PERBEDAAN LINGKUNGAN DAN MASA TANAM SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP SENYAWA BIOAKTIF APIGENIN LAURA JUITA PINEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN LINGKUNGAN DAN MASA TANAM SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP SENYAWA BIOAKTIF APIGENIN LAURA JUITA PINEM"

Transkripsi

1 1 PERBEDAAN LINGKUNGAN DAN MASA TANAM SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP SENYAWA BIOAKTIF APIGENIN LAURA JUITA PINEM PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 2 ABSTRAK LAURA JUITA PINEM. Perbedaan Lingkungan dan Masa Tanam Seledri (Apium graveolens L) terhadap Senyawa Bioaktif Apigenin. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan MEGA SAFITHRI. Seledri merupakan tanaman yang mempunyai khasiat sebagai obat, salah satunya adalah sebagai antiinflamasi dan senyawa bioaktif yang berperan adalah apigenin. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh lingkungan dan perbedaan masa tanam terhadap apigenin pada tanaman seledri. Ekstrak apigenin dari tanaman seledri diperoleh dengan cara merefluks sampel tanaman dalam metanol 62.5% dan selanjutnya diidentifikasi secara kualitatif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analisis statistik Rancangan Acak Kelompok (RAK) menunjukkan kadar air dan kadar abu seledri dari kedua daerah tidak berbeda nyata sedangkan kadar protein, rendemen ekstrak, dan bobot basah menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Penambahan masa tanam seledri, yaitu 4, 6, dan 8 minggu pada daerah Cipanas dan Lembang menyebabkan kenaikan bobot basah, kadar protein, rendemen ekstrak, dan kadar air sedangkan kadar abunya menurun. Kadar protein pada daerah Cipanas untuk masa tanam 4, 6, dan 8 minggu adalah 15.55%, 29.86%, dan 37.64% sedangkan daerah Lembang dengan perlakuan umur yang sama adalah 15.71%, 20.09%, dan 24.96%. Kenaikan kadar protein pada daerah Cipanas diduga berkorelasi Positif dengan kadar apigenin dan pada daerah Lembang kadar proteinnya berkorelasi positif dengan kadar apigeninnya. Kadar apigenin dari kedua daerah yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer adalah ppm, ppm, ppm untuk daerah Cipanas dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu sedangkan untuk daerah Lembang dengan masa tanam yang sama adalah ppm, ppm, ppm.

3 3 ABSTRACT LAURA JUITA PINEM. Differences of Environment and Planting Period of Celery (Apium Graveolens L) on Apigenin Bioactive Compound. Under the direction of EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and MEGA SAFITHRI. Celery has been known to have medicinal benefits, one of which is functioning as antiiflamation where the apigenin becomes the bioactive compound. This research is aiming at studying the influence of environment and the differences of planting period on apigenin in celery. The extract of the apigenin was obtained by refluxing the plant sample in methanol 62.5%. Furthermore, it was identified by the use of Thin Layer Chromatography (TLC). The statistical analysis of clustered random design showed that the water content and ash content from the two areas were not significantly different whereas the protein content, extract rendement and wet weight show significant differences. The extension of planting period on celery at the 4, 6, and 8 weeks in Cipanas and Lembang caused the increase on wet weight, protein content, extract rendement, and water content whereas ash content were decreasing. The protein content of celery in Cipanas at the planting periods of 4, 6, and 8 weeks was 15.55%, 29.86%, and 37.64% respectively whereas that of celery in Lembang with the same treatment were 15.71%, 20.09%, and 24.96%. The increase of protein contents of celery planted in Cipanas and Lembang were assumed to be positively correlated with the apigenin content.the apigenin content of celery planted in Cipanas with the planting periods of 4, 6, and 8 weeks measured by the spectrophotometer were ppm, ppm, and ppm respectively. Meanwhile, those of celery planted in Lembang with the same planting periods were ppm, ppm, and ppm respectively.

4 4 PERBEDAAN LINGKUNGAN DAN MASA TANAM SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP SENYAWA BIOAKTIF APIGENIN LAURA JUITA PINEM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

5 5 Judul Skripsi : Perbedaan Lingkungan dan Masa Tanam Seledri (Apium graveolens L.) terhadap Senyawa Bioaktif Apigenin Nama : Laura Juita Pinem NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Drs. Edy Djauhari PK, M.Si Ketua Mega Safithri, S.Si, M.Si Anggota Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP Tanggal Lulus :

6 6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai November 2006 bertempat di Laboatorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Taman Kencana dan Laboratorium Biokimia IPB Gunung Gede dengan judul Perbedaan Lingkungan dan Masa Tanam Seledri (Apium graveolens L) terhadap Senyawa Bioaktif Apigenin. Ucapan terima kasih terutama penulis ucapkan kepada Drs. Edy Djauhari PK, M.Si selaku pembimbing I dan Mega Safithri, S.Si, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan saran. Selain itu, terima kasih juga kepada seluruh staf di laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dan laboratorium Biokimia atas kerjasamanya serta Ayu, Peni, Icha, Hilya, Bang Asri, Michan, TM 15ers dan Lia yang selalu memberi semangat. Terimakasih kepada bapak, mama, Edi, Ari, dan Downat atas segala doa dan kasih sayangnya. Hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan serta wawasan yang dimiliki oleh penulis. Namun, semoga penelitian ini berguna bagi penulis serta pihak-pihak yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, Februari 2007 Laura Juita Pinem

7 7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Aekkanopan pada tanggal 28 Juli 1984 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Pinem dan R. Sembiring Meliala. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri I Kualuh Hulu Sumatera Utara dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah aktif di kegiatan organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai salah satu anggota Komisi Pelayanan Anak Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan sebagai kakak pembimbing agama pada tahun ajaran 2004/2005.

