I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan industri diperlukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, namun dilain pihak aktifitas industri juga dapat menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan berdampak negatif bagi masyarakat sekitarnya. Sejak issu lingkungan global muncul dan adanya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), dunia industri juga dituntut untuk berkontribusi dalam pencapaian hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara kegiatan industri dengan ekosistem pendukung di sekitarnya. Dengan demikian, lahirnya konsep kawasan ekologi industri (Eco Industrial Park), merupakan salah satu respon dunia industri terhadap perubahan lingkungan global. Eco-Industrial Park (EIP) merupakan sekumpulan industri (penghasil produk/jasa) yang berlokasi pada suatu tempat dimana para pelaku-pelaku didalamnya secara bersama mencoba meningkatkan performansi lingkungan, ekonomi, dan sosialnya. Tujuan dari EIP ini tidak lain adalah memperbaiki performansi ekonomi bagi industri-industri di dalamnya melalui minimalisasi dampak lingkungan. Dalam hal ini pendekatan-pendekatan yang dilakukan akan diarahkan pada: disain hijau (green design) infrastruktur, perencanaan dan penerapan konsep produk bersih, pencegahan polusi, efesiensi energi dan hubungan antar perusahan-perusahaan (inter-company partnering) (Lowe,1996) Eco Industrial Park juga merupakan sebuah system industri yang dalam kegiatannya melakukan konservasi sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi, melakukan pengurangan biaya material dan energi dalam proses produksi, serta bertanggung jawab untuk memperbaiki effisiensi operasi, qualitas produk, kesehatan kerja dan citra dalam masyarakat, dan menyediakan peluang untuk membangkitkan pendapatan dari penggunaan dan penjualan materi limbah yang dihasilkan (Cote and Hall, 1995) Penempatan industri dalam suatu kawasan industri bertujuan untuk menciptakan lingkungan industri yang baik dan membantu industri yang bersangkutan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas proses produksi. Suatu pabrik yang berada dalam kawasan industri harus mempertimbangkan antara lain mencakup persiapan pembangunan seperti perijinan dan rekayasa keteknikan, pendirian bangunannya (konstruksi), proses produksi, pembuangan limbah pabrik, sampai dengan pengiriman hasil produksi kepada para

2 2 distributornya. Hal ini dimungkinkan karena dalam suatu kawasan industri telah tersedia prasarana infrastruktur lengkap bila dibandingkan dengan industri yang berada di luar kawasan industri. Pembangunan dan pengembangan kawasan industri di Indonesia secara umum diatur oleh kebijakan pemerintah melalui Keputusan Presiden yang ditindaklanjuti oleh Menteri Perindustrian serta Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Secara konsepsional, pembangunan kawasan industri di Indonesia merupakan proses pembangunan terpadu yang mempertimbangkan banyak aspek terkait. Pembangunan terpenting adalah aspek lokasional (pemilihan lokasi yang tepat dan memenuhi kriteria yang ditentukan). Aspek ini akan menentukan keberhasilan pembangunan secara ideal, yaitu mendorong peningkatan pendapatan masyarakat di satu sisi dan tetap menjaga kelestarian lingkungan di sisi yang lain. Kriteria pertimbangan pemilihan lokasi dalam pembangunan kawasan industri antara lain : jarak terhadap pemukiman 12 km, jaringan jalan, listrik dan telekomunikasi, prasarana angkutan seperti tersedia pelabuhan laut, topografi maksimal , jarak terhadap sungai maksimal 5 km dan terlayani, peruntukan lahan (non-pertanian, non pemukiman dan non-konservasi), ketersediaan lahan minimal 25 ha, orientasi lokasi terhadap pasar, bahan baku dan tenaga kerja. (Kimberly, 2007). Kota Cilegon adalah salah satu wilayah di propinsi Banten yang di dalamnya berkembang kawasan industri berat meliputi industri baja nasional PT. Krakatau Steel dan pusat kegiatan industri petrokimia, serta industri lainnya. Sesuai dengan pengembangan pola wilayah maka Kota Cilegon menjadi pusat kegiatan industri berat dan perdagangan di propinsi Banten yang merupakan sektor penyumbang PDRB propinsi Banten terbesar mencapai %. Dari struktur investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB), pada tahun 2005 PMTB Banten mencapai Rp 18.1 Trilyun, dengan rincian investasi pada komoditi industri kimia/petrokima, tekstil dan indutri logam, mesin-mesin dan peralatan berat mencapai Rp Trilyun atau % terhadap total investasi Banten (RENSTRA Propinsi Banten , 2007). Data ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor industri memiliki peran strategis dan sangat penting bagi keberlangsungan proses pembangunan di propinsi Banten yang berimplikasi juga pada pembangunan sektor industri nasional. Hal ini juga mempertegas bahwa kawasan industri Cilegon di propinsi Banten yang di dalamnya terhimpun industri berat skala nasional bahkan internasional seperti industri baja nasional

3 3 PT. Krakatau Steel dan industri kimia/petrokimia terbesar di asia seperti PT. Chandra Asri PetroChemical dan industri berat lainnya, harus terus dijaga dan dikembangkan keberlangsungannya, mengingat peran strategis dan penting sektor industri untuk mewujudkan tujuan pembangunan, disamping juga harus menjadi perhatian bahwa sektor industri saat ini memiliki tantangan berupa benturan aktifitas industri dengan dampak yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan dan kaitannya dengan proses pembangunan berkelanjutan.. Saat ini telah berkembang issu dan opini telah terjadinya degradasi lingkungan di sekitar kawasan industri Cilegon, terjadinya klaim dan konflik antara pihak industri dan masyarakat sekitar industri berkaitan dengan kesenjangan kesejahteraan serta potensi pencemaran lingkungan baik cair, gas/udara, padatan akibat aktifitas industri, serta permasalahan teknis berkaitan dengan keterbatasan sumber air baku proses, sumber energi pembangkitan dan pengendalian pengelolaan limbah industri yang berdampak terhadap proses keberlanjutan industri. Dengan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola kebijakan pengelolaan suatu kawasan industri untuk mewujudkan kawasan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ( Eco- Industrial Park). Dalam penelitian ini kajian dilakukan pada kawasan industri Cilegon di Propinsi Banten, yang hasilnya nanti dapat dijadikan rujukan dan model pengelolaan kawasan industri di daerah lainnya di Indonesia. Lingkup penilitian akan difokuskan pada wilayah Kota Cilegon, berkaitan dengan strategi pengelolaan kawasan industri Cilegon, dalam kerangka mewujudkan visi dan misi Kota Cilegon yaitu visi Kota Cilegon sebagai kota mandiri dan berwawasan lingkungan, dengan salah satu misinya yaitu mewujudkan keseimbangan dan keserasian tata ruang wilayah serta kelestarian lingkungan hidup, melalui salah satu prioritas pembangunan, pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan yang bernilai ekonomis Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah merumuskan strategi dan menyusun skenario yang tepat untuk pengelolaan suatu kawasan industri menuju Eco Industrial Park, dimana pelaku-pelaku industri dalam suatu kawasan industri

4 4 dapat secara bersama-sama meningkatkan performansi lingkungan, ekonomi dan sosial, melalui minimalisasi dampak lingkungan dan juga memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki keunggulan bersaing di pasaran, berdasarkan hasil kajian gap analisis kondisi eksisting dengan konsep ideal dan benchmarking Eco Industrial Park. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, ditetapkan beberapa tujuan khusus sebagai berikut : 1. Menganalisis kondisi eksisting dan gap di kawasan industri Cilegon menuju Eco Industrial Park. 2. Menganalisis kepentingan dan pengaruh stakeholders dalam pengelolaan kawasan industri Cilegon yang berkelanjutan. 3. Menganalisis potensi dan kualitas limbah industri serta daya dukung lingkungan untuk mengetahui kualitas lingkungan kawasan dan rencana pengolahan limbah industri. 4. Mengembangkan model strategi/skenario pengembangan kawasan industri eksisting menuju Eco Industrial Park Kerangka Pemikiran Standardisasi nasional produk industri, pengembangan infrastruktur yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumberdaya. Terpuruknya daya saing nasional, disebabkan karena membengkaknya biaya overhead produksi. Jika biaya produksi manufaktur diberi indeks 100, maka pada industri pengolahan, logam dasar dan mesin-mesin masih tinggi yaitu sebesar 85.8 (bandingkan dengan perusahaan di Jepang dan Cina 62, Filipina 77 dan Malaysia 79). Padahal merujuk ke arah kebijakan industri nasional saat ini telah memasuki periode pemulihan dan pengembangan (Renstra Departemen Perindustrian ), dengan sasaran kualitatif yaitu: 1. Tumbuhnya industri yang mampu menciptakan kesempatan kerja 2. Terselesaikannya program revitalisasi, konsolidasi dan rekstrukturisasi industri 3. Optimalisasi pasar dalam negeri dalam rangka pembangunan industri komponen lokal dan industri pengolah sumberdaya dalam negeri lainnya 4. Meningkatnya daya saing industri berorientasi ekspor 5. Tumbuhnya industri potensial yang menjadi motor pertumbuhan industri masa depan.

5 5 6. Meningkatnya pertumbuhan industri kecil menengah Strategi pokok untuk mencapai sasaran diatas adalah upaya peningkatan daya saing melalui: peningkatan nilai tambah, produktifitas, efisiensi dan pendalaman struktur industri; pengembangan industri kecil dan menengah; dan pembangunan industri berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan evaluasi dan reorientasi serta optimalisasi pemanfaatan kawasan industri untuk mendukung dan sejalan dengan arah kebijakan perkembangan industri nasional serta secara konsisten turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Perkembangan kawasan industri di Indonesia, yang sudah dimulai sejak awal tahun 1970 mengemban dua misi. Pertama, merangsang tumbuhnya iklim industri. Kedua, menjadi sarana bagi pengaturan ruang, terutama untuk menghindari timbulnya kasus pencemaran lingkungan yang akan berakibat terhadap tuntutan biaya sosial yang tinggi. Dalam rangka melihat bagaimana pengembangan kawasan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ke depan yang relative kompleks, maka dilakukan penelitian berdasarkan pendekatan system dengan konsep pembangunan berkelanjutan, dimana lokasi yang dijadikan sebagai studi kasus yaitu di Kawasan Industri Cilegon. Pengembangan di Kawasan Industri Cilegon perlu dikelola agar mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan kawasan industri dikatakan berwawasan lingkungan apabila secara ekonomis dinyatakan efisisen dan layak, secara ekologis dinyatakan lestari, dan secara sosial dinyatakan berkeadilan (WCED, 1987). Dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan ini, terdapat keragaman kebutuhan baik dilihat dari sisi manajemen di Kawasan Industri Cilegon, pemerintah daerah, investor (pengusaha) dan masyarakat, yang tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dan keterbatasan sumberdaya (limitation of resources). Salah satu alternatif adalah mengembangkan kawasan industri yang ada menjadi kawasan Eco Industrial Park (EIP), dimana suatu komunitas bisnis/industri dapat bekerja sama satu sama lain dan melibatkan masyarakat di sekitarnya untuk lebih mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya (informasi, material, air, energi, infrastruktur, dan habitat alam) secara bersama-sama, meningkatkan kualitas ekonomi dan lingkungan, serta meningkatkan sumber daya manusia bagi kepentingan bisnis

6 6 dan juga masyarakat sekitarnya, sebagai upaya mempertahankan keberlanjutan industri dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.(lowe, 2001). Menurut WCED (1987), pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana menyelenggarakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Didalamnya terkandung 2 gagasan penting: 1) gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan 2) gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan terdapat perpaduan 2 kata yang kontradiktif yaitu pembangunan (development) yang menurut perubahan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan berkelanjutan (sustainable) yang berarti tidak boleh mengubah (lestari) di dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Persekutuan antara kedua kepentingan ini (sustainable dan development) pada dasarnya mengembalikan ke alam lingkungannya sebagai dasar. Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan digambarkan dalam segitiga sama sisi, dilambangkan dengan 3 dimensi, yaitu : ekonomi, ekologi, dan sosial. Pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi ke tiga dimensi tersebut, yaitu: secara ekonomi layak dan efisien, secara ekologi lestari (ramah lingkungan) dan secara sosial berkeadilan. Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam. Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, diperlukan analisis kondisi pengembangan di Kawasan Industri Cilegon saat ini, yang dapat direprenstasikan dengan: 1) analisis situasional (aspek ekonomi), 2) analisis perilaku penduduk (aspek social), dan 3) analisis potensi dan kualitas penanganan limbah industri serta daya dukung lingkungan dan tata ruang wilayah (aspek ekologi). Tujuan analisis perilaku penduduk adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara tempat bekerja (di dalam dan di luar di Kawasan Industri Cilegon) dengan tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan secara umum masyarakat sekitar. Tujuan analisis potensi dan kualitas limbah industri serta daya dukung lingkungan adalah untuk

7 7 mengetahui kualitas lingkungan kawasan serta analisis sustainability proses industri dan rencana pengolahan limbah industri, serta melalui analisis citra landsat kawasan industri Cilegon. Untuk pengembangan kawasan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan melibatkan banyak stakeholders dengan kepentingan berbeda sehingga diperlukan analisis kebutuhan stakeholders dengan pendekatan sistem. Penelitian dengan pendekatan sistem pada prinsipnya dimulai dengan dilakukannya analisis terhadap adanya sejumlah kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Analisis kebutuhan stakeholders dilakukan dengan menggunakan Analisis Prospektif menggambarkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Selanjutnya, adalah merumuskan strategi dan skenario pengelolaan kawasan industri berwawasan lingkungan yang optimal, yaitu dengan cara mensintesa berbagai data dan pertimbangan dari suatu persoalan yang kompleks yang tidak teratur, stratejik dan dinamis, menjadi bagian-bagian yang ditata secara hirarki, guna ditetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut ( Marimin, 2005). Hasil prediksi kinerja sistem merupakan umpan balik informasi dalam rangka penyesuaian dan perbaikan scenario, sehingga system berdayaguna (efektif) sebagai bahan rekomendasi bagi stakeholders dalam pengembangan kawasan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Secara skematis kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

8 8 Analisis : Land use Cover Change, Sosekbud, Survey Eksisting Kawasan Industri Cilegon Analisis Kriteria Eco Industrial Park Analisis keberlanjutan kawasan industri Faktor Operasionalisasi Kelembagaan kawasan Industri Faktor dampak Faktor Proses Produksi Dimensi Ekologi Dimensi Sosial- Ekonomi Konsep ideal teoritik Eco Industrial Park Benchmarking Eco Industrial Park di dunia Konsep Pembangunan berlanjutan Gap Analisis Strategi penyelesaian gap Desain Eco Industrial Park Reconseptualisa si desain Eco Industrial Park Strategi Pengembangan Eco Industrial Park kawasan industri cilegon Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian I.4. Perumusan Masalah Kota Cilegon merupakan salah satu kota di Propinsi Banten yang dijadikan sebagai kawasan industri di Indonesia dimana di dalamnya terdapat berbagai jenis industri berat yang saling berinteraksi antara satu industri dengan jenis industri lainnya. Dalam rangka mewujudkan pembangunan industri yang berkelanjutan, maka dalam pengembangan kawasan ini menjadi kawasan pengembangan industri berat, maka salah satu aspek yang penting diperhatikan adalah bagaimana pengelolaan industri yang berada dalam kawasan tersebut dapat bersahabat dengan lingkungan. Dengan kata lain dalam pengelolaannya tidak menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung lingkungan untuk mendukung kehidupan yang ada di sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut sehingga muncul konsep untuk membentuk kawasan industri yang berbasis ekologi (Eco Industrial Park ), dimana konsep ini

