BAB II. Sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun , Indonesia pernah beberapa kali berganti konstitusi mulai dari UUD RI 1945,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun , Indonesia pernah beberapa kali berganti konstitusi mulai dari UUD RI 1945,"

Transkripsi

1 BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KEMENTERIAN NEGARA BERDASARKAN KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DAN BERDASARKAN KONSTITUSI BEBERAPA NEGARA LAIN Sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun , Indonesia pernah beberapa kali berganti konstitusi mulai dari UUD RI 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara tahun 1950, sampai kembali lagi pada UUD RI 1945 melalui dekrit Presiden tahun Pergantian konstitusi ini sudah pasti berpengaruh pada sistem ketatanegaraan Indonesia serta berpengaruh pula pada Lembaga Kepresidenan dan Lembaga Kementerian Negara. Dimana masingmasing konstitusi tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing. A. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa Indonesia menjalankan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI TAHUN 1945 yang mengatakan bahwa: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Menurut Wirjono Prodjodikoro, ketentuan pasal tersebut mempunyai makna bahwa Presiden Republik Indonesia adalah satu-satunya orang yang memimpin seluruh pemerintahan. 20 Presiden memegang kekuasaan penuh untuk 20 Wirjono Prodjodikoro dalam Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Sebelum Perubahan UUD NRI TAHUN 1945 dengan Delapan Negara Maju, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 77

2 menjalankan roda pemerintahannya. Karena kekuasaan dan kedudukan inilah salah satu kewenangan Presiden adalah mengangkat dan menetapkan pejabat tinggi negara, seperti mengangkat menteri-menteri. Dalam Bab V tepatnya pada pasal 17 UUD RI 1945 diatur mengenai Kementerian Negara, yang berbunyi : (1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden. (3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan. 21 Pasal 17 ayat (1) menegaskan bahwa kedudukan menteri adalah sebagai pembantu Presiden. Para menteri ini bertanggung jawab kepada Presiden bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena statusnya sebagai pembantu presiden. Disinilah terlihat bahwa UUD NRI TAHUN 1945 menganut sistem presidensial, karena kekuasaan dan tangung jawab pemerintahan tetap berada di tangan Presiden. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri didasarkan pada Pasal 17 ayat (2) UUD Tahun Presidenlah yang memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara karena kedudukannya sebagai kepala pemerintahan. Kekuasaan ini tidak diatur lebih lanjut dengan suatu peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kekuasaan tersebut dalam praktik kenegaraan diserahkan secara mutlak kepada Presiden. Pengangkatan menteri-menteri dilakukan oleh Presiden semenjak ia mendapat mandat dari MPR dalam Sidang Umum MPR sampai dengan masa jabatannya selesai. Pemberhentian menteri-menteri oleh Presiden dapat dilakukan di tengah- 21 Pasal 17 UUD RI Tahun 1945 sebelum amandemen

3 tengah masa jabatannya tersebut. Seluruh tindakan tersebut dalam praktiknya dapat dilakukan secara tertutup tanpa perlu meminta nasihat, mendapatkan usulan dan pertanggungjawaban dari lembaga negara yang lain, karena ini adalah merupakan hak prerogatif presiden. 22 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kedudukan menteri-menteri tidak tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetapi bergantung pada Presiden. Meskipun Pasal 17 ayat (3) menyatakan bahwa menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan, tetapi dalam prakteknya terdapat beberapa menteri yang tidak memimpin Departemen Pemerintahan, seperti Menteri Sekretaris Negara dan ada juga diangkat Menteri Koordinator dan Menteri Muda. Secara yuridis hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan UUD 1945, sebab Menteri Koordinator itu hanya berfungsi untuk mengkoordinir beberapa menteri yang memimpin departemen pemerintahan, sedangkan menteri muda adalah membantu untuk menangani bidang khusus dari seseorang menteri yang memimpin departemen pemerintahan. Jika ditafsirkan dari Pasal 17 pun bahwa menteri adalah pembantu presiden maka tidak ada persoalan sebab Presiden sebagai kepala pemerintahan bisa saja menentukan pembantu yang diberi tugas khusus tanpa harus memimpin departemen, artinya ketentuan pasal 17 ayat (3) bahwa menteri itu memimpin departemen pemerintahan bukanlah suatu keharusan, semuanya tergantung pada Presiden sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.cit., hlm Moh. Mahfud MD, Dasar Op.cit., hlm

4 Penjelasan UUD NRI TAHUN 1945 menyatakan bahwa menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa. Walaupun ketentuan UUD NRI TAHUN 1945 menunjukkan bahwa menteri negara tergantung pada Presiden baik pengangkatan maupun pemberhentiannya, akan tetapi menteri-menteri tersebut bukan pegawai tinggi biasa. Hal ini dikarenakan menteri-menterilah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executive) dalam prakteknya. Sebagai pemimpin departemen, menterilah yang paling mengetahui hal-hal mengenai lingkungan pekerjaannya. Menteri memiliki pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemen yang dipimpinnya. Sehingga jelas bahwa menteri-menteri itu berkedudukan sebagai pemerintah atau pemegang kekuasaan sebagai pembantu presiden di tingkat pusat. Untuk menetapkan politik pemerintahan dan koordinasi dalam pemerintahan negara maka para menteri bekerja sama, satu sama lain seerat-eratnya di bawah kepemimpinan seorang presiden. Untuk menjalankan roda pemerintahan, pada tanggal 2 September 1945 Presiden Soekarno membentuk kabinet pertama berdasarkan usul Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI). Kabinet ini kemudian tercatat dalam sejarah sebagai Kabinet Presidensial pertama. Dalam susunan kabinet presidensial ini, Presiden memegang kekuasaan eksekutif. 24 Kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan pada saat itu dapat dikatakan sangat kuat. Hal ini dikarenakan berdasarkan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dikatakan bahwa Presiden 24 Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.Cit, hlm 2

5 memegang kekuasaan pemerintahan dalam arti luas karena dalam menjalankan kekuasaannya hanya dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Namun, besarnya kekuasaan presiden sebagaimana yang tertulis itu tidak berlangsung lama, yakni hanya sekitar dua bulan. Besarnya kekuasaan yang dimiliki Presiden Soekarno sedikit berkurang dengan dikeluarkannya Maklumat No. X oleh Wakil Presiden Moh. Hatta atas usul dari Komite Nasional Pusat yang ditetapkan pada tanggal 16 Oktober Inti dari maklumat tersebut adalah penyerahan kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Pusat sebelum DPR dan MPR dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar yang berlaku. Maklumat tersebut juga berisi pembentukan suatu Badan Pekerja dari Komite Nasional Pusat. Untuk menghindari kesalahpahaman, pada tanggal 20 Oktober 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Pusat menjelaskan kedudukan dan fungsinya sesuai dengan Maklumat Wakil Presiden tersebut, yaitu : 1. Turut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Artinya, badan pekerja bersama-sama dengan Presiden menetapkan GBHN. Namun, badan pekerja tidak turut campur dalam kebijaksanaan negara (dagelijks beleid) pemerintah sehari-hari. Kekuasaan untuk itu tetap berada di tangan Presiden. 2. Bersama-sama dengan Presiden menetapkan Undang-Undang. Pelaksana dari ketentuan Undang-Undang ini tetap pemerintah dalam hal ini presiden dan para menterinya. 25 Dalam perkembangannya, Komite Nasional Pusat ini sangat berpengaruh dalam roda pemerintahan Soekarno. Hal ini terlihat dengan disetujuinya usul 25 Ibid, hlm 3

6 Komite Nasional Pusat oleh pemerintah agar para menteri tidak lagi bertanggung jawab terhadap presiden melainkan kepada Komite Nasional Pusat. Persetujuan tersebut dituangkan dalam sebuah Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, Presiden tidak lagi berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUD RI 1945, melainkan hanya berfungsi sebagai kepala negara atau presiden konstitusional. Untuk kedua kalinya terjadi pengurangan kekuasaan presiden. 26 Maklumat ini pada dasarnya juga berisi perubahan sistem pemerintahan, yakni dari sistem pemerintahan presidensial ke sistem parlementer. Hal ini dibuktikan dengan perubahan sistem pertanggungjawaban yakni sistem pertanggungjawaban pemerintahan negara yang terletak ditangan dewan menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri (prime minister). Perlu ditegaskan lagi bahwa perubahan sistem pemerintahan tersebut adalah tidak dengan melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasarnya. Juga perlu diketahui bahwa sebelum dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tentang sistem pemerintahan tanggal 14 November 1945 tersebut, telah keluar pula Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 tentang partai-partai politik dan organisasi politik yang pada pokoknya menganjurkan didirikannya partai-partai dan organisasi politik sesuai dengan aliran-aliran yang hidup dalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan juga menjunjung tinggi asas demokrasi serta untuk 26 Ibid

7 memudahkan dalam mengatur kekuatan perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu. 27 Selama masa tahun terjadi banyak pergantian kabinet, diantaranya adalah sebagai berikut : Kabinet Presidensiil. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dengan jumlah menteri sebanyak 21 orang. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 2 September 1945 dan berakhir pada tanggal 14 November Kabinet Syahrir Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 14 November 1945 dan dipaksa berhenti pada tanggal 12 Maret 1946 oleh oposisi persatuan perjuangan, suatu koalisi partai-partai dan golongan-golongan diluar Badan Pekerja atau Komite Nasional Pusat. 3. Kabinet Syahrir Kedua. Kabinet ini juga dipimpin kembali oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 25 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 12 Maret 1946 dan berakhir pada tanggal 2 Oktober Pada masa ini kekuasaan pemerintahan diambil alih oleh Presiden Soekarno ketika terjadi penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir. Setelah beliau dibebaskan, Presiden Soekrao menunjukkan beliau sebagai formatur kabinet. 27 Moh. Mahfud MD, Dasar Op.Cit, hlm Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintahan dan Kekuasaan di Indonesia, Thafa Media, Yogyakarta, 2012, hlm diakses pada tanggal 18 April 2013

8 4. Kabinet Syahrir Ketiga. Kabinet ini juga dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian 32 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 2 Oktober 1946 dan berakhir pada tanggal 3 Juli Kabinet Amir Syarifuddin Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 34 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 3 Juli 1947 dan berakhir pada tanggal 11 November 1947, karena diadakannya reshuffle kabinet. 6. Kabinet Amir Syarifuddin Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian termasuk kementerian negara sebanyak 37 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 11 November 1947 dan harus berakhir pada tanggal 23 Januai 1948 dengan dikeluarkannya Maklumat Presiden No. 2 Tahun Kabinet Presidensial (Kabinet Hatta Pertama). Kabinet ini dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 23 Januari 1948 dan berakhir pada tanggal 4 Agustus Kabinet Darurat. Kabinet ini dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara sebagai Ketua/Perdana Menteri. Kabinet ini berkedudukan di Bukit Tinggi Sumatera Barat yang terdiri dari 8 kementerian dan ditambah dengan 4 kementerian di Komisariat PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Kabinet ini dibentuk pada tanggal 19 Desember 1948 dan berakhir pada tanggal 13 Juli 1949.

9 9. Kabinet Hatta Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 19 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 4 Agustus 1949 dan berakhir pada tanggal 20 Desember B. Kementerian Negara Berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) Menurut Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS, Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa Kekuasaan berkedaulatan di dalam negara Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. 29 Pasal 68 ayat (2) menyatakan bahwa, Yang dimaksud dengan pemerintah menurut Konstitusi RIS ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para Menteri, yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu. 30 Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara, pada Konstitusi RIS Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara, sedangkan kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh kainet yang dikepalai oleh Perdana Menteri. Hal ini dikarenakan dalam Konstitusi RIS, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer. Secara formal, Presiden adalah juga merupakan pemerintah. Karena sifatnya cuma formalitas, maka kekuasaan dalam pemerintahan bergantung pada 29 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Op.cit., hlm Moh. Mahfud MD, Dasar Op.cit., hlm 95

10 menteri-menteri. Semua keputusan atau peraturan harus diambil oleh kabinet, kemudian keputusan atau peraturan tersebut ditandatangani oleh presiden dan ditandatangani oleh menteri. 31 Salah satu kekuasaan administratif yang diberikan Konstitusi RIS kepada Presiden adalah mengangkat perdana menteri, menteri-menteri, ketua senat setelah mendapat anjuran dari senat, serta pejabat-pejabat tinggi lainnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 74 ayat (1) yang menyatakan bahwa, Presiden sepakat dengan orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut dalam Pasal 69, menunjuk 3 pembentuk kabinet. Ketentuan ini menunjukkan sistem quasi-federal yang ditimbulkan oleh Konstusi RIS. Selanjutnya Pasal 74 ayat (2) juga menyatakan bahwa, Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk kabinet itu, Presiden mengangkat seorang daripadanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-Menteri yang lain. Presiden juga memiliki kewenangan untuk menetapkan siapa-siapa dari Menteri-Menteri itu diwajibkan memimpin departemen masing-masing. Boleh juga diangkat Menteri-Menteri yang tidak memangku departemen. 32 Meskipun dalam Konstitusi RIS telah ditetapkan bahwa ada seorang Perdana Menteri, tetapi mengenai kedudukannya tidak ada ketentuan-ketentuan lebih lanjut, selain daripada apa yang diatur dalam Pasal 76 Konstitusi RIS yang menyebutkan bahwa ia harus mengetuai Dewan Menteri. Meskipun demikian dalam pratek, ia adalah pemimpin kabinet dan namanya dipakai untuk sebutan 31 Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.Cit, hlm Pasal 73 ayat (3) Konstitusi RIS tahun 1949

11 kabinet. Selanjutnya, jika perlu karena Presiden berhalangan, maka Perdana Menteri menjalankan pekerjaan jaatan Presiden sehari-hari. 33 Pada masa pemberlakuan Konstitusi RIS, menteri-menteri adalah bagian dari alat-alat perlengkapan sekaligus bagian dari pemerintah bersama Presiden. Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem pemerintahan parlementer sehingga segala tindakan pemerintah yang bertanggung jawab adalah menterimenteri. Presiden tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, segala pemerintahan harus melibatkan menteri-menteri yang terkait. Sementara itu keterlibatan Presiden hanya bersifat formalitas untuk sekedar mengetahui. 34 Sistem parlementer dianut dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut konstitusi adalah dalam dua masa/kurun waktu yakni dengan berlakunya konstitusi yang berbeda, yaitu Konstitusi RIS 1949 dam UUDS tahun Menurut Wilopo, terdapat perbedaan antara sistem parlementer menurut Konstitusi RIS dengan sistem parlementer menurut UUD tahun 1950, yaitu dalam hal kekuatan parlemen unuk menjatuhkan pemerintah. Kalau menurut Konstitusi RIS pemerintah tak dapat dijatuhkan oleh parlemen dan parlemen tak dapat dibubarkan oleh presiden, tapi sebaliknya menurut UUD tahun 1950, pemerintah dapat jatuh oleh karena kebijaksanaannya tidak didukung oleh parlemen, sedangkan presiden tidak berhak membubarkan parlemen. 35 Tetapi Joeniarto berpendapat bahwa sebenarnya menurut Konstitusi RIS bukan tidak dapat menjatuhkan pemerintah. Begitu juga Presiden menurut 33 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hlm Naskah Komprehensif Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, , Sekretaris Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2010, hlm Wilopo dalam Ismail Suny, Pergeseran Op.cit., hlm 95

12 Konstitusi RIS bukan tidak dapat membubarkan Parlemen, kedua hal yang seperti itu bisa saja terjadi dan dibenarkan menurut Konstitusi RIS, hanya saja selama berlakunya Konstitusi RIS hal itu belum pernah (tidak dapat) dilaksanakan sehubungan dengan DPR yang pada waktu itu bukanlah DPR yang dibentuk berdasarkan Pemilihan Umum sesuai dengan perintah pasal 111, tetapi masih merupakan DPR yang ditunjuk berdasarkan pasal 109 dan Oleh karena itu, maka DPR tidak dapat menjatuhkan kabinet karena ada ketentuan pasal 122 yang berbunyi, Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk berdasarkan pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa kabinet atau masing-masing menteri meletakkan jabatannya. Seandainya dalam kurun waktu berlakunya Konstitusi RIS itu berhasil dibentuk DPR melalui Pemilu sesuai dengan ketentuan isi pasal 111 maka dapat saja DPR itu menjatuhkan kabinet. Dengan demikian sebenarnya tidak ada perbedaan antara sistem kabinet parlementer menurut Konstitusi RIS dengan sistem parlemen menurut UUD tahun Dalam sistem pemerintahan parlementer, dikatakan bahwa apabila kebijakan menteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka menteri/para menteri harus mengundurkan diri. Namun pada sistem ini selama berlakunya Konstitusi RIS belum dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan DPR yang ada belum didasarkan kepada pemilihan umum sesuai Pasal 111, tetapi masih DPR yang ditunjuk atas dasar Pasal 109 dan Pasal 110 Konstitusi RIS. Sedangkan Pasal 122 Konstitusi RIS menentukan Dewan Perwakilan Rakyat 36 Joeniarto dalam Ibid, hlm Ismail Suny, Pergeseran loc.cit

13 yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet atau masing-masing Menteri meletakkan jabatannya. Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa Pemerintahan Republik Indonesia Serikat adalah sebagai berikut 38 : 1. Kabinet Susanto atau Kabinet Peralihan. Kabinet ini dipimpin oleh Susanto Tirtoprodjo sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 13 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 20 Desember 1949 dan harus berakhir pada tanggal 21 Januari Kabinet Halim. Kabinet ini berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin oleh Dr.Abdul Halim sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 15 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 21 Januari 1950 dan harus berakhir pada tanggal 6 September C. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 Dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950, sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer atau pertanggungjawaban Dewan Menteri kepada Parlemen, sedangkan Presiden hanyalah merupakan Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan (Pasal 45 UUDS tahun 1950). 39 Sehingga penanggung jawab atas pemerintahan dipegang oleh menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sedangkan 38 Miftah Thoha, Birokrasi Op.cit., hlm diakses pada tanggal 24 April Moh. Mahfud MD, Dasar Op.cit, hlm 97

14 Presiden sebagai kepala negara tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 83 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut : (1) Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. (2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. Sebagaimana dalam Konstitusi RIS, kedudukan menteri pada masa pemberlakuan UUD Sementara tahun 1950 lebih tinggi daripada pada saat diberlakukan UUD RI Pada masa ini menteri-menteri menjadi bagian dari alat-alat perlengkapan negara (pasal 44). 40 Dari beberapa ketentuan pasal-pasal dalam UUDS tahun 1950 dapat disimpulkan bahwa menteri-menteri atau pemerintah mempunyai kewenangan yang cukup besar. Selain sebagai bagian dari alat-alat kelengkapan negara, ia juga mempunyai kewenangan dan previllege. Ia terlibat secara langsung dalam proses pembuatan Undang-Undang, proses pembuatan anggaran belanja negara sekaligus pemegang umum anggaran, penerbitan uang, serta dalam kaitan dengan hubungan luar negeri. UUDS tahun 1950 secara tegas memberikan kekuasaan kepada Presiden untuk mengangkat menteri-menteri (Pasal 50) dan perdana menteri. Dalam menjalankan kewenangannya ini, UUDS tahun 1950 juga mengatur lebih lanjut bahwa presiden dapat menunjuk pembentuk (formatur) kabinet. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut : (1) Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet. 40 Naskah Komprehensif Op.cit, hlm 42

15 (2) Sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet itu, presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-Menteri yang lain. (3) Sesuai dengan anjuran pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari menteri-menteri itu diwajibkan memimpin kementerian masing-masing. Presiden boleh mengangkat menteri - menteri yang tidak memangku sesuatu kementerian. (4) Keputusan-keputusan presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat (2) atau (3) asal ini ditandatangani serta oleh pembentuk kabinet. (5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu menteri-menteri begitu pula penghentian kabinet dilakukan dengan Keputusan Presiden. UUDS tahun 1950 tidak memperkenanankan adanya rangkap jabatan seorang menteri. Hal ini berlainan dengan ketentuan dalam Konstitusi RIS tahun 1949 yang memperbolehkan seorang menteri untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan mereka menjadi nonaktif sesudah mereka menjadi menteri karena hukum (lipso jure). 41 Pasal 61 ayat (2) UUDS tahun 1950 menegaskan bahwa, Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan kewajibannya sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan Menteri. UUDS tahun 1950 juga menentukan kualifikasi untuk dapat menjabat sebagai seorang menteri yang diatur dalam Pasal 49 yang berbunyi sebagai berikut: Yang dapat diangkat menjadi Menteri ialah Warga Negara Indonesia yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih atau orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam sistem pemerintahan parlementer, pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan pemerintahan 41 Ismail Suny, Pergeseran Op.cit, hlm 141

16 berada pada menteri-menteri baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Pertanggungjawaban menteri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertanggungjawaban politis dan pertanggungjawaban kriminil. Pertanggungjawaban politis itu sendiri dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu pertanggungjawaban bersama-sama sebagai kabinet yakni yang menyangkut segala persoalan yang berkaitan dengan kebijaksanaan umum pemerintah, dan pertanggungjawaban sendiri-sendiri yakni yang menyangkut segala persoalan yang termasuk aktivitasnya secara pribadi sebagai menteri. Pertanggungjawaban politis ini dapat berujung pada kemungkinan diberhentikannya seseorang dari jabatan menteri, dalam hal pertanggungjawaban sendiri-sendiri, atau dibubarkannya suatu kabinet, dalam hal pertanggungjawaban bersama-sama. Disini jelas bahwa kabinet (dewan menteri) dapat dijatuhkan oleh parlemen, yaitu bilamana parlemen menganggap cukup alasan bahwa satu atau beberapa kebijaksanaan pemerintah tidak dapat diterima atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi sebagai imbangan dari pertanggungjawaban menteri maka apabila dalam perbedaan pendapat itu dewan menteri menganggap DPR sudah tidak representatif dapatlah dewan menteri mengajukan permohonan kepada Presiden agar DPR (parlemen) dibubarkan. Keputusan yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan anggota DPR dalam tempo 30 hari (Pasal 84 UUDS tahun 1950). 42 Selain pertanggungjawaban politis, terdapat pula pertanggungjawaban kriminil dari menteri-menteri secara sendiri-sendiri dalam setiap hal. Sebagaimana 42 Moh. Mahud MD, Dasar Op.cit, hlm 97 98

17 pejabat tinggi lainnya, menteri-menteri juga mendapat keistimewaan di muka peradilan. Ia hanya bisa diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh Mahkamah Agung, baik saat menjabat maupun sesudah tidak menjabat, dalam beberapa perkara kriminil (Pasal 106 ayat (1)), yaitu sebagai berikut : 1. Kejahatan dan pelanggaran jabatan. Yang dikatakan sebagai kejahatan dan pelanggaran jabatan adalah sesuai dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku Kedua Titel XXVIII (Kejahatan yang dilakukan dalam jabatanan) dan Buku Ketiga Titel VIII (Pelanggaran dilakukan dalam jabatan); 2. Kejahatan dan pelanggaran lain yang dilakukannya dalam masa pekerjaannya. Yang termasuk dalam kejahatan dan pelanggaran lain yan dilakukan dalam masa pekerjaan adalah sebagai berikut : a. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman mati; b. Kejahatan-kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana Buku Kedua Titel-titel I, II dan III, yaitu kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap martabat presiden atau wakil presiden, kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala dan wakil kepala negara sahabat; c. Kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya dalam keadaan yang memberatkan kesalahannya sebagai termaktub dalam pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 43 Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa menteri-menteri diberikan keistimewaan di muka pengadilan dalam hal mengenai perkara-perkara tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Namun apabila menteri-menteri atau pejabat tinggi lainnya melakukan tindak pidana diluar dari yang telah dijelaskan di atas, mereka harus tetap tunduk pada ketentuan yuridiksi Pengadilan Negeri yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. 43 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1951 Tentang Penetapan Undang Undang Darurat Tentang Penetapan Kejahatan Kejahatan dan Pelanggaran Pelanggaran yang Dilakukan dalam Masa Pekerjaan oleh Para Pejabat yang Menurut Pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam Tingkat Pertama dan Tertinggi Diadili oleh Mahkamah Agung Indonesia Menjadi Undang Undang.

18 Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa berlakunya Undang- Undang Dasar Sementara Tahun 1950 adalah sebagai berikut 44 : 1. Kabinet Natsir. Kabinet ini dipimpin oleh Mohammad Natsir sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.9 Tahun 1950, tanggal 6 September 1950 dan harus berakhir pada tanggal 27 April 1951 ; 2. Kabinet Sukiman. Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo sebagai Perdana Menteri dan Suwirjo sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan mandat dan Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 1951, tanggal 27 April 1951 dan harus berakhir pada tanggal 3 April 1952 ; 3. Kabinet Wilopo. Kabinet ini dipimpin oleh Wilopo sebagai Perdana Menteri dan Prawoto Mangkusasmita sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.99 Tahun 1952, tanggal 3 April 1952 dan harus berakhir pada tanggal 30 Juli 1953 ; 4. Kabinet Ali Sastroamidjojo Pertama atau Kabinet Ali- Wongso- Arifin. Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta Wongsonegoro dan Zainul Arifin sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.132 Tahun 1953, tanggal 30 Juli 1953 dan harus berakhir pada tanggal 12 Agustus 1955; 44 Miftah Thoha, Birokrasi Op.cit., hlm diakses pada tanggal 3 Mei 2013

19 5. Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap sebagai Perdana Menteri serta R.Djamu Ismadi dan Harsono Tjoktoaminoto sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 12 Agustus 1955 dan harus berakhir pada tanggal 24 Maret 1956; 6. Kabinet Ali Sastroamidjojo Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta Mohammad Rum dan KH Dr. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 25 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Maret 1956 dan harus berakhir pada tanggal 9 April 1957; 7. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya. Kabinet ini dipimpin oleh Djuanda sebagai Perdana Menteri serta Hardi, KH.Dr.Idham Chalid, dan Dr.J.Leimina sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 26 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 9 April 1957 dan harus berakhir pada tanggal 10 Juli D. Kementerian Negara Saat Kembali Pada Undang-Undang Dasar 1945 Kembalinya negara Indonesia setelah berjalan dalam bentuk Federal menjadi negara kesatuan lagi menuntut konsekuensi adanya Undang-Undang Dasar untuk negara kesatuan tersebut. Pada saat itu ditetapkan bahwa Undang- Undang Dasar untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia akan segera dibentuk oleh suatu badan yang disebut Konstituante. Selama masa pembentukan Undang- Undang Dasar oleh Konstituante maka berlakulah Undang-Undang Dasar

20 Sementara Tahun Tetapi saat itu, Konstituante tidak berhasil mencapai rumusan tentang Undang-Undang Dasar yang dapat dijadikan pengganti dari Undang-Undang Dasar Sementara Tahun Karena kemacetan kerja dan perdebatan yang terus menerus terjadi di dalam Konstituante, maka dengan pertimbangan demi keselamatan negara dan bangsa, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit yang berisi : 1. Pembubaran Konstituante ; 2. Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 ; 3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tersebut, maka Undang- Undang Dasar Tahun 1945 kembali berlaku di Indonesia. Sehingga terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia, yang sebelumnya adalah sistem parlementer berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, menjadi menganut sistem presidensial yang menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Secara normatif, tidak ada satu perubahan pasal pun dalam Undang- Undang Dasar 1945 pasca dekrit. Dekrit hanyalah sebuah instrument yang digunakan oleh Soekarno dalam memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 setelah Konstituante hasil pemilu tahun 1955 tidak berhasil merumuskan suatu Undang-Undang Dasar yang baru. 45 Setelah kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Presiden mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk mengangkat menteri-menterinya 45 Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.cit., hlm 89

21 secara langsung, tanpa harus menunjuk formatuer. Sesuai dengan Pasal 17, kedudukan menteri menteri hanyalah sebagai pembantu presiden. Kata-kata Undang-Undang Dasar adalah bahwa Presiden dibantu oleh menteri-menteri. Dengan demikian berlakulah sistem presidensial dimana menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden bukan lagi kepada parlemen. Mereka dapat diberhentikan setiap waktu oleh presiden. 46 Mulai saat Indonesia kembali menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara hingga sampai perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah terbentuk beberapa kabinet dengan kekhususannya masing-masing, diantaranya 47 : 1. Kabinet Era Demokrasi Terpimpin ( ) a. Kabinet Kerja Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dengan Menteri pertama dijabat oleh Ir. H. Djuanda. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.153 Tahun 1959, tanggal 10 Juli 1959 dan harus berakhir pada tanggal 18 Februari Dalam kabinet ada sebutan Menteri-Menteri Kabinet Inti (inner cabinet), yang bersama-sama dengan Presiden harus mengkoordinir dan mengawasi berbagai Departemen Pemerintahan. Ada pula Menteri Negara ex-officio bukan anggota kabinet dan hanya mempunyai hak untuk menghadiri dan mempunyai suara dalam sidangsidang pleno kabinet. Selain kedua jenis menteri tersebut, Kabinet Kerja ini terdiri pula para Menteri Muda yang berada di dalam bidang-bidang keamanan pertahanan, bidang keuangan, bidang distibusi, bidang produksi, bidang pembangunan, bidang kesejahteraan rakyat, dan bidang sosial kultural, yang 46 Ismail Sunny, Pergeseran Op.cit, hlm Miftah Thoha, Birokrasi Op.cit., hlm diakses pada tanggal 20 Mei 2013

22 kesemua menteri muda ini berjumlah 20 orang. Kabinet Kerja ini terdiri dari 33 orang; b. Kabinet Kerja Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 40 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 18 Februari 1960 dan harus berakhir pada tanggal 6 Maret 1962; c. Kabinet Kerja Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 60 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 6 Maret 1962 dan harus berakhir pada tanggal 13 November Pada Kabinet Kerja Ketiga ini terjadi beberapa perubahan mengenai susunan kementerian. Dalam kabinet ini terdapat jabatan Menteri Pertama dan Wakil Menteri Pertama, jabatan Menteri Koordinator Kompartemen, dan terjadi pula penghapusan jabatan Menteri Muda. Di Kabinet ini juga semua pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara diangkat menjadi menteri. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR), Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Ketua Dewan Perancang Nasional diberikan kedudukan sebagai Wakil Menteri Pertama. Sedangkan para Wakil Ketua MPRS dan DPR-GR diberikan kedudukan sebagai Menteri; d. Kabinet Kerja Keempat. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 66 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 13 November 1963 dan harus berakhir pada tanggal 27 Agustus Istilah Menteri pertama yang dipakai pada kabinet sebelumnya tidak digunakan lagi dalam kabinet ini dan diganti dengan istilah Presidium, yang merupakan badan kepemimpinan

23 kolektif yang terdiri dari Wakil Perdana Menteri Pertama, Wakil Perdana Menteri Kedua, dan Wakil Perdana Menteri Ketiga. Dalam Kabinet ini kedudukan Ketua MPRS disamakan dengan Wakil Perdana Menteri. Dengan demikian kedudukan Ketua MPRS berada di bawah Presiden. 48 Ada pula jabatan yang diperbantukan pada Presidium, ada jabatan Menteri Koordinator (Menko) yang masing-masing memimpin suatu kompartemen. Jabatan Menteri Negara tidak diadakan lagi hanya khusus bagi Menteri Negara yang diperbantukan sebagai Penasehat Presiden. Pimpinan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara diberi jabatan sebagai Menteri Koordinator; e. Kabinet Dwikora Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 42 Departemen dan 68 Menteri. Kabinet ini dibentuk tanggal 27 Agustus 1964 dan harus berakhir pada tanggal 22 Februari Kabinet ini juga menempatkan Pimpinan Lembaga Negara Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Koorinator, maupun sebagai Menteri; f. Kabinet Dwikora Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 132 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Februari 1966 dan harus berakhir pada tanggal 28 Maret 1966; g. Kabinet Dwikora Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 79 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 28 Maret 1966 dan harus berakhir pada tanggal 25 Juli Dalam kabinet ini, Ketua Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara kedudukannya 48 Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.cit., hlm 90

24 ditempatkan setingkat Menteri, sedangkan Wakil-Wakil Ketua Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara kedudukannya setingkat Deputi Menteri 49 ; h. Kabinet Ampera Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden, dan terdiri dari 31 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 25 Juli 1966 dan harus berakhir pada 11 Oktober Dalam kabinet ini dibentuk suatu Dewan Presiden yang bertugas membantu Presiden menjalankan tugasnya sebagai pimpinan kabinet yang terdiri dari 5 Menteri Utama yang dipimpin oleh Ketua Presidium Letjen Soeharto Kabinet Era Pemerintahan Orde Baru ( ) a. Kabinet Ampera Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Letjen Soeharto sebagai Penjabat Sementara Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden no 171 tahun 1967 tanggal 11 Oktober 1967 dan harus berakhir pada tanggal 6 Juni Dalam Kabinet ini dikenal istilah Presidium dan Pimpinan Kabinet. Istilah Menteri Negara kembali digunakan untuk menamakan jabatan Menteri anggota Kabinet; b. Kabinet Pembangunan Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 6 Juli 1968 dan harus berakhir pada tanggal 28 Maret Pada Kabinet ini istilah Menteri Negara dipergunakan lagi untuk jabatan Menteri yang membantu Presiden di bidang-bidang tertentu. Pada masa pemerintahan ini, penempatan 49 Ibid, hlm Ibid, hlm 95

25 pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Lembaga Tinggi Negara sebagai Menteri tidak terjadi lagi 51 ; c. Kabinet Pembangunan Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 28 Maret 1973 dan harus berakhir pada tanggal 29 Maret 1978; d. Kabinet Pembangunan Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 32 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 29 Maret 1978 dan harus berakhir pada tanggal 19 Maret Pada Kabinet ini istilah kembali digunakan istilah Menteri Muda; e. Kabinet Pembangunan Keempat. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 42 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 19 Maret 1983 dan harus berakhir pada tanggal 23 Maret 1988; f. Kabinet Pembangunan Kelima. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 44 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 23 Maret 1988 dan harus berakhir pada tanggal 17 Maret 1993; g. Kabinet Pembangunan Keenam. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 43 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 17 Maret 1993 dan harus berakhir pada tanggal 14 Maret 1998; h. Kabinet Pembangunan Ketujuh. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai Presiden, dan terdiri dari 38 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 14 Maret 1998 dan harus berakhir pada tanggal 21 Mei 1998; 51 Abdul Ghoffar, Perbandingan loc.cit

26 i. Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet ini dipimpin oleh B.J. Habibie sebagai Presiden, dan terdiri dari 37 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 21 Mei 1998 dan harus berakhir pada tanggal 26 Oktober E. Kementerian Negara Berdasarkan Konstitusi Beberapa Negara Lain 1. Amerika Serikat Konstitusi Amerika Serikat secara tegas mengatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi (Pasal 2 Ayat 1 Konstitusi Amerika). Sebagai kepala eksekutif atau kepala pemerintahan, Presiden Amerika Serikat memiliki kewenangan untuk mengangkat pejabat-pejabat tinggi, seperti Menteri, hakim Mahkamah Agung, serta duta dan konsul, atas persetujuan dari senat. Dalam menjalankan pemerintahannya, administrasi dan pelaksanaan hukum-hukum federal ada ditangan berbagai departemen yang diciptakan Kongres untuk mengurus hal-hal khusus dalam urusan dalam dan luar negeri. Di Amerika sendiri, menteri-menteri ini memimpin suatu departemen yang mengurusi hal-hal tertentu sesuai dengan ruang lingkup tugasnya. Presiden Amerika Serikat, selaku kepala pemerintahan, berhak mengajukan usulan namanama menteri kepada Senat untuk nantinya disetujui oleh Senat dan dibentuklah suatu dewan penasehat presiden yang secara umum disebut sebagai kabinet. Konstitusi Amerika sendiri tidak memuat secara jelas hal-hal mengenai kabinet presiden. Akan tetapi di dalamnya tertulis bahwa Presiden dapat menanyakan pendapat, dalam bentuk tulisan, dari pejabat penting dari tiap departemen berkenaan dengan area tanggung jawab mereka. Namun, Undang-

27 Undang Dasar tidak memuat nama-nama departemen dan deskripsi tugas mereka. Demikian halnya, tidak ada juga kualifikasi-kualifikasi yang diakui secara konstitusional untuk bertugas dalam kabinet. 52 Kabinet yang berkembang di luar Undang-Undang Dasar memang ada karena kebutuhan, karena bahkan di zaman George Washington, Presiden pertama Amerika Serikat, sungguh tidak mungkin untuk mendelegasikan tugas-tugasnya tanpa nasihat dan bantuan. Kabinetlah yang membentuk seorang presiden. Beberapa presiden benar-benar mengandalkan kabinetnya untuk mencari nasihat, yang lainnya tidak terlalu peduli, dan ada yang benar-benar mengacuhkan para menterinya. Apakah anggota kabinet benar-benar bertugas sebagai penasihat atau tidak, mereka memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan pemerintahan dalam area-area yang spesifik. 53 Menurut Konstitusi Amerika Serikat, para menteri adalah pembantu Presiden. Menteri-menteri ini berasal dari partai politik. Dengan demikian dapat dikatakan partai politik memang merupakan kendaraan yang ditumpangi orang yang mau bepergian menuju ke kabinet atau menjadi pejabat politik. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa jabatan menteri di Amerika Serikat merupakan jabatan politis. Beberapa menteri yang dianggap amat penting seperti Menteri Luar Negeri, Pertahanan, Keuangan, dsb sebelum diangkat dimintakan persetujuannya kepada Kongres. Persetujuan Kongres ini amat penting, karena di Kongres para wakil rakyat mempertaruhkan kompetensi menteri tersebut. Dengan demikian diharapkan para menteri yang mewakili partai politik yang ada di 52 Richard C. Schroeder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, Kantor Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, hlm Ibid, hlm 58 59

28 Kongres mempercayainya karena kompetensi dan keahliannya di dalam membantu Presiden menjalankan pemerintahan. 54 Setiap departemen memiliki ribuan pegawai, dengan kantor yang tersebar di seluruh negeri, termasuk di Washington. Departemen-departemen ini dibagi dalam berbagai divisi, biro, jabatan dan dinas, masing-masing dengan tugas yang terperinci dan berbeda satu sama lain. Departemen-departemen yang ada di pemerintahan Amerika Serikat meliputi : a. Departemen Pertanian. Dibentuk pada tahun 1862; b. Departemen Perdagangan. Dibentuk pada tahun Departemen Perdagangan dan Tenaga Kerja dipisah menjadi dua departemen yang berbeda pada tahun 1913; c. Departemen Pertahanan. Disatukan pada tahun Departemen Pertahanan merupakan gabungan dari Departemen Perang (didirikan pada tahun 1789), Departemen Angkatan Laut (didirikan pada tahun 1798), Departemen Angkatan Udara (didirikan pada tahun 1947). Meski Menteri Pertahanan adalah anggota kabinet, tetapi Menteri Angkatan Darat, Laut dan Udara tidak termasuk di dalamnya; d. Departemen Pendidikan. Dibentuk pada tahun Sebelumnya adalah bagian dari Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan; e. Departemen Energi. Dibentuk pada tahun 1977; 54 Miftah Thoha, Birokrasi Op.cit., hlm 46

29 f. Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan. Dibentuk pada tahun 1979, ketika Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan (dibentuk pada tahun 1953) mulai dipisah-pisahkan; g. Departemen Perumahan dan Pengembangan Urban. Dibentuk pada tahun 1965; h. Departemen Dalam Negeri. Dibentuk pada tahun 1849; i. Departemen Kehakiman. Dibentuk pada tahun Departemen Kehakiman dipimpin oleh seorang Jaksa Umum. Antara tahun 1789 dan 1870, Jaksa Agung merupakan anggota kabinet, tapi tidak mengepalai sebuah departemen; j. Departeme Tenaga Kerja. Dibentuk pada tahun 1913; k. Departemen Luar Negeri. Dibentuk pada tahun Di dalam tradisi politik keamerikaan disebut Secretary of State, yang secara harfiah diartikan sebagai Sekretaris Negara, tetapi perannya berbeda dengan Sekretaris Negara di Indonesia. Menteri Luar Negeri adalah Kepala Petugas Eksekutif dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang paling dituakan di antara semua departemen eksekutif federal. Menteri Luar Negeri adalah petugas tertinggi ketiga di dalam cabang eksekutif Pemerintah Federal Amerika Serikat, setelah Presiden dan Wakil Presiden. Menteri Luar Negeri adalah anggota Kabinet Presiden dan sekretaris kabinet berperingkat tertinggi, baik itu di dalam garis pergantian kepresidenan maupun di dalam urutan protokoler; l. Departemen Transportasi. Dibentuk pada tahun 1966; m. Departemen Keuangan. Dibentuk pada tahun 1789;

30 n. Departemen Urusan Veteran. Dibentuk pada tahun 1989, ketika Administrasi Veteran dinaikkan ke tingkat kabinet. 2. Inggris Kerajaan Inggris merupakan sebuah negara berbentuk monarki dengan sistem pemerintahan parlementer yang menganut paham demokrasi. Pemegang kedalutan, yaitu seorang Ratu, adalah kepala negara yang juga bertindak sebagai kepala dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta panglima tertinggi angkatan bersenjata dan pemimpin Gereja Inggris (Church of England). Dalam praktiknya, kekuasaan membuat hukum dan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui parlemen. Dalam tradisi asli Inggris, pemegang kedaulatan berkuasa tidak berdasar atas sebuah aturan, namun saat ini, Ratu pun tunduk pada hukum, mengatur hanya bila mendapat persetujuan parlemen, dan bertindak atas nasihat para menterinya. 55 Pemegang kekuasaan eksekutif di Inggris adalah seorang Perdana Menteri yang dipilih oleh Ratu, yang secara tradisi merupakan ketua dari partai berkuasa dalam parlemen. Dalam menjalankan tugasnya, Perdana Menteri dibantu oleh para menteri yang dipilih dari partai berkuasa dan kebanyakan yang berada dalam the House of Commons. 56 Di Inggris, Perdana Menteri memilih menteri-menteri untuk disusun ke dalam kabinet. Semua menteri di Inggris merupakan anggota dari parlemen. Jika ada seseorang yang diperlukan untuk menduduki jabatan menteri bukan anggota 55 ankekuasaanyudikatif.pdf, diakses pada tanggal 12 Juli ibid

31 parlemen, maka dia harus disetujui atau memenangkan suara ketika dipilih oleh anggota parlemen. Dengan demikian seorang menteri dalam kabinet di Kerajaan Inggris harus berasal dari partai politik. Selain itu seorang menteri juga harus berbobot, berkompeten, berkualitas, serta memahami fungsi dan tugas departemen yang bakal dipimpinnya. 57 Kabinet membentuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan ditawarkan kepada parlemen sebagai rancangan peraturan. Untuk menjaga stabilitas kabinet, para anggota harus selalu bertindak secara bersama-sama dan mengeluarkan pernyataan atau kebijakan secara kolektif. Jika seorang menteri tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh kabinet, maka menteri tersebut harus mengundurkan diri. Secara kolektif, para menteri ini bertanggung jawab atas semua keputusan yang dibuat kabinet kepada parlemen. Sedangkan secara individu, menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atas kinerja departemen mereka masing-masing. 58 Setiap menteri mengepalai sebuah departemen dan bertanggung jawab penuh atas kinerja departemen yang ia pimpin tersebut. Masing-masing menteri dituntut untuk mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh the House of Commons dalam parlemen. Menteri-menteri yang juga duduk dalam the House of Lords memiliki sekretaris dalam parlemen yang bertugas menjawab setiap pertanyaan yang mengemuka dalam the House of Commons. Penerapan mekanisme seperti ini dalam sistem parlementer sekaligus untuk 57 Miftah Thoha, Birokrasi Op.cit., hlm ankekuasaanyudikatif.pdf, diakses pada tanggal 12 Juli 2013

32 mengontrol pemerintah (departemen-departemen) agar terhindar dari inefisiensi dan tindakan yang tak bertanggung jawab. Terdapat banyak departemen pemerintah dengan ruang lingkup dan kompleksitas yang berbeda-beda. 59 Departemen-departemen utama di antaranya adalah: a) Departemen Keuangan; b) Departemen Pertahanan; c) Departemen Kesehatan; d) Departemen Dalam Negeri; e) Departemen Luar Negeri; dan f) Departemen Pos. 3. Jepang Menurut Konstitusi Jepang tahun 1945, Kaisar adalah lambang dari negara sekaligus lambang dari persatuan rakyat. 60 Kaisar memperoleh jabatannya secara turun-temurun yang diatur oleh Undang-Undang. Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional yang sangat membatasi kekuasaan Kaisar Jepang. Segala macam tindakan yang dilakukan oleh Kaisar harus minta saran dan persetujuan dari kabinet. Sehingga,Kaisar tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Yang bertanggungjawab atas tindakan tersebut adalah kabinet. 61 Kaisar tidak mempunyai kewenangan yang berhubungan dengan pemerintahan. Untuk itu, Kaisar mengangkat Perdana Menteri yang telah dipilih 59 Ibid 60 Pasal 1 Konstitusi Jepang 61 Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.cit., hlm 166

33 oleh Diet. 62 Diet merupakan Badan Tertinggi dari kekuasaan negara dan satusatunya badan pembuat Undang-Undang. 63 Para anggota Diet ini memilih perdana menteri dari antara mereka sendiri. Perdana Menteri merupakan Kepala Pemerintahan di Jepang. Sesuai degan Pasal 65 jo 66 Konstitusi Jepang, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet yang terdiri dari menteri-menteri dari kalangan sipil dan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Sebagai kepala eksekutif, Perdana menteri mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri. Meskipun begitu, Perdana Menteri memiliki kewajiban agar mayoritas dari para menteri tersebut berasal dari anggota Diet. Para menteri tersebut bertanggung jawab secara kolektif kepada Diet. 64 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Jepang adalah negara yang menjalankan sistem pemerintahan parlementer. 62 Pasal 3 Konstitusi Jepang 63 Pasal 41 Konstitusi Jepang 64 Abdul Ghoffar, Perbandingan Op.cit, hlm

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 5 OLEH: TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA 9 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Iinkai)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 Kelompok 10 Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL 1959-1966 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem presidensial

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 11 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Wewenang Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di dunia memiliki hak yaitu mendapatkan kemerdekaan, seperti didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA HERLAMBANG P. WIRATRAMAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SISTEM KETATANEGARAAN 2017 POIN DISKUSI Memahami teori kekuasaan

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II ISI... 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan... 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD 68 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD A. Analisis tentang Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan:

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan: I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan: Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945, memilih dan mengangkat ketua dan wakil ketua PPKI masing-masing menjadi

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan ditemukan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem adalah suatu

Lebih terperinci

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF Oleh Kelompok 3 : Tondy Nugroho 153112350750001 Umayah Arindah 153112350750002 Mario Risdantino M. 153112350750005 Ketua Kelompok Tri Nadyagatari 153112350750006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

XII AK 1 SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA DISUSUN OLEH: A HASLINDA LESTARI ABD KADIR JAELANI ACHMAD RIADY DIANA DAMAYANTI HARDIANA R YULIANTI

XII AK 1 SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA DISUSUN OLEH: A HASLINDA LESTARI ABD KADIR JAELANI ACHMAD RIADY DIANA DAMAYANTI HARDIANA R YULIANTI XII AK 1 SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA DISUSUN OLEH: A HASLINDA LESTARI ABD KADIR JAELANI ACHMAD RIADY DIANA DAMAYANTI HARDIANA R YULIANTI TUGAS KELOMPOK XII AK 1 KATA PENGANTAR Puji Syukur penyusun

Lebih terperinci

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia Chrisdianto Eko Purnomo 278 Abstract This research effort to search the contents president power restriction in achieving

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB III PROFIL LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT Dalam bab ini akan dibahas mengenai profil lembaga perwakilan rakyat sejak orde lama, orde baru, hingga saat ini. Bagaimana perkembangan lembaga perwakilan rakyat

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1952 TENTANG STAF KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1952 TENTANG STAF KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1952 TENTANG STAF KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa perlu disempurnakan usaha-usaha untuk menjamin keamanan di daerah-daerah

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) 1. Lembaga tinggi negara yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD adalah a. DPR c. DPD e. MK f. MA 2. Yang bukan Tugas MPR adalah a. Melantik Presiden

Lebih terperinci

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUD 1945 Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 11/9/2008 Sub-Pokok Bahasan Alasan pemberlakuan kembali UUD

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Konsepsi Presiden Soekarno Secara etimologis, konsepsi berasal dari perkataan konsep, sedangkan konsep diartikan sebagai rancangan atau buram surat,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1950 TENTANG MENETAPKAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN PENGADILAN/KEJAKSAAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN KETENTARAAN" (UNDANG-UNDANG DARURAT

Lebih terperinci

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri PEMBAGIAN SISTEM KETATANEGARAAN Bentuk Negara Bentuk Pemerintahan Sistem Pemerintahan Sistem Politik 1. Negara Kesatuan

Lebih terperinci

Hubungan antara MPR dan Presiden

Hubungan antara MPR dan Presiden Hubungan antara MPR dan Presiden Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan suatu badan yang memegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat disamping DPR dan Presiden. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer Teguh Kurniawan http://staff.blog.ui.edu/teguh1 Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan presidensial model Amerika Sistem pemerintahan parlementer/ sistem

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 A. Masa Berlaku Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949) Agar dapat mengetahui sistem

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...xi INTISARI...xii ABSTRACT...xiii BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Menimbang : Bahwa perlu disempurnakan usaha-usaha untuk menjamin keamanan di daerahdaerah di mana berlaku Peraturan S.O.B.;

Menimbang : Bahwa perlu disempurnakan usaha-usaha untuk menjamin keamanan di daerahdaerah di mana berlaku Peraturan S.O.B.; Bentuk: Oleh: PERATURAN PEMERINTAH (PP) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1952 (15/1952) Tanggal: 20 FEBRUARI 1952 (JAKARTA) Sumber: LN 1952/20; TLN NO. 232 Tentang: Indeks: STAF KEAMANAN STAF

Lebih terperinci

4. Salah satu contoh negara yang menganut idiologi terbuka adalah... A. RRC B. Cuba C. Korea Utara D. Indonesia E. Vietnam

4. Salah satu contoh negara yang menganut idiologi terbuka adalah... A. RRC B. Cuba C. Korea Utara D. Indonesia E. Vietnam 1. Pengertian idiologi secara harfiah adalah... A. Ilmu berpikir B. Tata nilai manusia C. Tata susila manusia D. Ilmu pengertian dasar E. Tata perilaku manusia 2. Sistem pemikiran yang dapat dibedakan

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA SKRIPSI Oleh : RAMA PUTRA No. Mahasiswa : 03 410 270 Program Studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS UUD 1945 SEBELUM AMANDEMEN DAN PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA. Matakuliah : PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS ANALISIS UUD 1945 SEBELUM AMANDEMEN DAN PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA. Matakuliah : PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS ANALISIS UUD 1945 SEBELUM AMANDEMEN DAN PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA Matakuliah : PENDIDIKAN PANCASILA Dosen : SellyRahmawati, M.Pd. Disusun oleh : AnisaKhafida (207) RizkiUtami (210)

Lebih terperinci

1. Jelaskan pengertian pemerintahan : Jawab: a. Dalam arti luas b. Dalam arti sempit 2. Jelaskan pengertian pemerintahan menurut Utrecht : Jawab:

1. Jelaskan pengertian pemerintahan : Jawab: a. Dalam arti luas b. Dalam arti sempit 2. Jelaskan pengertian pemerintahan menurut Utrecht : Jawab: 1. Jelaskan pengertian pemerintahan : a. Dalam arti luas : Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badab legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suaru negara dalam mencapai tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945 MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen IV. Terhadap produk terakhir

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam lembaga perwakilan dua kamar di sistem pemerintahan presidensial Indonesia, didapat kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden Makalah HTLN Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden Putri Sion Haholongan 110110130337 Latar Belakang Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, MPR memiliki sebagai lembaga

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

MPR sebelum amandemen :

MPR sebelum amandemen : Dalam UUD 1945, tidak dirinci secara tegas bagai mana pembentukan awal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penelusuran sejarah mengenai cikal-bakal terbentuknya majelis menjadi sangat penting dilakukan

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1 FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG MENYESUAIKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 80 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG MENYESUAIKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 80 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG MENYESUAIKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 80 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa perlu segera dibentuk Dewan Perancang Nasional;

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1970 TENTANG TATA CARA TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP ANGGOTA-ANGGOTA/PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG-ROYONG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat pemisahan formal antara eksekutif, legislatif, yudikatif. Kekuasaan membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat pemisahan formal antara eksekutif, legislatif, yudikatif. Kekuasaan membuat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang memiliki bentuk pemerintahan dimana terdapat pemisahan formal antara eksekutif, legislatif, yudikatif. Kekuasaan membuat Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci