TINJAUAN PUSTAKA. Terumbu Karang. Anatomi dan Morfologi Karang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Terumbu Karang. Anatomi dan Morfologi Karang"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Terumbu Karang Anatomi dan Morfologi Karang Terumbu (reef) terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang (Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Scleractinia), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken 1993). Sementara itu hewan karang adalah hewan yang tidak bertulang belakang dan termasuk dalam Kelas Anthozoa (hewan berbentuk bunga). Hewan karang umumnya merupakan koloni yang terdiri dari banyak individu berupa polip dengan bentuk dasar seperti mangkuk dengan tepian berumbai atau tentakel. Ukuran polip umumnya sangat kecil tetapi ada yang besar mencapai beberapa sentimeter seperti Fungia. Hanya karang yang bersimbiosis dengan zooxantela yang mampu menghasilkan terumbu dan hidupnya hanya di daerah tropis. Gambar 2 Anatomi umum polip dan kerangka karang skleraktinia (Veron 1993).

2 Setiap polip karang tumbuh dan mengendapkan kapur yang membentuk kerangka. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun secara radial dan berdiri tegak pada lempeng dasar. Lempeng yang berdiri disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang merupakan hasil sekresi dari polip karang. Menurut Timotius (2003) dan Suharsono (2004), bagian-bagian tubuh polip karang terdiri dari : 1. Mulut, dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri. 2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovaskuler). 3. Dinding polip yang tersusun dari tiga lapisan, yaitu : a. Ektoderma adalah jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis sel. Pada lapisan ini banyak dijumpai sel glandula yang berisi mukus (lendir) berfungsi untuk membantu menangkap makanan dan untuk membersihkan diri dari sedimen yang melekat dan sel knidoblast yang berisi sel nematosit. b. Endoderma adalah jaringan yang terdapat di lapisan dalam dimana sebagian besar selnya berisi sel alga (zooxantela) yang merupakan simbion karang. Seluruh permukaan jaringan karang juga dilengkapi dengan cilia dan flagela. Kedua sel ini berkembang dengan baik di tentakel dan di dalam sel mesentari. c. Mesoglea adalah jaringan berupa lapisan seperti jely yang terletak di antara ektoderma dan endoderma. Dalam lapisan jely terdapat fibril-fibril sedangkan di lapisan luar terdapat sel semacam sel otot.

3 Gambar 3 Jaringan-jaringan dalam tentakel karang (Suharsono 2004). Karang mempunyai sistem syaraf, jaringan otot dan reproduksi yang sederhana yang telah berkembang dan berfungsi secara baik (Suharsono 2004 dan Wells 1956), yaitu : 1. Jaringan syaraf, tersebar di endoderma dan ektoderma serta mesoglea dan dikoordinasi oleh sel khusus yang disebut sel penghubung yang bertanggung jawab memberi respon baik mekanik maupun kimia terhadap adanya stimulasi cahaya. 2. Jaringan otot, biasanya terdapat diantara jaringan mesoglea yang bertanggung jawab atas gerakan polip untuk mengembang atau mengkerut sebagai respon perintah jaringan syaraf. Sinyal dalam jaringan ini tidak hanya dalam satu polip tetapi juga diteruskan ke polip yang lain. 3. Jaringan mesenterial filamen, berfungsi sebagai alat pencernaan dimana sebagian besar selnya berisi sel mukus yang berisi enzim untuk mencerna makanan. Lapisan luar jaringan ini dilengkapi sel silia yang halus. 4. Organ reproduksi, berkembang diantara mesentari filamen. Pada saat tertentu organ-organ reproduksi terlihat dan pada waktu yang lain menghilang, terutama untuk jenis- jenis karang yang hidup di daerah subtropis. Untuk karang yang hidup di daerah tropis organ reproduksi ini dapat ditemukan sepanjang tahun karena siklus reproduksinya terjadi sepanjang tahun. Dalam satu polip dapat ditemukan organ betina saja atau jantan saja atau kedua-duanya (hermaprodit).

4 Namun karang hermaprodit jarang yang mempunyai tingkat pemasakan antara gonad jantan dan betina matang pada saat yang bersamaan. Karang memiliki kemampuan bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual dilakukan dengan melibatkan peleburan sel sperma dan sel telur (fertilisasi). Sifat reproduksinya lebih komplek, karena selain terjadi fertilisasi juga melalui sejumlah tahap lanjutan yaitu pembentukan larva, penempelan, pertumbuhan dan pematangan). Secara umum mekanisme fertilisasi terbagi dua jenis, yaitu brooding/planulator dan spawning. Reproduksi aseksual dilakukan dengan tidak melibatkan peleburan sel jantan dan sel betina. Pada reproduksi ini polip atau koloni karang membentuk polip atau koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni (Partenogenesis dan pertunasan) dan pembentukan koloni baru (Polip bailout dan fragmentasi). Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa. Sementara pada siang hari tentakel ditarik masuk ke dalam rangka. Di jaringan ektoderma tentakel memiliki sel penyengat (knidoblast), yang merupakan ciri khas semua hewan cnidaria. Knidoblast dilengkapi dengan alat penyengat nematosit beserta racun di dalamnya, berfungsi sebagai alat penangkap makanan dan mempertahankan diri. Sel penyengat bila tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada dalam sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan. Gambar 4 Lapisan tubuh karang dengan nematosit dan zooxantella di dalamnya. Tampak sel penyengat dalam kondisi tidak aktif dengan yang sedang aktif (Mojetta 1995).

5 Umumnya karang pembentuk terumbu bersimbiosis dengan alga mikroskopik bersel tunggal yaitu zooxantela. Zooxantela adalah alga dari kelompok dinoflagelata yang bersimbiosis dengan hewan, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya. Jumlah zooxantela dalam tubuh inangnya relatif konstan, dengan kepadatan berkisar x 10 6 sel/cm 2. Jumlah ini tergantung dari spesies dan kedalaman karang. Zooxantela melalui proses fotosintesis memberi suplai makanan dan oksigen bagi polip dan juga membantu proses pembentukan kerangka kapur. Sebaliknya polip karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbondioksida (CO 2 ), posfat dan nitrogen yang digunakan zooxantela untuk fotosintesis dan pertumbuhannya (Muscatine 1980). Suharsono (2004) menyatakan bahwa morfologi terumbu karang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO 3 ) dan terdiri atas: lempeng dasar, merupakan lempeng yang berfungsi sebagai pondasi dari septa yang muncul membentuk struktur tegak dan melekat pada dinding yang disebut epiteka. Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut koralit, sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk dari banyak polip dari satu individu atau koloni disebut koralum. Permukaan koralit yang terbuka disebut kalik. Septa dibedakan menjadi septa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, tergantung dari besar-kecil dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut kosta. Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu umumnya dilanjutkan oleh suatu struktur yang disebut pali. Struktur yang berada di dasar dan di tengah koralit sering merupakan kelanjutan dari septa yang disebut kolumela (Gambar 5). KORALUM KOSTA SEPTA KOLUMELLA LEMPENG DASAR PALI KORALIT K A L I K KONESTEUM Gambar 5 Lempeng dasar karang (Suharsono 2004).

6 Salah satu pemberian nama karang dapat dilakukan dengan melihat skeleton atau cangkang yang terbuat dari kapur. Koralit berdasarkan cara terbentuknya dapat dibedakan menjadi ekstra tentakular yaitu jika koralit yang baru terbentuk di luar dari koralit yang lama dan intra tentakular yaitu jika koralit yang baru terbentuk di dalam koralit yang lama. Cara pembentukan koloni karang yang demikian pada akhirnya membentuk berbagai bentuk koloni yang dibedakan berdasarkan konfigurasi koralit. Bentuk-bentuk tersebut yaitu hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate, ceriroid dan meandroid (Ditlev 1980 dan Suharsono 1996). Pola septa berbeda dari spesies satu dengan yang lain dan seringkali digunakan sebagai alat identifikasi dan klasifikasi diantara spesies (Nybakken 1993). Berdasarkan atas kemampuannya membentuk terumbu, karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu hermatifik dan ahermatifik. Karang hermatifik dapat menghasilkan terumbu (reef) karena bersimbiosis dengan zooxantela yang hidup di dalam jaringan endoderma dan distribusinya hanya ditemukan di daerah tropis. Sedangkan karang ahermatifik adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu karena mempunyai zooxantela dalam jaringannya dan hidupnya tidak tergantung pada cahaya. Karang jenis ini berkembang pada tempat yang tidak terbatas (Nybakken 1993 dan Dahuri 2003). Distribusi dan Faktor Pembatas Pertumbuhan Terumbu Karang Terumbu karang tersebar pada perairan dangkal dari daerah tropis hingga subtropis pada posisi 35 0 LU dan 32 0 LS. Batas lintang tersebut merupakan batas maksimum dimana karang masih dapat tumbuh (Ledd 1977 diacu dalam Sukarno 1983). Tiga daerah besar terumbu karang adalah Laut Karibia, Samudera Hindia dan Indo-Pasifik. Terumbu karang di Laut Karibia tercatat 20 genera dan pertumbuhannya mulai di bagian tenggara pantai Amerika sampai sebelah barat laut pantai Amerika Selatan. Jenis karang yang tumbuh di Laut Karibia sebagian besar berbeda dengan yang tumbuh di Samudera Hindia maupun Samudera Pasifik. Terbatasnya jumlah marga di Samudera Atlantik lebih disebabkan karena tingginya sedimentasi, rendahnya suhu pada musim dingin di bawah batas toleransi suhu

7 karang, adanya arus dingin dan upwelling. Di Samudera Hindia sebaran karang meliputi pantai timur Afrika, Laut Merah, Teluk Aden, Teluk Persia, Teluk Oman sampai Samudera Hindia selatan. Tercatat 50 genera dimana sebaran karang di daerah ini lebih banyak ditentukan oleh adanya upwelling dan salinitas yang ekstrim yaitu 46 di Teluk Persia dan 26 untuk Samudera Hindia bagian Selatan. Terumbu karang di Samudera Pasifik meliputi Laut Cina Selatan sampai pantai barat Australia Barat, pantai Panama sampai pantai selatan Teluk Kalifornia. Karang tumbuh dengan baik di daerah Indo-Pasifik dan sampai saat ini tercatat sekitar 70 genera di daerah tersebut. Faktor alami adalah penyebab melimpahnya karang di kawasan Samudera Pasifik. Menurut Nybakken (1993), jumlah spesies dan genera terumbu karang yang terbesar berada di daerah Indo-Pasifik, termasuk di dalamnya Kepulaua n Filipina, Kepulauan Indonesia, Nugini dan bagian Utara Australia. Peta penyebaran terumbu karang di dunia ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh permukaan yang isoterm 20 0 C. Faktor faktor pembatas kelangsungan hidup karang antara lain : 1. Suhu, terumbu karang hidup di perairan dengan rata-rata suhu tahunan 19 0 C 20 0 C, dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 25 0 C 30 0 C (Grashkov dan Yakushova 1977; Randal 1983). Pada suhu rata-rata tahunan di bawah 18 0 C pertumbuhan karang terhambat bahkan dapat mengakibatkan kematian. 2. Cahaya yang cukup harus ada untuk keperluan fotosintesis oleh simbiotik zooxanthela di jaringan karang. Tanpa cahaya laju kemampuan fotosintesis menurun, dengan demikian akan mengurangi kemampuan karang untuk mensekret kalsium karbonat dan menghasilkan rangka. 3. Salinitas, karang hermatifik tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas normal (32 35 ). Secara fisiologis salinitas mempengaruhi kehidupan hewan karang, karena adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Sehingga karang jarang ditemukan hidup pada daerah-daerah muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan kadar garam tinggi (Ditlev 1980 dan Nybakken 1993).

8 4. Kedalaman, terumbu karang tidak dapat berkembang pada perairan dengan kedalaman lebih dari 50 m. Sebagian besar karang tumbuh pada kedalaman kurang dari 25 m, dimana pada kedalaman tersebut intensitas penetrasi cahaya sangat besar. Faktor kedalaman dan intensitas cahaya sangat mempengaruhi kehidupan karang, sehingga pada daerah keruh dan dalam tidak ditemukan terumbu karang (Ditlev 1980). 5. Sedimentasi, dapat menutupi permukaan karang. Sebagian besar karang dapat menghilangkan sedimen yang melekat dengan mengikatnya menggunakan mukus dan melepaskannya dengan pergerakan silia. Karang juga umumnya tidak dapat bertahan dengan sedimentasi yang berat, dimana silianya bekerja keras untuk membersihkan mukus yang menutupinya dan menyumbat struktur pemberian makan mereka. Selain itu sedimentasi pada perairan menyebabkan kekeruhan sehingga keberadaan cahaya untuk fotosintesis menurun jumlahnya dan zooxantela sulit menghasilkan makanan bagi jaringan karang. 6. Pergerakan massa air; berupa gelombang dan arus yang berperan dalam pertumbuhan karang, yaitu dengan membawa oksigen terlarut dan makanan. Selain itu gelombang dan arus dapat membersihkan polip dari kotoran-kotoran yang menempel dan yang masuk ke dalamnya. Oleh karena itu karang yang tumbuh di daerah ombak dan arus kuat lebih berkembang baik dibandingkan di daerah yang tenang dan terlindung. Formasi dan Zonasi Terumbu Karang Perubahan formasi terumbu karang terjadi sepanjang waktu. Diawali dengan pulau karang atau pulau datar tropis yang baru dihasilkan oleh batas daratan dan berubah secara perlahan sepanjang ribuan tahun dari fringing reef, ke barrier reef menjadi atoll dan akhirnya menjadi terumbu yang punah seperti gunung laut atau guyot. Pulau karang atau pulau datar, berasal dari terumbu karang yang tumbuh dari bawah ke atas sampai permukaan kemudian terbentuk pulau karang, seperti terdapat

9 di Kepulauan Seribu. Umumnya pulau karang ini akan berkembang ke arah horisontal atau vertikal pada kedalaman yang relatif dangkal. Gambar 6 Tingkatan formasi karang (Andersen 2003). Terumbu karang tepi (fringing reef) merupakan terumbu karang yang terbentuk di sepanjang tepi pantai dari daratan atau pulau. Hal ini terjadi karena hewan karang pembangun terumbu adalah salah satu dari sebagian kecil organisme laut yang dapat bertahan hidup di perairan tropis yang hangat dengan kandungan nutrien yang sedikit. Dapat mencapai kedalaman 40 m dengan peretumbuhan ke atas dan ke arah luar laut terbuka. Proses perkembangan terumbu ini ditandai dengan adanya ban atau bagian endapan karang mati di sekeliling pulau. Terumbu karang penghalang (barrier reef) terbentuk dari pulau yang berhubungan langsung dengan laut. Diawali dengan tenggelamnya permukaan pulau dan tidak ada pembentukan pulau vulkanik, komposisi terumbu karang bertambah dan terjadi erosi pada permukaan daratan atau pulau. Formasi terumbu ini letaknya relatif jauh dari daratan atau pulau, mencapai 0,5 2 km dengan dibatasi kedalaman perairan mencapai 75 km. Kadang-kadang terumbu ini berbentuk laguna. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau besar atau benua dan membentuk pulau karang yang terputus-putus.

10 Atol terbentuk ketika pulau benar-benar tenggelam di bawah permukaan laut tetapi terumbu karang terus tumbuh ke arah atas. Atol umumnya berbentuk cincin yang merupakan proses lanjutan dari karang penghalang. Material terumbu yang tererosi dapat bertumpuk dengan bagian atas terumbu lainnya, menghasilkan suatu area di bawah permukaan laut dan pulaunya disebut cay. Cay dapat menjadi sangat stabil (karena seringkali terdapat tumbuhan air) yang memberikan bangunan pulau yang permanen. Cay juga dapat menjadi tidak stabil dan bergerak menjauhi karang atau menghilang. Kedalaman rata-rata atol sekitar 45 m. Jenis terumbu ini banyak ditemukan di Pasifik Selatan dan Indonesia Timur. Zonasi terumbu dikendalikan oleh kemampuan beberapa jenis karang yang mampu beradaptasi terhadap kondisi tingkat cahaya yang tinggi dan atau rendah. Bentuk umum dari pembentukan terumbu tergantung pada (1) waktu relatif tingginya permukaan laut dibandingkan dengan kemampuan akresi ke atas dari terumbu, dan (2) lamanya tinggi permukaan laut per satuan waktu melawan kemampuan terumbu untuk berjuang dalam kondisi tersebut (Birkeland 1997). Tetapi sebenarnya sangat sulit membuat pola zonasi untuk terumbu yang dapat digunakan secara umum, karena adanya tipe-tipe habitat yang berbeda serta luasnya dan kehadirannya dalam terumbu bervariasi di daerah geografis yang berbeda. Pola zonasi, walaupun rumit, bersifat tetap untuk atol, dan ini digunakan sebagai petunjuk umum. Diawali dari bagian yang menghadap ke arah datangnya angin (windward), zona pertama terumbu karang adalah lereng terluar yang menghadap laut (Reef slope = outer seaward slope). Pada kedalaman kurang dari 15 m karang tumbuh dengan subur. Pada permukaan air tedapat batas terumbu yang menghadap ke arah datangnya angin (Reef front = windward reef margin), daerah ini juga mendukung pertumbuhan yang subur dari karang pembentuk terumbu yang dominan, seperti Karang bercabang dari jenis Acropora, dan disini perkembangan terumbu karang sangat cepat. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang optimal. Di belakang zona ini terdapat zona batas antara laut yang dalam dengan laut yang dangkal (reef edge). Daerah ini merupakan punggung bukit yang bebas dari karang dan ditutupi oleh alga koralin. Daerah ini juga menerima pengaruh yang kuat dari energi gelombang,

11 sehingga tidak terdapat organisme apapun kecuali alga koralin pembentuk lapisan kulit yang keras. Di sepanjang zona ini akan terdapat beberapa saluran-saluran air yang menghubungkannya dengan daerah dalam zona. W I N D Gambar 7 Profil umum zonasi terumbu pada tipe terumbu karang tepi (fringing reef) (Barnes 1980). Di belakang zona reef edge terdapat zona dataran terumbu (reef flat) yang sangat dangkal. Daerah ini merupakan daerah yang kompleks dengan berbagai faktor lingkungan seperti suhu, kekeruhan, dan terbuka di udara bebas. Faktor-faktor ini dilengkapi dengan kedalaman yang berbeda-beda dan berbagai tipe substrat (batu karang, pasir), membentuk sejumlah besar habitat yang menyebabkan zona ini terbagi menjadi beberapa bagian. Daerah ini juga merupakan salah satu daerah yang kaya akan spesies terumbu. Pencemaran Logam Berat Menurut Palar (2004), istilah logam berat digunakan untuk menyatakan pengelompokan ion-ion logam ke dalam tiga kelompok biologi dan kimia (biokimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur oksigen (oxygenseeking metal), (2) Logam-logam dengan mudah mengalami reaksi kimia bila

12 bertemu dengan unsur nitrogen atau belerang atau sulfur (nitrogen sulfur-seeking metal), dan terakhir (3) Logam antara atau transisi yang memiliki sifat spesifik sebagai logam pengganti (ion pengganti). Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Logam berat merupakan unsur kimia yang akhir-akhir ini ramai dituding sebagai bahan pencemaran air. Menurut Palar (2004), pencemaran yang dapat menghancurkan tatanan hidup biasanya berasal dari limbah yang memiliki daya racun tinggi, seperti limbah kimia (berupa persenyawaan maupun dalam bentuk unsur ionisasi) yang mempunyai bahan aktif dari logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis dan metabolisme tubuh hingga terputus. Di samping itu bahan beracun dari senyawa kimia juga dapat terakumulasi atau menumpuk dalam tubuh sehingga timbul gejala keracunan kronis. Bryan (1976) diacu dalam Supriharyono (2002) menyatakan, secara umum sumber-sumber pencemaran logam berat di laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber-sumber yang bersifat alami dan buatan. Logam berat yang masuk ke perairan laut secara alami berasal dari tiga sumber, yaitu: masukan dari daerah pantai (coastal supply) yang berasal dari sungai dan hasil abrasi pantai akibat aktivitas gelombang, masukan dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam-logam yang dibebaskan dari aktivitas gunung berapi di laut dalam dan partikel atau sedimen akibat proses kimiawi, serta masukan dari lingkungan dekat daratan pantai (termasuk logam yang ditransportasi ikan dari atmosfer sebagai partikel debu). Adapun sumber buatan (man-made) adalah logam-logam yang dibebaskan oleh proses industri logam dan batu-batuan. Beberapa jenis logam berat yang sering mencemari lingkungan antara lain adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Khromium (Cr) dan Nikel (Ni) (Palar 2004). Menurut Bryan (1976) diacu dalam Supriharyono (2002), ada 18 unsur logam yang dipertimbangkan ada kaitannya dengan masalah pencemaran air, walaupun beberapa diantara unsur-unsur logam tersebut merupakan unsur esensial bagi kehidupan organisme, namun dalam jumlah berlebih bersifat

13 racun dan menghambat kerja enzim. Jenis-jenis logam tersebut antara lain adalah Aluminium (Al), Antimony (Sb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr +6 ), Kobalt (Co), Copper (Cu), Iron (Fe), Lead (Pb), Mangan (Mn), Merkuri (Hg), Molybdenum (Mo), Nikel (Ni), Selenium (Se), Silver (Ag), Tin (Sn), Vanadium (V), dan Zinc (Zn). Logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup. Semua logam berat dapat menjadi bahan beracun jika masuk ke dalam tubuh organisme, namun demikian sebagian tetap dibutuhkan dalam jumlah tertentu. Bila kebutuhan dalam jumlah tertentu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme tersebut. Karena tingkat kebutuhannya sangat dipentingkan maka logam-logam tersebut juga dinamakan sebagai logam atau mineral esensial tubuh, seperti Zn, Mn, Co, Cu dan Fe. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam berat yang terlarut dalam badan perairan, yaitu : 1. Bentuk logam dalam air (senyawa organik atau senyawa anorganik baik yang tidak dapat larut maupun yang dapat larut). Senyawa organik (yang persisten) dapat larut dalam badan perairan sehingga dengan mudah dapat diserap oleh biota perairan. 2. Keberadaan logam-logam lain dalam badan perairan menyebabkan logam tertentu menjadi sinergenis atau antagonis. Logam berat yang sinergenis bila bertemu pasangannya akan membentuk persenyawaan yang dapat berubah fungsi menjadi racun yang berbahaya (daya racun berlipat ganda). Sebaliknya, logam berat yang antagonis bila bersenyawa dengan pasangannya akan berkurang daya racunnya. 3. Fisiologis dari biota (organismenya). Besar kecilnya jumlah logam berat yang terakumulasi dalam tubuh akan mempengaruhi daya racun yang ditimbulkan oleh logam berat. Proses fisiologi juga mempengaruhi peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan. Ini disebabkan karena ada organisme yang mempunyai toleransi tinggi (mampu menetralisir logam berat sampai konsentrasi tertentu) dan toleransi rendah (tidak mampu menetralisir logam berat). 4. Kondisi biota, biasanya berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota tersebut.

14 Akumulasi Logam Berat pada Biota Laut Mekanisme keracunan logam berat pada biota laut terbagi atas dua fase, yaitu fase kinetik dan fase dinamik. Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa seperti; penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme dan proses pembuangan atau eksresi. Adapun fase dinamik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi dalam tubuh, berupa katabolisme dan anabolisme yang melibatkan enzimenzim. Pada fase kinetik, toksikan (bahan-bahan beracun) dan atau protoksikan (bahan-bahan yang mempunyai potensi menjadi racun), akan mengalami proses sinergenis atau sebaliknya proses antagonis. Proses sinergenis merupakan proses atau peristiwa terjadinya penggandaan atau peningkatan daya racun yang sangat tinggi, sedangkan proses antagonis merupakan proses atau peristiwa pengurangan dan bahkan mungkin penghapusan daya racun yang dibina oleh suatu zat atau senyawa. Fase dinamik merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase dinamik ini bahan beracun yang tidak mampu dinetralisir oleh tubuh organisme akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil dari biosintesa seperti protein, enzim, asam inti dan lemak. Hasil reaksi yang terjadi antara bahan beracun dengan produk biosintesa ini bersifat merusak terhadap proses-proses biomolekul dalam tubuh. Ma ruf (2007) melakukan penelitian pada ikan beronang di wilayah pesisir Bontang Kuala, Kaltim dan mengamati tiga bagian tubuh ikan yaitu hati, insang dan daging. Konsentrasi logam Pb tertinggi ditemukan dalam organ hati (47,60 mg/kg), insang (30,35 mg/kg) dan daging tubuh (17,35 mg/kg). Sementara itu untuk konsentrasi logam Cd tertinggi di temukan pada organ hati (3,09 mg/kg), insang (2,69 mg/kg) dan daging tubuh (2,07 mg/kg). Menurut Palar (2004), keberadaan logam-logam berat dalam suatu perairan dapat mengakibatkan kematian terhadap beberapa jenis biota perairan, keadaan ini akan terjadi bila konsentrasi kelarutan dari logam berat pada badan perairan tersebut cukup tinggi. Tingkat kelarutan tersebut dapat dikatakan tinggi bila, jumlah yang terlarut dalam badan air melebihi jumlah kelarutan normalnya. Melalui cara yang rumit dan sangat panjang, dalam jumlah yang sedikit logam berat juga dapat membunuh organisme hidup. Proses itu diawali dengan peristiwa penumpukan

15 (akumulasi) logam berat dalam tubuh biota. Lambat laun penumpukan logam berat yang terjadi akan melebihi daya toleransi dari biotanya. Keadaan ini awalnya akan menyebabkan kerusakan jaringan hingga nantinya akan menjadi penyebab kematian pada biota. Porites sebagai Pencatat Dampak Lingkungan Terumbu karang di seluruh dunia merupakan objek yang paling intensif mengalami kerusakan. Sebagian besar daerah terumbu karang merupakan pendukung utama dalam menopang kehidupan manusia, tetapi keberadaan mereka terancam oleh aktivitas ekonomi yang mereka dukung. Dua faktor antropogenik yang turut menyumbangkan penurunan terumbu karang adalah eutrofikasi dan kerusakan akibat akivitas manusia. Dampak polutan jelas sangat merugikan bagi lingkungan perairan, misalnya penurunan keanekaragaman, penurunan produksi dan kematian karang. Scott (1990) dan Esslemont et al. (1999) mengatakan bahwa hewan karang sangat berguna sebagai indikator untuk melihat tingkat polusi yang terjadi pada suatu lingkungan karena dapat menggambarkan keberadaan logam lebih dari ratusan tahun. Karang dari genus Porites, dapat berfungsi sebagai pencatat dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan dan industri (Fallon et al. 2002; David 2003). Suatu daerah dengan dominasi karang dari genus Porites dapat menjadi dasar identifikasi kerusakan lingkungan akibat pengaruh aktivitas manusia. Hal ini berkaitan dengan tipe pertumbuhannya yang berbentuk masif dan ukuran polipnya yang sangat kecil sehingga mampu bertahan dalam kondisi perairan yang ekstrim. Selain logam berat, dampak sedimentasi juga dapat menjadi penyebab kematian karang. Sedimen dapat mempengaruhi kehidupan karang melalui beberapa cara. Penumpukan sedimen di atas koloni karang dapat membunuh jaringan dan sedimentasi yang berlebihan sering menimbulkan kematian. Karang memiliki beberapa mekanisme untuk membersihkan sedimen dari jaringannya, diantaranya dengan terus menerus mengambil air dan mengalirkannya melalui jaringan, menahan partikel-partikel yang menyebabkan sedimentasi dengan menggunakan silia dan gerakan tentakel serta mensekresi mukus (Stafford-Smith dan Ormond 1992).

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Filum Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum CTENOPHORA dan CNIDARIA dikelompokkan dalam COELENTERATA (berasal dari kata coelos = rongga tubuh atau selom dan enteron = usus). Coelenterata hidupnya di perairan laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

B. Ekosistem Hutan Mangrove

B. Ekosistem Hutan Mangrove B. Ekosistem Hutan Mangrove 1. Deskripsi merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh di daerah pasang surut pantai berlumpur. umumnya tumbuh

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar 71% permukaan bumi merupakan perairan. Oleh karena itu, dapat menyebabkan fungsi ekologis dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis memiliki iklim tropis dan perairannya lumayan dangkal, sehingga menjadi tempat yang optimal bagi ekosistem terumbu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

CIRI-CIRI COELENTERATA :

CIRI-CIRI COELENTERATA : FILUM COELENTERATA Coelenterata berasal dari kata KOILOS = rongga tubuh atau selom dan ENTERON = usus. Jadi COELENTERON artinya rongga yang berfungsi sebagai usus. Sering juga disebut CNIDARIA CIRI-CIRI

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemon Laut Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon laut ditemukan hidup secara soliter (individual) dengan bentuk tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik di darat, perairan maupun udara. Logam berat yang sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus lestari. Ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedugul adalah pusat produksi pertanian hortikultura dataran tinggi di Bali yang dikenal sebagai penghasil buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : MENGENAL PENCEMARAN RAGAM LOGAM oleh : Sherly Ridhowati, S.T.P. M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perairan Fisik Pola Pasang Surut dan Arus Pola pasang surut (pasut) yang terjadi di wilayah perairan Tanjung Jumlai adalah tipe campuran yang condong ke harian ganda

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota Propinsi Lampung terletak di bagian ujung selatan Pulau Sumatera. Secara geografis, Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA II. TELAAH PUSTAKA Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan

I. PENDAHULUAN. berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya. Momentum pembangunan dicapai dengan kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau diperlukan

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Geografis Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30 LS dan 106º43 00 BT-106º59 30 BT dan terletak di sebelah utara ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut

Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran Laut Pengertian Pencemaran Laut dan Penyebab Terjadinya Pencemaran Laut Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Chlorella SP 1. Klasifikasi Penamaan Chlorella sp karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi dan juga merupakan produsen primer dalam rantai makanan (Sidabutar, 1999).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA (= CNIDARIA) Cnido = penyengat Multiseluler Tubuh bersimetri radial Diploblastik (ektoderm dan endoderm) Diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Benar adanya bahwa air telah ada di planet ini jauh sebelum kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2 keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci