Analisis Kegiatan Modal Ventura antara Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pasangan Usahanya (Studi pada PT Bahana Artha Ventura)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kegiatan Modal Ventura antara Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pasangan Usahanya (Studi pada PT Bahana Artha Ventura)"

Transkripsi

1 Analisis Kegiatan Modal Ventura antara Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pasangan Usahanya (Studi pada PT Bahana Artha Ventura) Nurana Sekar Lestari dan Aad Rusyad Nurdin Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Abstrak Modal ventura merupakan salah satu bentuk pembiayaan, yang terutama ditujukan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah. Di Indonesia, modal ventura dijalankan oleh perusahaan modal ventura, yang termasuk dalam lembaga keuangan. Salah satu perusahaan modal ventura yang terdapat di Indonesia adalah PT Bahana Artha Ventura. Skripsi ini membahas mengenai modal ventura secara umum dan penerapannya pada PT Bahana Artha Ventura, serta menganalisis salah satu perjanjian modal ventura yaitu Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil antara PT Bahana Artha Ventura dan PT X sebagai perusahaan pasangan usahanya, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Analysis of Venture Capital Activities between a Venture Capital Company and its Investee Company (Study on PT Bahana Artha Ventura) Abstract Venture capital is one of the form of financing, particularly targeted for the micro, small, and medium enterprises. In Indonesia, venture capital is conducted by venture capital companies, which are categorized as financial institutions. One of the venture capital companies in Indonesia is PT Bahana Artha Ventura. This thesis examines venture capital in general and its practice in PT Bahana Artha Ventura. This thesis also analyzes a venture capital contract in the form of Revenue Sharing Financing Agreement between PT Bahana Artha Ventura and PT X as its investee company, using normative-juridical research methods. Keywords: venture capital, financing, investee company, agreement

2 Pendahuluan A. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia telah ada sejak dulu dan menjadi penopang perekonomian masyarakat. Pada tahun 2000, terdapat unit UMKM yang terdiri dari unit usaha kecil (usaha mikro belum terdata), dan unit usaha menengah. 1 Hingga tahun 2012 terdapat unit UMKM yang terdiri dari unit usaha mikro, unit usaha kecil, dan unit usaha menengah. 2 Hal ini berarti telah terdapat perkembangan sebanyak unit UMKM dalam kurun waktu dua belas tahun atau sebesar 42 persen. Kemandirian ekonomi merupakan hal yang diidamkan oleh setiap pengusaha, termasuk pengusaha UMKM. Namun, walaupun usaha tersebut berukuran kecil, tetap diperlukan modal yang mungkin bagi sang pengusaha dirasakan bukan merupakan jumlah yang kecil. Salah satu cara untuk mendapatkan dana adalah melalui pinjaman atau kredit bank. Memberikan kredit atau pembiayaan (kredit bagi bank konvensional, pembiayaan bagi bank syariah) merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh bank, sesuai dengan definisi bank yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan) 3 serta termasuk dalam salah satu usaha yang dilakukan oleh bank, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat. 4 Namun, bank memiliki tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi dan sangat selektif dalam memilih pihak yang akan diberikan pinjaman atau kredit, termasuk bagi pengusaha yang hendak mencari modal bagi usahanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan. 1 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (1), Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun , &Itemid=93, diunduh pada 17 Februari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2), Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun , &Itemid=93, diunduh pada 13 Februari Indonesia (1), Undang-Undang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No dan LN No. 82 Tahun 1998, TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 4 Ibid., Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b.

3 persen. 7 Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lain bagi usaha kecil atau usaha baru untuk Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Pepperdine University pada kuartal ketiga tahun 2013, di Amerika Serikat terdapat 59 persen pengusaha kecil yang mencari pembiayaan dari bank, namun hanya 27 persen dari mereka yang berhasil mendapatkannya, bahkan tingkat kesuksesan dalam mendapatkan pembiayaan dari bank lokal hanya sekitar sepuluh persen. 5 Hal ini antara lain disebabkan kesulitan yang dihadapi pengusaha kecil atau pengusaha yang baru merintis bisnisnya dalam memenuhi kriteria yang ditentukan oleh bank. Selain itu, pinjaman bank juga dibebani dengan bunga. Bank memiliki hak atas bunga dari suatu pinjaman, tanpa memedulikan keberhasilan dari usaha tersebut. Bunga yang dikenakan kepada pengusaha UMKM pada kenyataannya dapat mencapai angka 30 persen. 6 Hal ini jauh berbeda dengan bunga bagi pengusaha UMKM di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, di mana bunga bagi pengusaha UMKM hanya berkisar antara 3 hingga 5 mendapatkan pembiayaan selain dari kredit bank. Salah satu lembaga alternatif untuk mendapatkan pembiayaan adalah perusahaan modal ventura, yang merupakan salah satu lembaga pembiayaan sebagaimana yang mulanya diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan (Keppres 61/1988). Keppres 61/1988 telah dicabut dan diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan (Perpres 9/2009). Salah satu perusahaan modal ventura yang terdapat di Indonesia adalah PT Bahana Artha Ventura. PT Bahana Artha Ventura yang didirikan pada tahun 1993, hingga tahun 2010 telah merangkul sebanyak unit UMKM sebagai perusahaan pasangan usahanya (PPU) dengan total pembiayaan mencapai angka 5,3 triliun rupiah. 8 Selain itu, PT Bahana Artha 5 Ty Kiisel, The Five C s of Small Business Lending, diunduh pada 5 Februari Dokumen Notariil Kredit UKM Memberatkan Bagi Bank, diunduh pada 17 Februari Suku Bunga Kredit UKM Masih Double Digit, diunduh pada 19 Februari PT Bahana Artha Ventura (1), Pencapaian Kami, diunduh pada 19 Februari 2014.

4 Ventura juga memiliki anak perusahaan-anak perusahaan berupa perusahaan modal ventura daerah (PMVD) sebanyak 27 PMVD yang tersebar di 25 provinsi di seluruh Indonesia. 9 B. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaturan mengenai modal ventura yang berlaku di Indonesia? 2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan modal ventura pada PT Bahana Artha Ventura? 3. Hal-hal apa sajakah yang diatur dalam perjanjian antara PT Bahana Artha Ventura dengan perusahaan pasangan usahanya? C. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis secara mendalam mengenai seluk beluk modal ventura dan perusahaan modal ventura di Indonesia, terutama pada PT Bahana Artha Ventura. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi pengaturan mengenai modal ventura di Indonesia. 2. Menganalisis kegiatan modal ventura pada PT Bahana Artha Ventura. 3. Menganalisis perjanjian antara PT Bahana Artha Ventura dan perusahaan pasangan usahanya. Tinjauan Teoritis Istilah modal ventura berasal dari istilah bahasa Inggris venture capital yang berasal dari dua kata yaitu venture yang berarti usaha dan capital yang berarti modal. Dari dua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, modal ventura berarti modal untuk memulai usaha. Beberapa ahli telah mendefinisikan istilah modal ventura. Tony Lorenz mendefinisikan modal ventura sebagai investasi jangka panjang dalam bentuk pemberian modal yang mengandung risiko di mana penyedia dana (venture capitalist) terutama 9 PT Bahana Artha Ventura (2), Jaringan Modal Ventura, diunduh pada 19 Februari 2014.

5 mengharapkan capital gain, bukan pendapatan bunga atau dividen. 10 Sementara itu Clinton D. Richardson, founder dan direktur dari Southern Capital Forum, memberikan pengertian modal ventura yaitu dana yang diinvestasikan pada perusahaan atau individu yang memiliki risiko tinggi. 11 Adapun dari dalam negeri, Handowo Dipo memberikan definisi modal ventura sebagai dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang dapat dialihkan menjadi saham. 12 Arief mendefinisikan modal ventura sebagai suatu bentuk penyertaan modal atau sejenisnya ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha yang ingin mengembangkan usahanya dengan melakukan ekspansi, namun tidak mempunyai kemampuan untuk meperoleh pembiayaan, baik dari bank maupun dari pasar modal. 13 Sementara itu, Soemitro Djojohadikusumo mengartikan modal ventura pada dasarnya adalah suatu usaha di bidang pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha. 14 Perkembangan modal ventura di Indonesia dimulai pada tahun 1973 dengan dibentuknya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1973 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan dalam Bidang Pengembangan Usaha Swasta Nasional (PP 18/1973). Setelah itu, perkembangan modal ventura memasuki periode legalistik. Permulaan periode ini ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan (Keppres 61/1988), dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK/.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK 1251/1988) sebagai peraturan pelaksanaannya. Keppres 61/1988 kemudian dicabut dan digantikan oleh Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Keuangan (Perpres 9/2009) dan diterbitkan pula Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura (PMK 18/2012) sebagai peraturan pelaksanaannya. 10 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm Ibid., mengutip Clinton Richardson, The Venture Magazine Complete Guide to Venture Capital, (New York: New American Library, 1987). 12 Ibid., mengutip Handowo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha dengan Tinjauan Khusus Modal Ventura, (Jakarta: Handowo Dipo, 1995), hlm Veithzal Rivai, Andria Permata Veitzhal, dan Ferry N. Idroes, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm Ibid.

6 Di Indonesia, kegiatan modal ventura dilaksanakan oleh perusahaan modal ventura. Perusahaan modal ventura (venture capital company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. 15 Investee company atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai perusahaan pasangan usaha adalah perusahaan atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menerima bantuan pembiayaan dan/atau penyertaan dari perusahaan modal ventura. 16 Perusahaan modal ventura dapat berupa perusahaan nasional, yang seluruh kepemilikannya oleh warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, lembaga Indonesia, Negara Republik Indonesia, dan/atau Pemerintah Daerah. 17 Selain itu, perusahaan modal ventura dapat pula berbentuk perusahaan patungan (joint venture), di mana sebagian kepemilikannya terdapat penyertaan langsung badan usaha asing dan/atau lembaga asing. 18 Adapula perusahaan modal ventura daerah, yang dikembangkan di tiap provinsi yang pada prinsipnya bertujuan untuk menyediakan sarana pembiayaan dalam rangka membantu usaha mikro, kecil, dan mengengah yang sulit memenuhi kredit perbankan, sekaligus dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan dan pembinaan terhadap perusahaan pasangan usaha. 19 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang meneliti hukum sebagai norma positif dalam sistem perundangundangan. Pada metode penelitian yuridis-normatif, penelitian berfokus pada ketentuan hukum yang ada pada hukum nasional Indonesia, dalam hal ini adalah ketentuan perundang- 15 Indonesia (3), Peraturan Presiden Lembaga Pembiayaan, Perpres No. 9 Tahun 2009, Pasal 1 angka 2 jo. Indonesia (4), Peraturan Menteri Keuangan Perusahaan Modal Ventura, PMK No. 18/PMK.010/2012 Tahun 2012, BNRI No. 143 Tahun 2012, Pasal 1 angka Indonesia (4), Pasal 1 angka Ibid., Pasal 1 angka Ibid., Pasal 1 angka Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 311.

7 undangan, terutama dalam lingkup pembiayaan modal ventura untuk mencari jawaban atas pokok permasalahan. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberi gambaran umum tentang suatu gejala. Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh tentang situasi permasalahan yang terjadi pada pembiayaan modal ventura, terutama yang terdapat pada PT Bahana Artha Ventura. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan seperti buku, artikel ilmiah, bahan yang diperoleh dari internet, teori atau pendapat para sarjana, majalah, dan surat kabar, serta hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan ahli dalam bidang pembiayaan modal ventura serta informan yang dapat memberikan informasi berupa data-data yang dibutuhkan. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang terkait dengan penelitian ini, seperti Peraturan Presiden tentang Lembaga Pembiayaan, Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan berbagai Keputusan Menteri Keuangan. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku, artikel ilmiah, teori para sarjana, surat kabar, dan bahan yang diperoleh dari internet. Sedangkan bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan studi dokumen yang didukung dengan wawancara kepada informan dan/atau narasumber. Dalam mengolah dan menganalisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini, digunakan pendekaatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan mengingat penelitian ini bersifat deskriptif. Hasil Penelitian Modal Ventura pada PT Bahana Artha Ventura Kegiatan usaha PT Bahana Artha Ventura tercermin dari produk-produk yang dimilikinya. Produk-produk tersebut disesuaikan dengan peraturan tentang modal ventura yang berlaku, yaitu Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura. Produk-produk tersebut adalah:

8 1. penyertaan saham; pada PT Bahana Artha Ventura, produk penyertaan saham merupakan produk pembiayaan di mana PT Bahana Artha Ventura masuk menjadi pemegang saham dari perusahaan pasangan usahanya; 2. penyertaan melalui pembelian obligasi konversi; obligasi konversi merupakan fasilitas pinjaman untuk membiayai suatu proyek atau operasi bisnis perusahaan, seperti halnya pemberian fasilitas pinjaman namun obligasi konversi memberikan opsi untuk melakukan konversi utang menjadi saham; 3. pembagian atas hasil usaha; PT Bahana Artha Ventura hanya menggunakan pola pembagian atas hasil usaha berdasarkan pendapatan (revenue sharing), bukan berdasarkan laba (profit sharing). Produk pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha pada PT Bahana Artha Ventura memiliki tiga skema, yaitu: a. skema Modal Kerja, dalam skema ini, PT Bahana Artha Ventura memberikan pembiayaan untuk modal perusahaan pasangan usaha dalam melakukan kegiatan usahanya; b. skema Investasi, dalam skema ini, pembiayaan yang diberikan oleh PT Bahana Artha Ventura memiliki tujuan khusus untuk digunakan sebagai investasi pembelian barang yang menjadi faktor produksi atau barang modal dari perusahaan pasangan usaha; c. skema Pembiayaan Modal Ventura Jangka Pendek (PMVJP) skema ini memberikan pembiayaan pada perusahaan pasangan usaha dalam pembayaran tagihan (piutang) terhadap pemberi kerja (bouwheer) tertentu. Pada perkembangannya, terdapat pergeseran fungsi PT Bahana Artha Ventura sebagai perusahaan modal ventura, karena kegiatan usaha yang paling banyak dilakukan berupa pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, sedangkan penyertaan saham dan penyertaan melalui pembelian obligasi konversi kurang diminati. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu: a. ketidaksesuaian sumber dana dengan pola penyertaan saham dan penyertaan melalui pembelian obligasi konversi; b. ditujukannya modal ventura sebagai sarana pembiayaan bagi UMKM;

9 c. tidak terdapat mekanisme divestasi yang optimal apabila pembiayaan dilakukan dengan penyertaan saham; d. tidak terdapat industri yang memiliki margin atau nilai tambah tinggi untuk dibiayai; dan e. penyertaan saham dan penyertaan melalui pembelian obligasi konversi memiliki risiko yang lebih besar daripada pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Pembahasan Analisis Perjanjian antara PT Bahana Artha Ventura dengan PT X Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 20 Sementara itu, suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 21 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena undang-undang. 22 Dengan demikian, hubungan antara perjanjian dan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. 23 Dapat dikatakan bahwa antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha terdapat perikatan, karena di antara keduanya terdapat hubungan hukum di mana terdapat hak yang dapat dituntut dan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh kedua pihak. Perikatan antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha tidak termasuk dalam perikatan yang lahir karena undang-undang. Perikatan antara perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha merupakan perikatan yang lahir dari perjanjian, karena apapun sistem pembiayaannya, baik penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, maupun pembagian atas hasil usaha, berdasarkan pada perjanjian. 20 Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 9, (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm Subekti, Ibid. 22 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), Pasal Subekti, Loc. Cit.

10 Perjanjian antara perusahaan modal ventura dan perusahan pasangan usaha tersebut adalah perjanjian modal ventura. Perjanjian Pembiayaan ini terdiri dari 26 pasal yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pasal 1 tentang definisi; 2. Pasal 2 tentang bentuk pembiayaan; 3. Pasal 3 tentang jumlah dan tujuan penggunaan fasilitas pembiayaan; 4. Pasal 4 tentang jangka waktu fasilitas pembiayaan; 5. Pasal 5 tentang syarat-syarat pencairan fasilitas pembiayaan; 6. Pasal 6 tentang cara penyaluran fasilitas pembiayaan; 7. Pasal 7 tentang pembayaran bagi hasil dan pelunasan fasilitas pembiayaan; 8. Pasal 8 tentang biaya lainnya dan denda; 9. Pasal 9 tentang pembayaran kepada PT Bahana Artha Ventura; 10. Pasal 10 tentang kewajiban-kewajiban PT X; 11. Pasal 11 tentang jaminan; 12. Pasal 12 tentang kuasa; 13. Pasal 13 tentang sistem pembukuan dan pelaporan; 14. Pasal 14 tentang pengakuan utang dan dasar penetapan utang; 15. Pasal 15 tentang pembinaan, pendampingan, dan pengawasan; 16. Pasal 16 tentang kesanggupan-kesanggupan; 17. Pasal 17 tentang pernyataan-pernyataan; 18. Pasal 18 tentang pembatasan-pembatasan; 19. Pasal 19 tentang kelalaian (wanprestasi); 20. Pasal 20 tentang force majeure; 21. Pasal 21 tentang akibat force majeure; 22. Pasal 22 tentang pemberitahuan resmi; 23. Pasal 23 tentang hak untuk meninjau kembali; 24. Pasal 24 tentang penunjukan dan pengalihan; 25. Pasal 25 tentang ketentuan lain; dan 26. Pasal 26 tentang hukum yang berlaku dan yurisdiksi. Setiap perjanjian menimbulkan hak yang dapat diperoleh dan kewajiban yang harus dilakukan oleh tiap pihak. Dalam Perjanjian Pembiayaan ini, hak dan kewajiban para pihak adalah sebagai berikut.

11 PT Bahana Artha Ventura memiliki kewajiban dan hak sebagaimana diatur dalam pasal-pasal dalam Perjanjian Pembiayaan ini. Kewajiban dan hak tersebut adalah sebagai berikut. 1. Kewajiban PT Bahana Artha Ventura: a. memberikan Fasilitas Pembiayaan kepada PT X. 2. Hak PT Bahana Artha Ventura: a. menerima pengembalian Fasilitas Pembiayaan; b. menerima pembayaran Bagi Hasil; c. mengubah dan menetapkan sendiri besaran Bagi Hasil berdasarkan pertimbangannya dengan memberikan pemberitahuan tertulis kepada PT X; d. mengadakan pengawasan, pembinaan, dan pendampingan terhadap PT X, yang meliputi namun tidak terbatas pada segi keuangan, manajemen, perizinan, pengelolaan sumber daya manusia, atau hal-hal lain yang disepakati Para Pihak, apabila dianggap perlu; e. menempatkan seorang atau lebih wakilnya baik dalam posisi karyawan atau salah seorang pimpinan pada PT X, apabila dianggap perlu. PT X memiliki kewajiban dan hak sebagai berikut. 1. Kewajiban PT X: a. memenuhi seluruh ketentuan dan persyaratan sebelum menerima Fasilitas Pembiayaan, yang diatur dalam Pasal 5; b. mencairkan Fasilitas Pembiayaan dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan setelah penandatanganan Perjanjian Pembiayaan; c. membayar Bagi Hasil sebesar 0,55% (nol koma lima lima persen) dari pendapatan setiap bulan yang dilakukan tiap tanggal lima per bulan dimulai dari bulan pertama setelah pencairan dana; d. membayar angsuran pokok Fasilitas Pembiayaan yang dilakukan tiap tanggal lima per bulan dimulai pada bulan pertama setelah pencairan dana; e. membayar Fasilitas Pembiayaan lunas seluruhnya secara seketika dan tunai serta sempurna selambat-lambatnya pada saat berakhirnya perjanjian, kecuali jangka waktu tersebut diperpanjang berdasarkan pertimbangan dan persetujuan PT Bahana Artha Ventura; f. menanggung segala biaya yang timbul atau dikeluarkan karena pembuatan dan pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan, perjanjian pengikatan jamina, dan dokumen lain yang harus dibuat berdasarkan Perjanjian Pembiayaan;

12 g. membayar kepada PT Bahana Artha Ventura biaya provisi sebesar 1% (satu persen) dari jumlah pembiayaan yang dibayarkan setiap pencairan dana dan biaya administrasi sebesar 0,5 (nol koma lima persen) dari jumlah pembiayaa yang dibayarkan setiap pencairan dana; h. membayar biaya-biaya lain yang timbul dari dan sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian Pemibayaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua pajak, bea dan/atau meterai, notaris atau pejabat pembuat akta tanah, bank, atau kewajiban lainnya yang harus dibayar menurut peraturan perundangundangan yang berlaku kecuali ditentukan lain secara tertulis oleh Para Pihak; i. membayar kepada PT Bahana Artha Ventura seluruh kewajiban pembayaran dengan dikenai denda keterlambatan sebesar 0,5 (nol koma lima permil) per hari atas keterlambatan pengembalian pokok dan Bagi Hasil yang terutang, terhitung satu hari kalender setelah jatuh tempo hari pembayaran hingga saat dibayarkannya jumlah tersebut, dalam hal PT X terlambat melakukan pembayaran angsuran pokok pembiayaan dan Bagi Hasil; j. melakukan perpanjangan izin-izin yang terkait dengan kegiatan usahanya, serta izin-izin atas kapal yang menjadi objek pembayaan selambat-lambatnya satu bulan sebelum berakhirnya perizinan tersebut; k. menyerahkan laporan rutin yang terdiri dari: i. copy rekening koran setiap tiga bulan, ii. laporan aging piutang setiap bulan, iii. laporan keuangan in house setiap enam bulan, iv. laporan aging schedule setiap bulan, dan v. laporan keuangan audited tahunan; l. melakukan balik nama kepemilikan kapal; m. membayar seluruh cost over-run dan biaya-biaya yang berhubungan dengan pembiayaan dan pungutan lain yang diwajibkan; n. memberikan izin kepada PT Bahana Artha Ventura untuk melakukan pemeriksaan atas kegiatan usaha PT X dan kapal yang dibiayai setiap saat; o. segera menyampaikan informasi tertulis kepada PT Bahana Artha Ventura perihal segala kejadian yang dapat mempengaruhi secara signifikan kinerja usaha dan kualitas pembiayaan PT Bahana Artha Ventura kepada PT X; p. memberikan kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada PT Bahana Artha Ventura untuk mengambil, menyita, serta menjual jaminan apabila terjadi

13 wanprestasi yang dilakukan oleh PT X; kuasa ini merupakan satu kesatuan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Pembiayaan dan diberikan dengan hak substitusi serta tidak dapat dicabut kembali atau dibatalkan atau berakhir oleh sebab-sebab apapun, termasuk tetapi tidak terbatas pada sebabsebab yang termuat dalam Pasal 1813, Pasal 1814, dan Pasal 1816 KUHPerdata; q. mengadakan sistem pembukuan sesuai dengan kaidah akuntansi sehingga memungkinkan kontrol internal yang baik, memudahkan pelaksanaan audit, dan merupakan alat yang baik bagi manajemen untuk pengawasan maupun perencanaan; r. memuat laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik yang disetujui oleh PT Bahana Artha Ventura dan harus telah diserahkan kepada PT Bahana Artha Ventura selambat-lambatnya 120 hari setelah berakhirnya tahun fiskal; s. memuat laporan keuangan in house secara reguler setiap bulannya; t. menyerahkan sepenuhnya manajemen PT X kepada PT Bahana Artha Ventura dalam hal usaha PT X merosot sedemikian rupa sehingga dapat membahanyakan pembiayaan PT Bahana Artha Ventura; dan u. memberikan bantuan dan informasi kepada PT Bahana Artha Ventura terkait pembinaan, pendampingan, dan pengawasan. 2. Hak PT X: a. menerima Fasilitas Pembiayaan dari PT Bahana Artha Ventura. Selain hak dan kewajiban, bagi PT X juga terdapat pembatasan-pembatasan yang berupa hal-hal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan (negative covenant). Hal-hal yang dilarang tersebut adalah: 1. mengubah susunan pengurus dan pemegang saham perusahaan; 2. mengubah ruang lingkup usaha; 3. mendapatkan pinjaman dari pihak ketiga dan/atau menjadi penjamin bagi suatu kewajiban kepada pihak ketiga lainnya; 4. melunasi baik sebagian maupun seluruhnya utang perseroan kepada pemegang saham atau direksi; 5. menggunakan laba ditahan, laba berjalan, maupun modal; dan 6. melakukan merger atau akuisisi.

14 Perjanjian Pembiayaan ini merupakan perjanjian pemberian Fasilitas Pembiayaan dari PT Bahana Artha Ventura kepada PT X. Adapun Fasilitas Pembiayaan adalah sejumlah pembiayaan PT Bahana Artha Ventura kepada PT X, yang harus dikembalikan oleh PT X kepada PT Bahana Artha Ventura, sehingga dalam pembukuan PT X dicatat sebagai utang. Fasilitas Pembiayaan ini khusus ditujukan untuk digunakan sebagai investasi pembelian satu unit kapal yang akan digunakan dalam operasional PT X (Pasal 3 angka 1). Jika dikaitkan dengan skema pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha yang dimiliki oleh PT Bahana Artha Ventura, maka Perjanjian Pembiayaan ini merupakan pembiayaan dengan pembagian atas hasil usaha dengan skema Investasi. Kedudukan PT Bahana Artha Ventura dan PT X dalam Perjanjian Pembiayaan ini adalah jelas sebagai kreditur dan debitur. Hal ini terlihat pada Pasal 14 yang berjudul Pengakuan Utang dan Dasar Penetapan Utang. Pada pasal ini dijelaskan bahwa dengan dilaksanakannya Perjanjian Pembiayaan ini, PT X mengaku telah berutang kepada PT Bahana Artha Ventura dan PT Bahana Artha Ventura menerima pengakuan utang PT X tersebut. Dapat terlihat dari uraian hak dan kewajiban dari masing-masing pihak bahwa hak PT X sebagai perusahaan pasangan usaha lebih sedikit dan PT X juga lebih banyak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Hal ini merupakan konsekuensi dari kedudukan PT X sebagai debitur, yaitu perusahaan pasangan usaha yang membutuhkan pembiayaan, yang otomatis menempatkan PT X pada posisi yang lebih lemah dalam Perjanjian Pembiayaan tersebut. Meskipun begitu, hal ini tidak merugikan PT X karena pada akhirnya PT X juga yang akan menerima manfaat dari Perjanjian Pembiayaan tersebut. Perjanjian Pembiayaan ini telah dilaksanakan dengan baik oleh kedua pihak. Perjanjian Pembiayaan ini telah berakhir melalui pelunasan dini yang dilakukan oleh PT X. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Pengaturan mengenai modal ventura yang berlaku di Indonesia yaitu: a. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Peraturan ini mencabut dan menggantikan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Peraturan ini mengatur mengenai Lembaga Pembiayaan, yang salah satunya meliputi Perusahaan Modal Ventura;

15 b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 Tahun 2012 tentang Perusahaan Modal Ventura Peraturan ini merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Peraturan ini mengatur mengenai perusahaan modal ventura, meliputi kegiatan usaha, pendirian, perizinan, permodalan, pembatasan, pelaporan, pengawasan, pemeriksaan, dan sanksi; dan c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 58/KMK.017/1000 Tahun 1999 tentang Pengawasan Kegiatan Perusahaan Modal Ventura Daerah Dalam peraturan ini diatur mengenai pembinaan dan pengawasan perusahaan modal ventura daerah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan dibantu oleh PT Bahana Artha Ventura. 2. Pelaksanaan kegiatan modal ventura pada PT Bahana Artha Ventura terdiri dari penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha terbagi dalam tiga skema, yaitu Modal Kerja, Investasi, dan Pembiayaan Modal Ventura Jangka Pendek. Pada perkembangannya, terdapat pergeseran fungsi PT Bahana Artha Ventura sebagai perusahaan modal ventura, karena kegiatan usaha yang paling banyak dilakukan berupa pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, sedangkan penyertaan saham dan penyertaan melalui pembelian obligasi konversi kurang diminati. 3. Hal-hal yang diatur dalam perjanjian antara PT Bahana Artha Ventura dan perusahaan pasangan usahanya, dalam hal ini yaitu Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil antara PT Bahana Artha Ventura dan PT X, yang merupakan bentuk pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha dengan skema Investasi, adalah hak dan kewajiban kedua belah pihak, dengan hal-hal yang utama yaitu: a. pemberian fasilitas pembiayaan dari PT Bahana Artha Ventura kepada PT X yang ditujukan untuk digunakan sebagai investasi pembelian satu unit kapal dan b. kewajiban pelunasan pembiayaan dan pembayaran bagi hasil sebesar 0,55% dari pendapatan per bulan PT X.

16 Saran Berdasarkan analisis dan kesimpulan yang telah dijabarkan sebelumnya, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk kemajuan industri pembiayaan modal ventura di Indonesia. 1. Mengingat sumber dana merupakan salah satu kendala yang dialami oleh perusahaan modal ventura, hendaknya regulator membuat peraturan yang dapat mewujudkan sinkronisasi antara sumber dana dan pola pembiayaan, misalnya dana yang diperoleh dari pinjaman hanya dapat disalurkan dalam bentuk pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. 2. Apabila pemerintah memang menujukan modal ventura sebagai sarana pembiayaan untuk perkembangan UMKM, maka hendaknya pemerintah memfasilitasi suntikan dana yang murah sebagai modal bagi perusahaan modal ventura agar kegiatan modal ventura dapat berjalan lebih lancar, terutama bagi perusahaan modal ventura yang berstatus BUMN seperti PT Bahana Artha Ventura. Suntikan dana ini dapat berupa penambahan modal maupun pinjaman. 3. Arahkan perusahaan modal ventura untuk memiliki visi sebagai venture capitalist sehingga dapat berinvestasi dan mengembangkan suatu usaha hingga cukup besar untuk divestasi melalui IPO. Dengan demikian, dapat terlihat perbedaan tersendiri antara perusahaan modal ventura dan lembaga pembiayaan lainnya dan diharapkan dapat memunculkan kisah sukses usaha yang dibiayai oleh modal ventura. Daftar Referensi Buku: Rivai, Veithzal, Andria Permata Veitzhal, dari Ferry N. Idroes. (2007). Bank and Financial Institution Management. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Soemitra, Andri. (2010). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (cet. 2). Jakarta: Kencana. Subekti. (1984). Hukum Perjanjian (cet. 9). Jakarta: Intermasa. Sunaryo. (2008). Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika. Peraturan Perundang-undangan: Indonesia, Undang-Undang Perbankan, UU No. 7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No dan LN No. 82 Tahun 1998, TLN No , Peraturan Presiden Lembaga Pembiayaan, Perpres No. 9 Tahun 2009.

17 , Peraturan Menteri Keuangan Perusahaan Modal Ventura, PMK No. 18/PMK.010/2012 Tahun 2012, BNRI No. 143 Tahun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek] (diterjemahkan oleh R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio). (1980). Jakarta: Pradnya Paramita. Internet: Dokumen Notariil Kredit UKM Memberatkan Bagi Bank. (2013). Diunduh pada 17 Februari 2014 dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (n.d.). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun Diunduh pada 17 Februari 2014 dari =137:data-umkm-2000&Itemid=93.. (n.d.). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun Diunduh pada 13 Februari 2014 dari =109:data-umkm-2012&Itemid=93. Kiisel, Ty. (2013). The Five C s of Small Business Lending. Diunduh pada 5 Februari 2014 dari PT Bahana Artha Ventura. Pencapaian Kami. (n.d.). Diunduh pada 19 Februari 2014 dari (n.d.). Jaringan Modal Ventura. Diunduh pada 19 Februari 2014 dari Suku Bunga Kredit UKM Masih Double Digit. (2013). Diunduh pada 19 Februari 2014 dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 18/PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 18/PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 18/PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Kasus Posisi: Dalam kasus ini, telah terjadi wanprestasi serta perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PPU, yaitu CV. Surya Kencana terhadap PMV,

Kasus Posisi: Dalam kasus ini, telah terjadi wanprestasi serta perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PPU, yaitu CV. Surya Kencana terhadap PMV, Para pihak dalam perjanjian modal ventura terdiri dari : Perusahaan Modal Ventura (PMV), yaitu badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR, DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR, DAN/ATAU SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam. No.34, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PENYETORAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.05/2015 TENTANG TINGKAT SUKU BUNGA DAN PENATAUSAHAAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.05/2015 TENTANG TINGKAT SUKU BUNGA DAN PENATAUSAHAAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PMK.05/2015 TENTANG TINGKAT SUKU BUNGA DAN PENATAUSAHAAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Perusahaan. Modal. Ventura. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha kreatif dan inovatif yang mempunyai prospek nilai ekonomi yang cukup tinggi, namun

BAB I PENDAHULUAN. usaha kreatif dan inovatif yang mempunyai prospek nilai ekonomi yang cukup tinggi, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu badan usaha sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan atau modal. 1 Banyak pengusaha yang memiliki

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH SURAT PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ANTARA BANK ---------------------------------------------- DAN ---------------------------------- Nomer: ----------------------------------

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1772, 2017 KEMENKEU. PNBP dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.02/2017 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada. sehingga dapat mengakibatkan pemborosan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada. sehingga dapat mengakibatkan pemborosan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau membayar berbagai keperluan. Dan yang menjadi masalah terkadang kebutuhan yang ingin

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT 1 of 50 8/23/2014 7:22 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 / PMK.02 / 2005 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI HASIL-HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI -1- SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan amanat Pasal 51 Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191/PMK.010/2015 TENTANG PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN BAGI PERMOHONAN YANG DIAJUKAN PADA TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor yang relatif penting dan harus tersedia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seseorang atau badan usaha membutuhkan pinjaman uang untuk membeli produk atau menjalankan usahanya, maka pihak-pihak tersebut dapat memanfaatkan fasilitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK ATAU IMPORTIR BARANG KENA CUKAI YANG MELAKSANAKAN PELUNASAN DENGAN CARA PELEKATAN PITA CUKAI MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOM OR : 172/KM K.06/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, bahwa dalam rangka meningkatkan peran Perusahaan Pembiayaan dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. Dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN,

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN, - 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan penyelenggaraan Program Pensiun, investasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR 44/PER/LPDB/2008 T ENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR 44/PER/LPDB/2008 T ENTANG KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG: a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia`yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MODAL VENTURA & ANJAK PIUTANG NUR DODY ZAKKI, SE., M.SM

MODAL VENTURA & ANJAK PIUTANG NUR DODY ZAKKI, SE., M.SM PERTEMUAN 12 MODAL VENTURA & ANJAK PIUTANG NUR DODY ZAKKI, SE., M.SM Pengertian/Definisi Handowo Dipo, MV: Suatu dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang bisa dialihkan menjadi saham. Toni Lorenz,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. No.515, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK. 01/2009 TENTANG TATACARA PELAKSANAAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, R AN SALINAN PERATURAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu diatur

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERUSAHAAN MODAL VENTURA SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA

ASPEK HUKUM PERUSAHAAN MODAL VENTURA SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Januari 2014 Volume III Nomor 2 ASPEK HUKUM PERUSAHAAN MODAL VENTURA SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PEMBIAYAAN DI INDONESIA Yuliana Panjaitan * Budiman Ginting ** Ramli

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penyetoran. PNBP. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.02/2013 TENTANG TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR: 011/PER/LPDB/2011 TENTANG KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tidak terlepas dari adanya pembangunan ekonomi bangsa indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya meningkatkan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci