PERTIMBANGAN GEOTEKNIK PADA KONSTRUKSI SUBWAY UNTUK JAKARTA METRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTIMBANGAN GEOTEKNIK PADA KONSTRUKSI SUBWAY UNTUK JAKARTA METRO"

Transkripsi

1 Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, Mei 2007 PERTIMBANGAN GEOTEKNIK PADA KONSTRUKSI SUBWAY UNTUK JAKARTA METRO Paulus P. Rahardjo Guru Besar Ilmu Geoteknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung 1. PENDAHULUAN Kecenderungan di dalam pertumbuhan transportasi kota Jakarta, dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk di dalamnya peningkatan jumlah penduduk (sebagai dampak dari migrasi dan angka kelahiran), dekonsentrasi geografis, peningkatan penghasilan dan aktifitas industri serta bisnis (W. Santosa, 2001). Peningkatan penduduk yang sangat drastis ini menyebabkan kebutuhan transportasi yang sangat tinggi. Meskipun kecepatan pertumbuhan (growth rate) Jakarta relatif menurun antara tahun , namun demikian pertumbuhan Botabek meningkat 3.8 % pada tahun 1970 dan 5.3 % pada tahun Dan kontrasnya jumlah penduduk Botabek melebihi penduduk kota Jakarta. Pada tahun 2015 penduduk kota Jakarta akan mencapai 12 juta. Jakarta akan mengalami kelumpuhan transportasi total menjelang tahun 2014 sebagaimana disampaikan Yayat Supriyatna (2004), planolog dan pemerhati masalah transportasi. Pendapat tersebut diperoleh dari hasil penelitian dan kajian sistem perencanaan transportasi makro di Jakarta. Pada saat itu diperkirakan jumlah kendaraan roda empat di Jakarta mencapai 3 juta unit sedangkan luas jalan mencapai 45 juta m 2. Masalah ini akan merupakan ancaman bagi perkembangan kota Jakarta dan akan dialami dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun lagi. Departemen Perhubungan menunjukkan 32 titik ruas jalan arteri (sama dengan 94 % ruas jalan arteri) telah mendapat beban lalu lintas melebihi kapasitasnya dengan sebutan pamer diranjang (padat merayap dalam antrian panjang). Harus diakui bahwa penyebab dari masalah ini adalah daya tarik kota Jakarta dan perubahan terhadap sikap penduduk dalam memilih tempat tinggal. Dampak dari kedua hal tersebut adalah dibutuhkannya angkutan (pribadi maupun publik), peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara drastis, dan ketidakteraturan lalu lintas. Bandingkan dengan Beijing dan Bangkok yang masing-masing akan menjadi tempat penyelenggaraan Olimpiade 2008 dan Kedua kota tersebut mempersiapkan diri dengan pengaturan transportasi masal menggunakan subway. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta akan menjadikan monorel dan subway sebagai bagian dari pola transportasi makro (Darmaningtyas, 2005). Rencana DKI Jakarta mendapatkan dukungan dari Presiden (Tempointeraktif, 13 Desember 2004). Pada saat ini Pemerintah DKI Jakarta banyak membangun underpass dan flyover untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas. Underpass merupakan terowongan dengan sistem konstruksi cut and cover. Kondisi ini tidak akan mampu bertahan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, meskipun masih banyak pro dan kontra, pembangunan subway agaknya tidak dapat dihindarkan. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai rencana subway di DKI Jakarta dan pertimbangan geoteknik sehubungan dengan kondisi tanah dan geologi. Beberapa aspek teknis dibahas untuk memberikan ilustrasi metode konstruksi terowongan khususnya pada tanah lunak dan pengaruh dari konstruksi subway terhadap bangunan sekitarnya. ISBN

2 Paulus P. Rahardjo Gambar 1. Terowongan Cawang yang menghubungkan jalan DI Panjaitan dan Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur 2. PERENCANAAN SUBWAY JAKARTA-METRO Perencanaan untuk subway Jakarta Metro dimulai pada tahun 1996 namun berhubung dengan krisis moneter tahun 1998 proyek ini tidak berlanjut. Ruas pertama yang dibangun adalah dari selatan ke utara mulai dari Jalan Fatmawati hingga Stasiun Kota sepanjang kurang lebih 17 km. Gambar 2. Alternatif alinyemen subway Jakarta Metro Untuk pemberhentian (station) dipilih 17 titik lokasi yang dipandang strategis yaitu pada daerah-daerah dimana pengguna jalan menunjukkan kondisi yang paling ramai 46 ISBN

3 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro dan dekat dengan pusat-pusat kegiatan. Tentu saja banyak pertimbangan lain yang bersifat non teknis seperti misalnya meminimalisir pembebasan tanah. Rute perjalanan adalah sepanjang jalan raya mulai dari Blok A Blok M Sisingamangaraja Senayan Bunderan HI Monas Harmoni Glodok dan Stasiun Kota. Terpilih beberapa alternatif dengan sebagian jalur berada di atas permukaan (elevated) dan sebagian lain berada di bawah atau seluruhnya berada di bawah (underground). Permasalahan dengan posisi di atas (elevated) adalah berkaitan dengan banyaknya pembebasan tanah dan kemacetan lalu lintas yang bakal terjadi pada saat konstruksi. Masalah lain adalah beberapa daerah berbenturan dengan posisi penyeberangan pejalan kaki, namun hal ini relatif lebih mudah penyesuaiannya dengan solusi teknis. Pada dasarnya pemilihan pada posisi atas tidak menimbulkan kesulitan teknis, namun masalah non teknis sangat menyulitkan. Permasalahan dengan posisi di bawah (underground) adalah berkaitan dengan teknis yang membutuhkan sistem shield tunneling mengingat kondisi tanah relatif lunak dan padat dengan bangunan sehingga terdapat resiko penurunan bangunan akibat dari proses konstruksi. Masalah lain dengan posisi di bawah adalah perlunya dibangun stasiun-stasiun di bawah tanah dimana harus dilakukan galian dalam yang dapat menimbulkan permasalahan tersendiri baik terhadap lalu lintas maupun pengaruhnya terhadap bangunan sekitar. 3. KONSTRUKSI TEROWONGAN PADA TANAH LUNAK Dalam rekayasa terowongan, pengertian tanah lunak adalah material yang dapat digali secara manual. Material ini pada umumnya tidak dapat menahan berat sendiri dalam jangka waktu yang panjang. Umumnya tanah dalam teknologi terowongan termasuk dalam soft-ground. Pada pelaksanaan terowongan, terjadi peralihan atau pergerakan. Disamping itu, lapisan tanah berubah karakteristiknya pada saat terbuka keudara. Kondisi tanah dapat menguntungkan yaitu bila penggalian terowongan tidak mengakibatkan kesulitan yang berarti, tetapi dapat juga tidak menguntungkan karena dapat membahayakan para pekerja, mengakibatkan kelambatan kerja dan penambahan biaya, dan dapat pula mengakibatkan penurunan tanah dipermukaan secara berlebihan. Kondisi yang tidak menguntungkan ini harus memperoleh perhatian utama dan pada umumnya perlu dilakukan dengan perbaikan tanah terlebih dahulu. Pada umumnya kondisi tanah yang baik tidak membutuhkan suatu penanganan khusus sedangkan media yang sering kita jumpai adalah material yang dapat mengalami masalah seperti perubahan volume ke dalam lubang galian. Untuk itu perlu dibedakan material yang bermasalah dan yang tidak menggunakan suatu besaran yang dapat terukur. Menurut investigasi dari Broms dan Bennermark (1967), keruntuhan pada bidang bukaan tanah lempung vertikal akan terjadi apabila P c z u 2π B 1+ 6Z ISBN

4 Paulus P. Rahardjo dimana P z c u B = tegangan total pada kedalaman Z = kuat geser tanah tak teralir = lebar bukaan Untuk nilai Z/B 2, nilai kritis dari Pz/c u adalah 6. Tanah yang kokoh dapat memberikan kondisi yang menguntungkan karena atap terowongan dapat dibiarkan tanpa disokong untuk beberapa waktu. Sebaliknya kondisi tanah lembek tidak menguntungkan karena mudah runtuh atau mengalir menutup rongga galian. Tingkat kesulitan dan biaya untuk konstruksi terowongan pada tanah amat ditentukan oleh stand-up time dan posisi dari muka air tanah. Diatas muka air tanah, stand-up time ditentukan oleh kuat geser dan kuat tarik material, sedangkan dibawah muka air tanah, stand up time ditentukan oleh nilai permeabilitasnya. Terzaghi membedakan tanah dengan: Firm Ground, Ravelling Ground, Running Ground, Flowing Ground, Squezzing Ground dan Swelling Ground. Penjelasan dari klasifikasi Terzaghi diberikan oleh Tabel 1. Sistem klasifikasi ini lebih mudah untuk pelaksana terowongan, namun demikian, untuk perencana USCS masih terus digunakan. Pada kondisi tanah yang buruk, dapat terjadi squeezing atau penciutan lubang galian, ravelling yaitu tanah atau batuan rontok secara bertahap, running, yaitu keruntuhan massa tanah atau batuan, dan flowing atau tanah mengalir (karena muka air tanah yang tinggi dan air cenderung membawa material tanah bersama sama kedalam lubang galian. Sedangkan terowongan pada batuan dapat mengalami tegangan residual yang besar, running, squezing dan juga swelling. Tabel 1. memberikan klasifikasi dari kondisi tanah dan respon tanah terhadap pembukaan lubang galian. Tabel 1 Klasifikasi Tanah untuk Terowongan (Terzaghi, 1950) 48 ISBN

5 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro Adanya boulder dalam tanah akan merupakan suatu kesulitan tersendiri karena shield tunneling tidak dapat mengatasinya. Batu yang besar didalam tanah juga akan menyebabkan kesulitan karena tidak dapat diatasi dengan excavator sehingga harus dihancurkan dengan jackhammer atau dengan cara diledakkan. 4. METODE PELAKSANAAN TEROWONGAN PADA TANAH LUNAK Secara garis besar terdapat dua metode pembuatan terowongan pada tanah lunak, yaitu metode gali timbun (cut and cover) dan metode shield tunnelling. Pembangunan terowongan pada tanah lunak awalnya menggunakan metode gali timbun, tetapi dalam situasi tertentu metode tersebut tidak dapat dilaksanakan, yaitu jika diatas terowongan yang hendak dibangun terdapat struktur bangunan atau struktur lain yang keberadaannya tidak dapat dihilangkan saat pelaksanaan konstruksi. Disamping itu metode gali timbun hanya dapat dilaksanakan pada kedalaman yang terbatas karena konstruksi penahan tanah akan menjadi terlalu mahal. Cara pelaksanaan metode gali timbun yang demikian membutuhkan suatu sistem konstruksi penahan galian dalam, misalnya dengan penggunaan Berlin Wall atau penggunaan dinding diafragma. Bila galian amat dalam umumnya dibutuhkan penjangkaran. Berlin Wall adalah suatu konstruksi soldier pile (umumnya dengan profil baja H atau I) yang dipancang pada jarak antara 1.0 hingga 3.0 m dan pembuatan horisontal lagging (dengan kayu) yang dipasang bersamaan dengan proses penggalian. Pertama kali sistem ini dibuat untuk terowongan di Berlin. Tetapi jika kondisi muka air tanah tinggi, maka konstruksi Berlin Wall akan membutuhkan sistem dewatering yang mungkin amat sulit karena penurunan muka air tanah akan mengganggu bangunan sekitarnya. Untuk mana dapat digunakan Dinding Diafragma yang dibuat dengan cara pengecoran beton secara menerus sebelum dilakukan penggalian tanah. Ketebalan dinding diafragma disesuaikan dengan rancangan terowongan. Tujuannya adalah untuk memikul beban vertikal, beban lateral dan gempa dan untuk memotong lapisan lapisan acquifer guna mencegah aliran air tanah kedalam lubang galian. Untuk mengatasi masalah adanya bangunan diatas terowongan dan galian yang amat dalam tersebut maka dikembangkanlah metode shield tunnelling agar pekerjaan pembuatan terowongan dapat dilaksanakan. Tulisan ini tidak membahas secara khusus metode gali timbun dan lebih memfokuskan pada shield tunneling. Sedangkan pembahasan galian dalam diberikan pada bagian lain. 5. TUNNEL BORING MACHINE Awalnya pembuatan terowongan pada tanah lunak menggunakan metode seperti halnya dilaksanakan pada penambangan, yaitu penggalian secara manual dan menggunakan penyokong dari kayu agar tanah tidak runtuh. Tahun 1818, merupakan awal dari perkembangan TBM dimana shield (pelindung) berupa lapisan penyokong dari baja dapat bergerak maju dengan bantuan dongkrak. Pada bagian muka dapat dilakukan penggalian. Setelah penggalian selesai, shield bergerak maju dan pada bagian yang telah digali dibuat lapisan pelindung permanen (lining). ISBN

6 Paulus P. Rahardjo 5.1. Shield Tunneling Shield adalah alat pemotong dan pendorong tanah berupa silinder yang terbuat dari pelat baja, dengan diameter sedikit lebih besar dari diameter keliling luar penampang terowongan. Pelat baja ini biasanya diperkaku dengan menggunakan dua buah interior ring girders, dimana salah satunya ditempatkan sedikit di belakang cutting edge yang berfungsi untuk memotong tanah. Untuk kondisi tanah lunak selubung bagian atas shield (atau pada keseluruhan kelilingnya) seringkali dibuat menerus ke depan sejarak sekitar cm untuk menahan keruntuhan tanah saat pendorongan. Penggunaan Shield Tunneling adalah mahal, tetapi metode ini menawarkan keuntungan dari segi kecepatan, mengatasi masalah air, mengurangi settlement dipermukaan tanah dan lain lain. Metode ini sangat cocok digunakan pada tanah lunak. Untuk menjalankan shield, digunakan hydraulic jack yang dipasang pada web dari ring girder pada posisi di dekan tepi keliling shield. Hydraulic jacks tersebut disebarkan sepanjang keliling ring girder, yang sudah diperkaku dengan menggunakan steel bracket pada cutting edge. Bila diberikan tekanan pada hydraulic jacks, maka jacks akan menekan maju ring girder (dan sekaligus juga cutting edge), dengan berlandaskan (sebagai tumpuan tekanan) pada lining terowongan yang sudah terpasang, yang pada umumnya terdiri dari segmen-segmen (linear segments) yang terbuat dari beton pracetak bermutu tinggi. Dalam hal ini pemasangan linear segments biasa dilakukan oleh sebuah lengan berputar yang disebut erector, yang juga digerakkan oleh pompa hidraulis. Tekanan yang dihasilkan oleh pompa hidraulis pada umumnya cukup besar sekitar Mpa, tergantung ukuran diameter shield dan jenis tanah yang dijumpai di lokasi terowongan. Demikian pula kecepatan kemajuan pemotongan tanah dan metode penggaliannya akan banyak ditentukan oleh jenis tanahnya (tanah kohesif atau non kohesif, tanah lunak atau stiff). Mesin yang digunakan dalam pembuatan terowongan disebut Tunnel Boring Machine (TBM), yang terdiri dari bagian alat pemotong yang berputar atau bergerak menggaruk tanah. TBM bergerak maju dengan menggunakan dongkrak. Karena pada tanah lunak dapat mengalami keruntuhan, maka bagian muka galian harus disokong sementara sebelum pemasangan lining. Perkembangan ini berlanjut dan hingga saat ini terdapat dua jenis TBM untuk Shield Tunneling yaitu TBM dengan mesin slurry (Slurry Faced TBM) dan EPB (Earth Pressure Balance). Selain berfungsi untuk menggali, TBM juga berfungsi untuk memindahkan material yang digali dan meratakan letak galian terowongan, serta sebagai penyokong sebelum konstruksi permanen dipasang. TBM dapat membantu mengatasi keadaan tanah yang sulit untuk digali. Pemilihan jenis mesin (TBM) bergantung kepada kondisi tanah, kondisi air dalam tanah, ukuran terowongan, sistem penyokong dan kondisi lingkungan saat penggalian Slurry Faced TBM Mesin penggali terowongan dengan menggunakan bubur (slurry) yang disemprotkan sehingga tanah yang digali dapat dicampur dan dibawa kepermukaan dengan pipa. Setelah proses penggalian, lining dapat dipasang dibelakangnya. Sistem ini ditemukan di Inggris pada tahun ISBN

7 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro 5.3. Earth Pressure Balance (EPB) Gambar 3. Shield Tunneling: Slurry Faced TBM Dengan teknologi yang semakin canggih, Sato Kogyo dari Jepang berhasil mendesain TBM dengan EPB pada tahun 1963 dengan prinsip bahwa bagian muka terowongan distabilisasi dengan tekanan yang seimbang dengan tekanan dimuka terowongan untuk mencegah pergerakan tanah. Hasil galian dibawa menggunakan ban berjalan (belt-conveyor) dalam sebuah pipa dengan prinsip pemindahan material dari daerah bertekanan tinggi kedaerah yang bertekanan lebih rendah, yang membutuhkan tempat yang lebih besar jika tekanannya turun secara drastis. Sistim EPB adalah sistem yang dipakai untuk pembuatan terowongan dibawah tekanan air tanah. Beberapa tahun yang lalu di Perancis terdapat TBM yang dioperasikan dibawah laut, didesain untuk menggali dan membuat lining pada tekanan air 10 bar pada batuan bersesar. Gambar 4 dan Gambar 5. menjelaskan kedua sistem TBM tersebut. Menurut catatan Schlosser (1989), maka penggunaan Slurry Faced TBM maupun EPB adalah semakin besar. Gambar 4. Shield Tunneling: Earth Pressure Balance (EPB) TBM ISBN

8 Paulus P. Rahardjo Gambar 5. Skema Cara Kerja Slurry Faced TBM 6. KONSTRUKSI LINING Beban yang dipikul oleh sistem penahan (support system) tergantung pada kondisi tanah saat pemasangannya. Bila tanah telah mencapai keseimbangan, maka lining ini tidak akan mengalami beban yang terlalu berarti, sebaliknya bila lining dipasang sebelum kondisi keseimbangan tercapai, hal ini akan menjadi suatu kondisi batas yang baru terhadap keadaan tersebut atau terhadap tegangan dan regangan mula mula. Kondisi ini akan mengakibatkan bahwa tegangan yang bekerja pada lining bukanlah merupakan tegangan yang mula mula bekerja sebelum dilakukan penggalian. Lining terowongan atau suatu sistem pendukung dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Studi untuk konstruksi ini terdiri dari dua langkah: pertama, studi ini mengevaluasi apa yang diharapkan terjadi terhadap lining ini sepanjang perubahan kondisi yang terjadi dalam massa pelaksanaan. Langkah kedua adalah penyelidikan untuk menentukan bagaimana peristiwa tersebut akan terjadi. Suatu sistem dinding penahan dapat berfungsi berbeda beda pada satu saat dan saat lain. Arah dan besarnya beban yang besar dapat berubah dari waktu ke waktu. Gambar 6. Pemasangan Segmen Lining 52 ISBN

9 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro Gambar 7. Segmen lining beton yang telah terpasang Persyaratan pokok pada lining permanen adalah kekuatan, stabilitas, ketahanan dan pengendalian rembesan dan deformasi sepanjang umur terowongan. Dua kriteria yang menentukan keberhasilan konstruksi terowongan pada tanah adalah kemampuan lining untuk menahan beban dan deformasi dan penurunan tanah permukaan akibat penggalian. Gambar 8. Segmen lining dari baja ISBN

10 Paulus P. Rahardjo Gambar 9. Pengencangan pada segmen baja Gambar 10. Sistem pengencangan antara lining dan sistem waterproof 54 ISBN

11 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro Suatu lining harus memenuhi syarat-syarat : cukup kaku, dapat dipasang berdasarkan teknologi konstruksi yang ada dan memberikan kekedapan yang cukup. Dalam hal tertentu seperti lining yang dibuat dibawah air laut, maka konstruksi lining harus dapat menahan korosi. Konstruksi lining dapat bersifat tidak permanen seperti penggunaan shotcrete atau bersifat permanen seperti penggunaan busur plat baja atau segmen beton. Dalam hal digunakan baja, kebocoran dapat diatasi dengan cara las tetapi kerugian plat baja adalah karena korosif. Sedangkan aplikasi segmen beton untuk lining dapat dicapai dengan sistem bolt dan seal bitumen. 7. EFEK KONSTRUKSI TEROWONGAN PADA SETTLEMENT DI PERMUKAAN TANAH Penurunan tanah dipermukaan adalah akibat deformasi yang terjadi disekitar galian dan tergantung kepada cara pelaksanaan, kecepatan penggalian dan tegangan tegangan awal pada tanah (Peck, 1969). Secara umum terdapat lima tahapan deformasi akibat penggunaan metode shield tunneling, yaitu: 1 Penurunan awal Terjadi pada lokasi yang jauh di depan mesin shield. Pada tanah pasir, penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya muka air tanah. 2 Deformasi tanah pada bagian muka galian Penurunan ini berlangsung seketika karena ketidakseimbangan tegangan antara penyokong terowongan dengan tanah atau air pada bagian muka terowongan. Deformasi pada bagian ini dapat direduksi bila digunakan metode pressurized face atau compensation grouting. 3 Penurunan di atas posisi shield bekerja Penurunan ini terjadi bila rongga galian besar dan akibat problem kontrol alinyemen shield. 4 Penurunan setelah konstruksi rongga terbentuk, penurunan ini terjadi karena adanya rongga antara galian tanah dan posisi lining (tail void). 5 Penurunan jangka panjang Terjadi sebagai akibat peningkatan tekanan air pori sehubungan dengan gerakan shield mendorong tanah. Hal ini akan menjadi lebih serius jika penggalian dilaksanakan pada lempung lunak dengan tegangan air ekses terjadi dan berdisipasi untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. ISBN

12 Paulus P. Rahardjo Gambar 11. Tahapan Deformasi Akibat Shield Tunneling Dengan adanya penggalian untuk terowongan, maka akan terjadi penurunan di atas terowongan dan di belakang posisi galian. Umumnya deformasi di sekitar terowongan berupa suatu depresi yang simetris. Pola penurunan tanah bergantung pada jenis tanah, diameter terowongan, kedalaman terowongan di bawah permukaan tanah dan cara konstruksinya. Dengan menggunakan metode empirik yang berhubungan dengan bentuk geometri dari settlement itu sendiri, diasumsikan kondisi simple dari lapisan tanah adalah homogen dan isotropik maka ditemukan di mana bentuk profil dari settlement permukaan yang terjadi akibat pembangunan terowongan diberikan oleh teori distribusi Gaussian (Peck, 1969) yang menunjukkan bahwa pada arah melintang dari sumbu terowongan, terjadi penurunan yang seketika yang mengikuti distribusi Gaussian dalam bentuk formula berikut: dimana: S y exp 2i 2 = Smax 2 S = lendutan permukaan pada titik tertentu Smax = lendutan permukaan maksimum (di atas as terowongan) V = t D K Z 0 y = jarak horisontal arah tegak lurus terowongan dari titik pusat terowongan i = jarak horisontal dari sumbu terowongan ke «point of inflection» K Z = 0 K = parameter empiris = f(i, Z 0 ) = z 1 z0 = 0.5 untuk tanah lempung = untuk tanah pasir = kedalaman dari permukaan tanah ke sumbu terowongan Z 0 56 ISBN

13 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro Vs V L D = volume galian terowongan = S max 2π i (per satuan panjang terowongan) = volume loss 4 V s = 2 π D = 0.5% - 2.5% untuk tanah lunak (sumber: P.B. Attewel) = diameter luar terowongan Gambar 12. Profil Melintang Penurunan Permukaan Tanah Akibat Shield Tunneling Sugiyama et al. (1999), mendapatkan bahwa nilai i bergantung kepada rasio dari C/D sebagaimana dapat dilihat pada Gbr. 12 dan 13. Gambar 13. Variasi Nilai i terhadap Parameter C/D (Cover/Diameter) pada Tanah Lempung (sumber: Sugiyama, et al., 1999) Gambar 14. Variasi Nilai i terhadap Parameter C/D (Cover/Diameter) pada Pasir dan Kerikil (sumber: Sugiyama, et al., 1999) ISBN

14 Paulus P. Rahardjo 8. MASALAH PADA KONSTRUKSI TEROWONGAN DAN TEKNIK PERBAIKAN TANAH Beberapa masalah dengan konstruksi terowongan diantaranya : Penurunan dipermukaan tanah akibat galian terowongan Masalah masuknya air kedalam terowongan Keruntuhan dimuka terowongan Pergerakan dari struktur dibawah tanah Bocoran pada lining, dan lain-lain Penurunan permukaan tanah pada terowongan didekat permukaan dapat mengakibatkan misalnya kegagalan dari struktur diatasnya seperti diperlihatkan pada Gbr. 15. Demikian pula pembangunan terowongan di dekat pondasi eksisting, dapat menyebabkan kegagalan pondasi. Gambar 15. Kegagalan Akibat Penurunan pada Konstruksi Terowongan Dekat Permukaan Tanah Gambar 16. Sistem Perbaikan Tanah dan Pondasi di dekat Posisi Terowongan 9. ANTISIPASI MASALAH PADA BEBERAPA LOKASI 9.1. KM KM (Senayan Station) Pada lokasi ini elevasi jalur kereta api dapat berada di atas maupun di bawah. Bilamana alinyemen di atas maka elevasi harus di atas jembatan-jembatan penyeberangan sehingga dibutuhkan pilar-pilar yang tingginya antara meter. 58 ISBN

15 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro Dengan adanya stasiun busway, maka posisi ini menjadi lebih sulit. Sebaliknya bila posisi berada di bawah maka dibutuhkan suatu galian dalam pada daerah jalan utama (jalur cepat). Gambar 17. KM KM (Senayan Station) 9.2. KM KM (Bendungan Hilir Station) Bendungan Hilir letaknya amat berdekatan dengan Semanggi. Mengingat simpang susun Semanggi telah ada konstruksi maka pilihan yang baik adalah bila posisi berada di bawah permukaan tanah. Masalah yang diantisipasi adalah bahwa di bawah jembatan telah ada pondasi dan harus diperhitungkan. Galian terowongan tidak dapat berbenturan dengan posisi tiang pondasi tapi juga saat pelaksanaan perlu diperhitungkan efek galian terhadap pergerakan tiang. Umumnya bila trase terowongan berada pada tanah yang keras, pengaruhnya tidak begitu signifikan tetapi berarti harus cukup dalam. Disini akan berdampak pada elevasi stasiun karena galian akan menjadi sangat dalam. Gambar 18. KM KM (Bendungan Hilir Station) ISBN

16 Paulus P. Rahardjo 9.3. KM KM (Dukuh Atas Station) Posisi stasiun berada di Kali Malang. Akan lebih aman bila stasiun berada di atas Kali Malang. Bila dilakukan galian, maka dapat terjadi penurunan yang membahayakan Kali Malang, atau posisi stasiun harus dipindahkan ke arah utara. Jadi persoalan disini agak kompleks. Gambar 19. KM KM (Dukuh Atas Station) 9.4. KM KM (Stasiun Kota) Untuk menghindari atau meminimalisir pembebasan tanah, maka stasiun dapat diletakkan di atas emplasemen. Alternatif lain adalah menggunakan terowongan, tetapi pada daerah ini kondisi tanah amat lunak. Pergerakan daerah sekitar bisa diantisipasi. Gambar 20. KM KM (Stasiun Kota) 10. KESIMPULAN Dari kebutuhan lalu lintas, moda transportasi Jakarta Metro dapat menjadi alternatif solusi. Bila posisi moda tersebut di atas maka masalah pembebasan 60 ISBN

17 Pertimbangan Geoteknik pada Konstruksi Subway untuk Jakarta Metro tanah dan kemacetan lalu lintas akan merupakan persoalan serius tetapi bila diletakkan di bawah persoalan teknis lebih berat. Keputusan untuk menempatkan jalur kereta api di bawah atau di atas perlu memperhitungkan aspek geoteknik termasuk kondisi tanah, pengaruh konstruksi pada bangunan sekitar, metode konstruksi dan keamanan pada saat pelaksanaan. Sebaiknya Jakarta Metro perlu terintegrasi dengan moda pengangkutan umum yang telah ada. Bila perlu ditambahkan sistem transportasi penunjang dan fasilitas-fasilitas lain yang mendukung. 11. DAFTAR PUSTAKA 1. Broms, B.B. and Bennermark, H. (1967), Stability of Clay at Vertical Openings, Journal ASCE vol 3, pp Darmaningtyas (2005), Kaji Ulang pembangunan Monorel dan Subway, Harian Kompas, Sabtu, 26 Februari Mair, R.J., Taylor, R.N. and Bracegirdle, A. 1993, Subsurface Settlement Profiles Above Tunnels in Clays, Geotechnique, Vol. 43, No. 2, pp Peck, R.B. (1969), Deep Excavation and Tunneling in Soft Ground, Proc. of the 7 th Int. Conf. on SMFE (Mexico), State of the Art Volume, pp Santosa, W. (2001), Jakarta Subway Project: Necessity or Luxury?, Prosiding Seminar: Subway Construction, 29 Agustus 2001, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, pp Sugiyama, et al. (1999), Observations of Ground Movements During Tunnel Construction by Slurry Shield Method at The Docklands Light Railway Lewisham Extension-East London, Soils and Foundations, Vol. 39, No. 3, p , June 1999, Japanese Geotechnical Society. 7. Supriatna, Y. (2004), Jakarta Menjelang Kelumpuhan Total, Harian Kompas, Senin, 18 Oktober Sari, S. I. (2004), Presiden Dukung Pembangunan Subway dan Perumahan Massal, Tempo Interaktif, Senin, 13 Desember ISBN

BAB I PENDAHULUAN. ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta. Sebagai ibu

Lebih terperinci

Overpass (Flyover) vs Underpass

Overpass (Flyover) vs Underpass Overpass (Flyover) vs Underpass Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu-lintas pada persimpangan padat di kawasan perkotaan, dapat dipertimbangkan pengadaan suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) sebagai ibukota Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) sebagai ibukota Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) sebagai ibukota Indonesia yang berukuran 661,52 km 2, adalah kota dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Sebagai kota yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan tahun kehadiran kendaraan bermotor khususnya di daerah ibu kota seperti Jakarta semakin meningkat dan membutuhkan infrastruktur jalan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan suatu konstruksi jalan layang (flyover) bertujuan mengurai kemacetan jalan, dengan merubah persimpangan sebidang menjadi persimpangan tidak sebidang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 ALTERNATIF PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH STASIUN BAWAH TANAH DUKUH ATAS DENGAN DIAPHRAGM WALL, SECANT PILE, DAN SOLDIER PILE PADA PEMBANGUNAN PROYEK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13

Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13 Bendungan Urugan II Dr. Eng Indradi W. Bendungan urugan Bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada hamparan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini, juga membuat semakin berkembangnya berbagai macam teknik dalam pembangunan infrastruktur, baik itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA 104+000- STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Timbunan Ringan Dengan Mortar Busa Material timbunan ringan dengan Mortar busa adalah merupakan foamed embankment mortar disebut juga sebagai high-grade soil yang terdiri dari

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK Batuan merupakan syarat yang penting untuk memperkuat bangunan teknik, karena dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung : bangunan tanah, penutup dari dinding bangunan, dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan penting pada suatu lokasi konstruksi, karena tanah berperan sebagai perletakan dari suatu konstruksi. Bagian konstruksi yang berhubungan langsung

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah ilmu pengetahuan mengenai penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Kotamadya Semarang yang merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, memiliki kondisi yang cukup kompleks. Sebagai kota yang terletak di pesisir utara pulau Jawa, dahulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI

KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 42 KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI Virgo Erlando Purba, Novdin M Sianturi Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER Antonius Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang 50012 Email: antoni67a@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunan konstruksi sipil sering dijumpai permasalahan pada jenis tanah lunak, antara lain daya dukung tanah rendah dan penurunan (settlement) yang besar jika

Lebih terperinci

Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunneling Technology)

Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunneling Technology) Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunneling Technology) Untuk membuat terowongan yang lebih besar dan lebih dalam, dengan metode shield tunneling membuat mimpi geofront*) abad 21 menjadi kenyataan.

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan RIFKI FADILAH, INDRA NOER HAMDHAN

Lebih terperinci

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pondasi Caisson atau Pondasi Sumuran Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang dan digunakan apabila tanah dasar (tanah keras) terletak pada kedalaman yang

Lebih terperinci

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall )

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) A. PENGERTIAN Dinding penahan tanah (DPT) adalah suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun di tempat di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Tinjauan umum Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dalam sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik

Lebih terperinci

PRESSUREMETER TEST (PMT)

PRESSUREMETER TEST (PMT) PRESSUREMETER TEST (PMT) Uji pressuremeter (PMT) adalah uji lapangan yang terdiri atas probe silinder panjang yang dikembangkan secara radial di dalam tanah sekelilingnya, dengan menggunakan sejumlah cairan

Lebih terperinci

Struktur dan Konstruksi II

Struktur dan Konstruksi II Struktur dan Konstruksi II Modul ke: Pondasi Bangunan Bertingkat Rendah Fakultas Teknik Christy Vidiyanti, ST., MT. Program Studi Teknik Arsitektur http://www.mercubuana.ac.id Cakupan Isi Materi Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bangunan sipil pada umumnya meliputi dua bagian utama, yaitu struktur bagian bawah (sub structure) dan struktur bagian atas (upper structure). Struktur bagian bawah berfungsi

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dalam makalah ini saya membahas mengenai macam-macam Pondasi Dangkal beserta karakteristik Pondasi Dangkal.

KATA PENGANTAR. Dalam makalah ini saya membahas mengenai macam-macam Pondasi Dangkal beserta karakteristik Pondasi Dangkal. KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha ESa atas rahmat-nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah Pondasi Dangkal yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LAYANG SUMPIUH - BANYUMAS

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALAN LAYANG SUMPIUH - BANYUMAS III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN Proses perencanaan yang terstruktur dan sisitematis diperlukan untuk menghasilkan suatu karya yang efektif dan efisien. Pada jembatan biasanya dirancang menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi di Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau bahan yang dapat

Lebih terperinci

TEROWONGAN KONSEPTOR. Dr. Ir. Pintor Tua Simatupang, MT.

TEROWONGAN KONSEPTOR. Dr. Ir. Pintor Tua Simatupang, MT. TEROWONGN (DRFT) TEROWONGN KONSEPTOR 1. 2. Dr. Ir. Pintor Tua Simatupang, MT. Fahmi ldiamar, ST., MT. (HTTI) (PUSJTN) Sumber 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. JSCE. 2006. Standard Specifications for Tunneling: Mountain

Lebih terperinci

struktur dinding diafragma adalah dengan menjaga agar jangan sampai

struktur dinding diafragma adalah dengan menjaga agar jangan sampai BABV PEMBAHASAN 5.1 Stabilitas Parit Dengan melihat metoda pelaksanaan struktur dinding diafragma, jelas bahwa pada prinsipnya untuk menjaga keamanan pelaksanaan struktur dinding diafragma adalah dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14 Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Pondasi Pertemuan 12,13,14 Sub Pokok Bahasan : Pengantar Rekayasa Pondasi Jenis dan Tipe-Tipe Pondasi Daya Dukung Tanah Pondasi Telapak

Lebih terperinci

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA Adriani 1), Lely Herliyana 2) ABSTRAK Jalan lingkar utara adalah daerah yang berjenis tanah rawa atau tanah lunak maka untuk melakukan

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4 Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Pondasi Pertemuan - 4 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain penampang

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan

BAB III METODOLOGI. 3.2 TAHAPAN PENULISAN TUGAS AKHIR Bagan Alir Penulisan Tugas Akhir START. Persiapan METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TAHAP PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Pada tahap ini disusun hal-hal penting yang harus

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN I. RUANG LINGKUP PEKERJAAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES Pekerjaan Pembangunan Jembatan ini terdiri dari beberapa item pekerjaan diantaranya adalah : A. UMUM 1. Mobilisasi

Lebih terperinci

Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat

Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat Tanah liat ekspansif termasuk material berbutir halus yang banyak menimbulkan masalah bagi bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Indonesia yang menjadikannya sebagai kota tersibuk dengan tingkat pertumbuhan penduduknya yang sangat pesat. Berdasarkan data Badan Pusat

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Distribusi Tegangan Dalam Tanah Berbagai cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat beban pondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/b

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1. Uraian Umum Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan Proyek yang lainnya. Metode pelaksanaan yang

Lebih terperinci

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

ANALISA KOLOM STRUKTUR PADA PEKERJAAN PEMBANGUNAN LANTAI 1 KAMPUS II SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT KOTA METRO

ANALISA KOLOM STRUKTUR PADA PEKERJAAN PEMBANGUNAN LANTAI 1 KAMPUS II SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT KOTA METRO ANALISA KOLOM STRUKTUR PADA PEKERJAAN PEMBANGUNAN LANTAI 1 KAMPUS II SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT KOTA METRO Agus Surandono 1),Desmawan 2) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua bagian utama dari bangunan, yaitu bagian struktur dan nonstruktur. Bagian struktur ialah bagian

Lebih terperinci

5- PEKERJAAN DEWATERING

5- PEKERJAAN DEWATERING 5- PEKERJAAN DEWATERING Pekerjaan galian untuk basement, seringkali terganggu oleh adanya air tanah. Oleh karena itu, sebelum galian tanah untuk basement dimulai sudah harus dipersiapkan pekerjaan pengeringan

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang

ini, adalah proyek penggantian jembatan kereta api lama serta pembuatan 2 bentangan jembatan baru yang BAB IV STUDI KASUS PENGGANTIAN JEMBATAN KERETA API BH _812 KM 161+601 DI BREBES IV.1. Deskripsi Proyek 4.1.1. Ganbaran Unun Proyek Proyek yang menjadi studi kasus dalam tugas akhir ini, adalah proyek penggantian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

Perencanaan Underpass Simpang Dewa Ruci Kuta Bali

Perencanaan Underpass Simpang Dewa Ruci Kuta Bali JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No 1, (2014) 1-5 1 Perencanaan Underpass Simpang Dewa Ruci Kuta Bali Akmal Andreas Listiano Abdullah, Indrasurya B. Mochtar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT In civil construction frequently encountered problems in soft soils, such as low bearing capacity and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Teori Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Teori Umum BAB I PENDAHULUAN A. Teori Umum Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsoran Pengertian gerakan tanah (mass movement) dengan longsoran (Landslide) mempunyai kesamaan. Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batu pada arah tegak, mendatar

Lebih terperinci

PONDASI TIANG BOR (BOR PILE)

PONDASI TIANG BOR (BOR PILE) PONDASI TIANG BOR (BOR PILE) Disusun Oleh : Ama Muttahizi Ahadan Auhan Hasan Fastajii Bulloh TEKNIK KONSTRUKSI SIPIL POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi BAB V METODE PELAKSANAAN 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat pesat dan pembangunan juga terjadi di segala lahan untuk mencapai efektifitas pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN A. FUNGSI FONDASI PENDAHULUAN Meneruskan beban yang diterima ke tanah dasar fondasi kepada tanah, baik beban dalam arah vertical maupun horizontal. Fungsi fondasi tiang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi terus berkembang seiring kemajuan jaman. Teknologi di bidang konstruksi bangunan juga mengalami perkembangan pesat, termasuk teknologi dalam bidang

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG

STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG STUDI PARAMETER PERENCANAAN STONE COLUMN UNTUK PERBAIKAN BEARING CAPACITY DAN SETTLEMENT PADA TANAH LEMPUNG Study Parameters Design Stone Column For Improving Bearing Capacity and Settlement on Clay Soil

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN 4.1 Material Perlu kita ketahui bahwa bahan bangunan atau material bangunan memegang peranan penting dalam suatu konstruksi bangunan ini menentukan kekuatan, keamanan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan selain dari pada aspek keamanan. Untuk mempertahankan aspek tersebut maka perlu adanya solusi

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Galian adalah pekerjaan menggali tanah untuk keperluan konstruksi

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Galian adalah pekerjaan menggali tanah untuk keperluan konstruksi BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1. Pekerjaan Galian Galian adalah pekerjaan menggali tanah untuk keperluan konstruksi yang bertujuan untuk mendapatkan desain atau bentuk konstruksi yang sesuai dengan elevasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah pendukung merupakan salah satu aspek utama dalam bidang geoteknik terutama pada lapisan tanah

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER Antonius Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang 50012 Email: antoni67a@yahoo.com

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah rnemasuki babakan kemajuan di bidang perekonomian yang cukup berarti. Perkembangan ini menuntut antisipasi

Lebih terperinci

4- PEKERJAAN PERSIAPAN

4- PEKERJAAN PERSIAPAN 4- PEKERJAAN PERSIAPAN Ketika sebuah proyek sudah memasuki tahap pelaksanaan, maka pekerjaan yang pertama kali harus dilakukan adalah persiapan yang terdiri dari : 4.1 Main Schedule atau Jadwal Pelaksanaan

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak dimanfaatkan sampai saat ini. Beton juga telah banyak mengalami perkembangan-perkembangan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bentuk bencana alam geologis yang sering terjadi di Indonesia.Hardiyatmo (2006), menyatakan bahwa longsoran adalah gerakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

2.2 Data Tanah D. YULIANTO 1. PENDAHULUAN

2.2 Data Tanah D. YULIANTO 1. PENDAHULUAN Analisis Stabilitas Turap Berjangkar pada Tepi Sungai Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur D. YULIANTO Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan,

Lebih terperinci