PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PAPUA BERBASIS SUMBER DAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PAPUA BERBASIS SUMBER DAYA"

Transkripsi

1 Percepatan Pengembangan pembangunan Inovasi Pertanian pertanian 1(2), di Papua 2008: PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PAPUA BERBASIS SUMBER DAYA Tim Sintesis Kebijakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Secara administratif wilayah Papua telah dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Papua dan Papua Barat. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan wilayah di kedua provinsi tersebut. Pada tahun , sektor pertanian mampu menyerap 72-77% tenaga kerja dan berkontribusi 15-24% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hasil pertanian Papua sejauh ini masih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Realisasi investasi untuk sektor pertanian sangat kecil. Pada tahun 2003, jumlah investasi pada sektor pertanian dari dalam negeri hanya 0,4% dan dari luar negeri 4,24% dari jumlah realisasi investasi yang mencapai Rp19,99 triliun. Data dan informasi sumber daya lahan/ tanah mempunyai peranan sangat penting dalam menunjang program pembangunan pertanian suatu daerah, khususnya dalam menyusun perencanaan pengembangan wilayah melalui pemilihan daerah-daerah 1) Naskah disampaikan pada Rapat Pimpinan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bulan Oktober berpotensi. Untuk mengetahui wilayahwilayah berpotensi tersebut diperlukan data sumber daya lahan/tanah. Potensi sumber daya lahan untuk pertanian di Papua cukup besar. Namun, keterbatasan infrastruktur, keterisolasian dari pasar domestik dan internasional, tidak meratanya penyebaran sumber daya manusia terampil, hambatan birokrasi, serta situasi politik dan gangguan keamanan merupakan disinsentif untuk penanaman modal di Papua. Pemanfaatan sumber daya lahan/tanah secara optimal, seimbang, dan berkelanjutan perlu disesuaikan dengan kondisi dan sifat-sifat sumber daya lahan tersebut serta kondisi lingkungan, dan tidak mendapat hambatan karena faktor fisik dan lingkungan. Di Papua, sumber daya lahan pertanian berperan sebagai penghasil pangan serta sumber pendapatan petani dan daerah, sehingga upaya untuk mengembangkan pertanian perlu dilakukan. Mengingat sebagian besar masyarakat etnis Papua masih menggantungkan kehidupannya pada sumber daya lahan dan lingkungan maka usaha pengembangan pertanian secara tidak langsung juga meningkatkan taraf hidup, pendapatan, dan kesejahteraan mereka. Memanfaatkan potensi sumber daya lahan daerah ini secara terarah dan terpadu berpeluang menumbuhkan pusat-

2 142 Tim Sintesis Kebijakan pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia, khususnya Papua. PERMASALAHAN Data tahun 2003 menunjukkan, Papua merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan paling tinggi di Indonesia; kemiskinan di wilayah pedesaan sekitar 49,75% tetapi di perkotaan hanya 8,32%. Sebagai gambaran, rumah tangga tanpa akses jalan di wilayah dataran seperti di Kabupaten Jayapura dan Merauke berturut-turut 24,6% dan 60,0%. Namun di wilayah perbukitan dan pegunungan seperti di Kabupaten Paniai dan Puncak Jaya, rumah tangga tanpa akses jalan berturut-turut mencapai 93,3% dan 98,5%. Kemiskinan terjadi pada penduduk dengan mata pencaharian bertani. Budaya bertani penduduk asli Papua masih berupa meramu dan sebagian sebagai peladang berpindah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB cenderung menurun. Pendapatan per kapita masyarakat Papua (di luar sektor pertambangan) pada tahun mencapai Rp1,8 juta (USD200) per tahun, namun pada tahun menurun menjadi Rp1,6 juta (USD178) per tahun. Budaya lokal sistem usaha tani umumnya menganut budaya lumbung. Penanaman tanaman pangan seperti ubi jalar dan talas dilakukan secara bertahap agar panen dapat dilaksanakan sepanjang waktu sesuai dengan kebutuhan. Cara bertanam seperti ini sangat rentan terhadap perubahan iklim dan lingkungan, yang berdampak pada makin seringnya terjadi kerawanan pangan secara berkala pada beberapa lokasi di Papua. Ketertinggalan pembangunan sektor pertanian di Papua dan Papua Barat disebabkan oleh interaksi berganda antara faktor-faktor biofisik (sumber daya lahan), sosial-budaya (sumber daya manusia dan kelembagaan), tekno-ekonomi, dan faktor politis. Rumitnya interaksi faktor-faktor tersebut menyebabkan proses adopsi inovasi sangat lambat yang bermuara pada tingginya tingkat kemiskinan serta rendahnya ketahanan pangan. Masyarakat lokal etnis Papua belum mampu mengakomodasi pola pikir serta teknik dan budaya bertani modern yang sarat teknologi. ANALISIS MASALAH Potensi Sumber Daya Lahan dan Arahan Pengembangan Komoditas Pertanian Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat mencakup luas km 2 atau ha, didominasi oleh tanah Inceptisols (Kambisols) sekitar 22,2% dan Ultisols (Podsolik) 21,4%. Tanah Inceptisols dan Ultisols umumnya tersebar di daerah lahan kering. Pemanfaatan tanah ini untuk pengembangan pertanian menghadapi kendala kemasaman tanah dan tingkat kesuburan yang rendah. Tanah Alfisol (Mediteran), Mollisol (Renzina), Gleysol, dan Aluvial yang luasnya sekitar 31,8% memiliki potensi yang lebih tinggi untuk pengembangan pertanian dengan mempertimbangkan kondisi fisik dan lingkungan atau iklim setempat. Tanah Entisols (Litosols dan Regosols) mencakup 15,9%, mempunyai faktor penghambat tanah dangkal berbatu dan berada pada lereng yang curam serta tekstur berpasir, walaupun terdapat pada dataran

3 Percepatan pembangunan pertanian di Papua marin. Tanah ini memiliki kesuburan alami yang sangat rendah dan tidak berpotensi untuk pertanian. Tanah Histosols (Organosol/gambut) yang meliputi luas sekitar 8,7%, terdapat di dataran rawa pantai dan pedalaman. Kendala untuk pengembangan pertanian adalah lapisan gambut yang tebal dan selalu tergenang air. Lahan rawa di Papua dapat dikelompokkan ke dalam tipologi: (1) lahan rawa lebak bertanah aluvial seluas 2,71 juta ha, bertanah gambut atau berasosiasi dengan tanah gambut seluas 3,59 juta ha; (2) rawa pasang surut air tawar, yang termasuk lahan potensial sulfat masam dan gambut masing-masing 0,03 juta ha, 1,01 juta ha, dan 1,28 juta ha; dan (3) rawa pasang surut air payau/salin, yang termasuk lahan potensial 1,34 juta ha dan sulfat masam 0,55 juta ha. Lahan potensial adalah lahan yang tanahnya sulfat masam potensial dengan lapisan pirit lebih dari 50 cm dan belum mengalami oksidasi. Tipologi lahan ini dapat digunakan sebagai arahan dalam pemanfaatan dan pengembangan lahan rawa untuk pertanian. Iklim di Papua umumnya cukup basah. Variasi hujan cukup besar ( mm/ tahun), dan makin dekat ke Pegunungan Jayawijaya makin basah. Wilayah di sekitar Merauke paling kering dengan curah hujan <1.500 mm/tahun dan musim kemarau cukup panjang (Juli-November), sedangkan pada ketinggian lebih dari m dpl terdapat salju (puncak Jayawijaya). Berdasarkan sistem klasifikasi agroklimat, wilayah Papua terdiri atas berbagai zone agroklimat dari A sampai D2. Wilayah yang potensial untuk pengembangan kelapa sawit, karet, kopi, kelapa, kapas dan tebu (E1 dan E2) berturut-turut seluas 6, 3 juta ha, 0,43 juta ha, 5,92 juta ha, 6,23 juta ha, 251 ribu ha, dan 940 ribu ha. Wilayah yang potensial untuk pengembangan kedelai (E1 dan E2) di Kabupaten Sorong mencapai 154 ribu ha, Manokwari ha, Paniae 181 ribu ha, Jayapura 82 ribu ha, Yapen Woropen ha, dan Merauke ha. Wilayah yang potensial untuk pengembangan tanaman padi sawah (E1) di Papua seluas 1,8 juta ha, dengan wilayah yang luas arealnya >200 ribu ha adalah Kabupaten Merauke (614,9 ribu ha), Jayapura (389,2 ribu ha), dan Yapen Waropen (217,5 ribu ha). Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1: , Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki 17,3 juta ha lahan yang sesuai untuk pertanian; 7,2 juta ha di antaranya sesuai untuk dijadikan lahan sawah, 4,1 juta ha untuk pertanian tanaman semusim lahan kering, dan 5,6 juta ha untuk tanaman perkebunan dataran rendah (<700m dpl) (Tabel 1). Di dataran tinggi, lahan yang sesuai untuk lahan sawah, tanaman semusim lahan kering, dan tanaman perkebunan berturutturut 0,2; 0,4; dan 0,1 juta ha. Lahan yang tersedia untuk perluasan pertanian mencakup 9,6 juta ha, terdiri atas pertanian lahan basah semusim 5,18 juta ha, pertanian lahan kering semusim 1,68 juta ha, dan pertanian lahan kering tahunan 2,79 ha. Pola pengembangan komoditas pertanian di Papua berturut-turut adalah: (a) pertanian lahan basah (Kabupaten Merauke, Paniae, Bintuni, Asmat dan Jayapura); (b) peternakan (Kabupaten Bintuni dan P. Dolak Kabupaten Merauke); (3) tanaman pangan lahan kering (Kabupaten Yapen Waropen, Nabire, Fakfak dan Sorong); dan (4) tanaman perkebunan (Kabupaten Merauke, Timika, Mamberamo/ Sarmi, Fakfak dan Bintuni).

4 144 Tim Sintesis Kebijakan Tabel 1. Ketersediaan sumber daya lahan untuk pengembangan pertanian di Papua (000 ha). Potensi SDL pertanian Lahan basah semusim Lahan kering semusim Lahan kering tahunan/ perkebunan Jumlah Lahan potensial (sesuai) untuk pertanian Lahan tersedia Rawa : untuk perluasan area non rawa : pertanian Jumlah : Diversifikasi Pangan Lokal dan Pengembangan Produksi Bioenergi Diversifikasi pangan lokal sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat Papua. Komoditas pangan lokal di Papua antara lain adalah sagu, ubi jalar, gembili, dan suweg. Pengembangan tanaman pangan lokal memiliki nilai sangat strategis karena selain sebagai pangan tradisional, komoditas ini berkaitan dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, pengembangan diversifikasi pangan lokal juga bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya setempat. Pewilayah komoditas sumber bioenergi untuk mengurangi ketergantungan pasokan dari daerah lain perlu mendapat prioritas, termasuk studi kelayakan sosial, ekonomi dan kelembagaan, serta opportunity cost penggunaan produk tersebut untuk biogas dibandingkan dengan untuk pangan atau pakan. Sumber bioenergi yang memungkinkan untuk dikembangkan di Papua adalah kelapa sawit, jagung, jarak pagar, kelapa, kapok, ubi kayu, jagung, tebu, kotoran hewan/manusia, serta sisa tanaman. Daerah Aliran Sungai Mamberamo Sungai Mamberamo mempunyai dua anak sungai utama, yaitu Sungai Rouffaer/ Tariku yang mengalir dari arah barat ke timur dan Sungai Idenberg/Taritatu yang mengalir dari arah timur ke barat. Panjang sungai sekitar 670 km dan debit rata-rata tahunan 5,000 m 3 /detik. Dua kawasan lindung yang berada di wilayah Mamberamo adalah (1) Suaka Margasatwa Sungai Rouffer, luas wilayah sekitar 310 ribu ha pada ketinggian 200 m dpl, dan (2) Suaka Margasatwa Pegunungan Mamberamo Foya, luas kawasan 1,108 juta ha. Bagian hilir DAS terdapat hutan rawa (hutan sagu), yang merupakan wilayah hutan primer alami. DAS Mamberamo dengan luas 7,8 juta ha merupakan salah satu areal lahan basah di Papua yang memiliki hutan rawa gambut 432,750 ha dan hutan rawa air tawar 14,425 ha. Tanah-tanah di DAS Mambe-

5 Percepatan pembangunan pertanian di Papua ramo sebagian besar terbentuk dari bahan induk yang berumur tua. Dengan curah hujan yang tinggi, pencucian hara berlangsung intensif. Oleh karena itu, tanahtanah di daerah ini umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah, kecuali di dataran aluvial karena adanya Sungai Mayabu, Turai, dan Tariku-Idenberg yang secara periodik banjir sehingga memberikan bahan endapan (aluvium) yang memperkaya kesuburan tanah. Dataran pelembahan Mamberamo, yaitu pada bagian tanah mineral, dapat dikembangkan untuk tanaman pangan lahan basah (padi) dan/atau palawija (kedelai, jagung, kacang tanah) dengan perbaikan drainase dan tata air. Pada bagian rawa belakang sungai (backswamp), potensi lahannya relatif terbatas. Di daerah ini tanaman sagu mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan dan merupakan komoditas alternatif utama. Lembah Mamberamo dengan luas 1,76 juta ha berpotensi untuk pengembangan padi sawah seluas 383,2 ribu ha (21,6%), tanaman pangan lahan kering (padi gogo dan palawija 953,1 ribu ha (54,1%), sayuran dan buah-buahan 268,9 ribu ha (10,4%), perkebunan 111,7 ha (66,3%), dan peternakan 24,45 ribu ha ( 1,4%). Peladangan berpindah dan pemanfaatan lahan pekarangan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga lazim dijumpai di DAS Mamberamo hulu. Ubi jalar merupakan makanan pokok penduduk setempat, terutama di Wamena. Tanaman kelapa tumbuh subur hampir di sebagian besar wilayah, dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai usaha industri rumah tangga. Lembah Baliem (anak Sungai Mamberamo bagian hulu-daerah Wamena) merupakan penghasil ikan (mas, mujair, dan lele), sedang bagian hilir Sungai Mamberamo terkenal sebagai penghasil ikan sembilan. Industri pengolahan ikan dan kulit buaya perlu dicarikan alternatif pemasarannya, di samping perbaikan teknologi pascapanen daging ikan dan kulit buaya tersebut. Kawasan Pegunungan Jayawijaya beriklim sejuk dan dingin, dan berpotensi sebagai penghasil sayuran dan buahbuahan dataran tinggi. Namun, produksi masih dipasarkan di Wamena karena terbatasnya infrastruktur dan keterampilan masyarakat. Keberadaan penyuluh pertanian lapangan (PPL) untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian sangat diperlukan. Transportasi udara yang terbatas menyebabkan harga bahan kebutuhan pokok fluktuatif, dan berlipat ganda dibanding di daerah lain di Papua dan Papua Barat. Lembaga Masyarakat Adat (LMA) wilayah Pegunungan Jayawijaya menghimpun 322 suku di 39 distrik di daerah sekitarnya. Mereka tinggal di kawasan pegunungan dan lembah-lembah kecil seperti di lembah Baliem (sebutan kawasan pegunungan dan lembah di sekitar Wamena). Suku gunung adalah sebutan umum untuk suku Dani di desa-desa lembah Baliem, suku Dani barat dari Kabupaten Tolikara, Puncak Jaya, dan Yakuhimo, Pegunungan Bintang, serta masyarakat Mee asal danau-danau di Paniae dan Nabire serta Lembah Kamu. Kelompok-kelompok masyarakat di daerah pedalaman (hinterland) masih berada pada taraf kehidupan subsisten/ pengembara atau setengah pengembara. Kondisi ini menjadi kendala dalam menumbuhkan suatu kota sebagai pusat perkembangan ekonomi atau budaya. Pada kawasan pertumbuhan dan kegiatan ekonomi di Papua seperti di Jayapura, Timika, Sorong, Merauke, dan Manokwari, para pendatang menjadi aktor ekonomi

6 146 Tim Sintesis Kebijakan yang dominan, karena penduduk asli etnis Papua sulit memasuki sistem kehidupan kota yang mengenal spesialisasi pekerjaan, khususnya pada profesi nonagraris. Kondisi infrastruktur di DAS Mamberamo, khususnya kawasan pegunungan Jayawijaya, masih memprihatinkan, jalan belum dibangun dan listrik belum menyala, kecuali di kota Wamena yang telah ada penerangan listrik. Sejumlah distrik lain, seperti Kurukulu, Yelangga, dan Bolakme, belum dialiri listrik PLN. Pemanfaatan Sungai Baliem untuk pembangkit tenaga listrik mikrohidro berkemampuan 500 kilowatt untuk menerangi kota Wamena dan sekitarnya perlu dikembangkan. Trans Papua (dulu disebut Trans Irian), yakni jalan yang menghubungkan Jayapura-Wamena (panjang 585 km dan sudah diresmikan pada tahun 1985 oleh Presiden Soeharto), belum selesai dibangun. Dari arah Wamena, jalan yang sudah beraspal baru 37 km, pada km masih setengah aspal, dan berlanjut jalan sungai mati - jalan tanah berlubang yang mirip aliran sungai mati ketika kemarau dan dipenuhi genangan air pada musim hujan hingga km140. Selanjutnya sampai ke distrik Lereh, Kabupaten Jayapura, jalan tidak dapat dilalui kendaraan bermotor. Kawasan ini sebenarnya sudah dibuka pada tahun 1990-an, namun kemudian tertutup karena sangat jarang dilalui kendaraan. Jika pembangunan sarana transportasi darat Wamena-Jayapura bisa segera direalisasikan, distribusi dan pemasaran hasil pertanian dapat terbuka lebar. Ketergantungan masyarakat Pegunungan Jayawijaya terhadap angkutan udara sangat besar, sehingga harga barang-barang kebutuhan masyarakat menjadi mahal. Harga kebutuhan pokok bisa mencapai enam kali lipat dari harga di Sorong dan Manokwari. Pengembangan Infrastruktur Pertanian dan Jaringan Pemasaran Menurut Dinas Pekerjaan Umum Papua, panjang jalan di Papua mencapai km. Minimnya pembangunan infrastruktur jalan di Papua menyebabkan sebagian besar daerah tidak dapat dijangkau dengan transportasi darat. Pilihannya hanya dua, menggunakan transportasi udara atau laut. Namun transportasi udara jauh lebih populer, dikenal sebagai penerbangan niaga berjadwal dan penerbangan non-niaga (yang dilakukan sejumlah misionaris). Di Papua terdapat 45 landasan lapangan udara yang beroperasi. Pengurangan atau penambahan jumlah landasan pesawat bergantung pada permintaan masyarakat di pedalaman. Ada 15 maskapai penerbangan khusus (misionaris) yang melayani penerbangan non-niaga ke pedalaman Papua, yang memiliki wilayah pelayanan terbanyak adalah Mission Avion Fellowship (MAF) dan Associated Mission Avion (AMA). Pengembangan infrastruktur untuk menunjang pertanian dilakukan berdasarkan arahan penggunaan lahan dan kedekatan (aksesibilitas) daerah yang berpotensi dengan prasarana transportasi yang telah ada atau dalam taraf perencanaan pembangunan yang disusun oleh Departemen Perhubungan dan Departemen Kimpraswil. Daerah yang sesuai dan berjarak <5 km di kiri dan kanan jalan dan sungai yang digunakan untuk transportasi air, secara geografis dianggap berpotensi untuk dikembangkan dalam jangka pendek menjadi daerah pertanian. Pada daerah-daerah yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian, pengembangannya harus diikuti dengan pembangunan infra-

7 Percepatan pembangunan pertanian di Papua struktur pendukung seperti jalan desa, saluran irigasi, saluran drainase, bangunan air (pintu air, dam parit, check dam, embung, dan bangunan air lainnya), alat dan mesin pertanian, serta pasar. Arahan yang lebih detail untuk pembangunan sarana irigasi dan sarana pengelolaan air lainnya didasarkan pada hasil survei investigasi dan desain di daerah setempat. Jaringan pemasaran komoditas pertanian dirancang dengan memperhatikan hasil kajian rantai pemasaran hasil-hasil pertanian saat ini, tingkat produksi, dan prakiraan produksi ke depan. Komoditas dibagi dalam beberapa kelompok komoditas utama dan bentuk produk yang dihasilkan (bahan baku, setengah jadi, atau jadi). Selanjutnya perlu ditinjau berdasarkan kelayakan pemasaran antarkabupaten, antarprovinsi atau antarnegara. Strategi Pengembangan Pertanian Berkelanjutan dan Pengamanan Lingkungan Sektor pertanian berpotensi menjadi salah satu sektor andalan dalam percepatan pembangunan Papua. Hal ini ditunjang oleh potensi sumber daya lahan yang berpeluang dikembangkan menjadi sumber-sumber pertumbuhan sektor pertanian, ketersediaan teknologi pendukung, kebijakan yang berpihak, dan ketersediaan pasar dalam dan luar negeri. Dengan sumber daya lahan yang dimiliki, pembangunan pertanian diharapkan dapat menjadi pilar pembangunan ekonomi Papua dan Papua Barat. Tata ruang untuk daerah yang belum banyak terganggu seperti di Papua perlu diatur secara seksama dan ketat dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, sedangkan daerah yang rusak/terdegradasi dan fungsi produksinya menurun perlu direhabilitasi. Tanpa usaha ini, degradasi lahan dan penurunan fungsi lingkungan seperti yang dialami daerah lain akan terulang, dan rehabilitasinya jauh lebih berat serta memerlukan waktu lama dan dana yang besar. Jika hidrologi pada DAS hulu rusak maka daerah pantai/das hilir yang merupakan sentra pengembangan pertanian akan terancam bencana, karena air laut akan makin masuk jauh ke daratan. Hutan dan tanaman tahunan diperlukan terutama pada DAS bagian hulu untuk memelihara tata air dan sebagai kawasan penyangga, sehingga lingkungan secara menyeluruh tetap terpelihara. Daerah sepanjang pantai dengan tanaman bakau dan hutan nipah juga perlu dipertahankan sebagai penyangga maupun habitat berbagai satwa yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta penyeimbang lingkungan, sebagaimana di sepanjang aliran sungai maupun mata air. Pengusahaan tanaman semusim hanya dianjurkan pada lahan dengan lereng <8% bila tanahnya sesuai.namun tidak dianjurkan pada lahan datar jika tanahnya berbahan induk pasir kuarsa maupun gambut dalam, serta yang berbatu karena akan menyulitkan dalam pengolahan tanah. Lahan dengan lereng 8-16% dianjurkan untuk wanatani dengan mengusahakan tanaman semusim bersama dengan tanaman keras/tahunan. Lahan dengan lereng 16-40% sebaiknya hanya digunakan untuk tanaman tahunan perkebunan maupun kehutanan. Penggunaan lahan yang tepat dan pengelolaan yang sesuai menjadi kunci pertanian berkelanjutan. Walaupun usaha pertanian tersebut menguntungkan, bila kelestarian terusik, kondisi lingkungan terganggu, maka usaha pertanian tidak akan dapat berkelanjutan.

8 148 Tim Sintesis Kebijakan Lahan gambut memegang peranan penting dalam sistem hidrologi DAS. Gambut memiliki daya menahan air % dari bobotnya sehingga daya lepas air juga besar. Dalam kaitan ini, keberadaan lahan gambut, terutama gambut sangat dalam (lebih dari 3 m), sangat penting untuk dipertahankan di setiap DAS, terlebih bila pada bagian hilirnya terdapat kota pantai, seperti Agats, Sorong, Nabire, Timika, Merauke, dan kota yang akan berkembang di muara Sungai Mamberamo. IMPLIKASI KEBIJAKAN Ditinjau secara fisik berdasarkan keadaan sumber daya lahannya, wilayah Papua cukup potensial untuk pengembangan pertanian. Keadaan sumber daya lahan tersebut mencakup sifat tanah, relief-topografi termasuk iklim. Meskipun data yang dihasilkan masih global/kasar, setidaknya dapat memberikan informasi awal tentang prospek dan peluangnya untuk pengembangan pertanian, termasuk bioenergi dan pangan lokal. Wilayah-wilayah potensial terpilih selanjutnya dikaji lebih detail untuk pelaksanaannya secara operasional. Kegagalan introduksi teknologi dan teknik bercocok tanam sering terjadi karena mengabaikan nilai-nilai lokal serta adat dan norma yang berlaku di wilayah yang bersangkutan. Sebaiknya proses adopsi teknologi dan penyuluhan mengikutsertakan kelembagaan lokal seperti kepala suku (ondoafie, keret, otini dan lain-lain) dan lembaga tata pengaturan (sambanimpakasanim, otini-tabenak dan lain-lain). Posisi kelembagaan lokal sangat dominan dalam pola kehidupan sosial etnis Papua, dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha pertanian. Untuk mengatasi ketimpangan atau ketidakselarasan budaya bertani antara etnis pendatang dan etnis Papua, terutama keterampilan dan pengetahuan bertani, perlu dikembangkan program percepatan pembangunan pertanian dan adopsi inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial-budaya, kelembagaan, dan penguasaan teknologi petani. Pembinaan dan penyuluhan hendaknya dibedakan antara untuk petani maju (etnis pendatang) dan petani tertinggal. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan dan strategi pelaksanaan percepatan sektor pertanian yang berbasis sumber daya, baik lahan, air, iklim, dan sumber daya manusia secara terintegrasi dan sesuai dengan kondisi setempat. Akses energi agar diupayakan dari sumber daya setempat, seperti bioenergi terbarukan, dan atau dengan memanfaatkan sumber daya biomassa, sinar matahari, dan panas bumi. Konsep desa mandiri hendaknya mengutamakan sumbersumber kekayaan setempat untuk dijadikan bahan pangan dan bahan bakar, terutama untuk suplai energi listrik. Upaya selayaknya mendorong kemandirian ekonomi kerakyatan ke dalam pasar tradisional; jangan sampai posisi pasar tradisional digantikan oleh pasar-pasar modern dan toko-toko yang dibanjiri produk impor. Suku etnis Papua memiliki ikatan batin yang kuat dengan alam dan lingkungan tempat mereka berpijak. Hal ini harus dipertimbangkan dalam percepatan pengembangan pertanian, infrastruktur, dan investasi di Papua, termasuk pengembangan komoditas pangan lokal dan bioenergi. Aspek penguasaan dan status lahan di Papua tidak boleh memutuskan hubungan masyarakat adat dengan tanah ulayatnya.

Karakteristik Daerah Aliran Sungai Mamberamo Papua

Karakteristik Daerah Aliran Sungai Mamberamo Papua Karakteristik Daerah Aliran Sungai Mamberamo Papua Disusun Oleh : Ridha Chairunissa 0606071733 Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL. Benyamin Lakitan 2017

PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL. Benyamin Lakitan 2017 3 PERTANIAN BERBASIS SUMBERDAYA & KEARIFAN LOKAL Benyamin Lakitan 2017 Pertanian berbasis Sumberdaya & Kearifan Lokal Kuliah ke Sumberdaya Pertanian 3 Urgensi, Legalitas & Konsepsi Sumberdaya Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Luas dan Potensi Wilayah Luas fungsional daerah penelitian adalah 171.240 ha, secara administratif meliputi 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Sumedang,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Kuliah 2 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Luas Wilayah : 600 Juta Ha Luas Daratan : 191 Juta Ha Luas Lautan : 419 Juta Ha Jumlah Pulau : 17 Ribu Panjang Pantai : 80 Ribu Km Jumlah G.Api : 130 Luas Rawa : 29

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang Barat berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan PT Mamberamo Alasmandiri merupakan perusahaan PMDN yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember 1991 dengan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa awal orde baru situasi dan keadaan ketersediaan pangan Indonesia sangat memprihatinkan, tidak ada pembangunan bidang pengairan yang berarti pada masa sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama serta pertahanan dan keamanan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Pertanian merupakan kegiatan yang penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sehingga perlu adanya keterampilan dalam mengelola usaha pertanian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain bertujuan menyediakan pangan

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci