5 PEMBAHASAN. 5.1 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Sederhana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PEMBAHASAN. 5.1 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Sederhana"

Transkripsi

1 5 PEMBAHASAN Pemberdayaan usaha perikanan tangkap yang dilakukan dalam penelitian didekati melalui pengembangan model interaksi dalam skala industri atau usaha perikanan tangkap modern. Hal ini dipilih agar interaksi tersebut dapat digunakan bila usaha perikanan tangkap yang ada benar-benar dapat dikembangkan dalam skala industri atau lebih besar dengan berbasis pada kekuatan lokal, yaitu usaha perikanan tangkap yang dilakukan masyarakat nelayan selama ini. Supaya lebih fleksibel terhadap berbagai kondisi yang ada dan kemungkinan pengembangan ke depan, maka skenario pengembangan industri atau usaha perikanan tangkap tersebut yang dikembangkan dengan pola interaksi variable laten baik sederhana maupun komplek. Pola interaksi sederhana yang kemudian disebut dengan pola pengembangan industri secara sederhana mengakomodir interaksi minimal yang terjadi dalam pengembangan, sedangkan pola interaksi kompleks yang kemudian disebut dengan pola pengembangan industri dengan interaksi kompleks mengakomodir interaksi kompleks, bebas, dan global dan pengembangan industri atau usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta ke depan. Kedua pola tersebut dan serta bentuk aksinya dibahas pada bagian berikut. 5.1 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Sederhana Bila mencermati hasil analisis pada Tabel 5, maka aspek teknologi, administrasi, manajemen dan sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting dan harus diperhatikan untuk pengembangan industri secara internal (lingkungan internal). Supaya industri kuat secara internal, maka pola interaksi dan berbagai kebutuhan yang terkait dengan aspek-aspek tersebut harus diperhatikan dengan baik sinergi dan efisien. Bila mencermati lebih jauh, maka dari lima aspek tersebut, manajemen merupakan aspek paling dominan berinteraksi pada tataran internal industri. Aktivitas berupa mengkoordinasikan, mengarahkan, dan membuat keputusan dalam pelaksanaan kegiatan industri secara internal merupakan jenis-jenis aktivitas terkait manajemen. Menurut Purnomo et al. (2003), bila interaksi yang ada tidak terjadi secara padu dan harmonis, maka besar kemungkinan industri perikanan tidak dapat berkembang seperti yang diinginkan. Bila demikian, maka manajemen 101

2 dapat dikatakan menjadi hal yang paling sensitif dan dapat mengganggu kondisi internal industri perikanan, sehingga harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Dalam kaitan dengan Lingkungan Industri, aspek entry barrier, pesaing, dan supply merupakan aspek yang penting dan serius mempengaruhi kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kegiatan bisnis beberapa industri modern, aspek entry barrier, pesaing, dan supply memang menjadi hal penting yang serius dan sering mengganggu. Bila pesaing meningkat akan sangat menganggu bisnis yang dilakukan industri dan tentunya hal ini perlu ditangani dengan baik supaya industri tetap dapat bertahan di tengah persaingan. Untuk supply juga demikian, karena terganggunya supply berbagai jenis bahan yang dibutuhkan untuk operasinya dalam mengganggu kegiatan industri secara keseluruhan. Namun demikian, dari ketiga komponen tersebut, entry barrier merupakan aspek yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,045) terkait interaksi lingkungan industri. Hal ini bisa jadi karena keluar/masuk perusahaan baru pada suatu lokasi sangat mempengaruhi kemampulabaan usaha di kawasan (Porter, 1990) termasuk prospek pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hill dan Ireland (1997), menyatakan bahwa interaksi pada lingkungan eksternal umum, maka aspek politik, ekonomi, dan sosial merupakan aspek yang signifikan dan harus diperhatikan untuk pengembangan industri secara eksternal. Kondisi dapat dipahami karena ketiga aspek tersebut sering mempengaruhi kestabilan bisnis suatu daerah bahkan pada beberapa negara dapat menjadi penyebab konflik massal bila ketiga aspek tersebut tidak dikelola dengan baik. Dari ketiga aspek tersebut, aspek sosial merupakan aspek yang paling dominan dalam interaksinya. Hal ini bisa terjadi dapat dimungkinkan oleh sensitifnya masalah-masalah sosial (seperti masalah kesenjangan dalam penghasilan, kesempatan kerja, pendidikan, dan lainnya) sehingga berpotensi sangat serius menggangu industri/usaha perikanan tangkap secara eksternal, apalagi di Yogyakarta masalah kesenjangan penghasilan dan kesempatan kerja menjadi permasalahan serius dan cukup memusingkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini. Untuk aspek ekonomi, interaksinya sangat intensif namun tidak begitu sensitif bila dibandingkan dengan aspek sosial, bisa jadi karena cenderung berbau sara seperti halnya kesenjangan secara sosial. Namun demikian, seperti disebutkan sebelumnya, interaksi aspek ini termasuk signfikan. Menurut Zamron dan Purnomo (2005) dan 102