8 8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)... 1 Lingkungan dan Teknik Budidaya Tanaman Seledri (Apium graveolens L).. 2 Flavonoid... 3 Apigenin... 3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 3 Analisis Kadar Air... 4 Analisis Kadar Abu... 4 Analisis Kadar Protein... 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 5 Metode... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah... 6 Bobot Basah... 7 Rendemen Ekstrak... 7 Kadar Air... 7 Kadar Abu... 8 Kadar Protein... 8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 12

9 9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Konsentrasi protein kasar dan rendemen ekstrak tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang Hasil rataan KLT ekstrak tanaman seledri Konsentrasi apigenin tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur Apigenin Biosintesis Apigenin Seledri daerah Lembang dan Cipanas Bobot basah tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Kadar air seledri segar daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Kadar air tanaman seledri kering daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Kadar abu tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Kadar protein tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu... 9

10 10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahap Penelitian Bagan kerja ekstraksi apigenin tanaman seledri Bagan preparasi larutan standar Kondisi lingkungan daerah Cipanas dan Lembang Hasil analisis tanah Kriteria penilaian sifat tanah Hasil kadar air, kadar abu, dan bobot basah tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Hasil analisis statistik Rancangan Acak Kelompok dengan berbagai Parameter Nilai Rf hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Tanaman Seledri Konsentrasi apigenin tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang pada masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Kurva standar hubungan antara absorban dan kadar apigenin Rendemen ekstrak tanaman seledri Hasil Kromatografi Lapis Tipis tanaman seledri... 22

11 11 PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang dikenal dengan megabiodiversiti, memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang sangat melimpah. Dari jenis tumbuhan yang ditemukan di Indonesia, kurang lebih jenis diantaranya adalah tanaman obat (Kassahara & Hemmi 1986). Tanaman obat adalah kelompok tanaman yang umumnya digunakan sebagai obat dan sebagai sumber bahan baku obat. Tanaman obat yang digunakan biasanya dalam bentuk simplisia yang berupa akar, daun, buah, dan biji. Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional ternyata telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obatobatan sintetik. Seledri (Apium graveolens L) yang merupakan tanaman suku Umbeliferae adalah salah satu tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai obat. Menurut Dalimartha (2000) akar seledri berkhasiat memacu aktivitas enzim pencernaan dan peluruh kencing (diuretik), sedangkan buah atau bijinya dapat digunakan sebagai pereda kejang (antiplasmodik), menurunkan kadar asam urat darah, antirematik, peluruh kencing (diuretik), peluruh kentut (karminatif), afrodisiak dan penenang (sedatif). Herba seledri berkhasiat memacu enzim pencernaan (stomakik), menurunkan tekanan darah (hipotensif), penghenti pendarahan (hemostatis), peluruh kencing (diuretik), peluruh haid, peluruh kentut (karminatif), mengeluarkan asam urat yang tinggi, pembersih darah dan memperbaiki fungsi darah yang terganggu, selain itu juga dapat berfungsi sebagai antiinflamasi (Soedibyo 1998). Daun seledri dapat digunakan sebagai bahan kosmetika (Wahyudi 1996). Salah satu senyawa kimia yang terdapat dalam seledri adalah flavonoid. Senyawa flavonoid bersifat antiinflamasi yang dapat mengurangi pembengkakan atau peradangan (Iqeq, 2002). Apigenin merupakan kelompok senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antiinflamasi dan merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhanan sel leukimia pada manusia (Nabio 2006). Apigenin juga digunakan sebagai obat penyakit hati dan antispamodik. Umumnya tanaman akan menghasilkan metabolit sekunder lebih banyak bila mengalami cekaman. Metabolit tersebut tidak digunakan bagi pertumbuhan tanaman, tetapi dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme patogen dan terhadap herbivora maupun omnivora (Heldt 1997). Fungsi dari metabolit sekunder ini menyebabkan metabolit sekunder biasanya banyak dihasilkan tanaman pada saat kondisi lingkungan pertumbuhan tidak optimal (kondisi tanaman stres) atau pada saat ada ancaman yang mengancam pertumbuhannya. Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan penting yang dapat menyebabkan stres pada tanaman karena dapat menyediakan unsur hara dan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain tanah, iklim dan cara pembudidayaan juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Hal ini mendorong penulis untuk mengetahui apakah keadaan lingkungan dan cara bercocok tanam dari dua daerah berbeda dapat mempengaruhi kadar apigenin tanaman seledri pada daerah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apigenin pada dua daerah yang berbeda, yaitu Cipanas dan Lembang. Hipotesis yang diajukan adalah perbedaan lingkungan dan masa tanam dapat mempengaruhi kadar apigenin tanaman seledri (Apium graveolens L). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat juga mempunyai efek farmakologis. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Seledri (Apium graveolens L) Seledri merupakan tanaman sayuran bumbu berbentuk rumput yang berasal dari Asia dan Eropa (Siemonsma & Kasem 1994). Tanaman yang mempunyai tinggi sekitar 50 cm ini mempunyai batang yang tidak berkayu, bersegi, beralur, beruas, bercabang, dan berwarna hijau pucat. Daun seledri mempunyai ujung yang runcing, majemuk, anak daun 3-7 helai, tepi beringgit, panjang 2-7,5 cm, lebar 2-5 cm, tangkai 1-2,7 cm, dan berwarna hijau keputih-putihan. Bunga seledri berbentuk payung dengan panjang tangkai daun 2 cm, majemuk, dengan jumlah 8-12, berwarna hijau, mempunyai mahkota yang terbagi lima, dan ujung runcing. Buah seledri berbentuk kerucut dengan panjang 1-1,5 mm berwana hijau kekuningan. Seledri memiliki akar tunggang berwarna putih (Sugati & Johnny 1991). Tanaman seledri yang mempunyai aroma yang khas ini merupakan divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae,

12 12 kelas Dicotyledonae, bangsa Umbelliflorae, suku Umbelliferae, marga Apium, jenis Apium graveolens L, dan mempunyai nama dagang seledri. Menurut Soewito (1991) seledri terbagi menjadi 3 golongan, yaitu (1) Seledri daun (Apium graveolens L var. Secalinum Alef). Seledri jenis ini lebih suka tumbuh di tanah yang agak kering. Bagian seledri yang digunakan adalah daunnya, cara memetiknya ialah dicabut, (2) Seledri potong (Apium graveolens L var. Sylvestre Alef). Seledri ini lebih suka tumbuh di tanah yang mengandung pasir atau kerikil dengan kandungan air yang banyak tetapi tidak sampai tergenang. Tanah yang berlumpur tidak menguntungkan bagi tanaman seledri ini, cara memetiknya ialah dipotong. (3) Seledri berumbi (Apium graveolens L var. Rapaceum Alef). Jenis ini tumbuh di tanah yang gembur dan banyak mengandung air. Bentuk batangnya membesar seperti umbi tetapi yang digunakan adalah bagian daunnya. Seledri daun (Apium graveolens L var. Secalinum Alef) merupakan jenis seledri yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain sebagai bumbu masakan, seledri juga digunakan sebagai obat tekanan darah tinggi, obat masuk angin, dan penghilang rasa mual (Sugati & Johnny 1991), diuretik dan memperlancar haid. Seledri juga dapat digunakan untuk melangsingkan tubuh dan menyuburkan rambut (Susiarti 1992). Herba seledri mengandung flavonoid, tanin, minyak atsiri, saponin, flavo-glukosida (apiin), apigen, kolin, lipase, asparagine, vitamin (A, B, dan C) (Dalimartha, 2000). Tiap 100 g seledri mengandung 93 ml air; 0,9 g protein; 0,1 g lemak; 4 g karbohidrat; 0,9 g serat; 50 mg kalsium; 1 mg besi; 0,05 mg riboflavin; 0,40 mg nikotinamid dan 15 mg asam askorbat (Wahyudi 1996). Lingkungan dan Teknik Budidaya Tanaman Seledri (Apium graveolens L.) Seledri merupakan tanaman hortikultura yang memerlukan perhatian khusus dalam pembudidayaannya. Faktor lingkungan yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman seledri adalah faktor tanah dan iklim (Setyati 1979). Tanah memberikan hara dan kelembaban selain pendukung secara mekanik dan iklim menyokong kesuburan tanaman. Oleh karena itu kedua hal tersebut perlu diperhatikan secara teliti agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tanah yang baik untuk pertumbuhan seledri adalah tanah yang banyak mengandung humus (subur), gembur, mengandung garam dan mineral, kandungan bahan organik tinggi, berdrainase baik, tekstur lempung berpasir atau lempung berdebu (Reginawati 1999 dan Sunarjono 2003) dan berada pada ketinggian lebih kurang 600 m dari permukaan laut. Unsur hara yang terkandung dalam tanah juga perlu diperhatikan untuk mendukung pertumbuhan seledri. Seledri membutuhkan tanah yang mengandung kalsium, natrium dan unsur boron untuk mendukung pertumbuhannya. Jika tanaman seledri kekurangan natrium maka tanaman seledri akan menjadi kerdil, kekurangan kalsium menyebabkan kuncup seledri menjadi kering, dan apabila kekurangan unsur boron menyebabkan batang dan tangkainya menjadi retak-retak (Sunarjono 2003). Derajat keasaman tanah yang baik untuk tanaman seledri ialah antara 5,5-6,5. Iklim juga merupakan faktor penting dalam menentukan pertumbuhan seledri. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dari iklim suatu daerah adalah sinar matahari, curah hujan, suhu, kelembaban dan angin. Seledri memerlukan suhu 9-20 C untuk berkecambah dan untuk pertumbuhan selanjutnya diperlukan suhu antara C. Curah hujan optimum berkisar mm/bulan dan kelembabannya berkisar 80-90% (Soewito 1989). Teknik budidaya yang tepat juga merupakan faktor pendukung pertumbuhan seledri. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dari teknik budidaya, yaitu bibit yang digunakan adalah bibit unggul yang mempunyai mutu dan kandungan gizi yang tinggi, jarak tanam, pengairan yang baik, pemupukan yang tepat, dan proteksi tanaman (Setyati 1979). Tanaman seledri dibudidayakan melalui bijinya, dengan cara disemai terlebih dahulu atau ditebar langsung pada lahan tanaman. Pembungkusan biji seledri dalam kain basah selama 24 jam dapat mempercepat pertumbuhan biji tersebut. Pada umur sekitar satu bulan (berdaun 3-5 helai) benih dari tanaman seledri tersebut sudah dapat dipindahkan ke lahan (Sunarjono 2003). Biji seledri juga dapat langsung ditabur pada lahan tanah tanpa dilakukan penyemaian tetapi harus dibuat alur terlebih dahulu supaya dapat tumbuh teratur. Penebaran biji secara langsung rentan menimbulkan resiko daripada penyemaian. Resiko yang ditimbulkan antara lain biji dapat hanyut apabila tersiram air hujan dan biji akan kekeringan apabila

13 13 ditanam pada musim kemarau. Tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan cara menutupi biji dengan jerami atau alang-alang (Soewito 1989). Biji seledri yang tumbuh kemudian memerlukan upaya pemeliharaan yang baik agar hasil yang diperoleh maksimal. Upaya pemeliharaan yang perlu diperhatikan meliputi penyiraman, penyulaman, penjarangan, pendangiran, pemupukan, serta pembasmian hama dan penyakit. Kegagalan dalam bercocok tanam seledri disebabkan karena adanya serangan hama atau penyakit. Hama yang sering menyerang seledri biasanya sejenis ulat daun (Agrotis ypsilon Hufn.), kutu daun (Aphis spp.), tungau/mites (Tetra nychus spp.), dan cacing nematoda. Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman seledri adalah cacar coklat kuning (cercospora apii), cacar hitam (Seprtoria apii), virus aster yellow, dan nematoda akar (Belonalaimus gracilis, heterodera schactii, Bacillus gracilis) (Reginawanti 1999). Lokasi budidaya yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan kandungan senyawasenyawa yang ada pada tanaman seledri. Hal ini dapat disebabkan perbedaan cara pembudidayaan, kondisi tanah, suhu, ketinggian tempat, dan curah hujan lokasi budidaya yang berbeda. Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar. Menurut Markham (1988) kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (kira-kira 1 x 10 9 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang tidak dibutuhkan secara langsung untuk pertumbuhan tumbuhan. Flavonoid berfungsi sebagai pengendali pertumbuhan (fitohormon), pertahanan diri dari mahluk lain, insektisida, fitoaleksin, dan bahan obat (Miradiono 2002). Pra zat biosintesis flavonoid dihasilkan dari jalur sikimat dan asetat malonat (Markham 1988), yang pertama sekali terbentuk adalah kalkon, selanjutnya semua bentuk lain dari flavonoid akan diturunkan dari kalkon. Apigenin Apigenin merupakan senyawa flavonoid yang termasuk ke dalam golongan flavon. Secara kimia apigenin didefinisikan sebagai senyawa. 5,7-trihidroksiflavon, 4 Struktur kimianya disajikan pada Gambar 1. Senyawa yang mempunyai bobot molekul 270,2 ini dapat larut dalam alkohol panas dan dimetilsulfoksida (DMSO). Titik didih dari senyawa ini adalah C dan lebih baik disimpan pada suhu 4 C. Biosintesis senyawa ini disajikan pada Gambar 2 (Soegiharjo 2000). Apigenin merupakan kelompok senyawa flavonoid yang dapat digunakan untuk pengobatan radang selaput lendir di hidung dan tenggorokan (Irma 2002). Secara umum apigenin memiliki aktivitas antiinflamasi (Maisunah 1998) dan merupakan senyawa yang dapat digunakan sebagai obat penyakit hati (Frank 2000) serta sebagai antispamodik (Avallone et al. 2000). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Apigenin yang terdapat pada tanaman seledri diidentifikasi secara kualitatif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Teknik ini dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorban dilapiskan pada lempeng kaca (sebagai penunjang fase diam) dan fase gerak akan bergerak merayap sepanjang fase diam. Selang beberapa waktu akan terbentuk kromatogram yang menunjukkan kandungan senyawa yang di analisis (kualitatif). Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Materi pelapis yang sering digunakan pada KLT adalah silika gel tetapi kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome juga dapat digunakan. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel. Pemilihan pelarut dan komposisi lapis tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Pipa kapiler digunakan untuk meneteskan sampel yang akan dipisahkan. Sampel diteteskan pada bagian tepi kertas sebanyak 0,01-10µg (Khopkar 2002). HO OH O O Gambar 1 Struktur Apigenin. OH

14 14 penguapan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari air. Zat yang banyak digunakan antara lain toluena, xilena, benzena, dan xilol (Sudarmaji et al. 1989). Selain kedua metode diatas, menurut Sudarmaji et al ada dua metode lain yang bisa digunakan untuk analisis kadar air, yaitu metode fisik dan metode kimiawi. Ada beberapa cara dalam penentuan kadar air secara fisik, antara lain berdasarkan tetapan dielektrikum (dengan membuat kurva hubungan antara kadar air dan tetapan ielektrikum bahan yang dicari, berdasarkan konduktivitas listrik (DHL), dan berdasarkan resonansi nuklir magnetik (NMR) (ditentukan berdasarkan sifat magnetik inti atom yang mampu menyerap energi, kurva standar dibuat dengan membandingkan banyaknya energi yang diserap dengan kadar air dalam bahan). Analisis Kadar Abu Gambar 2 Biosintesis Apigenin. Analisis Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Selain itu kandungan air dalam bahan makanan juga menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 1997). Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda seperti sayuran dan buah-buahan mengandung 60-98% air, susu 87%, dan daging 40-75%, bahkan dalam makanan kering sekalipun seperti buah kering, tepung serta biji-bijian, juga terkandung air dalam jumlah tertentu (Krause 1961). Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan (1) metode pengeringan (termogravimetri), pada metode ini air dalam bahan diuapkan dengan cara pemanasan pada suhu 105 C, kemudian bahan ditimbang sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. (2) metode destilasi (termovolumetri) yang mempunyai prinsip Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik dan hasil dari analisis ini menunjukkan perkiraan total mineral dalam sampel yang dianalisis. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan cara langsung, dengan cara mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar C dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji et al. 1996). Metode lain yang dapat digunakan adalah cara tidak langsung, yaitu dengan memberikan reagen kimia tertentu pada sampel sebelum dilakukan pengabuan. Bahan yang sering digunakan adalah asam sulfat, campuran asam sulfat dan potasium sulfat, campuran asam sulfat dan asam nitrat, dan penggunaan asam perklorat dan asam nitrat. Pengukuran dilakukan dengan mengendapkan abu sebagai sulfat. Analisis Kadar Protein Protein merupakan senyawa polimer yang tersusun dari satuan-satuan molekul yang saling berikatan. Satuan molekul penyusun itu disebut asam α amino. Masing-masing asam amino saling dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida (Sumartini 1992). Protein berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi, penyangga racun, pengatur

15 15 ph, dan bahkan sebagai pembawa sifat turunan dari generasi ke generasi. Metode Kjeldahl dan metode Dumas adalah metode yang dapat digunakan untuk penentuan kadar protein (Winarno 1992). Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena pada metode ini yang dianalisis adalah kadar nitogen yang terdapat dalam sampel. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 maka diperoleh nilai protein dari bahan yang dianalisis. Angka konversi 6.25 diperoleh dari perkiraan kadar nitrogen dalam bahan makanan yaitu sebesar 16% dari kadar proteinnya. Prinsip dari metode Kjeldahl adalah pengoksidasian sampel oleh asam sulfat sehingga semua nitrogen seperti asam amino pada protein menjadi garam amonium sulfat. Setelah penambahan larutan natrium hidroksida, amonium yang dibebaskan, dan ditampung asam borat, dapat diketahui. Cara Dumas dilakukan dengan pembakaran sampel dalam atmosfer CO 2 dan dalam lingkungan yang mengandung kupri oksida. Semua atom karbon dan hidrogen akan diubah menjadi CO 2 dan uap air. Semua gas dialirkan ke dalam larutan NaOH dan dilakukan pengeringan gas. Semua gas terabsorpsi kecuali gas nitrogen, dan gas ini kemudian dianalisis dan diukur. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah daun seledri dari daerah Cipanas dan Lembang berumur 4, 6, 8 minggu setelah tanam, HCl 6 M, Metanol 62,5%, standar apigenin, toluen, butanol, asam asetat, akuades, H 2 SO 4 pekat, NaOH 33%, Indikator campuran, katalis (campuran selen), H 2 SO N, dan NaOH 0.1 N. Alat-alat yang digunakan adalah lempeng silika gel GF 254, lampu UV, labu destruksi, labu penyuling, erlenmeyer, mikropipet, oven, tanur, eksikator, radas refluks, batu didih, buret, spektrofotometer, dan alat-alat gelas lainnya. Metode Rancangan Percobaan Percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dua faktor. Faktor yang pertama (A) merupakan daerah budidaya yang terdiri atas dua taraf, yaitu Ao daerah Cipanas A1 daerah Lembang. Faktor yang kedua (B) merupakan masa tanam yang terdiri atas tiga taraf, yaitu B0 masa tanam 4 minggu, B1 masa tanam 6 minggu, B2 masa tanam 8 minggu. Masing-masing masa tanam dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Model umum dari rancangan tersebut adalah (Mattjik & Sumertajaya 2002): Y ijk = µ + αi + β j + (αβ) ij + ε ijk I = 1,2; j= 1,2,3 ; k = 1,2,3 dengan: Yijk : pengaruh apigenin pada lokasi taraf ke-i dalam waktu ke-j dan ulangan ke-k µ : rataan umum αi : pengaruh tambahan yang timbul pada kadar apigenin akibat lokasi kei β j : pengaruh tambahan yang timbul pada kadar apigenin akibat waktu kej (αβ) ij : interaksi antara faktor lokasi taraf ke-i dan waktu ke-j Penentuan Kadar Air Botol timbang dicuci lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 30 menit kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak ± 2 gram sampel ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C sampai diperoleh bobot tetap (Martaningtyas 2005). Setelah didinginkan dalam eksikator ditimbang dengan neraca analitik, pekerjaan tersebut diulang tiga kali. Persamaan untuk menghitung kadar air : Kadar air = (a-b)/a x 100% a : Bobot bahan sebelum dikeringkan b : Bobot bahan setelah dikeringkan Penentuan Kadar Abu Cawan porselin dicuci kemudian dikeringkan dalam tanur pada suhu 600 C selama 30 menit lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sampel sebanyak ± 2 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 C sampai sampel menjadi abu (2 jam). Setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang dengan analitik, pekerjaan tersebut diulang sebanyak tiga kali. Persamaan untuk menghitung kadar abu : Kadar abu = a/b x 100% a : Bobot sampel abu b : Bobot sampel

16 16 Penentuan Protein Kasar (Kjeldahl) Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam labu destruksi dan ditambahkan 6 gram katalis (campuran selen) serta 25 ml H 2 SO 4 pekat. Larutan dikocok perlahan-lahan sampai tercampur dengan sempurna. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dalam lemari asam sampai terbentuk larutan berwarna hijau jernih. Selanjutnya larutan didinginkan dan setelah dingin dimasukkan ke dalam labu penyuling kemudian diencerkan dengan 300 ml akuades. Beberapa butir batu didih dimasukkan ke dalam labu dan larutan dijadikan basa dengan penambahan 100 ml NaOH 33%. Lalu labu dipasang ke alat penyuling. Air suling ditangkap dalam labu erlemeyer yang berisi 20 ml H 2 SO N dan 2 tetes indikator campuran. Setelah penyulingan selesai (bila 2/3 dari campuran dalam labu penyuling telah menguap) labu erlenmeyer yang berisi destilat di titer dengan larutan NaOH 0.1 N. Perubahan warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir. Persamaan untuk menghitung kadar protein kasar : Kadar protein kasar = (Y-Z) x N titer x x 6.25 x 100 X Y : titer blanko Z : titer NaOH X : bobot sampel Ntiter : konsentrasi titer Analisis Tanah Sampel tanah yang diambil sebanyak ± 10 gram dari daerah Cipanas dan Lembang. Kemudian analisis dilakukan di laboratorium tanah Fakultas Pertanian IPB Darmaga. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kandungan hara makro (C, N, P, K), hara mikro (Ca, Mg, Na), dan ph tanah secara kuantitatif. Ektraksi Apigenin dari Tanaman Seledri Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode Hertog dkk (1992). Sebanyak 0.5 gram sampel kering ditambahkan dengan 20 ml metanol 62.5% dan 5 ml HCl 6M. Selanjutnya direfluks pada suhu 90 C selama 2 jam. Setelah selesai larutan didinginkan dan ditepatkan menjadi 50 ml dengan metanol 62.5%. Lalu larutan disaring dengan kertas saring dan akan digunakan pada analisis kualitatif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan spektrofotometer pada panjang gelombang 334 nm (Irma 2002). Preparasi Larutan Stok Standar Larutan stok standar apigenin dibuat dengan menimbang sebanyak gram standar apigenin kemudian dilarutkan di dalam metanol 62.5% hingga 50 ml. Konsentrasi larutan stok standar yang diperoleh adalah 500 ppm (Fitriyeni 2003). Larutan standar dibuat dengan mengencerkan larutan stok standar sehingga diperoleh konsentrasi 0, 5, 10, dan 25 ppm (Fitriyeni 2003). Identifikasi Apigenin dengan KLT Ekstrak apigenin yang telah didapat ditotolkan pada lempeng silika gel GF254 sebagai fase diam dan sebagai fase gerak digunakan fase atas dari toluen : N-butanol : asam asetat : akuedes (1:3:1:5) (BPOM 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tanah pada daerah Lembang dan Cipanas yang diambil dari lahan percobaan termasuk jenis tanah masam yaitu andosol. ph dari kedua sampel tanah tersebut adalah 5,11 untuk daerah Cipanas dan 5,90 untuk daerah Lembang. Menurut Sunarjono, derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan seledri adalah pada ph 5,5-6,5, ph yang berada diluar dari ketentuan tersebut akan menyebabkan keracunan pada tanaman seledri, misalnya keracunan Al yang dapat memicu rendahnya kandungan fosfor (P) yang tersedia bagi tanaman (Asnawi, 1993). ph pada kisaran tersebut juga memudahkan tanaman seledri menyerap unsur-unsur hara yang terdapat pada tanah (Sarwono 1992). Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan nilai ph daerah Lembang lebih mempunyai potensi yang lebih baik untuk pertumbuhan seledri. Perbedaan hasil mungkin disebabkan oleh pengapuran yang kurang pada daerah Cipanas. Tanah daerah Cipanas dan Lembang mempunyai kandungan C dan N yang cukup tinggi yaitu 3.51 %dan 0.25 % untuk daerah Cipanas; 17.72% dan 0.56% untuk daerah Lembang. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Lampiran 6) kadar C kedua daerah adalah tinggi sementara kadar N

17 17 dari daerah Lembang tinggi dan pada daerah Cipanas sedang. Penambahan kompos pada tanah andosol dapat meningkatkan kadar bahan organik dan beberapa unsur essensial yang diperlukan oleh tanaman (Novizan 2002). Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan yang baik dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas dari tanaman seledri pada daerah Cipanas walaupun keadaan tanahnya kurang optimum. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Nike (1998) dan Asnawi (1993) juga menunjukkan hasil yang sama. Secara fisik keadaan tanaman seledri pada daerah Cipanas mempunyai warna daun yang lebih pucat dibandingkan dengan tanaman seledri dari daerah Lembang. Warna yang dihasilkan oleh tanaman seledri tersebut mungkin disebabkan oleh ph tanah yang lebih masam jika dibandingkan dengan tanah dari daerah Lembang serta unsur hara yang terkandung dalam media tumbuh seledri (Rahmat 1995). Bentuk tanaman seledri pada daerah Cipanas dan daerah Lembang dapat dilihat pada Gambar 3. a b Gambar 3 Seledri pada daerah Lembang (a) dan daerah Cipanas (b). Bobot Basah Bobot basah tanaman seledri daerah Cipanas dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu berturut-turut adalah sebesar 52.21, , gram sedangkan pada daerah Lembang adalah 62.59, , gram (Gambar 4). Secara statistik bobot basah daerah Cipanas berbeda nyata dengan daerah Lembang dengan kenaikan bobot basah yang berbeda nyata pula untuk setiap umur tanaman pada masing-masing daerah (Lampiran 8). Pemberian nitrogen pada tanah melalui pemupukan sangat mempengaruhi bobot basah tanaman (Hermawan 2005). Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, terutama pertumbuhan vegetatif (perbanyakan melalui pembentukkan tunas baru). Pupuk NPK dan urea yang digunakan pada kedua daerah sangat mempengaruhi bobot basah tanaman seledri karena kedua jenis pupuk ini merupakan salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan nutrisi pada tanaman terutama kebutuhan nitrogen. Petani di daerah Cipanas menggunakan 5 kg/400 m 2 pupuk dan petani di daerah Lembang menggunakan menggunakan 8 kg/400 m 2 pupuk untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman seledri yang mereka budidayakan. Hal ini merupakan salah satu penyebab perbedaan bobot yang didapat M a sa t a na m ( minggu) Gambar 4 Bobot basah tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, 8 minggu. ( ) Cipanas dan ( ) Lembang. Rendemen Ekstrak Nilai rendemen yang dihasilkan pada kedua daerah budidaya dengan perbedaan masa tanam yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata secara statistik. Tanaman pada kedua daerah budidaya mempunyai nilai rendemen yang terus meningkat, yaitu 2.00%, 5.10%, dan 9.88% untuk daerah Cipanas kemudian 1.23%, 4.95%, dan 8.01% untuk daerah Lembang dengan masa tanam masingmasing secara berurutan 4, 6, dan 8 minggu. Rendemen tertinggi dihasilkan oleh tanaman seledri pada daerah Cipanas dengan masa tanam 8 minggu. Kadar Air Kadar air dari tanaman seledri segar berdasarkan analisis statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 8). Kadar air tanaman seledri segar pada daerah Cipanas, yaitu 74.82%, 82.44%, 84.39% dan untuk daerah Lembang 74.55%, 84.93%, dan 85.34% (Gambar 5). Kadar air tertinggi terdapat pada daerah Lembang pada masa tanam 8 minggu. Jika dibandingkan dengan bobot basah maka kemungkinan besar air merupakan bagian terbesar dari tanaman seledri yang tumbuh pada kedua daerah. Berdasarkan hasil pengeringan contoh dengan memanaskan sampel pada suhu 105 C diperoleh kadar air untuk tanaman seledri

18 18 kering pada daerah Cipanas sebesar 18.40%, 16.40%, dan % dengan masa tanam masing-masing 4, 6, dan 8 minggu. Kadar air pada daerah Lembang dengan perlakuan masa tanam yang sama adalah 17.63%, 15.88%, dan 13.60% (Gambar 6). Berdasarkan analisis statistik kadar air seledri kering dari kedua daerah tidak berbeda nyata. Kadar air yang diperoleh untuk setiap contoh cukup besar (lebih dari 10%), oleh karena itu dalam penyimpanannya harus hati-hati sebab akan mudah terkena jamur dan bakteri. mengetahui kandungan zat anorganik yang terdapat dalam sampel, yaitu berupa mineral. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman seledri pada masa tanam 4 minggu mempunyai kadar mineral paling tinggi diantara sampel yang lainnya dan secara umum dapat dilihat bahwa kadar mineral pada daerah Cipanas lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Lembang (Gambar 7) M a sa t a na m ( mi nggu) M a s a t a n a m ( m i n g g u ) Gambar 7 Kadar abu seledri daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu. ( ) Cipanas dan ( ) Lembang. Gambar 5 Kadar air seledri segar daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu. ( ) Cipanas dan ( ) Lembang M asa t anam ( minggu) Gambar 6 Kadar air seledri kering daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu. ( ) Cipanas dan ( ) Lembang. Kadar Abu Hasil analisis menunjukkan kadar abu daerah Cipanas dengan perlakuan masa tanam (4, 6, dan 8 minggu) adalah 9.55%, 8.71%, dan 8.34% sedangkan pada daerah Lembang dengan perlakuan yang sama adalah 8.71%, 8.64%, dan 8.23%. Hasil analisis statistik data kedua daerah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Kadar abu tertinggi terdapat pada daerah Cipanas pada masa tanam 4 minggu. Penentuan kadar abu sampel selain sebagai salah satu parameter nilai gizi juga untuk Kadar Protein Kadar protein yang diinginkan ditentukan dengan teknik titrasi. Kadar protein contoh diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor konversi Nilai ini setara dengan 0.16 gram nitrogen per gram protein. Dari penetapan kadar protein dengan menggunakan metode ini diketahui bahwa kadar protein pada daerah Cipanas pada masa tanam 8 minggu mempunyai kadar protein yang paling tinggi dari semua sampel yang dianalisis. Kadar protein pada daerah Cipanas dengan masing-masing perlakuan (4, 6, dan 8 minggu) adalah 15.55%, 29.86%, dan 37.64% dan pada daerah Lembang dengan perlakuan yang sama adalah 15.71%, 20.09%, dan 24.96% (Gambar 8). Secara statistik kadar protein kasar yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda nyata, hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor cara budidaya dan keadaan lingkungannya seperti asupan nutrisi yang diberikan, ketinggian tempat, suhu, dan ph tanah. Penetapan protein pada tanaman seledri menggunakan metode Kjeldahl. Dalam metode ini yang dianalisis adalah kadar protein kasarnya secara tidak langsung, sebab yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Pada prinsipnya bahan makanan diuraikan dengan cara mendestruksinya dengan asam kuat sehingga semua senyawasenyawa nitrogen akan diubah menjadi garam-

19 19 garam amonium. Adanya penambahan NaOH pada saat destilasi mengakibatkan garamgaram amonium direduksi menjadi gas amonia yang ditampung dalam asam borat. Keberadaan protein dalam tumbuhan berasal dari sintesisnya yang memanfaatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah. Prosesnya meliputi pembentukan rantai panjang asam amino yang dinamakan rantai peptida. Ikatan ini dapat terjadi karena satu hidrogen (H) dari gugus amino suatu asam amino bersatu dengan hidroksil (OH) dari gugus karboksil asam amino lain. Proses ini menghasilkan satu molekul air, sedangkan CO dan NH yang tersisa akan membentuk ikatan peptida. Ikatan peptida ini dapat dipecah melaui reaksi hidrolisis menjadi asam amino oleh asam atau enzim pencernaan dengan penambahan satu molekul air. Jumlah kadar protein kasar pada daerah Cipanas dan Lembang sebanding dengan jumlah rendemen ekstrak tanaman seledri M a sa t a na m ( mi nggu) Gambar 8 Kadar protein tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, 8 minggu. ( ) Cipanas dan ( ) Lembang. Tabel 1 Konsentrasi protein kasar dan rendemen ekstrak tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang Masa tanam (minggu) Konsentrasi protein kasar (%) Rendemen (%) Cipanas Lembang Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analisis yang dilakukan pada tahap selanjutnya adalah analisis kualitatif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Ekstrak-ekstrak tanaman dan standar apigenin ditotolkan pada lempeng silika gel dan dilakukan pengamatan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 9. Nilai Rf dari standar apigenin adalah Nilai Rf KLT ekstrak tanaman seledri dari daerah Cipanas dengan ketiga masa perlakuan berkisar antara 0.95 sampai 0.98 sedangkan pada daerah Lembang berkisar antara 0.96 sampai Profil KLT yang dilihat secara langsung dengan mata menunjukkan warna kuning sedangkan dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 365 nm menghasilkan warna jingga (Tabel 2). Penelitian tentang apigenin yang dilakukan oleh Djatmiko dan Pramono (2001) juga menunjukkan warna yang sama. Warna yang sama dengan nilai Rf yang sama diduga adalah apigenin. Profil KLT yang dihasilkan tidak hanya menghasilkan satu spot tetapi menghasilkan empat spot (Lampiran 10). Banyaknya spot yang dihasilkan menunjukkan adanya senyawa atau golongan lain yang ikut terekstrak. Analisis lebih lanjut terhadap ekstrak seledri dilakukan dengan pengukuran absorban seledri dengan mengunakan spektrofotometer. Dari absorban yang dihasilkan maka didapat konsentrasi apigenin pada daerah Cipanas untuk masa tanam 4, 6, dan 8 minggu adalah 2.711, , dan ppm dan pada daerah Lembang sebesar 4.026, 11,833, dan ppm (Tabel 3) ( Gambar 10). Hasil yang diperoleh mempunyai korelasi yag positif dengan rendemen ekstrak, penambahan masa tanam pada derah Cipanas dan Lembang menyebabkan peningkatan kadar apigenin dan rendemen ekstrak pada kedua daerah. Pada umumnya metabolit sekunder akan meningkat apabila tanaman mengalami cekaman dari lingkungannya. Hal ini terjadi karena metabolit sekunder digunakan untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan tersebut. Akan tetapi dari hasil pengukuran dengan spektrofotometer dapat dilihat bahwa tanaman seledri pada daerah Cipanas lebih mengalami cekaman pada umur 6 dan 8 minggu tetapi hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan tanaman seledri dari daerah Lembang. Penambahan masa tanam pada derah Cipanas dan Lembang menyebabkan peningkatan kadar apigenin dan rendemen ekstrak pada kedua daerah.

20 20 Tabel 2 Hasil rataan KLT ekstrak tanaman seledri Perlakuan Rf tanaman seledri Cipanas 4 minggu 0.97 Lembang 4 minggu 0.98 Cipanas 6 minggu 0.96 Lembang 6 minggu 0.96 Cipanas 8 minggu 0.95 Lembang 8 minggu 0.96 Nilai Rf standar apigenin: 0.96 Tabel 3 Konsentrasi apigenin tanaman seledri daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Perlakuan Kandungan Apigenin (ppm) Cipanas 4 minggu Lembang 4 minggu Cipanas 6 minggu Lembang 6 minggu Cipanas 8 minggu Lembang 8 minggu SIMPULAN DAN SARAN Daerah budidaya seledri, Cipanas dan Lembang mempunyai jenis tanah masam (andosol) dengan ph 5.11 dan Bobot basah dari tanaman seledri dari daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu mengalami peningkatan dengan bertambahnya masa tanam. Kadar air untuk tanaman seledri segar pada daerah Cipanas dan Lembang mengalami peningkatan sedangkan kadar air tanaman seledri kering mengalami penurunan. Hasil analisis menunjukkan kadar abu daerah Cipanas dengan perlakuan masa tanam (4, 6, dan 8 minggu) mengalami penurunan dengan penambahan masa tanam. Kadar protein dan rendemen ekstrak pada daerah Cipanas dan Lembang dengan masing-masing perlakuan (4, 6, dan 8 minggu) mengalami peningkatan dengan bertambahnya masa tanam. Korelasi yang positif dengan kadar protein dan rendemen ekstrak juga ditunjukkan oleh kadar apigenin pada daerah Cipanas dan Lembang. Kadar apigenin yang didapat dengan menggunakan spektrofotometer adalah ppm, ppm, ppm untuk daerah Cipanas dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu sedangkan untuk daerah Lembang dengan masa tanam yang sama adalah ppm, ppm, ppm. Penulis menyarankan pemurnian untuk mendapatkan ekstrak apigenin yang murni dan pengukuran apigenin secara kuantitaf dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). DAFTAR PUSTAKA Asnawi Meningkatkan kualitas hasil dan kualitas benih kedelai dengan mengatur jarak dan dosis pupuk NPK. [tesis]. Yogyakarta : Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gajahmada. Avallone Pharmacological Profille of Apigenin. Italy: Department of Pharmaceutical Sciences. Backer CA,.Brink RC Flora of Java. The Netherlands: Groningen. Dalimartha S Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwijaya. Day RA, AL Underwood Analisis Kimia Kuantitaif. Ed ke-5. Jakarta: Erlangga. Duke JA Handbook of Medicinal Herbs. Florida: CRS Pr. Googwin TW Chemistry and Biochemistry of Plants Pigments. London: Academic Pr. Gritter RH, Bobbitt JM, Schwarting AE Pengantar Kromatografi. Terjemahan: K Padmawinata, Ed ke-2. Bandung: ITB. Harbone JB Comparative Biochemistry of Flavonoid Compounds. New York: The Mac Millan. Harbone JB Metode Fitokimia. Terjemahan K. Pandmawinata dan L. Soediro. Bandung: ITB. Harjadi SS Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia. Hertog MGL, Holimani PCH, Katan MB Content of potentially anticarcinogenic flavonoids of 28 vegetables and fruit commonly consumed in the nederlands. Agriculture Food Chemistry. 40 (12): Irma M Isolasi 5,7,4 Trihidroksi Flavon (Apigenin) dari Tumbuhan Obat Sipanggie-Panggie. Eksakta [Juli 2002]

21 21 Maisunah l Isolasi dan identifikasi flavonoid di dalam fraksi aktif antiinflamasi biji seledri, Apium graveolens L. [tesis]. Bogor. Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gajahmada. Markham KR Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB. Miradiono A Efektifitas pengekstrak senyawa flavonoid dari daun jati belanda (Guazuma ulminofolia Lamk.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nike T Kajian pemberian blotong kapur dan pupuk NPK pada tanah pasir pantai, pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. [tesis]. Yogyakarta : Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gajahmada Nurhidayah A Pengaruh salinitas dan masa panen terhadap kandungan diosmin pada tanaman seledri (Apium graveolens L.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Reginawati Seledri (Apium graveolens L). ELEDRI.htm[25 Februari 2006] Siemonsma JS, Piluek K Plant Resources of South-East Asia. Bogor: Prosea. Soegiharjo Pemeriksaan kandungan flavonoid dan daya hepatotoksik dari Shonchus oleraceus L. Bandung: ITB Pr. Soewito Bercocok Tanam Seledri. Jakarta: Titik Terang Susiarti S Dari Pengolahan Lahan Tidur Menuju Agribisnis Sayuran. Jakarta: Prosea. Syamsuhidayat, Hutapea JR Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Taga MS, Miller EE, Pratt DE Chia Seed as a Source of Natural Lipid Antioxidant. JAOCS31.

22 22 Lampiran 1 Tahap penelitian Tanaman seledri berumur 4 minggu Tanaman seledri berumur 6 minggu Tanaman seledri berumur 8 minggu Dikeringkan Ekstraksi dan identifikasi Lampiran 2 Bagan kerja ekstraksi apigenin tanaman seledri Seledri segar Dikering udarakan, 0.5 gram sample kering Ditambah 5 ml HCl 6M Refluks dengan suhu 90 C selama 2 jam Ditepatkan dengan metanol sampai 50 Disaring dengan kertas saring Ekstrak

23 23 Lampiran 3 Bagan preparasi larutan standar Larutan stok standar 500 ppm Diambil sebanyak 0 ml 0,04 ml 0,08 ml 0.2 ml + 4mL MeOH ml MeOH ml MeOH ml MeOH Larutan standar 0 ppm 5 ppm 10 ppm 25ppm Lampiran 4 Kondisi lingkungan daerah Cipanas dan Lembang (Balai Penelitian Agroklimat Bogor) Lembang Cipanas Garis Lintang Garis Bujur Ketinggian tempat (m) Jenis tanah Andosol Andosol Bulan basah (bulan) >9 (curah hujan>200 mm/bln) 7-9 (curah hujan >200 mm/bln) Bulan Kering (bulan) <2 (curah hujan < 100 mm/bln) <2 (curah hujan < 100mm/bln) Lampiran 5 Hasil analisis tanah Parameter Cipanas Lembang ph KCl C-organik (%) N total (%) P Bray-Oslen (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%) Al(me/100g) 0.2 ttd H(me/100g) Keterangan : ttd : tidak terdeteksi me : mili ekuivalen

24 24 Lampiran 6 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Hara makro Sifat Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Rendah C-Oraganik < >5.00 (%) N Total (%) < >0.75 P2O5 HCl < >60 25% (mg/100g) P2O5 Olsen < >60 (ppm) K2O HCl < >60 25% (mg/100g) K (me/100g) < >1.0 Hara mikro KTK < >40 (me/100g) Na (me/100g) < >1.0 Mg < >8.0 (me/100g) Ca (me/100g) < >20 Kejenuhan < >70 Basa (KB)% Kejenuhan < >60 Al% ph Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis Masam Masam Alkalis < >8.5 Keterangan : KTK : Koefisien Tukar Kation

25 25 Lampiran 7 Hasil Kadar air, kadar abu, dan bobot basah seledri pada Daerah Cipanas dan Lembang dengan masa tanam 4, 6, dan 8 minggu Tanaman seledri daerah Cipanas dengan masa tanam 4 minggu Ulangan Bobot sampel Bobot cawan Bobot cawan + sampel Kadar air (%) Kadar abu (%) Bobot basah Rataan Tanaman seledri daerah Cipanas dengan masa tanam 6 minggu Ulangan Bobot sampel Bobot cawan Bobot cawan + sampel Kadar air (%) Kadar abu (%) Bobot basah Rataan Tanaman seledri daerah Cipanas dengan masa tanam 8 minggu Ulangan Bobot sampel Bobot cawan Bobot cawan + sampel Kadar air (%) Kadar abu (%) Bobot basah Rataan Tanaman seledri daerah Lembang dengan masa tanam 4 minggu Ulangan Bobot sampel Bobot cawan Bobot cawan + Kadar air (%) Kadar abu (%) Bobot basah sampel Rataan

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang sungai Kali Pucang, Cilacap. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet-

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet- BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet- Cibeureum. Sampel yang diambil berupa tanaman CAF. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April tahun 2011. Tempat penanaman di rumah kaca dan pengukur berat basah serta berat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder jagung hidroponik dengan media perendaman dan penggunaan dosis pupuk yang berbeda dilakukan pada tanggal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN BIONUTRIEN KPD PADA TANAMAN SELADA KERITING (Lactuca sativa var. crispa)

PENERAPAN BIONUTRIEN KPD PADA TANAMAN SELADA KERITING (Lactuca sativa var. crispa) ISSN 287-7412 April 21, Hal 73-79 PENERAPAN BIONUTRIEN KPD PADA TANAMAN SELADA KERITING (Lactuca sativa var. crispa) Rakhmi Qurrotul Aini, Yaya Sonjaya dan Muhamad Nurul Hana Program Studi Kimia, FPMIPA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog Senyawa nitrogen yang terdapat didalam tumbuhan, sebagian besar adalah protein. Protein terdiri dari 50-55% unsur karbon, 6-8% hidrogen, 20-23% oksigen, 15-18% nitrogen dan 2-4 % sulfur. Protein rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci