Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Material Komposit [3] Banyak dari aplikasi teknologi modern membutuhkan material dengan kombinasi properties yang tidak biasa, yang tidak dapat ditemukan pada paduan logam konvensional, keramik dan polimer. Oleh karena itulah muncul jenis material dengan kombinasi properties dalam skala makro dan berkembang pesat pada saat sekarang ini yang disebut dengan material komposit (composite material). Porsi penggunaan material komposit pada saat sekarang ini semakin berkembang seiring kebutuhan akan sifat yang tidak dapat dipenuhi oleh material lain, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Tingkat kebutuhan material berdasarkan waktu [4] Berdasarkan arti kata, komposit itu sendiri mempunyai arti gabungan atau susunan kombinasi. Jadi material komposit merupakan material yang dibuat dari gabungan/kombinasi dua atau lebih material secara fisik (bukan kimia), yang 6

2 berbeda dalam komposisi dan ukuran secara makrokopis, dimana yang satu berfungsi sebagai penguat/pengikat terhadap yang lain. Kombinasi dalam skala makroskopik adalah hal yang membedakan material komposit dengan material paduan (alloy). Perbedaan utama material komposit terhadap material lain umumnya adalah pada sifat materialnya yang inhomogeneous dan orthotropic. Material inhomogeneous adalah material yang sifatnya tidak seragam dan merupakan fungsi dari posisi pada tubuh material tersebut sedangkan material orthotropic adalah material yang sifatnya berbeda pada tiga arah yang ada Klasifikasi Material Komposit [3] Berdasarkan jenis penguatnya, komposit juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Particle reinforced composite, yaitu komposit yang fasa terdispersi hampir sama besar pada semua arah (equiaxed). Berdasarkan mekanisme penguatannya dapat dibedakan lagi menjadi 2 jenis, yakni: a. Large particle, yaitu komposit yang tidak dapat di-treatment pada tingkat atom/molekul, menggunakan continuum mechanics, contohnya: beton (kombinasi pasir, kerikil sebagai phasa terdispersi dan semen sebagai matriks). b. Dispersion-strengthened, yaitu komposit yang dapat di-treatment pada tingkat atom/molekul, menggunakan precipitation hardening, contohnya: Thoria-dispersed nickel (TD nickel). 2. Fiber reinforced composite, yaitu komposit yang fasa dispersinya mempunyai bentuk geometri serat (mempunyai rasio antara panjang dan diameter yang besar). Berdasarkan panjang seratnya dapat dibedakan lagi menjadi: a. Continous (aligned), yaitu reinforced composite yang dibuat dari serat yang panjang dan disusun paralel antara satu dan yang lainnya. b. Discountinous (short), yaitu reinforced composite yang dibuat dengan serat yang pendek. Berdasarkan orientasi susunan seratnya dapat dibagi lagi menjadi aligned (paralel) dan randomly (acak sama sekali). 7

3 3. Structural composite, yaitu material yang merupakan kombinasi dari komposit dan homogeneus, sifatnya bergantung pada material pembentuk dan rancangan geometri elemennya. Structural composite dapat dibedakan menjadi: a. Laminates, yaitu gabungan dua dimensional sheet atau panel yang mempunyai kecendrungan arah high-strength, contohnya plywood. b. Sandwich, yaitu komposit yang terdiri atas dua lapisan muka (faces), diantaranya terdapat lapisan material berdensitas rendah (core) dan memiliki kekakuan dan kekuatan yang lebih rendah pula, contohnya konstruksi honeycomb core sandwich panel. Gambar 2.2 Pengklasifikasian material komposit berdasarkan jenis penguatan [3] Bahan Komposit [5] Gabungan antara serat dan matriks disebut bahan komposit. Bahan komposit menggabungkan keunggulan kekuatan dan kekakuan serat dengan massa jenis matriks yang rendah. Hasilnya adalah suatu bahan yang ringan tetapi kuat dan kaku. Dengan kata lain, bahan ini mempunyai harga specific modulus dan specific strengh yang lebih besar dibandingkan material konvensional lainnya. Tabel 2.1 memperlihatkan data-data bahan komposit tersebut dibandingkan dengan konvensional lainnya. Dari data specific modulus dan specific strength-nya terlihat bahwa bahan komposit lebih unggul dibandingkan 8

4 bahan metal. Keunggulan seperti inilah yang dimanfaatkan oleh berbagai industri pada berbagai aplikasi yang membutuhkan bahan-bahan yang ringan tetapi kuat dan kaku. Tabel 2.1 Sifat-sifat mekanik beberapa jenis bahan komposit [5] Sifat-sifat Jenis serat E-glass Kevlar-49 Grafit (Thornel-300) Fraksi volume serat, % Massa Jenis 1,80 1,38 1,61 Kekuatan tarik, 0 o (MPa) Modulus tarik, 0 o (MPa) Kekuatan tarik, 90 o (MPa) Modulus tarik, 90 o (MPa) 10 5,6 10,9 Kekuatan tekan, 0 o (MPa) Modulus tekan, 0 o (MPa) Kekuatan tekan, 90 o (MPa) Modulus tekan, 90 o (MPa) 8 5,6 11 Kekuatan geser bidang (MPa) Modulus geser bidang (GPa) - 2,1 6,4 Bahan komposit mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan sebagian besar material konvensional yang telah dikenal selama ini. Sebagian besar material konvensional bersifat homogen dan isotropik: Bahan homogen berarti sifat-sifatnya sama di semua tempat; berarti sifatsifat bahan bukan merupakan fungsi dari tempat atau posisi. Bahan isotropik berarti sifat-sifatnya sama dalam segala arah; berarti sifat-sifat bahan bukan merupakan fungsi arah. Sebaliknya bahan komposit bersifat tidak homogen dan non-isotropik (orthotropik, atau lebih umum anisotropik), berarti: Bahan tidak homogen berarti sifat-sifatnya tidak sama di semua tempat; berarti merupakan fungsi dari posisi. 9

5 Bahan anisotropik berarti sifat-sifatnya berubah dengan perubahan arah; yang berarti merupakan fungsi arah dan posisi. Karena sifatnya yang tidak homogen tersebut, bahan komposit sering dipelajari dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu mikromekanik dan makromekanik. Mikromekanik adalah kaji bahan komposit dimana interaksi antara bahanbahan pembentuknya dipelajari dalam skala mikroskopik. Lingkup kaji ini misalnya: mempelajari antara serat dan matriks; aliran dan pemindahan tegangan dari serat dan matriks, serta penentuan modulus elastisitas bahan sebagai fungsi dari modulus elastisitas bahan-bahan pembentuknya. Sedang kaji makromekanik adalah kaji bahan komposit dimana bahan dianggap homogen dan pengaruh bahan-bahan pembentuknya hanya ditengarai sebagai sifat yang tampak secara keseluruhan pada bahan komposit. Di sini tidak diperhatikan lagi bahan pembentuknya secara sendiri-sendiri. Pada kaji ini tidak dipelajari, misalnya susunan serat dalam matriks yang pada kaji mikroskopik merupakan kajian utama. Salah satu keuntungan bahan komposit adalah kemungkinan bahan tersebut diarahkan dalam arah tertentu (tailoring). Artinya, bahan tersebut dapat diarahkan sehingga hanya kuat dan kaku dalam arah tertentu dan lemah dalam arah-arah yang tidak dikehendaki. Kemampuan ini jelas tidak dipunyai bahan isotropik, yang per defenisi berarti mempunyai kekuatan dan kekakuan dalam segala arah. Pengetahuan tentang mikromekanik dan makromekanik ini akan berperan besar dalam mengarahkan bahan tersebut agar persyaratan structural yang dikehendaki tercapai Teori Kegagalan Material Komposit [6&7] Material komposit memiliki teori kegagalan yang berbeda dengan material logam pada umumnya. Pada dinding pipa komposit yang merupakan suatu laminat, laminat tersebut dianggap gagal jika telah memenuhi kriteria kegagalan untuk suatu laminat. Kriteria kegagalan laminat tersebut ada 3, antara lain adalah sebagai berikut. 1) Kegagalan lamina pertama (Initial or first ply failure) 10

6 Kriteria ini menyatakan bahwa suatu laminat dianggap gagal jika satu saja laminanya mengalami kegagalan 2) Kegagalan laminat ultimate (Progressive and Ultimate-laminate failure) Kriteria ini menyatakan bahwa suatu laminat dianggap gagal jika beberapa laminanya mengalami kegagalan sehingga mengakibatkan kekuatan laminatnya menurun secara signifikan. 3) Kegagalan interlaminar (Interlaminar failure) Kriteria ini menyatakan bahwa suatu laminat dianggap gagal jika telah terjadi pemisahan (separation) antar lamina yang bersebelahan walaupun lamina-laminanya sendiri masih utuh. Kegagalan interlaminar ini bisa menyebabkan delaminasi atau pemisahan antar lamina. Laminat yang menyusun dinding pipa komposit terdiri dari susunan lamina-lamina. Dalam teori kegagalan lamina pertama (initial or first ply failure) dikatakan bahwa suatu laminat dianggap gagal jika satu saja laminanya mengalami kegagalan. Sedangkan lamina-lamina penyusun laminat pada dinding pipa komposit juga dianggap gagal jika telah memenuhi criteria kegagalan untuk suatu lamina. Pada umumnya ada 4 kriteria kegagalan suatu lamina yang sering digunakan. Salah satunya yang digunakan adalah teori Tegangan Maximum (Maximum Stress) dan teori kegagalan Tsai-Hill. Teori-teori tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1. Teori tegangan maximum (maximum stress theory) Teori tegangan maksimal menyatakan bahwa kegagalan pada lamina akan terjadi jika tegangan pada salah satu arah pembebanan melampaui kekuatan di arah tersebut. Rumusan untuk teori ini berdasarkan jenis tegangan yang terjadi dapat diformulasikan sebagai berikut: o Tegangan Tarik Kegagalan terjadi jika: σ (2.1) 1 F 1t σ (2.2) 2 F 2t 1 dan 2 adalah arah pembebanan longitudinal dan transversal. o Tegangan Tekan 11

7 Kegagalan terjadi jika: σ (2.3) 1 F 1c σ (2.4) 2 F 2c o Tegangan Geser Kegagalan terjadi jika: τ 12 F 6 atau σ 6 F6 (2.5) 2. Teori Tsai-Hill Hill memperluas kriteria Von Misses untuk material anisotropik. Azzi-Tsai memperluas persamaan ini untuk komposit anisotropik berpenguat serat. Kegagalan terjadi bila hasil perhitungan dari persamaan (2-9) sama atau lebih besar dari satu. σ σ + F F σ σ F σ + F (2.6) Angka yang diperoleh dari perhitungan sisi kiri pada persamaan (2.6) disebut sebagai angka Tsai-Hill. Angka Tsai-Hill biasa digunakan untuk menunjukkan faktor keamanan dari material komposit. Semakin kecil angka Tsai- Hill ini, semakin tinggi faktor keamanan dari material komposit tersebut, demikian juga sebaliknya Glass Reinforced Plastics (GRP) [3&8] Material komposit yang banyak digunakan adalah tipe berserat (fiber reinforced), salah satunya adalah glass reinforced plastics (GRP). GRP merupakan material komposit tipe berserat yang dibentuk dari resin polimer sebagai matriknya dan serat kaca (fiberglass) sebagai bahan penguat (reinforcement). Resin yang biasa digunakan adalah resin epoxy, hal ini dikarenakan epoxy memiliki ketahanan kimia yang paling baik dibandingkan tipe resin yang lain (isophtalic polyester, vinyl ester dan phenolics). Oleh karena hal tersebut GRP sering disebut juga sebagai glass reinforced epoxy (GRE) walaupun pengertian sebenarnya mencakup penggunaan macam resin yang lebih luas. 12

8 2.2 Sistem Perpipaan Pipa yang berada pada sebuah kawasan terbatas atau industri tertentu biasa disebut sebagai piping, sedangkan pipa yang berada pada kawasan publik baik darat maupun laut, dan biasanya digunakan untuk transportasi fluida disebut sebagai pipeline. Penggunaan sistem perpipaan cukup beragam, antara lain digunakan untuk menyalurkan fluida dari sumur menuju tempat pengolahan atau antar bangunan anjungan lepas pantai (offshore facility) ataupun dari bangunan anjungan lepas pantai langsung ke darat (onshore facility). Berdasarkan jenis fluida dan fungsinya, pipeline system dapat dibedakan menjadi: 1. Export line (trunk lines) Export line adalah pipeline yang manyalurkan minyak atau gas olahan antar platform atau antara platform dan shore facility. 2. Flowline Flowline adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke komponen downstream process yang pertama. 3. Water injection/gas lift Injection line adalah pipeline yang mengarahkan liquid atau gas untuk mendukung aktifitas produksi, contoh: air atau injeksi gas, gas lift, chemical injection line. 4. Product line Product line adalah pipeline yang menyalurkan fluida produk hasil proses pengolahan ke tempat penampungan sementara untuk selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. 5. Interfield lines Interfield lines adalah pipeline yang menghubungkan antar lokasi pengeboran (field). Pada perancangan pipeline harus diperhatikan kelayakan rancangannya baik dari segi mekanik maupun segi ekonomis. Dalam tahap perancangannya semua perhitungan dan penentuan aspek yang ada harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan dan pengalaman yang ada yaitu Code, Standard dan Recommended Practice yang sesuai. 13

9 2.2.1 Pipa Komposit GRP [2] Penggunaan pipa komposit merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan korosi yang dihadapi dalam penggunaan pipa logam, terutama penggunaan pipa pada lingkungan yang agresif. Jenis pipa komposit yang pada saat ini banyak digunakan pada industri migas adalah pipa Glass Reinforced Plastics (GRP) atau sering juga disebut dengan Fiber Reinforced Plastics (FRP). Beberapa kelebihan dan kekurangan pipa komposit bila dibandingkan dengan pipa logam ditampilkan pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Kelebihan dan kekurangan pipa komposit GRP Kelebihan Tahan terhadap korosi sehingga dapat mengurangi biaya perawatan terhadap korosi Tahan terhadap zat-zat yang bersifat reaktif Lebih ringan sehingga mengurangi beban di atas platform Rasio strength to weight yang tinggi Surface finish yang baik sehingga mengurangi pressure loss Ketahanan terhadap beban fatigue yang baik Metode kegagalan yang noncatastrophic, bocor sebelum pecah sehingga dapat dilakukan tindakan penanggulangan Kekurangan Temperatur operasi terbatas, dibatasi oleh temperature transition (Tg) dari resinnya. Jika temperatur operasi melebihi temperatur transition resin maka pipa akan gagal akibat resinnya terdegradasi Resinnya akan terdegradasi (pipa gagal) jika terlalu lama terekspos ultra violet dalam jangka panjang Memiliki densitas yang rendah, sehingga kurang stabil pada penggunaan di bawah laut Tidak tahan terhadap beban impak Susah untuk memilih jenis sambungan yang tepat Proses Manufaktur Pipa Komposit GRP Proses manufaktur pipa komposit sangat berbeda dengan pipa logam, terutama pipa baja. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sifat material dan pada pipa komposit tidak dapat dilakukan metode pengelasan sebagaimana yang dilakukan pada proses manufaktur pipa baja. Ada dua proses manufaktur yang biasa digunakan untuk pipa komposit GRP, yaitu proses filament winding dan proses centrifugal casting. 14

10 Proses Filament Winding [3&9] Pada proses ini, mula-mula serat kaca dilewatkan pada creel yang terletak pada sebuah carriage yang bergerak translasi pada sumbu putar mandrel, lalu serat tersebut dilewatkan ke dalam resin bath, agar serat tersebut dilumuri oleh resin. Kemudian serat kaca yang telah dibasahi oleh resin tersebut dibalutkan dengan pola dan sudut kemiringan tertentu pada mandrel yang berputar, dalam tegangan yang terkendali. Hal ini dilakukan berulang kali secara kontinu sehingga diperoleh dinding yang berlapis-lapis dengan tebal sesuai dengan tebal yang diinginkan. Proses ini akan menghasilkan pipa komposit dengan rasio berat 70:30 (serat:resin). Ilustrasi proses manufaktur filament winding untuk pipa komposit GRP dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut. Gambar 2.3 Proses filament winding [10] Proses Centrifugal Casting [9] Pada proses ini tenunan serat kaca (woven) dan resin dicampurkan di dalam cetakan silinder yang berputar dengan kecepatan tinggi. Setelah seluruh serat dan resin dimasukkan ke dalam cetakan lalu kecepatan putar cetakan dinaikkan sampai mencapai kecepatan putar pencetakan (moulding speed) yang besarnya bergantung pada jumlah serat, tebal, diameter dan viskositas resin. Akibatnya, pada bagian dalam cetakan tersebut akan muncul gaya sentrifugal yang akan membalutkan serat dan resin kedinding bagian dalam cetakan. Selain itu gaya sentrifugal ini juga berfungsi untuk melepaskan udara dari resin dan fiber sehingga akan terbentuk lapisan yang padat dan bebas porositas. Serat penguat disusun pada dua arah baik hoop dan axial sehingga nantinya dihasilkan pipa GRP 15

11 dengan sifat ekspansi termal dan ketahanan terhadap bending yang baik. Ilustrasi proses manufaktur centrifugal casting untuk pipa komposit GRP dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut. Gambar 2.4 Proses centrifugal casting [10] Perbandingan Proses Manufaktur Pipa Komposit Dua proses manufaktur pipa komposit yang telah dijelaskan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan proses mana yang akan digunakan tergantung pada tujuan penggunaan pipa komposit, sehingga nantinya dapat diperoleh performa terbaiknya. Perbandingan kelebihan dan kekurangan dua metoda tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Perbandingan proses manufaktur pipa komposit Proses Centrifugal Casting Kelebihan Struktur yang homogen dan kompak Kepadatan yang lebih baik Kepresisian lebih tinggi Biaya murah Ketahanan terhadap bending lebih baik Kekurangan Hanya bisa memproduksi penampang lingkaran Relatif lebih berat Proses Filament Winding Dapat memproduksi penampang selain lingkaran Densitas lebih rendah Ketahanan terhadap tekanan internal lebih tinggi Fleksibilitas pipa lebih baik Biaya mahal 16

12 2.2.3 Metode Penyambungan Pipa Komposit [8] Dalam menentukan jenis metode penyambungan yang akan digunakan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Ketahanan (Reability) b. Kemampuan untuk menahan beban bending c. Kondisi lingkungan pemasangan d. Kemudahan pembuatan Berdasarkan ISO , beberapa teknik penyambungan yang dapat digunakan pada pipa komposit GRP, antara lain: 1. Adhesively bonded joints 2. Laminated (Butt and wrap) joints Gambar 2.5 Adhesive bonded joint [8] 3. Mechanical joints Gambar 2.6 Laminated joint [8] Gambar 2.7 Standard API joint [8] Selain berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas pemilihan jenis sambungan pada pipa komposit juga dipilih berdasarkan kondisi aplikasi pipa terutama tekanan pada pipa itu sendiri. Untuk penggunaan pada tekanan yang relatif tinggi, penggunaan metode penyambungan adhesive-bonded joint (sambungan socket dan spingot) yang dipadukan dengan mechanical joint 17

13 (sambungan n berulir) sudah terbukti dapat digunakan. Biasanya perancangan ulir digunakan Standard American Petroleum Institute (API). Teknik penyambungan lain yang dapat digunakan untuk pipa komposit GRP dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut. Flanged Belt & Spingot O-Ring Bell & Spingot Butt & Wrap T.A.B Socket Gambar 2.8 Joining system [10] Code dan Standard Perancangan Pipa Komposit GRP Setiap perancangan sistem perpipaan harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan, baik yang disusun berdasarkan penelitiann maupun yang dibuat berdasarkan pengalaman. Tujuannya adalah supaya hasil rancangan yang diperoleh tersebut aman dan dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan perancangan nnya. Hampir keseluruhan aturan-aturan tersebut telah disusun menjadi Code, Standard, Recommended Practice dan Guideline. Code merupakan suatu aturan yang legal dan dapat dijadikan hukum. Standard memuat spesifikasi pipa dan komponen-komponennyded Practice merupakan kumpulan pengalaman praktik dari suatu yang digunakan secara internasional. Recommend instansi atau organisasii yang didokumentasikan menjadi sebuah panduan yang dapat digunakan dalam sebuah perancangan namun tidak dapat digunakan sebagai hukum. Guideline merupakan panduan yang dapat digunakan sebagai rule of thumb dalam perancangan. Saat ini standard dan code perancangan untuk sistem perpipaan bermaterial logam seperti baja sudah banyak dan sudah memuat hampir semua aspek perancangan yang ada. Berbeda dengann pipa logam, code dan standard untuk perancangan menggunakan pipa komposit masih relatif sedikit dan belum memuat semua aspek yang ada. Hal tersebut merupakan salah satu alasan kenapa 18

14 pipa komposit penggunaannya masih sangat terbatas sampai saat sekarang ini. Code dan standard untuk pipa komposit, khususnya GRP yang telah ada, yaitu: ISO a Petroleum and natural gas industries Glass-reinforced plastics (GRP) piping, 2002 ASME b B31.3 Process Piping (nonmetallic piping, Chapter VII) BS c 7159 British Standard Code of practice for Design and construction of glass reinforced plastics (GRP) piping systems for individual plants or sites ABS d Guide for Certification of FRP Hydrocarbon Production Piping System ASTM e D 2992 Standard Practice for Obtaining Hydrostatic or Pressure Design Basis for Fiberglass (Glass-Fiber-Reinforced Thermosetting- Resin) Pipe and Fittings API SPECIFICATION 15 (LR dan HR) Specification For Low/High Pressure Fiberglass Line Pipe and Fittings UKOOA f Document (1994) Specifications and recommended practice for the use of GRP piping offshore Code dan standard yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah ISO Petroleum and natural gas industries Glass-reinforced plastics (GRP) piping. ISO merupakan standard pipa komposit terbaru yang ada sekarang ini dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Teknik Minyak dan Gas (Migas). Selain itu ISO juga merupakan penyempurnaan dari standard yang sudah ada sebelumnya yaitu dokumen UKOOA Tipe Pembebanan [8] Pembebanan pada pipa komposit GRP dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: sustained load dan occasional load. Sustained load merupakan pembebanan a International Standard Organization b American Society of Mechanical Engineers c British Standard d American Bureau of Shipping e American Society for Testing and Materials f United Kingdom Offshore Operators Association 19

15 yang terjadi terus menerus atau dalam jangka panjang (long-term), misalnya berat sendiri (dead weight) dan tekanan internal maupun eksternal. Occasional load merupakan pembebanan yang terjadi pada periode tertentu saja dan tidak berlangsung lama (short-term), misalnya beban akibat angin dan gempa. Contoh dan jenis pembebanan yang harus diperhatikan dalam perancangan dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Jenis pembebanan pada pipa [8] Beban Sustained Operasi Tekanan internal, eksternal, vakum, hydrotest Berat pipa, insulasi, medium, aksesoris Beban inersia akibat gerakan pada saat operasi, misalnya pergerakan tumpuan Beban induksi termal Beban lingkungan, misal es Beban pengeringan lapisan beton Beban tanah (jika ditanam) Penurunan tanah Beban Occasional Water hammer, getaran transien pada peralatan, pelepasan pressure safetyvalve Beban impak Beban inersia saat transportasi, gempa bumi, pada saat pengangkatan Beban saat instalasi Beban pendinginan adiabatik Gempa, angin, arus laut, ombak Blast over-pressure 2.3 Kriteria Perancangan [8] Menurut ISO 14692, tujuan dari perancangan struktur adalah untuk menjamin bahwa struktur memiliki kinerja yang memuaskan dan dapat menahan semua tegangan dan deformasi yang terjadi selama konstruksi atau instalasi, dan selama umur pakainya. Pada perancangan struktur, kekuatan struktur selama instalasi dan operasi harus dapat memenuhi nilai keamanan minimum yang disyaratkan dalam standard yang ada. Namun begitu perancangan dan instalasi harus dilakukan berdasarkan metode engineering yang dapat diterima, sesuai dengan aturan-aturan yang telah diakui. Kegagalan komponen dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: 20

16 1. Perubahan bentuk atau deformasi yang terlalu besar, dapat berupa deformasi plastik atau permanen, buckling dan deformasi elastik yang terlalu besar. 2. Patah (facture), dapat berupa patah akibat tegangan yang melampaui batas kekuatan, patah berkeping-keping akibat beban impak, patah lelah akiban beban fatigue dan retak. 3. Kerusakan permukaan, dapat berupa permukaan terkelupas, berlubanglubang atau aus. 2.4 Dasar Perancangan [8] Pipa komposit Glass Reinforced Plastics (GRP) memiliki mode kegagalan yang sangat berbeda dengan baja sehingga tidak dapat digunakan persamaan perancangan yang berbasiskan pada tegangan yield untuk menentukan tebal dinding. Proses perancangan dengan code ISO menggunakan data pengujian dari produsen, yaitu dari pengujian yang sesuai dengan kualifikasi pengujian berdasar standard tertentu yang diakui oleh ISO dan dilakukan oleh pihak produsen pipa itu sendiri, misalnya untuk memperoleh nilai Long Term Hoop Strength (LTHS) dari pipa produsen harus melakukan pengujian berdasarkan Standard ASTM D Akibat dari proses perancangan yang tidak konvensional ini, ISO menyarankan agar perancang memilih suatu produk dari produsen tertentu. Namun konsekuensi dari aturan tersebut semua pengujian yang dispesifikasikan harus dilakukan dengan disaksikan dan disertifikasi oleh agen third-party yang diakui secara internasional. Hasilnya, verifikasi ulang terhadap data oleh perancang tidak perlu dilakukan kecuali terjadi perubahan proses manufaktur yang membutuhkan proses rekualifikasi. Semua produk yang telah memenuhi standard akan mempunyai sebuah tekanan perancangan maksimum yang sudah ditentukan. Tekanan perancangan ini berdasarkan rasio 2 : 1 antara tegangan hoop dan aksial yang umum terjadi pada sebuah pipa dengan ujung tidak ditahan. Jika tekanan aksial lebih besar, misalnya akibat dari tegangan bending, maka tekanan perancangan harus disesuaikan dengan faktor parsial akibat pembebanan (f 3 ). 21

17 Pada penggunaan untuk hidrokarbon, termasuk minyak mentah dan kondensatnya, minyak diesel, cairan kimia solvent-based atau saluran drain yang berbahaya, sebaiknya dilakukan analisis resiko. Hasil analisis ini digunakan untuk membandingkan resiko pada pipa logam yang beroperasi pada kondisi yang sama. Pipa GRP boleh digunakan bila tidak ada potensi kegagalan yang signifikan teridentifikasi atau dimana konsekuensi dari kegagalan dinilai kecil. Aplikasi hidrokarbon bertekanan tinggi membutuhkan pertimbangan adanya api dan performa ketahanannya terhadap api Pemilihan Material ISO merekomendasikan penggunaan standard pemilihan material yang berdasarkan performa bukan dari spesifikasi, metode ini disebut Performance-Based Material Selection (PBMS). PBMS mencerminkan kebutuhan fungsional sebenarnya, tanpa persyaratan dan tidak mengkhususkan pada penggunaan material tertentu. Empat langkah dari PMBS adalah: 1. Pengidentifikasian dan pendokumentasian dari semua faktor performa yang relevan pada sebuah aplikasi. 2. Perhitungan kuantitatif dari performa fungsional yang dibutuhkan. 3. Pengkualifikasian material berdasarkan kelayakan kemampuan. 4. Pemilihan akhir. 2.5 Syarat Perancangan Berdasarkan ISO Perancangan dengan menggunakan ISO memiliki beberapa kriteria dan rekomendasi tertentu yang disyaratkan oleh standard itu sendiri. Kriteria dan rekomendasi tersebut merupakan syarat perancangan yang harus dipenuhi agar hasil perancangan valid (sahih) Syarat Dimensi Perancangan struktur dengan menggunakan ISO hanya valid apabila pipa memiliki perbandingan tebal dan diameter dengan syarat sebagai berikut: t r 0,1 D (2.7) 22

18 Dimana: t r D = tebal dinding pipa yang diperkuat = diameter rata-rata pipa Syarat Material ISO menyarankan penggunaan serat kaca sebagai bahan penguat dengan alasan material tersebut telah memiliki informasi paling banyak tentang kekuatan jangka panjang, impak dan ketahanan terhadap api apabila dibandingkan dengan jenis serat lainnya. ISO juga mensyaratkan temperatur operasi maksimum yang diperbolehkan pada pipa tergantung pada tipe resin pipa yang digunakannya sesuai dengan tabel 2.5. Tabel 2.5 Ketahanan tipe resin terhadap temperatur [8] Tipe Resin Temperatur Maksimum Epoxy 110 C Vinyl Ester 100 C Polyester 70 C Phenolic 150 C 2.6 Verifikasi Tekanan Dalam (Internal Pressure) Verifikasi tekanan dalam sistem perpipaan berdasarkan ISO meliputi qualified pressure, factored qualified pressure dan tekanan perancangan sistem. Verifikasi ini perlu dilakukan untuk menguji apakan produk pipa yang telah dipilih sesuai untuk parameter perancangan, dan memenuhi kriteria ISO Qualified Pressure [8] Berdasarkan ISO bagian , qualified pressure diperoleh sesuai dengan Standard pengujian ASTM 2992-B dengan umur perancangan (design life) selama 20 tahun pada temperatur 65 C (150 F) untuk melakukan 23

19 regresi dan pengujian ketahanan selama 1000 jam. Qualified pressure diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: p q = plcl = f1 plthp (2.8) dimana, P LCL adalah tekanan hasil pengujian pada tingkat kepercayaan diri yang rendah (lower confidence limit) yang ekivalen dengan tekanan long-term hydrostatic pressure (LTHP) dikalikan faktor parsial f 1 sebesar 97,5% limit faktor kepercayaan yaitu sebesar 0,85. Nilai qualified pressure pun dapat dicari melalui nilai qualified stress jika yang disediakan dari produsen adalah nilai tersebut dengan hubungan: D σ qs = pq (2.9) 2t atau, p q = p LCL r 2t r σ = D LCL (2.10) Factored Qualified Pressure [8] Factored qualified pressure memperhitungkan faktor-faktor lain yang tidak diperhitungkan pada saat melakukan pengujian dalam memperoleh nilai qualified pressure. Hal ini dilakukan untuk menjamin keamanan pada saat operasi akibat kondisi yang berbeda pada saat operasi. Besarnya factored qualified pressure adalah: p qf = A A2 A3 p q 1 (2.11) Dimana: A 1 A 2 A 3 = faktor parsial untuk temperatur = faktor parsial untuk resistansi kimia = faktor parsial untuk pembebanan siklik Faktor Parsial untuk Temperatur, A 1 Faktor parsial untuk temperatur operasi maksimum di bawah 65 C bernilai 1,0 sedangkan untuk besar temperatur diatasnya, nilai A1 harus ditentukan dengan pengujian lain berdasarkan ASTM D3681 dan pren

20 Faktor Parsial untuk Resistansi Kimia, A 2 Efek dari degradasi secara kimia, baik akibat medium yang ditransportasikan maupun akibat lingkungan luar, harus dipertimbangkan. Faktor parsial untuk resistansi kimia untuk medium air bernilai 1,0. Untuk medium lain, A 2 harus ditentukan dengan pengujian lain berdasarkan ASTM D3681 dan pren g Faktor Parsial untuk Pembebanan Siklik, A 3 Pembebanan yang perlu dipertimbangkan dalam faktor parsial ini adalah: 1. Pembebanan akibat tekanan 2. Pembebanan akibat termal dan siklik lainnya Tekanan dan pembebanan yang siklusnya diperkirakan dibawah 7000 selama umur perancangannya dianggap sebagai pembebanan statis dan A 3 bernilai 1,0. Untuk pembebanan yang dianggap siklik atau fatigue, perlu dipertimbangkan nilai cyclic severity, R c, dengan persamaan berikut: F F min R c = (2.12) max Faktor parsial pembebanan siklik dapat dihitung dengan persamaan berikut: A R + 1 (1 ) exp (1 ) 1 N c Rc Rc (2.13) = 8 dimana, N adalah jumlah siklus selama umur pakai pipa tersebut Tekanan Perancangan Sistem (System Design Pressure) [8] Tekanan perancangan sistem (system design pressure) adalah tekanan maksimum yang diperkirakan dapat terjadi selama sistem pipa beroperasi. Besar tekanan tersebut tidak boleh melewati tekanan maksimum yang diijinkan sesuai dengan persamaan berikut: p d f f 3 p qf 2 (2.14) g Draft European Standard 25

21 Dimana: f 2 f 3 = faktor untuk tipe pembebanan = faktor untuk pembebanan aksial Faktor Pembebanan, f 2 Faktor tipe pembebanan ditentukan dari tipe pembebanan yang dominan pada pipa, sesuai dengan tabel 2.6 berikut. Tabel 2.6 Faktor pembebanan [8] Tipe Pembebanan Periode f 2 Contoh Pembebanan Occasional Short-term 0,89 Hydrotest Operational: Sustained + Berat sendiri + Ekspansi Long-term 0.83 Thermal thermal Operational: Sustained Long-term 0.67 Tekanan internal dan berat sendiri Faktor Pembebanan Aksial, f 3 Dalam menentukan nilai faktor pembebanan aksial perlu diketahui terlebih dahulu nilai rasio tegangan biaksial, r dan factored stress, σ fs yaitu: r σ sa(0:1) = 2 (2.15) σ sh(2:1) Dimana: σ sh(2:1) = kekuatan arah hoop jangka pendek dalam kondisi pembebanan 2:1 σ sa(0:1) = kekuatan arah aksial murni jangka pendek Nilai f 3 dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: untuk r 1 f 3 2σ ab = 1 r f σ 2 fs (2.16) 26

22 untuk r > 1 f 3 = r 2σ ab f σ 2 fs (2.17) 2.7 Pemilihan Tebal Pipa Berdasarkan Rating Tekanan Statik [11] Berdasarkan API Specification 15HR, pemilihan tebal pipa GRP dapat dilakukan berdasarkan rating tekanan dan data hasil pengujian oleh produsen pipa GRP, yang dihitung dengan persamaan berikut: 2St s P = SF. D (2.18) Dimana: P = rating tekanan statik (MPa) S s D t SF = 95% Lower Confidence Limit (LCL) dari Long Term Hydrostatic Strength (LHTS) untuk umur rancang 20 tahun, berdasarkan ASTM D 2992 prosedur B pada temperatur 150 o F atau lebih (psi) = diameter rata-rata pipa (in) = tebal dinding pipa minimum (m) = safety factor Nilai safety factor maksimum yang direkomendasikan oleh API Specification 15LR dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut. Tabel 2.7 Safety factor [11] Spesifikasi Beban cyclic Hydrostatic Design Basis (HDB) jangka panjang pada 150 x 10 6 siklus 95% Lower Confidance Limit (LCL) dari Long-term Hydrostatic Strength (LTHS) pada umur rancang 20 tahun, berdasarkan ASTM D 2992 prosedur B, pada temperatur 150 o F atau lebih Safety Factor 1,0 0, Analisis Statik Span [8] Analisis statik span merupakan salah satu konsiderasi penting dalam menjamin performa pipa yang baik sepanjang umur rancangnya. Pada analisis ini 27

23 akan ditentukan panjang span statik maksimum yang diperbolehkan untuk kondisi operasi, instalasi dan hydrotest. Dalam analisis span, biasanya pipa dalam kondisi partially restraint akan lebih kritis bila dibandingkan dengan pipa dalam kondisi fully restraint. Analisis ini akan menghitung panjang span maksimum yang diperbolehkan agar tegangan akibat gaya yang bekerja pada pipa yang ditumpu tidak menyebabkan kegagalan statik akibat tegangan berlebih (overstress) pada pipa. Analisis ini akan mencakup aspek tegangan maksimum dan juga ketahanan terhadap euler buckling yang diatur oleh Standard ISO Gambar 2.9 Span pada pipa [12] Berdasarkan Tegangan Aksial Maksimum [8] Panjang span maksimum pada pipa perlu dihitung agar tegangan aksial bending akibat span tersebut pada pipa yang dikombinasikan dengan tegangan aksial akibat tekanan internal pipa tidak melewati batas tegangan aksial maksimum jangka panjang (long-term) yang diijinkan menurut ISO Persamaan panjang span statik maksimum untuk analisis ini diturunkan dari persamaan tegangan bending akibat span dari ISO yang akan dibahas pada bagian analisis. Agar tidak terjadi kegagalan maka tegangan aksial total harus memenuhi persamaan tegangan aksial yang diperbolehkan sebagai berikut: σ h, sum r σ qs σ a, sum f 2 A1 A2 A3 ( 1 r) + (2.19) 2 2 Dimana: f 2 A 1 A 2 = faktor untuk tipe pembebanan = faktor parsial untuk temperatur = faktor parsial untuk resistansi kimia 28

24 A 3 = faktor parsial untuk pembebanann siklik Berdasarkan Euler Buckling Menurut ISO bagian 8.7.2, beban aksial kompresif, seperti ekspansi termal dan ekspansi tekanan, pada pipa yang di-span dengan panjang ertentu dan dianggap memiliki inersia tidak boleh melewati 3 π Dt r didefenisika an dengan persamaan berikut: 8 serta dalam kondisi tertahan (restrained), batas gayaa maksimumm euler buckling (F a,,max), yang 3 3 π D. t F a,ma ax = r E 2 a (2.20) 8L Dimana: L = panjang span (m) E a = modulus elastisitas pipa arah aksial (MPa) Faktor keamanann terhadap euler buckling harus lebih besar dari 3. Kondisi pipa yang mengalami gaya tekan aksial euler buckling diiliustrasikan sebagaimanaa dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut. Gambar Euler Buckling [13] 2.9 Analisis Burial Perhitungan kedalaman pipa berdasarkan persamaan defleksi Splangler dan persamaan buckling Von Misses secara garis besar tercantum dalam AWWA M45. Metode tersebut berdasarkan asumsi nilai rancang yang digunakan untuk bedding, backfill dan tingkat kepadatan tanah diperoleh dengann pelatihan lapangan yang baik dan peralatan yang cocok. Jika asumsi tak dapat digunakan, defleksi dapat lebih tinggi atau lebih rendah dibanding hitungan hasil prediksi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan pipa (bukan crossing) dalam menahan beban tanah sesuai dengan kedalaman rancang. Analisis ini akan menghitung kedalaman kubur maksimum yang diperbolehkan agar tegangan 29

25 akibat beban yang bekerja pada pipa yang dikubur tidak menyebabkan kegagalan akibat tegangan berlebih (overstress) pada pipa. Analisis ini akan mencakup aspek tegangan hoop maksimum dan juga ketahanan terhadap collapse buckling yang diatur oleh standard ISO Berdasarkan Tekanan Collapse Buckling [8] Collapse buckling yang sering disebut juga vacuum buckling adalah fenomena local buckling pada pipa yang diakibatkan oleh tekanan eksternal pada pipa kondisi vakum. Pipa harus dirancang agar memiliki nilai faktor keamanan terhadap collapse buckling, F e, sebesar 1,5 bila mengalami tekanan eksternal jangka pendek dan sebesar 3,0 untuk jangka panjang. Menurut ISO bagian 8.3. Nilai tekanan eksternal maksimum yang diperbolehkan agar tidak terjadi buckling, disebut sebagai tekanan collapse, p c, dihitung dengan persamaan berikut: Dimana: 3 1 t r p 2 c = Eh (2.21) Fe D F e E h = faktor keamanan terhadap collapse buckling = modulus elastisitas dalam arah hoop (MPa) [8,10 & 18] Berdasarkan Tegangan Hoop Maksimum Kedalaman kubur maksimum pada pipa GRP perlu dihitung agar tegangan hoop akibat beban tanah pada pipa yang dikombinasikan dengan tegangan hoop akibat tekanan internal pipa tidak melewati batas tegangan hoop maksimum jangka panjang (long-term) yang diijinkan menurut ISO Persamaan kedalaman kubur maksimum untuk analisis ini diturunkan dari persamaan tegangan hoop akibat beban tanah yang akan dibahas pada bagian analisis tegangan. Berdasarkan ISO bagian 7, tegangan hoop total maksimum yang diperbolehkan adalah sebagai berikut: σ Dimana: f A A A σ (2.22) hsum, qs 30

26 f 2 A 1 A 2 A 3 = faktor untuk tipe pembebanan = faktor parsial untuk temperatur = faktor parsial untuk resistansi kimia = faktor parsial untuk pembebanan siklik 2.10 Perancangan Crossing Perancangan crossing dilakukan ketika sistem perpipaan melewati fasilitas atau struktur lain seperti jalan raya, rel kereta api, sungai dan lain sebagainya. Hal ini perlu dilakukan karena pada lokasi ini pipa mengalami beban tambahan akibat fasilitas yang dilewatinya tersebut. Umumnya beban yang bekerja pada croosing pipeline dapat dikategorikan menjadi: Beban akibat tekanan dalam Beban tanah (jika pipa dikubur) Beban kendaraan (jika pipa dikubur dan melewati jalan raya atau rel kereta api) Crossing Jalan Raya [14] Berdasarkan API RP 1102, sistem perpipaan yang melewati jalan harus dilewatkan dengan cara dikubur ke bawah permukaan jalan pada kedalaman kubur tertentu seperti yang tercantum dalam tabel 2.8. Oleh karena itu pipa yang melewati jalan tersebut harus dilindungi dari beban tanah dan beban kendaraan yang melewatinya. Kedalaman penguburan dari alas jalan yang stabil dapat dihitung berdasarkan AWWA M45 untuk lalu lintas kendaraan. Namun jika alas jalan tidak stabil atau kedalaman kubur terlalu dangkal maka dibutuhkan sleeve baja atau beton (lihat gambar 2.11), jenis crossing ini disebut dengan cased crossing dan wall thickness minimum untuk casing pipa GRP yang melewati jalan raya (API RP 1102) adalah 0,134 inchi. Contoh perancangan crossing jalan dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut. 31

27 Gambar 2.11 Casing pada crossing jalan raya [15] Table 2.8 Kedalaman crossing jalan raya [14] No. Lokasi Kedalaman Minimum 1. Dibawah permukaan jalan raya 4 ft (1,2 m) 2. Dibawah semua permukaan sepanjang perlintasan pipa 3 ft (0,9 m) 3. Untuk pipa penyalur HVL 4 ft (1,2 m) Data-data lain yang dibutuhkan dalam perancangan croosing jalan raya ini antara lain: Geometri dan lokasi crossing Kedalaman minimum dari cover ke dasar paling bawah dan ke permukaan jalan Metode konstruksi (bored, punched atau open-cut) Spesifikasi perpipaan (size, tebal dinding, tekanan operasi, kelas lokasi dan lain sebagainya) Bentuk profil penampang Tanda peringatan 32

28 Crossing Sungai Ada 2 metode yang biasa digunakan pada perancangan crossing sungai, yaitu: 1. Melewatkan pipa pada bagian atas permukaan sungai Perancangan dengan menggunakan metode ini biasanya dilakukan pada sungai yang tidak dipergunakan sebagai jalur transportasi dengan lebar yang tidak terlalu besar namun dalam. Kelebihan metode ini adalah biaya instalasi yang relatif lebih murah dan proses pemasangannya lebih gampang, namun metode ini sangat dibatasi oleh sifat kekakuan pipa. 2. Melewatkan pipa dengan dikubur pada dasar sungai Metode ini bisanya dilakukan pada sungai yang lebar dan tidak terlalu dalam. Kelebihan metode ini adalah pipa tidak menggangu aktifitas sungai dan tidak dipengaruhi oleh sifat kekakuan pipa, sedangakan kekurangan metode ini adalah biayanya yang relatif mahal dan proses instalasi lebih rumit. Analisis tegangan dan fleksibilitas pada crossing sungai ini dapat dilakukan dengan bantuan software pipe stress analysis, CAESAR v 4.5. Perhitungan tegangan ijin dilakukan berdasarkan code UKOOA, Specification and Recommended Practice for The Use of GRP Pipelines Analisis Tegangan, Fleksibilitas dan Buckling Menurut ISO 14692, derajat kedetilan analisis suatu sistem perpipaan bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: Fleksibilitas pipa Kompleksitas layout pipa Tumpuan pipa Diameter pipa Besarnya perubahan temperatur Besarnya resiko (risk) dari sistem Dengan semakin besarnya diameter dari pipa maka fleksibilitas suatu sistem pipa akan menurun dan faktor konsentrasi tegangan (stress intensification factor) pada bend dan tee pipa akan meningkat. 33

29 Batas Tegangan Maksimum Perancangan [8] Persyaratan umum pada perancangan adalah tegangan total hoop, σ h,sum, dan tegangan total aksial, σ a,sum, pada seluruh komponen pipa akibat beban sustained dan occasional tidak boleh melebihi nilai yang didefinisikan pada longterm design envelope. Jika tegangan total tersebut melebihi batas tersebut maka pipa dengan rating tekanan yang lebih tinggi harus dipilih. Proses ini diulang sampai tegangan total pipa memenuhi syarat yang telah dijelaskan tersebut Tegangan Akibat Tekanan Dalam [8] Tegangan hoop yang disebabkan tekanan dalam pada pipa dihitung dengan persamaan: p D σ hp = (2.23) 2 t r Dimana, p = tekanan dalam pipa (MPa) Untuk fitting perhitungan tegangan hoop ekivalen dihitung dengan persamaan: σ p hp fitting σ = p hp pipe (2.24) Sedangkan tegangan aksial yang disebabkan tekanan dalam pada pipa dihitung dengan persamaan: p D σ ap = (2.25) 4 t r Tegangan Aksial Akibat Bending pada Span Menurut ISO bagian 6, besarnya tegangan aksial akibat span pada pipa yang diasumsikan ditumpu fix-pinned dan simply supported adalah: [( D + 2t) / 2] M i i σ ab = (2.26) 6 I 10 p Dimana: I p = momen inersia polar pipa (m 4 ), yang dihitung dengan rumus, 34

30 I I M p p = I = p ( OD) I 4 4 ( OD ID ) 4 4 π OD πid π (2.27) 64 p 64 ( ID) = 64 = momen bending akibat dead weight pada batang yang ditumpu di dua tempat (Nm), dihitung dengan rumus: 2 S M = ρ 9,81 L /8 (2.28) L s ρ o i o = panjang span pada tumpuan = massa kombinasi massa pipa dan fluida (kg/m) 2 πdi ρ o = ρeff (2.29) 4 ρ eff = Densitas efektif dari kombinasi fluida dan material (kg/m 3) ρ ct ρ = + eff ρl 4 Di (2.30) ρ c = densitas pipa (kg/m 3 ) ρ c = densitas fluida di dalam pipa (kg/m 3) Jadi tegangan aksial total, σ a,bp, akibat tekanan dalam dan bending pada bagian bawah dan atas pipa dapat dihitung dengan persamaan: p D σ = ± +σ 4 a, bp ab (2.31) t r Tegangan Aksial Akibat Ekspansi [8] Tegangan aksial akibat ekspansi yang disebabkan perubahan temperatur pada pipa harus diperhitungkan. Menurut ISO bagian 8.4 perubahan temperatur efektif akibat adanya efek dari temperatur lingkungan dapat dihitung dengan persamaan: Δ T = k Δ (2.32) eff T pa Dimana: ΔT eff = perubahan temperatur perancangan efektif ( o C) ΔT pa = perbedaan temperatur antara temperatur lingkungan dan temperatur perancangan ( o C) k = faktor yang memperhitungkan konduktifitas termal pipa GRP yang rendah. k = 0,85 untuk cairan dan 0,8 untuk gas 35

31 Sedangkan tegangan aksial akibat ekspansi termal dapat dihitung dengan persamaan: σ = E α ΔT (2.33) at a eff Dimana, E a = modulus elastisitas pipa arah aksial (MPa) α = koefisien muai panjang pipa (mm/mm/ o C) Berbeda dengan sistem perpipaan logam, pada sistem perpipaan komposit perlu dipertimbangkan juga ekspansi akibat tekanan dalam pipa. Hal ini disebabkan oleh rendahnya modulus elastisitas dari bahan komposit itu sendiri. Besarnya ekspansi pipa akibat tekanan dalam dapat dihitung dengan persamaan: 1 ν min P r Δ Pr essure = (2.34) 2Et Eh t Dimana: Δ Pressure = ekspansi pipa akibat tekanan internal E tensile = modulus elastisitas aksial (MPa) E h = modulus elastisitas arah hoop (MPa) ν min = poisson s ratio P = tekanan internal (MPa) r = jari-jari luar pipa (m) t = tebal pipa (m) Gaya tekan aksial akibat ekspansi tekanan dapat dihitung dengan persamaan: σ = Δ (2.35) ap E a Pr essure Jadi besarnya tegangan aksial kompresi total akibat ekspansi adalah: σ = σ + σ (2.36) a at ap Tegangan Bending Akibat Beban Luar [8] Berdasarkan AWWA M45, tegangan bending pada pipa yang dikubur dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Spangler untuk circumferential bending berikut ini: 36

32 S b 6 K. W. RE.. t = E t b e h r 3 3 h. r + 24 Kz. pr. (2.37) Dimana: K b = parameter bending W e = beban eksternal yang bekerja pada pipa (N/m) E h = modulus elastisitas pipa arah hoop (MPa) K z = parameter defleksi R = jari-jari luar pipa (m) Gaya luar yang bekerja pada pipa yang terkubur adalah beban tanah dan beban kendaraan (pada crossing jalan raya dan tel kereta). Beban tanah dihitung dengan persamaan prism load berikut. Wd = γ. Dh. (2.38) Dimana: γ = berat jenis tanah (kg/m 3 ) D = diameter pipa (m) h = kedalaman kubur (m) Beban kendaraan (wheel live load) dihitung dengan menggunakan persamaan Boussinesq s Point Load untuk wheel live load berikut: W L C. T I = P (2.39) L Dimana: I = faktor impak untuk live loads, berdasarkan API RP 1102 C T L P I σ = koofisien influence untuk beban terkonsentrasi tunggal = 4 I σ = panjang pipa efektif, biasanya diambil 0,91 m = wheel load (N/m) = influence value, dihitung berdasarkan variasi harga m dan n pada grafik gambar 2.12 berikut. B d m =, 2H L n = 2H 37

33 Gambar 2.12 Influence value I σ for conentrated or uniform surcharge of limited extent [10] Jadi, beban eksternal total yang dialami oleh pipa adalah sebagai berikut: We = Wd + WL (untuk crossing jalan dan rel kereta) (2.40) W e = W (bukan crossing) (2.41) d Shell Buckling [8] Tegangan aksial kompresif maksimum yang diperbolehkan pada pipa yang mengalami pure bending agar tidak terjadi dapat dihitung dengan persamaan: E t σ eff r u = β (2.42) D β = 0, ,8113β 0 0,83 (2.43) β0 = 0,1 + 0,005( D i / t r ) E eff = Modulus elastisitas aksial efektif, yang besarnya E eff = E E a h Rasio tegangan aksial kompresif total dengan tegangan maksimum buckling harus lebih besar daripada 3. Umumnya shell buckling menjadi masalah pada pipa berdiameter besar dengan dinding tipis. 38

34 Analisis Tegangan Menggunakan Software CAESAR II v 4.5 [16] Software CAESAR II V 4.5 merupakan alat bantu perhitungan tegangan dan fleksibilitas sistem perpipaan. Perhitungan dilakukan dengan cara memodelkan sistem perpipaan sesuai dengan data yang disediakan. Perhitungan tegangan dan fleksibilitas sistem perpipaan Glass Reinforced Plastics (GRP) menggunakan CAESAR II dilakukan berdasarkan code UKOOA: Specification and Recommended Practice for the Use of GRP Pipeline. Tegangan ijin menurut code UKOOA merupakan persamaan tegangan ijin untuk kombinasi tegangan aktual yang digunakan sebagai dasar analisis dengan software CAESAR II V 4.5. Persamaan ini merupakan penyederhanaan perhitungan untuk memberikan konservatisme dan batasan yang lebih ketat pada kondisi operasi suatu sistem perpipaan. Code UKOOA mendefinisikan sebuah envelope ideal dari kombinasi tegangan aksial dan tegangan hoop yang merupakan kriteria untuk menentukan tegangan ekivalen saat menimbulkan kegagalan. Idealized envelope untuk kombinasi tegangan aksial dan hoop dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut. Gambar 2.13 Kurva envelope ideal dan kurva envelope aktual [16] Persamaan yang membentuk sebuah kurva envelope ideal tersebut adalah sebagai berikut: 39

35 Dimana: (σ x / σ x-all ) 2 + (σ hoop / σ hoop-all ) 2 [σ x σ hoop / (σ x-all σ hoop-all )] 1.0 (2.44) σ x-all = tegangan aksial yang diijinkan σ hoop-all = tegangan hoop yang diijinkan Code UKOOA membatasi secara konservatif dengan menempatkan titik tegangan (element stress value) tetap di bawah garis antara s x-all (dikenal sebagai s a(0:1) ) dan titik perpotongan pada kurva di mana S hoop dua kali S x (kondisi pipa yang terbebani hanya oleh tekanan). Untuk lebih jelas, lihat gambar 2.14 berikut. Gambar 2.14 Kurva envelope berdasarkan code UKOOA [16] Sebuah modifikasi tidak langsung pada persamaan tersebut adalah dengan memberikan faktor keamanan sebesar 2/3 untuk tegangan akibat beban tekanan sementara beban lain tidak diberikan. Hal ini memberikan persyaratan ekplisit (langsung) pada persamaan berikut: P des f 1 f 2 f 3 LTHP (2.45) Persamaan yang diimplementasikan pada software CAESAR untuk analisis menurut code UKOOA adalah sebagai berikut: σ ab (f 2 /r) + PD m / (4t) (f 1 f 2 LTHS) / 2.0 (2.46) Code Stress Code Allowable 40

36 Dimana: P D m t f 1 = tekanan dalam (MPa) = diameter rata-rata pipa (m) = tebal dinding pipa (m) = faktor keamanan untuk 97.5% lower confidence limit, umumnya 0.85 f 2 = faktor keamanan sistem, umumnya 0.67 σ ab r σ a(0:1) σ a(2:1) = tegangan bending aksial akibat beban mekanik (MPa) = σa(0:1)/σa(2:1) = kekuatan aksial jangka panjang tanpa beban tekanan (MPa) = kekuatan aksial jangka panjang akibat beban tekanan (MPa) LTHS = kekuatan hidrostatik jangka panjang/tegangan hoop ijin (MPa) Beban yang bekerja pada perpipaan GRP dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Beban Operasi Kasus beban operasi (Load case OPE) menggambarkan kondisi aktual selama pipa beroperasi. Kasus beban operasi merupakan unifikasi kasus beban sustained dan ekspansi. Kasus beban ini memiliki batas allowable stress (tegangan ijin maksimum) yang ditentukan oleh code UKOOA. Beban Sustained Kasus beban sustained (Load case SUS) adalah kondisi selama pipa mengalami beban internal pressure (tekanan dalam) dan efek berat pipa beserta aksesorisnya. Pada code UKOOA, kasus beban ini tidak ditentukan allowable stressnya. Beban Ekspansi 41

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas (migas). Penggunaannya cukup beragam, antara

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PERANCANGAN ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN PIPA BERBAHAN KOMPOSIT GRP TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh PARIS

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Konstruksi dari beton banyak memiliki keuntungan yakni beton termasuk tahan aus dan tahan terhadap kebakaran, beton sangat kokoh dan kuat terhadap beban gempa bumi, getaran,

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3 Pemodelan pada Caesar 5.1 Pembuatan model dengan variasi tersebut langsung dibuat pada Caesar 5.1 mengingat bentuk yang ada adalah pipeline. 1. Pemodelan Hal-hal yang diperlukan dalam pemodelan pipeline

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II Asvin B. Saputra 2710 100 105 Dosen Pembimbing: Budi Agung Kurniawan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV 3.1 Metodologi Optimasi Desain Tabung COPV Pada tahap proses mengoptimasi desain tabung COPV kita perlu mengidentifikasi masalah terlebih dahulu, setelah itu melakukan

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Tangki CNG Ditinjau Dengan Material Logam Lapis Komposit Pada Kapal Pengangkut Compressed Natural Gas

Analisis Kekuatan Tangki CNG Ditinjau Dengan Material Logam Lapis Komposit Pada Kapal Pengangkut Compressed Natural Gas JURNAL TEKNIK POMITS Vol. Vol., No. 1, (01) ISSN: 7-59 (01-971 Print) G-67 Analisis Kekuatan Tangki CNG Ditinjau Dengan Material Logam Lapis Komposit Pada Kapal Pengangkut Compressed Natural Gas Aulia

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE Harini Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 agustus 1945 Jakarta yos.nofendri@uta45jakarta.ac.id

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA *Hendri Hafid Firdaus 1, Djoeli Satrijo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-154 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Teori Perpipaan 2.1.1 Definisi Sistem Perpipaan Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Mulai

BAB V METODOLOGI. Mulai BAB V METODOLOGI 5.1. Diagram Alir Pemodelan dan Pemeriksaan Tegangan, Defleksi, Kebocoran pada Flange, dan Perbandingan Gaya dan Momen Langkah-langkah proses pemodelan sampai pemeriksaan tegangan pada

Lebih terperinci

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II 1 Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II Andis Dian Saputro dan Budi Agung Kurniawan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Data Penelitian Data material pipa API-5L Gr B ditunjukkan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan unloading line dari jetty menuju plan ditunjukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA PENENTUAN PERBANDINGAN DIAMETER NOZZLE TERHADAP DIAMETER SHELL MAKSIMUM PADA AIR RECEIVER TANK HORISONTAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Willyanto Anggono 1), Hariyanto Gunawan 2), Ian Hardianto

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem pemipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim Sumber : Brownell & Young. 1959. Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : 36-57 3 Abdul Wahid Surhim *Vessel merupakan perlengkapan paling dasar dari industri kimia dan petrokimia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fiber Glass Fiber glass adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email: sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN MAIN STEAM (HIGH PRESSURE) PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN MAIN STEAM (HIGH PRESSURE) PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN SISTEM PERPIPAAN MAIN STEAM (HIGH PRESSURE) PADA COMBINED CYCLE POWER PLANT *Muhammad Zainal Mahfud 1, Djoeli Satrijo 2, Toni Prahasto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sejak dahulu manusia sudah mengenal sistem perpipaan, namun penggunaan sistem dan bahannya masih sangat sederhana, untuk memenuhi kebutuhan mereka secara pribadi ataupun

Lebih terperinci

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-10 1 Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo

Lebih terperinci

Laporan Praktikum. Laboratorium Teknik Material III. Modul B Teori Laminat Klasik. oleh :

Laporan Praktikum. Laboratorium Teknik Material III. Modul B Teori Laminat Klasik. oleh : Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material III Modul B Teori Laminat Klasik oleh : Kelompok : 5 Anggota (NIM) : Afina Hasna G. T. (13712021) Karel Adipria (13712035) Reyza Prasetyo (13712050) Iskandar

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Beton sebagai bahan yang berasal dari pengadukan bahan-bahan susun agregat kasar dan halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan perekat,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Beton Bertulang Pengertian beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk

Lebih terperinci

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang

Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Review Desain Condensate Piping System pada North Geragai Processing Plant Facilities 2 di Jambi Merang Aulia Havidz 1, Warjito 2 1&2 Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB V BAHAN KOMPOSIT

BAB V BAHAN KOMPOSIT BAB V BAHAN KOMPOSIT Komposit merupakan bahan yang terdiri dari gabungan 2 atau lebih bahan yang berbeda (logam, keramik, polimer) sehingga menghasilkan sifat mekanis yang berbeda dan biasanya lebih baik

Lebih terperinci

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan 2 BAB II TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan yang terjadi mempunyai nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 1 dari tegangan yang diijinkan (allowable

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT

ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 14 ANALISA TEGANGAN PIPA STEAM LOW CONDENSATE DIAMETER 6 PADA PT IKPT Sigit Mulyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Mercubuana Email :sigit_mulyanto@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH

ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH Tugas Akhir TM091486 ANALISA PENGARUH KETEBALAN INTI (CORE) TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT SANDWICH Rifki Nugraha 2108 100 704 Dosen Pembimbing : Putu Suwarta, ST. M.Sc Latar Belakang Komposit Material

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

KAJIAN OPTIMASI PENGARUH ORIENTASI SERAT DAN TEBAL CORE TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN BENDING DAN IMPAK KOMPOSIT SANDWICH GFRP DENGAN CORE PVC

KAJIAN OPTIMASI PENGARUH ORIENTASI SERAT DAN TEBAL CORE TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN BENDING DAN IMPAK KOMPOSIT SANDWICH GFRP DENGAN CORE PVC KAJIAN OPTIMASI PENGARUH ORIENTASI SERAT DAN TEBAL CORE TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN BENDING DAN IMPAK KOMPOSIT SANDWICH GFRP DENGAN CORE PVC Istanto, Arif Ismayanto, Ratna permatasari PS Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Ribuan tahun yang lalu, sistem pipa sudah dikenal dan digunakan oleh manusia untuk mengalirkan air sebagai kebutuhan air minum dan irigasi. Jadi pada dasarnya sistem

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB XI KOMPOSIT. Gambar 1. Skematik bentuk geometrik komposit. BENTUK UKURAN KONSENTRASI DISTRIBUSI ORIENTASI

BAB XI KOMPOSIT. Gambar 1. Skematik bentuk geometrik komposit. BENTUK UKURAN KONSENTRASI DISTRIBUSI ORIENTASI BAB XI KOPOSIT Komposit adalah material multiphase yang yang dibuat oleh manusia. Phasephase tersebut secara kimia adalah tidak sama dan dipisahkan oleh permukaan / interface yang jelas. Sebagian besar

Lebih terperinci

PENGUJIAN AWAL KONSTRUKSI FIBERGLASS PADA LAMBUNG KAPAL BOAT SESUAI STANDAR

PENGUJIAN AWAL KONSTRUKSI FIBERGLASS PADA LAMBUNG KAPAL BOAT SESUAI STANDAR PENGUJIAN AWAL KONSTRUKSI FIBERGLASS PADA LAMBUNG KAPAL BOAT SESUAI STANDAR ABSTRAK Shahrin Febrian S.T, M.Si Program Studi Teknik Sistem Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan shahrin.febrian@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN TARIK BOLTED JOINT STRUKTUR KOMPOSIT C-GLASS/EPOXY BAKALITE EPR 174

ANALISIS KEKUATAN TARIK BOLTED JOINT STRUKTUR KOMPOSIT C-GLASS/EPOXY BAKALITE EPR 174 ANALISIS KEKUATAN TARIK BOLTED JOINT STRUKTUR KOMPOSIT C-GLASS/EPOXY BAKALITE EPR 174 Ariansyah Pandu Surya 1, Lies Banowati 2 dan Devi M. Gunara 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Penerbangan, Universitas Nurtanio

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA 1.1 Alur Analisa Untuk mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda distribusi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghitung tebal pipa minimum yang paling

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus TUGAS AKHIR Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit BAB IV ANALISA DAN PEBAHASAN 4.1 Perhitungan Data material pipa API-5L-Gr.65 ditunjukan pada Tabel 4.1, sedangkan kondisi kerja pada sistem perpipaan pipe lin esystem di tunjukan pada Tabel 4.. Tabel 4.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

Jurnal Teknika Atw 1

Jurnal Teknika Atw 1 PENGARUH BENTUK PENAMPANG BATANG STRUKTUR TERHADAP TEGANGAN DAN DEFLEKSI OLEH BEBAN BENDING Agung Supriyanto, Joko Yunianto P Program Studi Teknik Mesin,Akademi Teknologi Warga Surakarta ABSTRAK Dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 196 Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii

DAFTAR ISI. i ii iii iv vi v vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... NASKAH SOAL... HALAMAN PERSEMBAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB XII KOMPOSIT. Gambar 1. Skematik bentuk geometrik komposit. BENTUK UKURAN KONSENTRASI DISTRIBUSI ORIENTASI

BAB XII KOMPOSIT. Gambar 1. Skematik bentuk geometrik komposit. BENTUK UKURAN KONSENTRASI DISTRIBUSI ORIENTASI BAB XII KOPOSIT Komposit adalah material multiphase yang yang dibuat oleh manusia. Phase-phase tersebut secara kimia adalah tidak sama dan dipisahkan oleh permukaan / interface yang jelas. Sebagian besar

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Analisa Numerik Pengaruh Tekanan Hidrostatik pada Material Komposit dengan Ratio Perbandingan 60% Carbon Fibre 40% Epoxy yang Dipadukan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam sejarah kehidupan umat manusia yang sudah berjalan selama puluhan ribu tahun lamanya, seni mendisain dan membangun jaringan Pemipaan sudah dikenal berabad-abad lalu. Awal mulanya,

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD

BAB 5 ANALISIS Elemen yang Tidak Memenuhi Persyaratan Kekuatan API RP 2A WSD BAB 5 ANALISIS 5.1 ANALISIS LINIER Penurunan yang terjadi pada dasar laut menyebabkan peningkatan beban lingkungan,, terutama beban gelombang yang dibebankan pada struktur anjungan lepas pantai. Hal ini

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE AKIBAT PENGARUH BEBAN ARUS DAN GELOMBANG LAUT DI PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA *Felix Wahyu

Lebih terperinci

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods,

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods, III. METODELOGI Terdapat banyak metode untuk melakukan analisis tegangan yang terjadi, salah satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods, FEM). Metode elemen hingga adalah prosedur

Lebih terperinci

ANALISIS LENDUTAN SEKETIKA DAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR PELAT DUA ARAH. Trinov Aryanto NRP : Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc.

ANALISIS LENDUTAN SEKETIKA DAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR PELAT DUA ARAH. Trinov Aryanto NRP : Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc. ANALISIS LENDUTAN SEKETIKA DAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR PELAT DUA ARAH Trinov Aryanto NRP : 0621009 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

BAB III MODELISASI STRUKTUR

BAB III MODELISASI STRUKTUR BAB III MODELISASI STRUKTUR III.1 Prosedur Analisis dan Perancangan Start Investigasi Material Selection Preliminary Structural System Height,Story,spam, Loading Soil cond Alternative Design Criteria Economic

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab. Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung untuk mensimulasikan kemampuan tangki toroidal penampang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. denganredesain parking bumper bahan komposit polymeric foam diperkuat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. denganredesain parking bumper bahan komposit polymeric foam diperkuat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan tentang studi literatur yang berkaitan denganredesain parking bumper bahan komposit polymeric foam diperkuat TKKS yang diuji menggunakan

Lebih terperinci