3 Mursidin et al. (2005), perkembangan industri perikanan dapat saja terganggu bila ekonomi masyarakat pas-pasan dan harga-harga bahan pokok tidak stabil, dimana masyarakat hanya berpikir pada urusan pribadi (tentang urusan perut) dan tidak lagi pengembangan seuatu yang lebih besar. Sedangkan menurut Anggraini (2006), masyarakat sangat menentukan kegiatan ekonomi suatu daerah, karena masyarakat adalah pelaku dari ekonomi daerah itu sendiri. Terkait dengan ini, maka aspek ekonomi tetap harus diperhatikan dan ikut diperbaiki dalam pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkait dengan lingkup pengembangan, maka lingkup usaha perikanan (LUP) tidak termasuk faktor serius dalam pengembangan industri secara kesluruhan. Berbagai aktivitas dan kondisi internal, serta lingkup aktivitas yang dijalankan usaha non perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak akan menjadi penghambat bagi pengembangan dan pemberdayaan usaha/industri perikanan tangkap yang ada. Hal ini terjadi karena lingkup usaha perikanan tangkap lebih berhubungan dengan kegiatan di bidang perikanan tangkap, sedangkan kegiatan lainnya di luar bidang perikanan tangkap punya konsentrasi tersendiri dan kalaupun menunjang kegiatan perikanan tangkap, biasanya menyesuaikan dengan yang dibutuhkan kegiatan perikanan tangkap tanpa mengintervensinya. Dari ketiga dimensi konstruk tersebut, dimensi konstruk SDM (X44) merupakan dimensi konstruk yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,040) oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Aspek prasarana merupakan dimensi konstruk urutan kedua yang dipengaruhi serius oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Dari dua aspek yang berinteraksi signifikan dengan kompetensi strategi SDM, interaksi dengan aspek keuangan yang paling dominan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keuangan sangat sensitif terhadap kompetensi strategi SDM perikanan tangkap yang dijalankan oleh investor dan masyarakat. Selama ini, pengalaman kesulitan keuangan dan ketiadaan biaya sering menjadi penyebab kegiatan melaut tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Pengalaman ini telah menjadi rujukan dalam pengembangan usaha perikanan di lokasi sehingga bila keuangan belum cukup maka usaha perikanan sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini penting supaya usaha tidak berhenti di tengah jalan dan sarana usaha menjadi terbengkalai. Pengalaman ini perlu menjadi rujukan ke depan dalam pengembangan industri atau usaha perikanan. 103

4 Contoh, apabila perusahan tidak mengendalikan likuiditasnya, operasi akan tidak lancar, yaitu mau beli spare part tidak punya biaya akhirnya tidak bisa operasi. Bila mencermati hasil analisis pada Tabel 14, maka payback period, ROI dan growth merupakan aspek pengelolaan yang berinteraksi signifikan dan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha perikanan. Dari tiga aspek tersebut, payback period menjadi yang paling dominan mempengaruhi kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa perputaran usaha sangat penting dalam kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana kemampuan nelayan dalam pengembalian pinjaman, perputaran usaha pengolah ikan, dan musim tangkap selalu menjadi pertimbangan nelayan. Bila melihat akar permasalahannya, hal ini dapat dipahami karena kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya dilakukan oleh nelayan dan pengolah ikan dengan modal kecil dan mikro yang akan terganggu usahanya dan kebutuhan rumah tangganya bisa tidak terpenuhi bila perputaran usaha mengalami masalah. Terkait dengan ini, maka dalam interaksi sederhananya, perbaikan kinerja perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta di masa datang perlu mengedepankan kepentingan nelayan dan pengolah ikan kelas kecil dan mikro daripada mendahulukan kepentingan lainnya, misalnya kontribusi terhadap PAD, misal Pemda dapat melakukan pembebasan restribusi pada musim paceklik. Hal ini sejalan dengan hasil analisis sebelumnya terkait pengaruh Rugi/Laba terhadap kinerja usaha perikanan (KUP). Lingkup usaha perikanan menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi aktivitas dan kondisi internal usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi kemungkinan karena lingkup usaha perikanan tangkap menentukan jenis dan skala usaha perikanan tangkap yang dapat dilakukan oleh nelayan dan lainnya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi internal usaha perikanan tangkap yang ada. di Daerah Istimewa Yogyakarta Aspek lingkungan eksternal berpengaruh postif bersifat signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka lingkup usaha perikanan menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi aktivitas dan kondisi masyarakat di sekitar usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini bisa dipahami, karena skala dan lingkup usaha/industri perikanan mempengaruhi interest/kepedulian masyarakat 104

