JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN ABORSI (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN ABORSI (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR)"

Transkripsi

1 JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN ABORSI (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR) Disusun oleh: YAYAN WIDIASTO NPM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016

2 2 A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kejadian dan masalah kehamilan di luar nikah sering sekali terjadi dan didengar. Kejadian ini salah satunya disebabkan oleh gaya hidup seks bebas yang sekarang dianut oleh anak-anak muda atau remaja. Pada awalnya para anak muda tersebut hanya berpacaran biasa, akan tetapi setelah cukup lama berpacaran mereka melakukan hubungan seksual. Ketika hubungan mereka membuahkan janin dalam kandungan, timbul masalah karena mereka belum menikah dan kebanyakan masih harus menyelesaikan sekolah atau kuliahnya. Sering kali para remaja ini memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya dengan tindakan aborsi. Aborsi sendiri mempunyai 2 jenis yaitu aborsi spontan (abortus spontaneus) atau sering dikatakan sebagai peristiwa keguguran janin dan aborsi yang disengaja (abortus provocatus), aborsi yang dilakukan secara sengaja terbagi menjadi 2 lagi antara lain dilakukan secara medis dan dilakukan secara non medis. Perbuatan aborsi yang disengaja (non medis) dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, atau melanggar hukum sehingga kepada pelaku dan orang yang membantu melakukannya dikenai hukuman. Akan tetapi walaupun sebagian besar rakyat Indonesia sudah mengetahui ketentuan tersebut, masih banyak juga perempuan yang melakukan aborsi. Walaupun aborsi dilarang, ternyata perbuatan aborsi semakin marak dilakukan. Di Indonesia sendiri menempati angka hingga kasus yang terjadi, atau dapat dikatakan hampir 50

3 3 persennya terjadi di Indonesia, dengan jumlah sekitar aborsi yang mengakibatkan kematian. 1 Bahkan angka tersebut kurang dari jumlah yang disebutkan dalam penelitian Dr. Azrul yang berkisar sekitar 2,3 juta per tahun. 2 Dengan adanya sanksi maka setiap manusia mengharapkan hukum dapat di tegakkan supaya hukum menjadi konkrit tidak hanya berupa aturan aturan saja. Seperti halnya definisi hukum adalah peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota-anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tertib di dalam masyarakat. 3 B. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini membatasi masalah, supaya masalah yang akan dibahas tidak terlalu luas. Adanya pembatasan masalah ini, maka penulis lebih mudah untuk melakukan penelitian. Penulis membatasi masalah pada Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar. C. Perumusan Masalah Permasalahan penerlitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penerapan sanksi pidana terhadap kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar? Maria Ulfah Anshor, 2009, Fikih Aborsi, Jakarta, Kompas, hal 42 Ibid Wirjono Prodjodikoro 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama, hal 33

4 4 2. Apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan aborsi? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Mengkaji proses penerapan sanksi pidana terhadap tindak pidana aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar b. Mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku tindak pidana aborsi. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi agar dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. b. Menambah wawasan pengetahuan tentang hukum baik secara teori maupun praktek khususnya dalam hukum pidana. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hukum pidana. b. Menambah referensi sebgai bahan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi atau masukan yang berguna bagi pihak-pihak yang membaca tulisan ini.

5 5 b. Memberikan masukan mengenai sanksi atas tindak pidana aborsi kepada masyarakat pada umumnya. F. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit. Strafbaar feit juga diartikan dengan delik, perbuatan yang dapat dihukum atau peristiwa pidana yaitu suatu peritiwa atau perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. 4 Prof. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana dengan definisi sebagai berikut: Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. 5 Ada beberapa tokoh sarjana hukum yang mendefinisikan mengenai tindak pidana, antara lain sebagai berikut: a. Simons Menurut Simons strafbaar fiet adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan 4 5 R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus. Bogor : Politea, hal 26. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, hal 54.

6 6 dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. b. Van Hamel Strafbaar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. c. Prof. Wiryono Prodjodikoro,SH. Mengartikan tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dipidana. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Ada dua unsur tindak pidana yang secara umum yaitu: a. Unsur subyektif tindak pidana b. Unsur obyektif tindak pidana Yang dimaksud unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku ditinjau dari segi batinnya, antara lain a. Kesengajaan (dolus) atau kealpaan(culpa) b. Niat atau maksud dengan segala bentuknya c. Ada atau tidaknya perencanaan untuk melakukan perbuatan tersebut d. Adanya perasaan takut, contoh : seperti yang disebut dalam pasal 308 KUHP (takut diketahui telah melahirkan bayi) Sedangkan yang dimaksud dengan unsur obyektif adalah hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah ketika tindak pidana itu dilakukan, dan berada di luar batin si pelaku, unsurnya antara lain:

7 7 a. Sifat melawan hukum dari perbuatan itu b. Kualitas atau kedudukan si pelaku, contoh : pelaku sebagai ibu, pegawai negeri, atau hakim c. Kausalitas yaitu hubungan sebab akibat yang terdapat di dalamnya Jenis dari Tindak Pidana Tindak pidana dapat dikelompokan menjadi berbagai jenis kelompok, antara lain seperti: a. Kejahatan dan Pelanggaran Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum. Pelanggaran merupakan perbuatan yang tidak menaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. b. Tindak pidana Formil Adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang sebagaimana yang tercantum atau dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan atau KUHP. c. Tindak pidana materiil Adalah tindak pidana yang perumusannya dititk beratkan pada akibat yang dilarang, jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. d. Tindak pidana commissionis 6 P. Soemitro dan Teguh Prasetyo, 2002, Sari Hukum Pidana, Yogyakarta, Mitra Prasaja Offset, hal.37

8 8 Tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. e. Tindak pidana ommissionis Tindak pidana yang berupa pelanggaran terhadap perintah yang telah ditetapkan oleh undang-undang. f. Dolus dan Culpa Dolus adalah tindak pidana yang dilakukan denagan sengaja (kesengajaan), sedangkan culpa adalah tindak pidana yang dilakukan akibat kelalaian (kealpaan) g. Delik Aduan Adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan. 4. Macam jenis Pidana Jika terjadi perbuatan tindak pidana pasti akan ada sanksi pidana atau hukuman yang akan diterapkan. Menurut KUHP Buku Kesatu BAB II pasal 10, pidana terdiri dari: a. Pidana Mati Merupakan pidana terberat dari semua jenis pidana. Pidana mati diancamkan secara alternatif, pada umumnya dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selamanya selama dua puluh tahun. b. Pidana Penjara Suatu bentuk pidana yang berupa pembatasan kebebasan atau hilangnya kemerdekaan. Menurut pasal 12 KUHP ada dua macam

9 9 pidana penjara yaitu seumur hidup dan sementara. Minimum pidana sementara adalah satu hari, maksimum lima belas tahun, atau maksimum boleh dua puluh tahun. c. Pidana kurungan Pidana kurungan sama halnya dengan pidana penjara hanya saja lebih ringan daripada pidana penjara. d. Pidana denda Adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dengan membayar sejumlah uang. e. Pidana Tambahan 1) Pencabutan hak-hak tertentu - Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu. - Hak memasuki angkatan bersenjata. - Hak memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. - Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum, menjadi hak wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri. - Hak menjalankan kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampu atas anak sendiri. - Hak menjalankan pecaharian yang tertentu. 2) Perampasan barang-barang tertentu.

10 10 3) Pengumuman Keputusan hakim. 2. Tindak Pidana Aborsi Aborsi adalah pengguguran kandungan atau janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan. 7 Makna aborsi lebih mengarah kepada suatu tindakan yang disengaja untuk mengakhiri kehamilan seorang ibu ketika janin sudah ada tanda-tanda kehidupan dalam rahim Aborsi sendiri terbagi dua yaitu: a. Aborsi spontan (abortus spontaneus) b. Aborsi yang disengaja (abortus provocatus). Aborsi spontan (Abortus spontaneus) sering disebut dengan keguguran atau yang terjadi secara alamiah, baik tanpa sebab tertentu maupun karena sebab tertentu seperti, virus toxoplasma, anemia, demam yang tinggi dan sebagainya maupun karena kecelakaan. Pengguguran yang terjadi sepeerti ini tidak memiliki akibat hukum apapun. Ada beberapa jenis abortus spontaneus dalam ilmu kedokteran antara lain: a. Abortus imminens Yaitu adanya gejala-gejala yang mengancamakan akan terjadi keguguran. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan b. Abortus incipiens 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, Edisi-2,h.2

11 11 Yaitu terdapat gejala terjadi keguguran namun buah kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. c. Abortus incompletus Apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang terjadi cukup banyak namun tidak terlalu fatal, untuk pengobatan perlu dilakuakn pengosongan rahim. d. Abortus completus Pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan pengobatan. Sedangkan aborsi yang sengaja dilakukan (abortus provocatus) adalah aborsi yang terjadi secara sengaja karena sebab-sebab tertentu. Aborsi ini mempunyai konsekuensi hukum yang jenis hukumanya tergantung pada faktor yang melatar belakanginya. Aborsi yang dilakukan secara sengaja juga terbagi menjadi dua, yaitu: a. Abortus Artificial Therapicus Adalah sejenis aborsi yang penggugurannya dilakukan oleh tenaga medis disebabkan faktor adanya indikasi medis. Biasanya aborsi jenis ini dilakukan dengan mengeluarkan janin dari rahim meskipun jauh dari masa kelahirannya. b. Abortus Provocatus Criminalis

12 12 Adalah pengguguran kandungan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum. Abortus jenis ini adalah abortus yang terjadi atas permintaan pihak pasien kepada seorang dokter atau seseorang untuk menggugurkan kandungannya yang dikarenakan beberapa faktor antara lain ekonomi, menjaga kecantikan dan kekhawatiran sosial. 2. Tindak Pidana Aborsi diatur dalam KUHP dan UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 Larangan dan ancaman hukuman pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal serta Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, diuraikan sebagai berikut: a. Pasal 346. Seorang wanita yang sengaja mengugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun b. Pasal 347. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun,. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. c. Pasal 348. (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan serang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

13 13 d. Pasal 349. Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan Pasal 348, maka pidana yang akan ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan Selain itu ditegaskan juga dalam Undang-undang Tentang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 Ayat 1, 2, 3, dan Pasal 80 ayat 1, dimana pasal tersebut mengatur pembenaran dan larangan dilakukannya tindakan aborsi dengan alasan medis, yang dirumuskan : a. Pasal 15 Ayat (1) : Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Ayat (2) :Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli. c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarga. d. Pada sarana kesehatan tertentu Ayat(3) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. b. Pasal 80 Ayat(1) : Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah)

14 14 3. Dasar Putusan dan Pertimbangan Hakim Kita mengenal asas tiada pidana tanpa kesalahan. Jadi pidana hanya dapat dijatuhkan apabila ada kesalahan terdakwa yang dibuktikan di sidang pengadilan. Kesalahan terdakwa tentunya tertuang dalam surat dakwaan penuntutan umum. Hal ini sesuai dengan pasal 193 ayat 1 KUHAP. Maka terdakwa bukan begitu saja dapat dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Tetapi harus didukung oleh beberapa bukti. Minimal dua alat bukti, adapun alat bukti yang dimaksud dalam KUHAP antara lain : 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Dalam menjatuhkan sanksi pidana hakim secara tradisional dianut teori-teori pemidanaan yang pada umumnya dapat dibagi dua teori yaitu: 1. Teori Absolut (teori pembalasan) Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Dengan demikian pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu balasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Dasar pembenaran dari pidana yang dijatuhkan adalah pada tindak kejahatan itu. 2. Teori Relatif (teori tujuan)

15 15 Menurut teori ini pemberian pidana bukan untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu teori ini juga disebut teori perlindungan masyarakat. Jika hakim menjatuhkan pidana dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum bagi seseorang, Jadi putusan hakim bukan hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat formalitas. Hakim dalam menjatuhkan pidana tidak hanya berdasarakan sudut pandang subyektif, tetapi sudut pandang obyektif. Bahkan ada faktor yang dikemukakan dalam penjatuhan pidana yaitu hal yang memberatkan dan hal yang meringankan. Maka Hakim harus dapat mempertimbangkan beberapa faktor tersebut antara lain: a. Umur terdakwa. b. Jenis kelamin. c. Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa. d. Keseriusan delik bersangkutan. e. Nilai-nilai khusus daerah setempat. f. Dan tentu juga tingkat dampaknya terhadap filsafat negara yaitu Pancasila. Dalam RUU KUHP Tahun , yang telah direncanakan diatur pedoman pemidanaan yang menyatakan bahwa dalam pemidanaan Hakim mempertimbangkan: 8 Departemen Hukum dan Hzm Jakarta

16 16 a. Kesalahan pembuat tindak pidana. b. Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana. c. Cara melakukan tindak pidana. d. Sikap batin pembuat. e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat. f. Sikap dan tindakan pembuat setelah melakukan tindak pidana. g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat. h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukannya

17 17 G.Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian i. peradilan yang cepat, sederhana, biaya ringan berdasarkan KUHAP. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Karanganyar. Penulis memilih tempat penelitian di Pengadilan Negeri Karanganyar karena disana terdapat kasus aborsi yang dapat dijadikan bahan penyusunan penelitian ini. 2.Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. 9 Dikatakan penelitian yuridis karena hendak mengetahui dasar hukum dari kejahatan aborsi, sedangkan dikatakan secara normatif karena penelitian ini dilakukan dan ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis dan yang berlaku, maka penulis ingin mengetahui penerapan sanksi pidana kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan tentang keadaan dan gejala-gejala lainnya dengan cara mengumpulkan data, menyusunnya, mengklasifikasikan, menganalisa dan menginterprestasikannya. 10. Artinya penelitian yang memberikan gambaran 9 10 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hal.10 Ibid

18 18 selengkapnya mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar. 3. Sumber Data a.sumber data primer Data yang diperoleh melalui sejumlah keterangan yang dihimpun dari pejabat ataupun responden, dimana penulis memelih hakim untuk hal ini di Pengadilan Negeri Karanganyar. b.sumber data sekunder Merupakan data yang diperoleh dengan mempelajari literatur, bahanbahan materi perkuliahan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis dalam menyusun penulisan skripsi ini, meliputi sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu: a) Kitab Undang-Undang Hukun Pidana (KUHP) b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) c) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan d) Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar b. Bahan hukum sekunder a) Buku literatur b) Materi perkuliahan c. Bahan hukum tersier a) Kamus hukum b) Ensiklopedia

19 19 c) Internet 6.Alat Pengumpul Data Metode pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut: a. Penelitian Lapangan Dalam hal ini dilakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan penulisan ini yaitu hakim Pengadilan Negeri Karanganyar untuk memperoleh keterangan yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini. b. Penelitian Kepustakaan Guna memperoleh data dalam hal ini dengan membaca dan mempelajari buku-buku kepustakaan yang ada kaitan atau berhubungan dengan meteri penelitian agar dapat menunjang tujuan penulisan skripsi. 4. Metode Analisa Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. 11 Kemudian penulis mengumpulkan, mengklarifikasikan, dan menghubungkan data tersebut dengan teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk ditarik kesimpulan guna menentukan hasil mengenai penerapan sanksi pidana dalam kasus kejahatan aborsi. 11 Ibid, hal.12

20 20 H. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kejahatan Aborsi di PN Karanganyar Penerapan sanksi pidana terhadap kejahatan aborsi di Pengadilan Negeri Karanganyar dimulai dari pelimpahan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh pihak Penyidik kepada Penuntut Umum untuk diteliti kelengkapannya sebagai dasar membuat Surat Dakwaan. Dalam Kasus ini yaitu Aborsi, Jaksa Penuntut Umum membuat Surat dakwaan serta tuntutan berdasarkan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Majelis Hakim menjatuhkan pidana lebih ringan dari ketentuan Undang-Undang serta tuntutan Jaksa. a. Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : Dengan sengaja melakukan tindakan medis terhadap ibu hamil yang dilakukan tidak dalam keadaan darurat maupun bukan oleh tenaga ahli dan mempunyai kawenagan untuk itu; b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;

21 21 c. Menjatuhkan pula terhadap terdakwa tersebut dengan pidana denda sebesar Rp ,- (lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan; d. Menyatakan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; e. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan; f. Memerintahkan barang bukti berupa 2 (dua) bauh jarum suntik, 5 (lima) butir tablet Cytotec dan 4 (empat) ampul kosong obat Oxitocsin dirampas untuk dimusnahkan; g. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp ,- (lima ribu rupiah). 2. Pertimbangan Hakim Sebelum menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Hal-hal yang memberatkan : - Perbuatan terdakwa mengakibatkan matinya janin dalam kandungan dan membahayakan jiwa ibu yang mengandung janin tersebut. Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa bersikap sopan dan berterus terang sehingga memperlancar jalannya sidang; - Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi;

22 22 - Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya. Menimbang, bahwa maksud dan tujuan pemidanaan bukanlah sebagai sarana untuk balas dendam atas perbuatan terdakwa tetapi sebagai sarana mendidik dan menyadarkan pada diri terdakwa atas apa yang telah dilakukan serta akan segala pertimbangan diatas, maka Majelis hakim berpendapat pidana-pidana yang dujatuhkan terhadap diri terdakwa telah cukup tepat, adil dan setimpal dengan kesalahannya. Putusan yang dijatuhkan kepada Terdakwa dalam kasus aborsi pun pada dasarnya termasuk di dalam teori pemidanaan gabungan, yaitu gabungan dari teori pemidanaan relatif dan absolut. Karena tujuan pemidanaan bukanlah untuk membalas saja, tetapi untuk mempertahankan tertib hukum. Tujuan pemidanaan tersebut dapat sebagai pencegahan terhadap tindak pidana aborsi khususnya bagi masyarakat. Dan untuk kasus ini, pidana yang dijatuhkan masih terlalu ringan, mengingat bahwa tindakan aborsi dalam KUHP adalah termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa yang ancaman hukumannya paling lama adalah 4 (empat) tahun penjara dan dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan khususnya dalam pasal 80 ayat (1) yang mengancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimal Rp ,- (lima ratus juta rupiah). Karena dasar dari pertimbangan hakim dapat memberikan suatu keadilan kepada terdakwa, keluarga korban dan juga aparat penegak hukum lain, karena dalam pengambilan keputusan hukum juga didasarkan pada

23 23 tuntutan jaksa, alat bukti serta hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. I. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses penerapan sanksi pidana terhadap kejahatan aborsi Pengadilan Negeri Karanganyar adalah Jaksa Penuntut Umum membuat Surat dakwaan serta tuntutan berdasarkan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Tetapi dalam kenyataannya Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda Rp ,- atau dapat diganti dengan kurungan 2 (dua) bulan. 2. Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana aborsi diantaranya adalah bukti-bukti yang diajukan, keterangan saksi, keterangan Terdakwa, dan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Putusan yang dijatuhkan kepada Terdakwa dalam kasus aborsi pun pada dasarnya termasuk ke dalam teori pemidanaan gabungan, yaitu gabungan dari teori pemidanaan relatif dan absolute, karena tujuan pemidanaan bukanlah untuk membalas saja, tetapi untuk mempertahankan tertib hukum. Didalam kasus aborsi, pidana yang dijatuhkan masih terlalu ringan, mengingat bahwa aborsi 78

24 24 dalam KUHP adalah termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa yang ancaman hukumannya paling lama adalah 4 (empat) tahun penjara dan aborsi dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan khususnya dalam pasal 80 ayat (1) yang mengancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimal Rp ,- 2. Saran Saran a. Perlunya peran aktif orang tua untuk memantau perkembangan anakanaknya yang sudah menginjak remaja, karena terkadang tanpa pengawasan dari orang tua, dapat saja si anak terjerumus dalam pergaulan bebas dan kemudian terjadi kehamilan di luar nikah. Untuk itu penanaman nilai-nilai agama dan adat ketimuran dalam keluarga harus ditingkatkan, karena ada kecenderungan saat ini nilai-nilai agama dan adat mulai terkikis oleh dampak globalisasi terutama melalui teknologi informasi. b. Aparat penegak hukum agar dapat bekerja sama dengan instansi terkait untuk memberikan ceramah mengenai dampak dari tindakan aborsi baik dilihat dari sisi agama, moral, maupun dari sisi hukum sehingga dimasa yang akan datang dapat dicegah sedini mungkin terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana aborsi. Hendaknya sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap orang yang turut serta membantu dalam tindak pidana aborsi dapat lebih diperberat lagi sehingga menimbulkan efek jera terhadap pelaku dengan tidak melupakan dasar pertimbangan yang

25 25 tepat sehingga putusan yang ditetapkan dapat memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan.

26 26 DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan H. Zainal Asikin Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Bambang Waluyo Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika Adami Chazawi Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada Adami Chazawi Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada Andi Hamzah Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita Lilik Mulyadi Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Maria Ulfah Anshor Fikih Aborsi. Jakarta : Kompas M. Yahya Harahap, 2001, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika Moeljatno Azas-azas Hukum Pidana. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada P. Soemitro dan Teguh Prasetyo Sari Hukum Pidana. Yogyakarta: Mitra Prasaja Offset Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press) Wirjono Prodjodikoro Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: PT. Eresco Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP)

27 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan kuhp buku1.pdf

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan bebas sebagai pengaruh efek global telah mempengaruhi perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. Pergaulan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan modernisasi pada saat ini berdampak negatif pada para remaja yang tidak mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal.

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van 138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia di hari mendatang, dan dialah yang ikut berperan menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA 0 PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Karanganyar) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA A. Pembantuan Dalam Aturan Hukum Pidana 1. Doktrin Pembantuan dalam Hukum Pidana Dalam pembantuan akan terlibat

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF 40 BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF A. Pengertian Dan Dasar Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Anak Oleh Orang Tuanya Menurut Hukum Pidana Positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan. 55 BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999 A. Pengertian Remisi Pengertian Remisi memang tidak hanya terpaku dalam satu pengertian saja. Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli maupun

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci