuk dinas tetap, bergerak dan amatir. Di Indonesia frekuensi ini digunakan untuk broadband wireless access
14 Pandangan negara lain dari APG 2009 Malaysia Pada saat ini tidak merasa perlu adanya perubahan regulasi atau alokasi untuk dilaksanakan di WRC-11. Iran Iran menyampaikan 5 (lima) hal, yaitu : 1. Kesimpangsiuran antara Keselamatan dan Keamanan pada agenda item ini sebaiknya dijelaskan untuk menghilangkan interpretasi keduanya. 2.Iran mendukung amandemen yang dibutuhkan pada deteksi satelit dari pesan AIS. 3. Iran mendukung penelitian untuk menentukan kebutuhan spectrum pada Radio Frequency Identification Tags untuk keperluan maritime. 4. Berbagai perubahan pada agenda item ini sebaiknya tidak berpengaruh pada frekuensi yang digunakan GMDSS. 5. Dilakukkannya penelitian terhadap identifikasi frekuensi satelit berdasar AIS pada band frekuensi MHz serta penggunaan guard band kanal 16 dan kemungkinan interferensi terhadap kanal tersebut.
15 Pandangan negara lain dari APG 2009 Australia Australia mendukung penelitian untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dan regulasi yang terkait dengan melihat pada operasi dari system keselamatan untuk kapal dan pelabuhan, sesuai dengan Resolusi 357 (WRC-07) khususnya pada sharing dan kompatibiltitas dengan layanan yang sudah ada. New Zealand New Zealand mendukung penelitian yang berlangsung dalam ITU-R. Jepang Jepang mendukung penelitian ITU-R WP5B mengenai deteksi satelit dari pesan AIS, penyiaran informasi keamanan dan keselamatan, identifikasi dan pelacakan kargo, pemantauan evolusi dari konsep e-navigasi, system data HF untuk mengirimkan peringatan keamanan dan informasi keselamatan dan system data VHF yang terkait dengan Resolusi 342 (WRC 2000).
16 Terima Kasih
AGENDA ITEM Latar Belakang
AGENDA ITEM 1.10 1. Latar Belakang Agenda item 1.10 bertujuan untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dalam rangka mendukung pelaksanaan system keselamatan kapal dan pelabuhan serta bagian-bagian terkait
Lebih terperinciAgenda Item Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan.
Agenda Item 1.15 Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan. Issue Agenda ini meliputi beberapa isu berdasarkan kepada Resolution 612
Lebih terperinciDasar- dasar Penyiaran
Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan
Lebih terperinciProtokol Interchangeable Data pada VMeS (Vessel Messaging System) dan AIS (Automatic Identification System)
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-53 Protokol Interchangeable Data pada VMeS (Vessel Messaging System) dan AIS (Automatic Identification System) Farid Andhika 1), Trika Pitana 2),
Lebih terperinciPEMANCAR&PENERIMA RADIO
PEMANCAR&PENERIMA RADIO Gelombang elektromagnetik gelombang yang dapat membawa pesan berupa sinyal gambar dan suara yang memiliki sifat, dapat mengarungi udara dengan kecepatan sangat tinggi sehingga gelombang
Lebih terperinciPITA FREKUENSI RADIO, MODE, DAN APLIKASI DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN AMATIR RADIO
LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG KEGIATAN AMATIR DAN KOMUNIKASI ANTAR PENDUDUK, MODE, DAN APLIKASI DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN AMATIR
Lebih terperinciPETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN
PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 Peta - 1 LOKASI PEMBANGUNAN
Lebih terperinciLatar Belakang Unmanned Aircraft Systems (UAS) terdiri dari Unmanned Aircraft (UA) dan Stasiun Kontrol (Control Station). Pesawat tak berawak yang mer
Agenda 1.3 Latar Belakang Unmanned Aircraft Systems (UAS) terdiri dari Unmanned Aircraft (UA) dan Stasiun Kontrol (Control Station). Pesawat tak berawak yang merupakan kendaraan yang tidak membawa pilot
Lebih terperinciTeknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA
Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA OVERVIEW Dalam sistem komunikasi wireless, efisiensi pemakaian lebar bidang frekuensi diusahakan diantaranya melalui teknik multiple akses, agar dalam alokasi frekuensi
Lebih terperinciMENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai Telekomunikasi- Pelayaran sebagaimana diatur dalam Pasal 57, Pasal 70, Pasal 76, Pasal 84, Pasal 135 ayat (7), dan Pasal
Lebih terperinciAGE DA 1.12* (WP-4 SCIE CE ISSUES)
AGE DA 1.12* (WP-4 SCIE CE ISSUES) Agenda 1.12 To protect the primary services in the band 37-38 GHz from interference resulting from aeronautical mobile service operations, taking into account the results
Lebih terperinciKajian Implementasi Alokasi Frekuensi Komunikasi untuk Pelayaran Rakyat di Indonesia
Jurnal ELKOMIKA Vol. 4 No. 2 Halaman 197-207 ISSN (p): 2338-8323 Juli - Desember 2016 ISSN (e): 2459-9638 Kajian Implementasi Alokasi Frekuensi Komunikasi untuk Pelayaran Rakyat di Indonesia TENGKU AHMAD
Lebih terperinciDinas Bergerak Maritim-Satelit: Dinas Bergerak Penerbangan-Satelit (R): Dinas Bergerak Satelit : 5.353A
Agenda item 1.7 RESOLUTION 222 (Rev.WRC-07) Penggunaan band 1 525-1559 MHz and 1626.5-1660.5 MHz untuk mobilesatellite service, dan studi ketersediaan spectrum untuk aeronautical mobilesatellite (R) service
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radio Detecting and Ranging (Radar) Radio Detecting and Ranging (Radar) adalah perangkat yang digunakan untuk menentukan posisi, bentuk, dan arah pergerakan dari suatu objek yang
Lebih terperinciBAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT
BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang
Lebih terperinci2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1814, 2017 BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN. Sistem Komunikasi Pencarian dan Pertolongan. PERATURAN BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN NOMOR 19 TAHUN 2017
Lebih terperinciTEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang
TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang Lebar Oleh : Thomas Sri Widodo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
Lebih terperinciAGENDA ITEM NO ALOKASI PRIMER UNTUK RADIO LOCATION SERVICE (RLS) PADA PITA GHz
AGENDA ITEM NO. 1.21 ALOKASI PRIMER UNTUK RADIO LOCATION SERVICE (RLS) PADA PITA 15.4 15.7 GHz I. Latar Belakang Tujuan Agenda Item 1.21 adalah untuk mempertimbangkan kemungkinan alokasi baru untuk Radio
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau
7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital
Lebih terperinci4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX
1. Keputusan Dirjen Postel No : 119/DIRJEN/2000 tentang penggunaan bersama (sharing) pada pita frekuensi 3.4-3.7 GHz oleh dinas tetap (WLL data) dan dinas tetap satelit. Di dalam keputusan ini belum ditetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim disebut dengan radio digital) sangat inovatif dan merupakan sistem penyiaran multimedia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara langsung melalui jaringan kabel[1,2]. Implementasi jaringan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang JSN merupakan jaringan sistem pemantauan objek yang tersebar dalam cakupan area tertentu, dimana kondisi lingkungan tidak mendukung adanya transmisi data secara langsung
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.626, 2015 KEMENKOMINFO. Pegunaan. Spektrum. Frekwensi Radio. Pita 350. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN
Lebih terperinciMENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07 /PER/M.KOMINFO/01/2009 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK KEPERLUAN LAYANAN PITA LEBAR
Lebih terperinciITU-R 1.6 : (WRC-07);
Kajian Agenda Item 1.6 : Consideration of the use of the frequencies between 275 and 3000 GHz Resolution 950 (Rev.WRC-07); and to consider possible procedures for free-space optical-links, taking into
Lebih terperinciDasar Sistem Telekomunikasi. Nyoman S, ST, CCNP
Dasar Sistem Telekomunikasi Nyoman S, ST, CCNP Topik 1. Dasar Telekomunikasi 2. Media Akses 3. Fiber Optik 4. Jaringan Backbone 5. Satelit 6. Sistem Komunikasi Seluler 7. GSM 8. Review & Presentasi Topik
Lebih terperinciMenyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal
Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal dua macam sumber informasi, yaitu ide-ide yang bersumber dari
Lebih terperinciP E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN
P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN I. UMUM Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang
Lebih terperinciLAMPIRAN : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29/PER/M.KOMINFO/07/ 2009 TANGGAL : 30 JULI 2009 T A B E L A L O K A S I S P E K T R U M F R E K U E N S I R A D I O I N D O N E S I A DEPARTEMEN
Lebih terperinciBAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik
BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain
Lebih terperinciDasar-dasar Penyiaran
Modul ke: Dasar-dasar Penyiaran Gelombang Electro Magnetic & Pengaturan Frekuensi Fakultas Ilmu Komunikasi Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi Broadcasting Gelombang Electro Magnetic Gelombang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya yang terbatas. Diperlukan penataan alokasi yang baik untuk mengoptimalkan penggunaannya. Sementara itu, kebutuhan akan
Lebih terperinciAgenda Item 1.3. Latar Belakang
Agenda Item 1.3 Latar Belakang Agenda item 1.3 bertujuan untuk mempertimbangkan kebutuhan spektrum frekuensi radio dan ketentuan untuk mendukung keselamatan dari operasi Unmanned Aircraft Systems (UAS)
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah
BAB II PEMBAHASAN.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah sinyal berfrekuensi tinggi dan sinyal berfrekuensi rendah.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO MICROWAVE LINK TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciStasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran
Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran Stasiun Relay Fungsi stasiun relay : menerima gelombang elektromagnetik dari stasiun pemancar, kemudian memancar luaskan gelombang itu didaerahnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan
Lebih terperinciAGENDA ITEM 1.8 PITA FREKUENSI LAYANAN FIXED WIRELESS ANTARA 71 GHz DAN 238 GHz
AGENDA ITEM 1.8 PITA FREKUENSI LAYANAN FIXED WIRELESS ANTARA 71 GHz DAN 238 GHz I. Latar Belakang Tujuan Agenda Item 1.8 adalah untuk mempertimbangkan hasil studi ITU R mengenai masalah teknik dan regulasi
Lebih terperinciBAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL
BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL Penyiaran televisi digital terestrial secara umum didefinisikan sebagai pengambilan atau penyimpanan gambar
Lebih terperinciTEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::
TEKNOLOGI VSAT Rizky Yugho Saputra rizkyugho@gmail.com :: http://rizkyugho.blogspot.co.id/ Abstrak Teknologi VSAT merupakan teknologi telekomunikasi yang memanfaatkan satelit. VSAT atau Very Small Aperture
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN SFN
BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam
Lebih terperinciELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS
WIRELESS COMMUNICATION Oleh: Eko Marpanaji INTRODUCTION Seperti dijelaskan pada Chapter 1, bahwa komunikasi tanpa kabel menjadi pilihan utama dalam membangun sistem komunikasi dimasa datang. Ada beberapa
Lebih terperinciKOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T
Multiplexing Multiplexing adalah suatu teknik mengirimkan lebih dari satu (banyak) informasi melalui satu saluran. Tujuan utamanya adalah untuk menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar &
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391] BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 35 Setiap perbuatan yang dilakukan tanpa hak dan dengan sengaja untuk mengubah jaringan telekomunikasi
Lebih terperinciMENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 TENTANG
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 TENTANG TABEL ALOKASI SPEKTRUM FREKUENSI RADIO INDONESIA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya yang terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Kemajuan
Lebih terperinciDosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA
LUCKY FATHMA TRISNANTI 2206100062 TELEKOMUNIKASI MULTIMEDIA TEKNIK ELEKTRO INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA Pemanfaatan kanal radio HF dengan range frekuensi
Lebih terperinciDASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI
DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran
Lebih terperinci1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO
1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada
Lebih terperinciBAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European
BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selat Madura merupakan jalur pelayaran paling padat di wilayah Indonesia timur. Tahun 2010 lalu alur selat Madura dilintasi 30.000 kapal per tahun, sementara pada tahun
Lebih terperinciMODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com
MODULASI Adri Priadana ilkomadri.com Pengertian Modulasi Merupakan suatu proses penumpangan atau penggabungan sinyal informasi (pemodulasi) kepada gelombang pembawa (carrier), sehingga memungkinkan sinyal
Lebih terperinci:: https://dianmstkputri.wordpress.com
APA ITU RFID? Dian Mustika Putri mustika@raharja.info :: https://dianmstkputri.wordpress.com Abstrak Saat ini, kemajuan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi atau yang dikenal dengan istilah Information
Lebih terperinciTUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT)
TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT) Disusun Oleh : Tommy Hidayat 13101110 S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2017
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinci6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)
6.2. Time Division Multiple Access (TDMA) Pada sistem FDMA, domain frekuensi di bagi menjadi beberapa pita non-overlaping, oleh karena itu setiap pesan pengguna dapat dikirim menggunakan band yang ada
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai spektrum
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) sangat pesat sekali, khususnya teknologi informasi dan Internet. Teknologi seluler berkembang dari
Lebih terperinciKEPUTUSAN KETUA UMUM ORGANISASI AMATIR RADIO INDONESIA TENTANG
Gd. PRASADA SASANA KARYA Lt. 10 Jl. Suryopranoto 8 Jakarta 10130 Telp (021) 632 9649 632 6788 Fax (021) 632 6785 Web site : http://www.orari.or.id Email : hq@orari.or.id, KEPUTUSAN KETUA UMUM ORGANISASI
Lebih terperinciKOMUNIKASI RADIO HF UNTUK DINAS BERGERAK
KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK DINAS BERGERAK Sri Suhartini Peneliti Bidang lonosfer dan Telekomunikasi, LAPAN RINGKASAN Komunikasi radio yang dilakukan oleh instansi-instansi pengguna bukan hanya antara dua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz 30
Lebih terperinciTEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM
TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM APA YANG TERJADI KETIKA FREKUENSI TIDAK DIATUR? Harmful interference audience Tayangan Lembaga Media ACUAN PENGATURAN FREKUENSI
Lebih terperinciSatelit. Pertemuan XI
Satelit Pertemuan XI Teknologi wireless yang disebut di atas adalah berdasarkan sistem jaringan radio terestrial, yang terdiri atas stasiun-stasiun basis radio yang terpola dalam sel-sel, yang satu dengan
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERENCANAAN PENGGUNAAN PITA FREKUENSI RADIO UNTUK SISTEM KOMUNIKASI RADIO TITIK KE TITIK (POINT-TO-POINT)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN PITA FREKUENSI RADIO 800 MHz UNTUK KEPERLUAN PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK SELULER DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciJARINGAN KOMPUTER Chandra Hermawan, M.Kom
JARINGAN KOMPUTER Chandra Hermawan, M.Kom Materi Sesi IV MEDIA TRANSMISI Media Transmisi Guided Transmission (Wired): Terdapat saluran fisik yang menghubungkan perangkat satu dengan perangkat lainnya.
Lebih terperinciPEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT PROFICIENCY IN GMDSS / GENERAL RADIO OPERATOR S COURSE
Lampiran XL Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi konsumen, karena dapat melakukan perjalanan yang jauh hanya dalam waktu yang relatif
Lebih terperinciMAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK
MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK PENGUKURAN KEPADATAN BROADCAST FM (OCCUPIED BAND) WILAYAH LAYANAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN MONITORING JARAK JAUH BERBASIS SPFR (STASIUN PENGENDALI FREKUENSI RADIO) Mohamad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan spektrum frekuensi radio sebagai media transmisi tanpa kabel radio (wireless) akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan bidang komunikasi
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Data 2.2 Infrastruktur Jaringan Telekomunikasi
BAB II DASAR TEORI Sebelum melakukan perancangan sistem pada penelitian, bab II menjelaskan teori-teori yang digunakan sehubungan dengan perancangan alat dalam penelitian skripsi. 2.1 Sistem Komunikasi
Lebih terperinciPOTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA
Berita Dirgantara Vol. 11 No. 3 September 2010:72-79 POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai kenavigasian
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN KETENTUAN OPERASIONAL PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciNFC & RFID Nyoman Suryadipta,ST, CCNP
NFC & RFID Nyoman Suryadipta,ST, CCNP REFERENCE NFC - Near Field Communication Technology - Presented By LAKSHITA VIJ 07IT525 http://www.slideshare.net/todbotdotcom/nfc-rfid-on-android DEFINISI NFC NFC
Lebih terperinciAnalisa Interferensi Akibat Transmisi di Sisi Bumi pada Link Orbcomm
Analisa Interferensi Akibat Transmisi di Sisi Bumi pada Link Orbcomm Rr.ARIANTI RUDY PUTRANTI - NRP 2207100602 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciKOMUNIKASI DATA JUFRIADIF NA`AM. 4. Komunikasi Disekitar Kita
KOMUNIKASI DATA JUFRIADIF NA`AM 4. Komunikasi Disekitar Kita Sisitem item komunikasi di sekitar kita Telepon: lokal, interlokal, international Radio broadcast (siaran): AM (MW), FM (mono, stereo) TV broadcast:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lebih dari separuh daerah Indonesia merupakan hutan. Daerah daratannya terpencar dalam beribu-ribu pulau. Hanya beberapa diantaranya yang berukuran besar. Jadi sebagian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1999/154, TLN 3881]
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1999/154, TLN 3881] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 47 11 ayat (1) 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda
Lebih terperinciMETODE PENGUJIAN ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK METODE PENGUJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG FDMA (Frequency Division Multiple Access) melakukan pembagian spektrum gelombang dalam beberapa kanal frekuensi. Setiap panggilan hubungan akan memperoleh kanal tersendiri.
Lebih terperinciJARINGAN WIRELESS. Jurusan T-informatika STT-Harapan Medan T.A 2016/2017 Oleh : Tengku Mohd Diansyah, ST, M.Kom 30/05/2017 1
JARINGAN WIRELESS Jurusan T-informatika STT-Harapan Medan T.A 2016/2017 Oleh : Tengku Mohd Diansyah, ST, M.Kom 30/05/2017 1 Introduction Enable people to communicate and access applications and information
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN,
BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG STANDARDISASI SISTEM KOMUNIKASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi informasi yang berkembang pesat telah membawa dunia memasuki era informasi yang lebih cepat. Salah satu kemajuan teknologi informasi yang saat ini telah
Lebih terperinciPENDAHULUAN LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan
Lebih terperinciPertemuan 3 Dedy hermanto/jaringan Komputer/2010
Pertemuan 3 Adalah : Suatu hubungan antara unsur-unsur penyusun jaringan komputer yaitu node, link dan station Atau Yang memperlihatkan hubungan jaringan atau sambungan antar komputer. Node : Titik suatu
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR KOORDINASI ANTARA PENYELENGGARA SISTEM PERSONAL COMMUNICATION SYSTEM 1900 DENGAN PENYELENGGARA
Lebih terperinciTTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access
TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Memahami konsep multiple access.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi seluler telah berkembang seiring dengan kebutuhan pengguna. Dapat diketahui dari data International Telecommunication Union dan Analysys Mason
Lebih terperinciCara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat
Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 25 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEVISI SIARAN SISTEM ANALOG DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinciKuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital
TKE 8329W Sistem Transmisi Telekomunikasi Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital (lanjutan) Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas
Lebih terperinciDEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT STANDARDISASI POS DAN TELEKOMUNIKASI
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT STANDARDISASI POS DAN TELEKOMUNIKASI SPESIFIKASI TEKNIS PERANGKAT TELEKOMUNIKASI PEDOMAN ITEM UJI ALAT/PERANGKAT KOMUNIKASI RADIO Kelompok : REGULASI TEKNIS Nomor Urut
Lebih terperinci