5 PEMBAHASAN Kondisi Perairan Komposisi dan Sebaran Ikan
|
|
- Yuliana Budiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 PEMBAHASAN Kondisi Perairan Warna perairan Waduk Ir. H. Djuanda adalah hijau dan hijau kecoklatan. Warna hijau kecoklatan hanya ditemukan di Cilalawi dan Jamaras. Cilalawi dan Jamaras merupakan stasiun yang berada dekat dengan sungai yang merupakan inlet Waduk Ir. H. Djuanda sehingga pengaruh masukan air dari sungai masih besar dan sering terjadi. Padatan tersuspensi yang dibawa dari sungai diduga merupakan penyebab warna kecoklatan pada air di Cilalawi dan Jamaras. Padatan tersuspensi tersebut pula yang menyebabkan kecerahan di Cilalawi dan Jamaras memiliki nilai minimum yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun yang lain. Padatan tersuspensi tersebut mengakibatkan perairan menjadi keruh dan menghalangi penetrasi cahaya untuk masuk ke perairan. Berdasarkan Tabel 4, tidak terlihat adanya variasi suhu yang besar antar lokasi penelitian. Suhu yang ditemukan pada penelitian ini masih ada dalam kisaran suhu yang baik. Baensch & Fischer (2007) menyatakan bahwa pada pemeliharaan sebagai ikan hias, suhu dan ph yang baik untuk ikan oskar adalah o C dan 7,0 unit. Suhu di Waduk Ir. H. Djuanda yang lebih hangat (28 30 o C) namun masih dapat mendukung kehidupan ikan ini dengan baik menandakan bahwa ikan oskar memiliki kisaran toleransi suhu yang luas. Derajat keasaman (ph) di Waduk Ir. H. Djuanda berkisar antara 7,0 8,0 unit. Tidak terdapat perbedaan yang besar antar stasiun selama penelitian dilaksanakan. Seluruh stasiun pengamatan memiliki derajat keasaman air yang relatif sama. Kedalaman perairan yang disajikan pada penelitian ini adalah kedalaman perairan pada saat penangkapan ikan dilakukan. Seluruh stasiun memiliki kedalaman yang tidak terlalu jauh perbedaannya kecuali Baras Barat. Perbedaan ini dimaksudkan untuk melihat keberadaan ikan oskar pada daerah yang dangkal hingga dalam. Komposisi dan Sebaran Ikan Pada penelitian ini, ikan yang tertangkap berjumlah 18 jenis yang terdiri atas enam jenis ikan asli (ikan Sungai Citarum yang sudah ada sebelum waduk dibangun) dan 12 jenis ikan asing. Kartamihardja (2008) melaporkan pada awal pasca pembangunan waduk ( ) ditemukan 23 spesies ikan asli dan delapan spesies ikan asing. Jumlah spesies asli kemudian menurun hingga pada tahun hanya tersisa sembilan spesies ikan asli. Hanya enam dari sembilan spesies asli yang dilaporkan tersebut yang masih ditemukan pada penelitian ini (Lampiran 1). Ikan asli yang tidak lagi ditemukan adalah lais (Lais hexanema), lele (Clarias batrachus), dan gabus (Channa striata). Berdasarkan informasi dari nelayan setempat, lele dan lais sudah tidak pernah lagi tertangkap; sedangkan gabus masih tertangkap meskipun jarang. Jenis ikan yang memiliki sebaran paling tinggi di waduk ini adalah ikan oskar dan ikan nila. Kedua jenis ikan ini merupakan ikan siklid yang ditemukan di seluruh lokasi pengamatan. Ikan kelompok siklid memiliki kelenturan yang besar
2 terhadap kondisi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya makanan (Khan & Panikkar 2009). Selain oskar dan nila, ikan lain yang memiliki penyebaran yang luas adalah ikan golsom dan kapiat yang ditemukan di lima stasiun. Keempat jenis ikan tersebut merupakan ikan asing di Waduk Ir. H. Djuanda. Ikan-ikan asli (selain hampal dan lalawak) hanya ditemukan di satu hingga dua stasiun di sekitar inlet (Lampiran 1). Distribusi yang luas dan kemampuan menghuni habitat yang berbeda menunjukan bahwa spesies asing bersifat toleran secara fisiologis terhadap kisaran lingkungan yang luas. Sifat oportunis ini yang kemudian mendukung keberhasilannya menginvasi habitat lain (Meador et al. 2003; Ekmekҫi 2006; Aydin et al. 2011; Poulos et al. 2012). Sebaran ikan akan sangat terkait dengan ekologi ikan dan karakteristik lingkungannya (Pouilly et al. 2004). Jumlah jenis dan jumlah ikan paling banyak tertangkap di DAM dan paling sedikit di Baras Barat. Stasiun DAM merupakan daerah genangan utama dengan perairan yang relatif tenang. Air di stasiun ini berasal dari kedua inlet waduk sehingga memiliki sumber daya pakan yang cukup. Selain itu, posisinya yang tidak jauh dari inlet Sungai Cilalawi memungkinkan ikan-ikan sungai untuk mencapai stasiun ini. Tidak demikian dengan Baras Barat yang merupakan stasiun pengamatan untuk daerah limnetik. Tidak banyak ikan yang dapat menghuni daerah limnetik menjadi penyebab sedikitnya jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di stasiun ini. Kartamihardja & Umar (2006) melaporkan bahwa jenis ikan yang menghuni daerah limnetik Waduk Ir. H. Djuanda adalah ikan kaca, bandeng, nila, oskar, marinir, mas, patin, dan kebogerang. Senada dengan hasil penelitian ini, Kartamihardja & Umar (2006) juga melaporkan bahwa ikan oskar adalah ikan yang paling banyak tertangkap di daerah limnetik. 25 Pertumbuhan Ikan Oskar Hubungan panjang bobot (HPB) merupakan parameter yang penting untuk dikaji dalam analisis data perikanan (Andrade & Campos 2002). Persamaan ini dapat membantu pendugaan biomassa ikan, memprediksi bobot pada umur tertentu untuk model pendugaan stok, menghitung faktor kondisi, dan mengetahui sejarah hidup dan bentuk tubuh ikan pada daerah yang berbeda. Selain itu, persamaan ini juga dapat digunakan untuk membandingkan pertumbuhan spesies yang sama pada waktu, lokasi, dan habitat yang berbeda (Koutrakis & Tsikliras 2003; Oscoz et al. 2005). Nilai b pada HPB menunjukkan bahwa ikan oskar jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik positif. Pertambahan bobot ikan oskar lebih cepat daripada pertambahan panjangnya. Pada penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda memiliki pola pertumbuhan isometrik (Purnamaningtyas & Tjahjo 2010). Perubahan pola pertumbuhan dari isometrik menjadi allometrik positif mengindikasikan bahwa ikan oskar telah beradaptasi dengan baik di waduk ini dan memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada sebelumnya. Pada spesies yang sama, ikan dapat memiliki pola pertumbuhan yang berbeda bergantung kepada lokasi (Offem et al. 2007), musim (Anene 2005), kualitas lingkungan (Zargar et al. 2012), fase hidup (Niyonkuru & Laleye 2012), dan jenis kelamin (Anvar et al. 2008; Metín et al. 2011). Ikan Hemichromis bimaculatus memiliki pola pertumbuhan allometrik positif di Waduk Buyo, namun allometrik negatif di Waduk Ayamé I (Tah et al. 2012).
3 26 Sejalan dengan HPB-nya, nilai faktor kondisi rata-rata ikan oskar pada seluruh bulan dan stasiun pengamatan berada dalam kondisi yang baik. Faktor kondisi selalu bernilai satu atau lebih. Tidak terdapat perbedaan nilai faktor kondisi rata-rata yang besar antar bulan dan stasiun pengamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ikan stabil di seluruh bagian waduk. Ikan oskar mendapatkan sumber daya pakan dan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh. Olurin & Aderibigbe (2006) menyatakan bahwa faktor kondisi bernilai satu atau lebih mengindikasikan bahwa ikan dalam kondisi yang baik. Hal-hal yang diduga memengaruhi faktor kondisi ikan oskar di waduk ini adalah ukuran tubuh (Samat et al. 2008; Treer et al. 2009), kematangan gonad (Lizama & Ambrósio 2002; Chellappa et al. 2003; Gomiero & Braga 2005), dan ketersediaan makanan (Pinilla et al. 2006; Bavčević et al. 2010). Berdasarkan hasil uji kehomogenan dua regresi bebas (Effendie, 1979) antara jantan dan betina (Lampiran 2), diketahui bahwa pada panjang yang sama ikan oskar betina memiliki bobot yang lebih besar daripada ikan jantan. Secara visual, ikan motan jantan terlihat lebih ramping daripada ikan betina. Namun, ikan oskar jantan memiliki panjang maksimal yang lebih besar daripada betina (Gambar 4). Pada panjang yang lebih besar dari 180 mm lebih banyak ditemukan ikan jantan. Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Oldfield et al. (2006) dan Oldfield (2007) bahwa ikan oskar jantan dewasa berukuran relatif lebih panjang daripada ikan betina. Perbedaan ukuran berdasarkan jenis kelamin tidak terlihat pada fase ikan muda karena ikan jantan mengalami percepatan tumbuh yang lebih pesat daripada ikan betina setelah mencapai fase dewasa (Oldfield 2007; Oldfield 2009). Ukuran tubuh ikan jantan yang relatif lebih panjang daripada ikan betina juga dilaporkan pada ikan siklid lain seperti Oreochromis niloticus (Shalloof & Salama 2008) dan Lamprologus callipterus (Schütz & Taborsky 2005). Ukuran yang lebih besar akan memperbesar peluang suksesnya penjagaan oleh induk (Huang & Chang 2011). Jantan yang lebih besar memiliki peluang untuk menang dalam perkelahian dan mengusir pengganggu (Itzkowitz et al. 2005). Reproduksi Ikan Oskar Nisbah kelamin ikan oskar secara total dan yang telah matang gonad ada dalam kondisi yang ideal. Ikan jantan dan betina berbanding seimbang (Tabel 10). Keseimbangan ini diduga terkait dengan tingkah laku reproduksi ikan oskar. Ikan oskar merupakan ikan yang monogamus yang umumnya telah memiliki pasangan tetap sebelum berpijah. Ikan oskar memijah di substrat berupa batu atau tanah. Induk jantan dan betina bersama-sama menjaga telur dan anaknya (biparental care) (Barlow 1976). Nisbah kelamin yang seimbang juga dilaporkan pada ikan Oreochromis niloticus (di Danau Coatetelco, Mexico (Gómez-Márquez et al. 2003); di Waduk Opa, Nigeria (Komolafe & Arawomo 2007) dan ikan sepat siam di Danau Taliwang (Tampubolon & Rahardjo 2011) yang melakukan pengasuhan anak. Selama penelitian ini, pada setiap bulan pengamatan ditemukan ikan oskar yang telah matang gonad (Gambar 6). Demikian juga pada bulan-bulan yang lain. Ikan oskar yang matang gonad ditemukan pada setiap bulan dalam setahun (Suryandari*, komunikasi pribadi). Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa *Astri Suryandari, S.Si., M.Si.: Peneliti di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Balitbang Kelautan dan Perikanan
4 ikan oskar melakukan pemijahan sepanjang tahun. Selama pengamatan, ikan oskar yang matang gonad ditemukan dengan persentase yang lebih kecil daripada ikan yang belum matang gonad. Sebagian besar ikan yang tertangkap adalah ikan berukuran kecil yang belum mencapai ukuran dewasa (Gambar 4). Ikan-ikan muda yang nantinya siap menjadi induk tersedia dalam jumlah yang melimpah. Proporsi ikan yang matang gonad paling besar ditemukan pada bulan Desember dan Januari. Ikan oskar yang matang gonad ditemukan di seluruh stasiun pengamatan yang memiliki karakteristik perairan yang berbeda (Gambar 7). Ikan ini telah beradaptasi dengan baik sehingga tidak hanya untuk bertahan hidup dan tumbuh secara somatik, tetapi juga telah mampu memanfaatkan hampir seluruh perairan dan tidak terpengaruh oleh musim untuk tumbuh secara gonadik. Ikan oskar memiliki penyebaran secara ruang dan waktu yang sangat luas di Waduk Ir. H. Djuanda (Tjahjo et al. 2009). Secara individual, ukuran terkecil ikan betina yang telah matang gonad (121 mm) lebih kecil daripada ikan yang jantan (125 mm) (Gambar 8). Fenomena yang sama juga dilaporkan pada ikan Famili Cichlidae lainnya seperti Cichla kelberi (Gomiero et al. 2009), Cichla monoculus (Chellappa et al. 2003) dan Oreochromis niloticus (Shalloof & Salama 2008) dimana ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran yang lebih panjang daripada ikan betina. Di Danau Masaya, Nikaragua, ikan oskar ditemukan telah matang gonad pada ukuran yang lebih kecil daripada di Waduk Ir. H. Djuanda. Di Danau Masara, ikan oskar jantan dan betina telah matang gonad pada ukuran 97 mm (Oldfield 2011). Ukuran pertama kali ikan matang gonad dapat dipengaruhi oleh faktor dalam berupa perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat-sifat fisiologi ikan dan faktor luar berupa makanan, karakter lingkungan dan adanya individu yang berlainan jenis kelamin. Faktor-faktor tersebut tidak diteliti lebih lanjut pada penelitian ini. Fekunditas total ikan oskar berkisar antara Tidak terdapat perbedaan yang besar dengan fekunditas ikan oskar yang pernah dilaporkan oleh Purnamaningtyas & Tjahjo (2010). Berdasarkan hubungan panjang tubuh dengan fekunditas dan bobot tubuh dengan fekunditas (Gambar 7), fekunditas ikan oskar relatif lebih tepat apabila diduga menggunakan bobot daripada panjang tubuhnya. Fenomena yang sama juga ditemukan pada ikan Thynnichthys thynnoides (Tampubolon et al. 2008) dan Oreochromis niloticus (Peterson et al. 2004). Namun, merujuk pada nilai koefisien determinasinya yang kecil, persamaan ini belum dapat digunakan pada ikan oskar sebagai model prediksi fekunditas yang baik. Tipe pemijahan ikan diduga dari pola penyebaran diameter telur dalam gonad yang sudah matang dengan melihat modus penyebarannya. Modus sebaran ukuran diameter telur ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda adalah modus ganda. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa ikan oskar adalah pemijah bertahap. Ikan oskar akan mengeluarkan telur yang matang secara bertahap pada satu siklus pemijahan. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar peluang anakanak ikan memperoleh penjagaan induk yang baik sehingga memperbesar sintasan ikan. Tipe pemijahan yang sama juga dilaporkan pada ikan siklid lain seperti Oreochromis niloticus (Komolafe & Arawomo 2007), Cichla Sp. (Gomiero & Braga 2005), dan Crenicichla menezesi (de Araújo et al. 2012). 27
5 28 Kesamaan Makanan Ikan Oskar dengan Ikan Lain Komposisi diet ikan oskar pada penelitian ini sama seperti hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Purnamaningtyas & Tjahjo (2010), Nurnaningsih et al. (2003), dan Anggita (2011). Ikan oskar adalah ikan omnivora dan bersifat generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan. Berdasarkan ukuran tubuh, terlihat bahwa ada perbedaan makanan antara ikan oskar yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Ikan oskar berukuran sedang dan besar sudah memanfaatkan ikan sebagai makanannya. Tidak demikian dengan ikan oskar berukuran kecil. Ukuran mangsa dapat dikaitkan dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran besar akan menginginkan mangsa yang berukuran besar pula sehingga kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi. Selain itu, lebih beragamnya makanan yang dapat dikonsumsi oleh ikan besar terkait dengan ukuran bukaan mulutnya. Hal yang sama terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Krumme et al. (2005), Nurnaningsih et al. (2003), Martins et al. (2005) dan Sẚnchez-Hernẚndez & Cobo (2012) bahwa makanan ikan yang besar berbeda daripada ikan tersebut pada waktu kecil. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk ikan-ikan yang hanya memanfaatkan plankton (planktivora) sebagai makanan utamanya (Gümüş et al. 2002, Rahardjo et al. 2006; Asriyana et al. 2010) Ikan asli yang yang paling mirip dalam memanfaatkan sumber daya makanan dengan ikan oskar adalah ikan lalawak (Gambar 12). Apabila populasi ikan oskar semakin bertambah, maka persaingan untuk mendapatkan sumber daya makanan bagi ikan lalawak akan semakin besar. Bukan hal yang mustahil ikan lalawak akan tersingkir mengingat bahwa jumlah ikan oskar lebih banyak dan sifatnya yang lebih tahan terhadap degradasi habitat. Berubahnya komponen pada jejaring makanan akan dapat mengganggu pertumbuhan dan kesejahteraan ikanikan yang memiliki kesukaan pada jenis makanan tertentu (Rennie et al. 2009) yang pada akhirnya dapat mengubah struktur komunitas dan ketersediaan pakan alami (Reissig 2006). Potensi Invasif Ikan Oskar Ikan oskar di waduk ini dalam kondisi yang baik dan stabil. Pola pertumbuhannya yang allometrik positif (Gambar 5), faktor kondisi yang bernilai satu atau lebih (Tabel 9) dan ditemukannya ikan oskar yang telah matang gonad di seluruh bulan dan stasiun pengamatan (Tabel 6) menandakan bahwa ikan ini hidup nyaman di Waduk Ir. H. Djuanda. Tidak semua spesies ikan asing dapat bertahan pada lingkungan yang baru. Spesies yang dapat bertahan umumnya memiliki daya adaptasi yang lebih baik daripada spesies asli. Sama seperti halnya ikan-ikan dari Genus Amphilophus yang lain, ikan oskar bersifat agresif dalam mempertahankan daerah pemijahan dan melindungi anaknya (Lehtonen et al. 2010). Apabila tempat ditemukannya ikan yang telah matang gonad diduga dekat dengan tempat memijah ikan tersebut, maka keberadaan ikan oskar di waduk ini akan mempersempit habitat pemijahan bagi ikan-ikan lain (Tabel 6). Strategi reproduksi dan perilaku antagonis dalam mempertahankan ruang berpijah telah menciptakan efek negatif pada spesies asli. Selain itu, sifat perhatian induk (parental care) ikan oskar terhadap telur dan anakan akan semakin memperbesar peluang keberhasilan reproduksi. Perhatian
6 induk dilakukan dengan cara menyediakan lingkungan yang baik (Lissåker & Kvarnemo 2006; Cooke et al. 2008) dan penjagaan dari predator (Cooke et al. 2003; Steinhart et al. 2005) Reproduksi yang berhasil akan memperbanyak jumlah populasi ikan oskar di waduk ini yang akan semakin menekan populasi ikan lain. Ikan oskar merupakan ikan omnivora yang generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan (Gambar 11). Ikan-ikan omnivora memiliki keuntungan secara ekologis. Ikan-ikan ini memiliki pilihan makanan yang lebih banyak dan lebih dapat bertahan ketika kondisi makanan yang umum dikonsumsi mengalami penurunan jumlah di perairan (Offem et al. 2010, Alaş et al. 2010). Seluruh makanan yang dimanfaatkan oleh ikan asli juga dimanfaatkan oleh ikan oskar. Ikan oskar merupakan pesaing bagi ikan-ikan asli dalam memperoleh makanan. Ikan oskar telah menjadi ikan yang dominan tertangkap di Waduk Ir. H. Djuanda. Berdasarkan kemampuan ikan oskar dalam memanfaatkan ruang untuk hidup dan sumber daya makanan, maka ikan ini potensial untuk menjadi semakin banyak dan tetap dominan di Waduk Ir. H. Djuanda. Karena dominannya, hasil tangkapan ikan di waduk cenderung homogen dan tangkapan ikan yang bernilai ekonomis berkurang. Ikan oskar telah merugikan nelayan sehingga dapat dikategorikan sebagai ikan invasif 29 Pengendalian Ikan Oskar di Waduk Ir. H. Djuanda Sebagai ikan invasif, sebagaimana telah ditegaskan berdasarkan karakter ekobiologinya, maka ikan ini perlu dikendalikan. Keberadaan ikan oskar berpotensi menjadi ancaman bagi keberlanjutan sumber daya ikan di Waduk Ir. H. Djuanda. Meskipun sudah terdata sebagai ikan asing di beberapa negara lain seperti Australia (Koehn & MacKenzie 2004; Kennard et al. 2005) dan Singapura (Ng & Tan 2010; Yeo 2010), informasi terkait pengendalian ikan oskar di negara lain tidak ditemukan. Laporan-laporan penelitian terkait ikan oskar dan genus Amphilophus lain terkonsentrasi pada penelitian filogenetik dan biologi evolusi (Geiger et al. 2010; Elmer et al. 2010; Hulsey 2010). Pengendalian populasi ikan oskar dapat dilakukan dengan upaya preventif yaitu mencegah masuknya ikan oskar dari luar waduk dan kuratif dengan cara memberantas ikan oskar yang sudah ada di waduk. Penyortiran terlebih dahulu benih ikan yang akan ditebar dan memastikan panti benih bebas dari benih ikan oskar merupakan salah upaya preventif untuk mencegah masuknya ikan oskar dari luar ke dalam waduk. Evaluasi secara berkala pada panti benih dan menjadikan penyortiran sebagai prosedur baku sebelum penebaran diperlukan untuk menjamin tidak masuknya ikan-ikan asing yang berpotensi menjadi invasif ke Waduk Ir. H. Djuanda. Panti benih yang diizinkan memasok benih untuk ditebar sebaiknya adalah panti benih yang tidak mengembangkan ikan yang berpotensi menjadi invasif seperti bawal (Colosomma macropomum) dan ikan hias dari kelompok siklid. Upaya kuratif adalah upaya untuk mengurangi populasi ikan oskar yang sudah ada di Waduk Ir. H. Djuanda. Pengurangan suatu populasi dapat dilakukan secara biologis, kimia dan mekanis. Secara biologis melalui rekayasa genetik, menggunakan parasit atau predator, secara kimia dengan menggunakan bahanbahan kimia, dan mekanis dengan melakukan penangkapan ikan.
7 30 Predator ikan oskar di tempat asalnya di Nikaragua adalah ikan Gobiomorus dormitor, Parachromis dovii, dan Parachromis managuensis yang tidak hanya memangsa benih, namun juga juvenil ikan oskar (Barlow 1976). Ikan Gobiomorus dormitor merupakan ikan asing invasif di Danau Apoyo (Lehtonen et al. 2012) sehingga tidak dianjurkan untuk diintroduksi sebagai agen pengendali; sedangkan ikan Parachromis managuensis yang telah masuk tanpa disengaja ke Waduk Ir. H. Djuanda perkembangannya tidak sesukses ikan oskar. Ikan oskar juga tidak terancam oleh ikan predator asli di Waduk Ir. H. Djuanda. Ikan-ikan predator asli yang tersisa (hampal, lempuk, kebogerang dan tagih) hanya ditemukan dalam jumlah yang sedikit dan perkembangannya tidak mampu mengimbangi perkembangan ikan oskar. Pengendalian suatu populasi menggunakan bahan kimia memerlukan kajian yang mahal untuk menentukan komponen dan dosis yang tepat agar selektif pada target tertentu serta aman bagi lingkungan. Penggunaan bahan kimia yang tidak tepat bahan dan dosisnya tidak hanya akan membahayakan spesies-spesies lain yang ikut terpapar (Wittenberg & Cock 2001), tetapi juga manusia yang memanfaatkan waduk ini. Belum adanya informasi predator alami yang tepat dan tingginya biaya serta resiko menggunakan bahan kimia menyebabkan cara mekanis melalui penangkapan ikan adalah metode yang sebaiknya dilakukan dalam pengendalian ikan oskar di Waduk Ir. H. Djuanda. Penelitian ini menunjukkan bahwa ikan oskar paling banyak ditemukan pada daerah litoral di sekitar DAM. Alat tangkap yang paling efektif untuk menangkap ikan ini adalah jaring insang dengan mata jaring berukuran 1,5 inci (Tabel 8). Oleh karena itu, peningkatan upaya penangkapan sebaiknya dilakukan di sekitar daerah litoral pada daerah tergenang dengan menggunakan jaring insang berukuran mata jaring 1,5 inci secara terencana dan terjadwal. Terencana dan terjadwal berarti upaya pemberantasan ikan dilakukan secara berkala dan rutin dengan memperhatikan faktor-faktor ekobiologi ikan lain. Waktu dan tempat pemberantasan ikan oskar sebaiknya ditetapkan tidak pada musim dan tempat pemijahan ikan asli agar tidak mengganggu ikan-ikan asli yang akan memijah. Ikan oskar yang tertangkap menggunakan jaring insang berukuran 1,5 inci umumnya adalah ikan-ikan yang belum matang gonad. Penangkapan secara rutin ikan-ikan yang belum sempat memijah merupakan upaya untuk memutus rantai reproduksi sehingga populasi ikan oskar tidak berkembang pesat. Namun, terkait ukuran mata jaring yang berada dibawah ukuran mata jaring minimum (dua inci) yang diizinkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Purwakarta, maka dalam pelaksanaannya perlu ada izin dan pengawasan dari Pemda Purwakarta. Penggunaan mata jaring berukuran 1,5 inci hanya diizinkan sesuai jadwal yang disusun dan dioperasikan untuk kepentingan pengendalian ikan oskar. Untuk menjaga komunitas ikan, ikan-ikan lain yang berukuran kecil yang ikut tertangkap sebaiknya dilepaskan untuk memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh dan bereproduksi.
3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air
Lebih terperinciPEREMAJAAN IKAN YANG TERLEPAS DARI BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. DJUANDA
PEREMAJAAN IKAN YANG TERLEPAS DARI BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. DJUANDA Oleh : Didik Wahju Hendro Tjahjo, Mujiyanto dan Sri Endah Purnamaningtyas Loka Riset Pemacuan Stok Ikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek
II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya ikan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat pulih (renewable resource), sehingga apabila dikelola dengan baik dapat memberikan hasil maksimum
Lebih terperinciBeberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari
RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan
Lebih terperinciAKTIFITAS PENANGKAPAN DAN KONDISI LINGKUNGAN MENJELANG PERIODE KEMATIAN MASAL IKAN DI WADUK IR. H. DJUANDA
AKTIFITAS PENANGKAPAN DAN KONDISI LINGKUNGAN MENJELANG PERIODE KEMATIAN MASAL IKAN DI WADUK IR. H. DJUANDA Dyah Ika Kusumaningtyas 1, Sukamto 1, dan Tri Muryanto 2 1 Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinciTabel 1. Produksi Perikanan Di Danau Tondano pada Tahun Jenis Produksi. Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Minahasa s
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di danau Tondano, Sulawesi Utara, terdapat ikan-ikan kecil berukuran 10-30 mrn, yang ditangkap dan dimakan orang sepanjang tahun. Ikan ini disebut nike oleh penduduk
Lebih terperinci3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO
35 3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO Pendahuluan Sebaran ikan T. sarasinorum di Danau Matano pertama kali dilaporkan oleh Kottelat (1991). Hingga saat ini diketahui terdapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus
Lebih terperinciPOTENSI ANCAMAN INVASIF IKAN OSKAR (Amphilophus citrinellus) DI WADUK IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT
POTENSI ANCAMAN INVASIF IKAN OSKAR (Amphilophus citrinellus) DI WADUK IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT POTENCY OF MIDAS CICHLID THREAT INVASION (Amphilophus citrinellus) IN IR. H. DJUANDA RESERVOIR, WEST JAVA
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi
Lebih terperinciMENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.
1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 2, Juni 2012: ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 2, Juni 2012: 79-87 ISSN : 2088-3137 Kebiasaan Makanan dan Luas Relung Ikan Di Cilalawi Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat Arief Rachman*,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai yang mengalir dari bagian tengah dan selatan wilayah Tulang Bawang Provinsi Lampung (BPS Kabupaten Tulang Bawang, 2010). Sungai
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Panjang Baku Panjang baku rata-rata populasi benih ikan nila pada tiap kasus dan kumulatif mengalami peningkatan setelah dilakukan sortasi pada bulan pertama (Gambar 1a),
Lebih terperinciCARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT
CARA PENANGKAPAN, KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING INSANG DI WADUK CIRATA JAWA BARAT Sumindar dan Henra Kuslani Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciTitin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang
1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada
Lebih terperinciBEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN OSKAR (Amphilophus citrinellus) DI WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, JAWA BARAT
Beberapa Aspek Biologi Ikan... Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Jawa Barat (Purnamaningtyas, S.E. & D.W.H. Tjahjo) BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN OSKAR (Amphilophus citrinellus) DI WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR
KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan
Lebih terperinci2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi
4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan di Indonesia berpotensi bagi perkembangan dunia usaha khususnya sebagai komoditas perdagangan dan sumber pangan. Permintaan pasar akan produksi perikanan
Lebih terperinciASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM
ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di
Lebih terperinciANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA ABSTRAK
ANALISIS HUBUNGAN PANJANG BERAT IKAN HIMMEN (Glossogobius sp) DI DANAU SENTANI KABUPATEN JAYAPURA Annita Sari 1 1 Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Uniyap ABSTRAK Ikan
Lebih terperinciBIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Toba Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi dan individu serta karakteristiknya. Interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem, relung dan habitat
Lebih terperinci3.KUALITAS TELUR IKAN
3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan
Lebih terperincigenus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda
116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan
Lebih terperinciIKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN
Ikan Dui Dui... di Danau Towuti Sulawesi Selatan (Makmur, S., et al.) IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN Safran Makmur 1), Husnah 1), dan Samuel 1) 1)
Lebih terperinciJOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :
JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap
Lebih terperinciTeknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan
Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Panjang Baku Gambar 1. menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyortiran pada bulan pertama terjadi peningkatan rata-rata panjang baku untuk seluruh kasus dan juga kumulatif.
Lebih terperinciII. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.
II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot
Lebih terperinciIKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR
@ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN
Lebih terperinciPENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL
PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo,
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Danau Limboto merupakan danau yang berada di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah perairannya mencapai 3000 ha, pada
Lebih terperinciPENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹
PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Lebih terperinciFaktor kondisi (K) rata-rata terbesar pada ikan mujair jantan (1,978) dan terkecil pada ikan sapu-sapu jantan (0,816). lkan beunteur dan ikan
RINGKASAN Ade Saepudin. C 31.1398. Studi Aspek Biologi Reproduksi lkan-ikan di Situ Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibawah bimbingan lr. Murniarti Brojo, MS. dan Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
Lebih terperinciKAJIAN LAPANG BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN NILA MANDIRI DI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR
KAJIAN LAPANG BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN NILA MANDIRI DI WADUK CIRATA DAN JATILUHUR Estu Nugroho Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154 E-mail: engroho@yahoo.com
Lebih terperinciTUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti
TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya
Lebih terperinciKATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
DAFTAR ISI vi KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix I. PENDAHULUAN 1 II. SISTIMATIKA DAN DISTRIBUSI 8 A. Sistimatika 8 B. Distribusi 13 III. BIOLOGI REPRODUKSI 20 A. Nisbah
Lebih terperinciUSAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)
USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciAPLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)
APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1
Lebih terperinciMigrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian
Lebih terperinci-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup besar, terutama tentang jenis-jenis ikan. Menurut Khairuman & Amri
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah dikenal memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup besar, terutama tentang jenis-jenis ikan. Menurut Khairuman & Amri (2008), diperkirakan
Lebih terperinciPENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata
PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA A. Pendahuluan Keluarga cichlidae terdiri dari 600 jenis, salah satunya adalah ikan nila (Oreochromis sp). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat popouler
Lebih terperinciEMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :
EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka dalam rangka
Lebih terperinci