BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan diciptakannya teknologi adalah untuk mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dapat dirasakan dan dibuktikan dengan semakin mudahnya manusia melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terlepas dari dampak negatif yang timbul akibat penemuan dan penciptaan teknologi yang baru, sains dan teknologi sangat dibutuhkan oleh manusia. Sebagai contoh suatu perusahaan atau lembaga akan sangat kesulitan jika dalam ruang kerja tidak terdapat perangkat komputer untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan kantor maupun perusahaan. Kemajuan teknologi sekarang ini telah menghasilkan berbagai kreasi dalam segala hal yang bertujuan memudahkan segala aktifitas manusia. Ada berbagai sarana transportasi tersedia, mulai dari darat, udara, dan laut. Kendaraan yang diproduksi massal di negara kita umumnya kendaraan darat, salah satunya sepeda motor. Sepeda motor diproduksi agar dapat memudahkan pekerjaan manusia, maka diharapkan komponen sepeda motor didesain secara efektif dan efisien serta menggunakan material komponen yang berkualitas dan tahan lama [1]. Pada saat proses pembakaran yang terjadi di dalam silinder, tenaga yang dihasilkan oleh gas pembakaran sangatlah tinggi. Jika piston dan kelengkapannya tidak mampu menahan daya ledak dari proses pembakaran tersebut, dapat dipastikan kalau piston dan connecting rod (batang piston) dapat pecah. Untuk itu agar tidak terjadi kejadian tersebut maka kita diharuskan mengetahui kekuatan dari connecting rod tersebut dalam meneruskan tenaga dari proses pembakaran menuju poros engkol agar diubah dari tenaga tranlasi menjadi tenaga putar. Connecting rod juga dimaksimalkan untuk mampu menahan gaya dari berat piston dan hasil pembakaran dalam silinder. Akibat gaya tersebut connecting rod menerima beban aksial dan lentur sehingga connecting rod harus mampu menerima beban tersebut [1]. 1

2 Connecting rod dikenai keadaan beban yang komplek. Ini mengalami tinggi siklik banyak urutan siklus, yang berkisar dari beban tekan tinggi akibat pembakaran, untuk beban tarik tinggi karena inersia. Oleh karena itu, daya tahan ini komponen sangat penting. Karena faktor-faktor ini, batang penghubung telah menjadi topik penelitian untuk berbagai aspek seperti teknologi produksi, bahan, kinerja simulasi, kelelahan, dll [2]. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui mekanisme terjadinya kegagalan connecting rod sepeda motor 2 langkah. Pada kasus ini kegagalan terjadi pada bagian small end connecting rod. Kegagalan connecting rod biasanya terjadi karena kelelahan dari material connecting rod. Untuk mengetahui penyebab kegagalan dari material connecting rod, dilakukan berbagai pengujian. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian sifat mekanik, pengujian komposisi kimia, dan pengujian struktur mikro. Dari pengujian tersebut dapat diketahui nilai kekerasan dari connecting rod, unsur penyusun connecting rod dan struktur mikronya. Pengujian ini akan digunakan untuk mengetahui sifat-sifat material dan dari pengujian ini dapat digunakan untuk mengetahui penyebab kegagalan dari connecting rod. 1.2 Alasan Pemilihan Judul Komponen connecting rod merupakan komponen yang menerima beban mekanik dan panas yang tinggi karena hasil pembakaran. Connecting rod yang menerima tekanan hasil pembakaran, akan mendapatkan beban maksimal yang jika tidak mendapatkan perlakuan yang sebenarnya akan mudah mengalami kegagalan. Masalah terjadi pada small end connecting rod yang mengalami deformasi dan mengakibatkan suara mesin menjadi kasar. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui penyebab dari kegagalan connecting rod motor 2 tak serta perubahan komposisi, struktur mikro, dan kekerasan yang terjadi. 2

3 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui mekanisme kegagalan connecting rod b. Mengetahui karakteristik (struktur dan sifat) connecting rod baru dan lama. 1.4 Batasan Masalah Beberapa batasan masalah yang diambil pada Tugas Akhir ini adalah: a. Tidak membahas tentang perpindahan panas yang terjadi pada proses pembakaran. b. Beban-beban yang terjadi pada struktur connecting rod adalah dari daya maksimal motor yang didapatkan dari sumber/referensi. c. Connecting rod yang digunakan adalah connecting rod sepeda motor. Dalam hal ini peneliti menggunakan connecting rod sepeda motor 2 tak. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir adalah: 1. Studi Pustaka Studi pustaka adalah suatu metode yang dipergunakan dalam penelitian ilmiah yang dilakukan dengan membaca dan mengolah data yang diperoleh dari literatur. Data yang dibaca dan diolah adalah data yang berhubungan dengan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya tentang: a. Material connecting rod b. Sifat mekanik dari connecting rod c. Standard ASTM, JIS, dan lain lain untuk connecting rod 2. Pengamatan kondisi connecting rod secara visual a. Membandingkan antara kondisi connecting rod baru dengan connecting rod yang lama (yang mengalami kegagalan). b. Pengecekan secara visual pada connecting rod mengenai penyebab kegagalan 3

4 3. Studi lapangan dan percobaan Metode ini dilakukan dengan mengamati kondisi real dilapangan serta melakukan pengujian pada benda uji. a. Analisa struktur mikro/metallography b. Analisa komposisi kimia connecting rod. c. Analisa uji kekerasan 4. Bimbingan Bertujuan untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan masukan dari dosen pembimbing serta koreksi tehadap kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penyusunan laporan Tugas Akhir. 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Buku Tugas Akhir disajikan dalam 5 bab. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Dasar Teori berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan analisa kegagalan pada Connecting rod pada sepeda motor 2 langkah 110 CC. Bab III Metode Penelitian berisikan tentang persiapan pengujian, proses pembuatan spesimen, peralatan dan bahan yang digunakan, serta pengujian kekerasan dan mikrografi. Bab IV Hasil dan Analisis berisikan tentang data-data hasil pengujian dan analisa data berdasarkan teori yang ada. Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran yang diambil dari hasil analisis pada bab-bab sebelumnya. Laporan Tugas Sarjana ini diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran. 4

5 BAB II URAIAN UMUM 2.1 Connecting Rod Dalam mesin piston, connecting rod digunakan untuk menghubungkan piston dengan crankshaft atau poros engkol. Bersama-sama dengan poros engkol membentuk sebuah mekanisme yang mengubah gerakan linier piston menjadi gerakan rotasi. Gambar 2.1 menunjukkan connecting rod dari jenis kendaraan sepeda motor. Gambar 2.1 Connecting Rod Sepeda Motor [1] Bagian-bagian dan Persyaratan Connecting Rod Connecting rod berfungsi untuk menghubungkan piston ke poros engkol dan selanjutnya meneruskan tenaga yang dihasilkan oleh piston ke poros engkol. Bagian ujung connecting rod yang berhubungan dengan pena piston disebut small end dan yang berhubungan dengan poros engkol disebut big end. Gambar 2.2 menunjukkan penampang dari connecting rod. 5

6 Gambar 2.2 Penampang Connecting Rod [3] 1. Large-End Thickness 5. Small-End Bore Diameter 2. Large-End Bore Diameter 6. Small-End Thickness 3. Large-End Outline Diameter 7. Chamfer 4. Small-End Outline Diameter 8. Distance of Two Center Lines Ukuran standar dari connecting rod untuk setiap sepeda motor berbeda-beda sesuai dengan beban yang dihasilkan (sesuai standart pabrikan). Untuk connecting rod sepeda motor Yamaha 2-tak memiliki spesifikasi sebagai berikut: 6

7 Tabel 2.1 Dimensi Connecting Rod Sepeda Motor 2 Langkah [3] Thickness Bore Size Big End Small End Big End Small End Center Distance Ø 26 Ø Satuan dalam milimeter (mm) Beban yang Diterima Connecting Rod Pada umumnya, connecting rod dibuat menggunakan proses casting atau forging dan menerima beban yang bervariasi, seperti [2]: Beban kompresi pada arah longitudinal. Kerusakan yang terjadi pada connecting rod disebabkan oleh stress, yang dihasilkan dari beban kompresi yang besar dan terjadi pada saat pembakaran di ruang bakar. Beban tarik yang lain, seperti perubahan kecepatan pada piston. Beban bending pada lengan connecting rod, seperti pada saat pergerakan osilasi dari poros pin small end maupun big end. Frekuensi dari peningkatan beban dengan cepat tergantung pada meningkatnya putaran dari mesin. Dalam banyak kasus, kegagalan dari mesin dikarenakan oleh rusaknya connecting rod dan kadang kadang kerusakan terjadi pada lengan dari connecting rod maupun pada small end dan big end [7]. Oleh karena itu, batang torak harus dibuat seringan mungkin agar massa kelembamannya kecil, dan tahan terhadap tekukkan, tekanan maupun puntiran dengan demikian biasanya konstruksi batang torak dibuat dengan profik I, karena bentuk ini mempunyai kekuatan yang tinggi dan stabil serta bobotnya relative kecil [7]. 7

8 2.2 Material Connecting Rod Connecting rod terbuat dari baja. Adapun beberapa jenis baja yang sering digunakan untuk material connecting rod antara lain: Baja Karbon Medium (Medium Carbon Steel) Medium carbon steels atau baja karbon medium mengandung 0,2 0,6 % karbon dan digunakan untuk kekuatan yang lebih tinggi dibanding baja karbon rendah. Aplikasi untuk baja ini adalah misalnya untuk crankshafts dan connecting rod. Kebanyakan pabrikan sepeda motor dengan kapasitas (cc) yang kecil menggunakan baja ini sebagai bahan untuk membuat connecting rod. Dimana jenis baja ini sangat murah jika dibandingkan dengan baja yang lain [7]. Sifat mekanik dari baja karbon medium adalah sebagai berikut: - Kekuatan lebih besar dibanding baja karbon rendah - Keuletan lebih kecil dibanding baja karbon rendah - Mampu las kurang baik - Dapat dikeraskan dengan transformasi martensitik ferit perlit Gambar 2.3 Struktur Mikro Baja Karbon Medium [4] 8

9 Gambar 2.3 menunjukkan struktur mikro dari baja karbon medium. Dimana warna putih dibatas butir adalah ferit eutektoit dan bagian yang berwarna hitam adalah perlit. Sifat mekanik dari baja karbon medium adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Sifat Mekanik Baja Karbon Medium Properties T ( C) Conditions Treatment Density ( 1000 kg/m 3 ) Poisson's Ratio Elastic Modulus (GPa) Tensile Strength (Mpa) Yield Strength (Mpa) Elongation (%) annealed at 790 C more Reduction in Area (%) 57.2 Hardness (HB) annealed at 790 C more Impact Strength (J) (Izod) annealed at 790 C more [5]: Untuk baja ini mendapatkan heat treatment atau perlakuan panasnya antara lain Annealing, dipanasakan pada temperatur 870 o C sampai 910 o C daitahn sampai termperatur yang ditentukan dan didinginkan didalam furnace atau dapur. 9

10 Tempering, dipanaskan pada suhu antara 150 o C sampai 200 o C tahan selama 1 jam setiap 25 mm dan didinginkan menggunakan udara. Quenching, dipanaskan pada temperatur 150 o C o C, terus sampai suhu merata di seluruh bagian, rendam selama 1 jam per 25 mm dari bagian dan dingin dalam udara Medium Carbon Low Alloy Steels atau Baja Karbon Medium Paduan Rendah Baja karbon medium paduan rendah adalah keluarga dari ultrahigh strength steels termasuk SAE 4130, SAE 4140 dan SAE Baja ini mempunyai sifat mekanik yang lebih unggul dibandingkan baja karbon biasa yaitu pada kekuatan, kekerasan, kekerasan pada temperatur tinggi, ketahanan aus, keuletan, dan lain-lain. Untuk mendapatkan sifat mekanik tersebut sering diperlakukan dengan heat treatment atau perlakuan panas [6]. Unsur-unsur paduan yang biasa menyertai baja ini adalah krom (Cr), mangan (Mn), molibdenum (Mo), nikel (Ni) dan vanadium (V) baik sebagai paduan tunggal maupun gabungan. Unsur ini biasanya membentuk larutan padat (solid solution) dengan besi dan senyawa logam dengan karbon membentuk karbida. Pengaruh dari paduan utama tersebut adalah [6]: Krom meningkatkan kekerasan, kekuatan, daya tahan aus, dan hot hardness. Merupakan paduan paling efektif untuk meningkatkan mampu keras. Dalam jumlah yang besar juga akan meningkatkan daya tahan korosi. Mangan meningkatkan kekuatan dan kekerasan. Mampu keras dengan perlakuan panas, dapat ditingkatkan dengan bertambahnya Mn. Molibdenum meningkatkan keuletan dan hot hardness. Juga meningkatkan mampu keras dan membentuk karbida yang tahan korosi. Nikel meningkatkan kekuatan dan keuletan serta mampu keras, tetapi tidak sebanyak dengan unsur paduan lain. Dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan daya tahan korosi. Nickel juga merupakan unsur utama selain Cr untuk stainless steels. 10

11 Vanadium menghambat pertumbuhan butir logam saat temperatur naik selama pemrosesan dan perlakuan panas sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan keuletan baja. Vanadium juga dapat membentuk karbon (karbida) yang dapat meningkatkan daya tahan korosi. Pada baja ini menerima perlakuan hot forged pada temperatur antara 1065 sampai 1230 o C. untuk menghindari hasil retakan karena air quenching, part yang di forging harus didinginkan pelan-pelan di dalam furnace. Sebelum dibentuk atau dimesin, hal yang sering dilakukan pertama kali adalah di normalize pada suhu 870 sampai 925 o C dan temper pada suhu 650 sampai 675 o C. Perlakuan ini memberi struktur yang keras dari medium ke pearlite yang bagus. Proses bentukan untuk baja medium carbon low alloy steels adalah dipotong, dipukul, dan pembentukan dingin dalam kondisi annealing. Macam-macam medium carbon low alloy steels dan proses heat treatment adalah sebagai berikut [6]: Baja SAE 4130 Baja 4130 disebut juga baja kromoli atau baja kromium-molibdenum dimana besar dari kandungan krom adalah 0,50; 0,80; dan 0,95, sedangkan untuk kandungan dari molibdenum adalah 0,12; 0,20; dan 0,30. SAE 4130 adalah baja paduan dengan dan dapat ditingkatkan dari tingkat kekerasan rendah ke menengah. Ini dimaksudkan untuk mempertahankan tegangan tarik yang baik, lelah, dan beban impact sampai sekitar 370 C, namun memiliki sifat impact yang kurang baik pada suhu kriogenik. Baja ini tidak tahan terhadap temper. Baja ini biasanya di forging pada suhu C sedangkan untuk suhu finishing tidak boleh di bawah 980 C. Tabel 2.3 menunjukkan macam-macam baja yang termasuk baja kromoli [6] 11

12 Tabel 2.3 Komposisi Paduan Baja SAE 41XX[6] Baja ini sering digunakan sebagai bilet, bar, batang, untuk proses tempa, plat, tabung atau pipa, dan pengecoran atau casting. Baja SAE 4130 juga digunakan untuk membuat connecting rod pada otomotif, engine mounting lugs, poros, fitting, bushing, roda gigi, baut, as, tabung gas, komponen badan pesawat, saluran hidrolik, dan bagian mesin lainnya. Proses heat treatment standar untuk baja SAE 4130 adalah [6]: Normalizing: Panas dengan suhu 870 sampai 925 C dan ditahan untuk beberapa waktu tergantung dari ketebalan, didinginkan dengan udara kamar dan tempering pada 480 C atau diatasnya dapat dilakukan setelah normalizing untuk menaikan yield strength. Annealing: Panas dengan suhu 830 sampai 860 C dan ditahan untuk beberapa waktu tergantung dari ketebalan dan didinginkan didalam furnace. 12

13 Hardening: Panas dengan suhu 845 sampai 870 C dan ditahan untuk beberapa waktu, kemudian menggunakan quench dengan menggunakan air atau pada temperatur 860 sampai 885 C ditahan beberapa lama dan dilanjutkan dengan quenching di medium oli. Penahanan untuk beberapa waktu tergantung dari ketebalan benda. Tempering: ditahan setidaknya 1 sampai 2 jam pada suhu 200 sampai 700 C, menggunakan pendinginan udara atau air, temperature dan waktu tempering tergantung pada kekerasan atau kekuatan yang diinginkan. Tabel 2.4 Pengaruh Temperatur Temper dan Media Quench terhadap Sifat Mekanik Baja SAE 4130 [6] 13

14 Baja SAE 4340 Baja SAE 4340 adalah baja paduan medium dengan kandungan karbon 0.4 %, krom %, dan molibdenum 0.25 %. Baja 4340 selalu di forging pada 1065 sampai 1230 o C. setelah di forging, bagian yang di forging didinginkan dengan udara pada tempat yang kering. Daya tahan permesinan dari baja 4340 adalah 55% material cold-drawn dan 45% untuk material annealed. Baja 4340 memiliki karakteristik bagus untuk pengelasan tetapi harus menggunakan welding rods dengan komposisi yang sama. Baja ini sering digunakan sebagai bahan pembuat billet, bar, forging, sheet, tubing dan welding wire. Juga diproduksi sebagai light plates dan castings. Aplikasi yang sering menggunakan baja ini adalah baut, skrup, roda gigi, pinion, poros, crankshaft, connecting rod dan komponen tertentu pada pesawat terbang. Proses heat treatment standar yang diaplikasikan untuk baja 4340 adalah[6]: Normalizing: Panas yang digunakan dari 845 sampai 900 C dan ditahan dalam waktu tertentu tergantung ketebalannya dan menggunakan pedinginan udara. Annealing: Panas yang digunakan dari 830 sampai 860 C dan ditahan dalam waktu tertentu tergantung ketebalannya, didinginkan pada suhu kamar. Hardening: Panas yang digunakan dari 800 sampai 845 C, ditahan selama 15 menit untuk setiap 25 mm (1 in.) dari ketebalannya (minimal 15 menit). Menggunakan pendingin pelumas/oli dibawah 65 C, atau quenching dengan cairan garam pada suhu 200 sampai 210 C dan di tahan selama 10 menit, dan kemudian menggunakan pendinginan udara dibawah 65 C. 14

15 Tempering: Ditahan setidaknya 1 sampai 2 jam pada suhu 200 sampai 650 C dan dinginkan dengan pendinginan udara. Temperatur dan waktu sangat bergantung pada kekerasan akhir yang diinginkan. Stress relieve: setelah proses memperkuat baja, forming atau machining, baj tersebut mungkin akan dapat mengurangi tegangan sisa pada suhu 650 sampai 675 C. Bake: Untuk menghindari hydrogen embrittlement, plat baja harus dibakar setidaknya 8 jam pada suhu 185 sampai 195 C sesegera mungkin setelah plating. Tabel 2.5 Pengaruh Temperatur Temper dan Media Quench Terhadap Sifat Mekanik Baja SAE 4340[6] 15

16 2.3 Proses Produksi Connecting Rod Sepeda Motor Material Cutting Of Material Hot Forging Machining Heat Treatment (Carburizing, Quenching and Tempering) Machining Final Inspection Gambar 2.4 Bagan Produksi Connecting Rod [7] Pembuatan connecting rod melalui beberapa tahap, seperti yang ditampilkan pada gambar 2.3. Penjelasan dari bagan tersebut sebagai berikut: 1. Material, pemilihan jenis material sesuai dengan besar kapasitas dari kendaraan. 2. Cutting of Material, memotong besar dan panjang dari material yang sesuai dengan jenis kendaraan. 3. Hot Forging, setelah pemotongan material dilakukan proses tempa atau hot forging dimana temperaturnya diatas suhu kristalisasi. 16

17 4. Machining, proses yang dilakukan adalah grinding dan triming untuk mendapatkan ukuran yang tepat sebelum dilakukan heat treatment. 5. Heat Treatment, ada tiga proses yang dilakukan dalam heat treatment Carburizing, proses ini dilakukan untuk mendapatkan kekerasan dan mengurangi keausan hanya pada small end dan big end. Pada connecting rod, carburizing dilakukan hanya pada small end dan big end karena bagian tersebut yang mendapatkan beban yaitu beban rolling dan sliding. Quenching, proses carburizing yang mencapai suhu austenit didinginkan melalui proses quenching sehingga didapatkan struktur martensit yang keras. Tempering, struktur martensite hasil dari proses quench bersifat keras tapi britlle, untuk mengatasi agar sifat bahan menjadi tangguh, dilakukan proses tempering. Proses ini menyebabkan karbon membentuk karbida didalam martensit sehingga didapatkan martensit yang tangguh walaupun mengurangi sedikit kekerasannya. 6. Machining, setelah dilakukan proses heat treatment dilakukan proses machining untuk mendapatkan ukuran yang sesuai. Proses yang digunakan adalah grinding dan triming. 7. Final Inspection, pemeriksaan akhir untuk mengetahui ada tidaknya cacat karena produksi sehingga didapatkan hasil yang bisa digunakan oleh konsumen. 17

18 2.4 Mekanisme Kegagalan Connecting Rod Fatigue Fatigue atau lelah adalah bentuk dari kegagalan yang terjadi pada struktur yang terjadi karena beban dinamik yang berfluktuasi dibawah kekuatan luluhnya yang terjadi dalam waktu yang lama dan berulang-ulang. Retak fatigue biasanya bermula dari permukaan yang merupakan tempat beban berkonsentrasi. Fatigue menyerupai patah getas yaitu ditandai dengan deformasi plastis yang sangat sedikit. Proses terjadinya fatigue ditandai dengan retak awal, perambatan retak dan patah akhir. Permukaan fracture biasanya tegak lurus terhadap beban yang diberikan. Dua sifat makro dari kegagalan fatigue adalah tidak adanya deformasi plastic yang besar dan fracture yang menunjukkan tanda tanda berupa beachmark atau camshell [8]. Fatigue juga dipengaruhi oleh pelumasan. Jika minyak pelumas mengalami kekurangan kekentalan dan volumenya rendah atau kotor dapat mempercepat proses terjadinya fatigue. Fatigue karena pelumasan adalah jika bagian sliding tidak dilumasi akan menciptakan gesekan yang luar biasa yang membutuhkan jumlah kekuatan yang besar untuk bergerak, slide atau memisahkan mereka. Jika gesekan mencapai tingkat kritis, panas akan mengeringkan bagian-bagian yang bergesekan dan akan menyebabkan berubahnya ukuran. Proses lelah akibat rolling dan sliding tergantung pada kekentalan dan ketebalan lapisan film pelumas antar permukaan rolling. Ketebalan film akan menambah umur fatigue[9]. Fungsi dari pelumasan itu sendiri adalah [10]: Mengendalikan gesekan Mencegah keausan Mendinginkan mesin Mencegah korosi Memelihara mesin tetap bersih Memaksimumkan kompresi, mempertahankan tekanan 18

19 2.4.2 Hydrolock Hydrolock adalah deformasi plastis dari connecting rod disebabkan karena air masuk ke ruang piston. Hal ini biasanya terjadi setelah mobil telah digunakan melalui air yang dalam seperti jalan pada saat banjir. Jika hanya sedikit air masuk ke dalam mobil silinder akan membuat knocking dan itu masih dapat diperbaiki apabila air yang ada didalam engine diambil keluar dan gasket diganti. Tetapi jika air cukup banyak masuk kedalam engine khususnya ruang bakar dan memenuhi semua ruang pembakaran pada saat pembakaran akan mengakibatkan bengkok atau snap pada connecting rod. Hydrolock jauh lebih umum terjadi pada perahu atau kapal laut yang menggunakan engine sebagai penggeraknya daripada mobil karena kapal laut selalu dioperasikan di air [11]. Jika mesin hydrolock pada saat pengoperasian atau saat mesin hidup, kegagalan mekanis dapat terjadi. Mode kerusakan yang umum meliputi bengkok atau patahnya connecting rod, kepala silinder retak, blok mesin retak, kerusakan pada bak mesin atau carter oil, rusaknya bearing pada connecting rod, gasket rusak, atau kombinasi dari semuanya. Gambar 2.5 Ilustrasi dari Hydrolock [12] 19

20 Dari gambar 2.5 dapat dilihat mekanisme terjadinya hydrolock dimana air masuk ke dalam ruang bakar dan ikut terkompresi oleh piston. Air mempunyai sifat yang berbeda jika dibandingkan dengan bahan bakar yaitu tidak dapat ditekan dan selama terjadi proses kompresi, air akan mengunci piston sehingga tidak dapat bergerak sehingga connecting rod mengalami bengkokan atau patah. Gambar 2.6 menunjukkan connecting rod yang mengalami kegagalan karena hydrolock. Gambar 2.6 Connecting Rod Rusak Karena Hydrolock [12] 2.5 Needle Roller Bearing Needle roller bearing adalah komponen yang dipasang pada connecting rod (small end dan big end) yang menghubungkan connecting rod dengan piston dan crankshaft (lihat gambar 2.7) dan merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang memegang peranan cukup penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu sebuah poros agar poros dapat berputar tanpa mengalami gesekan yang berlebihan. Bantalan harus cukup kuat untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik [13]. 20

21 Bantalan yang sering digunakan adalah bantalan gelinding atau disebut juga bantalan anti gesek. Keuntungan dan kerugian bantalan gelinding adalah sebagai berikut [13]: a. Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada bantalan luncur, tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. b. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. c. Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. d. Harganya pada umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur e. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksi menurut standar dalam berbagai ukuran dan bentuk f. Dengan gesekan yang sangat rendah pelumasannya pun sangat sederhana, cukup dengan gemuk, bahkan pada jenis tertentu yang memakai sil sendiri tidak perlu pelumasan lagi g. Meskipun ketelitiannya tinggi, namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar, pada putaran tinggi bantalan ini agak gaduh dibandingkan dengan bantalan luncur Macam-macam bantalan gelinding adalah sebagai berikut [13]: a. Bantalan gelinding dengan bola (ball bearing) - Bantalan gelinding bola radial (radial ball bearing) - Bantalan gelinding bola kontak menyudut ( angular contact ball bearing) - Bantalan gelinding bola aksial ( thrust ball bearing) b. Bantalan gelinding dengan roll (roller bearing) - Bantalan gelinding rol silinder (cylindrical roller bearing) - Bantalan gelinding rol jarum (needle roller bearing) - Bantalan gelinding rol tirus (tapered roller bearing) - Bantalan gelinding rol lengkung (spherical roller bearing) 21

22 Sebuah bantalan rol jarum atau needle roller bearing adalah bantalan yang menggunakan rol silinder kecil. Mereka digunakan untuk mengurangi gesekan permukaan berputar. Bantalan jarum memiliki luas permukaan besar yang berada dalam kontak dengan permukaan luar bantalan dibandingkan dengan bantalan bola. Selain itu ada clearance ditambahkan kurang (selisih antara diameter poros dan diameter bantalan) sehingga mereka jauh lebih kompak. Struktur khas terdiri dari sebuah ras dalam (atau kadang-kadang hanya poros a), kandang jarum yang berorientasi dan berisi rol jarum, rol jarum itu sendiri, dan ras luar. Bantalan jarum radial rol silinder dan menggunakan sejajar dengan sumbu poros. bantalan jarum Thrust yang datar dan menggunakan pola radial jarum [13]. Bantalan jarum banyak digunakan dalam komponen mesin seperti pivots rocker arm, pompa, kompresor, dan transmisi. Poros penggerak kendaraan roda belakang biasanya memiliki sedikitnya 8 bantalan jarum (4 di setiap sendi U) dan sering kali lebih jika sangat panjang, atau beroperasi di lereng curam [13]. Gambar dari needle roller bearing untuk small end connecting rod akan ditampilkan pada gambar 2.7 sebagai berikut: Gambar 2.7 Needle Roller Bearing pada Small End Connecting Rod [14] 22

23 2.6 Pengujian Material Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur-unsur pada material. Pengujian komposisi menggunakan spektrometer. Setiap unsur yang terkandung dalam suatu material akan memberikan pengaruh pada material tersebut, baik dari kekerasan (hardness), kekuatan (strength), keuletan (ductility), kelelahan (fatique) maupun ketangguhan (toughness). Dengan mengetahui komposisi kimia dari suatu material maka dapat diketahui sifat atau karakteristik dari material tersebut dan dibandingkan dengan referensi [15] Pengujian Kekerasan Uji kekerasan berfungsi untuk mengetahui nilai kekerasan dari material uji. Kekerasan suatu bahan merupakan kemampuan bahan dalam menghambat deformasi plastik yang terjadi (dalam bentuk lekukan kecil atau goresan). Uji kekerasan ada 3, yaitu [15]: 1. Kekerasan Goresan (Scracth Hardness) Proses pengukuran kekerasan goresan adalah dengan mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi baban terbatas. 2. Kekerasan Pantulan (Rebound Hardness) Proses pengukuran kekerasan pantulan dilakukan dengan cara menjatuhkan penumbuk ke permukaan logam. Alat uji kekerasan pantulan yang sering dilakukan adalah Skeleroskop Shore dimana nilai kekerasannya dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. 23

24 3. Kekerasan Lekukan (Indentation Hardness) Uji kekerasan ini menggunakan indenter kecil yang dikenakan gaya ke permukaan benda uji. Dengan penerapan kondisi pembebanan terkontrol. Hasil penetrasi indenter ini akan menunjukkan kekerasan material tersebut. Jenis uji kekerasan lekukan (Indenter Hardness) adalah: a. Uji Kekerasan Vickers Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur dangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan piramid yang saling berhadapan adalah 136. Karena bentuk penumbuknya pyramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramid intan. Angka kekerasan piramid intan (DPH) atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. DPH dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut [15]: VHN 2P sin( / 2) 1, L L (1) Dimana: P = beban yang diterapkan (Kg) L = panjang diagonal rata-rata (mm) Ө = sudut antara permukaan intan yang berhadapan (136 ) Uji kekerasan Vickers banyak digunakan pada penelitian, karena metode ini memberikan hasil yang berupa skala kekerasan yang kontinyu untuk satu beban tertentu dan dapat digunakan pada logam yang sangat lunak yang mempunyai DPH 5 hingga logam yang sangat keras dengan DPH Dengan uji kekerasan Brinell atau Rockwell biasa perlu dilakukan perubahan beban atau penumbuk pada nilai tertentu, sehingga pengukuran pada suatu skala kekerasan yang ekstrim tidak bisa dibandingkan dengan 24

25 skala kekerasan yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak bergantung pada beban. Kekurangan uji Vickers adalah tidak dapat digunakan pada pengujian yang rutin karena memerlukan persiapan yang matang baik pada permukaan benda uji maupun dalam pembacaan diagonal harus benar-benar teliti. b. Uji Kekerasan Rockwell Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Mula-mula diterapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preparasi permukaan yang dibutuhkan dan memperkecil kecenderungan untuk terjadi penumbukan ke atas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang besar dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pada gage penunjuk yang menunjukkan angka kekerasan. Penunjuk terdiri dari 100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penebusan sedalam 0,00008 inch. Berdasarkan nilai dari beban mayor dan minor, ada beberapa uji kekerasan metode Rockwell, yang sering digunakan adalah Rockwell hardness test (HRC), Rockwell B hardness test (HRB) dan Rockwell A hardness test (HRA), Superficial Rockwell: Rockwell N superficial hardness test (HR 30N). Rockwell Hardness Test HRC adalah pengujian kekerasan dimana pengujian metode ini indentasinya menggunakan indenter Brale (kerucut) dengan sudut puncak 120 (puncak berbentuk bulat dengan r = 0,2 mm). Beban minor yang digunakan 10 kg, sedang beban mayor yang digunakan 140 kg, sehingga total beban 150 kg. Beberapa keuntungan dari metode HRC yaitu digunakan secara luas pada industri karena pengoperasiannya cepat dan hasilnya dapat secara langsung dibaca pada mesin. Metode ini sangat cocok untuk pengujian logam yang dikeraskan (hardened metals) dan logam yang dipanaskan (tempered metal), dan juga material yang mendapat proses flame 25

26 hardening dan induction hardening yang secara normal kekerasannya berada pada HRC. Kelemahannya yaitu tidak cocok untuk material lunak dan material dengan ketebalan di bawah 0.5 mm, karena semua mesin standar didesain dengan kapasitas beban yang tinggi sekitar 140 kg. Namun, pengujian untuk material tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan mesin khusus yang memiliki kapasitas beban 1-30 kg. Metode ini hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan yang homogeny [15]. Rockwell Hardness Test HRB: Metode ini menggunakan bola baja yang dikeraskan dengan diameter1/16 (1,59 mm) dan juga Brale indenter (indenter kerucut). Beban total pengujian yang diberikan adalah 100 kg (10±0,2+90KP), yaitu beban minor 10 kg dan beban mayor 90 kg. Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur kekerasan antara HRB. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kekerasan baja annealing, kuningan, perunggu, dan paduan magnesium sebaik mengukur material hardening dan tempering. Namun, metode ini tidak cocok untuk logam keras dan tidak seakurat metode Brinell atau Vickers. Rockwell Hardness Test HRA: Metode ini sama dengan Rockwell hardness test HRC dan menggunakan indenter yang sama. Perbedaannya adalah metode ini menggunakan beban hanya 60 kg (10±0,2+50KP). Kekerasan dapat langsung dibaca pada cakra angka dalam skala A (HRA) setelah beban mayor dipindahkan. Rockwell N Test; Metode ini menggunakan indenter intan kerucut sama seperti Rockwell Hardness Test HRC. Beban yang diberikan pada material uji adalah 5,30 dan 45 kg(3 kg beban minor), tergantung pada tipe material, ketebalan, dan kedalaman. Mesin ini banyak digunakan untuk pengujian khusus, seperti pengujian baja nitiriting dan baja carbonitring, yang lapisan superficialnya kurang dari 0,5 mm. Lapisan decarburizing juga dapat diuji dengan metode ini [15]. 26

27 c. Uji Kekerasan Brinell Uji kekerasan Brinell pertama kali dikenalkan oleh J.A Brinell pada tahun Uji kekerasan Brinell terdiri dari penekanan suatu bola baja (identor) yang dikeraskan (Hardened Stell Ball) pada permukaan benda uji. Identor bola baja berdiameter 10 mm, sedangkan untuk bahan yang sangat keras identor terbuat dari paduan karbida tungsten, untuk memperkecil distorsi identor. Beban uji yang diberikan untuk logam yang sangat keras adalah 3000 kg, untuk benda yang lunak beban yang digunakan 500 kg untuk menghindari beban jejak yang dalam. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik. Permukaan benda uji harus halus, bebas dari debu dan kerak. Angka kekerasan Brinell (Brinell Hardness number, BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luasan permukaan lekukan. Persamaan untuk angka-angka kekerasan tersebut adalah sebagai berikut: BHN 2P...(2) 2 2 D( D D d Dimana: P = beban yang diterapkan (kg) D = diameter bola (mm) d = diameter lekukan (mm) t = kedalaman jejak (mm) Diameter lekukan diukur dengan menggunakan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan kemudian dicari harga rata-rata dari dua buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus [15]. 27

28 2.6.3 Pengujian Metalografi Pemeriksaan metalografi dilakukan dengan tujuan mempelajari struktur mikro dari material uji. Alat yang digunakan dalam metalografi adalah mikroskop optik yang terdiri dari 3 bagian pokok yaitu[15]: 1. Lensa pemantul (iluminator) yang berfungsi untuk memantulkan permukaan logam. 2. Lensa obyektif yang mempunyai daya pisah yang berfungsi untuk membentuk bayangan dari material uji. 3. Lensa mata (eyepiece) yang berfungsi untuk memperbesar bayangan yang terbentuk lensa obyektif. Proses metalografi diawali dengan pengampelasan dan pemolesan material uji kemudian dilakukan pengujian tanpa mempergunakan etsa terlebih dahulu, kemudian dietsa dengan bantuan larutan kimia menggunakan etsa nital untuk baja. Butir-butir material akan terlihat setelah dilakukan etsa. Proses etsa mula-mula memperlihatkan batas butir, tetapi lebih lanjut etsa akan memperlihatkan bayangan yang berbeda antara satu butir dengan butir yang lain, hal ini menunjukkan bahwa larutan etsa tidak mengikis permukaan logam seluruhnya melainkan sepanjang bidang-bidang kristalografi tertentu [15]. 28

29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Alur yang dapat disajikan adalah sebagai berikut: Mulai Penentuan judul Studi literatur Pengamatan visual kegagalan pada connecting rod Hipotesis kegagalan connecting rod Pengujian connecting rod gagal dan baru Pengujian komposisi kimia Pengujian struktur mikro Pengujian kekerasan Data uji komposisi kimia kekerasan dan gambar struktur Pengolahan data, analisis, dan pembahasan dalam penulisan laporan Kesimpulan dan saran Selesai Gambar 3.1 Alur Penelitian 29

30 Penjelasan singkat dari diagram alir (gambar 3.1) penelitian diuraikan dalam paragraf berikut ini : Pemilihan Judul Penentuan judul dilakukan untuk menentukan topik dan materi apa yang akan dibahas dalam penelitian ini. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mencari materi dan teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan memudahkan dalam menentukan proses yang akan dilakukan selama penelitian. Materi yang dibutuhkan antara lain proses pembuatan piston, uji kekerasan, struktur mikro paduan alumunium dan kegagalan pada connecting rod. Pengamatan visual kegagalan connecting rod Pengamatan visual dilakukan sebelum melakukan pengujian, tujuannya adalah untuk melihat bagian piston yang rusak atau gagal. Hipotesis kegagalan connecting rod Hipotesis dilakukan untuk memperkirakan jenis dan penyebab kegagalan yang terjadi pada connecting rod dengan mengacu pada referensi yang ada. Spesimen connecting rod gagal dan connecting rod baru Mengambil spesimen dari connecting rod gagal dan connecting rod baru untuk dilakukan pengujian komposisi kimia, struktur mikro, dan kekerasan. Pengujian Komposisi Bertujuan untuk mendapatkan data-data tentang material penyusun yang paling dominan dari connecting rod gagal dan c onnecting rod baru. Pengujian struktur mikro Melakukan uji mikrografi untuk mengetahui perbedaan struktur mikro antara connecting rod gagal dan connecting rod baru. 30

31 Pengujian kekerasan Melakukan uji kekerasan dengan metode Vickers (HV) untuk mengetahui nilai kekerasan pada connecting rod yang gagal dan connecting rod baru. Pengolahan data, analisis, dan pembahasan Dilakukan setelah melakukan pengamatan dilapangan dan pengumpulan data dari bahan dasar sampai dengan jenis-jens kegagalan yang terjadi serta setelah melakukan pengujian-pengujian yang mendukung analisis yang akan dilakukan. Representasi data yang telah diolah berupa tabel dan foto. Selanjutnya setelah data selesai diolah, maka data tersebut dianalisis berdasarkan teori yang didapat dari referensi dan literatur. Kesimpulan dan saran Menarik kesimpulan dari hasil pengolahan data dan analisis. Dan memberi saran untuk lanjutan dari penelitian ini. 3.2 Peralatan yang Digunakan a. Mesin Amplas (Centrifugal sand and paper machine) Centrifugal sand and paper mechine digunakan untuk menghaluskan permukaan yang akan diuji kekerasan maupun metalografi. Penggunaan mesin ini dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik UGM. Gambar 3.2 adalah gambar dari mesin amplas (Centrifugal sand and paper machine). 31

32 Gambar 3.2 Mesin Ampelas (Centrifugal sand and paper machine) b. Alat Uji Kekerasan Vickers Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui harga kekerasan benda uji pada beberapa bagian sehingga akan diketahui distribusi kekerasan dari benda uji tersebut. Pengujian kekerasan pada penelitian ini adalah menggunakan uji kekerasan Vickers, tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai kekerasan material pada masing-masing bagianalat yang digunakan adalah Vickers Microhardness Tester. Pengujian kekerasan sistem Vickers juga berdasarkan atas kedalaman penetrasi, namun dalam perhitungan yang digunakan adalah diameter bekas penetrasi. Penetrator yang digunakan berbentuk piramida bersudut puncak 1360 dengan pembebanan 25. Bekas injakan penetrator diamati dengan menggunakan mikroskop untuk diukur panjang diagonal rata-rata injakan penetrator. Pengambilan sampel uji dan pengujiannya dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik UGM Yogyakarta. 32

33 Gambar 3.3 Alat Uji Kekerasan Mikro (Vickers Microhardness Tester) c. Mikroskop optik dan kamera Mikroskop digunakan untuk mengamati struktur mikro dari spesimen dan kemudian mengambil foto setelah mendapatkan gambar yang diinginkan menggunakan kamera yang dilakukan di Laboratorium Metalografi Undip. Gambar 3.4 Mikroskop dan kamera 33

34 d. Alat uji komposisi Alat uji komposisi yang digunakan adalah spektrometer di Politeknik Manufaktur Ceper, Klaten. Gambar 3.5 Spektrometer e. Bahan dan Alat bantu lainnya Bahan uji yang digunakan dalam pengujian adalah connecting rod sepeda motor bensin 2 tak. Connecting rod digunakan untuk menghubungkan piston dengan crankshaft atau poros engkol pada motor. Pengujian dilakukan menggunakan 2 connecting rod yaitu lama dan baru (lihat Gambar 3.6). (a) (b) Gambar 3.6 Connecting Rod Lama (a) dan Baru (b) 34

35 Pembuatan Spesimen Uji 1. Memotong bagian small end dan big end connecting rod yang mengalami kegagalan dan kemudian membelah menjadi dia bagian. Ini dimaksudkan agar bagian yang dicarburizing dapat terlihat pada saat pemotretan struktur. Bagian yang telah dipotong dan dibelah kemudian di mounting agar memudahkan waktu pengampelasan. Potongan bagian small end dan big end ditunjukkan pada gambar 3.7 (a) (b) Gambar 3.7 Potongan Small End (a) dan Big End (b) 3.3 Pengujian Bahan Uji Pengamatan Visual Pengamatan secara visual dilakukan dengan jalan mengamati kerusakan pada connecting rod secara langsung. Pengamatan ini dilakukan dengan membersihkan bagian yang terjadi kerusakan. Gambar 3.8 menunjukkan bagian small end yang mengalami kerusakan dan diamati secara visual. 35

36 fracture Gambar 3.8 Gambar Connecting Rod dengan Penggunaan Selama 7 Tahun Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia digunakan untuk mengetahui komposisi dan unsur yang terkandung dalam material. Dari komposisi serta kandungan utama dari material nantinya dapat kita gunakan untuk menganalisa penyebab dari kegagalan connecting rod serta kemungkinan penggantian material apabila diperlukan. Pengujian komposisi kimia ini dilakukan di POLMAN Ceper, klaten. Gambar 3.9 Alat Uji Spektrometri 36

37 Mulai Preparasi spesimen (D > 1,5 cm Persiapan alat uji spektrometer Pemasangan spesimen pada kedudukan kerja Uji spektrometri (dengan mesin spektrometer) Selesai Gambar 3.10 Diagram Uji Komposisi / Spectrometri Tahapan pengujian terdiri dari 3 tahap, yaitu: Tahap 1, preparasi alat uji: 1. Menghidupkan alat beserta semua peralatan pendukung. 2. Tunggu sampai keluar indikasi spectro ready (temperature ok), kemudian pilih program yang akan diuji yang disesuaikan dengan material uji. 3. Lakukan standarisasi alat uji. 37

38 Tahap 2, preparasi benda uji: 1. Bersihkan permukaan benda uji dengan cara digerinda. 2. Pastikan tidak ada bahan pengotor yang masih menempel Tahap 3, tahap pengujian: 1. Letakkan sampel pada kedudukan kerja. 2. Tekan start pada alat sebagai tanda analisa sampel mulai dilakukan, penekanan tombol start jangan dilepas sampai bunyi spark terdengar. 3. Lakukan penembakan minimal 3 kali pada tempat yang berbeda. 4. Setiap selesai penembakan lakukan pembersihan pada pin penembakan. 5. Print hasil uji yang didapatkan Pengujian Metalografi Pengujian dilaukan di Laboratorium di Laboratorium Metalografi Universitas Diponegoro. Gambar 3.11 Alat Uji Metalografi 38

39 Langkah langkah pengujian Metalografi adalah sebagai berikut : Pemotongan (sectioning) Pemotongan dilakukan sesuai dengan cara yang telah ditentukan untuk membuat material dengan ukuran tertentu. Pemegangan (mounting) Material yang sudah dipotong dan dipilih bagian yang akan diperiksa dan akan dikerjakan pada proses selanjutnya dilakukan pembuatan pemegang (mounting). Biasanya menggunakan resin. Pengamplasan (grinding) Tahap ini dilakukan dengan menghaluskan permukaan yang ditujukan untuk menghilangkan kerak pada permukaan specimen sampai didapatkan permukaan halus, amplas paper yang sering digunakan, ukurannya 240, 800, 1000, Pemolesan (polishing) Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan specimen yang rata dan mengkilap, tidak boleh ada goresan selama pengujian. Tahap ini menggunakan kain beludru dan autosol. Pengetsaan (etching) Pada permukaan logam yang telah dipoles akan didapatkan permukaan yang halus dan mengkilap seperti cermin. Kemudian permukaan tersebut diberi zat kimia tertentu (nital 4%.) dengan cara mencelupkan atau mengolesi dengan kain selama beberapa detik. Pemotretan Dimaksudkan untuk mendapatkan gambar dari struktur kristal yang dimaksud. Untuk mendapatkan foto mikrografi yang tajam, variabel berikut harus terkontrol yaitu penghilangan getaran, pelurusan pencahayaan, penyesuaian warna cahaya, kejernihan objek, penyesuaian daerah pengamatan dan lubang diagram serta kecepatan fokus. 39

40 mulai Persiapan benda uji conrod Pemotongan bahan Mounting Pemberian tanda Penggerindaan Pemolesan Pengetsaan Pengamatan dengan mikroskop Apakah objek sudah terlihat sesuai yang diinginkan Tidak Ya Pemotretan Gambar struktur kesimpulan selesai Gambar 3.12 Diagram Alir Uji Metalografi Pengujian kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan metode kekerasan Vickers (HV) dimana menggunakan Indentor diamond pyramide dengan beban 25 gf dan lama penekanan 15 detik. Pengujian dilakukan pada kedua connecting rod dan diuji pada bagian yang sama. Selain untuk mengetahui besar kekerasan pada kedua connecting rod, pengujian kekerasan metode Vickers juga digunakan untuk menentukan ketebalan dari carburizing. 40

41 Pengujian ini didasari pada kemampuan permukaan untuk menerima beban dari mesin uji kekerasan. Penyiapan benda uji pada pengujian ini adalah sama dengan penyiapan benda uji struktur mikro, dimana diperlukan permukaan yang halus untuk mempermudah dalam pengambilan titik uji. Alat yang digunakan adalah Vickers Microhardness Tester. Pengujian kekerasan sistem Vickers juga berdasarkan atas kedalaman penetrasi, namun dalam perhitungan yang digunakan adalah diameter bekas penetrasi. Penetrator yang digunakan berbentuk piramida bersudut puncak 1360 dengan pembebanan 25 g. Bekas injakan penetrator diamati dengan menggunakan mikroskop untuk diukur panjang diagonal rata-rata injakan penetrator. Angka kekerasan piramida intan (DPH) atau kekerasan Vickers (HV) dapat ditentukan sebagai berikut :... (3) dimana : P = beban yang diterapkan (kg) L = panjang diagonal rata-rata (mm) θ = sudut piramida intan (136 0 ) Gambar 3.13 Indentor Alat Uji Vickers 41

42 Langkah pengujian kekerasan Vickers adalah : - Benda uji yang telah dipotong, disiapkan untuk dilakukan uji kekerasan. - Benda uji diletakkan pada landasan yang sesuai. - Meletakkan penetrator pada benda uji. - Memberikan pembebanan sebesar 25 g. - Menunggu saat pembebanan selama kira-kira 15 detik. - Mengangkat pembebanan dari permukaan bahan. - Melihat hasil uji kekerasan yang ditampilkan pada layar monitor.. - Mengulangi pengujian seperti langkah-langkah diatas sebanyak 10 kali pada tempat yang berbeda-beda. - Jarak tiap titik adalah 200 μm Gambar 3.14 Arah Pengujian Vickers pada Small End Gambar 3.15 Arah Pengujian Vickers pada Big End 42

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan penting, meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Alasan Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Alasan Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Purifier banyak dipakai pada dunia perkapalan. Bahan bakar diambil dari tangki oleh purifier. Dari purifier ini bahan bakar dipisahkan antara bahan bakar murni dan

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Perancangan Tugas Akhir ini direncanakan di bagi dalam beberapa tahapan proses, dituliskan seperti diagram alir berikut ini : Mulai Studi literatur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Spesifikasi bearing Metode pengujian Persiapan Pengujian: Pengambilan bahan pengujian bearing baru, bearing bekas pakai dan bearing

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN BAB PENGUJIAN KEKERASAN Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil melakukan pengujian kekerasan. Sub Kompetensi : Menguasai prosedur pengujian kekerasan Brinell, Vickers dan Rockwell B DASAR TEORI Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Data awal: Spesifikasi awal Studi pustaka Persiapan benda uji: Pengelompokkan benda uji Proses Pengujian: Pengujian keausan pada proses

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alur Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori untuk penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian, diagram alir penelitian, proses pengujian tarik geser, proses pengujian kekerasan dan proses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini ada beberapa langkah yang dilakukan. Langkah langkah dalam proses pengerjaan las friction stir welding dapat dilihat pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai. 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu preparasi sampel di

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta 3.1.2. Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN III-1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Bab ini membahas tentang penelitian yang dimulai dari identifikasi material, pengujian spektrometri, proses pengelasan, pengujian tarik, pengujian

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada kondisi struktur mikro dan sifat kekerasan pada paduan Fe-Ni-Al dengan beberapa variasi komposisi, dilakukan serangkaian

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro. 30 III. METODOLOGI 3.1 Material dan Dimensi Spesimen Bahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah. Baja karbon ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486 TUGAS AKHIR TM091486 STUDI EKSPERIMENTAL UMUR LELAH BAJA AISI 1045 AKIBAT PERLAKUAN PANAS HASIL FULL ANNEALING DAN NORMALIZING DENGAN BEBAN LENTUR PUTAR PADA HIGH CYCLE FATIGUE Oleh: Adrian Maulana 2104.100.106

Lebih terperinci

BAB III PENGUKURAN DAN GAMBAR KOMPONEN UTAMA PADA MESIN MITSUBISHI L CC

BAB III PENGUKURAN DAN GAMBAR KOMPONEN UTAMA PADA MESIN MITSUBISHI L CC BAB III PENGUKURAN DAN GAMBAR KOMPONEN UTAMA PADA MESIN MITSUBISHI L 100 546 CC 3.1. Pengertian Bagian utama pada sebuah mesin yang sangat berpengaruh dalam jalannya mesin yang didalamnya terdapat suatu

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 36 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan pengujian ini antara lain: 1. Tabung Nitridasi Tabung nitridasi merupakan

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KEGAGALAN CONNECTING ROD SEPEDA MOTOR 2 LANGKAH TUGAS AKHIR ARVIAN ARIESTYANTO L2E

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KEGAGALAN CONNECTING ROD SEPEDA MOTOR 2 LANGKAH TUGAS AKHIR ARVIAN ARIESTYANTO L2E UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KEGAGALAN CONNECTING ROD SEPEDA MOTOR 2 LANGKAH TUGAS AKHIR ARVIAN ARIESTYANTO L2E 308 010 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG JUNI 2011 i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Ingot AC8H Proses peleburan Proses GBF (Gas Bubbling Floatation) Spektrometer NG Proses pengecoran OK Solution Treatment Piston As Cast Quenching

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL 2014 LABORATORIUM FISIKA MATERIAL IHFADNI NAZWA UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL Ihfadni Nazwa, Darmawan, Diana, Hanu Lutvia, Imroatul Maghfiroh, Ratna Dewi Kumalasari Laboratorium Fisika

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember PENGARUH VARIASI VISKOSITAS OLI SEBAGAI MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT KEKERASAN PADA PROSES QUENCHING BAJA AISI 4340 Bayu Sinung Pambudi 1, Muhammad Rifki Luthfansa 1, Wahyu Hidayat Nurdiansyah 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PEMBAHASAN MASALAH BAB III PEMBAHASAN MASALAH 3.1. Uji Kekerasan Rockwell Pengujian Rockwell merupakan suatu uji untuk mengetahui tingkat kekerasan. Tingkat kekerasan yang di uji adalah tingkat kekerasan logam baik logam

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.DIAGRAM ALIR PENLITIAN Persiapan Benda Uji Material Sand Casting Sampel As Cast Perlakuan Quench/ Temper Preheat 550 O C 10 menit Austenisasi 920 O C 40 menit Quenching

Lebih terperinci

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak Tutup kepala silinder (cylinder head cup) kepala silinder (cylinder

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Studi Literatur Pembuatan Master Alloy Peleburan ingot AlSi 12% + Mn Pemotongan Sampel H13 Pengampelasan sampel Grit 100 s/d 1500 Sampel H13 siap

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340 ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 30 Sasi Kirono, Eri Diniardi, Seno Ardian Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak.

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Spesimen & Studiliteratur Gambar teknik & Pengambilan sample pengujian Metalografi: Struktur Makro & Mikro Uji Kekerasan: Micro Vickers komposisi

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel atau baja yang memiliki kandungan 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, 0,15-0,30% Si, 0,80-1,10%

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 Syaiful Rizal 1) Ir.Priyagung Hartono 2) Ir Hj. Unung Lesmanah.MT 3) Program Strata Satu Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dewasa ini telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. dari dunia industri, sebab adanya ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. pesat dewasa ini telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. dari dunia industri, sebab adanya ilmu pengetahuan dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dewasa ini telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari dunia industri, sebab adanya ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan beberapa pengujian dengan tujuan mengetahui hasil pengelasan preheat setelah PWHT, pengujian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alir berikut ini : Pelat Baja Tipe SPHC JIS G Pembuatan Spesimen Uji

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alir berikut ini : Pelat Baja Tipe SPHC JIS G Pembuatan Spesimen Uji BAB III PROSEDUR PENELITIAN Penelitian ini dilakukan sesuai dengan diagram alir berikut ini : Mulai Pelat Baja Tipe SPHC JIS G 3131 Pembuatan Spesimen Uji Proses Pretreatment Proses Hot Dip Galvanis :

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM) MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM) FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perancangan konstruksi mesin harus diupayakan menggunakan bahan seminimal

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT PADA KEKERASAN MATERIAL SPECIAL K (K100)

PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT PADA KEKERASAN MATERIAL SPECIAL K (K100) PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT PADA KEKERASAN MATERIAL SPECIAL K (K100) Hera Setiawan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Kampus Gondang Manis, Bae PO. Box : 53 Kudus, 59352 Telp. (0291)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Uraian langkah-langkah penelitian dapat dijabarkan ke dalam diagram alir penelitian pada Gambar 3.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Uraian langkah-langkah penelitian dapat dijabarkan ke dalam diagram alir penelitian pada Gambar 3. 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Uraian langkah-langkah penelitian dapat dijabarkan ke dalam diagram alir penelitian pada Gambar 3.1 sebagai berikut: Start Studi Pustaka Raw

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut: 1. Tempat pengambilan data : Laboratorium Bahan Teknik Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Baja (steel) adalah material yang paling banyak dan umum digunakan di dunia industri, hal ini karena baja memberikan keuntungan keuntungan yang banyak yaitu pembuatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh logam yang sangat banyak penggunaannya ialah Baja. Baja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian adalah parameter proses pengerjaan dalam pengelasan gesek sangatlah kurang terutama pada pemberian gaya pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL Mahasiswa Febrino Ferdiansyah Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135 JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 4, No. 02, Juli Tahun 2016 Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan Sampel Pemotongan Sampel Sampel 1 (tanpa perlakuan panas) Perlakuan panas (Pre heat 600 o C tiap sampel) Sampel 2 Temperatur 900 o C

Lebih terperinci

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai Heat Treatment atau proses perlakuan panas adalah proses pemanasan yang diikuti proses pendinginan selama waktu tertentu dan bila perlu dilanjutkan dengan pemanasan serta pendinginan ulang. Perlakuan panas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460 PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460 Gunawan Dwi Haryadi 1) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kekerasan logam yaitu baja

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT (1) Beny Bandanadjaja (1), Cecep Ruskandi (1) Indra Pramudia (2) Staf pengajar Program Studi Teknik Pengecoran Logam

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III. Metode Rancang Bangun BAB III Metode Rancang Bangun 3.1 Diagram Alir Metode Rancang Bangun MULAI PENGUMPULAN DATA : DESAIN PEMILIHAN BAHAN PERHITUNGAN RANCANG BANGUN PROSES PERMESINAN (FABRIKASI) PERAKITAN PENGUJIAN ALAT HASIL

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760 PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760 Adi Rachmat Setya Utama 1) Ir. H. Abdul Wahab, MT 2) Nur Robbi, ST. MT 3) Program Studi Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING, MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Pengumpulan Data dan Informasi Pengamatan Fraktografi Persiapan Sampel Uji Kekerasan Pengamatan Struktur Mikro Uji Komposisi Kimia Proses Perlakuan

Lebih terperinci

ANALISA UJI KEKERASAN BAJA VCN 150 PADA POROS BALING-BALING PISAU MESIN CRUSHER ABSTRAK

ANALISA UJI KEKERASAN BAJA VCN 150 PADA POROS BALING-BALING PISAU MESIN CRUSHER ABSTRAK ANALISA UJI KEKERASAN BAJA VCN 150 PADA POROS BALING-BALING PISAU MESIN CRUSHER Firda Herlina, Muhammad Firman, Muhammad Najib Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Islam Kalimantan Muhammad

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C

MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C Somawardi Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung Kawasan Industri Air Kantung,

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S Mahasiswa Edwin Setiawan Susanto Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M. Sc. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si. 1 Latar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan

Lebih terperinci

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS PENYUSUN : HERI WIBOWO, MT. PENYUSUN LAPORAN : NAMA... NIM... KELOMPOK/ KELAS... JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam, plastik, komposit dan keramik. Logam itu sendiri masih dibagi menjadi dua bagian, yaitu : logam ferro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci