KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR"

Transkripsi

1 89 KARAKTERISASI JAMUR SAPROFIT DAN POTENSINYA UNTUK PENGENDALIAN JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI CHARACTERIZATION OF SAPROPHYTIC FUNGI AND THEIR POTENCY TO CONTROL Fusarium oxysporum f. sp. vanillae FUNGI ON VANILLA PLANT I Made Sudantha Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi jamur saprofit pada tanaman vanili dan mengetahui mekanisme antagonismenya terhadap jamur F. oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang vanili. Metode penelitian yang digunakan adalah eksploratif dan eksperimental. Metode eksploratif meliputi isolasi jamur saprofit, pemurnian isolat dan identifikasi isolat, sedangkan metode eksperimental meliputi uji antagonisme isolat jamur saprofit dengan cara oposisi langsung dan uap biakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 19 isolat jamur saprofit antagonistik yang ditemukan, 12 isolat di antaranya paling efektif menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae, yaitu Trichoderma sp. SAPRO-01 Timbenuh (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-02 Timbenuh (T. longibrachiatum), Trichoderma sp. SAPRO-03 Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-04 Celelos (T. koningii ), Trichoderma sp. SAPRO-05 Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO-06 Celelos (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-08 Jurang Malang (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar (T. hamatum), Trichoderma sp. SAPRO-10 Lingsar (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-11 Selebung (T. hamatum), Trichoderma sp. SAPRO-12 Banok (T. aureoviride). Mekanisme antagonisme yang terjadi secara fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan mengeluarkan antibiotik yang mudah menguap. ABSTRACT This research was aimed to identify saprophytic fungi and their mechanism of antagonism to F. oxysporum f. sp. vanillae fungi causing vine rot disease of vanilla plant. The research applied explorative and experimental methods. Explorative method included activities such as isolation of endophytic fungi, and purification and identification of the isolates, while examination of antagonism through direct opposition and steam of the saprophytic fungal cultures were done according experimental method. The results showed that from 19 isolates of saprophytic fungi found during the explorative work, 12 isolates were more effective in suppressing F. oxysporum f. sp. vanillae fungi, i.e. Trichoderma sp. SAPRO-01 Timbenuh (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-02 Timbenuh (T. longibrachiatum), Trichoderma sp. SAPRO-03 Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-04 Celelos (T. koningii ), Trichoderma sp. SAPRO-05 Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO-06 Celelos (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-08 Jurang Malang (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar (T. hamatum), Trichoderma sp. SAPRO-10 Lingsar (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-11 Selebung (T. hamatum), and Trichoderma sp. SAPRO-12 Banok (T. aureoviride). The mechanisms of antagonism used were physical competition (in the forms of spatial competition and as mycoparasites) and through exudation of favorable antibiotics. Kata kunci : saprofit, antagonisme, isolat, mikoparasit, antibiotik. Keywords: saprophytic, antagonism, isolate, mycoparasite, antibiotic. PENDAHULUAN Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae merupakan kendala utama dalam pengembangan tanaman vanili. Jamur ini menyerang semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun dan buah. Infeksi oleh jamur ini kebanyakan dimulai dari stek tanaman karena jamur sudah terlanjur ada di dalam tanah dan dilanjutkan menyerang pada akar dan batang. Sedangkan serangan pada daun dan buah bersumber dari percikan air atau peralatan yang sudah terinfeksi (Semangun, 1991). Menurut Hadisutrisno (dalam Redaksi Trubus, 2004), 7 32% bibit stek terkontaminasi oleh jamur ini, walaupun tanaman induknya tidak menunjukkan gejala serangan. Pada tanaman dewasa tingkat kematian akibat Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009

2 90 serangan jamur ini mencapai %, memperpendek umur produksi dari 10 kali panen menjadi dua kali bahkan tidak dapat berproduksi (Hadisutrisno, 2005). Selain itu, menyebabkan produktivitas tanaman vanili menjadi rendah yaitu berkisar antara 0,2 0,5 kg polong kering per pohon, padahal potensinya dapat mencapai 1,0 1,5 kg polong kering per pohon (Ruhnayat, 2004). Sampai saat ini penyakit busuk batang vanili merupakan salah satu penyakit pada tanaman vanili yang sulit dikendalikan, karena jamur F. oxysporum f. sp. vanillae memiliki struktur bertahan berupa klamidospora yang dapat bertahan dalam tanah sebagai saprofit dalam waktu relatif lama sekitar tiga sampai empat tahun walau tanpa tanaman inang (Sukamto dan Tombe, 1995; Nurawan et al., 1995). Selain itu menurut Hadisutrisno (2005), sulitnya pengendalian penyakit ini disebabkan karena penularannya melalui stek yang sudah terinfeksi, sehingga penyebarannya menjadi cepat dan meluas. Ruhnayat (2004) mengatakan bahwa sampai saat ini belum ditemukan klon vanili yang tahan atau toleran terhadap penyakit ini. Menurut Ruhnayat (2004), pengendalian penyakit busuk batang yang paling banyak dilakukan saat ini adalah penggunaan fungusida melalui perlakuan stek dan penyemprotan pada tanaman. Namun aplikasi fungisida seringkali gagal menghadapi serangan jamur F. oxysporum yang berat. Salah satu alternatif pengendalian adalah secara hayati menggunakan jamur saprofit yang bersifat antagonistik. Penelitian tentang jamur saprofit antagonis untuk pengendalian patogen tular tanah yang menyerang berbagai tanaman di Indonesia telah banyak dilakukan, namun pada tanaman vanili masih terbatas. Abadi (1987) melaporkan bahwa Trichoderma harzianum, T. viride dan Penicillium citrinum merupakan jamur yang bersifat antagonistik terhadap Ganoderma boninense pada kelapa sawit. Arifin et al., (1989) juga melaporkan bahwa jamur Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang berpotensi mengendalikan jamur G. pseudoferrum pada tanaman teh. Jamur saprofit antagonis dapat menekan jamur patogen tular tanah melalui tiga mekanisme, seperti jamur T. viride mampu hidup sebagai mikoparasit yang dapat melakukan penetrasi ke miselium dan klamidospora jamur patogen sehingga terjadi lisis dan pengkristalan, menghasilkan antibiotik (gliotoksin dan viridin) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen, dan mempunyai kemampuan tumbuh yang lebih cepat sehingga terjadi persaingan dalam ruang dan nutrisi dengan jamur lainnya (Baker dan Cook, 1982). Beberapa hasil percobaan ditemukan bahwa isolat jamur saprofit yang berasal dari suatu daerah mempunyai daya antagonistik yang berbeda apabila digunakan pada daerah lain. Sebagai contoh, Sukamto dan Tombe (1995) melaporkan bahwa isolat Trichoderma sp. asal Manado lebih mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dibandingkan dengan isolat asal Bali. Widyastuti et al., (1998) menemukan bahwa isolat jamur Trichodema sp. yang berasal dari Jambi mempunyai daya antagonistik yang lebih tinggi dibandingkan dengan berasal dari Yogyakarta, Gunung Kidul dan isolat Promot (USA) terhadap jamur akar putih (Rigidoporus microporus) pada tanaman Acacia mangium. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakter jamur saprofit dan potensinya untuk pengendalian jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan dua metode, yaitu eksploratif dan eksperimental. Metode eksploratif meliputi isolasi jamur saprofit, pemurnian isolat dan identifikasi isolat, sedang metode eksperimental dilaksanakan melalui serangkaian percobaan di laboratorium. Pengambilan tanaman vanili sakit dan contoh tanah Pengambilan sampel tanah dan tanaman vanili terinfeksi penyakit busuk batang dilakukan di Dusun Timbenuh Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur, Dusun Selebung Desa Selebung Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah, dan Dusun Jurang Malang Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Pada masing-masing lokasi dipilih lima tanaman vanili sakit dan lima contoh tanah masingmasing seberat 1 kg, kemudian dibawa ke laboratorium. Isolasi, Pemurnian dan Identifikasi Jamur F. oxysporum f. sp. vanillae Isolasi jamur F. oxysporum dilakukan dengan mengisolasi dari jaringan tanaman vanili yang menunjukkan gejala busuk batang. Bagian akar atau pangkal batang tanaman sakit dipotong, dicelupkan ke dalam alkohol 70% kemudian dimasukkan ke dalam aquadest steril. Potongan akar yang sakit ditumbuhkan pada medium PDA. Jamur yang tumbuh kemudian I Made Sudantha: Karakterisasi Jamur Saprofit...

3 91 dimurnikan dan diidentifikasi untuk digunakan sebagai sumber inokulum (Windels, 1993). Isolasi, Pemurnian dan Identifikasi Jamur Saprofit Isolasi jamur saprofit dilakukan dengan mengisolasi dari rhizosfer atau tanah sekitar perakaran tanaman vanili. Metode isolasi yang akan digunakan adalah metode cawan pengenceran dengan tingkat pengenceran sampai Jamur saprofit yang tumbuh, masingmasing dipindahkan ke dalam cawan Petri yang berisi medium PDA dengan teknik transfer konidium tunggal atau teknik transfer ujung hifa (Burgess et al., 1988), kemudian diberi tanda. Pengamatan dilakukan secara makroskopis meliputi warna koloni, arah pertumbuhan koloni, ketebalan koloni, diameter koloni dan kecepatan pertumbuhan koloni; dan secara mikroskopis meliputi warna hifa, bentuk konidia, warna konidia, ada atau tidaknya fialid dan kerapatan fialid. Selanjutnya diidentifikasi menggunakan buku kunci identifikasi (Barnett dan Hunter, 1998; Rifai, 1969; Alexopoulus dan Mims, 1979; Domsch et al., 1980). Uji Antagonisme Jamur Saprofit dengan Uji antagonisme dilakukan dengan cara inokulum isolat jamur F. oxysporum dan setiap isolat jamur saprofit ditumbuhkan pada jarak 4 cm di tengah medium PDA dalam cawan Petri yang berdiameter 9 cm. Inokulum jamur F. oxysporum berupa potongan biakan berdiameter 4 mm pada medium PDA, kemudian biakan tersebut diinkubasi pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum dan adanya zona hambatan di antara dua koloni jamur saprofit yang beroposisi. Penghambatan pertumbuhan miselium jamur F. oxysporum oleh jamur saprofit dihitung berdasarkan rumus yang diadaptasikan dari rumus yang dikemukakan oleh Fokkema (1973 dalam Skidmore, 1976) yaitu: (r 1 - r 2 ) I = x 100 % (r 1 ) I = persentase hambatan, r 1 = jari-jari koloni jamur F. oxysporum yang tumbuh ke arah berlawanan dengan tempat jamur saprofit, dan r 2 = jari-jari koloni jamur F. oxysporum yang tumbuh ke arah jamur saprofit. Untuk antagonisme antara jamur F. oxysporum dengan jamur saprofit yang mengeluarkan senyawa antibiotik, selain mengukur jari-jari koloni, diukur pula jarak zona hambatan (d) yaitu zona ujung koloni saprofit dengan ujung koloni jamur F. oxysporum. Perhitungan persentase hambatan dilakukan pada data hasil pengukuran jari-jari koloni jamur F. oxysporum pada hari ketiga setelah inokulasi jamur saprofit. Uji Uap Biakan Jamur Saprofit dengan Jamur F. oxysporum f. sp. vanillae Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya uap biakan jamur saprofit yang mengandung antibiotik. Untuk itu dibuat biakan jamur F. oxysporum dengan cara menanam sepotong biakan berdiameter 4 mm pada medium PDA dalam cawan Petri (sebanyak 15 ml). Dibuat juga biakan jamur saprofit pada medium PDA dalam cawan Petri berdiameter 90 mm. Caranya dengan menanam sepotong biakan jamur saprofit yang berdiameter 4 mm dari biakan berumur tiga hari dalam medium PDA di tengah cawan Petri yang telah berisi 15 ml medium PDA. Di atas dasar cawan Petri berisi biakan jamur saprofit ini kemudian ditangkupkan biakan jamur F. oxysporum. Pengamatan pertumbuhan jamur F. oxysporum dilakukan dengan cara mengukur diameter koloni biakan setiap 24 jam sampai biakan berumur lima hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal dilakukan identifikasi isolat jamur saprofit sampai tingkat marga sesuai dengan deskripsi yang dikemukakan oleh Rifai (1969), Barnet dan Hunter (1998) dan Domsch et. al. (1980) berdasarkan mikroskopis (bentuk konidia, bentuk konidiofor dan phialide) sehingga diperoleh empat marga yaitu Trichoderma (ordo Moniliales dan famili Moniliaceae), Gliocladium (ordo Moniliales dan famili Moniliaceae), Penicillium (ordo Moniliales dan famili Moniliaceae), dan Aspergillus (ordo Moniliales dan famili Moniliaceae). Selanjutnya diidentifikasi sampai tingkat jenis terutama dilakukan secara mikroskopis berdasarkan warna hifa, bentuk konidia atau phialospore, bentuk konidiofor dan bentuk phialide, sedangkan untuk memastikan perbedaan jenis jamur yang termasuk dalam satu marga dilakukan pula pengamatan makroskopis meliputi warna, ketebalan, pola pertumbuhan dan diameter koloni, karena setiap jenis jamur mempunyai ciri khas dalam hal kenampakan makroskopisnya. Dari empat marga jamur saprofit yang ditemukan didentifikasi menjadi 19 jenis seperti yang disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009

4 92 Tabel 1. Hasil identifikasi jenis jamur saprofit yang ditemukan pada rhizosfer atau daerah sekitar perakaran tanaman vanili No. Jenis jamur saprofit Karakerisasi makroskopis Karakterisasi mikroskopis 1 Trichoderma sp. SAPRO-01 vanili Timbenuh Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr. 2 Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh Trichoderma longibrachiatum Rifai aggr. 3 Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh Trichoderma harzianum Rifai aggr. 4. Trichoderma sp. SAPRO-04 Trichoderma koningii Oud. Aggr. 5 Trichoderma sp. SAPRO-05 Trichoderma piluliferum Rifai Webster & Rifai aggr. 6 Trichoderma sp. SAPRO-06 Trichoderma aureoviride Rifai aggr. 7 Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang Trichoderma harzianum Rifai aggr. 8 Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang Trichoderma aureoviride Rifai aggr. 9 Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar Trichoderma hamatum (Bon.) Bain aggr 10 Trichoderma sp. SAPRO-10 vanili Lingsar Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr Koloni jamur tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, setelah terbentuk konidia berubah menjadi hijau tua Koloni jamur tumbuh cepat, setelah tiga hari diinokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, dengan terbentuknya konidia berubah menjadi putih kehijauan Koloni tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm). Setelah terbentuk konidia koloni berubah menjadi putih kehijauan Koloni tumbuh cepat, setelah tiga hari inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih dan setelah terbentuk phialospore berubah menjadi putih kehijauan. Koloni tumbuh agak lambat, setelah lima hari inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih dan tetap berwarna putih walaupun telah terbentuk konidia. Setelah tiga hari inokulasi koloni menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, dengan terbentuknya konidia berubah putih kehijauan. Koloni tumbuh cepat, tiga hari setelah inokulasi menutupi permukaan cawan Petri (90,00 mm), setelah terbentuk konidia koloni berubah menjadi putih kehijauan Setelah tiga hari inokulasi koloni menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, dengan terbentuknya konidia berubah putih kehijauan. Koloni jamur setelah empat hari inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, koloni yang sudah tua berwarna hijau keputihan sampai hijau keabuan Tiga hari setelah inokulasi koloni menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, setelah terbentuk konidia berubah menjadi hijau tua sampai hijau kebiruan. Phialospore bentuk bulat, warna hijau dan diameter 3 5 G. Phialide terbentuk 2 3 pada ujung percabangan konidiofor, dan pada tiap ujung phialide terbentuk phialospore Phialospore bentuk elips berukuran 3 6 G x 2 3 G. Pada setiap cabang samping konidiofor terbentuk phialide pada ujungnya menghasilkan phialospore Phialide tumbuh pada setiap ujung percabangan dan pada ujungnya terdapt phialospore bentuk bulat sampai bulat lonjong, warna hijau pucat, berukuran 2,5 3,3 x 2,5 2,8 G. Phialospore bulat sampai elips ukuran 3 5 G x 2 3 G, pada cabang utama konidiofor terdapat 2 3 kelompok cabang. Phialide berbentuk kerucut, pada ujungnya terdapat phialospore. Bentuk phialide seperti botol kecil/ piramid, pada setiap ujung phialide menghasilkan phialospore bentuk bulat sampai lonjong berukuran 2,5 3,5 G, berwarna putih Phialospore berwarna hijau, bentuk lonjong, berukuran 2,5 5 x 2 x 3.4 G. Konidiofor mempunyai cabang jarang, tunggal sebagai cabang lateral Phialide tumbuh pada setiap ujung percabangan, bentuk kerucut pendek. Phialospore terdapat pada setiap ujung phialide, bentuk bulat sampai bulat lonjong, berukuran 2,5 3,3 x 2,5 2,8 G Phialospore berwarna hijau, berbentuk lonjong, berukuran 2,5 5 x G. Konidiofor dengan cabang jarang, tunggal sebagai cabang lateral Cabang konidiofor fertil pendek terdiri dari 2 4 sel, cabang steril tumbuh memanjang tanpa phialide. Cabang fertil terdapat 2 5 phialide, phialospore berbentuk elips berukuran 3,5 6 x 2,5 2,8 G, Phialospore berbentuk bulat, berdiameter 3 5 G. Phialide terbentuk lebih 2 3 pada ujung percabangan konidiofor, dan pada tiap ujung phialide terbentuk phialospore I Made Sudantha: Karakterisasi Jamur Saprofit...

5 93 Tabel 1. (Lanjutan) 11 Trichoderma sp. SAPRO-11 vanili Selebung Trichoderma hamatum (Bon.) Bain aggr. 12 Trichoderma sp. SAPRO-12 vanili Banok Trichoderma aureoviride Rifai aggr. 13 Gliocladium sp. SAPRO-13 vanili Jurang Malang Gliocladium catenulatum Gilm. Abbott 14 Gliocladium sp. SAPRO-14 Gliocladium viride Matr 15 Penicillium sp. SAPRO-15 Penicillium frequentans Westling 16 Penicillium sp. SAPRO-16 vanili Timbenuh Penicillium citrinum Thom 17 Aspergillus sp. SAPRO-17 Aspergillus flavus Link ex Gray 18 Aspergillus sp. SAPRO-18 Aspergillus japonicus Saito 19 Aspergillus sp. SAPRO-19 vanili Timbenuh Aspergillus flavus Link ex Gray Koloni jamur setelah empat hari inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm)., berwarna putih. Koloni yang sudah tua berwarna hijau keputihan sampai hijau keabuan Koloni setelah tiga hari inokulasi menutupi cawan Petri (90,00 mm), berwarna putih, dengan terbentuknya konidia berubah menjadi putih kehijauan. Koloni tumbuh lambat, berdiameter 47,00 mm pada umur tiga hari setelah inokulasi, berwarna hijau pucat sampai hijau tua, mengeluarkan pigment berwarna merah Koloni jamur tumbuh lambat, berdiameter 45,00 mm pada umur tiga hari setelah inokulasi, berwarna hijau tua, mengeluarkan pigment warna merah yang didifusikan ke dalam media Koloni jamur ini tumbuh lambat, berdiameter 27,33 mm pada umur tiga hari setelah inokulasi. Koloni jamur berwarna hijau gelap Koloni tumbuh lambat, setelah diinkubasi selama tiga hari berdiameter 22,33 mm, berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan pigment Koloni jamur tumbuh lambat, berdiameter 28,67 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hijau Koloni tumbuh lambat, berdiameter 25,00 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hitam kebiruan Koloni tumbuh lambat, berdiameter 28,67 mm setelah tiga hari inokulasi. Jamur mempunyai koloni berwarna hijau Cabang konidiofor fertil pendek terdiri dari 2 4 sel, cabang steril tumbuh memanjang tanpa phialide. Cabang fertil terdapat 2 5 phialide, setiap phialide menghasilkan phialospore berbentuk elips berukuran 3,5 6 x 2,5 2,8 G, Phialospore berbentuk lonjong, berukuran 2,5 5 x 2 x 3.4 G. Konidiofor dengan percabangan jarang, tunggal sebagai cabang lateral Konidiofor berbentuk penicillate dan phialide tumbuh pada ujungnya, pada setiap phialide terdapat konidia berbentuk lonjong berukuran 4,5 5 x 3 4 G Konidiofor lurus dengan tipe penicillate yang rapat, mempunyai konidia berdinding tipis, berbentuk elips dengan ukuran 3 4 x 1,7 2,7 G Konidiofor panjang, mempunyai konidia berbentuk bulat sampai bulat lonjong berdiameter 3,0 3,5 G konidiofor bercabang secara melingkar, kadang-kadang tanpa cabang. Konidia berbentuk bulat sampai lonjong berdiameter 3 G. Konidiofor hyalin, kumpulan phialide seperti tabung (sterigmata). Pada ujung phialide terdapat konidia berbentuk bulat sampai lonjong diameter 3 5 G. Mempunyai konidiofor panjang, konidia berbentuk bulat berdiameter 3,0 3,5 G Konidiofor hyalin, kumpulan phialide seperti tabung (sterigmata). Pada ujung phialide terdapat konidia berbentuk bulat sampai lonjong berwarna hijau berdiameter 3 5 G. Dari 19 jenis jamur saprofit yang ditemukan di rhizosfer tanaman vanili, pernah dilaporkan oleh peneliti terdahulu, seperti Sastrahidayat (1991), yang melaporkan bahwa jamur Trichoderma viride dan Aspergillus sp. ditemukan di rhizosfer tanaman vanili di Malang. Sukamto dan Tombe (1995) melaporkan bahwa jamur Trichoderma sp. (diduga T. viride) asal Manado dan Bali juga ditemukan pada rhizsosfer tanaman vanili yang digunakan untuk percobaan pengendalian penyakit busuk batang vanili. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa semua isolat jamur saprofit berbeda nyata dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. Hasil uji lanjut antar isolat jamur saprofit yang saling berbeda nyata disajikan pada Tabel 2. Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009

6 94 Trichoderma sp. SAPRO-01 vanili Timbenuh Trichoderma viride Pers. Ex S. F. Gray aggr. Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh Trichoderma longibrachiatum Rifai aggr. Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh Trichoderma harzianum Rifai aggr. Trichoderma sp. SAPRO-04 Trichoderma koningii Oud. Aggr. Trichoderma sp. SAPRO-05 Trichoderma piluliferum Rifai Webster & Rifai aggr. Trichoderma sp. SAPRO-06 Trichoderma aureoviride Rifai aggr. Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar Trichoderma hamatum (Bon.) Bain aggr Aspergillus sp. SAPRO-18 Aspergillus japonicus Saito Gambar 1. Beberapa koloni dan morfologi jamur saprofit yang ditemukan di rhizosfer atau daerah sekitar perakaran tanaman vanili I Made Sudantha: Karakterisasi Jamur Saprofit...

7 95 Tabel 2. Rata-rata persentase hambatan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang beroposisi dengan beberapa jamur saprofit No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang beroposisi dengan jamur saprofit Rata-rata hambatan (%) 1 Trichoderma sp. SAPRO-01 vanili Timbenuh (T. viride) 43,278 de *) 2 Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh (T. longibrachiatum) 41,667 d 3 Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum) 44,611 e 4. Trichoderma sp. SAPRO-04 (T. koningii ) 44,444 e 5 Trichoderma sp. SAPRO-05 (T. piluliferum) 42,444 d 6 Trichoderma sp. SAPRO-06 (T. aureoviride) 41,111 d 7 Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum) 45,944 e 8 Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang (T. aureoviride) 40,556 d 9 Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) 46,556 e 10 Trichoderma sp. SAPRO-10 vanili Lingsar (T. viride) 42,667 d 11 Trichoderma sp. SAPRO-11 vanili Selebung (T. hamatum) 47,333 e 12 Trichoderma sp. SAPRO-12 vanili Banok (T. aureoviride) 41,111 d 13 Gliocladium sp. SAPRO-13 vanili Jurang Malang (G. catenulatum) 13,333 c 14 Gliocladium sp. SAPRO-14 (G. viride) 12,500 c 15 Penicillium sp. SAPRO-15 (P. frequentans) 13,333 c 16 Penicillium sp. SAPRO-16 vanili Timbenuh (P. citrinum) 10,667 bc 17 Aspergillus sp. SAPRO-17 (A. flavus) 8,111 b 18 Aspergillus sp. SAPRO-18 (A. japonicus) 6,833 b 19 Aspergillus sp. SAPRO-19 vanili Timbenuh (A. flavus) 10,667 bc 20 Kontrol (tanpa jamur saprofit) 0,000 a *) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (p? 0,05). Pada Tabel 2 terlihat bahwa semua isolat jamur saprofit dapat menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae, namun tingkat penghambatannya berbeda-beda. Jamur saprofit yang paling mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae adalah semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. dengan persentase hambatan sebesar lebih 40%, sedang jamur saprofit lainnya seperti Gliocladium spp., Penicillium spp. dan Aspergillus spp. persentase hambatannya di bawah 14%. Semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. dalam uji ini tidak menampakan zona hambatan, namun dapat tumbuh terus melewati koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae terhambat. Demikian pula jamur Gliocladium spp., Penicillium spp. dan Aspergillus spp. tidak terlihat adanya zona hambatan dalam menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (Gambar 2). Hasil pengamatan terhadap hifa semua isolat jamur saprofit Trichoderma spp. yang mulai kontak dengan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae di bawah mikroskop menunjukkan bahwa ± 90% hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis dan hifanya menjadi mengecil. Selain itu hifa jamur Trichoderma spp. membelit hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae sehingga terjadi pengkristalan (Gambar 3). Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009

8 96 F F T T Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae T Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae F F G G Gliocladium sp. SAPRO-13 vanili Jurang Malang (G. catenulatum) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae F Trichoderma sp. SAPRO-11 vanili Selebung (T. hamatum) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae F A Gliocladium sp. SAPRO-14 vanili Celelos (G. viride) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae Aspergillus sp SAPRO-18 vanili Celelos (A. japonicus) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae Gambar 2. Antagonisme antara beberapa isolat jamur saprofit Trichoderma spp. (T), Gliocladium spp. (G) dan Aspergillus sp. (A) dengan F. oxysporum f. sp. vanillae (F) Pada Gambar 3 terlihat bahwa secara mikroskopis hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang terhambat pertumbuhannya karena beroposisi dengan jamur saprofit Gliocladium sp. SAPRO-13 Jurang Malang (G. catenulatum) dan Gliocladium sp. SAPRO-14 (G. viride) menjadi lisis ± 25%. Demikian pula yang beroposisi dengan jamur Penicillium sp. SAPRO-15 (P. frequentans), Penicillium sp. SAPRO-16 vanili Timbenuh (P. citrinum), Aspergillus sp. SAPRO-17 (A. flavus), Aspergillus sp. SAPRO-18 (A. japonicus) dan Aspergillus sp. SAPRO-19 vanili Timbenuh (A. flavus) menjadi lisis ± 25%. Ketujuh isolat jamur saprofit tersebut tidak membelit hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae. I Made Sudantha: Karakterisasi Jamur Saprofit... Hasil yang sama pernah dilaporkan oleh Abadi (1987), yaitu jamur T. harzianum menyebabkan hifa jamur Ganoderma boninense mengalami lisis apabila terjadi kontak hifa antar kedua jamur tersebut dengan skor efektivitas antagonis yaitu empat. Menurut Cook dan Baker (1983), pada umumnya mekanisme antagonisme jamur Trichoderma spp. dalam menekan patogen sebagai mikoparasitik dan kompetitor yang agresif. Mula-mula pertumbuhan miselia jamur Trichoderma spp. memanjang, kemudian membelit dan mempenetrasi hifa jamur inang, sehingga hifa inang mengalami vakoulasi, lisis dan akhirnya hancur. Selanjutnya antagonis tumbuh di dalam hifa patogen.

9 Hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis (panah 1) karena berinteraksi dengan Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum) (panah 2) Hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis (panah 1) karena berinteraksi dengan Trichoderma sp. SAPRO-11 Selebung (T. hamatum) (panah 2) Hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis (panah 1) karena berinteraksi dengan Gliocladium sp.. SAPRO-13 Jurang Malang (G. catenulatum) (panah 2) 1 Hifa jamur F. oxysporum f. sp. vanillae mengalami lisis (panah 1) karena berinteraksi dengan Aspergillus sp. SAPRO-17 Celelos (A. flavus) (panah 2) Gambar 3. Interaksi antara jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dengan jamur endofit Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Aspergillus sp. Chet dan Baker (1980 dalam Cook dan Baker, 1983) melaporkan bahwa jamur T. harzianum dan T. hamatum bertindak sebagai mikoparasit terhadap jamur Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii, menghasilkan enzim ß(1,3) glucanase dan chitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inang. Lebih lanjut Chet dan Baker (1981 dalam Cook dan Baker, 1983) mengungkapkan bahwa Jamur T. hamatum juga menghasilkan enzim selulase, sehingga menambah kemampuannya sebagai mikoparasit pada jamur Phytium spp. Selain itu Jones dan Watson (1969 dalam Cook dan Baker, 1983) melaporkan bahwa enzim ß-(1,3) glucanase dihasilkan oleh jamur T. viride, sehingga mampu menghancurkan miselia jamur Sclerotinia sclerotiorum. Pada Tabel 3 terlihat bahwa pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA terhambat secara nyata bila biakan tersebut ditangkupkan di atas biakan jamur saprofit dibandingkan dengan bila biakan yang sama ditangkupkan di atas medium PDA tanpa jamur saprofit (kontrol). Jamur saprofit yang paling mampu menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae adalah jamur saprofit Trichoderma spp., kemudian diikuti dengan jamur Gliocladium spp., hal ini diperlihatkan dengan kecilnya diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (Gambar 4). Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009

10 98 Tabel 3. Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA dalam cawan Petri yang ditangkupkan di atas biakan beberapa jamur saprofit setelah diinkubasikan delapan hari No. Perlakuan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae yang ditangkupkan di atas biakan jamur Saprofit Rata-rata diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae (mm) 1 Trichoderma sp. SAPRO-01 vanili Timbenuh (T. viride) 28,667 c *) 2 Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh (T. longibrachiatum) 28,000 c 3 Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum) 24,667 a 4. Trichoderma sp. SAPRO-04 (T. koningii ) 26,333 b 5 Trichoderma sp. SAPRO-05 (T. piluliferum) 26,333 b 6 Trichoderma sp. SAPRO-06 (T. aureoviride) 27,333 c 7 Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum) 25,667 a 8 Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang (T. aureoviride) 29,000 c 9 Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) 25,000 a 10 Trichoderma sp. SAPRO-10 vanili Lingsar (T. viride) 28,667 c 11 Trichoderma sp. SAPRO-11 vanili Selebung (T. hamatum) 24,667 a 12 Trichoderma sp. SAPRO-12 vanili Banok (T. aureoviride) 27,000 b 13 Gliocladium sp. SAPRO-13 vanili Jurang Malang (G. catenulatum) 44,667 d 14 Gliocladium sp. SAPRO-14 (G. viride) 54,333 e 15 Penicillium sp. SAPRO-15 (P. frequentans) 46,333 d 16 Penicillium sp. SAPRO-16 vanili Timbenuh (P. citrinum) 56,333 e 17 Aspergillus sp. SAPRO-17 (A. flavus) 61,000 f 18 Aspergillus sp. SAPRO-18 (A. japonicus) 60,667 f 19 Aspergillus sp. SAPRO-19 vanili Timbenuh (A. flavus) 60,667 f 20 Kontrol (tanpa jamur saprofit) 90,000 g *) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata p L 0,05. Terhambatnya pertumbuhan koloni jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada uji ini diduga bahwa semua jamur saprofit mengeluarkan antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap. Adanya perbedaan kemampuan menghambat diantara jamur saprofit diduga karena jumlah antibiotik atau alkaloid yang dihasilkan oleh masing-masing jamur saprofit berbeda. Jamur saprofit Trichoderma spp. mempunyai pertumbuhan yang cepat yaitu dalam waktu tiga hari telah menutupi cawan Petri (Tabel 1), sehingga menghasilkan antibiotik atau alkaloid yang lebih banyak dibandingkan dengan jamur saprofit lainnya. Beberapa isolat jamur Trichoderma spp. menghasilkan antibiotik terutama pada ph rendah (Dennis dan Webster, 1971 dalam Cook dan Baker, 1983). Telah diketahui bahwa jamur T. viride menghasilkan gliotoksin pertama kali dilaporkan oleh Weindling dan Emerson (1936) dan Brian (1944), kemudian Brian dan McGowan (1945) menyatakan bahwa selain gliotoksin juga dihasilkan viridin seperti yang dihasilkan oleh jamur G. virens (dalam Cook dan Baker, 1983). Rifai (1969) melaporkan bahwa jamur T. viride mengeluarkan bau minyak kelapa terutama pada biakan yang sudah tua. Domsch et al. (1980) mengemukakan bahwa jamur A. flavus menghasilkan aflatoksin, sedang jamur P. citrinum menghasilkan citrin yang berperan sebagai fungistatik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur lain. I Made Sudantha: Karakterisasi Jamur Saprofit...

11 99 yang ditangkupkan di atas biakan Trichoderma sp. SAPRO-07 Jurang Malang (T. harzianum) yang ditangkupkan di atas biakan Trichoderma sp. SAPRO-09 Lingsar (T. hamatum) yang ditangkupkan di atas biakan Trichoderma sp. SAPRO-11 (T. hamatum) Selebung yang ditangkupkan di atas biakan Gliocladium sp. SAPRO-14 Timbenuh G. viride) yang ditangkupkan di atas biakan Aspergillus sp. SAPRO-18 Celelos (A. japonicus) yang ditangkupkan di atas medium PDA tanpa jamur saprofit (kontrol) Gambar 4. Pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae pada medium PDA yang ditangkupkan di atas biakan jamur Trichoderma spp., Gliocladium sp., Aspergillus sp. dan kontrol setelah diinkubasikan tujuh hari KESIMPULAN Ditemukan 19 isolat jamur saprofit yang bersifat antagonistik di rhizosfer atau daerah sekitar perakaran tanaman vanili sehat; 12 isolat di antaranya efektif menghambat pertumbuhan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae, yaitu Trichoderma sp. SAPRO-01 vanili Timbenuh (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-02 vanili Timbenuh (T. longibrachiatum), Trichoderma sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-04 (T. koningii ), Trichoderma sp. SAPRO-05 vanili Celelos (T. piluliferum), Trichoderma sp. SAPRO-06 (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-08 vanili Jurang Malang (T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum), Trichoderma sp. SAPRO10 vanili Lingsar (T. viride), Trichoderma sp. SAPRO-11 vanili Selebung (T. hamatum), Trichoderma sp. SAPRO-12 vanili Banok (T. aureoviride). Mekanisme antagonisme yang terjadi secara fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan mengeluarkan antibiotik yang mudah menguap. Berdasarkan hasil penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan isolat jamur saprofit antagoniostik sebagai agens pengendali hayati penyakit busuk batang vanili pada kondisi rumah kaca dan lapang. Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009

12 100 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur DP2M Ditjen Dikti Depdiknas dan Lembaga Penelitian Universitas Mataram yang telah memberikan dana penelitian melalui Penelitian Fundamental dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 046/SP2H/PP/DP2M/III/2007 tanggal 29 Maret 2007, sehingga sebagian dari data hasil penelitian dapat disampaikan melalui tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Abadi, A. L., Biologi Ganoderma boninense Pat. Pada Kelapa Sawit (Elaes guineensis Jacq) dan Pengaruh Beberapa Mikroba Tanah Antagonistik Terhadap Pertumbuhannya. Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana IPB. 147 hal. Alexopoulus, C. J. and C. W. Mims, Introductory Mycology Third Edition. Jhon Wiley & Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. 632 p. Arifin, I. S., B. Dahlan dan U. Dahlan, Potensi Antagonisme Jamur Tanah pada Areal Tanaman Teh terhadap Jamur Ganoderma pseudoferrum in-vitro. Kongres Nasional X PFI, Denpasar Bali. Baker, K. F. and R. J. Cook, Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathology Society. Minnessota. 433 p. Barnett, H. L. And B. B. Hunter, Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. APS Press, The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota. 218 p. Burgess, L. W., C. M. Liddell and B. A. Summerell, Laboratory Mannual For Fusarium Research. 2nd Edition. Fusarium Research Laboratory Departement of Plant Pathology and Agricultural Entomology The University of Sydney. 156 p. Cook, R. J. and K. F. Baker, The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. 539 p. Domsch, K. H.; W. Gams and T. Anderson, Compendium of Soil Fungi. Academic Press. New York. 859 p. Hadisutrisno, B., Budidaya Vanili Tahan Penyakit Busuk Batang. Penerbit Penebar Swadaya, Depok. 87 p. Nurawan, A., M. Tombe dan K. Matsumoto, Penelitian Daya Antagonisme Isolat Bakteri yang Diisolasi Dari Rhizosfera Berbagai Jenis Tanaman Terhadap Patogen Busuk Batang Vanili. Dalam Parman et al. (Penyunting), Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI di Mataram Redaksi Trubus, Panduan Praktis: Vanili Kiat bebas Busuk Batang. Penerbit Majalah Trubus, Jakarta. 16 hal. Rifai, M. A., A Revision of The Marga Trichoderma. Mycological Papers, No. 16. Commonwealth Mycological Instittute Kew, Surrey, England. 56 hal. Ruhnayat, A., Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Bertanam Vanili Si Emas Hijau nan Wangi. Agromedia Pustaka, Jakarta. 51 hal. Sastrahidayat, I. R., Penggunaan Energi Sinar Matahari dan Mikroorganisme Untuk Menanggulangi Serangan Fusarium batatis var. vanillae Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Vanili di Pesemaian. Dalam Sarbini, G. et al. (Penyunting), Prosiding Kongres Nasional XI dan Seminar Ilmiah PFI di Ujung Pandang Semangun, H., Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada Press, Yogyakarta Skidmore, A. M., Intraction in Relation to Biological Control of Plant Pathogens In C.H. Dickinson and T. F. Preece (Eds.). Microbiology of Serial Plant Surface. Academic Press, New York. Sukamto dan M. Tombe, Antagonisme Trichoderma viride terhadap Fusarium oxysporum f. sp. vanillae secara In-Vitro. Dalam Parman et al. (Penyunting), Risalah Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI di Mataram Widyastuti, S. M., Sumardi dan N. Hidayat, Kemampuan Trichoderma spp. untuk Pengendalian Hayati Jamur Akar Putih pada Acacia mangium secara In-vitro. Buletin Kehutanan No Windels, C. E., Fusarium. In Methods for Research on Soilborne Phytopathogenic Fungi. (Singelton, L. L., J. D. Mihail and C. M. Rush. APS Press, The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota I Made Sudantha: Karakterisasi Jamur Saprofit...

Kata kunci : endofit, antagonisme, isolat, mikoparasit dan antibiotik. Key words: endophytic, antagonism, isolate, mycoparasite, and antibiotics.

Kata kunci : endofit, antagonisme, isolat, mikoparasit dan antibiotik. Key words: endophytic, antagonism, isolate, mycoparasite, and antibiotics. 23 IDENTIFIKASI JAMUR ENDOFIT DAN MEKANISME ANTAGONISMENYA TERHADAP JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PADA TANAMAN VANILI IDENTIFICATION OF ENDOPHYTIC FUNGI AND THEIR ANTAGONISM MECHANISM TO Fusarium

Lebih terperinci

68 Media Bina Ilmiah ISSN No

68 Media Bina Ilmiah ISSN No 68 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 PENGARUH DOSIS APLIKASI JAMUR ENDOFIT Trichoderma polysporum ISOLAT ENDO-04 DAN JAMUR SAPROFIT T. harzianum ISOLAT SAPRO-07 DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN TERINDUKSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

Kata kunci: saprofit, antagonis, Trichoderma, Fusarium, pisang Keywords: saprophyte, antagonist, Trichoderma, Fusarium, bananas

Kata kunci: saprofit, antagonis, Trichoderma, Fusarium, pisang Keywords: saprophyte, antagonist, Trichoderma, Fusarium, bananas 06 UJI NTGONISME BEBERP JENIS JMUR SPROFIT TERHDP JMUR Fusarium oxysporum f. sp. cubense PENYEBB PENYKIT LYU PD TNMN PISNG SERT POTENSINY SEBGI GENS PENGURI SERSH NTGONISM TEST OF SOME SPECIES OF SPROPHYTIC

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT 64 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS JAMUR ENDOFIT Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL NTB TERHADAP JAMUR Fusarium oxysporum f. sp. vanillae PENYEBAB PENYAKIT BUSUK BATANG PADA BIBIT VANILI (EFFECTIVENESS TEST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uk'ntiflkasi.lamur Ri/o.sfir Tanaman Ncna» Bcrdasarkan hasil identifikasi di laboratorium, ditemukan beberapa mikroorganisme rizosfir dari tanaman nenas di lahan petani nenas

Lebih terperinci

*

* Identifikasi Cendawan Mikroskopis yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Tanaman Lada (Piper nigrum L.) di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara Ayu Laila Dewi 1,*, Linda Oktavianingsih

Lebih terperinci

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Liza Octriana Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 PO Box 5, Solok 27301 Telp. (0755) 20137; Faks.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Tembakau 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili Solanaceae. Secara sistematis, klasifikasi tanaman tembakau

Lebih terperinci

EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri)

EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri) EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri) Herry Nirwanto dan Tri Mujoko ABSTRACT Results of the

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO

UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO ANTAGONISTIC ASSESSMENT OF TRICHODERMA, VERTICILLIUM AND TORULOMYCES TO CONTROL Ganoderma

Lebih terperinci

Kata kunci : endofit, antagonistik, isolat, induksi, vanili Key words: endophyte, antagonistic, isolate, induced, vanilla

Kata kunci : endofit, antagonistik, isolat, induksi, vanili Key words: endophyte, antagonistic, isolate, induced, vanilla 18 UJI EFEKTIVITS EERP ISOLT JMUR ENDOFIT NTGONISTIK DLM MENINGKTKN KETHNN TERINDUKSI EERP KLON VNILI TERHDP PENYKIT USUK TNG EFFECTIVENESS TEST OF NTGONISTIC ENDOPHYTIC FUNGI ISOLTES IN IMPROVING INDUCED

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT Muhammad Taufik : Efektivitas Agens Antagonis Tricoderma Sp pada Berbagai Media Tumbuh Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP

Lebih terperinci

UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO

UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO e-j. Agrotekbis 1 (2) : 140-144, Juni 2013 ISSN : 2338-3011 UJI ANTAGONISME Trichoderma sp. TERHADAP JAMUR PATOGEN Alternaria porri PENYEBAB PENYAKIT BERCAK UNGU PADA BAWANG MERAH SECARA In-VITRO Antagonism

Lebih terperinci

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi SK db F hit 1 hsi 2 hsi 3 hsi 4 hsi Efek K 2 8.60** 19.30**

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA

ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA ANTAGONISME ANTARA KAPANG Trichoderma spp. TERHADAP Fusarium solani SECARA IN VITRO SERTA MEKANISME ANTAGONISMENYA Utami Sri Hastuti 1), Siti Aisaroh 1), dan Eriyanto Yusnawan 2) 1) Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini TINJAUAN PUSTAKA Jamur Patogen Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii merupakan jamur tular tanah dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini termasuk Deuteromycetes,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI MIKROBA ASAL EKSTRAK BUAH YANG DIAPLIKASIKAN PADA PERTANAMAN JERUK ORGANIK DI KABUPATEN PANGKEP Dian Ekawati Sari e-mail: dianekawatisari@rocketmail.com Program Studi Agroteknologi Fakultas

Lebih terperinci

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 29

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 29 ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 29 POTENSI KOMPOS HASIL FERMENTASI JAMUR ENDOFIT DAN SAPROFIT TRICHODERMA SPP. DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN TERINDUKSI BEBERAPA VARIETAS PISANG TERHADAP PENYAKIT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak diusahakan oleh petani di dataran rendah, dalam arti luas tanam dan nilai produksinya. Luas pertanaman cabai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan

Lebih terperinci

Penapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi

Penapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi ISSN: 0215-7950 Volume 11, Nomor 1, Februari 2015 Halaman 9 13 DOI: 10.14692/jfi.13.1.9 Penapisan Cendawan Antagonis Indigenos Rizosfer Jahe dan Uji Daya Hambatnya terhadap Fusarium oxysporum f. sp. zingiberi

Lebih terperinci

Nandang Suharna Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi - LIPI ABSTRACT

Nandang Suharna Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi - LIPI ABSTRACT Berita Biologi, Volume 6, Nomor 6, Desember 2003 INTERAKSIANTARA Trichoderma harzianum, Penicillium sp. DAN Pseudomonas sp. SERTAKAPASITAS ANTAGONISMENYA TERHADAP Phytophthora capsiciln VITRO [Interaction

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI JAMUR

PENGARUH APLIKASI JAMUR 9 PENGRUH PLIKSI JMUR Trichoderma spp. DN SERSH DLM MENINGKTKN KETHNN TERINDUKSI TNMN VNILI TERHDP PENYKIT BUSUK BTNG FUSRIUM EFFECT OF Trichoderma spp. FUNGI ND MNURE PPLICTIONS IN IMPROVING INDUCED RESISTNCE

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

Yuricha Kusumawardani, Liliek Sulistyowati dan Abdul Cholil

Yuricha Kusumawardani, Liliek Sulistyowati dan Abdul Cholil Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015 ISSN : 2338-4336 POTENSI ANTAGONIS JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) TERHADAP JAMUR Phytophthora capsici Leionian PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fenotipik (morfologi) mempunyai morfologi basidiokarp yang beragam.

TINJAUAN PUSTAKA. fenotipik (morfologi) mempunyai morfologi basidiokarp yang beragam. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang (G. boninense Pat.) Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (G. boninense ) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Karet Budidaya Karet Pembangunan kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang memperhatikan syarat tumbuh tanaman karet, klon klon karet rekomendasi,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN Trichoderma sp.

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN Trichoderma sp. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 17, No.1, 2011: 31 35 PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LAYU FUSARIUM PISANG (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) DENGAN Trichoderma sp. THE BIOCONTROL OF FUSARIUM

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN SISTEM PHT dan KONVENSIONAL terhadap KEANEKARAGAMAN Trichoderma sp. pada LAHAN PADI

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN SISTEM PHT dan KONVENSIONAL terhadap KEANEKARAGAMAN Trichoderma sp. pada LAHAN PADI Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 Agustus 2014 ISSN : 2338 4336 ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH PENERAPAN SISTEM PHT dan KONVENSIONAL terhadap KEANEKARAGAMAN Trichoderma sp. pada LAHAN PADI Ahmad Eri Wirawan, Syamsuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri. LAMPIRAN Lampiran 1. Ciri makroskopis dan mikroskopis fungi yang ditemukan pada serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas 1. Aspergillus sp.1 Ciri makroskopis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Anggrek Dendrobium Tanaman anggrek dikiasifikasikan ke dalam kingdom: Plantae, divisi: Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

PENGUJIAN DOSIS KOMPOS Trichoderma UNTUK PENGENDALIAN JAMUR PATOGEN TULAR TANAH PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogea L.)

PENGUJIAN DOSIS KOMPOS Trichoderma UNTUK PENGENDALIAN JAMUR PATOGEN TULAR TANAH PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) ISSN 1410-1939 PENGUJIAN DOSIS KOMPOS Trichoderma UNTUK PENGENDALIAN JAMUR PATOGEN TULAR TANAH PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) [EXAMINATION OF COMPOST Trichoderma DOSE TO CONTROL OF SOILBORNE

Lebih terperinci

Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili

Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili Potensi Bakteri Endofit dari Batang Panili Sehat sebagai Agen Pengendali Hayati Fusarium oxusporum f. sp. vanillae Penyebab Busuk Batang Panili NI WAYAN SUNITI Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI

DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI 10-096 DAYA ANTAGONISME Trichoderma spp. TERHADAP BEBERAPA SPESIES KAPANG PATOGEN DARI RHIZOSFER TANAH PERTANIAN KEDELAI Utami Sri Hastuti 1, Siti Aisaroh 2, Ahmad Najib 3 1,2,3 Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. maupun subtropika. Negara penghasil pisang dunia umumnya terletak di daerah

TINJAUAN PUSTAKA. maupun subtropika. Negara penghasil pisang dunia umumnya terletak di daerah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Cavendish Kedudukan tanaman pisang dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub Disi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO

PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN BUSUK AKAR (Ganoderma sp.) PADA ACACIA MANGIUM DENGAN Trichoderma spp. ISOLAT LOKAL SECARA IN VITRO (Biocontrolling to pathgent of root rot (Ganoderma sp.) in Acacia mangium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan

I. PENDAHULUAN. Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan Tanaman Industri (HTI) mangium di Indonesia (Lee, 2000; Old et al., 2000; Sankaran et

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

EKSPLORASI JAMUR ENDOFIT DAUN KACANG TANAH Arachis hypogaea L. DAN UJI ANTAGONIS TERHADAP PATOGEN Scleretium rolfsii Sacc.

EKSPLORASI JAMUR ENDOFIT DAUN KACANG TANAH Arachis hypogaea L. DAN UJI ANTAGONIS TERHADAP PATOGEN Scleretium rolfsii Sacc. Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015 ISSN : 2338-4336 EKSPLORASI JAMUR ENDOFIT DAUN KACANG TANAH Arachis hypogaea L. DAN UJI ANTAGONIS TERHADAP PATOGEN Scleretium rolfsii Sacc. Virgin Ayu Presty Mindarsusi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu buah pisang. Buah pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro Hasil pengamatan pada perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak buah mengkudu memberikan memberikan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN Trichoderma sp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALIAN TERHADAP Pyricularia oryzae Cav. PENYEBAB BLAS PADA PADI

PENGGUNAAN Trichoderma sp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALIAN TERHADAP Pyricularia oryzae Cav. PENYEBAB BLAS PADA PADI J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 414 Jurnal Agrotek Tropika 2(3):414-419, 2014 Vol. 2, No. 3: 414 419, September 2014 PENGGUNAAN Trichoderma sp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALIAN TERHADAP Pyricularia oryzae

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

UJI ANTAGONIS 5 ISOLAT TRICHODERMA DARI RIZOSFER

UJI ANTAGONIS 5 ISOLAT TRICHODERMA DARI RIZOSFER Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016 p-issn: 2540-752x e-issn: 2528-5726 UJI ANTAGONIS 5 ISOLAT TRICHODERMA DARI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA 65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO UJI PERTUMBUHAN IN VITRO PATOGEN LODOH Rhizoctonia solani PADA BERBAGAI TINGKATAN ph DAN JENIS MEDIA TUMBUH 1) Oleh : Nanang Herdiana 2) ABSTRAK Lodoh (damping-off) merupakan kendala yang dapat menurunkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DAN KEMAMPUAN ANTAGONISNYA TERHADAP Phytophthora infestans ABSTRACT

KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DAN KEMAMPUAN ANTAGONISNYA TERHADAP Phytophthora infestans ABSTRACT Jurnal HPT Volume 2 Nomor Januari 204 ISSN: 2338-4336 KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) DAN KEMAMPUAN ANTAGONISNYA TERHADAP Phytophthora infestans Dian Wulandari,

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) Uji antagonis adalah suatu cara yang digunakan membuktikan bahwa mikroorganisme yang

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp.)

TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN MURBEI (Morus sp.) Tahapan Perbanyakan Jamur Trichoderma harzianum dengan... C. Andriyani Prasetyawati dan A. Sri Rahmah Dania TAHAPAN PERBANYAKAN JAMUR Trichoderma harzianum DENGAN MEDIA DEDAK DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

*Corresponding author : ABSTRACT

*Corresponding author :   ABSTRACT 702. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN BAWANG

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

KEMAMPUAN Trichoderma spp. DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI

KEMAMPUAN Trichoderma spp. DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI Kemampuan dalam Pengendalian Patogenitas Rhizotonia solani pada Tanaman Kedelai (Poniah Andayaningsih) KEMAMPUAN DALAM PENGENDALIAN Patogenitas Rhizoctonia solani PADA TANAMAN KEDELAI Poniah Andayaningsih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis-jenis flora yang ada di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan. Eksplorasi dan inventarisasi untuk menyelamatkan plasma nutfah tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun. menurut Sawada (1959) jamur ini di klasifikasikan kedalam :

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun. menurut Sawada (1959) jamur ini di klasifikasikan kedalam : TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Bercak Daun Penyakit bercak daun disebabkan oleh jamur Phyllosticta zingiberi menurut Sawada (1959) jamur ini di klasifikasikan kedalam : Kingdom : Fungi Phylum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Fusarium oxysporum f.sp capsici Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Class Ordo Family Genus : Fungi

Lebih terperinci