: Tika Mawaryana N.I.M : Kelompok : Nusa (H) : Mohammad idris.p,drs,mm

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": Tika Mawaryana N.I.M : Kelompok : Nusa (H) : Mohammad idris.p,drs,mm"

Transkripsi

1 Nama : Tika Mawaryana N.I.M : Kelompok : Nusa (H) Jurusan Dosen : S1-SI : Mohammad idris.p,drs,mm 1

2 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan, atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah melimpahkan karunianya kepada saya. Sehingga terwujudlah Makalah ini. Di dalam makalah ini, saya mencoba menyajikan permasalahan yang sangat penting, bagi kita semua. Makalah ini disusun dengan maksud untuk memberikan pengetahuan dan tindak pindana korupsi yang sekarang sedang hangat dibahas. Hal ini saya lakukan dengan harapan dapat lebih membantu para remaja dalam proses belajar, agar kita dapat menjadi penerus bangsa yang pintar dan menjahui sikap kosrupsi yang dapat merugikan bangsa dan Negara dikemudian hari. Sepenuhnya Makalah ini belum sempurna, dan, untuk menjadi lebih sempurna saya sangat membutuhkan, dan mengharapkan masukan, dari pihak lain, yang dapat berupa kritikan, atau saran maupun pesan. Kepada semua pihak yang telah membantu, saya membuat makalah ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Yogyakarta, 24 Oktober 2011 Penyusun ( ) 2

3 DAFTAR ISI Kata Pengantar 2 Daftar isi.. 3 Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Masalah Pendekatan Masalah.. 6 A. Secara Historis 6 B. Secara Sosiologis 6 C. Secara Yuridis 8 BAB 2. Pembahasan Pengertian Korupsi Sebab sebab yang melatarbelakangi korupsi Macam macam Korupsi Bentuk yang diakibatkan oleh tindak pidana Korupsi Cara memberantas Tindak Pidana Korupsi Peran pendidikan dalam menanggulangi Korupsi Undang undang mengenai pemberantasan korupsi. 20 BAB 3. Penutup Kesimpulan Saran Daftar Pustaka

4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. 4

5 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari korupsi? 2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya korupsi? 3. Apakah macam-macam dari korupsi? 4. Apakah dampak dari korupsi? 5. Apa yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian korupsi. 2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi. 3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi. 4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi. 5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk Memberantas korupsi. 5

6 1.4 PENDEKATAN A. Secara Historis Secara historis korupsi politik dapat meruntuhkan negara yang paling perkasa sekalipun. Sejak raja Babilonia Hammurabi pasca tahun 1600an Sebelum Masehi sebagai pembuat Undang-undang tertulis pertama di dunia telah memuat larangan praktek suap. Seperti Edward Gibbon dalam bukunya yang monumental The History of the Decline and Fall of the Roman Empire yang memaparkan keruntuhan imperium kerajaan Romawi karenamerajalelanya praktek korupsi. Demikian juga Alessandro Barbero, dalam bukunya The Day of The Barbarians, The battle that Led To The Fall of TheRoman Empire, antara lain memaparkan: Corruption was endemic in the Roman Empire, and the entire system of contracts and supplies for the army had always offered unlimited opportunities for criminal gain. Di Indonesia sendiri secara historis, korupsi telah terjadi sejak zaman VOC, pada awal kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru, Masa Reformasi hingga saat ini Telah banyak perangkat hukum dan perundang - undangan diberlakukan, tetapi intensitas dan kualitas kejahatan korupsi tetap meningkat. Cita-cita kemerdekaan dan tujuan reformasi dihadang oleh deretan koruptor baik yang berada dalam kekuasaan negara yang culas maupun pengusaha yang rakus. Untuk itu perlu diperbanyak dan dirapatkan barisan anti korupsi agar tiang Negara menjadi tegak dan bermartabat. Pasal 41 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi telah ditentukan adanya peran masyarakat. Ketentuan ini membuka peluang bagi masyarakat untuk memberikan kontribusi peran sosial dalam upaya pemberantasan korupsi, sehingga tercapai keadaan masyarakat yang tidak ada toleransi (zero tolerance) terhadap segala bentuk korupsi yang selalu menggerogoti tiang Negara dari dalam. Segala bentuk trik yang mencampur-adukkan antara yanghaq dan yang bathil, sikap permissif terhadap suap, ambivalensi dalam mensikapi suap dan lain sejenisnya harus dikikis, agar atmosfir kehidupan bernegara menjadi bersih dari polusi tindakan koruptif. B. Secara sosiologis Secara sosiologis, perbuatan tindak pidana korupsi, tidak hanya merugikan keuangan atau perekonomian negara, tetapi juga merugikan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat diwadahi oleh UU Tipikor untuk melaporkan setiap penyalahgunaan jabatan, termasuk penyalahgunaan jabatan oleh penegak hukum yang ditugaskan memberantas tindak pidana korupsi. Artinya, setiap perbuatan tindak pidana acapkali menimbulkan korban di masyarakat juga. terutama 6

7 tindak pidana korupsi. Ingin tahu dampak korupsi di masyarakat?. Subsidi untuk pendidikan, kesehatan dan perumahan bagi rakyat kecil dapat tidak terpenuhi maksimal, karena uangnya keburu dirampas oleh para koruptor yang mendapat kesempatan menjadi penyelenggara negara dan pejabat di BUMN dan BUMD. Dalam tindak pidana korupsi, telah ditemukan berbagai modus operandi. Praktik yang terjadi selama ini, hampir semua tindak pidana korupsi yang menyangkut penyelenggara negara atau pejabat BUMN dan BUMD, terkait dengan keserakahan dan kesombongan. Keserakahannya disebabkan adanya tindakan penyalahgunaan kekuasaan (Abouse of Power) yang dipercayakan oleh rakyat melalui anggota dewan dan pimpinan negara dan pemerintahan. Penyalahgunaan kekuasaan, kesempatan, menggunakan sarana jabatan dan atau kedudukan oleh pejabat Negara tidak semata-mata disebabkan penyalahgunaan keuangan Negara, tetapi menyangkut juga korupsi politik dan administrasi. Dalam kasus menjual stan milik Pemkot Surabaya yang dilakukan oleh direksi PD Pasar Surya, dengan harga berbeda-beda diantara stan yang ada yaitu stan di depan dan pinggir, belakang, tengah, lantai bawah dan lantai atas. Kemudian penjualan harga lebih tersebut tidak disetorkan ke kas Negara. Itu adalah modus operandi yang secara yuridis formal dan materiil dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana korupsi administrasi. Tindak pidana korupsi administrasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh seorang penyelenggara Negara atau pejabat yang bekerja di BUMD berdasarkan kewenangan administrasi yang melekat padanya dengan secara melawan hukum untuk keuntungan pribadi atau orang lain, temannya, relasinya atau kroninya. Dengan demikian, wajar bila para ahli hukum yang mendalami sosiologi dan filosofi hukum menyatakan bahwa tindak pidana korupsi adalah suatu tindakan melanggar normanorma hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang berakibat rusaknya tatanan yang sudah disepakati, baik tatanan hukum, politik, administrasi, manajemen, sosial dan budaya serta berakibat pula terhadap terampasnya hak-hak rakyat yang semestinya didapat. Oleh karena itu, dalam konsideran UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Dengan pemahaman ini, penegak hukumnya harus tahan banting dan kuat iman, karena atribut yang dipakai adalah cara kerja luar biasa, bukan cara kerja biasa-biasa saja, seperi penegak hukum yang menangani perkara kejahatan biasa. 7

8 C. Secara Yuridis Aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, karena dalam kenyataannya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat. Tindak pidana korupsi menjadi salah satu penyebab krisis multidimensional di Indonesia. Berdasarkan Konvensi Anti-Korupsi tahun 2003 telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006, secara tegas diatur bahwa korupsi merupakan salah satu kejahatan yang terorganisasi dan bersifat lintas batas teritorial (trans-nasional), disamping pencucian uang, perdagangan manusia, penyelundupan migran dan penyelundupan senjata api. Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah mendapat putusan hakim di pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya praktek-praktek korupsi di Indonesia, tapi pada kenyataannya semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula praktekpraktek tindak pidana korupsi tersebut. Sanksi pidana untuk hukum pidana Indonesia dikenal dengan pidana tersebut, akan sangat menarik untuk dikaji di Indonesia. Berkaitan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan suatu kebebasan bagi aparat penegak hukum, antara lain jaksa sebagai penuntut umum untuk menuntut seorang Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus. Sebagaimana tindak pidana khusus, hakim diperbolehkan untuk menghukum dua pidana pokok sekaligus, pada umumnya hukuman badan dan denda. Hukuman badan berupa pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara. Tujuannya agar pemidanaan itu memberatkan pelakunya supaya kejahatan dapat ditanggulangi di masyarakat, karena tindak pidana korupsi sangat membahayakan kepentingan bangsa dan negara. 8

9 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Korupsi Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapatberupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap. Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat pembuat perizinan. Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan. Menyuap dosen agar memperoleh nilai baik. Pemerasan, suatu tindakan yang menguntungkan diri sendiri yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu serta pihak lain dengan terpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana pemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya. Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atas dasar kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara. Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain: 1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama- sama untuk menyulitkan pengusutan. 2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan. 3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain. 4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran. 9

10 5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan. 6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik. 7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan. 8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya. 2.2 Sebab-Sebab Yang Melatarbelakangi Terjadinya Korupsi Korupsi dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebutkoruptor. Adapun sebab- sebabnya, antara lain: 1. Klasik a) Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga termasuk ke-leadership-an, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya.l eadershi p dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut, ewuh poakewuh di kalangan staf untuk melakukan penyimpangan. b) Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya. c) Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat 10

11 dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi. d) Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yang besar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya, para koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai, kemampuan, dan skill. e) Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diri atas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya. Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. f) Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi. g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi. 2. Modern a) Rendahnya Sumber Daya Manusia. Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut: 1) Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengansains dan knowledge. 2) Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak. 3) Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. 4) Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann. 11

12 b) Struktur Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya, sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus. 2.3 Macam-Macam Korupsi Tindak pidana korupsi yang dilakukan cukup beragam bentuk dan jenisnya. Namun, bila diklasifikasikan ada tiga jenis atau macamnya, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan. 1. Bentuk korupsi Bentuk korupsi terdiri atas dua macam, yaitu materiil, dan immateriil. Jadi korupsi tidak selamanya berkaitan dengan penyalahgunaan uang negara. Korupsi yang berkaitan dengan uang termasuk jenis korupsi materiil. Seorang pejabat yang dipercaya atasan untuk melaksanakan proyek pembangunan, karena tergoda untuk mendapatkan keuntungan besar proyek yang nilainya Rp ,00 dimar k-u p (dinaikkan) menjadi Rp ,00 bentuknya jelas penggelembungan nilai proyek yang terkait dengan keuntungan uang. Sedangkan yang immaterial adalah korupsi yang berkaitan dengan pengkhianatan kepercayaan, tugas, dan tanggung jawab. Tidak disiplin kerja adalah salah satu bentuk korupsi immaterial. Memang negara tidak dirugikan secara langsung dalam praktik ini. Tetapi, akibat perbuatan itu, pelayanan yang seharusnya dilakukan negara akhirnya terhambat. Keterlambatan pelayanan inilah kerugian immaterial yang harus ditanggung negara atau lembaga swasta. Begitu juga dengan mereka yang secara sengaja memanfaatkan kedudukan atau tanggung jawab yang dimiliki untuk mengeruk keuntungan pribadi. 2. Berdasarkan sifatnya a) Korupsi Publik Dari segi publik menyangkut nepotisme, fraus, bribery, dan birokrasi. Nepotisme itu terkait dengan kerabat terdekat. Segala peluang dan kesempatan yang ada sebesar-besarnya digunakan untuk kemenangan kerabat dekat. Kerabat dekat bisa keponakan, adik-kakak, nenek atau kroni.fraus, artinya, berusaha mempertahankan posisinya dari pengaruh luar. Berbagai cara dilakukan untuk kepentingan ini. Sodok kanan, sikut kiri, suap kanan, suap kiri, semua dilakukan agar posisi yang telah dicapai/diduduki tidak diambil pihak lain atau direbut orang lain. 12

13 Bribery, artinya pemberian upeti pada orang yang diharapkan dapat memberikan perlindungan atau pertolongan bagi kemudahan usahanya.bribery juga memiliki dampak yang cukup signifikan bagi kemajuan usaha. Namun, sasarannya, lebih tertuju pada out put (hasil kerja). Birokrasi juga bagian tak terpisahkan dari praktik korupsi. Birokrasi yang seharusnya berfungsi mempermudah memberikan pelayanan pada masyarakat, justru berubah menjadi kendala pelayanan. Orang yang datang meminta pelayanan pada birokrat seharusnya mendapat peta yang jelas dari pintu mana dia memulai usahanya. Tetapi, sebaliknya, orang langsung melihat ketidakjelasan terhadap apa yang diharapkan. Birokrasi tidak diciptakan untuk kepentingan masyarakat, tetapi kepentingan birokrat. b) Korupsi Privat Sisilain korupsi ditinjau dari privat, yang dimaksud privat ada dua, yaitu badan hukum privat dan masyarakat. Praktik korupsi terjadi di badan umum privat dan masyarakat terjadi karena adanya interaksi antara badan hukum privat dengan birokrasi, antara masyarakat dengan birokrasi. Jadi, sifat interaksi yang terjadi adalah timbal balik. Interaksi tersebut menghasilkan deal-deal tertentu yang saling menguntungkan. Jadi, korupsi tidak hanya di lembaga-lembaga institusi negara, tetapi dengan swasta bergulir, karena ada interaksi. Tanpa ada interaksi antar swasta dengan pemerintah tidak akan terjadi. Ada dua model korupsi, yaitu: pertama internal, yakni korupsi yang dilakukan oleh orang dalam. Kedua internal-eksternal, yakni kolaborasi antara sektok privat dengan publik. 3. Berdasarkan tujuannya Pada umumnya tujuan korupsi, untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi secara spesifik meliputi empat tujuan sebagai berikut: a. Politik, orang melakukan korupsi karena bertujuan politik. Praktik korupsi dilakukan bersamaan dengan kegiatan politik praktis. Tujuan utama korupsi jenis ini untuk mencapai kedudukan. b. Di bidang ekonomi, dilakukan pun untuk kesuksesan bisnisnya. Kurang lebih wujudnya sama, praktik korupsi disini juga dilakukan dengan segala cara. Tetapi, sasarannya adalah pemegang kekuasaan. Tujuannya ada dua, yaitu: pertama, mendapat kemudahan di bidang perizinan dan pengembangan usaha. Kedua, untuk memperoleh akses pasar. Monopoli adalah bentuk kongkret permainan korupsi di bidang ekonomi. c. Di bidang pendidikan. Lembaga yang seharusnya sebagai kawahcandradimuka, tempat menggodok para calon penerus bangsa, 13

14 ternyata juga bisa menjadi lahan yang subur untuk praktik korupsi. Fenomena jual beli gelar dan nilai adalah bukti kuat bahwa di lembaga ini juga terjangkit korupsi. d. Di bidang hukum, praktik korupsi ditujukan untuk memperoleh fasilitas dan perlindungan hukum. Fasilitas disini berupa kepastian hukum terhadap bisnis atau usaha koruptor. Sedangkan, perlindungan hukum menyangkut upaya dari si koruptor memainkan hukum hingga bisa terbebas dari segala ancaman hukum pidana. 2.4 Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi 1. Bidang Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. 2. Bidang Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan- aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. 14

15 Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturanaturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. 3. Bidang Kesejahteraan Negara Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. 15

16 2.5 Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi 1. Strategi Preventif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi. 2. Strategi Deduktif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial. 3. Strategi Represif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain : 1. Konsep carrot and stick yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura.Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan gaya dan gagah. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, 16

17 karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati. 2. Gerakan Masyarakat Anti Korupsi yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi. 3. Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut. 4. Gerakan Moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korupsi. 5. Gerakan Pengefektifan Birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan. 17

18 Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah- langkah untuk memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat undangundang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (undang-undang terlampir dihalaman belakang). 2.6 PERAN PENDIDIKAN DALAM MENANGGULANGI KORUPSI Pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa. Terlepas dari masalah korupsi itu sebagai budaya atau bukan yang jelas peran pendidikan akan dapat membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi dan memberantas korupsi. Buruknya manusia dapat ditranformasikan ke dalam hal yang positif melalui pendidikan, karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap maupun ketrampilan. Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia manusiawi yang makin dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan merupakan pemelihara budaya. Namun demikian dalam konteks perubahan yang cepat dewasa ini pendidikan tidak cukup berperan seperti itu namun juga harus mampu melakukan transformasi nilai dalam tataran instrumental sesuai dengan tuntutan perubahan dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai fondasi. Dengan demikian secara umum pendidikan dapat dipandang sebagai upaya preventif bagi berkembangnya sikap dan prilaku korup meskipun secara empiris jelas tidak cukup mengingat faktor pressure sosial politik yang dapat juga mendistorsi peran normatif tersebut. Belakangan ini memang berkembang wacana akan perlunya pendidikan karakter, namun jika dilihat secara substantif pendidikan kita seperti tertuang dalam Undang-undang no 20 th 2003 sebenarnya adalah pendidikan karakter, jadi pendidikan karakter ya pendidikan. Yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan karakter pendidikan bangsa dapat diselenggarakan dengan menjunjung tinggi kemandirian dan kejujuran, beberapa kasus yang terjadi justru kebijakan pendidikan tertentu (seperti UN) telah banyak mendorong sikap dan prilaku ketidak jujuran yang dapat menjadikan orang terbiasa dengan kecurangan yang nota 18

19 bene merupakan potensi bagi berkembangnya korupsi atau paling tidak pengabaian terhadapnya. Dengan demikian pendidikan merupakan sarana atau bisa juga dipandang sebagai suatu respon yang tepat untuk meningkatkan ketahanan etika bangsa melalui reformasi sosial yang pada gilirannya dapat menjadi pemicu bagi terjadinya reformasi kelembagaan. Reformasi kelembagaan dapat memagari secara eksternal kemungkinan prilaku korupsi, dan reformasi masyarakat dapat memagari secara internal kemungkinan tumbuh dan berkembangnya prilaku korupsi, dan semua ini dapat memperbaiki hukum (aspek kelembagaan) dan memperbaiki Pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa. Terlepas dari masalah korupsi itu sebagai budaya atau bukan yang jelas peran pendidikan akan dapat membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi dan memberantas korupsi. Buruknya manusia dapat ditranformasikan ke dalam hal yang positif melalui pendidikan, karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap maupun ketrampilan. Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia manusiawi yang makin dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan merupakan pemelihara budaya. Namun demikian dalam konteks perubahan yang cepat dewasa ini pendidikan tidak cukup berperan seperti itu namun juga harus mampu melakukan transformasi nilai dalam tataran instrumental sesuai dengan tuntutan perubahan dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai fondasi. Dengan demikian secara umum pendidikan dapat dipandang sebagai upaya preventif bagi berkembangnya sikap dan prilaku korup meskipun secara empiris jelas tidak cukup mengingat faktor pressure sosial politik yang dapat juga mendistorsi peran normatif tersebut. Belakangan ini memang berkembang wacana akan perlunya pendidikan karakter, namun jika dilihat secara substantif pendidikan kita seperti tertuang dalam Undang-undang no 20 th 2003 sebenarnya adalah pendidikan karakter, jadi pendidikan karakter ya pendidikan. serta meningkatkan mutu manusia, dalam konteks inilah pendidikan menjadi amat penting. 19

20 2.7 UNDANG UNDANG MENGENAI PEMBERANTASAN KORUPSI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. (2) Pegawai Negeri adalah meliputi : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian; b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. (3) Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.. BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 3 Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, 20

21 dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak ,00 (satu miliar rupiah). Pasal 4 Pengembalian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 dan pasal 3. Pasal 5 Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 6 Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 210 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp ,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Pasal 7 Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 387 atau pasal 388 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). 21

22 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan Negara. 3.2 Saran Seharusnya pemerintah harus lebih peka lagi memberantas korupsi di Negara Indonesia tanpa memandang buluh, karena perilaku Korupsi sekarang itu, ibarat jamur yang tumbuh di musim penghujan. Bagaiman Negara Indonesia ini bias maju jika pemimpinya saja banyak memakan uang rakyat. 22

23 DAFTAR PUSTAKA http//intl.feedfury.com http// http//balianzahab.wordpress.com 23

Makalah Pendidikan Pancasila KORUPSI Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang dibina oleh Bapak M Khalis

Makalah Pendidikan Pancasila KORUPSI Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang dibina oleh Bapak M Khalis Makalah Pendidikan Pancasila KORUPSI Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang dibina oleh Bapak M Khalis Purwanto, Drs, M.M Oleh Kelompok A NAMA DOSEN : M Khalis Purwanto,

Lebih terperinci

: CAHYA SUBIYANTORO NIM

: CAHYA SUBIYANTORO NIM FENOMENA KORUPSI DI SUSUN OLEH : NAMA : CAHYA SUBIYANTORO NIM : 11.11.5015 DOSEN PENGAMPAU : TAHAJUDIN S, Drs UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TAHUN 2011 ABSTRAKSI Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PANCASILA KORUPSI

TUGAS AKHIR PANCASILA KORUPSI TUGAS AKHIR PANCASILA KORUPSI ERICH ZULKIFLI 11.02.7991 A D III MANAJEMEN INFORMATIKA Khalis Purwanto.MM STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 DAFTAR ISI BAB I 1. ABSTRAK 2. Latar Belakang Masalah 3. Rumusan

Lebih terperinci

B. RUMUSAN MASALAH C. TUJUAN

B. RUMUSAN MASALAH C. TUJUAN BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari Instansi tingkat desa, kota, hingga pemerintahan, bisa di bilang korupsi sudah memnbudaya di Indonesia.

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA Ilman Nurrokhman 11.02.7973 Kelompok A D-3 Manajemen Informatika Dosen: Drs. M. Khalis Purwanto, MM ABSTRAK Di Indonesia praktek korupsi sudah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Modul ke: STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Disampaikan pada perkuliahan ETIK UMB kelas PKK Fakultas TEKNIK MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA Program Studi TEKNIK INDUSTRI www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DATA

BAB II IDENTIFIKASI DATA BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.

Lebih terperinci

KORUPSI DI INDONESIA

KORUPSI DI INDONESIA KORUPSI DI INDONESIA KELOMPOK PERADILAN Disusun oleh : 11.12.5960 Angga hermanto Dosen Drs. Muhammad Idris P, MM JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi berjalan lebih dari satu dasawarsa cita- cita pemberantasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alasan mendasar terjadinya reformasi tahun 1998 karena pemerintahan waktu itu yaitu pada masa orde baru telah terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan Salah satu tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan Rakyat yang adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA

ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: ETIK UMB TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Fakultas Desain dan Seni Kreatif Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, SHI., M.Si A. Pengertian Korupsi Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KORUPSI SEMAKIN MENGGILA

KORUPSI SEMAKIN MENGGILA KORUPSI SEMAKIN MENGGILA Disusun oleh : Nama : ADITYA TRI NUGROHO NIM : 11.02.8106 Kelompok : A Program Studi: D3-MI Nama Dosen : Drs.M.Khalis Purwanto,MM STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KORUPSI SEMAKIN MENGGILA

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah korupsi sebenarnya bukan masalah baru di Indonesia, karena telah ada sejak tahun 1950-an. Bahkan berbagai kalangan menilai bahwa korupsi telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentukbentuk kejahatan juga senantiasa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan Trio Hukum dan Lembaga Peradilan Oleh : Drs. M. Amin, SH., MH Telah diterbitkan di Waspada tgl 20 Desember 2010 Dengan terpilihnya Trio Penegak Hukum Indonesia, yakni Bustro Muqaddas (58), sebagai Ketua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang

Lebih terperinci

Tindak Pidana Korupsi

Tindak Pidana Korupsi Tindak Pidana Korupsi 1. Apa korupsi itu? Korupsi adalah semua perbuatan atau tindakan yang diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A

MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A MAKALAH PANCASILA KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME KELOMPOK A disusun oleh : Galung Edo Gardika 11.02.8081 D3-MI Dosen pembimbing Drs. M Kalis Purwanto, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

TIK (Kompetensi Dasar) II. Gambaran Umum III. Relevansi terhadap pengetahuan IV. Sub-sub Bab 1. Pengertian Korupsi

TIK (Kompetensi Dasar) II. Gambaran Umum III. Relevansi terhadap pengetahuan IV. Sub-sub Bab 1. Pengertian Korupsi 105 106 I. TIK (Kompetensi Dasar) Mahasiswa Mampu memahami, mampu menjelaskan, terjadi perubahan pola berpikir tentang hak dan kewajiban bela negara khususnya tentang pengertian korupsi, tindak korupsi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

Modul ke: PENDIDIKAN ETIK. Pandangan Umum Berkenaan dengan Korupsi. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen

Modul ke: PENDIDIKAN ETIK. Pandangan Umum Berkenaan dengan Korupsi. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Modul ke: 13 Ikhwan Fakultas EKONOMI DAN BISNIS PENDIDIKAN ETIK Pandangan Umum Berkenaan dengan Korupsi Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Bagian Isi Pendahuluan Penyebab Terjadinya Korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan narkoba memiliki dimensi yang sangat kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial ekonomi, politik, sosial,

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan korupsi merupakan masalah yang sangat sentral dalam kurun waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah penyakit yang tidak mudah

Lebih terperinci

KONSEP PENCEGAHAN KORUPSI PADA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

KONSEP PENCEGAHAN KORUPSI PADA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA KONSEP PENCEGAHAN KORUPSI PADA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA I. Pendahuluan Sebagai bangsa yang sadar akan perjuangan mewujudkan kesejahteraan masyarakat-bangsanya, maka setiap langkah usaha mencapai cita-cita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum, hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta suatu kehidupan yang serasi, selaras

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara khusus, dan diancam dengan pidana yang cukup berat. 1. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB I PENDAHULUAN. secara khusus, dan diancam dengan pidana yang cukup berat. 1. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Fenomena sosial yang dinamakan korupsi merupakan realitas perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang, serta membahayakan masyarakat dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H.

FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H. FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H. A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara hukum, maka kepentingan mayarakat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money

BAB I PENDAHULUAN. seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kemajuan peradaban dunia semakin hari semakin berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai alat kontrol sosial dalam kehidupan masyarakat dituntut untuk dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan. Meskipun

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

MASALAH KORUPSI DI INDONESIA

MASALAH KORUPSI DI INDONESIA MASALAH KORUPSI DI INDONESIA Nama : HENDRI YUDHA PERMANA NIM : 11.02.8029 Kelompok Kelas Dosen : A : 11.D3MI.02 : M Khalis Purwanto, Drs, MM Abstrak Korupsi bukanlah kejahatan yang baru, melainkan kejahatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci