PERBEDAAN KUANTITAS TIDUR PADA REMAJA YANG MENGALAMI OBESITAS DAN YANG TIDAK MENGALAMI OBESITAS DI SMA NEGERI 2 DEMAK ARTIKEL ILMIAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN KUANTITAS TIDUR PADA REMAJA YANG MENGALAMI OBESITAS DAN YANG TIDAK MENGALAMI OBESITAS DI SMA NEGERI 2 DEMAK ARTIKEL ILMIAH"

Transkripsi

1 PERBEDAAN KUANTITAS TIDUR PADA REMAJA YANG MENGALAMI OBESITAS DAN YANG TIDAK MENGALAMI OBESITAS DI SMA NEGERI 2 DEMAK ARTIKEL ILMIAH Oleh : TRI SETYO NUGROHO a118 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 1

2 LEMBAR PENGESAHAN Artikel berjudul Perbedaan Kuantitas Tidur Pada Remaja Yang Mengalami Obesitas Dan Yang Tidak Mengalami Obesitas Di Sma Negeri 2 Demak Disusun Oleh: Tri Setyo Nugroho a118 Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Telah Diperiksa Dan Disetujui Oleh Pembimbing Ungaran, Februari 2016 Pembimbing Utama Puji Lestari., S.Kep., Ns., M.Kes.Epid Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 2

3 ABSTRAK Remaja sering mengalami gangguan tidur diantaranya kurang kuantitas tidur. Suatu survey di singapura menunjukkan 8%-10% gangguan tidur di alami oleh remaja. Penelitian yang dilakukan Haryono tahun 2009 dengan judul prevalensi gangguan tidur pada remaja usia tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama mengatakan ada hubungan antara gangguan tidur dengan durasi tidur. Tujuan penelitian mengetahui perbedaan kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Desain penelitian metode komparatif dengan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi seluruh remaja di SMA Negeri 2 Demak pada bulan Januari 2016 sebanyak Teknik sampling menggunakan kuota sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 30 siswa obesitas dan 30 siswa tidak obesitas. Alat yang digunakan data primer yaitu pengukuran kuantitas tidur, BB dan TB dan umur. Uji statistik menggunakan uji Independent t test. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kuantitas tidur remaja yang obesitas cukup sebanyak 19 responden (63,3%) dan yang kurang sebanyak 11 responden (36,7%). Sebagian besar kuantitas tidur remaja yang tidak obesitas cukup sebanyak 27 responden (90,0%) dan yang kurang sebanyak 3 responden (10,0%). Ada perbedaan antara kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak dengan nilai p 0,014. Responden yang obesitas maupun tidak obesitas meskipun kuantitas tidurnya tidak jauh berbeda, bagi yang masih kurang tidurnya diharapkan mencukupi kebutuhan istirahat tidurnya yaitu 7 jam. Kata kunci : Kuantitas Tidur, Remaja, Obesitas Kepustakaan : 25 Pustaka ( ) ABSTRACT Adolescents often have less quantity of sleep disorders including slepp. A survey in Singapore showed 8% -10% of sleep disorders were experienced by adolescents. The research by Haryono in 2009 about the prevalence of sleep disorders in adolescents aged years in junior high school states that there was a correlation between sleep disorder and sleep duration. This study aims to find the difference in the quantity of sleep in adolescents with and without obesity at SMA Negeri 2 Demak. This study used a comparative method with the cross-sectional approach. The population in this study were all adolescents at SMA Negeri 2 Demak in January 2016 as many as 1038 students. The data sampling used quota sampling technique. The samples in this study were 30 students with obesity and 30 students without obesity. The data instrument used primary data of measuring quantity of sleep, body-weight, body-height, and age. The statistical analysis used the Independent t-test. The results of this study indicate that most of adolescents with obesity have sufficient quantity of sleep as many as 19 respondents (63.3%) and 11 respondents (36.7%) have lack of quantity of sleep. Most of adolescents without obesity have sufficient quantity of sleep as many as 27 respondents (90.0%) and 3 respondents (10.0%) have lack of quantity of sleep. There is a difference in the quantity of sleep between adolescents with and without obesity at SMA Negeri 2 Demak with p-value of Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 3

4 Respondents with and without obesity even though the sleep quantity is not too different, those who are lacking in quantity of sleep is expected to fulfill their sleep need in accordance with adolescents need is 7 hours. Keywords : Quantity of sleep, Adolescent, Obesity Bibliographies: 25 ( ) PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Tidur adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Tidur merupakan keadaan seseorang memasuki alam bawah sadarnya, dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau dengan rangsangan lainnya. Tidur adalah keadaan tanpa sadar, penuh ketenangan dan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas tidur dan dapat menyebabkan gangguan tidur pada setiap individu yaitu, suara/ kebisingan, ventilasi yang baik, ruang dan tempat tidur yang nyaman, suhu yang terlalu panas/ terlalu dingin, bau yang tidak nyaman, serta cahaya/ lampu yang terlalu terang, sehingga kuantitas tidur menjadi tidak teratur (Hidayat, 2008). Masalah tidur tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa saja namun kini pada remaja pun masalah tidur atau kuantitas tidur banyak mereka alami. Kuantitas tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan kuantitas tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah tidur (Potter dan Perry, 2006). Menurut Potter dan Perry (2006), tidur yang tidak adekuat dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis, dalam diri seseorang. Gangguan tidur sering dijumpai pada anak dan remaja yang memakai obat medis berlama-lama, gangguan perkembangan neurologis dan masalah psikiatrik. Kuantitas tidur juga dapat dipengaruhi berbagai hal di lingkungan sekitar. Rangsangan sensorik dari lingkungan seperti bunyi, cahaya, dan pergerakan dapat mempengaruhi inisiasi dan kuantitas tidur. Kuantitas tidur yang kurang pada remaja dapat mengakibatkan terjadinya rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan penurunan tingkat atensi di siang hari. Gangguan kuantitas tidur dapat menimbulkan efek negatif pada performa di sekolah, fungsi kognitif, dan mood serta mengganggu akademik remaja. Penelitian epidemiologi mengungkap bahwa jumlah anak remaja yang mengalami gangguan tidur semakin meningkat (Garaulet, 2010). Penelitian Ohida dkk terhadap siswa SLTP dan SMU menunjukkan prevalensi gangguan tidur yang bervariasi mulai dari 15,3% hingga 39,2%, bergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami. Penelitian yang dilakukan oleh Bruni dkk mengenai gangguan tidur dengan menggunakan metode Sleep Disturbances Scale for Children mendapatkan prevalensi gangguan tidur pada populasi kontrol 73,4% (Susenas, 2004). Menurut WHO tahun 2011 gangguan tidur pada remaja di Amerika menyebutkan juta penduduk remaja Amerika mengalami gangguan tidur dan 5% hingga 10% pada remaja Amerika terkena gangguan tidur kronis. Suatu survey di singapura menunjukkan 8%-10%gangguan tidur di alami oleh remaja. Sebanyak 28,053 juta orang Indonesia yang mengalami gangguan tidur atau sekitar 11,7%. 10% di alami oleh kalangan remaja Data ini hanya berdasarkan indikasi secara umum tidak memperhitungkan faktor genetik, budaya, lingkungan, sosial, ras. Jumlah ini bisa terus bertambah seiring dengan perubahan gaya hidup. Menurut DR dr Nurmiati Amir, SpKJ(K) mengatakan sekitar 11,7% persen dari jumlah penduduk Indonesia mengalami kesulitan tidur, 8,2% (BKKBN, 2011). Penelitian Vorona (2005), Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 4

5 menunjukkan bahwa populasi yang overweight dan obesitas memiliki jumlah jam tidur yang lebih pendek dibandingkan dengan populasi yang indeks massa tubuhnya normal. Kuantitas tidur pada remaja dipengaruhi berbagai faktor, baik medis maupun non-medis. Faktor-faktor non-medis yang mempengaruhi tidur antara lain jenis kelamin, pubertas, kebiasaan tidur, status sosioekonomi, keadaan keluarga, gaya hidup, dan lingkungan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Sedangkan faktor medis yang mempengaruhi tidur antara lain berbagai gangguan neuropsikiatri dan penyakit kronis, seperti obesitas, asma dan dermatitis atopi (Tarwanto, 2015). Diagnosis gangguan tidur diantaranya kuantitas tidur pada remaja sulit ditegakkan, karena keluhan tidur seringkali tidak disampaikan oleh remaja, selain itu pada usia remaja kuantitas tidur tidak lagi menjadi pusat perhatian orang tua. Oleh karena itu gangguan tidur pada remaja seringkali tidak terdiagnosis dan akhirnya tidak diobati dengan baik (Susenas, 2004). Dampak-dampak yang disebabkan dari kuantitas tidur yang tidak teratur antara lain, tidur kurang dari lima jam dalam satu malam, dapat beresiko depresi, stres, penyakit jantung, struk dan diabetes. Pada wanita, yang tidur sebanyak 6 jam atau kurang dari jumlah tersebut setiap malam memiliki peluang 62% lebih besar terkena kanker payudara, dibanding mereka yang tidur sebanyak 7 jam. Kurangnya jam tidur telah terbukti dapat mengakibatkan siklus hormon dan metabolisme menjadi tidak seimbang (Green, 2009). Menurut Tarwanto (2015) kebutuhan pada setiap tahap perkembangan seseorang berbeda-beda. tidur remaja yang normal adalah 8,5 jam / hari. Masyarakat khususnya remaja diharapkan dapat lebih memperhatikan dampak yang di akibatkan dari kuantitas tidur yang buruk karena remaja merupakan fase dimana seseorang masih menentukan sikap, baik dalam emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2008). Fase remaja adalah fase tumbuh kembang dengan karakteristik terdapat perubahan penting dalam fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan emosional sesuai perkembangan biologis, serta adanya fungsi dan tuntutan baru dalam lingkungan keluarga maupun sosial. Pada remaja terdapat perubahan dramatis dalam kuantitas tidurbangun meliputi durasi tidur berkurang, waktu tidur tertunda, dan perbedaan kuantitas tidur pada hari kerja dan akhir pekan. Maka, kualitas tidur remaja juga cenderung berkurang (Williams dan Wilkins, 2003). Waktu tidur yang kurang dari kebutuhan dapat mempengaruhi sintesis protein yang berperan dalam memperbaiki sel sel yang rusak menjadi menurun. Kelelahan, meningkatnya stress kecemasan serta kurangnya konsentrasi dalam aktivitas sehari hari adalah akibat yang sering terjadi apabila waktu tidur tidak tercukupi. (Potter & Perry, 2006). Penelitian yang dilakukan Haryono tahun 2009 dengan judul prevalensi gangguan tidur pada remaja usia tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama mengatakan ada hubungan antara gangguan tidur dengan durasi tidur di hari sekolah dan aktivitas di tempat tidur (p<0,05) dan penelitian Mey Relda Angels tahun 2013 dengan judul gambaran durasi tidur pada remaja dengan kelebihan berat badan didapatkan data waktu tidur malam 5-7 jam 21 responden (65,6 %).. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan tanggal 21 September 2015 di SMA N 2 Demak didapatkan hasil jumlah siswa 1038 siswa. Wawancara yang dilakukan pada 10 siswa dengan memilih 5 siswa yang berat badannya normal (didapatkan hasil IMT 15,15-20,28) dan 5 siswa yang obesitas (didapatkan hasil IMT 26,67-28,58) didapatkan hasil 5 anak yang obesitas 2 anak tidurnya 5 jam dan 3 anak 8-10 jam. Sedangkan yang berat badannya normal 2 orang tidurnya 5 jam dan 3 orang 6-9 jam. Menurut International Classification of Sleep disorders, gangguan tidur seperti obstruksi saluran nafas dan sleep apnea yang sering dialami seseorang yang menderita obesitas dapat mengganggu tidurnya sehingga kuantitas tidurnya lebih sedikit. Namun dari data tersebut diatas anak yang mengalami obesitas ternyata tidur lebih lama dari anak yang tidak mengalami obesitas. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan kuantitas tidur pada Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 5

6 remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak. METODE PENELITIAN Desain penelitian menggunakan metode komparatif dengan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di SMA Negeri 2 Demak pada bulan Januari 2016 sebanyak 1038 siswa. Metode pengambilan sampel dengan cara kuota sampling. Sampel 60 responden. Alat yang digunakan data primer yaitu kuesioner. Uji statistik menggunakan uji. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Tabel 4.1. Distribusi frekuensi kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Kuantitas tidur Frekuensi Persentase (%) Kurang Cukup ,7 63,3 Total ,0 Tabel 4.1. menunjukkan bahwa sebagian besar kuantitas tidur remaja yang obesitas cukup sebanyak 19 responden (63,3%) dan yang kurang sebanyak 11 responden (36,7%). 2. Kuantitas tidur pada remaja yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Tabel 4.2. Distribusi frekuensi kuantitas tidur pada remaja yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Kuantitas tidur Frekuensi Persentase (%) Kurang Cukup ,0 90,0 Total ,0 Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar kuantitas tidur remaja yang tidak obesitas cukup sebanyak 27 responden (90,0%) dan yang kurang sebanyak 3 responden (10,0%). B. Analisis Bivariat 1. Perbedaan kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Tabel 4.3. Perbedaan kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Kuanti tas tidur Obesit as Tidak Obesit as mean sd Mean differ ence 1,63 1,90 0,49 0,30-0,266 Berdasarkan uji t test dapat dilihat bahwa nilai p 0,014 < Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 6 t - 2,53 0 P 0,0 14 Tabel 4.3. menunjukkan bahwa ada perbedaan mean difference kuantitas tidur antara yang obesitas dan tidak obesitas sebanyak 0,266 dengan standar deviasi 0,49 pada remaja obesitas dan remaja yang tidak obesitas 0,30.

7 =0,05 yang artinya Ha diterima sehingga ada perbedaan antara kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak. PEMBAHASAN A. Kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kuantitas tidur remaja yang obesitas cukup sebanyak 19 responden (63,3%) dan sebagian besar kuantitas tidur remaja yang tidak obesitas cukup sebanyak 27 responden (90,0%). Responden yang obesitas maupun tidak sebagian besar kuantitas tidurnya cukup disebabkan remaja diberikan waktu oleh orang tua untuk istirahat tidur dan tidak dibebani pekerjaan yang menyita waktu tidurnya. Selain itu kebiasaan remaja untuk tidur tepat waktu membuat cukup kebutuhan tidurnya. Tidur merupakan suatu proses yang aktif yang memiliki variasi siklus normal dalam kesadaran mengenai keadaan sekitar. Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2006). Kuantitas tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada tengah malam. Waktu tidur yang kurang dari kebutuhan dapat mempengaruhi sintesis protein yang berperan dalam memperbaiki sel sel yang rusak menjadi menurun. Sedangkan tidur berlebihan dapat menyebabkan pusing dan nyeri pada bagian tubuh. Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada remaja 7 jam, dewasa 6-9 jam untuk menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam dalam sehari. Kebutuhan tidur ini digunakan untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai (Lumbantobing, 2004). Penelitian Angels dengan judul gambaran durasi tidur pada remaja dengan kelebihan berat badan diperoleh 32 sampel responden penelitian dengan indeks massa tubuh diatas 23,0. Karakteristik responden yaitu: Umur terbanyak antara tahun yaitu 15 orang (46,9 %); Indeks massa tubuh antara 23-29,9, sebanyak 19 responden (59,3 %); Umur saat mulai gemuk, antara umur tahun yaitu sebanyak 20 orang (62,5 %); Data pola makan, makanan berminyak 15 responden (46,9 %); Data waktu tidur, tidur malam 5-7 jam, 21 responden (65,6 %); Lama waktu tidur siang antara 30 menit-1 jam dan antara 1-2 jam yaitu masing-masing 13 responden (40,6 %). Kebutuhan dan pola tidur normal, durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua kelompok usia. Seseorang mungkin merasa cukup istirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam tidur (Potter dan Perry, 2006). Lama tidur yang dibutuhkan seseorang tergantung pula pada usia. Semakin tua usia seseorang, semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan Dampak bagi remaja yang mengalami obesitas dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Juanita, 2008) diantaranya gangguan tidur. Menurut International Classification of Sleep disorders, gangguan tidur seperti obstruksi saluran nafas dan sleep apnea yang sering dialami seseorang yang menderita obesitas Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 7

8 dapat mengganggu tidurnya sehingga kuantitas tidurnya lebih sedikit. Selain itu obesitas berhubungan dengan terjadinya penyakit asma. Hasil penelitian kuantitas tidur remaja obesitas yang kurang sebanyak 11 responden (36,7%). Kuantitas tidur kurang pada penelitian ini disebabkan karena adanya gangguan seperti lingkungan dan tugas yang harus dilakukan. Kuantitas tidur yang kurang disebabkan gangguan pernapasan: infeksi saluran napas, tidur ngorok, sering mengantuk siang hari dan mengalami masalah pernafasan sleep apnea (terhentinya pernafasan ketika sedang tidur) sehingga tidurnya terganggu (Juanita, 2008). Pada penderita obesitas juga dapat disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan. Menurut Dietz dalam Penuntun Diet Anak (2003), kemungkinan seorang anak berisiko menderita obesitas sebesar 80% jika kedua orang tuanya mengalami obesitas. Sedangkan seorang anak akan berisiko menderita obesitas sebesar 40% jika salah satu orang tuanya mengalami obesitas. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit (Arisman, 2004). Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Chaput et al., (2006) yang berjudul Relationship between Short Sleeping Hours and Childhood Overweight/Obesity: Result from The Quebec En Forme Project dimana sebanyak 20% anak laki-laki dan 24% anak perempuan mengalami overweight/obesitas. Anak yang mempunyai durasi tidur lebih pendek dari jam/hari yaitu 10,5 11,5 jam sehari mempunyai OR 1,42 (95% CI 1,09-1,98) dan 8-10 jam sehari mempunyai OR 3,45 (2,61-4,67) setelah di ajusment dengan umur, jenis kelamin, dan faktor risiko lainnya. Pada penelitian ini ada perbedaan kuantitas tidur antara remaja yang obesitas dan yang tidak dimana remaja obes lebih banyak yang tidurnya kurang. Hasil penelitian masih didapatkan responden yang kurang tidurnya sebanyak 3 responden (10,0%) disebabkan adanya acara atau tugas, kadang lingkunagan yang berisik mengganggu responden. Menurut Potter dan petry (2006) faktor lingkungan Seseorang orang memerlukan lingkungan tidur yang nyaman dan ventilasi yang baik. Faktor gaya hidup dimana rutinitas harian seseorang mempengaruhi kualitas tidur. individu yang bekerja sering kali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. jam internal tubuh diatur pukul WIB, tetapi sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi. Individu mampu utnuk tidur hanya selama 3-4 jam karena tubuh mempersepsikan bahwa ini adalah waktu terbangun dan aktif. Kualitas tidur yang baik dimalam hari harus benar-benar memperhatikan pola hidup sehari-hari. Banyak hal yang mempengaruhi terbentuknya pola tidur, seperti kebiasaan makan, program diet, kebiasaan sehari-hari juga kebiasaan tidur itu sendiri (Hirawan, 2007). Menurut Potter dan petry (2006), mengemukakan ada 4 faktor yang mempengaruhi tidur yaitu faktor fisiologis : tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur dan terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku. Faktor psikologis : kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur. stres emosional menyebabkan seseorang menjadai tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk. Faktor psikologis juga memegang peranan utama terhadap kecenderungan insomnia. Hal ini disebabkan oleh ketegangan pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi sytem saraf pusat sehingga kondisi fisik senantiasa siaga (Shelindha, 2006). Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 8

9 Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Adelina Haryono, dengan judul Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja Usia Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dimana didapatkan 62,9%, dengan gangguan transisi bangun-tidur sebagai jenis gangguan yang paling sering ditemui. Separuh subjek memiliki perbedaan waktu bangun antara hari sekolah dengan hari libur, 72,9% memiliki perbedaan waktu tidur yang tidak signifkan. Separuh subjek tidur cukup selama hari sekolah, dan 65% di hari libur. Aktivitas yang menenangkan sebelum tidur dilakukan oleh 73,6% subjek. Uji kemaknaan menunjukkan hubungan antara gangguan tidur dengan durasi tidur di hari sekolah dan aktivitas di tempat tidur (p<0,05). Tidak ada hubungan antara perbedaan waktu bangun atau tidur hari sekolah dengan hari libur, durasi tidur di hari libur, kebiasaan konsumsi minuman berkafein, dan lingkungan dengan gangguan tidur (p<0,05). B. Perbedaan kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak Hasil penelitian didapatkan p value 0,014 < =0,05 yang artinya ada perbedaan antara kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak. Responden yang obesitas cenderung lebih banyak yang tidurnya kurang disebabkan terganggu oleh gangguan nafas. Obesitas dapat menyebabkan berkurangnya kuantitas tidur disebabkan pada remaja obesitas biasanya mengalami gangguan saluran nafas (upper airway obstructive apnea) pada saat tidur sehingga mengganggu tidur remaja tersebut. Kelebihan berat badan menambah tekanan pada tabung pernafasan sehingga memungkinkan terjadinya upper airway obstructive apnea yang membuat diameter saluran udara menjadi kecil (Angels, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Cappucino et al., (2008) yang berjudul Meta Analysis of Short Sleep Duration and Obesity in Children and Adult. Menyatakan durasi tidur anak yang obesitas lebih sedikit dengan resiko sebesar 1,86 kali. Hasil penelitian Shi et al., (2010) yang berjudul Short Sleep Duration and Obesity among Australian Children menunjukkan durasi tidur lebih sedikit pada anak obesitas < 9 jam dan 10 pada yang tidak obesitas. Hasil penelitian masih didapatkan responden yang obesitas tetapi kuantitas tidurnya cukup disebabkan disebabkan posisi tidur yang benar sehingga tidak membuat pernafasan terganggu seperti miring untuk obesitas. Menurut International Classification of Sleep disorders, gangguan tidur seperti obstruksi saluran nafas dan sleep apnea yang sering dialami seseorang yang menderita obesitas dapat mengganggu tidurnya sehingga kuantitas tidurnya lebih sedikit. Hasil penelitian selaras dengan penelitian Adelina Haryono, dengan judul Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja Usia Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang hasilnya didapatkan ada hubungan antara gangguan tidur dengan durasi tidur di hari sekolah dan aktivitas di tempat tidur (p<0,05). Pada hasil ini tidak terjadi gangguan tidur sehingga remaja obesitas cukup tidurnya. Responden yang tidak obesitas cenderung cukup tidurnya disebabkan tidak terjadinya gangguan saluran nafas selain itu kebiasaan tidur tepat waktu dan lingkungan yang mendukung membuat tidur remaja yang tidak obesitas cukup. Faktor lingkungan dibutuhkan seseorang untuk memperoleh tidur yang nyaman. Magee dkk tahun 2010 pada anak dan remaja menunjuk-kan bahwa durasi waktu tidur yang pendek (<8 jam) dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan sedangkan pada dewasa lanjut kebutuhan tidur semakin berkurang sehingga tidak berpengaruh. Menurut National Institute for Health Care Management (NIHCM), anak-anak yang overweight juga mempengaruhi skor tes akademik untuk ilmu pasti dan tes baca, yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang non-overweight hal ini disebabkan kurangnya durasi tidur pada anak obesitas. Hasil penelitian Mey Relda Angels dengan judul gambaran durasi tidur pada remaja dengan yang tidak mengalami obesitas lama waktu tidur siang nya cukup antara 30 menit-1 jam Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 9

10 dan antara 1-2 jam yaitu masing-masing 13 responden (40,6 %). Hasil penelitian pada responden yang tidak obesitas tetapi kuantitas tidurnya kurang disebabkan kebiasaan tidur malam, bergadang bersama teman, menonton suatu acara yang disukai, terkadang disebabkan minum kopi, bermain game dan hp. Rutinitas harian seseorang mempengaruhi kualitas tidur. individu yang bekerja sering kali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. jam internal tubuh diatur pukul WIB, tetapi sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi. Banyak hal yang mempengaruhi terbentuknya pola tidur, seperti kebiasaan makan, program diet, kebiasaan sehari-hari juga kebiasaan tidur itu sendiri (Hirawan, 2007). Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Adelina Haryono, dengan judul Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja Usia Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dimana didapatkan 62,9%, dengan gangguan transisi bangun-tidur sebagai jenis gangguan yang paling sering ditemui. Tidak ada hubungan antara perbedaan waktu bangun atau tidur hari sekolah dengan hari libur, durasi tidur di hari libur, kebiasaan konsumsi minuman berkafein, dan lingkungan dengan gangguan tidur (p<0,05). C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah ada faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti terganggunya tidur karena faktor lingkungan, tugas dan kebiasaan jam tidur. Saat mengisi kuesioner kadang masih melihat punya teman dan mengingat-ingat waktu tidurnya terkadang lupa. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Sebagian besar kuantitas tidur remaja yang obesitas cukup sebanyak 19 responden (63,3%) dan yang kurang sebanyak 11 responden (36,7%). 2. Sebagian besar kuantitas tidur remaja yang tidak obesitas cukup sebanyak 27 responden (90,0%) dan yang kurang sebanyak 3 responden (10,0%). 3. Ada perbedaan antara kuantitas tidur pada remaja yang mengalami obesitas dan yang tidak mengalami obesitas di SMA Negeri 2 Demak dengan nilai p 0,014. B. Saran 1. Bagi Responden Responden yang obesitas maupun tidak obesitas meskipun kuantitas tidurnya tidak jauh berbeda, bagi yang masih kurang kuantitasnya diharapkan mencukupi kebutuhan istirahat tidurnya sesuai kebutuhan remaja. 2. Bagi SMA Negeri 2 Demak Sekolah diharapkan mengadakan penyuluhan tentang kebutuhan istirahat tidur remaja sehingga tercukupi untuk perkembangannya dan menghindarkan remaja yang sekarang suka bergadang. 3. Bagi Orang Tua Orang tua diharapkan ikut memperhatikan kecukupan istirahat tidur anaknya dengan menasehati dan memberikan arahan pada anaknya. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti faktor yang mempengaruhi kurangnya kebutuhan tidur remaja seperti faktor lingkungan, tugas dan kebiasaan tidur.. DAFTAR PUSTAKA Arisman. (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku. Kedokteran Jakarta : EGC. Buysse, Dj dkk. (2008). The. Pittsburgh Sleep Quality. Index (PQSI). Dietz. (2001). Preventing Obesity In Children And Adolescent. Annu Rev Public Health. Deswita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung. Remaja Rosdakarya. Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 10

11 Faisal. (2010). Kendalikan Obesitas dan Diabetes. Jakarta: Indocamp. Ganong, W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC. Gibson, Rosalind S. (2005). Principles of Nutritional Assesment. Oxford University Press. New York. afar, Dr Dra Nurhaedar Makalah Ilmiah Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe II. Sulawesi: Unhas Hidayat. (2005). Pengatar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : salemba Medika. Hurlock EB. (2011). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga Japardi (2002). Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran. Juanita. (2008). Obesitas pada Anak. Nursalam dkk. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Purwanto, Y. (2003). Memahami Mimpi. Yogya: Menara Kudus Priharjo. (2006). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta:EGC Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &. Praktek. Edisi 4. Jakarta : Pustaka. Populer Obor Saputri, D. (2009). Hubungan antara Sleep Hygiene dengan Kualitas Tidur pada Lanjut Usia di Dusun Sendowo, Kelurahan Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta [Skripsi]. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Supariasa. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Sugiyono. (2010). Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alphabeta. Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara Nashori, H.F. (2004). Hubungan antara Kualitas Tidur dan Kualitas Mimpi dengan Prestasi Belajar Mahasiswa. Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Lembaga Penelitian UII dan Dikti Depdiknas. Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta. Yang Tidak Mengalami Obesitas di SMA Negeri 2 Demak 11

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja dalam proses belajar, proses memori dan prestasi sekolah. Peningkatan kejadian putus tidur,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik

BAB 1. PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang memiliki karakteristik adanya perubahan penting dalam fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan emosional sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Tidur tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik maupun

Lebih terperinci

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017 ejournal Keperawatan (ekp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017 PERBEDAAN ANAK USIA REMAJA YANG OBESITAS DAN TIDAK OBESITAS TERHADAP KUALITAS TIDUR DI SMP NEGERI 8 MANADO Widianti Ali Franly Onibala Yolanda

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015 ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015 Firina Adelya Sinaga, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked Pembimbing II : Cherry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Tidur merupakan keadaan seseorang memasuki alam bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY). Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia melakukan pekerjaan yang berbeda setiap harinya, dibalik setiap rutinitas yang dilakukan, manusia juga membutuhkan tidur untuk mengistirahatkan tubuh.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA SEKOLAH (11-12 TAHUN) DI SDK NIMASI KABUPATEN TIMOR TENGAH

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA SEKOLAH (11-12 TAHUN) DI SDK NIMASI KABUPATEN TIMOR TENGAH HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA SEKOLAH (11-12 TAHUN) DI SDK NIMASI KABUPATEN TIMOR TENGAH Maria Novianti Nino a, Yohanes Dion S.Kep.,Ns.,M.Kes b, dan Maryati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS ABSTRAK Shella Monica Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang Tidur yang cukup merupakan faktor penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas terus meningkat di seluruh dunia yang menjadikan obesitas sebagai suatu epidemi global. Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah periode kritis antara masa anak anak dan masa dewasa (WHO). Masa remaja selalu disertai dengan perubahan aspek biologis, kognitif, emosional, dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah telah mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum antara lain dapat dilihat

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI Overview of Sleep Quality and Sleep Disorders In Elderly at Social Home Tresna Werdha Budi Luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi gangguan tidur pada remaja mengalami peningkatan selama 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi gangguan tidur pada remaja mengalami peningkatan selama 10 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi gangguan tidur pada remaja mengalami peningkatan selama 10 tahun terakhir (Thorleifsdottir et al. 2002; National Foundation 2004). Penelitian pada sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur adalah kondisi istirahat alami yang dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Tidur merupakan aktifitas fisiologis yang penting bagi kesehatan dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang mampu menyadari berbagai keadaan aktivitas otak, salah satunya adalah kegiatan tidur. Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar saat seseorang dapat dibangunkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan dapat menyebabkan sulit tidur (Potter dan Perry, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan dapat menyebabkan sulit tidur (Potter dan Perry, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang dialami oleh seseorang yang dapat dibangkitkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Priharjo, 1993). Tidur

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA Siti Handayani ¹, Sri Yatmihatun ², Hartono ³ Kementerian Kesehatan Politeknik

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI USIA TAHUN TENTANG OBESITAS DENGAN POLA MAKAN DI SMUN 5 KEDIRI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI USIA TAHUN TENTANG OBESITAS DENGAN POLA MAKAN DI SMUN 5 KEDIRI 16 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI USIA 16-18 TAHUN TENTANG OBESITAS DENGAN POLA MAKAN DI SMUN 5 KEDIRI RELATIONSHIP OF ADOLESCENT LEARNING KNOWLEDGE AGES 16-18 YEARS ABOUT OBESITY WITH EATING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dari dalam diri dan lingkungan. Pernyataan tersebut berarti seseorang dapat dikatakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII SMP II KARANGMOJO GUNUNGKIDUL

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII SMP II KARANGMOJO GUNUNGKIDUL HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII SMP II KARANGMOJO GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Rismintarti Sulastinah 1610104193 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK DIPLOMA IV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga

BAB I PENDAHULUAN. orang permasalahan sulit tidur (insomnia) sering terjadi bersamaan dengan terjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hampir seluruh hidup manusia dikaruniai nikmatnya tidur dan berbagai cara terus dilakukan untuk menciptakan kualitas tidur yang baik dimalam hari. Bagi sebagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG 7 Anik Eka Purwanti *, Tri Nur Hidayati**,Agustin Syamsianah*** ABSTRAK Latar belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN Mahdalena 1 Muhlis 2 M. Fadli 3 1 Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, baik secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak kebutuhan fisiologis manusia, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan merupakan salah satu struktur multidisipliner yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Keperawatan merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman modern ini, manusia menjadikan makanan sehat sebagai pilihan yang kedua dalam menu sehari-hari. Dengan kecanggihan alat elektronik sekarang ini maka dengan mudahnya

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur The 7 th University Research Colloqium 08 Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur Nur Hidayah, Suci Tri Cahyani Prodi DIII Kebidanan STIKES PKU MUHAMMADIYAH Surakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Remaja WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok usia yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memulai aktifitas sehari-hari dengan sarapan pagi merupakan kebiasaan yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja, maupun dewasa. Sangat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 PENELITIAN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 Vivin Sabrina Pasaribu*, El Rahmayati*, Anita Puri* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang *Dosen

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia internasional menghadapi masalah baru, semakin banyak anak-anak dan remaja yang kelebihan berat badan. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight/obesitas merupakan akar dari berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler yang saat ini masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa awal atau muda adalah masa transisi dari remaja ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa awal atau muda adalah masa transisi dari remaja ke dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa awal atau muda adalah masa transisi dari remaja ke dewasa yang disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) tejadi dari usia 18 sampai 25 tahun (Arnett

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istirahat atau tidur yang cukup merupakan kebutuhan setiap orang agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Maslow mengatakan kebutuhan fisiologis dasar manusia terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina.

BAB I PENDAHULUAN. Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar

Lebih terperinci

STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN

STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU WUS DALAM DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN METODE INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) DI DESA GENUK KECAMATAN UNGARAN BARAT TAHUN 2015 JURNAL SKRIPSI

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR Gizi memegang peranan penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Perbaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh : MEIRINA MEGA MASTUTI 040112a028 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu

Lebih terperinci

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *  ABSTRAK Hubungan Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan Skor Pittsburgh Sleep Quality Index di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta RELATIONSHIP BETWEEN ELDERLY GYMNASTIC

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT... vi. RINGKASAN... vii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT... vi. RINGKASAN... vii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... ix KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu tantangan yang paling serius. Masalahnya adalah global dan terus mempengaruhi negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan mendasar yaitu perubahan secara biologis, psikologis, dan juga

Lebih terperinci

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TUMBUH KEMBANG BALITA USIA 3-5 TAHUN DI TK PERMATA HATI TAHUN 2015 Sun Aidah Andin Ajeng Rahmawati Dosen Program Studi DIII Kebidanan STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Strata-1

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID ABSTRAK PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID Ekowati Retnaningsih dan Rini Oktariza Angka kejadian berat badan lebih pada anak usia sekolah di Indonesia mencapai 15,9%. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi, baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Segala yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Faktor gizi memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Penilaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa lansia. Keberhasilan pemerintah dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN Ambar Winarti STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN ABSTRAK Tidur merupakan kebutuhan manusia

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KUALITAS TIDUR PERAWAT SHIFT DAN NON SHIFT DI UNIT RAWAT INAP DAN UNIT RAWAT JALAN

STUDI KOMPARATIF KUALITAS TIDUR PERAWAT SHIFT DAN NON SHIFT DI UNIT RAWAT INAP DAN UNIT RAWAT JALAN STUDI KOMPARATIF KUALITAS TIDUR PERAWAT SHIFT DAN NON SHIFT DI UNIT RAWAT INAP DAN UNIT RAWAT JALAN Amalia Safitrie 1), M.Hasib Ardani 2) 1). Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obesitas yang meningkat terus-menerus. Obesitas ini menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. obesitas yang meningkat terus-menerus. Obesitas ini menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas menjadi hal yang paling diperhatikan di dunia karena prevalensi obesitas yang meningkat terus-menerus. Obesitas ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang terjadi karena pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit hipertensi esensial telah berdampak pada satu milyar orang diseluruh dunia, mengungguli serangan jantung dan stroke. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan berkembang, demikian pula dengan aspek sosial dan psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight merupakan masalah kesehatan dunia dengan jumlah prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara kegemukan dan usia harapan hidup seseorang (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Begitu pula obesitas pada

Lebih terperinci

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN OLEH : NOVANA AYU DWI PRIHWIDHIARTI 010214A102 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA OBESITAS DI SMK WIDYAPRAJA UNGARAN ARTIKEL PENELITIAN. Oleh. SAHBAN NIM: a112

HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA OBESITAS DI SMK WIDYAPRAJA UNGARAN ARTIKEL PENELITIAN. Oleh. SAHBAN NIM: a112 HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA DENGAN CITRA TUBUH PADA REMAJA OBESITAS DI SMK WIDYAPRAJA UNGARAN ARTIKEL PENELITIAN Oleh SAHBAN NIM: 010109a112 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN 2014 1

Lebih terperinci

GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT

GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT Fiktina Vifri Ismiriyam 1), Anggun Trisnasari 2), Desti Endang Kartikasari 3) Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KESEPIAN DENGAN AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANSIA DI DESA BANJARHARJO KALIBAWANG KULON PROGO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN TINGKAT KESEPIAN DENGAN AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANSIA DI DESA BANJARHARJO KALIBAWANG KULON PROGO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT KESEPIAN DENGAN AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANSIA DI DESA BANJARHARJO KALIBAWANG KULON PROGO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: EVI ANGGRAENI 201210201020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci