Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC LAMPIRAN LAMPIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC LAMPIRAN LAMPIRAN"

Transkripsi

1 LAMPIRAN LAMPIRAN 67

2 LAMPIRAN 1 EVALUASI KINERJA IPAL DAN UNIT RE-USE AIR OLAHAN IPAL PT. UCC Untuk melihat performa kinerja IPAL domestik dan unit re-use air olahan IPAL PT. UCC maka secara berkala telah dilakukan pemantauan baik dengan cara pengamatan langsung dilapangan maupun melalui analisa laboratorium independen untuk melihat parameter-parameter polutan dalam air limbah dan air olahan. Parameter yang dianalisa adalah parameter yang tercakup dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 122 tahun 2005 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, meliputi: derajat keasaman (ph), chemical oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD 5 ), total suspended solid (TSS), minyak/lemak, senyawa deterjen (MBAS), amonia, senyawa organik (KMNO 4 ). Berikut ini disajikan hasil-hasil pengamatan dan hasil analisa laboratorium dalam bentuk grafik serta bahasan terhadap hasil tersebut. 68

3 1. INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) 1. 1 Debit Air Limbah Yang Masuk IPAL Seperti terlihat pada Grafik 1, pada awal beroperasinya IPAL jumlah air limbah yang masuk IPAL cukup tinggi dan berfluktuatif antara 70 sampai 100 m 3 /hari. Mulai hari ke 22 sampai hari ke 34 jumlah air limbah masuk IPAL sangat kecil antara 25 sampai 60 m 3 /hari. Hal disebabkan karena ada perbaikan pada bak control three-piece sehingga air limbah dari unit three piece tidak dialirkan masuk IPAL. Mulai hari ke 35 air limbah dari unit three-piece sudah dimasukkan kembali kedalam IPAL sehingga jumlah inlet IPAL naik lagi. Seperti terlihat dalam gambar ini, diperkirakan jumlah air limbah dari unit three-piece sekitar separoh dari jumlah air limbah domestik yang dihasilkan PT. UCC. Setelah hari ke 35, total air limbah yang masuk IPAL relatif berkurang dibanding pada hari-hari awal IPAL beroperasi. Hal ini diduga karena adanya penghematan pemakaian air bersih setelah ada sosialisasi IPAL kepada karyawan PT. UCC, sehingga jumlah air limbah yang masuk IPAL juga berkurang. Diharapkan langkah-langkah penghematan pemakaian air bersih dapat berjalan terus, sehingga beban IPAL juga akan menjadi berkurang. 69

4 Grafik 1. Debit Air Limbah 1.2 Chemical Oxygen Demand (COD) Hasil analisa konsentrasi COD baik inlet maupun outlet IPAL disajikan pada Grafik 2. Dalam Grafik ini juga juga diplot effisiensi pengurangan COD, yaitu COD inlet dikurangi COD outlet IPAL kemudian dibagi COD inlet dan dikali 100%. COD dianalisa seminggu sekali. Secara umum konsentrasi COD dalam limbah domestik sekitar mg/l. Konsentrasi COD yang masuk IPAL PT. UCC berkisar antara 150 sampai 325 mg/l, berada dalam batasan umum limbah domestik. Sedangkan COD out IPAL berkisar dan 40 sampai 60 mg/l, jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 80 mg/l. Seiring dengan berjalannya waktu, kinerja IPAL juga meningkat yang ditandai dengan naiknya effisiensi mengurangan 70

5 COD, yaitu diatas 80% setelah minggu ke 6. Hal ini terjadi karena mikroba pengurai polutan limbah terus tumbuh dan berkembang biak disamping sudah beradaptasi dengan limbah domestik PT. UCC. Grafik 2. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan COD 1.3 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Secara umum untuk limbah organik seperti limbah domestik, performan konsentrasi BOD hampir sama dengan COD. Seperti terlihat pada Grafik 3, konsenrasi BOD dalam air olahan IPAL berkisar antara 15 sampai 20 mg/l, jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah yakni 50 mg/l. Effisiensi pengurangan BOD juga naik seiring dengan lamanya IPAL beroperasi yang menandakan mikroba makin banyak dan makin aktif. Effisiensi pengurangan BOD diatas 80% setelah minggu ke 6. 71

6 Grafik 3. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan BOD 1.4 Amonia Nitrogen (NH 3 -N) Grafik 4 adalah konsentrasi amonia Nitrogen (NH 3 -N) sebelum masuk dan keluar IPAL serta effisiensi pengurangan amonia Nitrogen (NH 3 -N). Pada awal-awal IPAL beroperasi, konsentrasi amonia sangan berfluktuasi, bahkan pada minggu ke 3 konsentrasi amonia dalam air olahan IPAL lebih tinggi inlet IPAL. Hal ini diduga karena ada pembuangan bahan-bahan kimia yang mengandung amonia (seperti lateks) kedalam saliran air limbah domestik. Setelah minggu ke 5 konsentrasi amonia dalam air limbah dan dalam air olahan IPAL masing-masing sekisar 0,1 mg/l dan 0,01 mg/l. Baku mutu untuk amonia nitrogen adalah 10 mg/l. Effisiensi pengurangan amonia sangat tinggi diatas 90%. 72

7 Grafik 4. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Amonia 1.5 Total Suspended Solid (TSS) TSS adalah jumlah partikel padat polutan yang tersuspensi dalam air limbah. Seperti terlihat pada Grafik 5, mulai dari saat IPAL start-up sampai hari terakhir sampling, konsentrasi TSS dalam air olahan IPAL berada dibawah 10 mg/l, jauh dari konsentrasi yang dipersyaratkan pemerintah yakni 50 mg/l. Effisiensi pengurangan TSS juga sangat tinggi, 80 sampai 90%. 73

8 Grafik 5. Konsentrasi Dan Efisiensi Penurunan TSS 1.6 Senyawa Organik Permanganat (KMNO 4 ) Seperti terlihat pada Grafik 6, sampai minggu ke 6 senyawa organik KMNO 4 yang masuk IPAL relatif stabil sekitar 100 mg/l. Pada minggu ke 7 naik hampir 300 mg/l. Namun meskipun demikian konsentrasi senyawa organik KMNO 4 dalam air olahan IPAL relatif stabil antara 20 sampai 40 mg/l, jauh dibawah baku mutu yakni 85 mg/l. Effisiensi pengurangan senyawa organik KMNO4 setelah minggu ke 6 sangat tinggi, sekitar 90 % 74

9 Grafik 6. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Organik KMnO Minyak dan Lemak Grafik 7 adalah konsentrasi minyak dan lemak dalam air limbah yang masuk dan keluar IPAL serta effisiensi pengurangan minyak dan lemak dalam IPAL. Seperti terlihat disini, meskipun konsentrasi minyak dan lemak yang masuk IPAL cukup tinggi dan sangat berfluktuasi namun dalam air olahan IPAL konsentrasinya dapat diturunkan sampai dibawah 0,5 mg/l. nilai ini jauh dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 10 mg/l. Effisiensi pengurangan minyak dan lemak dalam IPAL diatas 90% setelah minggu ke 5. 75

10 Grafik 7. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Organik KMnO Senyawa Deterjen (MBAS) Senyawa deterjen (MBAS) yang masuk IPAL juga berfluktuasi (Grafik 8), namun dalam air hasil olahan IPAL konsentrasinya dapat diturunkan sampai dibawah 0,8 mg/l dengan effisiensi pengurangan sekitar 80%. Baku mutu deterjen (MBAS) adalah 2 mg/l. 76

11 Grafik 8. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Deterjen (MBAS) II. UNIT RE-USE AIR OLAHAN IPAL Unit pengolahan re-use berfungsi sebagai unit finalisasi proses pengolahan air limbah, yakni untuk mengeliminir polutan-polutan yang masih tersisa dalam air olahan IPAL. 2.1 Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) sangat dipengaruhi oleh konsentrasi polutan dalam air. Karena air olahan IPAL sudah relatif bersih maka nilai phnya juga sudah netral. Seperti terlihat pada Grafik 9, nilai ph baik sebelum maupun setelah unit re-use hampir tidak berubah, berkisar antara 7,5 sampai 8,5. Besaran ini masuk kedalam kisaran normal atau standar untuk air bersih. 77

12 10 8 ph (-) Minggu ke ph outlet IPAL ph outlet Re-use Grafik 9. Derajat Keasaman di Unit Re-use Ultrafiltrasi 2.2 Chemical Oxygen Demand (COD) Konsentrasi COD air masuk dan keluar unit re-use serta effisiensi pengurangan COD disajikan pada Grafik 9. Pada minggu pertama unit re-use beroperasi, kemampuan unit re-use mengurangi COD sampai 85%. Pada minggu-minggu berikutnya konsentrasi COD inlet naik menyebabkan COD pada air olahan unit re-use ikut naik. Naiknya konsentrasi COD inlet ini mengakibatkan effisiensi alat menjadi turun. Pada minggu ke 6 kwalitas air olahan unit re-use masih bagus, konsentrasi COD masih dapat dipertahankan dibawah 20 mg/l. Pada minggu ke 7 sedikit naik menjadi 30 mg/l disebabkan konsentrasi COD inlet juga naik. 78

13 2.3 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Sama halnya seperti COD, konsentrasi BOD dalam air olahan unit re-use juga bagus. Selama proses berlangsung, konsensentrasi BOD air olahan dapat dipertahankan dibawah 10 mg/l, seperti terlihat pada Grafik 10. COD (mg/l) Minggu ke Inlet COD Outlet re-use COD Efisiensi COD Efisiensi penurunan COD (%) Grafik 10. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan COD di Unit Re-use Ultrafiltrasi 2.4 Amonia Nitrogen (NH 4 -N) Seperti terlihat pada Grafik 11, pada awal unit beroperasi konsentrasi ammonia nitrogen dalam air inlet sangat berfluktuasi dan tinggi, yang mengakibatkan amonia nitrogen dalam air olahan unit re-use juga tinggi. Setelah minggu ke 5 konsentrasi amonia inlet 79

14 mulai stabil dan dalam air olahan dapat diturunkan sampai dibawah 0,01 mg/l. BOD5 (mg/l) Minggu ke Inlet BOD Outlet Re-use BOD Efisiensi BOD Efisiensi penurunan BOD (%) Grafik 11. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan BOD di Unit Re-use Ultrafiltrasi 2.5 Total Suspended Solid (TSS) Grafik 12 adalah konsentrasi TSS dalam air inlet dan outlet unit re-use serta effisiensi penurunan konsentrasi TSS. Sampai minggu ke 6 konsentrasi TSS dapat dipertahankan dibawah 10 mg/l, bahkan pada minggu ke dibawah 5 mg/l. Setelah minggu ke 6 konsentrasi TSS dalam air olahan cenderung naik karena konsentrasi TSS dalam inlet juga meningggi. 80

15 Amonia (mg/l) Minggu ke Inlet Amonia Outlet re-use amonia Efisiensi amonia Efisiensi penurunan amonia (%) Grafik 12. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Amonia di Unit Re-use Ultrafiltrasi 2.6 Senyawa Organik Permanganat (KMNO 4 ) Seperti terlihat pada Grafik13, konsentrasi senyawa organik permanganat dalam air olahan unit re-use juga masih bagus, dibawah 10 mg/l. Hanya pada minggu ke 4 dan ke 7 terjadi kenaikan karena konsentrasi organik permanganat dalan air inlet juga tinggi. Namun demikian nilainya pada minggu-minggu masih bagus, dibawah 20 mg/l. 81

16 TSS (mg/l) Minggu ke TSS inlet TSS outlet re-use Efisiensi TSS Efisiensi penurunan TSS (%) Grafik 12. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan TSS di Unit Re-use Ultrafiltrasi 2.7 Senyawa Deterjen (MBAS) Konsentrasi deterjen (MBAS) dapat dilihat pada Grafik 13. Selama proses pengolahan berlangsung, konsentrasi MBAS dalam inlet cukup berfluktuatif. Namun meskipun demikian, konsentrasi MBS air olahan unit re-use masih bagus dapat dipertahankan dibawah 0,2 mg/l. 82

17 Nilai Permanganat (mg/l) Minggu ke Inlet Permanganat Outlet re-use permanganat Efisiensi permanganat Efisiensi Penurunan Permanganat (%) Grafik 13. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan Organik Permanganat di Unit Re-use Ultrafiltrasi MBAS (mg/l) 1 0,8 0,6 0,4 0, Minggu ke Inlet MBAS Outlet Re-use MBAS Efisiensi MBAS Efisiensi penurunan MBAS (%) Grafik 14. Konsentrasi dan Efisiensi Penurunan MBAS di Unit Re-use Ultrafiltrasi 83

18 LAMPIRAN 2 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) TABEL SWA PANTAU IPAL DOMESTIK PT. UNITED CAN Co. Ltd. Bulan : Tahun : 84

19 LAMPIRAN 3 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ULTRAFILTRASI (UF) I. Pendahuluan Saat ini teknologi filtrasi untuk penjernihan air ada dua tipe yaitu tipe konvensional dengan menggunakan saringan pasir dan tipe baru dengan menggunakan membrane. Teknologi membrane saat ini berkembang sangat pesat dan mulai banyak diaplikasikan untuk berbagai kegunaan mengingat banyak sekali keunggulankeunggulan yang dimilikinya dibanding teknologi konvensional. Untuk keperluan re-use air limbah domestik di PT. United Can Co. Ltd, diperlukan pengolahan air lanjutan. Air produk olahan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik setelah melalui bak pengendap akhir diproses lebih lanjut di bak biofilter aerobik untuk selanjutnya di filter karbon dan di filter dengan membrane UF. Kapasitas membrane dirancang untuk dapat menghasilkan air sebanyak 80m 3 per hari dengan waktu operasi 20 jam per hari. Membran UF yang digunakan adalah tipe hollow fiber yang terbuat dari poly sulfone dan diproduksi oleh Glowtec Beijing. Tingkat filtrasi dengan membrane ini adalah dapat menahan partikel ukuran 0.1 ~ 0.01 micron dengan tekanan pompa yang rendah dan tanpa bahan kimia dalam prosesnya sehingga memiliki biaya operasi yang rendah. Hasil akhir air menggunakan sistem ini selalu konstan dan bisa menghilangkan bakteri pada waktu yang bersamaan dengan proses penghilangan material yang tersuspensi dalam air. 85

20 Kelebihan teknologi membrane ini diantaranya adalah : 1. Teknologi membrane adalah teknologi yang berwawasan lingkungan dan ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia yang berbahaya dan menimbulkan pencemaran. 2. Teknologi membrane memberikan jaminan kualitas air yang lebih konstan 3. Teknologi membrane dapat memberikan operational cost yang lebih tetap bila dibandingkan dengan teknologi konvensional. II. Desain dan Proses A. Desain Dasar dari desain pengolahan air ini adalah untuk menghasilkan air dengan mutu baik guna memenuhi standard untuk kebutuhan PT UCC, dengan kapasitas olah 80m 3 per hari. B. Deskripsi Proses Air baku yang digunakan air yang berasal dari olahan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang perlu dikondisikan terlebih dahulu agar dapat memenuhi standart yang dibutuhkan. Unit UF ini dirancang untuk pengoperasian otomatis dan dapat dijalankan dengan pengawasan yang minim dalam jangka waktu yang lama, dengan produk air yang selalu konstan sepanjang waktu walaupun kualitas air baku berubah-ubah. Air olahan IPAL (air baku) yang telah difilter dengan filter karbon ditampung dalam suatu tangki penampungan air baku (Raw Water Storage Tank). Air baku dipompakan melalui UF-Feed Water 86

21 pump menuju UF-membrane. Sebelum membrane terdapat Arkall Pre-filter 100 micron ini adalah untuk menangkap partikel-partikel besar. Selanjutnya, air produk ditampung ke dalam tangki penampungan air produk (UF Product Tank). Sistem UF dikontrol otomatis dengan menggunakan PLC (Program Logic Control). PLC system ini akan mengatur proses filtrasi dan backwash secara otomatis. Proses otomatisasi berdasarkan Setting TIMER, dan akan menggerakkan Automatic Valve (7 buah) sesuai dengan proses yang diperintahkan oleh PLC. III. Operasional Prosedur Start-Up Proses berikut ini harus diperhatikan pada waktu start-up: 1. Pastikan air yang berada di dalam Tangki Air Kolam berada pada kondisi penuh. 2. Pastikan air yang berada di dalam Tangki Backwash/CIP berada pada kondisi penuh (CIP = Clean In Place). 3. Pastikan semua valve dalam keadaan tertutup dan pompa terisi air dengan melakukan venting terlebih dahulu. 4. Buka Ball Valve (BV) 2, Tutup BV 3 5. Arahkan switch pada control panel di posisi CIP. 6. Nyalakan MCB di dalam control panel box. 7. Tekan tombol hijau CIP agar unit melakukan backwash terlebih 87

22 dahulu. 8. Buka Ball Valve (BV) 4 pada pompa backwash (P2) secara perlahan-lahan dan hati-hati supaya menghindari tekanan dari pompa yang mendadak. 9. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih 5 menit. 10. Setelah 2 menit, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. 11. Pastikan semua valve terbuka, kecuali BV 3 dan BV 1 pada pompa feed (P1). 12. Pastikan tangki backwash/cip penuh. 13. Arahkan switch pada control panel di posisi OPS (OPS = Operation). 14. Nyalakan MCB di dalam control panel box. 15. Tekan tombol hijau OPS. 16. Sistem telah berjalan secara otomatis backwash. 88

23 Gambar 1. Flow Diagram Sistem Ultrafiltrasi Pola operasi 89

24 Mode Service 1 Gambar 2. Sistem Aliran Ultrafiltrasi Pada Saat Operasi (Servis) 90

25 Mode Backwash Gambar 3. Sistem Aliran Ultrafiltrasi Pada Saat Pencucian Balik Mode Flush (Backwash) Gambar 4. Sistem Aliran Ultrafiltrasi Pada Saat Flushing 91

26 Prosedur Shut Down (menonaktifkan sistem). Sistem ini dapat dimatikan hanya dalam keadaan service mode (posisi switch pada arah OPS) 1. Tuangkan 0,05% soda ash dengan cara menakar 0,5 KG soda ash lalu dilarutkan dan dituangkan ke dalam tangki backwash/cip pada setiap hari Senin dan Jumat untuk membantu melepaskan kotoran. (Untuk hari Rabu, ganti soda ash dengan kaporit cair dengan menuangkan 0,5 Liter kaporit cair langsung ke dalam tangki backwash/cip untuk membunuh bakteri di permukaan membrane) 2. Tekan tombol merah OPS. 3. Arahkan posisi switch ke arah CIP. 4. Tekan tombol hijau CIP agar unit melakukan backwash terlebih dahulu. 5. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih 10 menit. 6. Setelah 10 menit, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. 7. Segera tutup BV 1, 2, 3, 4 dan BV 9, 10 agar membrane UF selalu dalam kondisi terendam air. 8. Pastikan tangki backwash/cip penuh. 9. Pastikan Box Control Panel tetap kering. 92

27 Posisi Valve selama CIP Gambar 5. Sistem Aliran Ultrafiltrasi Pada Saat Cleaning IV. Perawatan Perawatan bertujuan untuk menjaga kemampuan sistem UF selalu berada dalam kondisi yang optimal. 93

28 Perawatan rutin sistem UF ini meliputi : Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Pembersihan Arkall Prefilter. Bersihkan screen secara berkala. Setiap hari Senin dan Kamis CLEANING MEMBRANE secara CIP (Cleaning In Place) Cleaning membrane UF dilakukan secara manual setiap hari Sabtu. Proses CIP terbagi menjadi dua tahapan : 1. Tahapan pertama, cleaning dengan menggunakan larutan Soda Ash 0.5 %. 2. Tahapan kedua, desinfeksi dengan menggunakan Sodium Hypochlorite (NaOCl = Kaporit cair) sebesar 2.5 %. Prosedur CIP (Sebaiknya dilakukan setiap minggu sekali) Tahap Pertama : Cleaning dengan Pelarut Kotoran Organik Pastikan tangki CIP dengan air produk UF sebanyak 100L. Timbang 500 gram soda ash (Na 2 CO 3 ), 2000 gram Sodium Tri Poly Phosphate (STPP, bahan aktif penurun tegangan permukaan/ surfactant, biasanya ada pada sabun cair), dan 100 gram EDTA (pelarut kerak anorganik). Masukkan semua serbuk ini ke dalam tangki CIP. Aduk hingga semua serbuk larut dengan baik Tutup BV 2 dan buka BV 3 supaya terjadi sirkulasi. Arahkan posisi switch di control panel ke arah CIP. Tekan tombol hijau CIP. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih menit. 94

29 Lebih baik bila dalam masa ini UF dibiarkan off/mati selama satu malam. Setelah selesai, Tutup BV 3 dan Buka BV 2 agar air terbuang. Buka juga drain valve di bawah Tangki CIP. Pastikan air tidak masuk ke kolam air baku. Setelah air terbuang, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. Tahap Kedua : Pembilasan dengan menggunakan Air UF Isi lagi CIP tank dengan air dari UF product hingga 500 L Tutup BV2 dan buka BV 3 supaya terjadi sirkulasi. Arahkan posisi switch di control panel ke arah CIP. Tekan tombol hijau CIP. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih 10 menit. Setelah selesai, Tutup BV 3 dan Buka BV 2 agar air terbuang. Buka juga drain valve di bawah Tangki CIP. Pastikan air tidak masuk ke kolam air baku. Setelah air terbuang, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. Tahap Ketiga: Desinfeksi Ambil 2,5 L Kaporit Cair, ataupun Hydrogen Peroxida, H2O2. Masukkan kaporit cair ke dalam 100 L air produk UF dan aduk sampai merata. Tutup BV2 dan buka BV 3 supaya terjadi sirkulasi. 95

30 Arahkan posisi switch di control panel ke arah CIP. Tekan tombol hijau CIP. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih menit. Setelah selesai, Tutup BV 3 dan Buka BV 2 agar air terbuang. Buka juga drain valve di bawah Tangki CIP. PAstikan air tidak masuk ke kolam air baku. Setelah air terbuang, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. Tahap Keempat : Pembilasan dengan menggunakan Air UF Isi lagi CIP tank dengan air dari produk UF hingga 500 L Tutup BV2 dan buka BV 3 supaya terjadi sirkulasi. Arahkan posisi switch di control panel ke arah CIP. Tekan tombol hijau CIP. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih 10 menit. Setelah selesai, Tutup BV 3 dan Buka BV 2 agar air terbuang. Buka juga drain valve di bawah Tangki CIP. Pastikan air tidak masuk ke kolam air baku. Setelah air terbuang, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. Tahap Kelima: Start-Up Pastikan air yang berada di dalam Tangki Air Kolam berada pada kondisi penuh 96

31 Pastikan air yang berada di dalam Tangki Backwash/CIP berada pada kondisi penuh (CIP = Clean In Place) Pastikan semua valve dalam keadaan tertutup Buka Ball Valve (BV) 2, Tutup BV 3 Arahkan switch pada control panel di posisi CIP. Nyalakan MCB di dalam control panel box. Tekan tombol hijau CIP agar unit melakukan backwash terlebih dahulu. Buka Ball Valve (BV) 4 pada pompa backwash (P2) secara perlahan-lahan dan hati-hati supaya menghindari tekanan dari pompa yang mendadak. Biarkan unit melakukan CIP selama kurang lebih 5 menit. Setelah 2 menit, tekan tombol merah CIP lalu matikan MCB di dalam control panel box untuk memutuskan aliran listrik. Pastikan semua valve terbuka, kecuali BV 3 dan BV 1 pada pompa feed (P1). Pastikan tangki backwash/cip penuh. Arahkan switch pada control panel di posisi OPS (OPS = Operation). Nyalakan MCB di dalam control panel box. Tekan tombol hijau OPS. Sistem telah berjalan secara otomatis backwash. V. Fouling Pada Membrane Setelah beroperasi pada periode tertentu, membrane dapat mengalami fouling. Fouling adalah tertutupnya permukaan 97

32 membrane dengan kontaminan atau pengotor. Bahan pengotor atau kontaminan dinamakan FOULANT. Apabila foulant ini dibiarkan, maka dapat menyebabkan turunnya performance dari UF system yang pada akhirnya dapat merusak element dari membrane, sehingga lifetime (usia pakai) dari membrane menjadi singkat. Foulant yang biasa dijumpai adalah : Kerak dari kalsium karbonat Kerak senyawa sulfat dari : Kalsium, Barium atau Stronsium Oksida logam dari besi, mengan, tembaga, dan aluminium Kerak dari silika yang terpolimerisasi Koloid dari senyawa Inorganik Bahan organik alami (NOM = Natural Organic Material) Bahan kimia yang ditambahkan ke dalam system (misal : polymer, dispersant, flocculant) Mikroorganisme (bakteri, algae dan jamur) VI. Jadwal Perawatan ITEM PERAWATAN FREKUENSI UMUM : Inspeksi dari kebocoran dan kerusakan Pencatatan indikator Operasional (Pressure, Flow, TDS) Harian Harian 98

33 POMPA DAN MOTOR Pengecekan terhadap getaran yang berlebih, kebisingan dan panas Penggantian Seals dan O-ring pada shaft assembly Harian Tahunan MEMBRANE UF Inspeksi operasional kebocoran CIP Membrane Cuci dan Desinfeksi Membrane Penggantian Membrane Harian Mingguan 2 Mingguan Tahunan CARTRIDGE FILTER Penggantian O-ring housing Penggantian Cartridge element Tahunan Jika dibutuhkan LAIN-LAIN Pengecekan kebocoran pada pipa dan valve Pengecekan mounting pada pompa/motor Pembersihan gelas ukur rotameter Sistem kelistrikan Harian Bulanan Mingguan Mingguan 99

34 VII. Penanganan Masalah 100

35 VIII. Spesifikasi Teknis 101

36 LAMPIRAN 4 REVISI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGUNAAN ULTRAFILTRASI (UF) Standar Operasional Prosedur (SOP) bertujuan untuk menjaga agar sistem selalu dalam kondisi optimal. Proses ultrafiltasi terbagi dalam dua jenis yaitu proses CIP (clean in places) dan produksi. Tahapan dari masing-masing proses dapat dijelaskan sebagai berikut : A. Proses CIP (Clean In Places) Didefinisikan sebagai proses pembersihan membrane ultrafiltrasi dengan menggunakan larutan kimia. Proses pembuatan larutan kimia dapat mengikuti tahapan sebagai berikut : 1. Cleaning dengan Pelarut Kotoran Zat Organik a. Timbang NaOH (soda api) seberat 1,5 kg, 2 kg STPP, dan 1 kg EDTA. b. Larutkan ke dalam ember dan diaduk sampai benar-benar larut menjadi larutan kemudian pindahkan ke dalam tangki CIP. c. Isi tangki CIP dengan air hasil re-use sampai volume 500 Liter dan pastikan PH < 12. d. Pastikan Posisi Valve V2 dan V11 tertutup dan V3 terbuka. e. Hidupkan pompa dengan cara arahkan posisi switch ke CIP dan control kearah on pada panel kontrol. 102

37 f. Pastikan larutan di tangki CIP tersirkulasi ke Unit Ultrafiltrasi dan biarkan proses tersebut berlangsung selama 30 menit atau 1 jam dan atau 1 hari jika Unit di off ( Unit direndam dengan larutan). g. Setelah proses selesai, buka V2 secara berlahan dan tutup V3 agar larutan keluar (drain) sampai larutan dalam tangki CIP benar-benar kosong dan buka V9 yang ada di tangki CIP untuk memastikan tangki benar-benar kosong. h. Matikan Pompa dengan cara arahkan posisi control kearah off. 2. Proses Pembilasan Dengan Air Hasil UF a. Isi tangki CIP dengan air hasil re-use sampai volume 500 L. b. Untuk mengisi Tangki CIP, buka V4, V7, V8, V11 dan tutup V6, V9, V10, V12. c. Hidupkan pompa karbon dengan cara arahkan posisi switch kearah ON pada panel control. d. Pastikan tangki CIP terisi air dari bak re-use sampai volume 500 L. e. Matikan pompa karbon dengan cara arahkan posisi switch kearah OFF pada panel control. f. Buka V3, V6 dan Tutup V2, V11 lalu hidupkan pompa UF dengan cara arahkan posisi switch posisi CIP dan control ke arah ON pada panel kontrol. g. Pastikan air di tangki CIP tersirkulasi ke Unit Ultrafiltrasi dan biarkan proses tersebut berlangsung selama menit. h. Setelah proses selesai, buka V2 secara berlahan dan tutup V3 agar air cucian keluar (drain) sampai larutan dalam tangki 103

38 CIP benar-benar kosong dan buka V9 yang ada di tangki CIP untuk memastikan tangki benar-benar kosong. i. Matikan Pompa dengan cara arahkan posisi control ke arah OFF. 3. Cleaning dengan Pelarut Zat Anorganik a. Timbang Asam Sitrat seberat 2,5 kg. b. Larutkan ke dalam ember dan diaduk sampai benar-benar larut menjadi larutan kemudian pindahkan ke dalam tangki CIP. c. Isi tangki CIP dengan air hasil re-use sampai volume 500 Liter dan pastikan PH > 2. d. Pastikan Posisi Valve V2 dan V11 tertutup dan V3 terbuka. e. Hidupkan pompa dengan cara arahkan posisi switch ke CIP dan control kearah ON pada panel kontrol. f. Pastikan larutan di tangki CIP tersirkulasi ke Unit Ultrafiltrasi dan biarkan proses tersebut berlangsung selama 30 menit atau 1 jam dan atau 1 hari jika Unit di OFF (Unit direndam dengan larutan). g. Setelah proses selesai, buka V2 secara perlahan dan tutup V3 agar larutan keluar (drain) sampai larutan dalam tangki CIP benar-benar kosong dan buka V9 yang ada di tangki CIP untuk memastikan tangki benar-benar kosong. h. Matikan Pompa dengan cara arahkan posisi control kearah OFF. 104

39 4. Proses Sanitasi a. Siapkan Kaporit cair 6 L dan larutkan kedalam tangki CIP sampai Volume 500 L dengan air reuse. b. Pastikan Posisi Valve V2 dan V11 tertutup dan V3 terbuka. c. Hidupkan pompa dengan cara arahkan posisi switch ke CIP dan control kearah ON pada panel kontrol. d. Pastikan larutan di tangki CIP tersirkulasi ke Unit Ultrafiltrasi dan biarkan proses tersebut berlangsung selama 30 menit atau 1 jam dan atau 1 hari jika Unit di OFF (Unit direndam dengan larutan). e. Setelah proses selesai, buka V2 secara perlahan dan tutup V3 agar larutan keluar (drain) sampai larutan dalam tangki CIP benar-benar kosong dan buka V9 yang ada di tangki CIP untuk memastikan tangki benar-benar kosong. f. Matikan Pompa dengan cara arahkan posisi control kearah OFF. 5. Proses Pembilasan Dengan Air Hasil UF a. Isi tangki CIP dengan air hasil re-use sampai volume 500 L b. Untuk mengisi Tangki CIP, buka V4, V7, V8, V11 dan tutup V6, V9, V10, V12 c. Hidupkan pompa karbon dengan cara arahkan posisi switch kearah ON pada panel control d. Pastikan tangki CIP terisi air dari bak reuse sampai volume 500 L. e. Matikan pompa karbon dengan cara arahkan posisi switch kearah OFF pada panel control 105

40 f. Buka V3, V6 dan Tutup V2, V11 lalu hidupkan pompa UF dengan cara arahkan posisi switch ke CIP dan control kearah ON pada panel kontrol. g. Pastikan air di tangki CIP tersirkulasi ke Unit Ultrafiltrasi dan biarkan proses tersebut berlangsung selama menit. h. Setelah proses selesai, buka V2 secara perlahan dan tutup V3 agar air cucian keluar (drain) sampai larutan dalam tangki CIP benar-benar kosong dan buka V9 yang ada di tangki CIP untuk memastikan tangki benar-benar kosong. B. Proses Filtrasi dengan UF Proses filtrasi/produksi air re-use dilakukan dengan membuka valve V1, V4, V6, V7, V8, V9, V10, V11 dan V12. Catatan Penting : Ada beberapa Valve yang harus diperhatikan untuk mengoperasikan UF, yaitu ; 1. Pada saat awal cleaning perlu dilakukan proses drain yaitu dengan buka V2, V11, V12 dan Tutup V6 selama 15 detik agar kotoran dalam UF keluar. 2. Sirkulasi cleaning buka V6 dan tutup V2, V Pada saat produksi/filtrasi tutup V2, V3, V6 dan Buka V11, V

41 LAMPIRAN 5 SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan; b. bahwa kegiatan industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair dengan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair; c. bahwa untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air perlu ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri; Mengingat : 1. Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) Tahun Stbl. Nomor 226, setelah diubahn dan ditambah terakhir dengan Stbl Nomor 450); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3257); 6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); 107

42 SALINAN 7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538); 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96/M tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara; 13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasan industri; 2. Baku Mutu Limbah Cair Industri adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan; 3. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan; 4. Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar dan beban pencemaran; 5. Debit Maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan; 6. Kadar Maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan; 7. Beban Pencemaran Maksimum adalah beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan 108

43 SALINAN 8. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup; 9. Bapedal adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan 10. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Daerah Khusus Ibukota atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa. Pasal 2 (1) Baku Mutu Limbah Cair untuk jenis industri : 1. Soda kostik/klor adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran A I dan Lampiran B I; 2. Pelapisan Logam adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A II dan Lampiran B II; 3. Penyamakan kulit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A III dan Lampiran B III; 4. Minyak sawit adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A IV dan Lampiran B IV; 5. Pulp dan kertas adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A V dan Lampiran B V; 6. Karet adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VI dan Lampiran B VI; 7. Gula adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VII dan Lampiran B VII; 8. Tapioka adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A VIII dan Lampiran B VIII; 9. Tekstil adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A IX dan Lampiran B IX; 10. Pupuk urea/nitrogen adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A X dan Lampiran B X; 11. Ethanol adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XI dan Lampiran B XI; 12. Mono Sodium Glutamate (MSG) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XII dan Lampiran B XII; 13. Kayu lapis adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIII dan Lampiran B XIII; 14. Susu, makanan yang terbuat dari susu adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIV dan Lampiran B XIV; 15. Minuman ringan adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XV dan Lampiran B XV; 16. Sabun, deterjen, dan produk-produk minyak nabati adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVI dan Lampiran B XVI; 17. Bir adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVII dan Lampiran B XVII; 18. Baterai sel kering adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XVIII dan Lampiran B XVIII; 109

44 19. Cat adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XIX dan Lampiran B XIX; 20. Farmasi adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XX dan Lampiran B XX; 21. Pestisida adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran A XXI dan Lampiran B XXI; SALINAN (2) Baku Mutu Limbah Cair bagi jenis-jenis industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, ditetapkan berdasarkan beban pencemaran dan kadar, kecuali jenis industri pestisida formulasi pengemasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir 20 dan butir 21 pasal ini ditetapkan berdasarkan kadar. (3) Bagi jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang : a. telah beroperasi sebelum dikeluarkannya Keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun b. Tahap perencanaannya dilakukan sebelum dikeluarkannya keputusan ini, dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair lampiran A dan wajib memenuhi Baku Mutu Limbah Cair Lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari tahun (4) Bagi jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang tahap perencanaannya dilakukan dan beroperasi setelah dikeluarkannya keputusan ini, maka berlaku baku mutu limbah cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran B. (5) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimanan tersebut dalam Lampiran Keputusan ini setiap saat tidak boleh dilampaui. (6) Perhitungan tentang debit limbah cair maksimum dan beban pencemaran maksimum adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran D Keputusan ini. (7) Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Pasal 3 (1) Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain dan/atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen yang bersangkutan menetapkan Baku Mutu Limbah Cair untuk jenis-jenis industri di luar jenis-jenis industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1). (2) Selama Baku Mutu Limbah Cair sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) pasal ini belum ditetapkan, Gubernur dapat menggunakan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran C Keputusan ini. (3) Gubernur dapat melakukan penyesuaian jumlah parameter sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, setelah mendapat persetujuan Menteri. 110

45 (4) Gubernur dapat menetapkan parameter tambahan diluar parameter yang tercantum dalam Baku Mutu Limbah Cair sebagaiman tersebut dalam Lampiran A dan B keputusan ini, setelah mendapat persetujuan Menteri. SALINAN (5) Menteri memberikan tanggapan dan/atau persetujuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) pasal ini. (6) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pasal ini, tidak diberikan tanggapan dan/atau persetujuan, maka permohonan tersebut dianggap disetujui. Pasal 4 (1) Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. (2) Apabila Gubernur tidak menetapkan Baku Mutu LImbah Cair lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini, maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini. Pasal 5 Apabila analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan industri mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu LImbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kegiatan industri tersebut ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagimana yang dipersyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan. Pasal 6 Setiap penanggung jawab kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Keputusan ini wajib : a. Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan; b. Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan; c. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbha cair tersebut; d. Tidak melakukan pengeceran limbah cair, termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair ; e. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. f. Memisahkan saluran pembuangan limbah cair dengan saluran limpahan air hujan; g. Melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya. h. Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian, kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair, produksi bulanan senyatanya sebagaimana dimaksud dalam huruf c, 111

46 e, g sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Gubernur, instansi teknis yang membidangi industri lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 SALINAN Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 Keputusan ini dan Persyaratan Pasal 26 Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air wajib dicantumkan dalam izin Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonnantie). Pasal 8 Apabila jenis-jenis kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah ditetapkan sebelum keputusan ini : a. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku; b. Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar dari pada Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini wajib disesuaikan dengan Baku Mutu Limbah Cair dalam Keputusan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya keputusan ini. Pasal 9 Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-03/MENKLH/II/1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Yang Sudah Beroperasi dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 23 Oktober 1995 Menteri Negara Lingkungan Hidup ttd Sarwono Kusumaatmadja Salinan sesuai dengan aslinya Asisten IV Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan Pengawasan Dan Pengendalian, ttd Hambar Martono 112

47 113

48 114

49 LAMPIRAN 6 FOTO-FOTO KEGIATAN PEMBANGUNAN IPAL DOMESTIK PT. UCC Foto 1. Survey kondisi sumber dan jaringan limbah Foto 2. Rencana lokasi IPAL 115

50 Foto 3. Pekerjaan awal pembangunan IPAL Foto 4. Pekerjaan galian tanah untuk IPAL 116

51 Foto 5. Pekerjaan pembesian lantai IPAL Foto 6. Pekerjaan pembesian dinding IPAL 117

52 Foto 7. Pembuatan bekesting sebelum pengecoran Foto 8. Aktivitas pengecoran IPAL 118

53 Foto 9. Pengecoran tutup IPAL Foto 10. Bak-bak IPAL domestik yang telah selesai 119

54 Foto 11. Pembuatan bak-bak pengumpul air limbah Foto 12. Bak pengumpul air limbah yang telah dibangun 120

55 Foto 12. Unit Ultrafiltrasi untuk pengolahan air re-use Foto 13. Air limbah domestik sebelum dan sesudah di re-use 121

56 Foto 14. Bangunan ruang operator IPAL PT. United Can Co. Ltd. Foto 15. Bak- bak bangunan IPAL PT. United Can Co. Ltd. 122

LAMPIRAN 1 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) Hari dan tanggal. COD (mg/l)

LAMPIRAN 1 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) Hari dan tanggal. COD (mg/l) LAMPIRAN 1 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) Hari dan tanggal Meteran air (m3) ph in/out COD (mg/l) TSS (mg/l) Keterangan Contoh : Warna air di outlet kecoklatan Busa di kolam

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. FOTO PERESMIAN IPAL PRODUKSI

LAMPIRAN 1. FOTO PERESMIAN IPAL PRODUKSI LAMPIRAN 1. FOTO PERESMIAN IPAL PRODUKSI Upacara peresmian IPAL Penjelasan teknis mengenai kualitas hasil olahan IPAL/ Kinerja IPAL. Pelepasan ikan sebagai biokontrol kinerja IPAL Ikan tetap hesat hidup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan

Lebih terperinci

Database of Indonesian Laws Web Site

Database of Indonesian Laws Web Site Page 1 of 9 Save as: Adobe PDF Instansi: Menteri Negara Lingkungan Hidup Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTR Source file: Kepmenlh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 51/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan lingkungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 1 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK BAB 4 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM IPAL DOMESTIK 29 4.1 Prosedur Start-Up IPAL Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Start-up IPAL dilakukan pada saat IPAL baru selesai dibangun atau pada saat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LAMPIRAN 3 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL 488 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : 1. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 1 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : 1. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT Lampiran KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : 1. bahwa untuk melestarikan lingkungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 99 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk melestarikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI , Menimbang : a. bahwa untuk melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : 1. bahwa dalam rangka untuk melestarikan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI VINYL CHLORIDE MONOMER DAN POLY VINYL CHLORIDE MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK BAB 6 PERAWATAN DAN PERMASALAHAN IPAL DOMESTIK 59 6.1 Perawatan Yang Perlu Diperhatikan Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC Perawatan unit IPAL yang perlu diperhatikan antara lain : Hindari sampah

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. b. c. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB 8 PILOT PLANT UNIT PENGOLAHAN AIR BANJIR MENJADI AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI ULTRAFILTRASI UNTUK KONDISI DARURAT

BAB 8 PILOT PLANT UNIT PENGOLAHAN AIR BANJIR MENJADI AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI ULTRAFILTRASI UNTUK KONDISI DARURAT BAB 8 PILOT PLANT UNIT PENGOLAHAN AIR BANJIR MENJADI AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI ULTRAFILTRASI UNTUK KONDISI DARURAT 8.1 Pendahuluan Bencana banjir di Indonesia dewasa ini sering terjadi khususnya di wilayah

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 42 Tahun 1996 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak Dan Gas Serta Panas Bumi

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 42 Tahun 1996 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak Dan Gas Serta Panas Bumi Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 42 Tahun 1996 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak Dan Gas Serta Panas Bumi MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang: a. bahwa untuk melestarikan

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2002 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI INDUSTRI ATAU KEGIATAN USAHA LAINNYA Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa air

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998 KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk 2.1. Sumber Limbah ini antara lain: Sumber air limbah yang ada di PT. United Tractors Tbk saat Dari proses produksi, (proses produksi/ bengkel, dan cuci unit),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik Bab iv Rencana renovasi ipal gedung bppt jakarta Agar pengelolaan limbah gedung BPPT sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENETAPAN BAKU MUTU AIR LIMBAH

PEDOMAN PENETAPAN BAKU MUTU AIR LIMBAH Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2010 Tanggal : 14 Januari 2010 PEDOMAN PENETAPAN BAKU MUTU AIR LIMBAH I. LATAR BELAKANG Penetapan baku mutu air limbah (BMAL) dari

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK STUDI KASUS PT. UNITED CAN Co. Ltd.

ANALISIS KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK STUDI KASUS PT. UNITED CAN Co. Ltd. ANALISIS KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK STUDI KASUS PT. UNITED CAN Co. Ltd. Rudi Nugroho Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT Jl. M.H. Thamrin No. 8 Gd. II Lt. 18 Jakarta 10340 Abstract Nowadays,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 65 TAHUN 1999

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 65 TAHUN 1999 KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 65 TAHUN 1999 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi. No.582, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN

BAB 3 METODA PENELITIAN BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1 Peralatan Yang Digunakan Penelitian dilakukan dengan menggunakan suatu reaktor berskala pilot plant. Reaktor ini mempunyai ukuran panjang 3,4 m, lebar 1,5 m, dan kedalaman air

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN DAFTAR ISI i ii iii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Pencemaran Air Oleh Limbah Domestik 4 1.2. Karakteristik Air Limbah Domestik 8 1.3. Potensi Limbah Cair di DKI

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT

PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT PENYEMPURNAAN IPAL & DAUR ULANG AIR GEDUNG BPPT Setiyono Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: setiyono@hotmail.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENKLH/II/1991 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENKLH/II/1991 TENTANG Lampiran KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENKLH/II/1991 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN YANG SUDAH BEROPERASI MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS 12.1. Pendahuluan Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi, kwalitas lingkungan hidup juga menurun

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 60 TAHUN 1999 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI USAHA KEGIATAN HOTEL DI PROPINSI DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE MENTERI

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI, PELAYANAN KESEHATAN, DAN JASA PARIWISATA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Air merupakan kebutuhan vital makhluk hidup. Tanpa adanya air, metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak dapat berjalan dengan sempurna. Manusia membutuhkan air, terutama

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN

BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN BAB 4 ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN 4. 1 Aspek Dampak Lingkungan Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal toilet, kamar mandi, pencucian pakaian, wastafel, kegiatan membersihkan lantai dan aktifitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES Adapun kegiatan yang dilakukan pada proses perawatan dan pemeliharaan cooling tower pada kerja praktik ini dapat diuraikan pada diagram alir berikut. Gambar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sampingan akibat proses produksi/ kegiatan manusia yang berbentuk cair, gas dan padat. Limbah domestik/ rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Laksmita Nararia Dewi *1), Retno Wulan Damayanti *2) 1,2) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci