I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.68/Menhut-II/2006 TANGGAL : 6 Nopember 2006 TENTANG : PEDOMAN KAMPANYE INDONESIA MENANAM I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kondisi sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia saat ini dalam keadaan yang memprihatinkan. Sampai dengan tahun 2005 kerusakan hutan telah mencapai ± 59,7 juta hektar dengan laju kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar per tahun. Erosi tanah mengakibatkan pencemaran dan pendangkalan sungai, waduk serta perairan terjadi di seluruh wilayah Indonesia sehingga tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Karena rusaknya ruang terbuka hijau mengakibatkan polusi udara di wilayah perkotaan sangat tinggi. Dampak dari kerusakan hutan dan lahan menyebabkan terjadinya banjir di musim hutjan dan kekeringan di musim kemarau yang mengakibatkan penderitaan masyarakat. Berbagai kerugian dialami seperti rusaknya areal pertanian dan sarana prasarana berupa jalan, jembatan serta perumahan penduduk yang nilainya miliaran rupiah. Bencana banjir dan tanah longsor juga menimbulkan korban jiwa dan dampak lain yaitu menyebarnya berbagai penyakit. Sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekeringan pada lahan pertanian dan berdampak pula pada kebakaran hutan dan gangguan asap. Kerusakan lahan dan lingkungan antara lain disebabkan terjadinya alih fungsi lahan baik pada kawasan hutan, pedesaan maupun perkotaan. Kawasan hutan banyak diserobot, dirambah dan ditebangi. Perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi areal perkebunan atau pertambangan, sering tanpa mempertimbangkan dampak yang timbul. Kawasan dengan fungsi lindung, dibangun dan diolah tanpa mengikuti kaidah sistem pengolahan lahan yang tepat. Lahan terbuka hijau di perkotaan banyak beralih fungsi untuk bangunan dan industri. Kalau keadaan ini berlanjut terus setiap tahun, dapat dibayangkan betapa akan merosotnya kondisi lingkungan. Kerugian yang besar akan dialami oleh bangsa dan negara. Oleh karena itu Presiden RI dalam Pencanangan Indonesia Menanam pada tanggal 22 April 2006 Kota Baru Bandar Kemayoran Jakarta, menyatakan keprihatinannya dan mengajak seluruh masyarakat sadar bahwa Alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Sudah seharusnya seluruh bangsa kedepan menyadari akan pentingnya melakukan kegiatan penanaman pohon atau tanaman lainnya sebagai sumber penunjang kehidupan. Himbauan Presiden RI tersebut, perlu ditindaklanjuti melalui suatu kampanye penanaman secara terus menerus yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Melalui Kampanye Indonesia

2 Menanam diharapkan agar setiap warga negara baik sebagai pejabat atau pegawai pemerintah di pusat dan di daerah, pengusaha dan karyawan badan usaha pemerintah dan swasta, serta seluruh lapisan masyarakat menjadi sadar dan berperilaku gemar melakukan penanaman dilingkungannya masing-masing. Disamping itu mereka ikut aktif mengajak masyarakat sekitarnya agar mau melakukan kegiatan penanaman pohon. B. VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN VISI dari kegiatan Kampanye Indonesia Menanam adalah : Memelihara hutan dan menanam pohon adalah bagian dari upaya mensejahterakan masyarakat. MISI dari kegiatan Kampanye Indonesia Menanam adalah : 1. Membangkitkan kembali kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya menanam dan memelihara sumber daya hutan serta lingkungan, karena rusaknya sumber daya hutan dan lingkungan akan sangat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dari segi ekonomi, sosial dan budaya. 2. Membangkitkan kembali kesadaran masyarakat bahwa mereka adalah pelaku utama dalam menanam dan memelihara pepohonan serta menjaga keseimbangan ekosistem. TUJUAN dari Kampanye Indonesia Menanam adalah : 1. Tujuan Moral Terwujudnya perilaku menanam dan melestarikan hutan dan lingkungan sebagai bagian dari budaya bangsa. 2. Tujuan Fisik a. Di perkotaan 1) Di kawasan umum, terdapatnya ruang terbuka hijau atau hutan kota dan penghijauan jalan yang berfungsi sebagai paru-paru kota, pemberi nilai estetika, dan sarana rekreasi serta olahraga. 2) Di kawasan khusus seperti gedung-gedung, baik gedung pemerintah maupun swasta serta pekarangan rumah terdapat pepohonan yang berfungsi sebagai tempat berteduh, pemberi nilai estetika, dan berfungsi pula sebagai tabungan keluarga atau perusahaan. b. Di pedesaan 1) Di tanah milik desa atau milik adat terdapat hutan desa yang berfungsi sebagai penahan longsor dan ancaman banjir serta tabungan desan atau tabungan masyarakat. 2) Di tanah milik pribadi terdapat hutan pribadi sebagai tabungan keluarga. SASARAN Kampanye Indonesia Menanam adalah : Seluruh warga masyarakat Indonesia baik yang berdomisili di pedesaan maupun perkotaan.

3 C. RUANG LINGKUP KAMPANYE Ruang lingkup Kampanye Indonesia Menanam adalah kegiatan kampanye berbagai kegiatan penanaman yaitu : 1. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) 2. Gerakan Bakti Penghijauan Pemuda (GBPP) 3. Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM) 4. Gerakan Kota Hijau (Green City) 5. Gerakan Penanaman Pohon di lingkungan masing-masing D. PENGERTIAN 1. Indonesia Menanam adalah suatu gerakan masyarakat Indonesia baik massal maupun individu untuk melakukan penanaman di wilayah pedesaan maupun perkotaan. 2. Kampanye Indonesia Menanam adalah suatu metode penyuluhan yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat agar tercipta budaya dan berperilaku gemar menanam pohon, memelihara dan melestarikan hutan serta lingkungan. 3. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) adlah suatu kegiatan terkoordinasi yang mendayagunakan segenap kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam merehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). 4. Gerakan Bakti Penghijauan Pemuda (GBPP) adalah gerakan untuk membangkitkan kepeloporan pemuda dalam melaksanakan penghijauan dan konservasi alam sehingga timbul minta dan kepedulian serta memiliki kesadaran dan kemauan untuk secara berswadaya melakukan penyelamatan sumber daya alam, hutan, tanah dan air. 5. Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM) adalah suatu kegiatan penyuluhan kehutanan yang merupakan gerakan moral bagi murid-murid sekolah dasar dalam rangka menumbuhkembangkan minat dan rasa cinta terhadap pohon danlingkungan sekitarnya melalui kegiatan pembelajaran, penyemaian, penanman, pemeliharaan, sampai dengan pemanenan. 6. Kota Hijau (Green City) adalah suatu program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pemukiman di wilayah perkotaan dalam upaya menanggulangi pencemaran udara yang tinggi dan dapat memperngaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Diharapkan di masa mendatang menjadi suatu gerakan masyarakat yang dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat secara swadaya. 7. Gerakan Penanaman Pohon adalah suatu ajakan moral yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyrakat untuk menanam pohon dan melestarikan hutan dan lingkungan agar menjadi suatu kebutuhan dan membudaya.

4 II. TAHAPAN KEGIATAN KAMPANYE INDONESIA MENANAM Kegiatan penyuluhan disampaikan melalui pendekatan perorangan, kelompok dan massal yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kampanye adalah suatu bentuk metode penyuluhan yang dilakukan melalui pendekatan kelompok dan massal. Pada intinya kampanye adalah kegiatan pemaparan suatu kegiatan atau program yang ditawarkan kepada masyarakat dan berusaha meyakinkan mereka agar mendapatkan simpati serta dukungan. Dalam kegiatan Kampanye Indonesia Menanam, didasarkan atas maksud, tujuan dan sasarannya, maka tahapan kegiatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan Sosialisasi, adalah kegiatan penyebarluasan informasi tentang Indonesia Menanam sehingga masyarakat diharapkan mengetahui kondisi kerusakan hutan dan lingkungan saat ini sehingga mereka sadar akan pentingnya kegiatan penanaman demi masa depan. 2. Kegiatan membangun Motivasi, adalah kegiatan untuk mendorong dan menumbuhkembangkan minat masyarakat tentang Indonesia menanam sehingga diharapkan mampu berpartsipasi dan berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan menanam sebagai kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. 3. Kegiatan Internalisasi, adalah kegiatan dalam upaya membangun apresiasi masyarakat sehingga merasa bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan menanam dan peduli melakukan pencegahan dari setiap tindakan yang dapat merusak hutan dan lingkungan. Pada tingkatan ini diharapkan sudah tercipta budaya menanam dan mencintai lingkungan. Implementasi dari tahapan kegiatan tersebut diatas, disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, mengingat luasnya wilayah dan banyaknya jumlah penduduk. Dengan demikian dapat saja terjadi pelaksanaan kegiatan sosialisasi pada suatu tempat, sementara di tempat lain dilaksanakan kegiatan membangun motivasi atau internalisasi. III. TEKNIK KEGIATAN KAMPANYE A. KEGIATAN SOSIALISASI Kegiatan sosialisasi Kampanye Indonesia Menanam yang bertujuan untuk penyadaran masyarakat harus dikemas dalam bentuk-bentuk yang menarik sasaran dan disampaikan melalui teknik-teknik antara lain sebagai berikut : 1. Secara Langsung a. Pidato dan ceramah tentang Indonesia Menanam yang dilakukan baik di lapangan terbuka atau di dalam ruangan oleh pejabat, pemuka masyarakat dan pemuka agama. b. Dialog langsung dengan masyarakat baik secara massal maupun kelompok sehingga merasakan bahwa kegiatan menanam merupakan milik mereka.

5 c. Jumpa Pers dengan harapan agar masyarakat pers turut merasa berkewajiban dan berperan serta ikut membantu menyebarluasan informasi tentang kegiatan yang akan dan telah dilakukan dalam rangk pencapaian tujuan akhir melalui media yang mereka miliki. 2. Secara Tidak Langsung a. Iklan Layanan Masyarakat (Pubic service announcment) dibuat untuk sasaran umum dan ditayangkan di berbagai media massa baik cetak maupun TV, radio dan internet. Materi iklan berisikan hal-hal yang mampu membangkitkan kesadaran masyarakat tentang perlunya kegiatan menanam. Mengingat beragamnya strata masyarakat, maka iklan ini harus dibuat dlam berbagai versi. b. Iklan Luar Ruang yang ditempatkan pada lokasi-lokasi keramaian yang berisikan ajakan menanam atau bahaya yang timbul jika budaya menanam tidak dilaksanakan dan dilestarikan. c. Dialog melalui media elektronika yang melibatkan seluruh masyarakat sehingga tahu dan paham akan pentingnya kegiatan penanaman. d. Brosur, pamflet, leaflet, spanduk, baliho yang menginformasikan atau mengajak masyarakat untuk melakukan penanaman dan melestarikan hutan dan lingkungan. B. MEMBANGUN MOTIVASI 1. Secara Langsung a. Lomba yang berkaitan dengan kegiatan menanam dan memelihara hutan dan lingkungan. Lomba ini dapat dibuat dalam berbagai thema yang ditujukan untuk setiap kelompok masyarakat antara lain : para pelajar mulai dri TK hingga perguruan tinggi; antar desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi; serta antar unit instansi di setiap pemerintahan dan badan usaha mulai dari tingkat pusat maupun daerah (propinsi dan kabupaten/kota). Kegiatan lomba dimaksudkan untuk membangkitkan minat dan kesdaran serta pemahaman bahwa kegiatan menanam dan memelihara hutan serta lingkungan merupakan kewajiban seluruh warganegara. b. Penanaman Massal, kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen masyarakat antara lain pejabat pemerintah, pengusaha, tokoh masyarakat, seniman, dan anggota organisasi kemasyarakatan lainnya yang diharapkan mampu membangkitkan pemahaman bahwa kegiatan penanaman, memelihara, dan melestarikan hutan dan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama. 2. Secara Tidak Langsung a. Serial TV dan film cerita yang didalamnya memuat pesan atau berthemakan kegiatan menanam dan memelihara serta melestarikan lingkungan dan hutaan merupakan kebutuhan untuk kelangsungan kehidupan. b. Buku bacaan dan buku cerita anak-anak yang mengangkat thema tanam menanam dan pelestarian hutan dan lingkungan.

6 c. Lagu-lagu jingle yang membangkitkan semangat dan motivasi masyarakat dalam melakukan kegiatan tanam menanam dan menjaga lingkungan sumber daya alam. C. INTERNALISASI Kegiatan ini lebih merupakan tindak lanjut setelah dilakukannya gerakan atau kegiatan penanaman yang dilakukan baik melalui fasilitasi pemerintah maupun yang dilakukan oleh lapisan masyarakat secara swadaya. 1. Secara Langsung Kegiatan internalisasi secara langsung antara lain berupa pemberian penghargaan baik berupa piagam, piala, insentip atau hal-hal lain yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok yang dinilai berhasil membudidayakan kegiatan menanam, serta berhasil dalam aktifitas menanam. 2. Secara Tidak Langsung Kegiatan internalisasi secara tidak langsung antara lain berupa laporan jurnalistik dan artikel di media massa tentang dampak positif dari kegiatan yang telah dilakukan masyarakat, misalnya pendayagunaan lahan hutan untuk kebutuhan ekonomi rakyat tanpa merusak sumber daya hutan, berkurangnya longsor dan erosi dll. A. KEGIATAN KAMPANYE IV. PELAKSANAAN KEGIATAN KAMPANYE Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka pelaksanaan kegiatan Kampanye Indonesia Menanam perlu dipersiapkan secara terencana, cermat dan terarah, serta didukung dengan pengorganisasian yang mantap. Oleh karena itu baik kegiatan Kampanye Indonesia Menanam secara keseluruhan atau dalam pelaksanaan setiap teknik kampanye yang digunakan, perlu disusun : perencanaan; pengorganisasian; pengaturan pelaksanaan; serta monitoring dan evaluasi. Bentuk atau teknik kegiatan kampanye dapat disesuaikan berdasarkan 3 tahapan kegiatan yaitu sosialisasi, membangun motivasi dan internalisasi. Kegiatan yang dipilih dapat bersifat langsung beraudiensi dengan masyarakat atau secara tidak langsung melalui berbagai media. Kegiatan Kampanye Indonesia Menanam (bentuk dan teknik kampanye) harus seiring dan sesuai dengan lokasi, tempat dan sasaran kegiatan penanaman yang dilakukan dalam kegiatan Gerakan Indonesia Menanam. Kegiatan kampanye dapat dilakukan oleh pemerintah, badan usaha, lembaga pendidikan, organisasi politik dan organisasi massa seperti organisasi pemuda, gerakan pramuka dan lain-lain dalam bentuk kegiatan yang disesuaikan dengan pola aktifitas mereka. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, sosiologis, dan

7 geografis wilayah, maka pelaksanaan Kampanye Indonesia Menanam dilaksanakan di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Indonesia Menanam merupakan payung besar dari berbagai kegiatan penghijauan serta rehabilitasi hutan dan lahan. Oleh karena itu kegiatan kampanye dari masing-masing kegiatan tersebut, merupakan juga bagian kampanye Indonesia Menanam. B. JENIS KAMPANYE 1. Kampanye GERHAN Sasaran lokasi GERHAN adalah lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan dengan prioritas pada wilayah DAS serta pada turus kanan-kiri jalan di wilayah perkotaan. Kampanye GERHAN ditujukan pada seluruh lapisan masyarakat terutama di wilayah-wilayah pedesaan yang disekitarnya terdapat lahan-lahan kritis baik di dalam maupun di sekitar hutan. Kampanye dilakukan oleh pemerintah pusat dan derah. Tujuan dari kampanye GERHAN agar masyarakat ikut mensukseskan keberhasilan program GERHAN dalam upaya memulihkan dan mempertahankan, serta meningkatkan fungsi hutan danlahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 2. Kampanye GBPP Pemuda merupakan unsur dari masyarakat yang sangat potensial untuk menjadi penggerak dalam perbaikan alam dan lingkungan. GBPP bertujuan mendorong para pemuda agar berpartisipasi aktif dalam kegiatan sadar lingkungan sehingga diharapkan agar mereka kedepan memiliki kesadaran dan kemauan untuk secara berswadaya melakukan penyelamatan sumber daya hutan dan lingkungan. Sasaran dari kampanye GBPP adalah pelaku GBPP yaitu pemuda yang tergabung dalam lembaga pendidikan (sekolah,madrasah, dan PT), organisasi kepemudaan (KNPI, Karang Taruna, Pramuka, dll), organisasi keagamaan (Remaja Mesjid, Pemuda Gereja, dll). Kampanye dilakukan oleh unsur pemerintah dan unsur organisasi pemuda. Lokasi penanaman GBPP adalah lahan-lahan kosong di daerah pemukiman, sekolah, kiri-kanan jalan, bantaran sungai, dll. 3. Kampanye KMDM KMDM bertujuan menumbuhkembangkan minat dan rasa cinta generasi muda khususnya anak-anak usia sekolah terhadap pohon dan lingkungan sekitarnya. Melalui KMDM murid sekolah secara dini diperkenalkan dengan proses tanam menanam. Sasaran langsung dari kampanye KMDM adalah para guru danmurid sekolah/ madrasah, sedang sasaran secara tidak langsungnya adalah orang

8 tua murid. Inti utama dari kegiatan KMDM berupa pembelajaran bagi para murid yang ditunjang kegiatan fisik seperti pembuatan bibit melalui Kebun Bibit Sekolah (KBS), penanaman, pemeliharaan dan sampai sistem pemanenan. Penanaman pohon dilakukan di lahan milik orang tua murid/keluarga, lahan milik sekolah, atau lahan lainnya yang disepakati. 4. Kampanye Kota Hijau Kota pada umumnya adalah merupakan pusat perekonomian danpusat pendidikan yang dicirikan pertumbuhan penduduk dan pemukiman serta pertumbuhan bangunan dan industri yang pesat yang pada gilirannya mengurangi areal ruang terbuka hijau (areal pepohonan dan resapan air). Mobilitas penduduk yangtinggi danjumlah kendaraan bermotor yang dari tahun ketahun meningkat pesat, menimbulkan polusi lingkungan yang kurang sehat. Sasaran kampanye Kota Hijau adalah masyarakat perkotaan. Dalam upayaupaya konkrit penyehatan lingkungan di wilayah perkotaan perlu digalakkan kebali pembangunan dan memaksimalkan ruang terbuka hijau guna penyehatan lingkungan yang antara lain melalui program Kota Hijau (green city). Kampanye dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain yang peduli. 5. Kampanye Gerakan Menanam Dengan banyaknya terjadi bencana alam akibat dari kerusakan hutan, lahan dan lingkungan, telah timbul kesdaran masyarakat untuk melakukan penanaman pohon. Pada berbagai daerah telah dilakukan berbagai gerakan penanaman antara lain : Gerakan Penanaman Sejuta Pohon, Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK), Sok Parelak (Mari Menanam di Bumi Pasundan), dll. Sasaran dari Kampanye Gerakan Menanam di daerah adalah seluruh lapisan masyarakat baik yang bermukim di pedesaan maupun perkotaan. Berbagai tema penanaman dan pelestarian lingkungan dapat diangkat di daerah dengan latar belakang situasi, kondisi, dan buadaya setempat. Gerakan menanam secara luas perlu dikampanyekan oleh berbagai pihak baik oleh pemerintah, badan usaha dan masyarakat. V. MONITORING DAN EVALUASI KAMPANYE Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui apakah hasil kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Evaluasi bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan penyelenggaraan suatu kegiatan atau program. Monitoring dan evaluasi berguna untuk memberikan umpan balik bagi instansi penyelenggara dalam menilai sebagian atau seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan. Obyek kegiatan monitoring dan evaluasi mencakup aspek-aspek : perencanaan, organisasi, dan pelaksanaan.

9 Kegiatan monitoring dilaksanakan secara kontinyu yang disesuaikan dengan tahapan proses penyelenggaraan kampanye. Sedangkan kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan pada awal kegiatan, pada saat kegiatan atau pada akhir kegiatan kampanye. Agar pelaksanaan monitoring dan evaluasi berjalan dengan tertib, lancar, efektif dan efisien, maka perlu adanya persiapan yang baik, antara lain dengan memahami indikatorindikator keberhasilan penyelenggaraan program serta mempersiapkan instrumeninstrumen yang akan digunakan. Monitoring dan evaluasi kegiatan Kampanye Indonesia Menanam dilakukan oleh pihak Penyelenggara Kampanye di semua jenjang/tingkatn. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, pengamatan langsung di lapangan, serta dukungan data-data sekunder yang dapat diperoleh. Dalam hal penyelenggaraan Kampanye Indonesia Menanam, keberhasilan kampanye dapat dinilai melalui indikator-indikator : 1. Terwujudnya peran aktif setiap jenjang pemerintahan mulai dari pusat sampai di pedesaan untuk mengkampanyekan Indonesia Menanam dalam setiap acara yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan dan berhubungan dengan masyarakat. 2. Terwujudnya motivasi dari semua unsur yang ada di masyarakat untuk ikut mengkampanyekan Indonesia Menanam secara swadaya. 3. Meningkatnya kesadaran danminat baik dari pihak pengusaha maupun dari masyarakat secara keseluruhan dalam melaksanakan kegiatan penanaman pohon di lingkungan sekitarnya. 4. Meningkatnya kepedulian masyarakat secara luas terhadap kegiatan-kegiatan berbagai pihak yang merusak alam dan lingkungan. VI. PENUTUP Kerusakan alam dan lingkungan telah menimbulkan dampak yang serius di negara kita. Sebaliknya budaya menanam dan melestarikan alam lingkunganm justru semakin memudar dari perilaku bangsa. Oleh karena itu kegiatan tanam menanam yang dulu menjadi budaya dan Indonesia yang sejak awal berlatar belakang negara agraris, perlu dibangun dan ditanamnkan kembali pada semua lapisan dankomponen anak bangsa. Indonesia Menanam yang ditunjang dengan 2 aktivitas pokok yaitu kampanye dan gerakan, merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kembali sikap, perilaku dan cara pandang masyarakat Indonesia dlam hal tanam menanam serta pelestarian lingkungan. Diharapkan kegiatan ini tidak hanya dilakukan hanya oleh instansi atau kelompok-kelompok tertentu saja tetapi hendaknya dilakukan oleh semua unsur dan lapisan yang ada di pemerintah, badan usaha dan masyarakat tanpa terkecuali. MENTERI KEHUTANAN Ttd. H.M.S. KABAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG GERAKAN MENANAM DAN MEMELIHARA POHON DI JAWA TIMUR UNTUK PENYELAMATAN BUMI GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 48 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA UNTUK KEGIATAN PENANAMAN MASSAL DALAM RANGKA PROGRAM GREEN SCHOOL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2010

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2010 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2010 Assalamualaikum warakhmatullah wabarakatuh, Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Salam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 106 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 D. Peran Serta Masyarakat Program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di DKI Jakarta Pergerakan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah segala upaya yang bersifat persuasif dan tidak memerintah yang bertujuan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2009

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2009 SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA PERINGATAN HARI PENANGGULANGAN DEGRADASI LAHAN DAN KEKERINGAN TAHUN 2009 Assalamualaikum warakhmatullah wabarakatuh, Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, Salam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

Assalamualaikum warakhmatullah wabarakatuh.

Assalamualaikum warakhmatullah wabarakatuh. SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA UPACARA BENDERA PERINGATAN HARI BAKTI RIMBAWAN KE-26 TAHUN 2009 JAKARTA, 16 MARET 2009 Assalamualaikum warakhmatullah wabarakatuh. Yang saya hormati Gubernur beserta Muspida,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM, SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 DAN PU.124/KPTS/1984 TAHUN 1984 TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN Latar Belakang Air dan sumber daya air mempunyai nilai yang sangat strategis. Air mengalir ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah administrasi, maka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

Dalam kesempatan ini, saya atas nama Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada Pemerintah

Dalam kesempatan ini, saya atas nama Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada Pemerintah 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PUNCAK PERINGATAN HARI KRIDA PERTANIAN, HARI KOPERASI, HARI KELUARGA NASIONAL, HARI LINGKUNGAN HIDUP DAN HARI PANGAN SEDUNIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desain Komunikasi Visual 1

I. PENDAHULUAN. Desain Komunikasi Visual 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia, yakni tercatat sekitar 95.181 km. Panjang garis pantai tersebut menyimpan hutan bakau yang luas dan rindang.

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : P.9/PDASHL-SET/2015 NOMOR : 403/D/DN/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMK Aceh Tamiang Tahun 2013-2017, baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN SOSIALISASI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT KABUPATEN SAMPANG TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 223/ HK / 2015 TENTANG

PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 223/ HK / 2015 TENTANG PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 223/ HK / 2015 TENTANG PELAKSANAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 BUPATI KARANGASEM, Menimbang a. bahwa nilai-nilai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.bahwa nilai-nilai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 25 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT KABUPATEN SAMPANG TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya Latar Belakang Degradasi hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai angka seluas 100,7 juta hektar,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1984 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN PEMBANGUNAN KEPADA PROPINSI DAERAH TINGKAT I, KABUPATEN/ KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II, DAN DESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1976 Tanggal 1 April 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1976 Tanggal 1 April 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 1976 Tanggal 1 April 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu diusahakan peningkatan kegiatan penghijauan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: a. bahwa lahan sebagai penentu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

G U B E R N U R L A M P U N G

G U B E R N U R L A M P U N G G U B E R N U R L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G / 119 /II.08 / HK / 2008 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENGARAH BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT TINGKAT PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2008 GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Pusat Data & Informasi Bencana Alam Tema : Form Follow Function Lokasi : Kelurahan Gunung Sahari, Jakarta Pusat Sifat Proyek : Fiktif Kepemilikan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN POHON OLEH PESERTA DIDIK, PENDIDIK, DAN

Lebih terperinci

Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2017 TANGGAL : 27 FEBRUARI 2017 No 1. Kementerian Dalam Negeri 2. Kementerian Kesehatan Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI WILAYAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan dan lahan mendorong munculnya lahan kritis yang semakin luas setiap tahun di seluruh Indonesia. Kekritisan lahan ditunjukan oleh meningkatnya bencana alam

Lebih terperinci

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2017 TANGGAL : 27 FEBRUARI 2017 1. Kementerian Dalam Negeri 2. Kementerian Kesehatan Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/Menhut-II/2012 TENTANG PANDUAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/Menhut-II/2012 TENTANG PANDUAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON TAHUN 2012 5 2012, No.379 A. Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/Menhut-II/2012 TENTANG PANDUAN PENANAMAN SATU MILYAR POHON TAHUN 2012 I. PENDAHULUAN Pemanasan global

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa Hutan Lindung Kota Bontang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS BAB VIII INDIKASI PROGRAM PRIORITAS Pembangunan yang diprioritaskan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mendesak yang memberikan dampak luas bagi masyarakat, sebagai berikut : 8.1. Indikasi Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 230 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN PRAMUKA PEDULI

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 230 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN PRAMUKA PEDULI KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 230 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN PRAMUKA PEDULI Menimbang Mengingat Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, : a. bahwa dalam upaya mengimplementasikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1976 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu diusahakan peningkatan kegiatan penghijauan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah lingkungan hidup di Indonesia adalah kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB 7. KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7. KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7. KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Visi Kabupaten Sleman adalah Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, mandiri, berbudaya dan terintegrasinya sistem e-government menuju smart

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/15~ /V.12/HK/2017 TENTANG

GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/15~ /V.12/HK/2017 TENTANG GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/15~ /V.12/HK/2017 TENTANG PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT XIV DAN BARI KESATUAN GERAK PEMBERDAYAAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kota Baru Parahyangan merupakan sebuah kota mandiri yang berada di kabupaten Bandung Barat. Luas Kota Baru Parahyangan mencapai 1000 hektar tanah dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan lingkungan hidup. Afandi (2013) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan lingkungan hidup. Afandi (2013) mengatakan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1977 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1977 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1977 TENTANG PROGRAM BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI Menimbang : a. bahwa perlu diusahakan peningkatan kegiatan penghijauan dan reboisasi di daerahdaerah

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan dan binatang yang hidup di dalamnya terancam punah. Selain itu, masih banyak manusia yang menggantungkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG BULAN BHAKTI GOTONG ROYONG MASYARAKAT TINGKAT KOTA BOGOR TAHUN 2007 WALIKOTA BOGOR, TENTANGENTANGTA

Lebih terperinci

Program KMDM, Langkah Strategis Wujudkan Revolusi Mental. Oleh : Endang Dwi Hastuti*

Program KMDM, Langkah Strategis Wujudkan Revolusi Mental. Oleh : Endang Dwi Hastuti* Program KMDM, Langkah Strategis Wujudkan Revolusi Mental Oleh : Endang Dwi Hastuti* Revolusi mental pada dasarnya adalah pembentukan karakter, oleh karenanya upaya mewujudkan melalui jalur pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMD 2013-2017 baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN/ATAU LAHAN MENTERI

Lebih terperinci