Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 w hlm. 21. Oleh : Prof. Dr. H. Taufik Sri Soemantri, S.H.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 w hlm. 21. Oleh : Prof. Dr. H. Taufik Sri Soemantri, S.H."

Transkripsi

1 Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 w hlm. 21 KEMUNGKINAN DIBERLAKUKANNYA PERUBAHAN UUD 1945 UNTUK KELIMA KALJ"' Oleh : Prof. Dr. H. Taufik Sri Soemantri, S.H. Pendahuluan Untuk mengetahui dan memahami perlu dan tidaknya dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 kelima kali, perlu dipahami lebih dahulu apa undangwundang dasar itu, apakah undang-undang dasar lama dengan konstitusi, dan mengapa negara memerlukan undang-undang dasar, dan setelah itu perlu jugs dijawab, mengapa undangwundang dasar diubah. Seperti diketahui, dalam kepustakaan Inggris dikenal adanya istilah constitution. Dalam pada itu, kepustakaan Belanda mengenal dua istilah, yaitu gromlwet dan constitutie. Beberapa pakar hukum tata negara Belanda, seperti antara lain Crince Le Roy mengemukakan bahwa grondwet sama dengan constitutie (De Grote Winkler Prins, 1947, 1954, him 671 dan him 712). Dengan demikian, apabila kita mengenal adanya written constitution dan unwritten constitution (geschreven constitutie dan ongeschreven constitutie), dikenal pula adanya geschreven grondwet dan ongeschreven grondwet (HR Sri Soemantri M, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, him I, Catatan kaki). Apabila hal itu kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, akan kita temukan perkataan atau istilah "Konstitusi tertulis dan undangwundang dasar tidak tertulis". Istilah undangwundang dasar merupakan terjemahan istilah Belanda "grondwet" ("wet"= undang-undang, sedangkan "grand"= dasar (tanah)). Dengan demikian, sebagai bangsa yang selama lebih kurang 350 tahun dijajah Belanda, banyak pengaruh Belandayangditerima oleh Indonesia. Pengaruh sangat besar dari Belanda terjadi pada bidang hukum. Bahkan sampai sekarang masih berlaku peraturan perundangwundangan Belanda. Negara dan Undang-Undang Dasar Adalah satu kenyataan bahwa tidak ada satu negara, betapapun kecilnya negara itu, yang tidak mempunyai undangwundang dasar (konstitusi). Bahkan negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Untuk mengetahui dan memahami hubungan antara keduanya, perlu dijawab lebih dahulu, apa negara? Disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional tentang UUD 1945 Sebagai Landasan Kons titusional Grand Design Sistem dan Politik Nasional, Jakarta 15wl6 April 2008.

2 him. 28 -Badon Pembinaan Hukum Nasiona/2009 Negara, yang menurut Konvensi Montevideo mempunyai berbagai unsur yang bersifat konstitutif, adalah sebuah organisasi kekuasaan (machtsorganisatie). Dikatakan sebagai organisasi kekuasaan, karena dalam setiap negara selalu diketemukan adanya pusat-pusat kekuasaan, baik yang berada dalam supra struktur politik, maupun yang berada dalam supra struktur politik. Pusat-pusat kekuasaan yang berada dalam infra struktur politik adalah berbagai organ negara, yang sesuai dengan teori Trias Politika, berapa organ legislatif, organ eksekutif, dan organ yudisial. Di Indonesia hal itu adalah Majelis Pennusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), organ tersebut diberi nama lembaga-negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Selain lembagalembaga negara di atas, masih terdapat lembaga-negara lain yang tidak diatur dalam UUD Keberadaan lembaga-negara tersebut diatur dalam undangundang, seperti antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi dan yang diatur dalam Keputusan Presiden, seperti Komisi Reformasi Hukum Nasional. Adapun pusat-pusat kekuasaan yang berada dalam infra struktur politik ialah partai politik, golongan atau kelompok kepentingan (seperti pekerja, pctani, nelayan), golongan atau kelompok penekan/pressure groups seperti mahasiswa, alat komunikasi politik, seperti antara lain media cetak dan media elektronika, dan tokoh politik (political figure). Pusat-pusat kekuasaan seperti dikemukakan di atas mempunyai atau memiliki kekuasaan. Adapun yang dimaksud dengan kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan (pihak lain). Kekuasaan juga diartikan sebagai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya (kepada pihak lain). Dalam pada itu, kekuasaan sendiri mempunyai kecenderungan bersalahguna. Lord Acton mengatakan ''power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely". Kita dapat membayangkan, apabila yang menyalahgunakan kekuasaan itu negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan dapat menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki oleh negara tersebut. Hal ini terjadi melalui mereka yang memegang berbagai macam jabatan yang ada dalam negara bersangkutan. Yang menjadi persoalan ialah, bagaimana upaya serta cara yang dapat dilakukan untuk mencegah negara tersebut menyalahgunakan kekuasaan? Upaya yang dilakukan ialah, dengan membentuk undang-undang

3 Badan Pembinaan Hukum Nasional him. 29 dasar (konstitusi) sebelum negara dibentuk atau beberapa saat setelah negara itu berdiri. Timbul kemudian pertanyaan, mengapa Konstitusi (undang-undang dasar) dapat mengendalikan atau membatasi kekuasaan dalam negara? Hal ini dapat diketahui dari materi-muatan yang selalu tercantum dalarn setiap konstitusi. Menurut pendapat pakar hukum tata negara yang bemarna Steenbeek (dalam bukunya "De beproefde grondwet", (1967)), setiap undang-undang dasar sekurang-kurangnya mengatur tiga kelompok materi-muatan, yaitu: 1. adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia; 2. adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar; dan 3. adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. Selain tiga kelompok materi-muatan tersebut, undang-undang dasar juga mengatur materi-muatan lain, seperti antara Jain perubahan undang-undang dasar. ltulah sebabnya kemudian konstitusi dirumuskan sebagai "a collection of principles to which the powers of the government the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted" (C.F Strong). Ten tang Dapat Diubabnya Konstitusi Seperti telah dikemukakan, tidak ada satu negara yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar, betapa pun kecilnya negara itu. Timbul pertanyaan, siapa a tau bad an apa yang diberi wewenang membuat dan menetapkan undang-undang dasar? Ada berbagai nama yang diberikan. Ada yang diberi nama Konstituante, ada yang bemarna Constitutional Convention, ada yang bemamanational PeopleS Congress, dan di 'Indonesia badan itu bemama Majelis Permusyawaratan Rakyat. Badan-badan tersebut berisi sejumlah orang yang ditetapkan melalui cara-cara tertentu. Konstitusi atau undang-undang dasar bagi suatu negara merupakan peraturan dasar yang diharapkan berlaku untuk waktu yang tidak terbatas. Selama negara itu berdiri, undang-undang dasar atau konstitusi selalu ada. Akan tetapi, karena konstitusi mempunyai daya laku yang cukup lama, ada kemungkinan, beberapa ketentuan yang terdapat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat- negara. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti antara lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sistem politik yang terjadi dalam negara itu, Mengapa hal itu dapat terjadi?

4 him Badan Pembinaan Hukum Nasiona/2009 Berbagai materi-muatan yang ditetapkan dalam undang-undang dasar tidak terlepas dari situasi dan kondisi yang terdapat dalam masyarakat pada waktu konstitusi itu ditetapkan. Karena masyarakat suatu negara berkembang dan berubah, tidak mustahil ketentuan-ketentuan yang terdapat dajam konstitusi tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakatnya. Itulah sebabnya, mereka yang menetapkan undang-undang dasar sepakat dicantumkannya pasal yang memungkinkan konstitusi itu diubah. Menurut K.C. Wheare (Modem Constitutions), konstitusi dapat diubah melalui cara-cara berikut: 1. some primary forces; 2. formal amendment; 3. judicial interpretations; dan 4. usages and conventions. Perubahan konstitusi melalui "formal amendment" terjadi, apabila dalam undang-undang dasar ditetapkan pasal tentang prosedur konstitusi diubah. Dalam kaitan ini Lord James Bryce dalam bukunya "Studies in History and Yurisprndences" mengemukakan adanya dua macam konstitusi, yaitu: I. rigid constitutions (konstitusi tegar); dan 2. flexible constitutions (konstitusi Jentur). Yang dimaksud dengan rigid constitutions adalah sebuah Konstitusi yang dapat diubah melalui prosedur yang sukar. Yang dimaksud dengan prosedur sukar ialah, apabila quorum untuk sahnya sidang-sidang dengan acara perubahan konstitusi dihadiri oleh sekurang-kurangnya 213 (4/5) dari seluruh anggota badan yang diberi wewenang untuk mengubah undangundang dasar. Dalam hal ini yang dimaksud dengan flexible constitutions adalah sebuah konstitusi yang dapat diubah melalui prosedur yang mudah. Yang dimaksud dengan prosedur mudah ialah, apabila quorum untuk sahnya sidang dengan acara perubahan undang-undang dasar dihadiri oleh sekurangkurangnya lebih dari separuh anggota badan yang diberi wewenang untuk mengubah konstitusi. Selain hal-hal di atas, pada rigid constitution, keputusan tentang perubahan undang-undang dasar dinyatakan sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 ( 4/5) anggota bad an yang diberi wewenang mengubah undang-undang dasar. Dalam pada itu, pada flexible constitution keputusan tentang perubahan

5 Badan Pembinaan Hulcum Nasional hlm. 31 undang-undang dasar sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya lebih dari separuh anggota badan yang hadir. Prosed or Yang Dianut Dalam Mengubah UUD 1945 Prosedur untuk mengubah UUD 1945 diatur dalam Bab XVI, Pasal 37. Ketentuan tentang perubahan undang-undang dasar yang tercantum dalam pasal tersebut berbeda dengan yang terdapat dalam UUD 1945 sebelum diubah. Sebelum UUD 1945 diubah, Pasal 37 yang juga mengatur perubahan undang-undang dasar hanya berisi tiga nonna hukum, yaitu: I. bahwa yang berwenang untuk mengubah undang-undang dasar adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); 2. bahwa untuk itu, sidang MPR harus dihadiri oleh sekurangkurangnya, 2/3 anggotanya; 3. bahwa keputusan tentang perubahan undang-undang dasar sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR yang hadir. Walaupun menggunakan angka 2/3, baik untuk quorum maupun untuk sahnya keputusan ten tang peru bah an, prosedur yang dianut masih bel urn sukar, apabila dibandingkan dengan isi Pasal37 yang baru. Oleh karena itu, meskipun masih termasuk dalam rigid constitution, tingkat rigidnya masih di bawah Pasal37 UUD 1945 pasca perubahan. Dalam pada itu, untuk mengubah UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah memberikan rambu-rambu sebagai berikut: 1. bahwa Pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah; 2. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap dipertahankan; 3. bahwa sistem pemerintahan presidensiil tetap dipertahankan; dan bahkan perlu disempumakan; 4. bahwa hal-hal normatif dalam Penjelasan UUD 1945 sepakat untuk dipindahkan dalam Batang Tubuh UUD 1945; dan 5. bahwa perubahan undang-undang dasar dilakukan melalui sistem addendum (adendum). Adapun norma hukum yang tercantum dalam Pasal 37 UUD 1945 (baru) adalah sebagai berikut: I. bahwa wewenang untuk mengubah UUD 1945 ada pada MPR;

6 hlm Badan Pembinaan Hukum Nasiona/ bahwa perubahan undang-undang dasar harus diagendakan dalam sidangmpr; 3. bahwa sidang MPR diagendakan, apabila usul perubahan tersebut diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR; 4. bahwa usul perubahan undang-undang dasar harus diajukan secara tertulis dan ditunjukkan bagian yang diusulkan untuk diubah; 5. bahwa sidang MPR untuk mengubah UUD 1945 harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR; 6. bahwa putusan tentang perubahan UUD 1945 sah, apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 50 % ditambah satu dari seluruh anggota MPR; Perlu Tidaknya Perubahan Kelima Terhadap UUD 1945 Untuk menjawab persoalan yang tertera dalam judul di atas, perlu diketahui lebih dahulu, apa saja materi-muatan UUD Materi-muatan apa (saja) yang perlu (harus) diubah dan mengapa hal itu harus (perlu) diubah. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, konstitusi diadakan untuk antara lain membatasi kekuasaan dalam negara. Dan untuk itu dalam setiap konstitusi sekurang-kurangnya terdapat (diatur) tiga kelompok materi-muatan, yaitu: 1. pengaturan hak-hak asasi manusia; 2. susunan ketatanegaraan negara yang mendansar; dan 3. pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yangjuga mendasar. Dalam pada itu UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi (Struycken, 1928, him 179): 1. hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau; 2. tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa; 3. pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang; 4. suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. Selain hal-hal di atas, seperti telah dikemukakan, substansi undang-undang dasar ditetapkan pada waktu tertentu, yaitu pada saat negara hendak didirikan. Walaupun yang tercantum di dalamnya diharapkan berlaku untuk jangka

7 Badan Pembinaan Hukum Nasional hlm. 33 panjang ke depan, dalam perjalanan waktu, tidak mustahil, yang diatur dalam undang-undang dasar tidak sesuai Jagi dengan perkembangan masyarakat dan negara. Di samping itu dapat pula telah terjadi perubahan sistem politik suatu negara. Itulah sebabnya, undang-undang dasar tersebut perlu diubah. Konstitusi tertulis di manapun adalah produk sekelompok orang yang menjadi anggota sebuah badan yang berwenang membuat dan menetapkan undangundang dasar. Oleh karena itu, walaupun manusia dapat berpikir jauh ke depan, yang diatur dalam undang-undang dasar tidak mungkin sepenuhnya sempurna. Bahkan, suatu ketika tidak sesuai lagi dengan jamannya. Oleh karena itu, ketika pada talmo 1997 tuntutan refonnasi dalam seluruh bidang bergulir, timbul pula kehendak untuk melak.ukan refonnasi terhadap Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun Tuntutan tersebut dilaksanak.an pada tahun 1999, ketika Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menyelenggarak.an Sidang Umum. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan empat kali berturut-turut. Perubahan Pertama dilakukan oleh MPR pada tanggal19 Oktober 1999; Perubahan Kedua dilakukan oleh MPR pada tanggal 18 Agustus 2000; Perubahan Ketiga dilakukan oleh MPR pada tangga19 November 2001; dan Perubahan Keempat dilakukan oleh MPR pacta tanggal10 Agustus Karena perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan mela1ui sistem adendum, yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik l~donesia Tahun 1945 ialah: I. Pembukaan; 2. Batang tubuh, yang terdiri atas 16 bah, 4 pasal Aturan Peralihan; 3. Aturan Tambahan, yang terdiri atas dua ayat; dan 4. Perubahan Pertama; 5. Perubahan Kedua; 6. Perubahan Ketiga; dan 7. Perubahan Keempat. Apabila nanti dilakukan perubahan lagi,jumlah isi UUD 1945 bertambah satu lagi, dan merupakan Perubahan Kelima. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, bukanlah UUD 1945 yang resmi. Apalagi penyatunaskahan tersebut dilakukan Sekretariat Jenderal Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan bukan oleh MPR. Yang menjadi persoa1an adalah, apakah masih diperlukan perubahan

8 hhn Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 kelima? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita kaji bagaimana proses perubahan yang dilakukan oleh MPR, dan bagaimana materi-muatan yang ditetapkan sebagai hasil perubahan MPR. Menurut Pendapat penulis, perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia memang meninggalkan sejumlah masalah. Hal ini disebabkan, berbagai keputusan yang dilakukan oleh MPR seringka\i terjadi melalui kompromi. Kompromi dalam bidang tertentu mungkin dapat mencegah terjadinya instabilitas politik dalam negara. Akan tetapi kalau kompromi politik dilakukan terhadap undangundang dasar, masalahnya menjadi Jain. Mengapa? Undang-undang dasar bagi sebuah negara adalah peraturan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bemegara yang dimaksudkan berlaku untuk waktu yang lama, bukan puluhan tahun atau ratusan tahun, akan tetapi selama negara itu berdiri. Dan yang lebih penting ialah bahwa undang-undangdasarmengatur berbagai sis tern yang bersifat mendasar seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem pendidikan dan lain-lain. Dilihat dari ilmu hukum tata negara (staatsrechtswetenschap), undang-undang dasar juga mengatur sistem perwakilan, sistem pemerintahan dan sistem peradilan. Tentang sistem perwakilan, dikenal adanya sistem satu kamar dan sistem dua kamar, sedangkan dalam sistem pemerintahan terdapat sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Dalam pada itu tentang sistem peradilan dikenal adanya sistem peradilan tunggal dan sistem peradilan majemuk. Sistem Perwakilan Yang berlaku di Indonesia Setelah dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, muncul lembaganegara baru seperti antara lain Dewa:n Perwakilan Daerah. Apakah dengan adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Indonesia menganut sistem dua kamar? Sistem dua kamar terjadi, apabila pembentuk undang-undang ada pada dua kamar sepenuhnya. Ini terjadi apabila dianut sistem pemerintahan presidensial. Dalam hal yang dianut sistem pemerintahan parlementer, pembentuk undang-undang ada pada pemerintah dan kedua lembaga perwakilan rakyat tersebut. Setelah terjadi perubahan terhadap UUD 1945, dalam pembentukan undangundang dimunculkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPD tersebut terdiri

9 Badan Pembinaan Hukum Nasiona/2009- him. 35 atas wakil masing-masing provinsi dengan jumlah yang sama, yaifu empat orang. Keempat orang wakil provinsi tersebut dipilih Jangsung oleh rakyat di masing-masing provinsi. Dengan demikian, para anggota DPD dipilih secara demokratis. Akan tetapi temyata, dalam pembentukan undang-undang, DPD tidak dilibatkan. Hal ini dapat kita baca dari ketentuan UUD 1945, yang tercantum dalam Pasal 220. Ayat (I) pasal tersebut menentukan bahwa DPD dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), rancangan undang-undang yang berkaitan dengan: a. otonomi daerah; b. hubungan pusat dan daerah; c. pembentukan, pemekaran serta penggabungan daerah; d. pengelolaan sum her day a a! am dan sumber day a ekonomi lainnya; serta e. yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ayat (l) tersebut hanya mengatakan "DPD dapat mengajukan". Setelah diajukan kepada DPR, selesailah tugas DPD. Dengan demikian, DPD sebenamya tidak tennasuk pembentuk undang-undang, karena tidak ikut membahas bersama DPR. Oleh karena itu kita tidak dapat mengatakan bahwa Indonesia tidak menganut sistem dua kamar. Muncullah kemudian wacana, bahwa Indonesia menganut soft bicameralism. Ayat (2) pasal tersebut ( Pasal 220 ) menentukan bahwa DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan: a. otonomi daerah; b. hubungan pusat dan daerah; c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; d. pengelolaan sumber daya a\am dan sumber daya ekonomi \ainnya; e. perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta f. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak pendidikan, dan agama. Dari bunyi ayat (2) juga membuktikan lagi bahwa DPD tidak tennasuk pembentuk undang-undang. Oleh karena itu muncul lagi pertanyaan, apakah Indonesia menganut sistem

10 him. 36 Badan Pembinaan Hukum Nasional 2009 dua kamar? Paling paling kita dapat mengatakan bahwa Indonesia menganut "sistem satu setengah kamar''. Sistem Pemeriutahau Yang Berlaku di Indonesia Seperti kita ketahui, dalam kepustakaan ilmu hukum tata negara dikenal adanya dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Dalam kepustakaan Inggris, seperti antara lain dikemukakan oleh S.L. Writman dan J.J. Wuest dalam bukunya Visual Outline of Comparative Government ( 1963), sistem pemerintahan parlementer, yang disebut dengan the Parliamentary Cabinet Government, mempunyai ciri ciri berikut: 1. sistem tersebut didasarkan atas asas difusi (penyebaran) kekuasaan. 2. tidak adanya pertanggungjawaban bersama antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif. Kekuasaan. eksekutif dapat membubarkan legislatif atau eksekutif harus mengundurkan diri bersama para menteri, apabila kebijakannya tidak lagi diterima oleh mayoritas anggota badan legislatif. 3. juga terdapat pertanggungjawaban bersama antara eksekutif (Perdana Menteri) dan anggota kabinetnya; 4. eksekutif (PM, Premier, atau Chancellor) ditetapkan oleh kepala Negara (Raja atau Presiden), sesuai dengan dukungan mayoritas anggota badan legislatif. Dalam pada itu, sistem pemerintahan presidensial yang dalam bahasa lnggris disebut Presidential Government (S.L. Witman dan J.J. Wuest) dan fixed executive system mempunyai ciri ciri berikut: 1. sistem tersebut didasarkan pada asas pemisahan kekuasaan; 2. eksekutif (kepala pemerintahan) tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan badan legislatif atau dia tidak harus berhenti apabila kehilangan dukungan mayoritas anggota legislatif; 3. tidak adanya pertanggungjawaban bersama antara Presiden dengan anggota-anggota kabinetnya; bahkan para anggota kabinet bertanggungjawab sepenuhnya kepada Kepala Eksekutif; 4. kepala eksekutif dipilih oleh para pemilih. Setelah kita ketahui ciri ciri kedua sistem pemerintahan tersebut, timbul

11 Badan Pembinaan Hulcum Nasional2009- him. 31 pertanyaan, sistem pemerintahan apa yang dianut oleh UUD Seperti telah dikemukakan, pada waktu akan dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, MPR telah menetapkan lima macam rambu-rambu, salah satunya ialah bahwa sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan, dan bahkan perlu disempumakan. Dari bunyi rambu-rambu tersebut jelas bahwa di Indonesia berlaku sistem pemerintahan presidensial. Yang -menjadi pertanyaan adalah, apakah hal itu sesuai dengan ciri-ciri yang terdapat dalam sistem pemerintahan presidensial? Dalam sistem pemerintahan presidensial, undang-undang ditetapkan hanya oleh badan legislatif saja. Dengan perkataan lain, pihak eksekutif, dalam hal ini Presiden, tidak ikut terlibat dalam pembentukan undang-undang. Tetapi, bagaimana hal itu diatur dalam UUD 1945, setelah dilakukan perubahan? Walaupun dalam Pasal 20 ayat (I) dikatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, akan tetapi apabila kita baca ayat-ayat berikutnya, ketentuan yang tercantum dalam ayat (1) tersebut tidak adanya artinya. Dalam ayat (2) dikatakan bahwa setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Bahkan dalam ayat (3) dikatakan: "Jika rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Ini berarti, bahwa sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer. Ten tang Komisi Yudisial Salah satu perubahan penting yang dilakukan MPR ialah dibentuknya lembaga-negara baru yang bemama Komisi Yudisial. Walaupun tempatnya yang berada dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman perlu dipersoalkan, akan tetapi keberadaan Komisi Yudisial sangat strategis. Hal ini dapat kita baca dalam Pasa\ 248 ayat (1 ). Dikatakan dalam ayat tersebut bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anak kalimat terakhir ini temyata menimbulkan berbagai tafsir.

12 him Badan Pembinaan Hukum Nasional2009 Yang menjadi pertanyaan ialah, apa yang dimaksud anak kalimat yang berbunyi "dalam rangka menjaga dan menegakkan kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim?". Dengan cara bagaimana hal itu dilakukan oleh Komisi Yudisial? Artinya, dengan cara bagaimana "menjaga dan menegakkan kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim" dilakukan? Ada pendapat yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan melalui pengawasan. Timbul kemudian persoalan, dengan cara bagaimana pengawasan tersebut dilakukan? Bagaimana cara melakukan pengawasan terhadap kehonnatan, keluhuran martabat, serta perilaku para hakim? Kemudian perlu juga dijawab, siapa saja yang dimaksud dengan "hakim"? Undang-undang dasar sebagai peraturan dasar kehidupan berbangsa dan bemegara, tidak boleh berisi nonna yang multi tafsir. Dengan perkataan lain, isi undang-undang dasar harus jelas dan mempunyai satu pengertian. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, diperlukan adanya Perubahan Ke\ima terhadap UUD 1945.

KONSTITUSI. Konstitusi) 1. Konstitusionalisme 2. Istilah Konstitusi 3. Arti dan Pengertian Konstitusi 4. Fungsi Konstitusi (Tujuan dan Hakikat

KONSTITUSI. Konstitusi) 1. Konstitusionalisme 2. Istilah Konstitusi 3. Arti dan Pengertian Konstitusi 4. Fungsi Konstitusi (Tujuan dan Hakikat KONSTITUSI 1. Konstitusionalisme 2. Istilah Konstitusi 3. Arti dan Pengertian Konstitusi 4. Fungsi Konstitusi (Tujuan dan Hakikat Konstitusi) 5. Isi Konstitusi 6. Nilai Konstitusi 7. Klasifikasi Konstitusi

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-77 - - 78 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional Dewi Triwahyuni AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional revision To alter the constitution Constitutional

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945 MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen IV. Terhadap produk terakhir

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN SISTEM PEMERINTAHAN Sistem Pemerintahan di seluruh dunia terbagi dalam empat kelompok besar: Sistem

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 11 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Wewenang Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD)

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi : 4. Menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi Kompetensi Dasar : 4.1. Mendeskripsikan hubungan dasar negara dengan konstitusi. 4.2.

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional

Lebih terperinci

Macam-macam konstitusi

Macam-macam konstitusi Macam-macam konstitusi C.F Strong, K.C. Wheare juga membuat penggolongan terhadap konstitusi. Menurutnya konstitusi digolongkan ke dalam lima macam, yaitu sebagai berikut: 1. 1. 1. konstitusi tertulis

Lebih terperinci

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS.

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS. Modul ke: Kewarganegaraan Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan Fakultas Teknik Uly Amrina ST, MM Program Studi Teknik Industri Kode : 90003 Semester 1 2 SKS Konstitusi Konstitusi

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! MATERI KHUSUS MENDALAM TATA NEGARA Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut Uud 1945 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah

Lebih terperinci

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Oleh : COKORDA ISTRI ANOM PEMAYUN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENDAHULUAN Menurut Montesque

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang

DPR Sebagai Pembuat Undang Undang UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG FAKULTAS HUKUM TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM DPR Sebagai Pembuat Undang Undang Oleh : Eman Sulaeman Putri Ellyza Setianingsih Sujono NPM 1141173300012 NPM 1141173300132

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal era reformasi, terjadi beberapa perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hal ini dilatarbelakangi oleh kehendak segenap bangsa untuk meruntuhkan tirani

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Tugas Hukum Tentang Lembaga-lembaga Negara Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945 Disusun oleh : Edni Ibnutyas NPM 110110130281 Dosen : Dr.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

Amandemen UUD 1945 (I-IV) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Amandemen UUD 1945 (I-IV) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Amandemen UUD 1945 (I-IV) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Sub Pokok Bahasan Wewenang Pembentukan/Perubahan Prosedur Perubahan

Lebih terperinci

UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI

UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI Oleh: Andi Muhammad Yusuf Bakri, S.HI., M.H. (Hakim Pengadilan Agama Maros) Signal bagi pembentuk undang undang agar jabatan hakim diatur tersendiri dalam satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI

HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD 1945 RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:The amandemen of Indonesia constitution of UUD 1945

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada

Lebih terperinci