BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.)"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak dengan batang berkayu dan bercabang banyak. Tinggi tanaman cabai bisa mencapai 120 cm dengan lebar tajuk tanaman sampai 90 cm (Cahyono, 2003). Daun cabai pada umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung pada varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai pertulangan daun menyirip. Bentuk daun umumnya bulat telur, lonjong, dan oval dengan ujung meruncing, tergantung pada jenis dan varietasnya. Foto tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) disajikan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) (Sumber : Koleksi pribadi, 2013)

2 8 Menurut Tjitrosoepomo (2010) cabai besar termasuk dalam Solanaceae, dengan klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Famili Divisio Class Sub Class Ordo Family Genus : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asteridae : Solanales : Solanaceae : Capsicum Species : Capsicum annuum L. Selain sebagai penyedap makanan, cabai juga banyak digunakan untuk terapi kesehatan. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa buah cabai dapat membantu menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi. Cabai juga dapat membantu melancarkan sirkulasi darah dalam jantung. Selain itu, cabai dapat digunakan untuk meringankan rasa pegal dan dingin akibat rematik dan encok karena bersifat analgesik. Khasiat cabai yang begitu banyak disebabkan oleh adanya senyawa kapsaikin (C 18 H 27 NO 3 ) yang terkandung di dalam buah cabai. Kapsaikin merupakan unsur aktif yang berkhasiat obat terdiri dari lima komponen kapsaikinoid, yaitu nordihidro kapsaikin, kapsaikin, dihidro kapsaikin, homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin (Cahyono, 2003). Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari ton per tahun (DJBPH, 2013). Rataan produksi cabai nasional baru mencapai 6,19 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10

3 9 ton/ha. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan patogen pada cabai masih merupakan penyebab utama kegagalan panen, maka usaha untuk mengatasi penyakit pada tanaman cabai akibat hama dan penyakit sangat perlu mendapat perhatian (Suryaningsih et al.,1996). Cabai ditanam secara luas di Bali untuk memenuhi kebutuhan lokal dan nasional. Kultivar cabai yang banyak ditanam di Bali adalah cabai besar (Capsicum annum L) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L). Sebagian besar cabai ditanam pada lahan tanpa irigasi sehingga menyebabkan penurunan produksi selama musim kemarau mencapai 50%. Selain akibat penanaman tanpa irigasi penurunan produksi lebih banyak disebabkan oleh penyakit, terutama penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. (Duriat, 1990; Sulandari, 2004). 2.2 Penyakit Antraknosa pada Tanaman Cabai Besar Salah satu jenis penyakit pada tanaman cabai besar adalah penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. Adanya serangan jamur Colletotrichum spp. pada tanaman cabai besar mempunyai arti ekonomi yang sangat penting, karena dapat menurunkan hasil produksi cabai dan merugikan para petani sampai 50% (Semangun, 2007). Menurut Suhardi (1989) penyakit antraknosa di Kabupaten Demak menyebabkan kerugian sebesar 50-65%. Penyakit antraknosa tersebar luas di Jawa, Madura, Bali dan Lombok (Duriat, 1990).

4 Penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar Penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. Hannden and Black (1989) menyebutkan jenis jamur Colletotrichum yang umum menyebabkan penyakit antraknosa pada buah cabai terdiri atas empat spesies yaitu : C. gloeosporioides, C. capsici, C. acutatum, dan C. coccodes. Menurut Kim et al. (1999) penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur Colletotrichum terdiri atas lima spesies yaitu : C. gloeosporioides, C. capsici, C. acutatum, C. dematium, dan C. coccodes. Menurut hasil penelitian Sudiarta dan Sumiartha (2012) penyakit antraknosa pada tanaman cabai di Bali kebanyakan disebabkan oleh jamur Colletotrichum acutatum. Menurut Alexopoulos et al. (1996) jamur Genus Colletotrichum termasuk dalam Family Melanconiaceae, Class Deuteromycetes dengan klasifikasi sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Subclass Ordo Family Genus Species : Fungi : Deuteromycota : Deuteromycetes : Coelomycetidae : Melanconiales : Melanconiaceae : Colletotrichum : Colletotrichum spp.

5 11 Jamur Colletotrichum spp. merupakan jamur parasit fakultatif dari Ordo Melanconiales dengan ciri-ciri konidia (spora) tersusun dalam aservulus (struktur aseksual pada jamur parasit, Gambar 2.2). Jamur dari Genus Colletotrichum termasuk dalam Class Deuteromycetes yang merupakan bentuk anamorfik (bentuk aseksual), dan pada saat jamur tersebut dalam telemorfik (bentuk seksual) masuk dalam Class Ascomycetes yang dikenal dengan jamur dalam Genus Glomerella (Alexopoulos et al., 1996). Struktur aservulus jamur Colletotrichum spp. disajikan pada Gambar 2.2. A B Gambar 2.2 Struktur aservulus jamur Colletotrichum spp. (A = setae, B = konidia, C = konidiofor) (Sumber : Barnett and Hunter, 1998) Ciri-ciri umum jamur dari Genus Colletotrichum yaitu memiliki hifa bersekat dan menghasilkan konidia yang transparan dan memanjang dengan ujung membulat atau meruncing panjangnya antara µm dan lebarnya 5-7 µm. Massa dari konidia berwarna hitam dan hifanya berwarna abu-abu (Dickman, 1993). Jamur Colletotrichum gloeosporioides mempunyai bentuk spora silendris, ujung spora tumpul, ukuran spora 16,1 x 5,6 m dengan kecepatan tumbuh 12,5 C

6 12 mm per hari. Jamur Colletotrichum acutatum mempunyai bentuk spora silendris, ujung spora meruncing, ukuran spora 16,1 x 5,3 m dengan kecepatan tumbuh 6,8 mm per hari. Jamur Colletotrichum coccodes mempunyai bentuk spora silendris, ujung spora runcing, ukuran spora 14,9 x 4,2 m dengan kecepatan tumbuh 8,4 mm per hari. Sedangkan jamur Colletotrichum capsici mempunyai bentuk spora seperti bulan sabit, ujung spora runcing, ukuran spora 24,3 x 4,4 m dengan kecepatan tumbuh 9,8 mm per hari (AVRDC, 2010). Bentuk spora beberapa jenis jamur Colletorichum spp. tersaji dalam Gambar 2.3. C. gloeosporioides C. acutatum C. cocodes C. capsici Gambar 2.3 Bentuk spora beberapa jenis jamur Colletotrichum spp. (Sumber : AVRDC, 2010) Gejala penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah cabai. Infeksi pada buah cabai besar terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali dengan adanya bintik-bintik kecil berwarna kehitamhitaman dan sedikit melekuk pada permukaan buah. Gejala lebih lanjut buah

7 13 mengkerut, kering, membusuk dan jatuh (Rusli dan Zulpadli, 1997). Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai dan ketika penyakit semakin parah, bercak akan bersatu. Gejala pada buah cabai yang sudah menua tampak seperti pada Gambar 2.4. Spora terbentuk dan memencar secara cepat pada buah cabai, sehingga mengakibatkan kehilangan hasil sampai 100%. Penyakit dapat menginfeksi sampai ke tangkai buah cabai dan menimbulkan bercak seperti bintik yang tidak beraturan berwarna merah tua (Damm et al., 2010). A Gambar 2.4 Buah cabai besar terserang penyakit antraknosa dengan gejala berat (A) (Sumber : Koleksi pribadi, 2013) Menurut Kim et al. (1984) gejala penyakit antraknosa pada buah cabai besar dimulai dengan kulit buah akan tampak mengkilap, diikuti dengan pelunakan jaringan, kemudian permukaan buah akan menjadi cekung dan berwarna kecoklatan, sehingga terlihat adanya seperti luka atau lebih dikenal dengan sebutan lesio. Lesio muncul sedikit demi sedikit kemudian pada akhirnya

8 14 dapat menutupi sebagian besar permukaan buah. Permukaan buah cabai yang terserang penyakit antraknosa akan berair dan aservulus jamur Colletotrichum spp. terlihat seperti bercak kehitaman yang kemudian meluas dan membusuk. Pada buah cabai dengan gejala penyakit antraknosa berat buah mengering dan keriput, sehingga buah yang seharusnya berwarna merah menjadi berwarna seperti jerami Mekanisme terjadinya penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar Gejala serangan jamur Colletotrichum spp. penyebab penyakit antraknosa pada buah cabai besar secara umum hampir sama dengan gejala serangan jamur patogen lainnya. Gejala serangan jamur Colletotrichum spp. diawali dengan adanya inokulasi jamur Colletotrichum spp. pada buah cabai, kemudian diikuti dengan proses penetrasi, infeksi, kolonisasi, dan diseminasi. Inokulasi merupakan proses deposisi atau kontaknya inokulum (spora) pada permukaan jaringan inang. Proses penetrasi yaitu proses masuknya organisme patogen ke dalam tubuh inang. Kemudian setelah organisme patogen tersebut masuk ke dalam tubuh inang, maka akan terjadi proses perkecambahan spora (Sinaga, 2006). Proses perkecambahan spora pada tubuh inang dapat digambarkan sebagai berikut : pada mulanya spora patogen membentuk tabung kecambah (germ tube). Bagian spora yang memproduksi germ tube bertambah panjang dan menembus dinding sel inang. Kemudian germ tube akan termodifikasi menjadi apresorium yang berfungsi untuk melekat dengan kuat pada permukaan jaringan inang (Yudiarti, 2007). Proses infeksi terjadi setelah proses penetrasi yaitu patogen sudah berada pada jaringan inang dan memproleh makanan dari inangnya.

9 15 Kolonisasi merupakan proses kelanjutan dari infeksi yaitu patogen melanjutkan pertumbuhan dan perluasan aktivitas patogen melalui jaringan inang. Proses kolonisasi tersebut akan merusak seluruh jaringan pada tubuh inang (Wharton dan Uribeondo, 2004). Periode inkubasi merupakan waktu yang dibutuhkan patogen sejak mulai inokulasi sampai timbul gejala penyakit. Bila gejala penyakit telah timbul berarti patogen telah melakukan reproduksi inokulum sekunder. Sedangkan proses diseminasi merupakan proses penyebaran inokulum sekunder yang dihasilkan oleh patogen melalui agen penyebar seperti angin, air dan serangga (Sinaga, 2006). Terdapat tiga jalan atau cara yang digunakan oleh patogen dalam melakukan penetrasi yaitu, luka, lubang alami, dan penetrasi langsung. Luka yang ada pada tanaman dapat disebabkan oleh manusia, faktor fisik seperti angin, air hujan, atau serangan dari hama. Lubang alami yang biasa digunakan oleh patogen untuk masuk ke dalam tubuh tanaman inang antara lain, stomata, hidatoda dan lenti sel. Sedangkan untuk cara penetrasi langsung, dibutuhkan usaha dari patogen antara lain dengan memproduksi zat kimia berupa enzim atau toksin yang berfungsi untuk mendegradasi dinding sel dan atau merubah permeabilitas membran sel tanaman. Keadaan cuaca yang lembab sangat cocok untuk pembentukan spora dan terjadinya infeksi sehingga diameter lesio akan cepat membesar (Martinez et al., 2009) Siklus hidup jamur Colletotrichum spp. Spora jamur Colletotrichum spp. dapat disebarkan oleh angin dan percikan air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Dickman,

10 ). Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum spp. membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus berwarna merah muda sampai coklat muda merupakan kumpulan massa konidia (Rusli dan Zulpadli, 1997). Tahap awal infeksi Colletotrichum umumnya dimulai dari perkecambahan spora pada permukaan jaringan tanaman, menghasilkan tabung kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa, hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman (Yudiarti, 2007). Siklus penyakit antraknosa pada tanaman cabai yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. disajikan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Siklus penyakit antraknosa pada tanaman cabai yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. (Sumber, Agrios 2005)

11 17 Infeksi terjadi setelah apresorium dihasilkan, apresorium mempenetrasi kutikula dan tumbuh dibawah dinding kutikula dan dinding periklinal dari sel epidermis. Kemudian, hifa tumbuh dan menghancurkan dinding sel utama. Hal ini terjadi karena matinya sel yang berdampingan secara meluas. Ketika jaringan membusuk, hifa masuk ke pembuluh sklerenkim dan langsung tumbuh menembus dinding sklerenkim (Pring et al., 1995) Pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai besar Pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai yang sering dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan fungisida, karena sampai saat ini belum ada tanaman cabai merah yang tahan terhadap penyakit antraknosa. Prinsip penggunaan fungisida didasarkan pada prinsip antibiotik terhadap tanaman. Cara lainnya yang digunakan untuk mengendalikan penyakit yaitu penggunaan bahan kimia sintetik yang mampu memicu ketahanan tanaman (Suhendro et al., 2000). Bila patogen sudah menginfeksi jaringan tanaman, umumnya fungisida tidak efektif dalam pengendalian penyakit. Dalam banyak kasus, informasi spesifik tentang siklus penyakit sangat dibutuhkan dalam aplikasi fungisida yang tepat untuk melindungi tanaman. Dalam label fungisida memberikan petunjuk pengaplikasian, biasanya dengan jarak interval 7-14 hari. Jika kelembaban tinggi atau pertumbuhan tanaman cepat, maka interval terendah antar aplikasi yang sering digunakan, dan jika kelembaban rendah maka digunakan interval tertinggi (Suryaningsih dan Suhardi, 1993).

12 18 Cara aplikasi dan jenis fungisida berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi dan intensitas penyakit antraknosa pada buah cabai selama di penyimpanan. Fungisida dari kelompok sistemik menunjukkan yang terbaik dibandingkan dengan fungisida kontak. Tetapi tidak ada interaksi antara waktu aplikasi dan fungisida dalam mempertahankan masa inkubasi dan menekan intensitas penyakit tersebut (Sudarmo, 2005). Jenis fungisida yang digunakan seperti Dithane M WP merupakan jenis fungisida bersifat sistemik karena cara kerjanya ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman dan fungisida Dakonil 500 F merupakan jenis fungisida kontak atau non sistemik (Semangun, 2007). 2.3 Identifikasi Spesies Colletotrichum spp. dengan Gen 18S rrna Mikroorganisme Eukaryota memiliki 3 jenis DNA ribosomal yaitu 5.8S rdna, 18S rdna dan 28S rdna. Diantara ketiganya, ribosomal 18S rdna yang paling sering digunakan dalam identifikasi suatu spesies jamur. Analisis gen penyandi 18S rdna dapat digunakan sebagai penanda molekuler dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme yang sejenis. Pendekatan secara molekular dengan metode Polimerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan gen 18S rdna berkembang secara cepat dan akurat. Pada penelitian ini digunakan primer Internal Transcript Spacer (ITS) yaitu ITS 1 dan ITS 4 yang digunakan untuk mendeteksi gen 18S DNA dari DNA gen komplek ribosom dari jamur Colletotrichum spp. sehingga dapat digunakan untuk proses identifikasi secara tepat sampai ke tingkat spesies (Nishizawa et al., 2010).

13 Deskripsi Tumbuhan Awar-Awar (Ficus septica Burm.f) Awar-awar (Ficus septica Burm.f.) berhabitus perdu dari Family Moraceae dengan tinggi tanaman dapat mencapai ± 6 meter. Awar-awar merupakan tumbuhan liar yang tumbuh pada lahan kosong, semak-semak dan hutan. Tumbuhan ini dapat hidup pada ketinggian dari meter dari permukaan laut. Batangnya berkayu, berongga, bergetah, bulat, bercabang berwarna coklat muda. Daunya tunggal, berseling atau berhadapan, bulat telur, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata, panjang cm, lebar 6-16 cm, permukaan daun mengkilat, pertulangan menyirip, tangkai panjangnya 2-5 cm, berwarna hijau keputih-putihan. Bunganya majemuk, pada batang dan ranting, kelopak dan mahkota kecil, berwarna hijau keputih-pulihan. Buahnya berupa buah buni, bulat, tangkai pendek, diameter ± 2 cm, masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna hitam. Bijinya kecil, keras, berwarna coklat. Akarnya berupa akar tunggang, berwarna putih kecoklatan (de Padua et al., 1999). Foto tumbuhan awar-awar (Ficus septica Burm.f.) disajikan pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Tumbuhan awar-awar (Ficus septica Burm.f.) (Sumber : Koleksi pribadi, 2013)

14 20 Tumbuhan awar-awar (Ficus septica Burm.f.) jarang dimanfaatkan secara ekonomis, buah awar-awar sering dimakan sebagai makanan burung dan kelelawar. Penyebarannya oleh burung atau kelelawar melalui feses yang dibuang yang didalamnya terdapat biji tumbuhan awar-awar, sehingga distribusi tumbuhan ini mempunyai kisaran yang sangat luas dari ketinggian di atas permukaan laut Kandungan kimia tumbuhan awar-awar Sukadana (2010) melaporkan bahwa ekstrak kulit akar awar-awar (Ficus septica Burm.f.) mengandung senyawa flavonoid dari golongan flavanon dan senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholera dan Escherichea coli. sedangkan Damu et al. (2005) melaporkan bahwa ekstrak batang awar-awar mengandung senyawa dari golongan alkaloid phenanthroindolizidine yang terdiri atas ficuseptines B-D (1-3), 10R,13aR-tylophorine N- oxide (4), 10R,13aR-ylocrebrine N-oxide (5), 10S,13aR-tylocrebrine N-oxide (6), 10S,13aR-isotylocrebrine N-oxide (7), dan 10S,13aS-isotylocrebrine N-oxide (8). Senyawa golongan alkaloid tersebut bersifat sitotoksik. Menurut Nugroho et al. (2011) hasil fraksinasi etanol dan heksan dari ekstrak daun awar-awar berpotensi sebagai senyawa antikanker. Disamping itu daun dan akar awar-awar mengandung saponin dan flavonoid, buahnya mengandung alkaloid dan tanin sedangkan akarnya mengandung polifenol (de Padua et al., 1999).

15 Pemanfaatan tumbuhan awar-awar Sampai saat ini awar-awar belum dimanfaatkan secara ekonomi oleh masyarakat. Pemanfaatan awar-awar hanya terbatas untuk pengobatan tradisional yaitu daun awar-awar biasanya digunakan sebagai obat bisul, luka, borok dan sebagai penawar racun binatang berbisa, sedangkan akarnya biasanya digunakan untuk obat sesak nafas. Pemanfaatan daun awar-awar sebagai obat bisul, borok dan luka yaitu dengan cara diambil sebanyak 5 gram daun awar-awar segar, ditumbuk sampai halus kemudian ditempelkan pada bagian tubuh yang luka, bisul ataupun borok (Asgar.or.id, 2013). Buah awar-awar yang sudah masak biasanya akan dimakan oleh burung dan kelelawar, sehingga penyebaran atau distribusi tumbuhan awar-awar dibantu oleh burung dan kelelawar melalui biji yang terdapat di dalam feces burung ataupun kelelawar yang memanfaatakan buah awar-awar sebagai makanannya (Asgar.or.id, 2013). 2.5 Pestisida Nabati Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berupa tumbuhan. Penggunaan pestisida nabati telah berlangsung dari sejak tahun 1690 oleh para petani di Perancis dengan menggunakan perasan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada tanaman buah persik. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo, 2005). Menurut Kardinan (2002), pestisida nabati mudah terurai di alam karena terbuat dari bahan alami. Pada saat diaplikasikan pestisida nabati akan dapat

16 22 mengendalikan hama dan penyakit secara spesifik dan kemudian dengan cepat akan terurai oleh lingkungan sehingga tidak ada residu pada tanaman dan tanaman aman untuk dikonsumsi. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu : merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat pergantian kulit serangga, menyebabkan serangga menolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi nafsu makan pada serangga, mengusir serangga dan menghambat perkembangan patogen. Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak senyawa kimia yang merupakan hasil dari metabolit sekunder yang dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Metabolit sekunder yang dihasilkan dan digunakan oleh tumbuhan sebagai senyawa pertahanan tersebut terdiri atas senyawa golongan terpenoid, alkaloid dan fenol. Senyawa-senyawa tersebut berpotensi digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan OPT, sehingga akan dapat membantu masyarakat petani untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman secara ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya (Kardinan, 2002). Menurut Dixit et al. (1995), dari 30 spesies tumbuhan tingkat tinggi yang berpotensi digunakan sebagai fungisida nabati diuji aktivitas antijamurnya terhadap pertumbuhan jamur Penicilium italicum penyebab penyakit busuk kapang biru (blue mold ) pada jeruk Mandarin. Ekstrak Ageratum conyzoides menunjukkan toksisitas tertinggi dalam menghambat pertumbuhan miselia jamur yang diuji. Perendaman buah dengan minyak atsiri dan melalui fumigasi berhasil

17 23 mengendalikan blue mold (kapang biru) pada jeruk mandarin dan tidak menimbulkan bahaya pada buah. Tripathi et al. (2008) melaporkan bahwa dari 26 jenis tanaman yang diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur Botrytis cinerea penyebab penyakit kapang biru (blue mold ) pada tanaman anggur, ditemukan 10 jenis tanaman yang mampu menghambat pertumbuhan jamur uji. Kesepuluh jenis tanaman tersebut diantaranya Chenopodium ambrosioides, Eucalyptus citriodora, Eupatorium cannabinum, Lawsonia inermis, Ocinum canum, Ocinum gratissimum, Ocinum sanctum, Prunus persica, Zingiber cassumunar dan Zingiber officinale. Nilai minimum inhibitory concentration (MIC) dari minyak atsiri Ocinum sanctum, Prunus persica dan Zingiber officinale masing-masing 200, 150 dan 100 ppm (mg/l). Sifat minyak atsiri ini stabil terhadap panas dan menunjukkan aktivitas antijamur terhadap 15 jamur lainnya. Potensi antijamurnya bahkan lebih besar dari fungisida sintetis. Buah anggur yang diberi perlakuan minyak atsiri Ocinum sanctum dan Prunus persica daya simpannya dapat diperpanjang sampai 5 dan 4 hari, sementara yang diberi perlakuan minyak atsiri Zingiber officinale daya simpannya bisa diperpanjang sampai 6 hari. Minyak atsiri yang diuji ini tidak menimbulkan kerusakan pada kulit buah anggur. Minyak atsiri yang diisolasi dari 5 jenis tanaman yang tumbuh di Iran yaitu Urtica dioica, Thymus vulgaris, Eucalyptus spp., Ruta graveolens dan Achillea millefolium diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur patogen Alternaria alternata yang menyebabkan penyakit pasca panen pada tomat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri dari Urtica dioica dan Thymus

18 24 vulgaris menunjukkan aktivitas antijamur terhadap jamur Alternaria alternate. Minyak atsiri dari Thymus vulgaris menunjukkan daya hambat terhadap perkecambahan spora sebesar masing-masing 68,5% dan 74,8% pada konsentrasi 1500 dan 2000 ppm. Minyak atsiri dari Urtica dioica pada konsentrasi 1500 ppm secara signifikan menghambat perkecambahan dan elongasi dari tabung kecambah dan mampu melindungi kerusakan buah tomat pasca panen, baik melalui inokulasi buatan maupun infeksi alamiah (Hadizadeh et al., 2009). Cassia alata dan Dennetia tripetala diekstrak daunnya dan diuji sifatnya sebagai antijamur terhadap jamur Sclerotium rolfsii, penyebab penyakit busuk pada Cocoyam selama penyimpanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tepung daun dan ekstrak daun dari Cassia alata dan Dennetia tripelata secara nyata mengurangi pertumbuhan koloni jamur secara in vitro dan perkembangan penyakit pada umbi Cocoyam secara in vivo. Tepun daun ditemukan lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen baik in vitro maupun in vivo dibandingkan dengan ekstrak daun. Tepung daun dan ekstrak daun lebih efektif diberikan sebagai bioprotektan pada umbi Cocoyam (Nwachukwu dan Osuji, 2008). Bobbarala et al. (2009) meneliti 49 jenis tumbuhan yang digunakan dalam obat tradisional di India diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur Aspergillus niger. Jamur ini merupakan saprofit di dalam tanah menyebabkan busuk hitam pada bawang merah dan bawang putih serta menyebabkan beberapa jenis penyakit pada beberapa jenis tanaman seperti pada kapas, kacang tanah, dan buah vanili. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 jenis tumbuhan yang diuji, 86%

19 25 menunjukkan aktivitas antijamaur terhadap Aspergillus niger sementara 14% tidak menunjukkan aktivitas antijamur. Ekstrak Grewia arborea menunjukkan aktivitas antijamur yang tertinggi. Satish et al. (2007), melakukan penelitian pada 52 jenis tumbuhan yang tumbuh di India dari berbagai famili diuji potensi aktivitas antijamurnya terhadap 8 spesies Aspergillus yaitu Aspergillus candidus, A. columnaris, A. flavipes, A. flavus, A. fumigatus, A. niger, A. pchraceus dan A. tamari yang diisolasi dari biji sorghum, jagung dan padi. Kedelapan jenis jamur ini sering dijumpai sebagai patogen pada biji selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 jenis tumbuhan yang diuji, sebanyak 12 jenis tumbuhan menunjukkan aktivitas antijamur terhadap Aspergillus. Tanaman tersebut adalah : Acacia nilotica, Achras zapota, Datura stramonium, Emblica officinalis, Eucalyptus globules, Lawsonia inermis, Mimusops elengi, Peltophorum pterocarpum, Polyalthia longifolia, Prosopis juliflora, Punica granatum dan Sygigium cumini. Aspergillus flavus ditemukan paling peka terhadap ekstrak. Diantara solven yang diuji, ekstrak metanol memberikan hasil yang lebih baik dari etanol, kloroform, petroleum ether dan benzene, kecuali untuk Polyathia longifolia, dimana petrolium ether memberikaan hasil yang terbaik di antara solven yang diuji. Ekstrak tumbuhan Mimusops elengi (Family Sapotaceae) diuji aktivitas antijamurnya terhadap beberapa jenis jamur patogen tanaman yang bersifat sebagai tular benih (seed borne). Jamur yang diuji adalah Alternaria alternata, Drechslera (2 spesies), Fusarium (8 spesies), Aspergillus (10 spesies) dan Penicillium (3 spesies). Semua jenis jamur ini sering berasosiasi dengan benih

20 26 tanaman sorghum (Sorghum bicolor), jagung (Zea mays) dan padi (Oryza sativa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air, ekstrak metanol dan ekstrak etanol memiliki daya hambat yang nyata terhadap semua jenis jamur yang diuji. Senyawa alkaloid yang terdapat di dalam ekstrak tumbuhan ini secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Dithane M-45 dan fungisida yang lainnya. Berdasarkan hasil penelitian tumbuhan Mimusops elengi dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen yang bersifat tular benih dan mencegah kerusakan biji-bijian (grain) dari kerusakan oleh jamur serta mencegah terbentuknya mikotoksin selama penyimpanan (Satish et al., 2008). Suprapta et al. (2008), melaporkan bahwa dari 45 jenis tumbuhan yang diuji aktivitas antijamurnya terhadap jamur Phytophthora palmivora penyebab penyakit bercak hitam (black pod) pada tanaman cacao, ditemukan 5 jenis tumbuhan yang mampu menghambat pertumbuhan jamur uji yaitu Eugenia aromatica, Piper betle, Pometia pinata, Alpinia galanga dan Sphaeranthus indicus. Diantara kelima jenis tumbuhan tersebut E. aromatica dan P. betle memiliki aktivitas antijamur yang kuat terhadap jamur P. palmivora pada konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Sementara itu pemanfaatan kombinasi ekstrak daun sirih (Piper betle) dan rimpang lengkuas (Alpinia galanga) mampu meningkatkan ketahanan benih tanaman pisang sampai 90-93% dari serangan jamur Fusarium oxysporum dan atau Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu pada tanaman pisang. Sedangkan pada kontrol dan perlakuan fungisida sintetik

21 27 (cholothalonil) kemampuan tumbuh sehat benih pisang berkisar antara 11-18% dan 77-81% (Suprapta et al., 2005) Keunggulan dan kelemahan pestisida nabati Upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia sintetik akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dunia dan sering kali dibicarakan di dalam seminar dan ditulis dalam naskah jurnal, khususnya yang berkaitan dengan penyakit tanaman. Adanya kekhawatiran masyarakat dengan penggunaan pestisida kimia sintetis, dan didukung oleh permintaan produk pertanian yang sehat dan aman bagi konsumen, maka diperlukan cara untuk mengendalikan penyakit tanaman yang lebih aman (Soesanto, 2008). Menurut Sudarmo (2005), keunggulan pestisida nabati adalah murah dan mudah dibuat oleh petani, relatif aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan resistensi hama, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak meninggalkan residu pada tanaman. Sedangkan beberapa kelemahannya adalah daya kerja relatif lambat, tidak membunuh organisme target secara langsung, tidak tahan terhadap sinar matahari, dan tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Penggunaan pestisida nabati mengalami beberapa kendala diantaranya adalah penggunaan pestisida sintetis (kimia) tetap lebih disukai dengan beberapa alasan mudah didapat, praktis dalam aplikasinya, hasilnya relatif lebih cepat terlihat, tersedia dalam jumlah banyak, Disamping itu tidak tersedianya bahan tanaman secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat diperlukan dan sulitnya registrasi pestisida nabati di komisi pestisida karena bahan aktif tidak mudah untuk dideteksi. Tetapi dengan dikembangkannya sistem pertanian organik

22 28 maka penggunaan pestisida nabati lebih meningkat dan semakin berpotensi untuk dikembangkan (Kardinan, 2002). Menurut Suprapta (2014) pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, kelebihan pestisida nabati diantaranya pestisida nabati mengandung senyawa fenol, alkaloid, saponin, quinon, xanthone yang mudah terurai di alam sehingga tidak mengandung bahaya residu yang besar baik hasil pertanian maupun pada lingkungan; pestisida nabati tidak berbahaya bagi organisme bukan target karena pestisida nabati bersifat spesifik terhadap hama dan patogen tertentu; persistensi pestisida nabati relatif singkat sehingga dapat digunakan beberapa saat menjelang panen; pestisida nabati mengandung senyawa aktif dan senyawa kurang aktif sering keberadaannya bersifat sinergis dan patogen tidak mudah menjadi resisten terhadap pestisida nabati karena pestisida nabati bersifat komplek. Sedangkan beberapa kekurangan pestisida nabati diantaranya persistensi pestisida nabati umumnya sangat singkat sehingga harus diaplikasikan secara berulang-ulang; biaya produksi yang tinggi sehingga tidak dapat bersaing dengan pestisida sintetis dan kosistensi pestisida nabati umumnya kurang dibandingkan dengan pestisida sintetis karena bahan aktif pestisida nabati dari ekstrak tumbuhan sangat bervariasi menurut musim dan tempat tumbuh. Pestisida nabati tidak dapat berlaku secara umum dan bersifat spesifik, karena satu jenis tanaman yang ditanaman pada tempat dengan lingkungan yang berbeda kemungkinan besar akan mengandung bahan aktif yang berbeda pula, akibatnya dosis dan konsentrasi dan efektifitas pestisida nabati akan berbeda bergantung pada lokasi setempat. Disamping itu aplikasi pestisida nabati sangat

23 29 dipengaruhi oleh lingkungan setempat, pestisida nabati yang digunakan pada daerah tertentu belum tentu cocok untuk daerah yang lain walaupun digunakan untuk mengendalikan penyakit yang sama pada tanaman yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan pada masing-masing tempat atau daerah berbeda seperti kondisi ph, kelembaban, suhu, dan musim pada masing-masing tempat atau daerah belum tentu sama (Kardinan, 2002) Prospek pengembangan pestisida nabati Terjadinya keracunan pada hewan dan manusia, pencemaran air, tanah, udara, terjadinya resistensi hama, terjadinya resurgensi merupakan beberapa kelemahan dari penggunaan pestisida sintetis, sehingga peluang untuk mengembangkan pestisida nabati semakin meningkat. Peluang pengembangan pestisida nabati semakin meningkat dengan meningkatnya pendidikan masyarakat disertai dengan kebutuhan hidup sehat. Dalam lingkungan yang sehat menyebabkan peranan pestisida nabati dalam pertanian semakin meningkat, karena tidak mungkin pertanian bisa berlangsung dan berproduksi dengan baik tanpa pestisida (Suprapta, 2014). Berkembangnya sistem pertanian organik akan dapat meningkatkan kebutuhan terhadap pestisida alami termasuk pestisida nabati karena sistem pertanian organik, masalah hama dan penyakit selalu muncul dan menjadi kendala produksi utama terutama pada tahap awal pengembangan sistem pertanian organik. Karena sistem pertanian organik hanya menggunakan bahan organik alam untuk proses produksi, dan tidak menggunakan senyawa kimia sintetis seperti pupuk kimia sintetis dan pestisida kimia sintetis. Menurut Suprapta ( 2014)

24 30 saat ini sharing pasar pestisida alam masih sangat kecil yaitu kurang dari 2%, sedangkan pertumbuhan pasar pestisida alam meningkat cukup besar yaitu sekitar 10-15% setiap tahun. Sehingga pertumbuhan permintaan yang cukup besar merupakan peluang yang cukup besar dalam pengembangan pestisida nabati untuk masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cabai Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Pada tahun 1943 diintroduksi ke dataran Eropa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai Penyakit antraknosa adalah salah satu penyakit yang banyak ditemukan pada tanaman cabai. Kata antraknosa adalah suatu peralihan dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak ditanam di Indonesia yang memiliki nilai dan permintaan cukup tinggi (Arif, 2006). Hal tersebut dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuaiitas dan Kesehatan Benih Cabai Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang biasanya terbentuk dari bersatunya sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok. Pembangunan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok. Pembangunan pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Sampai saat ini sekitar 90% penduduk Indonesia tergantung pada beras sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman tomat merupakan tanaman hortikultura yang memiliki prospek

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman tomat merupakan tanaman hortikultura yang memiliki prospek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman tomat merupakan tanaman hortikultura yang memiliki prospek pengembangan yang sangat baik karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta potensi pasar yang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlu diadakan perlindungan tanaman terhadap hama-hama tanaman, untuk meningkatkan hasil produksi pertanian agar kebutuhan tercukupi dan produksi yang diinginkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Cahyono (2014) menuliskan klasifikasi cabai merah adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Cahyono (2014) menuliskan klasifikasi cabai merah adalah sebagai berikut: 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cabai Merah 2.1.1 Taksonomi Tanaman Cabai Cahyono (2014) menuliskan klasifikasi cabai merah adalah sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi Indonesia yang memiliki bagi perekonomian Nasional dalam berbagai bidang. Kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu tanaman(opt). Hama merupakan salah satu OPT yang penting karena hama mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong dalam famili terong-terongan yang berasal dari benua Amerika dan menyebar luas ke benua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Keanekaragaman hayati mencakup berbagai jenis tumbuhan, hewan, jamur dan mikroba yang tersebar di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Tembakau 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili Solanaceae. Secara sistematis, klasifikasi tanaman tembakau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam famili solanaceae. Cabai berguna sebagai penyedap masakan dan pembangkit selera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jeruk merupakan komoditas buah unggulan nasional karena memiliki nilai ekonomi tinggi, adaptasinya sangat luas, sangat populer dan digemari hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu kali produksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu kali produksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Taksonomi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim (berumur pendek). Artinya, tanaman hanya satu kali produksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut TINJAUAN LITERATUR Biologi penyakit Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut: Divisio Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Species : Mycota : Eumycotyna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek pertanaman maupun nilai produksi, cabai (Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Tanaman cabai mempunyai luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca Linn.) merupakan tanaman buah yang dapat hidup di

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca Linn.) merupakan tanaman buah yang dapat hidup di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang (Musa paradisiaca Linn.) merupakan tanaman buah yang dapat hidup di negara tropis dan sub tropis. Buah pisang memiliki banyak manfaat yaitu untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pisang juga merupakan jenis buah yang langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keadaan alam yang memungkinkan bermacammacam organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki iklim yang sangat mendukung pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungisida adalah jenis pestisida yang secara khusus dibuat dan digunakan untuk mengendalikan (membunuh, menghambat dan mencegah) jamur atau cendawan patogen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk tanaman semusim berbentuk perdu, berdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk tanaman semusim berbentuk perdu, berdiri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Cabai Cabai (Capsicum annum L.) termasuk tanaman semusim berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan memiliki banyak cabang. Tinggi tanaman dewasa antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai besar Klasifikasi dan Deskripsi Cabai Besar: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Ordo : Polemoniales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur fitopatogen merupakan salah satu mikroorganisme pengganggu tanaman yang sangat merugikan petani. Kondisi tersebut disebabkkan oleh keberadaan jamur yang sangat

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan PENDAHULUAN Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan, atau minuman penyegar, dan sebagai bahan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman yang bersasal dari benua Amerika. Tanaman ini cocok dikembangkan di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm. TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Biologi Tanaman Kedelai berikut: Menurut Sharma (2002), kacang kedelai diklasifikasikan sebagai Kingdom Divisio Subdivisio Class Family Genus Species : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 6 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antraknosa Cabai Antraknosa pada cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici. Siklus penyakit antraknosa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional yang keberadaanya menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Buah jeruk bermanfaat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cabai merah (Capcicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu dengan ketinggian antara 70-120

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro Hasil pengamatan pada perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak buah mengkudu memberikan memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang 1 I. PENDAHULUAN Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. dan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah negara berkembang di dunia yang masih berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat ini. Profil Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakau Tanaman tembakau menurut Cahyono (1998) diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani indonesia sebagian besar menggunakan fungisida kimawi. Upaya tersebut memberikan hasil yang cepat dan efektif. Kenyataan ini menyebabkan tingkat kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antraknosa merupakan salah satu penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Penyakit ini menyerang hampir semua tanaman.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera exigua Hubner. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera exigua Hubner dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5 Nama Kelompok Rizky Ratna Sari Rika Dhietya Putri Ahmad Marzuki Fiki Rahmah Fadlilah Eka Novi Octavianti Bidayatul Afifah Yasir Arafat . Swietenia macrophylla

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Parwiro,

BAB I PENDAHULUAN. atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Parwiro, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis hama dan 72% agen pengendali hayati. Pestisida adalah zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut (Hambali, dkk.,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Negara Cina dipercaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Negara Cina dipercaya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jeruk Jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Negara Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh (David, 2007). Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan BAB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan salah satu sayuran penting yang banyak dibudidayakan di Indonesia, karena buahnya banyak digemari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman perdu yang berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira sejak 2500 tahun

Lebih terperinci