BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah membawa dampak yang sangat mempengaruhi keseimbangan sistem pemerintahan di Indonesia. Semenjak adanya perubahan yang mengarah pada globalisasi, pemerintah mengharapkan adanya peningkatan pada berbagai sektor bidang untuk mewujudkan kondisi yang nyaman dan sejahtera sehingga dapat menyetarakan posisi dengan negara lain. Bidang pendidikan merupakan salah satu sektor yang ikut menjadi pertimbangan pemerintah untuk mencapai globalisasi. Pendidikan merupakan sesuatu yang penting bagi setiap negara, karena dengan pendidikan suatu negara dapat menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas suatu bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dapat ditandai dan diukur dari kemajuan pendidikannya. Dengan adanya globalisasi, tidak menutup kemungkinan terjadi kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam hal komunikasi dan informasi sehingga setiap orang akan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh berbagai informasi dan berita. Seseorang maupun lembaga (institusi) dapat secara mudah menjalin komunikasi ataupun bekerjasama dengan pihak lain, karena itu setiap orang memiliki kebebasan untuk belajar dan melanjutkan pendidikan di negara lain. Globalisasi telah membuat perubahan dalam paradigma pendidikan. Pertama, proses pendidikan yang semula berorientasi pada guru bergeser ke proses pendidikan yang berorientasi pada peserta didik. Kedua, adanya sumber belajar alternatif, misalnya internet, membuat peran guru bergeser dari satusatunya sumber belajar menjadi fasilitator bagi siswa. Ketiga, model pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan klasikal dan formal bergeser ke model pembelajaran yang lebih fleksibel. Keempat, mutu pendidikan suatu negara tidak hanya diukur dalam konteks standar nasional, tetapi dibandingkan dengan standar internasional. 1

2 2 Pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan mengadakan perubahan kurikulum. Atas dasar pemikiran inilah, maka dalam sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa perubahan kurikulum, mulai dari kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang merupakan pengembangan dari kurikulum 1994 dan mulai tahun ajaran 2006/2007 diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yang diharapkan mampu menghadapi tantangan di era globalisasi. KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diharapkan dapat mewujudkan sekolah yang lebih efektif, produktif dan berprestasi. Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada lembaga pendidikan dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar. Selain itu, KTSP ditujukan untuk menciptakan sumber daya manusia atau lulusan yang kompeten dan cerdas dalam mengemban identitas budaya dan bangsanya, sehingga mampu mencapai standar nasional. Untuk menghadapi era globalisasi diperlukan sumber daya manusia atau output pendidikan yang tidak hanya memenuhi standar nasional saja tetapi juga standar internasional sehingga mampu bersaing dengan negara lain. Untuk itu pemerintah berusaha mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia agar mampu bersaing secara internasional dengan menyelenggarakan satuan pendidikan yang bartaraf internasional. Lebih khusus upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan pemerintah dituangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat 3 yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Implementasi dari undang-undang tersebut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas akan mengembangkan SMA yang berpotensi untuk melaksanakan proses layanan

3 3 pendidikan yang berkualitas dan menghasilkan lulusan yang diakui secara nasional maupun internasional setara dengan tamatan sekolah pada negara-negara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya. Layanan pendidikan yang berkualitas diawali dengan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Lahirnya program RSBI tak lepas dari kondisi mutu pendidikan yang hingga kini masih memprihatinkan. Berdasarkan survei Trends in International Mathematics and Science Survey (TIMSS) tahun 2007 yang diikuti oleh 48 negara, meneliti kemampuan anak-anak usia 13 tahun dalam bidang matematika dan sains, menegaskan kenyataan bahwa siswa-siswa Indonesia menempati urutan 36 untuk matematika, dan urutan 35 untuk sains. Hasil ini dihitung berdasarkan United State average score ( Disamping survei TIMSS, hasil serupa juga terlihat pada studi yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment), yang obyek surveinya pelajar berusia 15 tahun. Tiga aspek yang diteliti PISA adalah kemampuan membaca, matematika, dan sains. Tahun 2006, ada 57 negara yang ikut berpartisipasi dalam PISA. Untuk sains, siswa Indonesia yang mencapai tingkatan 5 atau 6 dapat diabaikan secara statistik, sedangkan 61,6% siswa berada pada tingkatan 1 ke bawah, termasuk sekitar 20% yang bahkan tidak mencapai tingkatan 1, dimana tingkatan 1 merupakan tingkatan terendah. Pada matematika, siswa Indonesia yang mencapai tingkatan 6 kembali dapat diabaikan secara statistik, sementara 65,7% berada pada tingkatan 1 ke bawah. Laporan tersebut dimuat dalam pena Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar pada hari Senin, 8 Juni 2009 oleh Ahmad Muchlis ( Fakta-fakta memprihatinkan tersebut mendorong pemerintah menggulirkan program RSBI sebagai salah satu upaya untuk menggenjot mutu pendidikan Indonesia agar setara dengan negara-negara lain, sehingga mutu lulusannya memiliki daya saing yang tinggi di kancah internasional. Dalam mewujudkan amanat UU No. 20/ 2003, maka Direktur Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Mandikdasmen) pada tahun 2007 telah merintis 100 SMP Negeri di Indonesia

4 4 menjadi SBI Angkatan ke-1. Dan mulai tahun pelajaran 2009/2010 telah dirintis pula untuk 25 SMP swasta se Indonesia Angkatan ke-3 sebagai RSBI Mandiri, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Nomor: 1880/C3/DS/2008, tanggal 19 November Disamping itu, menurut Dirjen Mandikdasmen sebagaimana dikutip oleh Erna Martiyanti pada hari Senin, 21 April 2008 ( mengemukakan sebanyak 200 SMA dirintis menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) dan ditargetkan sebanyak lebih dari 500 SBI akan tersebar di seluruh Indonesia. Program RSBI ditujukan pada sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Dengan program RSBI diharapkan mampu mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas dalam kemampuan akademik tetapi juga mampu menerapkan akhlak, budi pekerti, dan etika moral dalam implementasi e-learning agar membentuk jiwa kepatriotan serta pembentukan budi pekerti yang kompetitif dalam diri siswa. Hal itu dikatakan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo pada pengarahan kepada 200 SMA di Depdiknas, Jakarta tanggal 21 April Penyelenggaraan RSBI antara daerah yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan, baik dalam hal kurikulum yang digunakan (minimal KTSP), proses penjaringan input siswa, tenaga pendidik dan kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana, pembiayaan, model pembelajaran, kegiatan pembelajaran, kondisi lingkungan fisik maupun psikis, manajemen sekolah dan aspek-aspek yang lainnya sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Namun demikian, pembicaraan antara penyelenggara SBI, pemerintah daerah, pemerintah pusat dan stakeholder perlu ditingkatkan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan SBI. Salah satu program yang diberlakukan dalam RSBI adalah model pembelajaran dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran (bilingual). Pada tahap awal, hal tersebut diterapkan pada mata pelajaran yang berkategori hard science, yaitu Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Dan tidak menutup kemungkinan memberi peluang

5 5 pada soft science (seperti sejarah, ekonomi, geografi, dan seni) untuk melakukan hal serupa yang disesuaikan dengan kemampuan serta kesiapan sekolah. Selain proses pembelajaran yang menggunakan bilingual, kegiatan pembelajaran menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) antara lain menggunakan laptop, LCD, VCD, ataupun penggunaan internet. Pelaksanaan pembelajaran matematika pada jenjang sekolah menengah khususnya SMA secara garis besar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif. Kondisi pembelajaran matematika yang masih konvensional dengan guru sebagai satusatunya sumber belajar akan menghambat pencapaian tujuan pembelajaran matematika di atas. Dengan adanya program RSBI, dimana yang semula pembelajaran matematika dilakukan secara konvensional bergeser pada pembelajaran yang inovatif dengan menggunakan bahasa Inggris dan berbasis TIK dalam proses pembelajarannya, diharapkan dapat membuat pembelajaran matematika semakin menarik dan menantang bagi siswa dan pendidik. Namun demikian, keberhasilan pembelajaran matematika pun tidak terlepas dari dukungan institusi sekolah sebagai lembaga yang menaungi proses pembelajaran tersebut. Kesiapan perangkat pembelajaran dari segi administrasi, fisik, sosial dan lainnya akan memberikan andil dalam pencapaian tujuan pembelajaran matematika pada program RSBI. Berdasarkan dari uraian di atas, maka peneliti mencoba mengkaji lebih dalam pelaksanaan program RSBI pada pembelajaran matematika khususnya di SMA Negeri 1 Cilacap.

6 6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti memberikan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Cilacap? 2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi SMA Negeri 1 Cilacap dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika? 3. Usaha apakah yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Cilacap untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan mengkaji lebih dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Cilacap. 2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi SMA Negeri 1 Cilacap dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika. 3. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan SMA Negeri 1 Cilacap untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika.

7 7 D. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menjawab permasalahan penelitian baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas pengetahuan tentang proses pembelajaran pada program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Sekolah Menengah Atas, khususnya SMA Negeri 1 Cilacap serta menambah referensi dan masukan bagi peneliti berikutnya. 2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi sekolah, khususnya guru matematika dan siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. b. Memberikan informasi kepada sekolah tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) pada pembelajaran matematika. BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 3. Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (R-SMA-BI) a. Landasan Hukum Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional Pengembangan program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia menggunakan landasan hukum sebagai berikut : 1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. 2) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

8 8 3) Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 4) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional. 5) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional. 6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. 7) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). 8) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 tahun 2007 sebagai penyempurnaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 tahun ) Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun a) Pemerataan dan Perluasan Akses. b) Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Salah satunya pembangunan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya saing bangsa. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangkan SBI pada tingkat kabupaten/ kota melalui kerjasama yang konsisten antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf internasional sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia. c) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik. 10) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 tahun 2007 tentang Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dari beberapa landasan hukum yang digunakan dalam pengembangan program RSBI ini, UU No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3 merupakan landasan

9 9 yang kuat untuk menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional. Setiap kabupaten atau kota harus memiliki minimal satu SD/ MI, SMP/ MTs dan SMA/ MA serta SMK yang bertaraf internasional. Hal ini disesuaikan dengan pemerintahan daerah masing-masing yang telah diberi otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai perundang-undangan. Dalam pelaksanaan program RSBI, kurikulum yang dirujuk adalah KTSP dimana KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan berdasarkan SKL dan standar isi, serta dalam pengembangan program RSBI satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan dengan memperhatikan panduan penyusunan KTSP yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain itu, dana untuk pelaksanaan RSBI berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah dengan pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dilihat dari kondisi dan kebutuhan daerah. b. Tujuan Pengembangan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional Terdapat beberapa tujuan mengapa pemerintah mengadakan program rintisan SMA bertaraf internasional. Menurut Dirjen Mandikdasmen (2008 : 5), tujuan pengembangan program rintisan SBI ini adalah sebagai berikut : 1) Tujuan Umum Pengembangan program rintisan SMA bertaraf internasional bertujuan untuk meningkatkan mutu kinerja sekolah dalam mewujudkan situasi belajar dan proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal dalam mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab serta memiliki daya saing pada taraf internasional. 2) Tujuan Khusus Meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dalam menyiapkan lulusan SMA yang memiliki kompetensi seperti yang tercantum di dalam Standar

10 10 Kompetensi Lulusan yang memenuhi standar kompetensi lulusan berdaya saing pada taraf internasional yang mempunyai kriteria sebagai berikut : a) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta berakhlak mulia. b) Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani. c) Meningkatkan mutu lulusan dengan standar yang lebih tinggi daripada standar kompetensi lulusan nasional. d) Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. e) Siswa termotivasi untuk belajar mandir, berpikir kritis dan kreatif, serta inovatif. f) Mampu memecahkan masalah secara efektif. g) Meningkatkan kecintaan pada persatuan dan kesatuan bangsa. h) Menguasai penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. i) Membangun kejujuran, objektivitas dan tanggung jawab. j) Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan atau bahasa asing lainnya secara efektif. k) Siswa memiliki daya saing melanjutkan pendidikan bertaraf internasional l) Mengikuti sertifikasi internasional. m) Meraih medali internasional. n) Dapat bekerja pada lembaga internasional. Untuk mempersiapkan lulusan sesuai kriteria di atas, sekolah melakukan proses seleksi terhadap calon siswa program rintisan SMA bertaraf internasional. Penjelasan tentang mekanisme seleksi calon siswa program rintisan SMA bertaraf internasional pada pembahasan selanjutnya. c. Kriteria Rintisan SMA Bertaraf Internasional Sekolah Menengah Atas yang dapat mengikuti program rintisan SMA bertaraf internasional menurut Dirjen Mandikdasmen (2008 : 7) harus memiliki kriteria minimal sebagai berikut : 1) Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri atau swasta yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan terakreditasi A.

11 11 2) Kepala Sekolah memenuhi Standar Nasional Pendidikan, berkompeten dalam pengelolaan manajemen mutu pendidikan, mampu mengoperasikan komputer dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris. 3) Telah melaksanakan kurikulum KTSP sebagai kurikulum minimal sesuai Permendiknas N0. 22, 23 dan 24 tahun 2006 dan kurikulum tambahannya diadopsi dari kurikulum Cambridge. 4) Memiliki tenaga pengajar fisika, biologi, kimia, matematika dan mata pelajaran lainnya yang berkompeten dalam menggunakan ICT (Information and Communication Technology) dan pengantar bahasa Inggris. 5) Tersedia sarana dan prasarana yang memenuhi standar untuk menunjang proses pembelajaran bertaraf internasional antara lain : a) Memiliki tiga laboratorium IPA (Kimia, Fisika, Biologi). b) Memiliki perpustakaan yang memadai. c) Memiliki laboratorium komputer. d) Tersedia akses internet. e) Memiliki web sekolah. f) Memiliki kultur sekolah yang kondusif (bersih, bebas asap rokok, bebas kekerasan, indah dan rindang). 6) Memiliki dana yang cukup untuk membiayai pengembangan program rintisan SMA bertaraf internasional. 7) Jumlah rombongan belajar pada satu satuan pendidikan minimal 9 (sembilan) atau setara dengan 288 siswa. 8) Memiliki lahan minimal m 2. 9) Memiliki akses jalan masuk yang mudah dilalui oleh kendaraan roda empat. 4. Konsep Dasar Penyelenggaraan Program Rintisan SMA BI a. Pengertian SMA Bertaraf Internasional Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional merupakan sekolah/ madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang

12 12 pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional. SMA bertaraf internasional perlu menjalin kerjasama dengan sekolah lain, baik di dalam maupun luar negeri, yang telah memiliki reputasi internasional sebagai bentuk kegiatan perujukan (benchmarking). Bentuk kerjasama lain dapat berupa kolaborasi dengan lembaga pendidikan tinggi sebagai pengguna lulusan. Konsep SMA bertaraf internasional dapat dirumuskan sebagai berikut : SMA Bertaraf Internasional = SNP + X SNP adalah standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan yang terdiri atas delapan komponen utama yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian, disamping memiliki program unggulan tambahan. Menurut Mardiyana (2007 : 1) dalam makalahnya, program SBI harus melakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Merencanakan pengembangan sekolah berdasarkan delapan SNP seperti yang tertulis di dalam PP No. 19 tahun 2005 dan Permendiknas yang terkait. 2) Melaksanakan SNP secara patuh sekaligus dinamis, adaptif dan proaktif terhadap perkembangan mutakhir pendidikan nasional maupun internasional. 3) Melakukan evaluasi dan refleksi terhadap program-program SBI yang telah dilaksanakan. 4) Melakukan revisi terhadap program-program SBI yang telah dilaksanakan sesuai dengan hasil kajian dan tuntutan pengembangan pendidikan nasional dan internasional. Terkait dengan 4 hal di atas, maka program unggulan tambahan dalam hal ini sebagai faktor X yang dipilih dapat berupa penguatan, pengayaan, perluasaan, penambahan dan pengembangan terhadap SNP melalui adaptasi atau adopsi standar internasional baik dari dalam maupun dari luar negeri. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya yang mutunya telah diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Sedangkan adopsi yaitu penambahan atau

13 13 pengayaan/ pendalaman/ penguatan/ perluasan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD/ negara maju lainnya. b. Karakteristik SMA Bertaraf Internasional 1) Karakteristik visi Dalam sebuah lembaga atau organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush dan Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Hal itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam tema-tema nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush dan Merianne Coleman mengutip pendapat Block (2006 : 36-37), bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan. Kir Haryana (2007 : 43) mengemukakan bahwa Visi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/ memiliki daya saing secara internasional. 2) Karakteristik Esensial Kir Haryana (2007 : 45) menjelaskan bahwa karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal sesuai dengan SNP dan indikator kunci tambahan (X) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Karakteristik Esensial No Obyek Penjaminan Indikator Kinerja Indikator Kinerja Kunci Mutu Kunci Minimal Tambahan sebagai X (dalam SNP) 1. Akreditasi Terakreditasi A dari Terakreditasi tambahan dari

14 14 Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah dan Madrasah badan akreditasi pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 2. Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompetensi lulusan Menerapkan KTSP Memenuhi Standar Isi Sekolah telah menerapkan KTSP, sistem administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dimana setiap peserta didik dapat mengakses transkipnya masing-masing. Muatan isi pelajaran dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/ atau dari negara maju lainnya. Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan Menerapkan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP.

15 15 Meraih medali pada tingkat internasional dalam berbagai kompetensi bidang sains, matematika, teknologi, seni, dan olahraga. 3. Proses Pembelajaran Memenuhi Standar Proses a. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah yang lainnya dengan tujuan pengembangan, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, jiwa kepemimpinan, akhlak mulia, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot dan jiwa inovator. b. Proses pembelajaran telah diperkaya dengan modelmodel proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya. c. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran. d. Pembelajaran pada mata pelajaran IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa

16 16 Inggris, kecuali mata pelajaran bahasa Indonesia. 4. Penilaian Memenuhi Standar Penilaian Sistem/ model penilaian telah diperkaya dengan sistem/ model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnnya. 5. Pendidik Memenuhi Standar Pendidik a. Guru mata pelajaran sains, matematika dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris. b. Semua guru mata pelajaran mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK. c. Minimal 20% guru berpendidikan S2/ S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A.

17 17 6. Kepala Sekolah Memenuhi Standar Kepala Sekolah a. Kepala sekolah minimal berpendidikan S2 dari perguruan tinggi yang program studinya telah terakreditasi A. b. Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang telah diakui oleh pemerintah. c. Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif. d. Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jaringan internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta memiliki jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat.

18 18 7. Sarana Prasarana Memenuhi Standar Sarana Prasarana 8. Pengelolaan Memenuhi Standar Pengelolaan a. Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK. b. Sarana perpustakaan telah dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia. c. Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang seni budaya, fasilitas olahraga, klinik dan lainnya. a. Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO b. Sekolah telah menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf/ berstandar internasional di luar negeri. c. Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual dan lain-lain. d. Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah.

19 19 9. Pembiayaan Memenuhi Standar Pembiayaan Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai target indikator kunci tambahan. c. Pelaksanaan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional Berdasarkan Dirjen Mendikdasmen (2008 : 13) pelaksanaan program rintisan SMA bertaraf internasional meliputi sepuluh komponen, yaitu : 1) Akreditasi Mutu setiap sekolah bertaraf internasional dijamin dengan keberhasilan memperoleh akreditasi yang sangat baik. Akreditasi menentukan kelayakan program pendidikan dengan sertifikat predikat A dari BAN S/ M. Disamping itu ditandai dengan pencapaian hasil akreditasi yang baik dari salah satu sekolah unggul negara OECD atau negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. 2) Pengembangan Kurikulum (KTSP) Perangkat KTSP disusun berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. KTSP menerapkan standar kelulusan dari sekolah yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan. Perangkat KTSP minimal terdiri atas silabus, bahan ajar, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan instrumen penilaian siswa. Mengembangkan muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran sekolah unggul dari salah satu negara OECD atau negara maju lainnya dalam bentuk sumber belajar, buku teks siswa, buku pegangan guru, LKS (student worksheet) dan bahan ajar elektronik dalam bentuk e learning, video cassette, compact disc, audio cassette dan digital video disc. Menerapkan sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta mengembangkan kesiapan sekolah dalam menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS).

20 20 3) Proses Pembelajaran Proses pembelajaran harus interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang sehingga dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Proses pembelajaran memberikan ruang yang cukup untuk peserta didik agar memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurship, jiwa patriot, jiwa inovator, prakarsa, kreativitas, kemandirian berdasarkan bakat, minat dan perkembangan fisik maupun psikologisnya secara optimal. Proses pembelajaran diperkaya dengan model pembelajaran sekolah unggul dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya (seperti penerapan standar belajar, standar mengajar : persiapan pembelajaran, pemilihan bahan ajar, strategi pembelajaran, pengelolaan kelas, pemilihan alat peraga pembelajaran dan pemilihan sumber belajar). Proses pembelajaran diperkaya pula dengan menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran, menggunakan bahasa Inggris untuk kelompok sains dan matematika. Pengembangan berikutnya untuk mata pelajaran ekonomi pada jurusan IPS. Pembelajaran mata pelajaran lainnya kecuali bahasa asing menggunakan bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran yang kreatif, guru dan siswa merupakan dua pihak yang dituntut untuk menunjukkan kreatifitasnya. Guru kreatif dalam merancang seluruh kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran. Sedangkan siswa memiliki kreatifitas dalam menemukan fakta, konsep, referensi lain dan mampu memecahkan masalah matematika dalam bahasa Inggris. Proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional yang ideal dapat dicapai dengan melalui rincian tahapan sebagai berikut : a) Pendampingan Tahun I Pada tahun pertama sekolah telah mampu menyelenggarakan proses pembelajaran sesuai standar minimal pembelajaran di SMA bertaraf internasional, antara lain :

21 21 (1) 20% pelaksanaan pembelajaran telah mengacu pada standar proses SMA bertaraf internasional. (2) 20% pembelajaran mata pelajaran dilakukan secara bilingual. (3) 20% pelaksanaan pembelajaran bilingual telah menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis TIK. (4) 20% pelaksanaan pembelajaran bilingual dirancang dengan berpusat pada siswa. (5) Intensitas pendampingan oleh tenaga ahli (dosen) dengan proporsi minimal 2 kali seminggu. b) Pendampingan Tahun II Pada tahun kedua sekolah telah mampu menyelenggarakan proses pembelajaran sesuai standar minimal pembelajaran di SMA bertaraf internasional, antara lain : (1) 50% pelaksanaan pembelajaran telah mengacu pada standar proses SMA bertaraf internasional. (2) 50% pembelajaran mata pelajaran dilakukan secara bilingual. (3) 50% pelaksanaan pembelajaran bilingual telah menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis TIK. (4) 50% pelaksanaan pembelajaran bilingual dirancang dengan berpusat pada siswa. (5) Intensitas pendampingan oleh tenaga ahli (dosen) dengan proporsi minimal sekali dalam seminggu. c) Pendampingan Tahun III Pada tahun ketiga sekolah telah mampu menyelenggarakan proses pembelajaran sesuai standar minimal pembelajaran di SMA bertaraf internasional, antara lain : (1) 100% pelaksanaan pembelajaran telah mengacu pada standar proses SMA bertaraf internasional. (2) 100% pembelajaran mata pelajaran dilakukan secara bilingual. (3) 100% pelaksanaan pembelajaran bilingual telah menggunakan media pembelajaran yang inovatif dan/ atau berbasis TIK.

22 22 (4) 100% pelaksanaan pembelajaran bilingual dirancang dengan berpusat pada siswa. (5) Intensitas pendampingan oleh tenaga ahli (dosen) dengan proporsi minimal sekali dalam sebulan. 4) Peningkatan Mutu Penilaian Sekolah perlu mengembangkan instrumen penilaian autentik yaitu penilaian yang diperoleh dari proses pembelajaran yang mengukur tiga ranah penilaian, yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif, termasuk penilaian portofolio. Hasil belajar siswa dapat diukur melalui ujian sekolah, ujian nasional dan ujian internasional yang diperkaya dengan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Ujian sekolah dan ujian nasional bersifat wajib. Sementara ujian internasional bersifat pilihan, karena memerlukan dukungan dana dari orang tua atau stakeholders, namun sekolah harus memfasilitasi siswa yang ingin mengikuti ujian internasional untuk mendapatkan ijasah/ sertifikat internasional. 5) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) sekolah harus mengembangkan program peningkatan kompetensi guru melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru, minimal 30% guru berpendidikan S2/ S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A. Selain itu kompetensi guru dalam pengelolaan sistem pembelajaran ditingkatkan untuk menuju pada proses pembelajaran yang setara dengan proses pembelajaran pada sekolah unggul bertaraf internasional. Untuk itu, sekolah perlu mengembangkan pula kompetensi bahasa Inggris guru dan kompetensi pada bidang TIK terutama untuk guru kelompok sains dan matematika. Peningkatan mutu SDM juga melalui kegiatan pelatihan dalam bentuk pemagangan, studi banding, workshop (on the job training atau off the job training) dan seminar yang dilakukan oleh masing-masing sekolah atau bekerjasama dengan lembaga pendidikan di luar sekolah yang memiliki kewenangan dan kompetensi yang relevan. Tidak hanya para guru dan

23 23 karyawan, kepala sekolah juga harus mempunyai visi internasional, memiliki kompetensi manajerial serta jiwa kepemimpinan dan entrepreneurship yang kuat untuk mengembangkan sekolah dengan keunggulan kompetitif dan komparatif bertaraf internasional. Untuk mendukung kelancaran tugas tersebut kepala sekolah harus berpendidikan minimal S2 dan mampu berbahasa Inggris secara aktif. 6) Sarana dan Prasarana Pendidikan Sekolah secara bertahap harus memenuhi standar sarana dan prasarana yang mendukung efektivitas proses pembelajaran yang setara dengan proses pembelajaran sekolah unggul di salah satu anggota negara OECD atau negara maju lainnya, antara lain : a) Pengembangan Sumber Belajar dan Perpustakaan Perpustakaan memegang peranan penting dalam sekolah, oleh karena itu perlu dilengkapi dengan buku-buku pelajaran berbahasa Inggris, buku referensi, jurnal nasional dan internasional, koran, majalah, serta perangkat audio visual. Perpustakaan diharapkan dapat membantu siswa mengasah otak, memperluas dan memperdalam pengetahuan, melahirkan kreativitas serta membantu kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Selain itu, perpustakaan dilengkapi dengan fasilitas komputer dan internet yang memungkinkan warga sekolah mendapatkan berbagai informasi yang disediakan di dunia maya, serta harus menerapkan sistem komputerisasi/ digital dalam mencari katalog buku. Ruang perpustakaan harus nyaman dan sebaiknya dilengkapi AC. b) Pengembangan Laboratorium Fisika, Kimia, dan Biologi Setiap sekolah harus memiliki minimal satu laboratorium Fisika, satu laboratorium Kimia dan satu laboratorium Biologi yang dilengkapi dengan peralatan dan bahan praktikum yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran. Laboratorium tersebut perlu didayagunakan secara maksimal dengan dukungan TIK serta memenuhi standar.

24 24 c) Pengembangan Laboratorium Bahasa Dalam pembelajaran bahasa terdapat empat ketrampilan dasar yaitu mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Pembelajaran bahasa asing dilakukan oleh native speaker yang direkam di dalam audio cassette, CD, VCD atau media rekam lain, yang dapat disimak dengan fasilitas laboratorium bahasa. d) Pengembangan Laboratorium Multimedia Laboratorium multimedia adalah fungsional laboratorium (tempat praktikum) yang mampu memfasilitasi beberapa aktivitas praktikum sekolah dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Laboratorium multimedia berisi seperangkat komputer berikut perangkat audio visualnya yang saling terintegrasi, dilengkapi dengan program aplikasi yang sesuai untuk memberikan layanan tambahan terhadap laboratorium konvensional, dimana laboratorium multimedia dapat melayani seluruh rumpun mata pelajaran. Fungsi pokok laboratorium multimedia adalah untuk melayani kegiatan interaksi guru dan siswa, penayangan video pembelajaran, latihan mata pelajaran interaktif dan menyediakan ensiklopedi digital. e) Pengembangan Laboratorium Komputer Laboratorium komputer digunakan untuk pembelajaran Teknologi Information dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT). f) Pengembangan Laboratorium IPS Pengembangan laboratorium IPS juga perlu dilakukan terutama laboratorium geografi, workshop untuk keperluan praktek ekonomi. g) Pengembangan TRRC (Teacher Resource and Reference Centre) TRCC merupakan pusat kegiatan untuk pengembangan diri guru secara individual dan kelompok melalui diskusi atau latihan dan workshop dalam bentuk forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Oleh karena itu TRCC juga perlu dilengkapi dengan fasilitas seperti buku

25 25 referensi guru, ICT, Learning Resource Centre (LRC) dan perangkat pengembangan produk inovasi pembelajaran. h) Pengembangan Sarana Lainnya Sarana lainnya seperti ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, ruang BK, ruang OSIS, ruang UKS, ruang serbaguna yang dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK, ruang ibadah, WC, koperasi, kantin, ruangan kesenian, gudang, lapangan upacara, lapangan olahraga dalam jumlah memadai, berfungsi dan terawat dengan baik. 7) Pengelolaan Pengelolaan RSBI menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas. Kultur sekolah yang mendapat perhatian adalah penegakkan disiplin, budaya baca, semangat kompetitif, kejujuran, sopan santun, budaya malu, kekeluargaan, bebas asap rokok, bebas narkoba, dan anti kekerasan. Untuk mendukung itu sekolah perlu menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan kondusif dengan lebih meningkatkan kebersihan, kerapihan, keamanan, keindahan dan kerindangan. Administrasi sekolah meliputi proses pembelajaran, kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana prasarana dan keuangan harus dilakukan secara tertib, rapi, efisien dan efektif. 8) Pembiayaan Sumber pembiayaan program RSBI berasal dari orang tua siswa (Komite Sekolah), Pemerintah Kabupaten/ Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. Dana dari komite sekolah, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Propinsi lebih difokuskan untuk kegiatan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu pembelajaran. Sedangkan dana dari Pemerintah Pusat lebih difokuskan untuk pemenuhan penjaminan mutu pendidikan. 9) Kesiswaan a) Penerimaan Siswa Baru Proses penerimaan siswa baru harus transparan dan dilakukan seleksi secara ketat dengan menerapkan tahapan sebagai berikut :

26 26 (1) Seleksi Administrasi, meliputi : (a) Nilai rapor SMP atau MTs kelas VII kelas IX untuk mata pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggis minimal 7,5. (b) Penghargaan prestasi akademik. (c) Sertifikat dari lembaga kursus bahasa Inggris. (2) Achievement test, meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS dengan skor minimal 7 dalam rentang (3) Tes kemampuan bahasa Inggris, meliputi reading, listening, writing, dan speaking dengan skor minimal 7 dalam rentang (4) Lulus tes psikologi, meliputi minat, bakat dan kepribadian. (5) Wawancara dengan siswa dan orang tua siswa. Wawancara dengan siswa dimaksudkan untuk mengetahui tingkat minat siswa untuk masuk program rintisan SMA bertaraf internasional. Wawancara dengan orang tua dimaksudkan untuk mengetahui minat dan dukungan orang tua. Dalam penerimaan siswa baru harus memberikan kesempatan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah atau tidak mampu tetapi berprestasi minimal 10% dari jumlah siswa. b) Pembinaan Siswa Pembinaan siswa dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh potensi siswa secara maksimal, baik potensi akademik maupun non akademik. Pola pembinaannya dilakukan melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, tugas mandiri tidak terstruktur dan pengembangan diri melalui layanan konseling dan ekstrakurikuler. 10) Sosialisasi Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional Kegiatan sosialisasi program R-SMA-BI dilakukan agar program yang direncanakan mendapat dukungan dari pemangku kepentingan (stakeholders). Sosialisasi ini mengikutsertakan kepala sekolah, guru, tenaga administrasi sekolah, komite sekolah, pengawas sekolah, pejabat Dinas Pendidikan, Pemerintah Daerah, Komisi Bertaraf Internasional dan Dewan Pendidikan.

27 27 Materi sosialisasi meliputi rasional, tujuan, manfaat, arah pengembangan program RSBI dan peran lembaga terkait terhadap keberhasilan dan keberlanjutan program rintisan SMA bertaraf internasional. d. Proses Pembelajaran Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional Proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional harus mampu menghasilkan lulusan yang berkepribadian Indonesia tetapi memiliki kemampuan bertaraf internasional. Rintisan SMA bertaraf internasional tidak boleh kehilangan jati diri sebagai sekolah nasional, sebaliknya rintisan SMA bertaraf internasional harus mampu duduk setara dengan sekolah di negara-negara maju. Permendiknas No. 23 tahun 2006 menuntut lulusan SMA mampu menunjukkan kesadaran hidup yang tinggi, bersikap dan berperilaku hidup yang positif, mampu berpikir logis, kritis, analitis dan kreatif, serta mampu memecahkan masalah secara inovatif. Untuk menghasilkan lulusan sesuai harapan, maka pengembangan proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional dapat berpedoman pada lima prinsip pembelajaran yang tertuang dalam PP No. 19 tahun 2005, yang menyebutkan bahwa proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup tinggi bagi prakarsa dan kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kelima prinsip tersebut dapat dikembangkan untuk menghasilkan proses pembelajaran yang bercirikan internasional. Menurut Kir Haryana (2007 : 42), ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: 1) Pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery. 2) Menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful

28 28 learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional. 3) Menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran. 4) Proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi. 5) Proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya. Sementara menurut Dirjen Mendikdasmen (2008 : 29), proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional harus mampu membekali siswa dengan ketrampilan-ketrampilan sebagai berikut : a) Mengorganisasi belajar, artinya peserta didik mampu mengelola waktunya dengan baik, menggunakan buku agenda, dan lain-lain. b) Berkolaborasi dan bertanggung jawab dalam kerja kelompok. c) Ketrampilan berkomunikasi dalam melakukan presentasi, menyajikan data. d) Ketrampilan meneliti sehingga mampu menerapkan metode ilmiah. e) Belajar untuk berpikir dengan sudut pandang lain. f) Melakukan evaluasi diri maupun kelompok terhadap kegiatan proyek atau tugas yang dilakukan. Disamping itu, proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional juga harus mampu membekali peserta didik tentang kesadaran terhadap peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat, serta tanggap terhadap masalah pribadi, sosial dan global. Namun demikian, proses pembelajaran pada program rintisan SMA bertaraf internasional yang ideal dapat dicapai dengan melalui program pendampingan sebelum akhirnya menjadi SMA bertaraf internasional. e. Kendala yang Dihadapi dalam Penyelenggaraan Program RSBI Kelemahan RSBI tidak sekadar berkutat pada sarana dan prasarana yang membutuhkan dana yang cukup besar, namun lebih banyak pada kurangnya penyediaan SDM yang handal di masing-masing sekolah rintisan. Selain lokasi

29 29 sekolah yang luas dan memadai, kebutuhan sarana prasarana sekolah baik untuk perpustakaan, laboratorium, SDM memang harus benar-benar bermutu tinggi. Hal yang yang tidak boleh diabaikan menyangkut soal manajemen yang transparan, sehat dan obyektif. Menyadari pentingnya kualitas SDM merupakan kunci pokok keberhasilan SBI, maka sangat diperlukan penjaringan SDM secara ketat dan obyektif. Pengangkatan guru dan kepala sekolah harus benar-benar berdasar prestasi kerja, kemampuan dan tingkat profesionalitasnya sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan standar RSBI. 5. Tinjauan mengenai Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika Menurut Depdiknas (2003) matematika berasal dari bahasa latin manthanaein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Dalam bahasa Belanda matematika disebut sebagai wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Adapun ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Purwoto (2003 : 12-13), Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil. R. Soedjadi (2000 : 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut: 1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. 2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan.

30 30 4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. 5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logika. 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logika, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir. b. Karakteristik Mata Pelajaran Matematika Menurut R. Soedjadi (2000 : 13), karakteristik matematika adalah : 1) Memiliki objek kajian abstrak. 2) Bertumpu pada kesepakatan. 3) Berpola pikir deduktif. 4) Memiliki symbol yang kosong dari arti. 5) Mempertahankan semesta pembicaraan. 6) Konsisten dalam sistemnya. Depdiknas (2002) dalam buku pedoman khusus pengembangan silabus berbasis kemampuan dasar SMA, menyatakan bahwa karakteristik mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut : 1. Menekankan penguasaan konsep dan algoritma disamping ketrampilan memecahkan masalah. 2. Bersifat hierarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya, sehingga di dalam mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada : a) Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau setiap topik matematika berdasarkan subtopik tertentu. b) Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukungnya/ prasyaratnya. c) Perbedaan kemampuan antar siswa dalam mempelajari atau memahami suatu topik dan dalam menyelesaikan masalahnya ditentukan oleh penguasaan subtopik prasyaratnya. d) Penguasaan topik baru tergantung dari penguasaan topik sebelumnya. 3. Matematika SMA meliputi logika, aljabar, kalkulus, geometri, trigonometri dan statistika.

31 31 c. Matematika Sekolah Matematika sekolah adalah unsur-unsur dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. R. Soedjadi (2000 : 37) menyatakan perbedaan-perbedaan tersebut antara lain dalam hal (1) penyajian, (2) pola pikir, (3) keterbatasan semesta, dan (4) tingkat keabstrakan. d. Tujuan Matematika Sekolah Menurut As ari (2004 : 1) tujuan diajarkannya matematika sekolah adalah sebagai berikut : 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan persamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran yang divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan dalam hal menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, diagram dan dalam menjelaskan gagasan. e. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Berdasarkan KTSP Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya. pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya. pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan

Lebih terperinci

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri untuk berbagi pengalaman Oleh: Mardiyana Disampaikan pada Seminar Nasional Di FKIP UNS Surakarta, 26 Februari 2011 Landasan

Lebih terperinci

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan. 1. UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 50 ayat (3) 2. PP no 19 tahun 2005 (Pasal 61 ayat 1), 3. Renstra Diknas 2005-2009 4. Bervariasinya penyelenggaraan 5. Rekomendasi kajian profil SBI tahun 2006 6. Buku Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah menghimbau beberapa sekolah (melalui asesor akreditasi, monitoring dan evaluasi serta kunjungan pengawas) termasuk sekolah di tempat peneliti bekerja

Lebih terperinci

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 LANDASAN KONSEPTUAL Definisi Umum: SBI adalah sekolah/madrasah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah terus berupaya memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini variabel-variabel yang dioperasionalkan adalah semua variabel yang termasuk dalam hipotesis yang

Lebih terperinci

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Tipe Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu tipe penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1

PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1 PENGEMBANGAN KURIKULUM SBI Oleh: Dr. Cepi Safruddin Abdul Jabar 1 A. Pengertian Kurikulum SD Bertaraf Internasional harus memenuhi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan mangacu

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN EVALUASI KINERJA PENYELENGGARAAN RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 Abstrak Evaluasi kinerja penyelenggaraan rintisan SMA bertaraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyelenggara pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAHAN-BAHAN YANG HARUS DIPERSIAPKAN SEKOLAH

BAHAN-BAHAN YANG HARUS DIPERSIAPKAN SEKOLAH BAHAN-BAHAN YANG HARUS DIPERSIAPKAN SEKOLAH I. Akreditasi 1. Dokumen piagam akreditasi 2. MoU/program kerja sama dengan pihak lain/sekolah/lembaga pendidikan internasional II. III. Kurikulum 1. Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, peneliti akan membahas tentang: 1) latar belakang; 2) fokus penelitian; 3) rumusan masalah; 4) tujuan penelitian; 5) manfaat penelitian; dan 6) penegasan istilah.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

EDISI - 3 PANDUAN PENYELENGGARAAN PROGRAM RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL (R-SMA BI)

EDISI - 3 PANDUAN PENYELENGGARAAN PROGRAM RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL (R-SMA BI) EDISI - 3 PANDUAN PENYELENGGARAAN PROGRAM RINTISAN SMA BERTARAF INTERNASIONAL (R-SMA BI) DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya suatu negara diukur melalui sistem pendidikannya, pendidikan juga tumpuan harapan bagi peningkatan

Lebih terperinci

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) LATAR BELAKANG PROGRAM SBI 1. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto,

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, terjadi perkembangan dan persaingan yang sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto, 2010:10) teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP.

Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan) muatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Era globalisasi ditandai dengan kuatnya persaingan di bidang teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan penguasaan teknologi

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP.

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 (sembilan) komponen muatan KTSP. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 8 (delapan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara efektif untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan sumberdaya manusia dipersiapkan untuk memiliki kompetensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Profil Guru Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1386), profil didefinisikan sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan guru adalah

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING. Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING. Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional 1 SEKOLAH INTERNASIONAL DASAR HUKUM: 1. PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dari masa ke masa. Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi pendidikan yang intinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan yang modern ditandai dengan semakin majunya teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan yang modern ditandai dengan semakin majunya teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan yang modern ditandai dengan semakin majunya teknologi yang membawa dunia ke arah globalisasi dimana persaingan antar negara semakin ketat di berbagai bidang

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan Sekolah Standar Nasional (SSN) menjadi Sekolah Rintisan. daya saing bangsa Indonesia di forum internasional.

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan Sekolah Standar Nasional (SSN) menjadi Sekolah Rintisan. daya saing bangsa Indonesia di forum internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi telah mendorong terjadinya kompetisi bagi lembaga pendidikan yang tidak hanya bersifat lokal atau regional saja, tetapi juga internasional. Kompetisi global

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak secara global, seperti persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (skill), sikap hidup (attitude) sehingga dapat bergaul dengan baik di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. (skill), sikap hidup (attitude) sehingga dapat bergaul dengan baik di masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan alat strategis untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Melalui pendidikan manusia menjadi cerdas, memiliki ketrampilan (skill), sikap hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia dalam rangka mencerdaskan bangsa dan kurikulum nasional merupakan standar dan acuan untuk

Lebih terperinci

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP.

2. KTSP dikembangkan oleh program keahlian dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan tahapan penyusunan KTSP. I. STANDAR ISI 1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pendidikan dalam suatu negara harus diawasi dan dievaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan sistem pendidikan yang digunakan. Berhasil tidaknya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG KRITERIA DAN PERANGKAT AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). I. STANDAR ISI 1. Sekolah/Madrasah melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) I. STANDAR ISI 1. Program keahlian melaksanakan kurikulum berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) A. Melaksanakan kurikulum berdasarkan 9 muatan KTSP B. Melaksanakan kurikulum berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas hidup manusia, bentuk

Lebih terperinci

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 95 Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum 1947 yang disebut Rencana Pelajaran 1947, Kurikulum 1952 yang disebut sebagai Rencana Pelajaran

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) berhubungan erat

BABI PENDAHULUAN. Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) berhubungan erat BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) berhubungan erat dengan perspektif global untuk membangun sekolah-sekolah berkinerja tinggi. Perspektif ini menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Departemen Pendidikan Nasional Materi 2 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sosialisasi KTSP LINGKUP SNP 1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang dimaksud adalah peserta didik sebagai ouput pendidikan. Dengan SDM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimiliki. E. Mulyasa (2007:3), menyebutkan bahwa Human Development. Index (HDI) melaporkan bahwa pada tahun 1998 Indonesia menduduki

I. PENDAHULUAN. dimiliki. E. Mulyasa (2007:3), menyebutkan bahwa Human Development. Index (HDI) melaporkan bahwa pada tahun 1998 Indonesia menduduki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan diberbagai bidang pada era globalisasi yang sangat cepat memang perlu disikapi secara proaktif. Berbagai upaya terus dilakukan untuk dapat bersaing dalam

Lebih terperinci

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pendampingan Implementasi KTSP di SD Wedomartani Oleh Dr. Jumadi A. Pendahuluan Menurut ketentuan dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan atau kemunduran suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor penentu kualitas kehidupan suatu bangsa adalah bidang pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, terbuka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang yang memiliki peran penting dalam peningkatan daya saing suatu negara adalah pendidikan. Pendidikan saat ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat

Lebih terperinci

R PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF LITERASI SAINS UNTUK PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PRODUKSI PANGAN

R PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF LITERASI SAINS UNTUK PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PRODUKSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pendidikan nasional Indonesia secara umum adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan dunia dibidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENCAPAIAN INDIKATOR IKKT PADA PENYELENGGARAAN SMK RSBI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Amat Jaedun (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, FT UNY) Abstrak Penelitian ini bertujuan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar dalam menghadapi tantangan global salah satunya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN. saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam upaya peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate) 1 KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate) I. Pendahuluan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengamanatkan negara menjamin hak dasar setiap warga negara terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan serta pengembangan diri dan memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa pendidik diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa disadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keterkaitan secara sinergis, antara lain kebijakan, kurikulum, tenaga pendidik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keterkaitan secara sinergis, antara lain kebijakan, kurikulum, tenaga pendidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia Indonesia yang rendah disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling keterkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi terjadi persaingan antar bangsa di dunia. Bangsa yang mampu menguasai sejumlah pengetahuan, teknologi, dan keterampilan akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkualitas harus berlandaskan tujuan yang jelas, sehingga dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Dengan pendidikan, manusia menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya. UU nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka batas antar negara. Persaingan hidup pun semakin ketat. Hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL) DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL) Pengertian Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pendidikan Nasional harus tanggap terhadap tuntutan perubahan

Lebih terperinci