9 9 dimaksudkan agar industri yang sedang beroperasi dapat bersahabat dengan lingkungan. Namun demikian, pengelolaan kawasan industri dalam rangka menuju Eco Industrial Park tidaklah sederhana, tetapi menimbulkan berbagai permasalahan yang begitu rumit dan relative kompleks sehingga memerlukan suatu pendekatan yang bersifat komprehensif agar konsep pembangungan berkelanjutan pada kawasan industri dapat diwujudkan. Sistem pengembangan kawasan Eco Industrial Park kawasan industri Cilegon akan efektif apabila kebutuhan diantara stakeholders dapat terpenuhi dan dapat menyelesaikan masalah yang timbul dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Formulasi permasalahan disusun dengan cara mengevaluasi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan atau adanya konflik kepentingan diantara stakeholders untuk mencapai tujuan system. Pengembangan kawasan industri Cilegon memiliki potensi terjadinya konflik kepentingan, jika tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan bijaksana. Beberapa permasalahan dalam pengembangan kawasan industri Cilegon menuju Eco Industrial Park dapat diformulasikan sebagai berikut : 1. Adanya kesenjangan informasi dan persepsi diantara stakeholders berkaitan dengan pemahaman tentang Eco Industrial Park dan dampak lingkungan akibat aktifitas industri 2. Keterbatasan sumberdaya manusia dalam pengetahuan peralatan dan teknologi pengolahan limbah industri pengelola kawasan industri cilegon berdampak pada rendahnya inovasi dan kreatifitas pengolahan limbah industri. 3. Keterbatasan kemampuan investor menerapkan teknologi berwawasan lingkungan untuk menjalankan produksi, sehingga tingkat pencemaran tinggi. 4. Perencanaan bersifat sektoral dan parsial, belum mengakomodasikan kebutuhan stake holders, berakibat rendahnya kerjasama lintas sektoral. 5. Tekanan penduduk, tuntutan perkembangan ekonomi daerah yang semakin dinamis, serta tingginya permintaan konsumsi barang, mengakibatkan permintaan terhadap lapangan kerja dan jumlah angkatan kerja. 6. Hukum dan kelembagaan yang tidak operasional dan tidak konsisten dalam pelaksanaan (debirokratisasi). 7. Keterbatasan akses informasi dan pemasaran dari pengelola kawasan industri cilegon, berdampak pada rendahnya pangsa pasar dan pendapatan.

10 10 8. Keterbatasan infrastruktur usaha seperti : energi listrik, perizinan, komunikasi, gas, perpajakan, retribusi berdampak kurang kondusif nya iklim usaha. 9. Globalisasi ekonomi menuntut dihasilkannya produk yang berkualitas untuk bisa bersaing di pasar global. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengkajian mengenai kondisi pengembangan kawasan industri saat ini, kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan stakeholders dalam pengembangan kawasan industri guna meminimalisasi konflik antar pihak terkait, model riset strategi pengembangan kawasan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, sehingga dihasilkan skenario dan strategi pengelolaan kawasan industri menuju Eco Industrial Park dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dalam bentuk redisain kawasan industri eksisting menuju Eco Industrial Park berdasarkan hasil analisis gap antara kondisi eksisting dengan konsep ideal teoritik dan benchmarking Eco Industrial Park. Dalam pengkajian tersebut, beberapa permasalahan yang perlu dipecahkan antara lain : 1. Bagaimana kondisi eksisting serta adakah gap dalam pengelolaan industri di kawasan industri Cilegon? 2. Sejauhmana tingkat kepentingan dan pengaruh stakesholders dalam pengelolaan kawasan industri Cielgon yang berkelanjutan? 3. Bagaimana potensi dan kualitas limbah industri serta daya dukung lingkungan di kawasan industri Cilegon? 4. Bagaimana strategi/skenario pengembangan kawasan industri Cilegon dalam rangka menuju Eco Industrial Park? Perumusan masalah pengembangan kawasan Cilegon secara skematis disajikan seperti pada Gambar 2.

11 11 Kawasan Industri Cilegon Pengembangan Industri yang Berkelanjutan 1. Tingginya perubahan tata guna lahan dan kawasan terbangun disekitar kawasan industri 2. Terdapat gap antara kondisi eksisting dengan kriteria kecukupan EIP 3. Terjadinya konflik kepentingan antar stakeholder dalam pengembangan kawasan Eco Industrial Park Permasalahan Pengkajian 4. Menurunnya kualitas lingkungan disekitar Kawasan Industri Cilegon 5. Belum ada strategi pengembangan kawasan untuk menuju Eco Industrial Park di kawasan industri Cilegon Kondisi eksisting dan potensi gap dengan EIP Kepentingan dan pengaruh stakeholders model strategi/skenario pengembangan kawasan industri Potensi dan kualitas limbah industri Kebijakan pengembangan kawasan industri menuju Eco Industrial Park. Gambar 2. Skema perumusan masalah strategi pengembangan kawasan industri menuju Eco Industrial Park Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan manajemen Kawasan Industri Cilegon untuk mengelola kawasan industri menuju Eco Industrial Park. 2. Sebagai bahan masukan pemerintah dan departemen terkait dalam merumuskan kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan industri berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 3. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan industri menuju Eco Industrial Park melalui pendekatan kajian gap analisis kondisi eksisting dengan kondisi ideal teoritik dan benchmarking Eco Industrial Park dalam rangka menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. 4. Sumbangsih ilmu pengetahuan

12 12 I.6 Kebaruan (Novelty) Kebaruan dalam penelitian ini adalah dihasilkannya model konseptual pengembangan kawasan industri menuju Eco Industrial Park dengan mengintegrasikan metode GIS, Gap analysis,stakeholders analysis,analytical Hyrarchi Process (AHP) dan Prospektif Analysis.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Industri Cilegon yang meliputi Anyer (perbatasan kota Cilegon-Kabupaten Serang), Merak, dan Cilegon, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak dalam satu kawasan (Ayres dan Ayres,2002). Kawasan ini bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. terletak dalam satu kawasan (Ayres dan Ayres,2002). Kawasan ini bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eco Industrial Park merupakan komunitas industri dan bisnis yang terletak dalam satu kawasan (Ayres dan Ayres,2002). Kawasan ini bertujuan pada peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

HISTORY OF ECO-INDUSTRIAL

HISTORY OF ECO-INDUSTRIAL HISTORY OF ECO-INDUSTRIAL 1898 - Robert Frosch (Journal Scientific American) Mengapa sistem industri tidak seperti ekosistem alam? 1972 - Harry Zhi Evan (Seminar + Journal for International Labour Review)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas industri manufaktur, termasuk di Indonesia, diibaratkan sebagai dua sisi mata pisau karena menghasilkan produk industri yang dibutuhkan untuk kehidupan, sekaligus

Lebih terperinci

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG

BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG BAB 5 INDIKASI KEKUATAN, KELEMANAHAN, ANCAMAN, DAN PELUANG Secara umum, Kabupaten Pandeglang memiliki ke empat faktor eksternal dan internal yang dimaksud diatas, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... I DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... IX BAB 1 PENDAHULUAN... I LATAR BELAKANG... I - 1

KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... I DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... IX BAB 1 PENDAHULUAN... I LATAR BELAKANG... I - 1 KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... I DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... IX BAB 1 PENDAHULUAN... I - 1 1.1 LATAR BELAKANG... I - 1 1.2 RUMUSAN PERSOALAN... I - 2 1.3 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN... I - 5

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Misi adalah rumusan umum mengenai

Lebih terperinci

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DAERAH URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

VI. STUDI KEPENTINGAN DAN PENGARUH STAKESHOLDERS DALAM PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI CILEGON MENUJU ECO INDUSTRIAL PARK. Abstrak

VI. STUDI KEPENTINGAN DAN PENGARUH STAKESHOLDERS DALAM PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI CILEGON MENUJU ECO INDUSTRIAL PARK. Abstrak VI. STUDI KEPENTINGAN DAN PENGARUH STAKESHOLDERS DALAM PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI CILEGON MENUJU ECO INDUSTRIAL PARK Abstrak 102 Keberadaan industri di Kota Cilegon memiliki peranan penting terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi SKPD BLHD a. Visi Dalam rangka mewujudkan perlindungan di Sulawesi Selatan sebagaimana amanah Pasal 3 Ung-Ung RI Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

RINGKASAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN

RINGKASAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN RINGKASAN DOKUMEN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2005-2025 VISI : Kabupaten Pasuruan yang Agamis, Berdaya Saing, Mandiri, dan Sejahtera MISI : 1. Penerapan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Luas wilayah Provinsi Banten adalah 9.662,92 Km2, dengan pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sebesar 9,782,779 (pada tahun 2010) dikategorikan sebagai propinsi berpenduduk padat di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Banten

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1.1. Permasalahan Umum Dalam mencapai peran yang diharapkan pada Visi dan Misi Kepala

Lebih terperinci

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis - PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota - PP Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri kontruksi dan meningkatnya pembangunan gedung dan infrastruktur di negara-negara berkembang seperti Indonesia berperan besar terjadinya global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan baja yang masih terus tumbuh didukung oleh pembangunan sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate/CAGR (2003 2012)

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian GREEN CHILLER POLICY IN INDUSTRIAL SECTOR Disampaikan pada: EBTKE CONEX Jakarta Convention Center 21 Agustus 2015 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N K O N S E P P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi seringkali menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa

BAB I PENDAHULUAN. Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan di dunia khususnya di Indonesia telah melampaui daya dukung bumi dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Topik: : VISI PERTANIAN ABAD 21 (PERTANIAN YANG BERKEBUDAYAAN INDUSTRI) menjelaskan Visi Pertanian Abad 21

Topik: : VISI PERTANIAN ABAD 21 (PERTANIAN YANG BERKEBUDAYAAN INDUSTRI) menjelaskan Visi Pertanian Abad 21 Topik: : VISI PERTANIAN ABAD 21 (PERTANIAN YANG BERKEBUDAYAAN INDUSTRI) TIK: Setelah mengikuti kuliah ini, anda akan dapat menjelaskan Visi Pertanian Abad 21 Visi Paradigma pembangunan pertanian baru yang

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang ingin dicapai dilandasi

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH Visi merupakan pandangan ideal yang menjadi tujuan dan cita-cita sebuah organisasi.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka

Fakta tentang Air. Air tawar itu terbatas dan langka Fakta tentang Air Air tawar itu terbatas dan langka Air tidak tergantikan Fakta tentang Air Air memiliki nilai ekonomis total yang melebihi nilai jualnya saat ini Air dibutuhkan oleh makhluk hidup dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 1. Visi dan Misi Provinsi Jawa Timur Visi Provinsi Jawa Timur : Terwujudnya Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Provinsi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DASAR PENYUSUNAN RIK 1. UU No. 18

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI

Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI Konsep Penataan Kota berbasis Berkelanjutan: Belajar di Eropa WIDIASTUTI PENGERTIAN Kota yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang (Brundtland,1987) suatu interaksi

Lebih terperinci