5 terhadap bidang perikanan tangkap, misal ketertarikan untuk berusaha di bidang perikanan tangkap, mengatur pola konsumsi ikan keluarga, dan lainnya. Dalam kaitan dengan interaksi antar konstruk, interaksi kompetensi strategi SDM dengan lingkup industri perikanan termasuk positif signifikan dan perlu diperhatikan secara seruis. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dan skala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dikembangkan dengan lebih mempertimbangkan kompetensi strategi SDM yang diterapkan daripada tujuan pembangunan perikanan yang ditetapkan Pemerintah. Namun demikian, dalam aplikasi di lapangan pelaksanaan kompetensi strategi SDM perlu dilakukan sejalan dengan tujuan pembangunan perikanan yang ada. Kompetensi strategi SDM juga berpengaruh positif dan bersifat signifikan terhadap kinerja industri perikanan. Terkait dengan ini, maka kinerja usaha perikanan termasuk faktor serius mempengaruhi kompetensi strategi SDM termasuk pada industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi karena strategi yang diambil dalam menjalankan suatu usaha perikanan sangat ditentukan oleh progress atau kinerja dari usaha tersebut selama ini. Kondisi yang sama juga terjadi pada interaksi kinerja usaha perikanan selanjutnya dengan tujuan pembangunan perikanan, dimana interaksi tersebut bersifat berpengaruh positif dan bersifat signifikan. Terkait dengan ini, maka tujuan pembangunan perikanan termasuk faktor serius mempengaruhi kinerja usaha perikanan yang dijalankan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kaitan ini, maka tujuan pembangunan perikanan tangkap harus selalu diupayakan dalam industri/usaha perikanan tangkap yang ada. Bila belum terakomodir dengan baik, maka kinerja perlu ditingkatkan. Sustainable lebih dominan berinteraksi dan berpengaruh terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini menunjukkan tujuan pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di bidang perikanan tangkap lebih memperhatikan sustainable atau berkelanjutan dalam mengelola industri perikanan. Dalam kaitan dengan pengembangan, hal ini perlu dicermati pentingnya pengelolaan berkelanjutan ecological, sosioeconomi, community dan institusi (Charles, 1994). Pengembangan usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta hendaknya memperhatikan hal tersebut sehingga terjadi sinkronisasi dengan tujuan pembangunan perikanan secara Nasional. 105

6 Bila mencermati hasil analisis Tabel 16, maka aspek Sustainable dan equity berpotensi serius mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini menujukkan bahwa tujuan pembangunan perikanan harus mengendepankan prinsip berkelanjutan dalam setiap upaya pengembangan usaha/industri karena cukup banyak anggota masyarakat yang menggantungkan hidup pada usaha perikanan tangkap. Bila kebijakan pemerintah gampang berpaling, maka bisa akan terjadi pengangguran massal dan konflik sosial akan meningkat. Hal sama juga untuk equity, pemerintah melakukan pembinaan yang terus-menerus terhadap masyarakat nelayan sehingga usaha perikanan skala kecil dan menengah yang dihasilkannya dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya bahkan pada pasar ekspor. Bila hal ini bisa dilakukan, maka industri/usaha perikanan yang ada dapat menjadi sektor penting bagi kegiatan bisnis Daerah Istimewa Yogyakarta di masa datang. 5.2 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Kompleks Bila mencermati hasil analisis interaksi lanjutan pada Tabel 17, maka lingkungan internal terhadap lingkungan eksternal berpengaruh positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas usaha perikanan tangkap yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar tempat usaha perikanan tangkap dilakukan, misalnya daya beli masyarakat, pola konsumsi masyarakat terhadap ikan laut, pola pergaulan dan pengetahuan masyarakat, penerimaan masyarakat lokal terhadap pendatang, dan sebagainya. Disamping itu, pengaruh positif signifikan lingkungan internal terhadap lingkungan industri juga mengindikasikan bahwa kondisi dan aktivitas usaha perikanan tangkap juga mempengaruhi aktivitas industri/usaha lainnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti usaha jasa pengiriman, usaha rumah makan, tempat hiburan dan rekreasi, dan lainnya. Terkait ini, maka pengembangan usaha perikanan tangkap dengan memberikan keleluasan yang luas bagi industri/usaha perikanan tangkap yang ada perlu dilakukan dengan hati-hati, berimbang, dan bertahap sehingga tidak mengganggu perekonomian masyarakat dan aktivitas industri lainnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh lingkungan eksternal terhadap lingkungan industri yang bersifat positif signifikan. Hal ini memberi indikasi bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di 106

7 Daerah Istimewa Yogyakarta dapat mempengaruhi kondisi dan aktivitas masyarakat di luar industri dan usaha bisnis. Menurut Mursidin dan Hartono (2006), masyarakat dapat memberi dampak pada lingkungan sekitar, sehingga harus dibina dan diberdayakan secara adil dan merata. Dalam kaitan ini, maka kondisi dan aktivitas masyarakat perlu diarahkan pada hal-hal positif yang dapat menjamin ketertiban dan keamanan berbagai aktivitas yang ada. Pengaruh lingkungan eksternal terhadap tujuan pembangunan perikanan juga bersifat positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta penting untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan yang ada Lingkungan usaha perikanan berinteraksi terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah berinteraksi terhadap kinerja usaha perikanan dan tujuan pembangunan perikanan. Kinerja usaha perikanan berinteraksi secara serius dengan lingkungan industri. Porter (1990), lingkungan industri dapat menjadi ancaman, maka harus juga diperhatikan kinerja dan perannya di lokasi agar menjadi lebih penting. Karena selama ini, peran industri/usaha non perikanan tangkap terhadap keberadaan usaha perikanan tangkap cukup banyak meskipun tidak mengintervensi kompetensi strategi SDM perikanan tangkap. Adapun bentuk peran tersebut kesediaan usaha non perikanan menampung nelayan atau keluarga nelayan yang butuh pekerjaan pada saat tidak melaut, peran usaha non perikanan dalam pengadaan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan lainnya di lokasi tempat tinggal nelayan berdekatan dengan usaha non perikanan tersebut, dan lainnya. Terkait dengan ini, maka peran tersebut penting yang diperhitungkan terkait maju mundurnya kegiatan perikanan tangkap di daerah Istimewa Yogyakarta. Pada model interaksi yang kompleks tersebut, kinerja usaha perikanan juga berpengaruh positif signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri non perikanan tangkap yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sedikit banyak dapat mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan yang telah ditetapkan. Aspek kompetensi strategi SDM juga berpengaruh positif signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini memberi indikasi bahwa kompetensi strategi SDM pasti berperan penting dalam pencapaian dan penetapan Tujuan Pembangunan 107

8 Perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini misalnya, strategi industri yang mengandalkan tenaga kerja lokal dalam pelaksanaan kegiatan produksi dengan harapan dapat menciptakan basis perikanan yang kuat di masyarakat. Supaya terjadi sinkronisasi dan mendukung basis ekonomi lokal, maka tujuan pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah harus sesuai dan mendukung upaya tersebut. Dalam kaitan ini, maka kompetensi strategi SDM yang dipilih oleh pelaku usaha atau yang menjadi komitmen bersama harus diperhitungkan dalam perumusan tujuan pembangunan perikanan di tingkat daerah seperti dalam rencana strategis 5 tahunan, 10 tahunan, dan lainnya. Menurut Pierce dan Vodden (2000), SDM menjadi komponen yang sangat penting dibandingkan dengan sumber daya lainnya dan lingkungan dalam pembangunan suatu bangsa, sehingga perlu dikelola dengan strategi yang baik dan harus menjadi prioritas pembangunan. Untuk memudahkan implementasi pengembangan berdasarkan pola interaksi yang ada, maka interaksi-interaksi tersebut perlu dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan nilai koefisien pengaruhnya baik yang berhubungan dengan interaksi secara eksogen maupun endogen. Seperti disebutkan sebelumnya, nilai koefisien pengaruh tersebut mencerminkan tingkat pengaruh, kepentingan dan urgensi dari komponen berinteraksi bila model pengembangan benar-benar dilakukan secara nyata. Menurut Handoko (2001) komponen yang berinteraksi pembangunan termasuk di bidang perikanan harus dapat menopang satu sama lain bila manfaatnya ingin dirasakan secara jangka panjang. Sedangkan menurut Tajirin et al. (2007), kegiatan perikanan berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi suatu bangsa baik pada aspek ekonomi, SDM, sosial, budaya, maupun lingkungan sehingga harus dilakukan secara integral dan bertahap. Dalam kaitan ini, diperlihatkan Gambar 12 tentang model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks komponen terkait, dan interaksi ini dibagi dalam tiga kelompok prioritas, yaitu : interaksi dengan nilai koefisien (kf) sama dengan 1,0, interaksi dengan nilai kf di bawah 1,0 dan di atas atau sama dengan 0,1 dan interaksi dengan nilai kf lebih kecil 0,1 sedang interval kf diantara 1 sampai dengan 0, tersusun pada Tabel 25. Soepanto (1995) pengembangan usaha selayaknya dilakukan tiga tahapan dimana tahap pertama corporate strategy yaitu menyususun berapa besar skala ekonomi usaha tersebut, tahap kedua business strategy melakukan inovasi produk dan inovasi proses produksi dan tahap ketiga melakukan marketing strategy yaitu terobosan pasar. 108

9 Tabel 25 Klasifikasi interaksi indikator dan dimensi berdasarkan nilai koefisien pengaruh Nilai Koefisien Sama dengan 1 Dibawah 1,0 sampai atau sama dengan 0,1 Indikator (X) - Manajemen - Sosial - Entry Barier - SDM (K) - Teknologi (L) - Administrasi - Pesaing - Ekonomi - Prasarana Dibawah 0,1 - SDM (L) - Supply - Politik - Teknolgi (K) Dimensi (Exogen) LINT LEXT LIND KP/D LINT LIND LEXT KP/D LINT LEXT LIND KP/D Indikator (Y) Dimensi (Endogen) - Sustainable TPP - Payback Period KUP - Pemasaran - Keuangan - ROI - Growth - Equity KSTD KUP TPP - (K)... indikator dari kebijakan strategi SDM (L)... indikator dari lingkungan internal Dalam kaitan dengan kebijakan, komponen terkait harus diakomodir dengan baik dalam pengembangan kebijakan baik pusat maupun daerah. Teknologi, prasarana dan SDM merupakan tiga komponen penting dan mendasar yang harus diperhatikan dalam pembuatan kebijakan. Disamping itu, pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang baik dan tetap melakukan beberapa inovasi dalam pelayanan. Menurut Pramusinto (2006), inovasi dalam pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang dibuat oleh pmerintah. Dalam kaitan dengan analisis SEM, interaksi secara eksogen merupakan interaksi di antara variabel bebas, sedangkan interaksi secara endogen merupakan interaksi variabel tidak bebas/tergantung. Terkait dengan ini, maka jika interaksi diantara komponen/konstruk/dimensi konstruk eksogen diubah atau diintervensi, maka interaksi diantara komponen/konstruk/dimensi konstruk endogen juga bisa berubah. Hasil klasifikasi ini akan menjadi dasar bagi penyusunan skala prioritas aksi terkait pengembangan industri/usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti ditunjukkan pada Tabel 26. Supaya terintegrasi dan menyeluruh, 109

10 maka teknis operasional aksi tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan unit bisnis perikanan terpadu (UBPT). Menurut Fauzi dan Anna (2002), unit bisnis menjadi keberlanjutan kegiatan perikanan dan tolok ukur keberhasilan pembangunan perikanan, sedangkan menurut Stiroh (2001), kebijakan yang tepat menjadi penentu kesinambungan pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat. Tabel 26 Skala prioritas berdasarkan nilai koefisien indikator pengaruh Prioritas Perubahan Input Taget/Output Tahapan - Manajemen - Sustainable Konstruksi - Sosial Pemberdayaan I - Entry Barier - Regulator - SDM (K) - Perencanaan - Skala Usaha - Teknologi(L) - Payback Operasi - Administrasi Period - Tertib II - Pesaing Administrasi - Ekonomi - Pertumbuhan - Prasarana - SDM (L) - Pemasaran Efisiensi dalam - Supply - Keuangan Usaha III - Politik - ROI - Teknologi (K) - Growth - Equity (K) indicator dari kebijakan strategi SDM (L) indicator dari lingkungan internal Interaksi antara dimensi-dimensi di atas yang diuraikan aspek indikatornya dapat membangun model pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditampilkan pada Gambar 12. Gambar 12 juga menunjukan bahwa lingkup usaha perikanan (LUP) dibangun dari lingkungan internal (LINT), lingkungan industri (LIND) dan lingkungan ektsernal (LEXT). Lingkup usaha perikanan mempengaruhi kebijakan pemerintah pusat/daerah, kompetensi strategi SDM dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). Kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) meningkatkan kinerja usaha perikanan (KUP) dan sehingga tujuan pembangunan perikanan (TPP) dapat tercapai. Demikian juga tujuan pembangunan perikanan (TPP) 110

11 dibangun dari lingkup usaha perikanan (LUP), lingkungan eksternal (LEXT), kebijakan pemerintah pusat/daerah(kp/d) yang hasilnya melalui meningkatnya kompetensi strategi SDM (KSTG) dan kinerja usaha perikanan (KUP). Teknologi (X11) 0.1 Administrasi (X12) Manajemen (X13) LINT Entry Barrier (X31) Pesaing (X32) KSTG Pemasaran (Y12) Keuangan (Y13) Ekonomi (X22) Sosial (X23) LEXT LIND KUP Payback Period (Y21) Growth (Y24) LUP Prasarana (X43) SDM (X44) KP/D TPP Equity (Y32) Sustainable (Y33) Gambar 12 Model pemberdayaan usaha perikanan tangkap 5.3 Pembentukan Unit Bisnis Perikanan Terpadu (UBPT) sebagai Basis Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap Komponen atau aspek pengelolaan yang berpengaruh positif signifikan dapat digunakan sebagai acuan untuk memberdayakan usaha perikanan tangkap melalui pembentukan suatu unit bisnis perikanan terpadu (UBPT) (Lampiran 32). Adapun tahapan pembentukan unit bisnis tersebut hingga dapat dijalankan secara nyata dan mandiri adalah : Tahap pertama menyusun regulator agar lingkungan bisnis kondusif, yang dapat menjadi dasar pelaksanaan UBPT dengan berorientasi aspek manajemen, sosial, entry barrier, sumber daya manusia dan daya saing dengan penjelasan sebagai berikut: 111

12 (1) Aspek manajemen yaitu dengan mengenalkan fungsi manajemen kelompok usaha. Pelaku usaha yang telah bergabung harus membuat rencana jangka menengah (5 tahun) dan rencana jangka pendek (1 tahun), yang kemudian diproyeksikan ke rencana pendapatan dan biaya usaha/indutri perikanan tangkap baik pada tingkat usaha individu sampai usaha kelompok (UBPT), menyusun struktur organisasi dan pembagian tugas, menempatkan dan mengarahkan SDM yang sesuai keahliannya, dan tim pengawas harus netral agar penyimpangan cepat diketahui dan cepat diperbaiki. (2) Aspek sosial yaitu harus menyisihkan fee (X %) dari omset, untuk kepentingan asuransi alat kerja, asuransi tenaga kerja (hari tua, kecelakaan, kesehatan), jaminan kredit/dana naik haji, cadangan usaha, sehingga usaha yang risikonya sangat tinggi ini dapat diatasi dan tidak mengganggu kondisi sosial pelaku usaha. Apabila ada anggota yang terlambat mengangsur pinjamannya, maka dapat diatasi dengan dana jaminan kredit sehingga kepercayaan dapat dibangun dengan baik. (3) Aspek entry barier, kemudahan memulai usaha sepanjang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidangnya, tingkat keberhasilan usaha akan dipantau berdasarkan regulator Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. (4) Sumber daya manusia, pemerintah harus memberikan dana anggaran ke Daerah tingkat I dan II untuk membiayai latihan-latihan manajemen dan teknis khususnya daerah yang masih sangat lemah sumber daya manusianya. (5) Sustainable, yaitu dengan melakukan kerjasama dan kemitraan yang saling menguntungkan melalui wadah KUB maupun UBPT. Wadah ini dianggap lebih efisien karena akan terjadi penghematan waktu, aset (alat dan bahan) dan tenaga kerja sehinga menurunkan harga pokok produksi, harga mengendalian mutu, biaya pelayanan dan jangkauan pasar yang berkelanjutan. Tahap kedua, bila kegiatan sudah berjalan, maka harus dikembangkan aspek teknologi, administrasi, pesaing, ekonomi, prasarana, payback period dengan arahan sebagai berikut : (1) Aspek teknologi, harus dilakukan inovasi teknologi agar bisa didapatkan cara baru yang bisa menekan biaya maupun memperbaiki jenis dan mutu produk. Inovasi juga dapat dilakukan dengan mengaplikasikan program-program baru, 112

13 misalnya komputerisasi laporan keuangan, program ini bisa digunakan apabila dilakukan dengan skala industri atau cukup besar dengan cara berkelompok. Adapun bentuk kelompok tersebut yang dapat dipilih yaitu KUB, UBPT, Koperasi perikanan, dan Usaha pengolahan Hasil Perikanan yang dibentuk sesuai tuntutan pasar. (2) Aspek administrasi, kegiatan-kegiatan diharuskan tertib administrasi, hal ini sangat membantu mengetahui sejauh mana keberhasilan, membantu penyelesaian konflik, memantu kelayakan jual ke bank/lembaga keuangan dan sebagai ukuran seberapa besar kontribusi pembangunan ekonomi dan sosial. Yang lebih penting lagi membiasakan membudayakan bangsa kita berlaku transparan. (3) Aspek pesaing, pesaing ini ditujukan produk yang substitusi, dimana kalau tidak melakukan inovasi produk, tentu produk akan dikalahkan dengan produk lain dan tidak melakukan inovasi sistem, tentu biaya akan tinggi sehingga produk substitusi akan diplih. (4) Aspek ekonomi, untuk meningkatkan pertumbuhan aset dan omset harus ada dukungan kestabilan nilai rupiah, iklim usaha yang kondusif, dan akan berdampak penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat. (5) Aspek prasarana, prasarana gudang dingin di pendaratan & pelabuhan udara, gudang beku, prosesing & pembekuan, kendaraan angkut yang berisolasi ini harus disiapkan dan dapat dipakai secara optimal yaitu tidak ada yang over atau under capasity. (6) Aspek payback period yaitu setiap usaha harus ditetapkan target payback period, baik usaha individu maupun usaha bersama. Dengan cara inilah akan diketahui mengapa usaha perikanan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan hal ini menjadi bahan masukan untuk pengembangan usaha perikanan selanjutnya Tahap ketiga, terkait dengan pengembangan aspek SDM, supply, politk, teknologi, pemasaran, keuangan, ROI, growth dan sustainable dengan uraian sebagai berikut : 113

14 (1) Aspek SDM, tenaga kerja harus diarahkan ke spesialis pekerjaan bahkan jangka panjang dapat ke arah super spesialis demikian pula latihan-latihan harus ke arah spesialis jenis pekerjaan. Misal, dipisahkan antara kerja manajer dan usahawan pada tingkat manajemen tertentu, pemisahan bidang pekerjaan yakni nelayan hanya mencari ikan, kapal rusak sudah ada divisi/bagian yang memperbaiki dan seterusnya. (2) Aspek supply, dimana dengan usaha bersama ini, melakukan pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan operasi dilakukan bersama, niscaya kepastian barang dan jasa untuk operasi tentu terjamin baik mutu dan jumlah dan harga. (3) Aspek politik, yaitu politik pangan diarahkan ke pasar dalam negeri, karena penduduk indonesia cukup banyak sangat membutuhkan pangan yang bergizi tinggi, tentu saja akan lebih stabil dalam usaha ini bila pasar dalam negeri berkembang. (4) Aspek teknologi, ikan pelagis besar merupakan bahan perdagangan internasional, sedang di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat memungkinkan mengembangkan ikan tuna di Ekspor segar lewat penerbangan. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus menetapkan pemakaian teknologi untuk mendorong perdagangan ikan tuna segar lewat penerbangan dengan memberikan fasilitas untuk teknologi tersebut. (5) Aspek keuangan, yaitu keuangan harus dikelola dengan konsisten, sehinga diperlukan pencatatan dan transparan, semua anggota dapat mengetahui perkembangan kekayaan melalui neraca dan hasil usaha melalui perhitungan rugi/laba, dan dapat diketahui cash flow baik di tingkat usaha anggota maupun tingkat UBPT. Dengan pencatatan keuangan yang tertib inilah perkembangan usaha dapat dipantau bahkan dapat dijadikan layak jual ke lembaga keuangan serta dapat membantu anggota mendapatkan dana. Melakukan pengendalian likuiditas dengan baik agar kegiatan operasional usaha tidak terganggu, misal dana jangka pendek dipakai untuk kegiatan jangka panjang akibatnya likuiditas terganggu tentu operasi tidak lancar akan berpengaruh tidak efisien. (6) Aspek pemasaran, posisi tawar masih sangat rendah, karena ketersedian barang baik mutu maupun jumlah tidak pasti, dengan pengelolaan usaha bersama tentu akan bisa melakukan strategi pemasaran. Misalnya jumlah dan mutu barang 114

15 tersedia dengan pasti tentu berani melakukan kontrak pasar baik internasional maupun nasional, bahkan dapat lihat kondisi, kapan harus ekspor dan kapan hanya dipasarkan dalam negri. (7) Aspek growth, yaitu pertumbuhan usaha harus ditargetkan secara bertahap dan dapat diukur dengan akurat, agar dapat diketahui berapa lama untuk meningkatkan pertumbuhan melaui kemampuan laba atau menambah hutang. (8) Aspek ROI, yaitu dengan merubah aspek variabel bebas (manajemen, teknologi, dsb), niscaya ROI akan naik dan dapat diukur dengan akurat dan hasilnya dapat dibandingkan naik atau turun terhadap rata-rata tahunan atau proyeksi dalam anggaran. (9) Aspek equity, ialah memberikan kesempatan untuk mengases asset ekonomi dengan mengurangi atau menghilangkan bentuk dominasi pemerintah dalam mengatur iklim usaha misalnya; melalui pemberdayaan lingkungan usaha harus dilakukan misalnya keseimbangan kepemilikan asset para pelaku usaha, bagi hasil antara buruh dan majikan, pola asuransi yang melindungi owner dan buruh. 115

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR INDUSTRI PERIKANAN UNTUK MENYUSUN MODEL PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA¹.

KAJIAN STRUKTUR INDUSTRI PERIKANAN UNTUK MENYUSUN MODEL PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA¹. J. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol.3 No.2, 2008 139 KAJIAN STRUKTUR INDUSTRI PERIKANAN UNTUK MENYUSUN MODEL PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA¹. Mulyono Partosuwirjo², John

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Obyek yang Diteliti 3.3 Jenis, Sumber, dan Ukuran Sampel Data

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Obyek yang Diteliti 3.3 Jenis, Sumber, dan Ukuran Sampel Data METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa ogyakarta khususnya daerah pantai yang potensial dan diandalkan usaha perikanannya. Penelitian dilakukan mulai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mereka dari satu tempat ke tempat yang lain sesuai dengan tujuan masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. mereka dari satu tempat ke tempat yang lain sesuai dengan tujuan masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transportasi adalah salah satu sarana yang banyak dibutuhkan oleh individu untuk menunjang kelancaran aktivitas mereka untuk mengantarkan mereka dari satu

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif. Persaingan usaha yang ketat terjadi ditengah kondisi ekonomi negara

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif. Persaingan usaha yang ketat terjadi ditengah kondisi ekonomi negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan persaingan diantara para pelaku usaha juga semakin kompetitif. Persaingan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari persaingan usaha yang tidak sehat. Kriteria UKM menurut UU No. 9

BAB I PENDAHULUAN. dari persaingan usaha yang tidak sehat. Kriteria UKM menurut UU No. 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UKM (Usaha Kecil Menengah) merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD./NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA BANGUNAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 8.1. Alokasi Anggaran Pembangunan Terhadap Pengembangan Sektor Perekonomian Dalam mendorong kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari peran serta industri

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari peran serta industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari peran serta industri indutri yang beroperasi di Indonesia. Salah satu perusahaan industri di Indonesia yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB III ISU - ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU - ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU - ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN SKPD Sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL 4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL Sasaran Rekomendasi : Kebijakan perikanan tangkap LATAR BELAKANG Tingkat kesejahteraan pelaku usaha kelautan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

BAB. XII. PENGEMBANGAN USAHA KOPERASI. OLEH : LILIS SOLEHATI Y, SE.M.Si

BAB. XII. PENGEMBANGAN USAHA KOPERASI. OLEH : LILIS SOLEHATI Y, SE.M.Si BAB. XII. PENGEMBANGAN USAHA KOPERASI OLEH : LILIS SOLEHATI Y, SE.M.Si BUDAYA DAN KESINAMBUNGAN HIDUP PERUSAHAN APABILA MAMPU MEMBANGUN BUDAYA BISNIS YANG BERORIENTASI KE KONSUMEN/ANGGOTA TUMBUH KEMATANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD DAYA SAING DAERAH Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD Desentralisasi Sebagian besar kewenangan pemerintahan sudah beralih ke daerah Daerah menjadi unit ekonomi yang mandiri dan bertanggung g jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan judul penelitian Analisis Optimalisasi Penggunaan Modal Kerja pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan judul penelitian Analisis Optimalisasi Penggunaan Modal Kerja pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dilakukan oleh Denta Umar Aminudin (2007) dengan judul penelitian Analisis Optimalisasi Penggunaan Modal Kerja pada Perusahaan Shuttlecock

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Dalam dunia usaha untuk meningkatkan kegiatan usaha pemilik usaha selalu dihadapkan dengan suatu masalah. Salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI Beberapa masalah ekonomi makro yang perlu diantisipasi pada tahap awal pembangunan daerah adalah menurunnya daya beli masyarakat, yang diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perusahaan, alat ukur yang utama digunakan adalah laporan keuangan

I. PENDAHULUAN. suatu perusahaan, alat ukur yang utama digunakan adalah laporan keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faktor fundamental selalu dijadikan acuan investor dalam membuat keputusan investasi di pasar modal. Untuk mengukur dan menganalisa kondisi fundamental suatu perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis finansial yang terjadi pada perekonomian Indonesia sangat berpengaruh. tinggi dan harga bahan baku yang berfluktuatif.

BAB I PENDAHULUAN. krisis finansial yang terjadi pada perekonomian Indonesia sangat berpengaruh. tinggi dan harga bahan baku yang berfluktuatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era liberalisasi dan globalisasi para pelaku ekonomi di Indonesia dituntut untuk segera menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Masalah krisis

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 241 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Karakteristik nelayan di lokasi penelitian secara spesifik dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas Profitabilitas merupakan hasil dari kegiatan operasional suatu perusahaan yang menjadi indikator penting untuk menilai bagaimana kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing, perusahaan harus meningkatkan kinerja perusahaannya yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. bersaing, perusahaan harus meningkatkan kinerja perusahaannya yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia usaha di Indonesia yang semakin kompetitif menuntut setiap perusahaan dapat mengelola dan melaksanakan manajemen perusahaan lebih profesional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Peranan Perbankan Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan investasi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masih ditemukannya banyak penduduk miskin wilayah pesisir Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, menunjukkan adanya ketidakoptimalan kegiatan pemberdayaan ekonomi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi yang sama pentingnya dengan faktor-faktor produksi umum lainnya seperti modal dan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi yang sangat pesat, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi yang sangat pesat, dimana negara-negara di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia menuju era globalisasi membawa perubahan di bidang ekonomi yang sangat pesat, dimana negara-negara di seluruh dunia baik industri maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi bagian penting dari sistem perekonomian Nasional yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan usaha

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. UKM Saat ini, di Indonesia terdapat 41.301.263 (99,13%) usaha kecil (UK) dan 361.052 (0,86%) usaha menengah (UM). Kedua usaha tersebut atau dikenal sebagai Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan

Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership) Analisis dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=108852&lokasi=lokal ------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal yang cukup dalam. menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Meningkatnya efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal yang cukup dalam. menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Meningkatnya efektifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal yang cukup dalam menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Meningkatnya efektifitas penggunaan modal baik jangka pendek

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KETERPADUAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan Oleh: MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENGELOLAAN USAHA

BAB I PENGELOLAAN USAHA BAB I PENGELOLAAN USAHA A. DEFINISI PENGELOLAAN USAHA Pengelolaan usaha yaitu cara untuk menangani pelaksanaan suatu usaha (perusahaan/ individu) yang terprogram dengan baik meliputi : 1. Perencanaan 2.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Kewirausahaan II -

Mata Kuliah - Kewirausahaan II - Mata Kuliah - Kewirausahaan II - Modul ke: Analisis Rasio Keuangan Dalam Bisnis Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) No.4866 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci