BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batak adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Suku Batak tidak hanya satu saja tetapi terdiri dari beberapa sub suku. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak antara lain Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing-Angkola, Batak Pakpak, Batak Simalungun (Kozok, 1999:12). Menurut mitos yang masih hidup hingga sekarang, leluhur pertama suku Batak bernama Siraja Batak (Simanjuntak, 2006:78). Masyarakat Batak, khususnya Batak Toba memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Adat istiadat ialah berbagai aktivitas sosial budaya termasuk upacara-upacara kebudayaan yang disepakati menjadi tradisi dan berlaku secara umum di masyarakat dan mencakup sistem kekerabatan di dalamnya. Sistem kekerabatan dalam masyarakat Batak Toba termasuk satu hal yang amat penting serta berperan banyak dalam hal menentukan perilaku hidup orang Batak sehari-hari termasuk di dalam adat (Revida, 2006:213). Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba tidak dapat dipisahkan dari falsafah hidupnya yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu mengandung nilai kekerabatan, religi, hagabeon (banyak keturunan, panjang umur, kepatuhan, ilmu pengetahuan, keberanian), hasangapon (kewibawaan), hamoraon (kekayaan dan pengayoman) (Siagian, 1992). Dalihan Na Tolu merupakan suatu pranata jika sudah menikah. Perkawinan bagi masyarakat Batak adalah semacam jembatan mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin laki-laki dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin perempuan (Siahaan, 1982:50). Dengan kata lain, pernikahan bukan hanya sekedar ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Tetapi pernikahan juga mempengaruhi pola kekerabatan dan hubungan tertentu 1

2 antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan serta diakuinya seseorang di dalam adat (Dafrina, 2009:12). Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Falsafah hidup Dalihan Na Tolu inilah yang hingga kini dipegang oleh Orang Batak. Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah Dalihan Na Tolu ini dipegang teguh dan menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak Toba yang harus selalu dijunjung tinggi (Tinambunan, 2010:159). Dalihan Na Tolu merupakan pondasi yang mendasar bagi adat istiadat masyarakat Batak Toba. Dalihan Na Tolu ditanamkan mulai dari lahir hingga mati pada orang Batak Toba. Prinsip Dalihan Na Tolu dijadikan konsep dasar kebudayaan Batak Toba baik di kampung halaman atau desa maupun tanah perantauan. Falsafah ini menjadi hal yang menentukan tindakan, pemikiran serta perilaku individu di dalam masyarakat Batak Toba. Hal ini dilatarbelakangi oleh keberadaan Dalihan Na Tolu itu sendiri yang diterima ditengah-tengah masyarakat Batak Toba sebagai suatu sistem sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang dianut hingga turun temurun oleh masyarakat Batak Toba dalam kehidupannya sehari-hari di lingkungannya. Sistem Dalihan Na Tolu dikalangan Batak Toba timbul pada dasarnya karena perkawinan antar marga yang disebut dengan perkawinan eksogami marga. Bagi masyarakat Batak Toba, upacara adat yang terpenting dan paling mendasari seseorang agar memiliki posisi dalam adat adalah perkawinan, karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan atau melaksanakan upacara adat lainnya seperti menyambut lahirnya seorang anak, memasuki rumah baru hingga upacara kematian dan lain sebagainya. Melalui Perkawinan akan muncul sebutan dan posisi hula-hula, dongan sabutuha dan boru. Sistem hubungan antara tiga kelompok kekerabatan ini merupakan suatu kesatuan sosial yang erat. Secara singkat, Dalihan Na Tolu mengatur mekanisme integritas dan identitas antar marga (clan) dan nilai tersebut diaplikasikan dalam bentuk sosial adat Dalihan Na Tolu (Yusrina & Nurdin, 2009). 2

3 Dalam adat-istiadat masyarakat Batak, ada tuntutan untuk segera menikah bagi orang yang telah dewasa. Hal ini dikarenakan perkawinan merupakan sarana untuk menciptakan relasi kekeluargaan dalam struktur Dalihan Na Tolu (Simanjuntak, 2006) yang secara literer Tungku Nan Tiga, yang digambarkan seperti batu tungku tempat perapian menanak nasi (berasal dari kata, dalih= tungku, n= nan/terdiri dari, tolu= tiga). Dalihan Na Tolu sebagai pemetaan masyarakat Batak Toba yang terdiri dari hula-hula, dongan sabutuha dan boru (Situmorang, 1999). Hula-hula adalah pihak yang mengambil putri dalam suatu perkawinan. Dongan sabutuha adalah teman semarga (dari kata dongan = teman, butuha = perut). Dongan sabutuha berarti saudara yang seibu-sebapa, berasal dari kandungan yang sama (disebut juga dengan dongan tubu) dalam arti luas yang disebut marga. Boru ialah pihak yang memberi anak putri dalam suatu pernikahan. Dari ketiga unsur tersebut, Pada dasarnya hubungan ketiga golongan dalam Dalihan Na Tolu bersifat universal. Setiap unsur memiliki posisi, hak dan kewajiban yang berbeda, namun pada prinsipnya sama. Setiap orang Batak Toba menduduki ketiga status ini, pada saat tertentu seseorang bisa menduduki posisi hula-hula, boru dan dongan tubu dalam upacara adat apabila sudah menikah (Vergouwen, 2004). Dalihan Na Tolu yang menjadi tonggak budaya Batak yang mengandaikan tiap individu berada dalam lembaga perkawinan dan sistem kekerabatan berdasarkan pertalian darah dan hubungan marga. Pernikahan membuat masyarakat Batak bersatu, berhubungan erat satu sama lain, artinya melalui perkawinan masyarakat Batak sangat terintegrasi (Simanjuntak, 2006). Lembaga perkawinan dan hubungan kekerabatan merupakan tiang terpenting yang menyangga kehidupan tiap orang Batak. Ada pepatah orang Batak yang berbunyi Magodang anak pangolihononhon, Magodang boru pamulion yang berarti dalam bahasa Indonesia anak-anak itu baik laki-laki maupun perempuan, jika sudah dewasa wajib dinikahkan. Orang Batak menyebut mati tanpa keturuan sebagai mate ponggol yang secara literer berarti mati terputus. Ada 3

4 umpama/pepatah Batak mengatakan, Hosuk humosukhosuk, hosuk di tombak ni Batangtoru; Porsuk ni na porsuk, sai umporsuk dope na so maranak so marboru yang berarti dalam bahasa Indonesia penderitaan yang terberat adalah tidak memiliki keturunan (Sihombing, 1986). Sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu yang bersifat patrilinear sehingga laki-laki menjadi pemeran utama dalam kehidupan bermasyarakat. Perempuan adalah bagian dari kerabat ayahnya saat ia gadis, kemudian setelah menikah perempuan menjadi bagian kelompok kekerabatan suaminya (Hutabarat, 1999). Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya dan dari hubungan masyarakat Batak Toba ketika menikahkan anak perempuan, akan menetap di pihak laki-laki. Hal ini juga terjadi karena pemberian marga sesuai dengan marga dari suami ketika sudah menikah dan perempuan harus mengikuti marga dari suaminya tersebut. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat Batak Toba dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum perempuan. Dalam masyarakat Batak Toba anak perempuan belum dikatakan dewasa apabila belum kawin dan mendirikan rumah tangga sendiri. Sebelum kawin meskipun anak perempuan yang sudah cukup umur pada zaman dahulu, tidak memberikan iuran (guguan) pada pesta adat di masyarakat karena dianggap masih menjadi beban orang tuanya. Hal ini tetap berlaku meskipun perempuan tersebut sudah mempunyai pekerjaan. Kedudukannya hanya akan berubah apabila sudah kawin. Ketika perempuan kawin, mulai saat itu dia sudah diterima dalam adat (Vergowen, 2004: ). Namun yang terjadi saat ini masyarakat mengalami perubahan sebagaimana semua organisme hidup lainnya khususnya perempuan sebagai salah satu bagian besar dalam masyarakat juga mengalami perubahan. Pada kenyataannya saat ini ada perempuan Batak Toba yang tidak menikah namun sudah berusia matang. Padahal bagi orang Batak Toba perempuan Batak ketika belum menikah pada usia yang terbilang sudah matang adalah kondisi yang sulit 4

5 karena dalam falsafah-falsafah hidup orang Batak didapati adanya tuntutan bagi orang dewasa untuk menikah. Masyarakat juga memahami bahwa kodrat perempuan adalah menjadi istri dan ibu sehingga mengakibatkan adanya desakan sosial bagi perempuan bahwa pernikahan adalah kewajiban bagi perempuan. Maraknya perempuan yang hidup melajang salah satunya diakibatkan karena adanya perubahan pada ilmu pengetahuan dan modernisasi yang membuat pola pikir perempuan semakin berkembang dan dapat menyaingi laki-laki. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat maka posisi perempuan berubah dari sektor domestik menjadi terlibat dalam sektor publik. Dapat dilihat dalam hal pekerjaan kaum perempuan dan laki-laki tidak dibedakan, yang mana disesuaikan dengan bidang kemampuannya. Kaum perempuan saat ini mempunyai alasan yang berbeda-beda dalam menanggapi adat yang melekat di dalam dirinya sehingga pernikahan bukan lagi menjadi hal yang diutamakan oleh perempuan. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan kebudayaan Batak Toba yang menjunjung tinggi falsafah Dalihan Na Tolu dimana nilai-nilainya dicapai hanya melalui pernikahan dan membentuk kekerabatan yang baru dengan clan marga yang lain. Pilihan hidup tidak menikah pada perempuan Batak Toba ini juga memunculkan stereotype negatif dari masyarakat Batak Toba. Misalnya perempuan yang hidup melajang sering dikatakan karena tidak laku, terlalu memilih jodoh, sampai dengan istilah perawan tua. Stereotype negatif akan ditujukan bagi mereka yang belum menikah di usia yang sudah dianggap sepantasnya. Pernikahan menjadi sesuatu yang wajib dilakukan agar tidak dianggap menyimpang dari norma masyarakat. Sebutan perjaka tua tersedia bagi laki-laki, sedangkan perempuan disebut dengan istilah perawan tua. Namun, sebutan itu sering dirasakan berdampak jauh lebih besar bagi perempuan dibandingkan kepada laki-laki (Dafrina, 2009). Perubahan pada perempuan Batak Toba ini khususnya terjadi ketika berada di perantauan yang jauh dari wilayah Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan 5

6 suku Batak yang ada di perantauan cenderung jauh dari kegiatan adat sehingga pemeliharaan adat tidak seperti di Bona Pasogit (tanah kelahiran Batak Toba) serta karena adanya sistem yang terbuka dalam lapisan masyarakat. Penerapan Dalihan Na Tolu tidak lagi seketat dan sekental di tanah Batak Toba. Perubahan yang terjadi selain karena komposisi penduduk yang heterogen serta perubahan lingkungan hidup, juga disebabkan oleh adanya penyebaran kebudayaan lain ke dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara pelan-pelan dan biasanya tanpa disadari, berbagai pola perilaku, norma, nilai, dan pranata menjadi berubah karena sebagian dari unsur kebudayaan dan struktur sosial yang telah berlaku harus diubah dan disesuaikan dengan komposisi penduduk yang menjadi warga masyarakat tersebut. Adaptasi dan interaksi menjadi salah satu yang wajib dilakukan oleh orang Batak ketika sampai di tanah rantau. Yogyakarta sebagai salah satu kota budaya dan pendidikan dikenal sebagai salah satu kota perantauan bagi suku Batak Toba. Perantauan dilakukan dengan menjadi pekerja maupun sebagai pelajar di Yogyakarta. Banyaknya perkumpulan atau komunitas suku Batak Toba yang terbentuk atas dasar kesamaan marga membuktikan bahwa banyaknya suku Batak Toba di Yogyakarta. Saat ini terdapat beragam perkumpulan perantau suku Batak Toba di Yogyakarta baik dalam bentuk arisan marga, komunitas Batak dari gereja, komunitas Batak dari musik tradisi Batak, maupun perkumpulan marga (Hutagaol, 2013). Berdasarkan hal yang diuraikan diatas maka dapat dilihat permasalahannya adalah perempuan Batak Toba yang memilih untuk tidak menikah dan merantau telah mengalami pergerseran dalam memahami falsafah hidup Dalihan Na Tolu sehingga muncul pilihan hidup tidak menikah dan tentunya menjadikan perempuan-perempuan ini tidak menjalankan adat dan dianggap mengingkari adat kebiasaan dalam masyarakat Batak Toba. Sebagai perempuan yang diikat oleh kebudayaan yang menjunjung tinggi Dalihan Na Tolu, pilihan untuk tidak menikah merupakan hal yang sangat bertolak belakang dengan falsafah hidup yang harus dijalankannya dan masih mengutamakan unsur budaya tradisional ( Bagi masyarakat Batak 6

7 Toba adat harus selalu dilestarikan dan dijunjung tinggi, terlukis dari ungkapan atau pepatah Batak Toba raja na di jolo, martungkot siala gundi, adat pinungka ni na parjolo, siihut honon ni parpudi (raja yang terdahulu bertongkat siala gundi, adat yang diciptakan orang dahulu harus diikuti orang yang kemudian). Hal inilah yang menarik minat penulis untuk meneliti sejauh mana pergeseran pemaknaan falsafah Dalihan Na Tolu pada perempuan tidak menikah sehingga tidak lagi memegang falsafah Batak Toba Dalihan Na Tolu di Yogyakarta saat ini Rumusan Masalah Dalihan Na Tolu merupakan falsafah yang dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat yang mengandung nilai utama dari inti budaya masyarakat Batak Toba. Selain menciptakan kekerabatan, Dalihan Na Tolu merupakan landasan suku Batak Toba apabila melaksanakan upacara adat. Nilai-nilai dan posisi yang terkandung di dalam Dalihan Na Tolu dapat dijalankan seseorang dalam adat Batak Toba apabila sudah menikah khususnya perempuan. Namun yang terjadi saat ini, seiring dengan perkembangan zaman yaitu adanya perempuan yang tidak menikah sehingga bertolak belakang dengan kebudayaan yang melekat dalam dirinya. Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Sejauh mana pergeseran pemaknaan perempuan tidak menikah terhadap falsafah hidup Dalihan Na Tolu? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mengidentifikasi aspek perubahan sosial yang terjadi di kalangan perempuan Batak Toba yang tidak menikah yang merantau di Yogyakarta serta memahami sejauh mana pergeseran 7

8 yang terjadi pada perempuan Batak Toba khususnya dalam memahami nilai Dalihan Na Tolu yang menjadi setting sosialnya Manfaat Penelitian Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berarti bagi pengembangan keilmuan, terutama sosiologi yang berkaitan dengan masyarakat dan individu serta menjadi bahan kajian untuk kepentingan yang lebih bermanfaat Manfaat praktis Menjadi sumbangan bagi upaya pelestarian tradisi suku Batak Toba yang saat ini dirasa telah terjadi perubahan dalam penerapannya dan masukan kepada semua pihak yang peduli maupun yang berkepentingan terhadap masalah ini serta memberikan gambaran tentang bentuk perubahan sosial kultural atau pergeseran yang terjadi di kalangan perempuan Batak Toba yang tidak menikah yang merantau di Yogyakarta saat ini dalam memahami falsafah hidup Dalihan Na Tolu Landasan Teori Tinjauan Pustaka Ada sebuah penelitian dilakukan oleh Prima Dafrina Hutagalung mahasiswa Universitas Sumatera Utara Tahun 2010 tentang Fenomena Pilihan Hidup Tidak Menikah (Studi Deskriptif Pada Wanita Karir Etnis Batak Toba di Kota Medan) dalam penelitiannya dikatakan hidup melajang adalah merupakan fenomena yang tidak disukai oleh anggota keluarga, dan merupakan salah satu bentuk penyimpangan bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang 8

9 dilakukan pada wanita karir etnis Batak Toba di Kota Medan tersebut, pilihan tidak menikah dilihat karena wanita sudah berada pada Comfort zone (memiliki kedudukan tertentu dan telah memiliki pendapatan yang telah memadai) alias sudah kadung (terlanjur) asyik dengan kehidupan melajang. Terjadinya perubahan yang cepat pada wanita dibandingkan pria di Indonesia. Wanita Indonesia makin cerdas, berpendidikan dan makin mudah beradaptasi dengan perubahan. Ini membuat para wanita susah untuk menentukan pilihan hidupnya untuk berkeluarga. Kecenderungan saat ini wanita bisa berpikir lebih rasional dan tidak lagi emosional, dan yang terpenting lagi adalah mampu untuk mengontrol diri. Berdasarkan gambaran tersebut dalam pandangan masyarakat Batak Toba dihasilkan kesimpulan bahwa wanita karir etnis Batak Toba, yang memilih untuk tidak menikah mendapat respon yang biasa saja dari masyarakat Batak Toba, walaupun ada pertentangan pada masyarakat karena pada umumnya masyarakat Batak Toba mempunyai nilai-nilai prinsip pada kehidupan Batak Toba untuk menuju kesempurnaan yaitu hamoraon, hasangapon, dan hagabeon dimana ketiga prinsip ini hanya dapat tercapai apabila sudah menikah. Hal ini disebabkan karena wanita karir sudah mengalami perubahan untuk dapat berada pada sektor publik, bukan hanya laki-laki saja yang bisa bekerja dan dihargai di lapisan masyarakat, tetapi wanita juga dapat dihargai dilingkungannya. Namun dalam penelitian tersebut tidak dibahas mengenai perubahan sosial perempuan Batak Toba yang tidak menikah padahal memiliki kebudayaan yang sangat kental dan menjunjung tinggi Dalihan Na Tolu, apalagi jika perempuan tersebut lebih memilih melajang karena berbagai dorongan sehingga mengesampingkan sistem kebudayaan yang seharusnya melekat dalam hidupnya dan harus dijalankannya. Tetapi penelitian tersebut telah menggugah minat penulis untuk lebih mengetahui tentang perubahan sosial pada perempuan Batak Toba yang tidak menikah. 9

10 Teori Perubahan Sosial Perubahan adalah proses sosial yang dialami oleh masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem sosial, semua tingkatan kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan polapola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial baru (Susanto, 1979). Menurut Sztompka, masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan ditingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi, dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka, 2004). Alfred (dalam Sztompka, 2004), menyebutkan masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan objek semu yang kaku tetapi sebagai aliaran peristiwa terus-menerus tiada henti. Diakui bahwa masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu di dalamnya, seperti adanya tindakan, perubahan, dan proses tertentu yang senantiasa bekerja. Perubahan sosial sebagai perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga, dan struktur sosial pada waktu tertentu. Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. 10

11 Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat itu tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya. Gerth dan Mills (dalam Soekanto, 1983) mengasumsikan beberapa hal, misalnya perihal pribadi-pribadi sebagai pelopor perubahan, dan faktor material serta spiritual yang menyebabkan terjadinya perubahan. Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Lebih lanjut menurut Soekanto, faktorfaktor yang menyebabkan perubahan adalah: a. Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi b. Sikap-sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah c. Perubahan struktural dan halangan struktural d. Pengaruh-pengaruh eksternal e. Pribadi-pribadi kelompok yang menonjol f. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu g. Peristiwa-peristiwa tertentu h. Munculnya tujuan bersama Selanjutnya Bottomore juga mengatakan bahwa perubahan sosial mempunyai kerangka. Adapun susunan kerangka tentang perubahan sosial, antara lain : a. Perubahan sosial itu dimulai pada suatu masyarakat mana yang pertamatama mengalami perubahan. Kondisi awal terjadinya perubahan mempengaruhi proses perubahan sosial dan memberikan ciri-ciri tertentu yang khas sifatnya. b. Kecepatan proses dari perubahan sosial tersebut mungkin akan berlangsung cepat dalam jangka waktu tertentu. 11

12 c. Perubahan-perubahan sosial memang disengaja dan dikehendaki. Oleh karenanya bersumber pada prilaku para pribadi yang didasarkan pada kehendak-kehendak tertentu (Soekanto, 1990). Perubahan sosial selalu mendapat dukungan/dorongan berbagai faktor. Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, adalah: a. Kontak dengan kebudayaan lain Salah satu proses yang menyangkut dalam hal ini adalah difusi. Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari perorangan kepada perorangan lain, dan dari masyarakat kepada masyarakat lain. Dengan difusi, suatu inovasi baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat disebarkan kepada masyarakat luas di dunia sebagai tanda kemajuan. b. Sistem pendidikan yang maju Pendidikan formal sangat penting, karena dengan pendidikan formal masyarakat akan mendapatkan nilai-nilai tertentu untuk menerima hal-hal baru dan berpikir lebih rasional dan ilmiah serta cara pandang terhadap masalah yang lebih obyektif. c. Sikap menghargai hasil karya dan keinginan-keinginan untuk maju Keinginan-keinginan untuk maju merupakan salah satu pendorong bagi jalannya perubahan-perubahan. Apabila sikap tersebut telah melembaga, maka masyarakat akan memberikan pendorong bagi usaha-usaha untuk mengadakan penemuan-penemuan baru. d. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat Sistem terbuka memungkinkan adanya gerakan mobilitas sosial vertikal secara luas yang berarti memberi kesempatan perorangan untuk maju atas dasar kemampuan-kemampuanya. 12

13 e. Penduduk yang heterogen Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang memiliki latar belakang, ras, dan ideologi yang berbeda mempermudahkan terjadinya kegoncangan yang mendorong terjadinya proses perubahan. f. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu Ketidakpuasan baik dalam sistem kemasyarakatan, ekonomi dan keamanan akan mendorong masyarakat melakukan perubahan sistem yang ada dengan cara menciptakan sistem baru agar sesuai dengan kebutuhan. g. Orientasi ke depan Seseorang dalam masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa masa yang akan datang berbeda dengan masa sekarang sehingga masyarakat berusaha menyesuaikan diri baik yang sesuai keinginannya. Untuk itu masyarakat umumnya berusaha melakukan perubahan-perubahan agar dapat menerima masa depan. Selain itu ada juga faktor-faktor yang menghambat tejadinya perubahan: a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat c. Sikap masyarakat yang tradisionalistis d. Adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan f. Prasangka terhadap hal-hal yang baru/asing g. Hambatan ideologis h. Kebiasaan i. Nilai pasrah (Soekanto, 1990). Perubahan sosial akan mengubah adat, kebiasaan, cara pandang, bahkan ideologi suatu masyarakat. Hal ini tentu saja memengaruhi pola dan perilaku masyarakat. Hal-hal positif atau bentuk kemajuan akibat adanya perubahan sosial 13

14 memunculkan ide-ide budaya baru yang sesuai dengan perkembangan zaman, membentuk pola pikir masyarakat yang lebih ilmiah dan rasional, terciptanya penemuan-penemuan baru yang dapat membantu aktivitas manusia dan munculnya tatanan kehidupan masyarakat baru yang lebih modern dan ideal. Namun perubahan sosial juga akan memunculkan hal-hal negatif atau bentuk kemunduran dimana tergesernya bentuk-bentuk budaya nasional oleh budaya asing yang terkadang tidak sesuai dengan kaidah budaya-budaya nasional, adanya beberapa kelompok masyarakat yang mengalami ketertinggalan kemajuan budaya dan kemajuan zaman, baik dari sisi pola pikir ataupun dari sisi pola kehidupannya (cultural lag atau kesenjangan budaya), munculnya bentuk-bentuk penyimpangan sosial baru yang makin kompleks, lunturnya kaidah-kaidah atau norma budaya lama, misalnya lunturnya kesadaran bergotong-royong di dalam kehidupan masyarakat kota (Susanto, 1978). Adapun proses-proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat berupa penyesuaian masyarakat terhadap perubahan, saluran-saluran perubahan yang dilalui oleh suatu proses perubahan, disorganisasi (disintegarsi) dan reorganisasi (reintegarsi). Organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan bagian dari satu kebulatan yang sesuai dengan fungsinya masingmasing. Disorganisasi adalah proses berpudarnya norma dan nilai dalam masyarakat, dikarenakan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam lembaga-lembaga masyarakat. Reorganisasi adalah proses pembentukan normanorma dan nilai-nilai yang baru agar sesuai dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat tentunya menggeser makna dari falsafah Dalihan Na Tolu yang menjadi sistem sosial dan mengatur kehidupan masyarakat Batak Toba yang memiliki nilai-nilai tersendiri. Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam 14

15 masyarakat (Soemardjan, 1962). Perubahan nilai-nilai kultural yang dimiliki dari nenek moyang Batak Toba kepada masyarakat Batak Toba saat ini yang kemungkinan besar sudah memiliki nilai-nilai yang berbeda, membuat individu khususnya perempuan Batak Toba ini memandang berbeda dari makna nilai-nilai falsafah yang sebenarnya. Perubahan selalu terjadi seiring perjalanan waktu, menurut Macionis (dalam Usman, 2004) terdapat empat karakteristik perubahan. Pertama, perubahan sosial akan selalu terjadi dalam setiap masyarakat, tergantung dimana setting terjadinya, ketika perubahan terjadi di masyarakat primitive maka perubahan akan berjalan lambat, akan tetapi jika perubahan terjadi di masyarakat berteknologi maka perubahan akan berjalan cepat. Kedua, perubahan sosial sulit di kontrol, atau mungkin hanya sekedar rekayasa si penguasa. Ketiga, perubahan sosial sering memunculkan kontroversi. Keempat, perubahan sosial selalu berpihak pada satu pihak, di waktu yang bersamaan merugikan pihak yang lain Teori Pilihan Rasional Dalam menganalisis perubahan yang menjadi dasar perempuan memiliki pilihan tersendiri dalam hidupnya sehingga memilih untuk tidak menikah namun bertentangan dengan adat yang melekat pada dirinya, digunakan teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan itu) ditentukan oleh nilai atau pilihan ( Coleman, 1990:13). Dasar untuk teori pilihan rasional adalah asumsi bahwa fenomena sosial yang kompleks dapat dijelaskan dalam kerangka dasar tindakan individu di mana mereka tersusun. Sudut pandang ini, yang disebut metodologi individualisme, menyatakan bahwa unit elementer kehidupan sosial adalah tindakan individu. Hal ini untuk menjelaskan perubahan sosial adalah bagaimana mereka timbul sebagai akibat dari aksi dan interaksi individu. 15

16 Dalam teori pilihan rasional, masing-masing pilihan perempuan Batak Toba ini untuk tidak menikah didorong oleh keinginan atau tujuan yang mengungkapkan 'preferensi'. Mereka bertindak dengan spesifik, mengingat kendala dan atas dasar informasi yang mereka miliki tentang kondisi di mana mereka bertindak. Paling sederhana, hubungan antara preferensi dan kendala dapat dilihat dalam istilah-istilah teknis yang murni dari hubungan dari sebuah sarana untuk mencapai tujuan. Karena tidak mungkin bagi individu untuk mencapai semua dari berbagai hal-hal yang mereka inginkan, mereka juga harus membuat pilihan dalam kaitannya dengan tujuan mereka dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Teori pilihan rasional berpendapat bahwa individu harus mengantisipasi hasil alternatif tindakan dan menghitung bahwa yang terbaik untuk mereka. Rasional individu memilih alternatif yang akan memberi mereka kepuasan terbesar. Individualisme metodologis teori pilihan rasional membuat mereka mulai keluar dari tindakan-tindakan masyarakat Batak pada umumnya. Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuannya, aktor pun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor (coleman, 1990). Perilaku yang terjadi pada perempuan Batak Toba yang tidak menikah ini tidak lepas dari sebuah pengambilan keputusan. Menurut coleman, aktor akan bertindak untuk mencapai tujuannya dengan memuaskan dirinya sendiri melalui prefrensi-prefrensi (nilai). Untuk mengetahui tindakan aktor-aktor tersebut, maka data-data individu dikumpulkan untuk mengetahui fenomena yang terjadi dalam tataran sistem sosial, intinya tindakan makro yang terjadi karena tindakan aktor- 16

17 aktor (mikro). Dalam hal ini untuk memenuhi tujuan atau maksudnya, aktor akan berpikir rasional sesuai dengan keadaan kelompok sosial (masyarakat). Teori pilihan rasional Coleman tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (Ben Agger, 2003). Sesuai dengan teori pilihan rasional, masing-masing perempuan memiliki alasan hingga memilih untuk tidak menikah. perempuan-perempuan ini membuat cara tersendiri yang dianggap akan membuat mereka mencapai tujuannya. Cara itu ialah dengan memilih hidup tidak menikah. Keinginan-keinginan secara pribadi memunculkan pilihan-pilihan rasional perempuan ini. Perempuan-perempuan Batak Toba ini kemudian bertindak sesuai dengan keinginannya, yang dianggap mampu mencapai tujuannya. Namun perempuan Batak Toba yang membuat pilihan untuk tidak menikah dianggap mengingkari adatnya dan keluar dari tindakan-tindakan yang seharusnya dilaksanakan oleh orang Batak Toba Metode Penelitian Metode atau cara penelitian merupakan sebagai proses dan teknik pengadaan penelitian, mulai dari penentuan fokus penelitian, pencarian data, analisa data, sampai menyimpulkan hasil penelitian ke dalam laporan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat menganalisa realitas sosial yang terjadi pada perempuan Batak Toba ini secara lebih mendalam. Penelitian ini dilakukan dengan intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisme, individu-individu, atau gejala tertentu. Metode deskriptif memberikan gambaran dan melaporkan apa saja yang telah diperoleh dari hasil penelitian terhadap perubahan sosial perempuan Batak Toba yang tidak menikah (Arikunto, 1991:115). Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba (Pujosuwarno, 1992:34) menyebutkan bahwa pendekatan kualitatif dapat juga disebut dengan case study 17

18 ataupun qualitative, yaitu penelitian yang mendalam dan mendetail tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek penelitian Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Peneliti mengumpulkan data para informan dengan cara berinteraksi dengan para informan lebih dari satu kali. Dalam penelitian ini kriteria informan yang ditentukan adalah: 1. Perempuan Batak Toba yang tidak menikah sudah berusia tahun. Usia 30 tahun merupakan usia kritis bagi perempuan yang belum menikah dan pada usia awal 40-an masih terdapat sedikit keinginan pada perempuan untuk menikah, namun keinginan tersebut akan berkurang pada usia lebih dari 50 tahun keatas (Hurlock, 1993). 2. Perempuan tersebut bersuku Batak Toba dan tinggal merantau di Yogyakarta. 3. Jumlah informan yang telah ditetapkan adalah enam orang. Dari ke enam informan masing-masing adalah Merry Tobing (39), Yemima Silaban (36), Ria Simanjuntak (55), Sintia Sihotang (44), dan Esti Silalahi (32). Sebelum menetapkan informan sebagai subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu menjalin komunikasi kepada orang-orang dilingkungannya, baik teman maupun kerabatnya untuk menanyakan mengenai status maupun keadaan perempuan-perempuan ini berdasarkan pengamatan teman-temannya maupun hasil dari curahan hati informan kepada orang terdekatnya. Tujuannya, agar memantapkan peneliti dalam memilih informan yang sesuai dengan kriteria penelitian. Sehingga saat melakukan permohonan kepada perempuan-perempuan Batak Toba yang tidak menikah untuk menjadi informan tidak terjadi kesalahpahaman dan menyinggung para informan. 18

19 Dalam mengumpulkan informasi dan data peneliti pergi ke gereja HKBP untuk menemukan informan sesuai dengan kriteria, dimana peneliti mengharapkan adanya informan yang masih menjadi jemaat di HKBP. Di gereja peneliti kemudian menanyakan kepada natua-tua dan pemuda-pemudi gereja informan yang peneliti harapkan. Selama ikut beribadah di HKBP peneliti juga melakukan pengumpulan data mengenai adat Batak Toba di Yogykarta. Informan yang dipilih untuk mengumpulkan data mengenai adat Batak Toba dirantau adalah sintua gereja HKBP dan tokoh adat Batak Toba. Selain itu, peneliti juga ikut kegiatan sosial di sebuah LSM sebagai volenteer, peneliti mendapat informasi dari teman terdekat informan sehingga peneliti ikut serta dalam kegiatan LSM tersebut agar dapat berinteraksi langsung dengan informan. Informan yang lainnya ditemukan peneliti karena sudah saling mengenal sebelumnya. Penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan untuk memperoleh data mengenai perubahan sosial yang terjadi pada perempuan yang tidak menikah, teknik yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut : a. Data primer; data yang diperoleh langsung dari perempuan Batak Toba yang tidak menikah, adapun teknik pengumpulan data primer adalah: Wawancara Mendalam (Indepth Interview); proses selama mengumpulkan data, peneliti berinteraksi lebih dari sekali dengan para informan. Hal ini bertujuan agar terjalin hubungan yang akrab dengan informan. Penelitian ini bersifat mengetahui urusan pribadi seseorang, sehingga peneliti merasa perlu melakukan interaksi yang membuat informan nyaman sehingga peneliti akan memperoleh data yang maksimal sesuai dengan harapan. Wawancara dilakukan setelah pertemuan ke-3 dengan Merry (39), pertemuan ke-4 dengan Sintia (44), pertemuan ke-5 dengan Ria (55) dan Esti (32) beserta Yemima (36) adalah informan yang sudah peneliti kenal sebelumnya. Wawancara dengan Merry (39) dan Esti (32) dilakukan saat makan siang bersama, dengan Ria (55) dan Sintia (44) dirumahnya dan dengan Yemima (36) dilakukan di 19

20 ruang pelayanan gereja. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti dan informan berkomunikasi seperti biasanya agar tercipta suasana nyaman. Kemudian bersepakat untuk mulai masuk pada wawancara. Peneliti mengajukan pertanyaan yang telah peneliti persiapkan. Wawancara dilakukan bebas terpimpin, tidak semua pertanyaan diajukan karena peneliti sudah menemukan sebahagian informasi selama berinteraksi dengan informan melalui percakapan sehari-hari. Pedoman wawancara hanya berfungsi untuk melihat pertanyaan yang terlewatkan yang peneliti belum dapatkan dan ingin ketahui. Observasi; seperti yang telah dijelaskan diatas, peneliti ikut serta dalam kegiatan beberapa informan. Peneliti juga pergi gereja bersama dengan informan bahkan sekedar jalan-jalan dan makan bersama di mall. Peneliti juga menjalin komunikasi dengan temanteman terdekatnya untuk mengetahui bagaimana perilaku informan dengan lingkungannya. Pendekatan dengan informan ini juga dilakukan untuk mengetahui perilaku serta bagaimana informan dalam kesehariannya. Selama berinteraksi dengan mereka, peneliti juga merasa komunikasi berjalan dengan sangat menyenangkan. Seluruh informan menunjukkan sikap yang positif. b. Data sekunder; data yang diperoleh untuk mengetahui adat Batak Toba lebih dalam dan jelas. Peneliti memuat data sekunder melalui bacaanbacaan yang diperoleh dari beberapa sumber. Peneliti juga melakukan pengumpulan data melalui informasi yang diperoleh dari tokoh adat Batak di Yogyakarta agar mendapat data mengenai adat Batak Toba di Yogyakarta saat ini. selain itu peneliti juga memperoleh data mengenai Batak Toba dari Sintua Gereja di HKBP. 20

21 Analisis Data Setelah melakukan pengamatan, wawancara dan pengumpulan data. Peneliti kemudian menganalisis apa yang telah ditemukan di lapangan. Peneliti menyajikan hasil dari wawancara dengan seluruh informan maupun dari Sintua atau tokoh adat Batak Toba di Yogyakarta. Kemudian peneliti menggolongkannya berdasarkan apa yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini dan perubahan apa yang peneliti temukan pada perempuan-perempuan Batak Toba ini. peneliti membuang yang tidak perlu agar fokus pada apa yang ingin diteliti. Setelah seluruh gambaran dan analisis dilakukan, maka peneliti menarik kesimpulan dari apa yang telah ditemukan dilapangan sesuai dengan rumusan masalah. Analisis data dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, baik data primer maupun sekunder sehingga menghasilkan data yang bersifat deskriptif analisis, yakni data yang dinyatakan secara utuh dan diperoleh secara langsung dari pedoman pertanyaan. Analisis data terdiri dari tiga hal, yaitu penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1992). Dengan dilakukannya analisis terhadap data yang didapatkan maka diperoleh gambaran bagaimana perubahan sosial pada perempuan Batak Toba yang tidak menikah yang tidak berpegang pada falsafah dalihan na tolu di yogyakarta. Reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis ketika melakukan wawancara dengan perempuan Batak Toba yang tidak menikah ini. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles & Huberman, 1992). Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari konfigurasi yang utuh. Penarikan kesimpulan merupakan penjelasan dari pengumpulan data perempuan- 21

22 perempuan yang tidak menikah ini, menganalisis dan mulai mencari perubahanperubahan apa yang terjadi serta apa pendorong perubahan sosial pada perempuan Batak Toba yang tidak menikah. 22

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini. BAB V KESIMPULAN Suku Batak Toba merupakan suku yang kaya akan budaya salah satunya falasafah Dalihan Na Tolu yang menjadi landasan orang Batak Toba dalam bermasyarakat. Dalihan Na Tolu ini mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut psikolog Ratih Ibrahim sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut psikolog Ratih Ibrahim sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kini sudah jadi kecenderungan orang menikah di usia yang lebih tua dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut psikolog Ratih Ibrahim sebagaimana yang dikutip

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui, Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai-bagai pulau dari Sabang sampai Merauke, dan didiami oleh berbagai-bagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK FENOMENA PILIHAN HIDUP TIDAK MENIKAH (STUDI DESKRIPTIF PADA WANITA KARIR ETNIS BATAK TOBA DI KOTA MEDAN) SKRIPSI Diajukan Oleh PRIMA DAFRINA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Adat istiadat merupakan konsepsi pemikiran yang lahir sebagai rangkaian pemikiran manusia yang bersumber dari hakikat kemajuan akalnya. Sebelumnya disebut bahwa adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultural, hal ini terbukti dengan banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mempunyai budaya berbedabeda. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dengan berbagai nilai budaya dan beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: ) 11. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Upacara Adat Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian pustaka.kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak Merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia yang mana sebagian besar bermukim di Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan sebagai Batak yaitu Batak Toba, Batak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkat-tingkat) sosial. Perbedaan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan kebahagiaan, kebanggaan, penerus keturunan, serta harta kekayaan pada sebuah keluarga. namun tidak semua keluarga dapat memperoleh keturunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak merantau. Suku Batak terdiri dari beberapa subsuku, yaitu: Toba,

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Pekerjaan Dalam Masyarakat Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki kebudayaan sendiri yang menjadi ciri khas bagi setiap suku tersebut. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat lebih dari 500 etnis di Indonesia (Suryadinata, 1999). Suku Batak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Proses keberlangsungan pendidikan akhlak disejumlah daerah pada setiap keluarga Batak Toba Islam secara subtansial dapat dikatakan berasal dari pesan ajaran Islam serta pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam dari kebudayaan yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi sumatera utara dewasa ini mencatat adanya suku Batak dan Suku Melayu sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Budaya merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Nilai Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Konsep Perubahan Sosial Konsep Modernisasi Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hula - hula dalam adat Batak Toba adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Hula - hula merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki pasangan untuk menikah adalah harapan setiap individu. Pasangan adalah teman hidup di saat senang maupun susah, setiap orang mempunyai ekspektasi tersendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia memiliki kodrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu Toba, Simalungun, Karo, Angkola/Mandailing dan Pakpak Dairi. Namun sekarang ini sebutan Batak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Biasanya pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide-ide di dalam pikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan serta memiliki beraneka ragam budaya. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya suku ataupun etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas hingga Pulau Rote. Indonesia memiliki tidak kurang dari 400 suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk komunikasi dan situasi. Kehidupan semacam inilah terjadi interaksi, dari hasil interaksi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Proses pernikahan menjadi salah satu upaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap suku-suku pasti memiliki berbagai jenis upacara adat sebagai perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain

BAB I PENDAHULUAN. yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dunia merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan yang memiliki beberapa pulau-pulau besar, yang salah satunya adalah Pulau Jawa yang merupakan pulau besar yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci