NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK PRODUK TEMBAKAU TERHADAP KESEHATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK PRODUK TEMBAKAU TERHADAP KESEHATAN"

Transkripsi

1 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK PRODUK TEMBAKAU TERHADAP KESEHATAN

2 2 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN C. LINGKUP PENGATURAN II. III. IV. KONDISI A. KONDISI YANG ADA B. KONDISI YANG DIINGINKAN ASAS, SUBYEK, DAN OBYEK PENGATURAN A. ASAS PENGATURAN B. SUBYEK PENGATURAN C. OBYEK PENGATURAN MATERI MUATAN PENGATURAN 1. Produk tembakau/rokok; 2. Ekspor dan impor tembakau, rokok, dan cengkeh; 3. Pajak dan cukai produk tembakau/rokok; 4. Pengendalian distribusi dan peredaran produk tembakau/rokok; 5. Pengendalian periklanan produk tembakau/rokok; 6. Pengembangan kawasan bebas produk tembakau/rokok; 7. Perlindungan konsumen produk tembakau/rokok; 8. Peran serta masyarakat; 9. Penegakan hukum dan ketentuan sanksi. V. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT VI. PENUTUP LAMPIRAN

3 3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tembakau dan produk-produk yang berasal dari tembakau sudah lama menjadi masalah yang bersifat kompleks, tidak saja menyangkut masalah di bidang kesehatan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tembakau dan produk-produk yang dihasilkan dari tembakau tersebut dalam tataran nasional menyangkut masalah ketenagakerjaan, petani tembakau, pajak dan cukai, kultural, yang tidak jarang berdampak psikologis. Sedangkan dalam tataran internasional berkaitan dengan penanaman modal asing, hak cipta, dan budaya yang juga berdampak psikologis dan bahkan politis. Dalam kehidupan nasional dan internasional, sudah lama orang mengenal tembakau sebagai suatu bahan yang dipergunakan untuk membuat rokok. Tembakau dalam masyarakat tradisional Indonesia, di samping digunakan sebagai bahan dasar (utama) rokok, juga antara lain dipergunakan sebagai susur dalam kegiatan mengunyah sirih pada beberapa kelompok masyarakat di Indonesia (misal Jawa). Dalam kaitannya dengan bidang kesehatan, penggunaan tembakau sebagai bahan dasar rokok menjadi masalah sendiri, karena zat utama nikotin yang dikandungnya yang menurut berbagai ahli kesehatan (khususnya dokter) dan dari berbagai literatur di bidang kesehatan dan kefarmasian dikategorikan sebagai zat adiktif. Di samping itu, nikotin sebagai zat adiktif juga dikategorikan sebagai bahan kimia berbahaya. Apabila tembakau sebagai bahan dasar rokok kemudian dibakar (melalui kegiatan merokok) maka akan menimbulkan akibat langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan si perokok (perokok aktif) dan lingkungan si perokok secara tidak langung (perokok pasif). Oleh karena itu apabila dikaitkan dengan definisi kesehatan dalam UU No. 23/1992 yang berbunyi: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan soial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis, maka menjadi bahan perdebatan panjang apakah tembakau yang menjadi bahan dasar rokok ketika dibakar (melalui kegiatan merokok) kemudian diisap oleh si perokok (aktif) maupun lingkungannya (pasif) merusak kesehatan atau tidak. Dari berbagai penelitian dan pengkajian tentang tembakau dan produkproduk yang berasal dari tembakau (rokok) dapat disimpulkan bahwa produk tembakau atau rokok membahayakan kesehatan si perokok dan lingkungannya. Sedangkan hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dalam kehidupan manusia merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dijamin dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) yang berbunyi: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak dasar ini tidak boleh dilanggar oleh siapa pun dan harus dijunjung tinggi dan dihormati agar setiap orang dapat menikmati kehidupannya dengan sejahtera.

4 4 Dalam kaitannya dengan hak dasar warga negara untuk mendapatkan lingkungan yang sehat yang dijamin dalam UUD 1945 tersebut maka dalam program pembangunan nasional sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis- Garis Besar Haluan Negara Tahun (selanjutnya disingkat TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN) salah satu program pembangunan nasional adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabiitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Selanjutnya program tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (selanjutnya disingkat UU No. 25/2000) dalam program lingkungan sehat yang berisi antara lain: a. Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat, dan memungkinkan interaksi sosial, serta melindungi masyarakat dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang optimal. b. Lingkungan yang diharapkan adalah kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat fisik, mental, sosial dan spiritual. Lingkungan tersebut mencakup unsur fisik, biologis, dan psikososial. Berbagai aspek lingkungan yang membutuhkan perhatian adalah tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan permukiman yang sehat, dan lingkungan yang memungkinkan kecukupan ruang gerak untuk interaksi psikososial yang positif antar anggota keluarga maupun anggota masyarakat. Lingkungan yang kondusif juga diperlukan untuk mendorong kehidupan keluarga yang saling asih, asah, asuh untuk menciptakan ketahanan keluarga dari pengaruh negatif diantisipasi adalah pembukaan lahan baru, permukiman pengungsi, dan urbanisasi yang erat kaitannya dengan penyebaran penyakit vektor, perubahan kualitas udara karena polusi, dan paparan terhadap bahan berbahaya lainnya. Peningkatan mutu lingkungan mensyaratkan kerjasama dan perencaan lintas sektor bahkan lintas negara yang berwawasan kesehatan. c. Sasaran yang akan dicapai oleh program ini adalah (1) tersusunnya kebijakan dan konsep peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal, regional dan nasional dengan kesepakatan lintas sektoral tentang tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan; (2) terselenggaranya upaya peningkatan lingkugnan fisik, sosial, dan budaya masyarakat dengan memaksimalkan potensi sumber daya secara mandiri; (3) meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara lingkungan sehat; (4) meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang memenuhi kualitas bakterilogis dan sanitasi lingkungan di perkotaan dan perdesaan; (5) tercapainya permukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di perdesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh; (6) terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat-tempat

5 5 umum termasuk sarana dan cara pengelolaannya; (7) terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai dan kondusif untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung perilaku hidup sehat; (8) terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat kerja, perkantoran, dan industri termasuk bebas radiasi; (9) terpenuhinya persyaratan kesehatan di seluruh rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengolahan limbah; (10) terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun sarana transportasi; dan (11) menurunnya tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja pertanian dan industri serta pengawasan terhadap produk-produknya untuk keamanan konsumen. d. Kegiatan pokok yang tercakup dalam program lingkungan sehat adalah (1) meningkatnya promosi hygiene dan sanitasi di tingkat individu, keluarga dan masyarakat; (2) meningkatnya mutu lingkungan perumahan dan permukiman termasuk pengungsian; (3) meningkatkan hygiene dan sanitasi tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan; (4) meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja; (5) meningkatkan wilayah/kawasan sehat termasuk kawasan bebas rokok. e. Di samping program lingkungan sehat dalam UU No. 25/2000 juga diprogramkan perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat yang tujuan umumnya adalah memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat dalam bidang kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri dan produktif. Hal ini ditempuh melalui peningkatan pengetahuan, sikap positif, perilaku dan peran aktif individu, keluarga dan masyarakat sesuai dengan sosial budaya setempat. f. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpatisipasi aktif dalam gerakan peningkatan kesehatan masyarakat, sedangkan kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. g. Sasaran umum program pada huruf e adalah terciptanya keberdayaan individu, keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan yang ditandai oleh peningkatan perilaku hidup sehat dan peran aktif dalam memelihara, meningkatkan danmelindungi kesehatan diri dan lingkungan sesuai dengan sosial budaya setempat, khususnya pada masa kehamilan, masa bayi, dan kanak-kanak, remaja, perempuan usia produktif, dan kelompokkelompok lain dengan kebutuhan kesehatan yang khusus. h. Sasaran khusus program pada huruf e adalah (1) meningkatnya perwujudan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan bermasyarakat; (2) menurunnya prevalensi perokok, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok, dan bebas NAPZA di sekolah, tempat kerja, dan tempat-tempat umum; (3) menurunnya angka

6 6 kematian dan kecacatan akibat kelahiran/persalinan, kecelakaan, dan rudapaksa; (4) menurunnya prevalensi dan dampak gangguan jiwa masyarakat; (5) meningkatnya keterlibatan dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatankeluarga; dan (6) berkembangnya sistem jaringan dukungan masyarakat sehingga pada akhirnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat. i. Kegiatan pokok dari program pada huruf e dilaksanakan melalui (1) meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat (2) meningkatkan kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak; (3) meningkatkan upaya anti tembakau dan NAPZA; (4) meningkatkan penceggahan kecelakaan dan rudapaksa; (5) meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat; (6) memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan potensi dan budaya setempat. Tembakau dan produk-produk yang berasal dari tembakau khususnya rokok bila digunakan (dibakar dan diisap) dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu (perokok aktif) dan masyarakat lingkungannya (perokok pasif), oleh karena dalam tembakau (dan rokok) terdapat kurang lebih 4000 (empat ribu) zat kimia antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, bronchitis kronik, dan gangguan kehamilan. Pemerintah dalam mengendalikan tembakau (rokok) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (selanjutnya disingkat PP No. 81/1999) yang kemudian diubah dengan PP No. 38 Tahun 2000, dan selanjutnya dicabut dan diganti dengan PP No. 19 Tahun Dalam ketiga PP ini, sebagian dari masalah tembakau (dan rokok) memang telah diatur. Namun demikian berdasarkan penelitian dan pengkajian berbagai peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional, substansi dalam PP tersebut masih kurang komprehensif dan belum dapat ditegakkan secara baik di masyarakat, oleh karena masih banyaknya norma-norma larangan dan kewajiban yang tidak diberikan sanksi secara tegas. Hal ini dapat dimaklumi karena bentuk instrumen hukumnya adalah PP bukan UU sehingga materi muatannya pun terbatas, sebatas apa yang diperintahkan oleh UU-nya (Pasal 44 UU No. 23/1992 tentang Kesehatan). Di samping itu, dalam kalangan internasional sebagaimana kita ketahui dalam Sidang Majelis Umum atau World Health Assembly yang ke-56 di Geneva bulan Mei 2003 yang lalu, secara aklamasi semua negara anggota WHO telah menyepakati Naskah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Pengendalian Masalah Tembakau (KPMT). Naskah ini merupakan hasil kerja keras negosiasi selama empat tahun, sejak tahun Pemerintah Indonesia aktif dalam upaya ini, baik dalam pertemuan-pertemuan internasional sebagai negara anggota WHO, maupun dalam pertemuan regional sebagai anggota WHO kawasan Asia Tenggara (WHO-SEARO) maupun sebagai anggota ASEAN. FCTC ini merupakan instrumen hukum internasional pertama yang dibuat oleh WHO, dan merupakan terobosan dalam upaya pengendalian masalah

7 7 tembakau secara global. Bukti-bukti yang sahih dan meyakinkan telah menunjukkan bahwa nikotin dalam tembakau menyebabkan adiksi (kecanduan) dan substansi kimia lainnya yang dikandung dalam tembakau maupun yang ada dalam asapnya merupakan faktor risiko yang menyebabkan gangguan kesehatan dan kematian oleh karena kanker, stroke, dan penyakit lainnya. Untuk Indonesia, FCTC ini sangat penting, oleh karena akan merupakan kerangka pengendalian masalah tembakau secara nasional. FCTC ini akan efektif sebagai instrumen hukum internasional apabila minimal 40 negara telah meratifikasinya. Sebelum meratifikasi, negara yang bersangkutan diharuskan menandatanganinya sebagai bentuk endorsement (dukungan). Sampai akhir Juli 2003 sebanyak 46 negara serta Masyarakat Ekonomi Eropa telah menandatanganinya. Pemerintah Indonesia sampai batas waktu akhir penandatanganan FCTC belum menandatanganinya. Langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk menjadi negara pihak dapat dilakukan melalui aksesi dan kemudian meratifikasinya dengan UU tentang Pengesahan FCTC. Sebagaimana lazimnya, RUU tentang Ratifikasi (Pengesahan) FCTC terlebih dahulu harus didaftarkan dalam Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS). Hanya saja langkah-langkah ini tidak ditempuh oleh Pemerintah sehingga terkesan Pemerintah membiarkan atau mengambangkan persoalan rokok. Di tengah kebuntuan hukum sebagaimana telah disebutkan, maka RUU ini nantinya diharapkan dapat memberikan solusi bagi pengaturan masalah tembakau di masa depan. Dengan ditetapkannya RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap Kesehatan dalam Prolegnas tahun , maka kita mempunyai kesempatan untuk membuat regulasi mengenai pengendalian tembakau di Indonesia. B. MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengendalian Tembakau (selanjutnya disingkat NA RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan) dimaksudkan untuk memberikan uraian tentang aspek pengaturan pengendalian tembakau dengan segala dimensinya yang dihadapkan kepada masalah yang timbul karena perkembangan keadaan dan perubahan paradigma, dan visi dan misi dalam pengendalian tembakau di masa kini dan masa yang akan datang. Tujuan penyusunan NA RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan adalah untuk memberikan latar belakang, arahan dan dukungan dalam perumusan pengaturan pengendalian tembakau dalam segala dimensinya secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Sasaran penyusunan NA RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan adalah terwujudnya tata pengaturan pengendalian tembakau sesuai dengan visi dan misi pembangunan kesehatan manusia Indonesia seutuhnya serta perubahan paradigma pengendalian tembakau

8 8 dengan telah lahirnya Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di lingkungan pergaulan internasional. C. LINGKUP PENGATURAN Lingkup pengaturan dalam RUU tentang Pengendalian Tembakau mencakup halhal sebagai berikut: 1. Pengaturan produk tembakau/rokok; 2. Pengendalian Ekspor dan impor tembakau, rokok, dan cengkeh; 3. Pajak, cukai dan harga tembakau/rokok; 4. Pengendalian distribusi dan peredaran tembakau/rokok; 5. Pengendalian periklanan, promosi dan pemberian sponsor tembakau/rokok; 6. Pengembangan kawasan tanpa tembakau/rokok; 7. Perlindungan konsumen tembakau/rokok; 8. Pembiayaan atau Pendanaan; 9. Peran serta masyarakat; 10. Penegakan hukum dan ketentuan sanksi pidana.

9 9 BAB II KONDISI A. KONDISI YANG ADA 1. Konsumsi produk tembakau/rokok Tembakau dan produk-produk turunannya sudah menjadi masalah yang kompleks, tidak saja menyangkut masalah di bidang kesehatan tetapi juga menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, baik pekerja pabrik rokok, ataupun petani tembakau, pajak dan cukai, dan tidak jarang juga masalah yang berdampak psikologis. Bahkan, besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok telah menempatkan Indonesia pada urutan ketiga di antara negara-negara dengan konsumsi tembakau tertinggi di dunia pada tahun 2005 yakni dengan tingkat konsumsi sebesar 220 miliar batang per tahun. Jika dilihat dari tren data, sebenarnya konsumsi tembakau/rokok di Indonesia, meningkat secara persisten sejak tahun 1970-an yakni dari 33 miliar batang pada tahun tersebut menjadi 220 miliar batang pada tahun Demikian juga dengan prevalensi tembakau/rokok pada penduduk berusia 15 tahun atau lebih meningkat dari 27,2% pada tahun 1995, menjadi 34,4% pada tahun Hal ini memperlihatkan peningkatan angka merokok pada laki-laki dewasa dari 53,4% dalam tahun 1995 menjadi 63,1% dalam tahun Hanya 1,3% perempuan yang dilaporkan merokok pada tahun 2001 menjadi 4,5% pada tahun 2004 (meningkat lebih dari 3 kali lipat). Perbedaan sangat mencolok dapat dilihat pada tingkat pendidikan, yaitu 67,3% laki-laki tanpa pendidikan dan tidak lulus SD yang merokok, dibandingkan dengan 47,8% laki-laki dengan pendidikan tinggi. Remaja merupakan kelompok yang rentan jika dikaitkan dengan perihal tembakau/rokok. Umumnya mereka merokok karena temantemannya merokok, supaya kelihatan dewasa, ingin tahu rasanya, merasa tegang, dan senang merokok (Rice, 1999). Sedangkan menurut penelitian Brotowasisto (2004) alasan remaja merokok karena meniru teman-teman, coba-coba, menghilangkan kejenuhan, memudahkan bersosialisasi, dan menambah semangat. Sebuah survei yg dilakukan oleh Fak. Ilmu Kesehatan Masyarakat Univ. Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (2007) pada 353 responden remaja, membuktikan: 46,3% (atau satu dari dua) remaja berpendapat iklan rokok mempunyai pengaruh yg besar untuk mulai merokok. 41,5% (atau empat dari sepuluh) remaja berpendapat bahwa kegiatan yg disponsori oleh industri rokok mempunyai pengaruh yang sama. terjadi penyesatan opini, dimana 68,2% (atau tujuh dari sepuluh) remaja mempunyai kesan positif terhadap iklan rokok; 51,6% (atau satu dari dua) remaja dapat menyebutkan lebih dari 3 (tiga) slogan iklan rokok;

10 10 50% (satu dari dua) remaja perokok merasa dirinya lebih percaya diri seperti yang dicitrakan oleh iklan rokok; 37% (empat dari sepuluh) remaja perokok merasa dirinya keren seperti yang dicitrakan oleh iklan rokok. 8% (satu dari sepuluh) remaja yang telah berhenti merokok, mulai merokok kembali setelah mengikuti kegiatan yg disponsori rokok. Perilaku merokok dapat diperoleh dari orang tua yang merokok, teman sebaya yang merokok, guru yang merokok, budaya, dan iklan media massa yang menyesatkan, bahaya rokok yang tidak jelas dan sekilas serta hadiah yang menarik untuk remaja. Apapun alasannya, fakta menunjukkan bahwa pada tahun 1995, rata-rata usia mulai merokok adalah 18,8 tahun, yang kemudian menurun menjadi 17,4 tahun pada tahun Remaja laki-laki berusia tahun mengalami peningkatan prevalensi sebesar hampir dua setengah kali lipat yaitu dari 13,7% tahun 1995 menjadi 32,8% pada tahun Dampak negatif penggunaan tembakau/rokok pada kesehatan telah lama diketahui, dan umumnya penyakit kanker paru merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Produk tembakau menjadi masalah, karena mengandung lebih dari (empat ribu) zat kimia seperti nikotin yang merupakan zat adiktif, dan tar yang bersifat karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker. Di samping itu, zat-zat kimia yang dikandung rokok juga mengakibatkan penyakit jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, bronchitis kronik, dan gangguan kehamilan. Fakta menunjukkan, bahwa penggunaan tembakau/rokok diperkirakan mengakibatkan 70% kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit paru kronik, bronchitis kronik dan enfisema, 40% kematian karena stroke, dan 90% kematian karena kanker paru. Pada tahun 2020, WHO memprediksikan penyakit yang berkaitan dengan tembakau/rokok sebagai satu-satunya penyebab kematian terbesar yang secara global yang mengakibatkan sekitar 8,4 juta kematian per tahun. Diperkirakan, bahwa separuh dari kematian ini akan terjadi di Asia karena penggunaan tembakau/rokok yang bertambah dengan cepat. Kematian di Asia akan meningkat hampir empat kali lipat dari 1,1 juta di tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun Berdasarkan penelitian di Inggris yang dilakukan oleh Medical Research Council pada tahun 2007 membuktikan bahwa produk tembakau merupakan zat adiktif berbahaya yang membawa kematian dan gangguan sosial yang lebih besar daripada ganja dan ekstasi. Sementara itu, penelitian dari Columbia University dan Drug Watch International berkesimpulan bahwa alkohol dan produk tembakau merupakan pintu masuk menjadi pecandu narkoba. Penelitian ini dilakukan terhadap keluarga di Amerika Serikat yang mempunyai anggota keluarga yang perokok. Menyadari akan bahaya tembakau/rokok bagi kesehatan, Pemerintah sebenarnya telah melakukan pengendalian tembakau/rokok melalui Peraturan Pemerintah (PP), yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang kemudian diubah dengan PP No. 38 Tahun 2000, dan selanjutnya dicabut dan diganti dengan PP No. 19 Tahun 2003.

11 11 Kendatipun Pemerintah telah melakukan pengaturan, namun jika dikaji lebih jauh sebenarnya substansi yang diatur dinilai belum memadai dan belum memuaskan, karena kurang komprehensif dan belum dapat ditegakkan hukum tersebut secara baik di masyarakat. Banyaknya norma-norma larangan dan kewajiban yang tidak diberikan sanksi secara tegas, membuat Peraturan Pemerintah (PP) ini hanya menjadi rumusan verbal dan normatif semata. Di pihak lain, bentuk instrumen hukum yang berupa Peraturan Pemerintah (PP), dan bukan Undang-Undang (UU), menjadikan materi muatannya menjadi terbatas dan sempit. Untuk diketahui, seluruh aturan yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) tersebut merupakan pelaksanaan dari mandat Pasal 44 UU No. 23/1992 tentang Kesehatan. Ketidakseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah tembakau/ rokok semakin terlihat terutama dalam melakukan pengendalian tembakau/rokok, baik itu melalui pengenaan pajak yang tinggi, pelarangan iklan, promosi dan pemberian sponsor dalam segala bentuk, pelarangan merokok di tempat umum dan tempat kerja, dan sebagainya, karena merasa khawatir, jika intervensi yang dilakukan akan membawa konsekuensi yang buruk bagi perekonomian, misalnya untuk tahun 2007 saja, sumbangan cukai tembakau untuk APBN berjumlah Rp 41 triliun. Dalam konteks perdagangan internasional, nilai ekspor tembakau Indonesia ternyata lebih rendah dari nilai impornya (net ekspor negatif), dimana negara mengalami kerugian devisa sebesar US$ 35 juta pada tahun Di samping itu juga terdapat kesan, bahwa penurunan penjualan rokok diduga akan menghilangkan jutaan pekerja atau buruh pabrik rokok secara permanen, sementara pengenaan pajak yang tinggi pada tembakau/rokok akan mengakibatkan rendahnya atau turunnya pendapatan pemerintah, atau bahkan penetapan harga tinggi untuk rokok akan mendorong penyelundupan rokok secara besar-besaran. Sesunguhnya, kekhawatiran itu tidak perlu, karena dengan menaikkan harga produk tembakau akan mengurangi konsumsi, terutama pada anak-anak golongan berpenghasilan rendah dan perokok tidak tetap; meningkatkan penerimaan pemerintah dari cukai tembakau; meringankan beban penyakit yang disebabkan oleh tembakau. Sepanjang sejarah kenaikan harga produk tembakau belum pernah menimbulkan penurunan penerimaan pemerintah manapun di dunia ini. Penerimaan pemerintah dari cukai tembakau di Indonesia meningkat sepanjang waktu dan merupakan 7,6% dari total pendapatan pemerintah tahun 2002, yaitu sekitar Rp 23 triliun, dan menjadi Rp 41 triliun pada APBN Di sisi lain, kerugian akibat hilangnya potensi ekonomi yang diakibatkan oleh konsumsi rokok sebesar 154,84 triliun atau 4,5 kali lipat dari pendapatan cukai pada tahun 2005 yang sebesar 32,6 triliun (Kosen, 2007). Kekhawatiran di sektor tenaga kerja juga kurang beralasan, karena hanya 1,2% dari seluruh pekerja industri yang bergantung pada industri rokok. Departemen Pertanian RI menyebutkan jumlah pekerja pertanian tembakau di Indonesia sekitar 683. ribu atau hanya 1,7% dari jumlah tenaga kerja di sektor pertanian (tahun 2005). Mayoritas pekerja adalah wanita yang pendapatannya hanya 2/3 dari rata-rata upah pekerja industri pengolahan lain. Data-data

12 12 tersebut menunjukkan bahwa dampak pengendalian produk tembakau tidak besar pengaruhnya terhadap stabilitas ketenagakerjaan, sebagaimana yang selama ini disuarakan oleh produsen rokok. Pengeluaran untuk rokok pada keluarga miskin ternyata lebih besar daripada kelompok keluarga terkaya. Pada keluarga miskin pengeluaran untuk rokok sebesar 12,5%, sementara kelompok keluarga terkaya hanya 9,3% dari pendapatan. Sementara pengeluaran untuk rokok pada keluarga miskin jauh lebih besar dibanding pengeluaran untuk makanan bergizi, pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran untuk rokok 15 kali lipat dari pengeluaran untuk daging, 8 kali lipat dari pengeluaran untuk telur dan susu, 8 kali lipat dari pengeluaran untuk kesehatan, dan 6 kali lipat dari pengeluaran untuk pendidikan. Dari penelitian Semba (Hellen Keller International, Jakarta) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kebiasaan merokok kepala keluarga miskin perkotaan di Indonesia memicu malnutrisi (gizi buruk) pada balita. Dengan demikian, pengendalian produk tembakau justru akan membantu mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kesehatan serta status gizi di kalangan masyarakat miskin. Dalam skala global, Sidang Majelis Umum atau World Health Assembly yang ke-56 di Geneva bulan Mei 2003 yang lalu, secara aklamasi semua negara anggota WHO telah menyepakati Naskah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Pengendalian Masalah Tembakau (KPMT). Naskah ini merupakan hasil kerja keras negosiasi selama empat tahun, sejak tahun Pemerintah Indonesia aktif dalam upaya ini, baik dalam pertemuan-pertemuan internasional sebagai negara anggota WHO, maupun dalam pertemuan regional sebagai anggota WHO kawasan Asia Tenggara (WHO-SEARO) maupun sebagai anggota ASEAN. FCTC ini merupakan instrumen hukum internasional pertama yang dibuat oleh WHO, dan merupakan terobosan dalam upaya pengendalian masalah tembakau secara global. Pemerintah Indonesia sampai batas waktu akhir penandatanganan FCTC, terbukti belum menandatanganinya. Saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang tidak meratifikasi FCTC. Secara global, 161 negara dari 192 negara anggota WHO telah meratifikasi FCTC. Dengan demikian, Indonesia sejajar dengan negara-negara terbelakang di Afrika Tengah yang masih terlibat konflik suku seperti Eritria, Zambia, Sierra Leone. 2. Sikap Terhadap Tembakau/Rokok Pengaturan terhadap tembakau/rokok, menyangkut dua hal mendasar, yaitu tembakau dan produk turunannya, dan atau perilaku konsumennya. Persoalan pertama berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi tembakau dan produk turunannya, sedangkan persoalan kedua menyangkut tindakan terhadap perilaku merokok di masyarakat. Masalah tembakau merupakan masalah yang dilematis, mengingat keterkaitan berbagai sektor seperti kesehatan, ekonomi, ketenagakerjaan, perdagangan dan perindustrian, dan pertanian. Meningkatnya prevalensi merokok dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa perokok merasakan keuntungan dari rokok secara individual. Para

13 13 perokok merasakan keuntungan yang dirasakan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Terdapat anggapan di kalangan masyarakat, bahwa merokok merupakan hak asasi, dan larangan merokok di tempat umum melanggar hak asasi seseorang. Namun sesungguhnya, banyak perokok tidak sepenuhnya sadar akan risiko penyakit dan kematian dini akibat rokok (private cost), dan sekaligus merokok memberikan beban biaya pada orang yang tidak merokok (financial cost). Oleh karena itu, dapat juga dikatakan bahwa merokok di tempat umum justeru melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok. Sebagaimana kita ketahui, asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, dan 43 diantarannya menyebabkan kanker. Dari ranah psikologis, mengkonsumsi rokok berkaitan dengan pembuatan keputusan atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya (informed decision) tentang bagaimana mereka membelanjakan uangnya (hak konsumen). Anggapan ini didasari atas dua hal, pertama perokok membuat pilihan berdasarkan pengetahuan dengan kesadaran penuh akan untung ruginya merokok. 1 Kedua, hanya perokoklah yang akan menanggung akibatnya dan merokok tidak mempengaruhi orang lain. 2 Merokok biasanya dimulai sejak remaja atau menjelang dewasa (future cost). Sekitar 70% dari perokok di Indonesia memulai kebiasaannya sebelum berumur 19 tahun, karena terbiasa melihat anggota keluarganya yang merokok. Remaja mempunyai kemampuan terbatas untuk membuat keputusan, dan membatasi kebebasan orang muda untuk membuat keputusan tertentu. Menghindarkan keinginan merokok pada anak-anak dan remaja serta memberikan perlindungan bagi orang yang tidak merokok menjadi hal yang penting untuk menciptakan generasi yang sehat dimasa mendatang. Persoalan lain yang terlihat adalah bahwa ternyata rokok itu banyak sekali dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah yang dicirikan oleh penghasilan dan tingkat pendidikan rendah, sehingga merokok identik dengan kemiskinan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menaikkan harga jual rokok, melalui kenaikan cukai rokok. Cara ini dilakukan oleh banyak negara maju yang hendak mengurangi konsumen rokok tanpa mengurangi penghasilan negara. Kedua, adalah dengan pembatasan atau pelarangan iklan rokok, promosi dan pemberian sponsor karena ternyata iklan, promosi dan pemberian sponsor meningkatkan konsumsi tembakau dengan menciptakan situasi di mana pemakaian tembakau dianggap baik dan biasa. Selain itu Iklan cenderung mengurangi motivasi perokok untuk berhenti merokok; mendorong anak-anak untuk mencoba merokok; dan mengurangi peluang diskusi terbuka tentang bahaya penggunaan tembakau karena adanya pendapatan dari iklan industri tembakau 1 Sejak pertengahan tahun 1990-an, bukti menunjukkan bahwa perusahaan tembakau berusaha menyembunyikan fakta tentang bahaya merokok. Mereka memiliki strategi untuk menyangkal bukti ilmiah tentang dampak kesehatan telah memberikan alasan bagi bagi perokok untuk membenarkan perilaku mereka dan meneruskan merokok karena telah ketagihan tembakau. 2 Anggapan ini tentu saja tidak benar, karena faktanya perokok memaksakan beban fisik dan finansial pada orang lain. Beban ini termasuk risiko kesehatan perokok pasif dan biaya kesehatan masyarakat. Risiko terhadap orang lain dapat ditunjukkan melalui dampak asap. Menghisap asap rokok orang lain yang dikenal dengan asap tembakau di lingkungan adalah sama bahayanya dengan merokok secara aktif. Asap tembakau di lingkungan bersifat karsinogenik bagi manusia, dan tidak ada ambang aman dari paparan asap rokok.

14 14 3. Kesehatan Individual Data konsumsi rokok di dunia cenderung menurun khususnya di negaranegara maju. Keadaan sebaliknya, negara-negara berkembang justru konsumsi rokok justru meningkat, karena lemahnya regulasi dan pengawasan. Meningkatnya konsumsi rokok ini menyebabkan penggunaan tembakau menjadi salah satu penyebab kematian yang meningkat paling cepat di dunia pada saat ini (Shibuya, dkk.:2003). Pada tahun 2020, WHO (2003) memperkirakan bahwa penyakit yang berkaitan dengan konsumsi tembakau akan menjadi masalah kesehatan utama terbesar, dan menyebabkan sekitar 8,4 juta kematian setiap tahun. Sementara data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini terjadi perubahan penyebab kematian di Indonesia. Semula penyebab kematian yang utama adalah TBC, kini berubah menjadi stroke. Diduga kuat kematian akibat stroke sangat berkaitan dengan perilaku merokok. Secara global, tembakau merupakan penyebab sekitar 8,8% dari semua kematian pada tahun 2000 (WHO, 2003), yang menunjukkan peningkatan kematian lebih dari satu juta dibandingkan kematian yang terjadi pada tahun Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik (WHO, 2002). Diperkirakan bahwa separuh kematian tersebut terjadi di Asia, karena tingginya peningkatan penggunaan tembakau. Angka kematian akibat rokok di Asia meningkat hampir empat kali lipat dari 1,1 juta pada tahun 1990 menjadi 4,2 pada tahun Untuk Indonesia, diperkirakan bahwa 4% - 7,9% dari total beban penyakit pada tahun 1990 terjadi sebagai akibat penggunaan tembakau. 3 Dewasa ini, diperkirakan satu dari dua perokok jangka panjang akan meninggal dunia. Faktor utama dalam memperkirakan besarnya beban penyakit antara penggunaan tembakau dan terjadinya penyakit kronik adalah lamanya penggunaan rokok. Terdapat selang tahun diantara dimulainya waktu kebiasaan merokok dan mulai timbulnya penyakit, seperti kanker paru. Bila lamanya penggunaan rokok menjadi dua kali, insiden kanker paru meningkat sebanyak dua puluh kali (Stanley, 1993). Data lain menyebutkan, kanker paru telah menjadi penyebab utama kematian yang dapat dicegah di dunia (Albert and Samet, 2003). Pada populasi yang dicirikan oleh perilaku merokok yang sangat luas, dapat menyebabkan 90% kasus kanker paru pada laki-laki dan 70% kasus pada wanita, dengan tingkat kematian melebihi 85%. Penelitian Suryanto (1989) menemukan bukti bahwa risiko kanker paru 7,8 kali lebih besar pada perokok aktif dibandingkan dengan bukan perokok. Sekitar 56-80% dari semua penyakit pernapasan kronik disebabkan oleh tembakau, termasuk bronchitis kronik dan emfisema. Karena bronchitis dikaitkan dengan kesakitan jangka panjang, konsekuensinya adalah beban biaya tinggi pada system kesehatan dalam jangka panjang. Penyakit Jantung dan Pembuluh 3 Perokok Indonesia, 88% menyukai rokok kretek. Rokok kretek sebagaian besar (60-70%) terdiri dari tembakau, karena itu memiliki semua potensi bahaya bagi kesehatan yang dikaitkan dengan produk tembakau (Guidotti, 1989). Rokok kretek mengandung 30-40% cengkeh. Komponen utama dari minyak cengkeh adalah eugenol, yang dikaitkan dengan tiga jenis efek terhadap kesehatan: yaitu efek akut, kronik dan efek terhadap perilaku.

15 15 Darah (CVD). Secara global, tembakau bertanggung jawab untuk 22% seluruh penyakit jantung dan pembuluh darah. Tembakau juga dihubungkan dengan kejadian arteriosklerosis, hipertensi dan gangguan pembuluh darah otak. Sementara itu, terdapat bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahwa merokok menyebabkan kanker rongga mulut pharynx, rongga hidung dan sinussinus, larynx, lambung, pankreas, hati, ginjal, saluran kencing, leher rahim (cervix uteri) dan kanker darah/leukemia (IARC, 2002). Selain kanker, wanita perokok aktif dan perokok pasif mempunyai risiko terhadap penurunan kesuburan (Hull, dkk., 2000). Untuk laki-laki, merokok juga meningkatkan risiko impotensi sampai dengan 50% (Tengs TO, Osgood ND, 2001). 4. Dampak kesehatan keluarga Pada tahun 2004, tiga dari empat rumah tangga di Indonesia (71%) memiliki paling sedikit satu anggota keluarga yang merokok. Hampir semua perokok (84%) merokok di rumah ketika sedang bersama dengan anggota keluarga lainnya. Bahkan pada tahun 2007, terjadi peningkatan menjadi 85,4% (Riskesdas, 2007). Diperkirakan lebih dari 97% penduduk Indonesia terpapar secara tetap pada asap tembakau lingkungan dirumah mereka sendiri, 43 juta diantaranya adalah anak-anak usia 0-14 tahun. Data dari GYTS (2006), anak yang berusia tahun sebanyak 81% terpapar asap rokok di tempat umum, dan data ini merupakan tertinggi di dunia. Perokok pasif mempunyai risiko terkena penyakit akibat rokok sama besarnya dengan perokok aktif, namun risiko ini tidak banyak diketahui orang. Berbagai penelitian telah membuktikan secara meyakinkan bahwa ibu perokok aktif yang hamil dan/atau ibu yang terpapar oleh asap rokok (perokok pasif) selama kehamilan, merupakan penyebab utama terjadinya bayi dengan berat badan lahir rendah, keguguran spontan, menderita cacat bawaan, perkembangan otak terganggu, lahir mati dan komplikasi pada saat melahirkan. Semakin banyak ibu merokok selama hamil, semakin besar pula kemungkinan berkurangnya berat badan bayi waktu lahir. Berat badan bayi waktu lahir yang rendah, dikaitkan dengan kesehatan anak dan bayi yang buruk, termasuk peningkatan stunting pada masa anak-anak. Fakta-fakta menyimpulkan bahwa bayi dan anak yang terpapar asap rokok menunjukkan peningkatan kemungkinan terkena infeksi saluran pernafasan bagian bawah, penyakit telinga bagian tengah, gejala penyakit saluran nafas kronik, asma, menurunnya fungsi paru yang berkaitan dengan menurunnya tingkat pertumbuhan paru, dan meningkatkan terjadinya kematian mendadak pada bayi atau sudden infant death syndrome (SIDS). Sudah lama diketahui bahwa orang bukan perokok yang hidup serumah dengan perokok aktif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker paru dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan terhirupnya zat beracun dari lingkungan yang tercemar asap rokok. Wanita yang tidak merokok yang terpapar asap rokok di dalam rumah, mempunyai risiko yang lebih besar mendapatkan kanker paru sebesar 20% hingga 30%. Akibat dari tingginya persentase perokok yang melakukan kebiasaan merokok di dalam rumah, maka prevalensi perokok pasif

16 16 menjadi orang untuk semua golongan umur, atau 48,9 % dari populasi. Dilihat menurut wilayah tempat tinggal, wanita yang tinggal di pedesaan mempunyai prevalensi tertinggi untuk menjadi perokok pasif, yaitu 70,6 %. Data Susenas 2001, 65 juta perempuan Indonesia dan 43 juta anakanak berumur antara 0-14 tahun terpapar asap rokok di rumah dan menjadi korban. Survey Kesehatan Nasional 2001, mendapatkan data tentang kematian pada rumah tangga. Sekitar 9,2% kematian pada usia 35 tahun ke atas dapat dikaitkan dengan perilaku merokok. Sebab kematian utama pada tahun 2001 adalah penyakit jantung dan pembuluh darah dan penyakit pernapasan. Demikian pula data dari Riskesdas 2007 seperti yang telah dikutip di atas. 5. Pertanian/Perkebunan Tembakau Terdapat empat negara memproduksi hampir 2/3 suplai daun tembakau dunia yaitu Cina, Brasil, India, dan Amerika Serikat. Keempat negara ini memproduksi lebih dari 4 juta ton daun tembakau setiap tahun, atau kurang lebih 64% dari produksi dunia. Sementara itu, kontribusi Indonesia hanya sekitar ton daun tembakau atau 2,1% saja dari total suplai dunia pada tahun Total produksi tembakau Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hampir seluruh produksi (90%) tembakau Indonesia berasal dari tiga provinsi. Produksi tembakau terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur (55%) kemudian Jawa tengah (22%) dan NTB (12%) dan sisanya di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat dan Bali. Ini membuktikan bahwa area pertanian tembakau sangat terkonsentrasi hanya di beberapa provinsi saja. Pada tahun 2005, luas lahan pertanian untuk penanaman tembakau adalah hanya 0,86% (atau kurang dari 1%) dari total lahan pertanian semusim. Proporsi lahan pertanian semusim yang digunakan untuk menanam tembakau secara umum telah menurun sejak tahun 2001, dari 1,2% menjadi 0,86%. Sebagian besar pekerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2001 dari seluruh pekerja di Indonesia, 43,8% bekerja di sektor pertanian, 32,6% di sektor jasa, dan 23,6% di sektor industri. Selama periode terdapat penurunan pekerja di sektor pertanian sebesar 11% sebaliknya terdapat kenaikan di sektor jasa (4%) dan industri (32,6%). Hal ini menunjukkan adanya pengalihan alamiah lapangan usaha di Indonesia dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Di sektor pertanian tembakau, persentase petani tembakau sebesar 1,6% ( petani tembakau) dari seluruh pekerja sektor pertanian atau 0,7% (masih di bawah 1%) dari seluruh tenaga kerja. 6. Pengolahan Produk Tembakau Berdasarkan pemesanan pita cukai, produksi rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) tahun 1995 sampai 2006 meningkat 23% dari 198 miliar batang menjadi 244 miliar batang. Produksi SKT meningkat 66% dari 57 miliar menjadi 96 miliar batang, sementara

17 17 SKM meningkat 12%, sedangkan SPM turun menjadi 36%. Dengan luas lahan pertanian tembakau yang relatif konstan, bahkan cenderung menurun sebagai sumber pemasok daun tembakau domestik, produksi rokok naik 7 kali lipat dari 35,5 miliar batang (tahun 1961) kemudian menjadi 220 miliar (tahun 2005). Untuk memenuhi kebutuhan industri rokok dalam negeri sangat mungkin menggunakan sumber dari non-domestik (impor). Pada tahun 2004, terdapat 810 industri rokok skala besar dan sedang 4 yang merupakan 3,9% dari total industri manufaktur, dimana 225 (28%) diantaranya adalah industri besar dan 585 (72%) sisanya adalah industri sedang. Data BPS tahun 2004 menunjukkan jumlah tenaga kerja industri rokok adalah orang atau hanya sebesar 1,16% dari total tenaga kerja industri dan hanya 0,3% (dibawah 1%) dari seluruh tenaga kerja. Faktor terpenting yang mempengaruhi lapangan kerja pada industri pengolahan tembakau adalah mekanisasi dan teknologi lain yang meningkatkan efisiensi dan efektifitas. Mekanisasi produksi rokok di Indonesia, sebagai contoh telah mengurangi biaya pekerja secara substansial. Sebuah studi memperkirakan bahwa proporsi biaya/ongkos kerja pada SKT adalah 12% dibandingkan 0,4% pada SKM. Data BPS pada 2006 menunjukkan penghasilan rata-rata per bulan pekerja industri rokok adalah sebesar Rp ,00 per pekerja atau 72% dari rata-rata penghasilan bulanan pekerja industri pengolahan lain (Rp ,00 per pekerja). 7. Tarif Cukai Tembakau Berdasarkan data, kontribusi penerimaan cukai tembakau menurun dari tahun 2004 sebesar 8,35% menjadi 5,67% pada tahun Struktur cukai tembakau di Indonesia cukup rumit. Beberapa faktor yang menentukan pengenaan cukai tembakau adalah jenis produk, teknik produksi (linting tangan atau mesin), dan skala produksi. Kompleksitas pengenaan tarif ini membuka celah untuk penyiasatan industri agar dapat membayar cukai lebih rendah. Sistem penjenjangan cukai dan harga jual berdampak ganda: pada tingkat perusahaan, tarif cukai berjenjang memberikan insentif bagi perusahaan besar untuk membeli atau mengontrak perusahaan-perusahaan kecil untuk mengolah produk tembakau/memproduksi rokok dan mendapatkan keuntungan dari tariff cukai serta harga jual yang rendah. Pada tingkat konsumen, rokok dan berbagai produk tembakau lainnya dapat saling menggantikan. Oleh karena itu, ke depan sistem penetapan cukai rokok perlu dibuat lebih sederhana. 4 Menurut BPS, batasan skala industri adalah industri besar dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan jumlah pekerja orang, industri kecil dengan jumlah pekerja 5-19 orang, dan industri rumah tangga dengan jumlah pekerja 1-4 orang.

18 18 B. KONDISI YANG DIINGINKAN 1. Lingkungan Hidup yang Sehat Kegiatan merokok akan menimbulkan akibat langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan si perokok (perokok aktif) dan lingkungan si perokok secara tidak langung (perokok pasif). Artinya, kegiatan merokok sebenarnya tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga orang lain yang berada disekitarnya. Padahal menurut konstitusi, setiap orang berhak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, yang dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Berbagai penelitian independen membuktikan bahwa asap rokok orang lain (AROL) berbahaya bagi kesehatan. Penelitian Anwar Jusuf, Guru Besar FKUI menyatakan bahwa risiko yang ditimbulkan pencemaran udara jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang ditimbulkan akibat rokok. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui. Hal ini menyebabkan tidak terdapat tingkat aman pada lingkungan yang terpapar dengan asap tembakau. Hasil penelitian ilmiah independen menyimpulkan bahwa asap rokok menyebabkan bahaya kesehatan serius (WHO:2003). Karbon monoksida (CO), yang menyumbang sekitar 4% dari asap rokok untuk setiap batang rokok, mempunyai daya ikat yang kuat terhadap sel darah merah dibandingkan oksigen. Sel darah merah mendistribusikan oksigen ke seluruh bagian tubuh. CO juga meningkatkan penyimpanan kolesterol di pembuuh darah arteri. Oleh karena itu, mengingat berbahayanya udara yang terpapar asap rokok dan hak individu terhadap udara bersih, maka perilaku merokok ini perlu dikendalikan. Hak dasar tersebut tidak boleh dilanggar oleh siapa pun dan harus dijunjung tinggi dan dihormati agar setiap orang dapat menikmati kehidupannya dengan sehat dan sejahtera. Peningkatan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Lingkungan yang diharapkan adalah kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat fisik, mental, sosial dan spiritual. Lingkungan tersebut mencakup unsur fisik, biologis, dan psikososial. Pemerintah sebenarnya mempunyai program lingkungan sehat, salah satunya adalah meningkatkan wilayah/kawasan sehat termasuk kawasan bebas rokok. Namun faktanya program ini belum terwujud secara optimal. Sasaran umum program lingkungan sehat adalah terciptanya keberdayaan individu, keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan yang ditandai oleh peningkatan perilaku hidup sehat dan peran aktif dalam memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungan sesuai dengan sosial budaya setempat, khususnya pada masa kehamilan, masa bayi,

19 19 dan kanak-kanak, remaja, perempuan usia produktif, dan kelompok-kelompok lain dengan kebutuhan kesehatan yang khusus. Sasaran khusus program ini adalah (a) meningkatnya perwujudan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan bermasyarakat; (b) menurunnya prevalensi perokok, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), serta meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok, dan bebas NAPZA di sekolah, tempat kerja, dan tempat-tempat umum; (c) menurunnya angka kematian dan kecacatan akibat kelahiran/persalinan, kecelakaan, dan rudapaksa; (d) menurunnya prevalensi dan dampak gangguan jiwa masyarakat; (e) meningkatnya keterlibatan dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan keluarga; dan (f) berkembangnya sistem jaringan dukungan masyarakat sehingga pada akhirnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat. Kegiatan pokok dari program lingkungan sehat dilaksanakan melalui (a) meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat (b) meningkatkan kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak; (c) meningkatkan upaya anti tembakau dan NAPZA; (d) meningkatkan pencegahan kecelakaan dan rudapaksa; (e) meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat; (f) memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan potensi dan budaya setempat. 2. Pengaturan Pengendalian Tembakau/Rokok yg Komprehensif Sampai dengan batas akhir penandatanganan, Indonesia tidak menanandatangani FCTC, meskipun Pemerintah Indonesia ikutserta selama empat tahun penuh dalam serangkaian pembahasan dan negosisasi sebelum FCTC disepakati secara aklamasi dalam sidang World Health Assembly (WHO) pada bulan Mei FCTC adalah traktat atau konvensi internasional yang pertama dalam pengendalian tembakau. Tujuannya adalah untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena penggunaan tembakau. FCTC merupakan instrumen yang mengikat secara hukum dalam strategi kesehatan masyarakat global untuk membantu Negara-negara anggota WHO dalam menyusun program-program nasional pegendalian tembakau. Keengganan Indonesia untuk menandatangani FCTC, memang patut disayangkan mengingat estimasi Badan Kesehatan dunia yang menyatakan, bahwa rokok telah membunuh satu diantara 10 orang dewasa di dunia, dan diperkirakan, pada tahun 2020, 7 (tujuh) dari 10 (sepuluh) orang yang mati karena merokok akan terjadi di negara-negara berpendapatan rendah. Merokok memberi biaya pada orang yang tidak merokok (financial cost), melalui asap yang dikeluarkan, dan menyebabkaan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok, disamping dapat melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih. Udara bebas asap rokok sangat penting, karena asap rokok mengandung 4000 bahan kimia, dan 43 senyawa bersifat karsinogen yang dapat menyebabkan kanker pada manusia, dan tidak ada tingkat paparan yang disebut aman;

20 Oleh karena sampai saat ini Pemerintah belum juga mau menandatanani FCTC, maka perlu menyusun peraturan perundang-undangan yang bersifat komprehensif dan holistik untuk mengendalikan tembakau dan produk-produk turunannya mulai dari tahap produksi rokok sampai dengan penggunaan dan ekspor impornya, di tingkat nasional maupun daerah. 20

21 21 BAB III ASAS, SUBJEK, DAN OBJEK PENGATURAN A. ASAS PENGATURAN Dalam konsepsi UU tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan, asas yang dipergunakan adalah asas: Keseimbangan fungsi kesehatan manusia dan lingkungannya dan nilai ekonomi (pajak dan cukai), kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, kelestarian, keadilan, kemandirian, keterbukaan dan akuntabilitas publik. 1. Asas Keseimbangan Kesehatan Manusia dan Lingkungan dan Nilai-nilai Ekonomi Tembakau/rokok merupakan komoditi ekonomi yang memberikan lapangan kerja kepada jutaan manusia baik sejak tingkat perkebunan/pertaniannya maupun sampai dengan pemrosesannya pada pabrik rokok. Sebagaimana diuraikan di Bab Pendahuluan tembakau sebenarnya adalah suatu bahan yang mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan yaitu nikotin yang bersifat adiktif sebagaimana ditentukan secara implisit dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan. Untuk mengeksplisitkan pengaturannya khususnya pengendaliannya sejak produksi, distribusi dan konsumsi, maka persoalan Tembakau/Rokok perlu diatur lebih lanjut secara komprehensif. Di satu sisi secara medis/kesehatan zat nikotin yang terkandung dalam tembakau adalah zat adiktif dan termasuk bahan berbahaya bagi kesehatan manusia, namun di sisi lain tembakau (dan rokok kretek) adalah salah satu komoditi ekonomi yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia dan masukan melalui pajak dan cukai tembakau. Di samping tembakau, cengkeh sebagai bahan baku rokok kretek (di samping sebagai bahan baku obat) perlu pula dikendalikan karena mempunyai dua sisi positif dan negatif. Karena kalau sudah dicampur dalam rokok (kretek) dan dibakar akan menimbulkan asap rokok yang berisi berbagai zat bersifat racun yang membahayakan kesehatan manusia, namun di sisi lain cengkeh adalah salah satu bahan baku obat yang bermanfaat antara lain untuk obat batuk. Di samping itu tembakau dan cengkeh juga melibatkan jutaan manusia yang tergantung kehidupannya baik dari tahap perkebunan/pertanian sampai dengan tenaga kerja (dan keluarga yang menjadi tanggungan para tenaga kerja tersebut) di pabrik-pabrik rokok yang tersebar di berbagai kota di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk mengatur kedua komoditi yang bersifat im dan yang (positif dan negatif) ini dipergunakan asas keseimbangan kesehatan manusia dan lingkungannya dan nilai ekonomis.

PAYUNG HUKUM PENGUSAHAAN TEMBAKAU DI INDONESIA Disampaikan Pada Musyawarah Nasional Asosiasi Tembakau di Indonesia Di Temanggung, 19 Desember 2009

PAYUNG HUKUM PENGUSAHAAN TEMBAKAU DI INDONESIA Disampaikan Pada Musyawarah Nasional Asosiasi Tembakau di Indonesia Di Temanggung, 19 Desember 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PAYUNG HUKUM PENGUSAHAAN TEMBAKAU DI INDONESIA Disampaikan Pada Musyawarah Nasional Asosiasi Tembakau di Indonesia Di Temanggung, 19 Desember 2009 Assalamu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan No.23/1992). Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan terjadinya 25 penyakit di tubuh manusia. Analisa mendalam tentang aspek sosio ekonomi dari bahaya merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa iklan rokok hanya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan. PENJELASAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN UMUM Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya

Lebih terperinci

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA Dra. Hj. Ermalena MHS Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Disampaikan dalam Diskusi Panel Pengendalian Tembakau dan

INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA Dra. Hj. Ermalena MHS Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Disampaikan dalam Diskusi Panel Pengendalian Tembakau dan INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA Dra. Hj. Ermalena MHS Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Disampaikan dalam Diskusi Panel Pengendalian Tembakau dan Tujuan Pembangunan Indonesia The 4th ICTOH Balai Kartini,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan tembakau pada dasarnya merupakan penyebab kematian yang dapat dihindari. Namun, kecanduan dalam merokok masih belum bisa lepas dari masyarakat di dunia.

Lebih terperinci

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu, BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi segenap bangsa Indonesia sesuai dengan

Lebih terperinci

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN Pertimbangan disusunnya PP No.19 tahun 2003 : a. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. WHO mencatat jumlah

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

ROKOK : KEMUBAZIRAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI KALANGAN SANTRI. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng

ROKOK : KEMUBAZIRAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI KALANGAN SANTRI. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng ROKOK : KEMUBAZIRAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI KALANGAN SANTRI Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng Data global mencatat bahwa 6 juta orang meninggal dunia tiap tahun akibat penyakit terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya menyebabkan ketergantungan yang menjerat konsumennya tanpa pandang status sosial ekonomi penggunanya. Konsumen rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita temui di kehidupan sekitar kita. Merokok sudah menjadi salah satu budaya dan trend di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah perokok dari tahun ketahun mengalami peningkatan, baik laki-laki, perempuan. Usia perokok juga bervariasi dari yang dewasa sampai remaja bahkan anak dibawah umur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan faktor resiko utama berbagai penyakit tidak menular, bahkan sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok. Merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah angka perokok di dunia terbilang sangat besar. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di dunia hampir 1 miliar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu ancaman terbesar masalah kesehatan didunia, bisa menyebabkan kematian sekitar 6 juta penduduk per tahun. Lebih dari 5 juta kematian akibat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN ( Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 81 Tahun 1999 tanggal 5 Oktober 1999 ) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara mengkonsumsinya), karena produk ini memberikan kepuasan kepada konsumen melalui asap (hasil pembakaran

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1) BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tembakau diperkirakan sudah digunakan sejak 100 tahun sebelum masehi oleh suku Aborigin di Amerika (Geiss 2007). Kemudian ketika, Columbus mendarat di benua Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah perokok terus bertambah, khususnya di negaranegara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok telah lama dikenal oleh masyakarat Indonesia dan dunia dan jumlah perokok semakin terus bertambah dari waktu ke waktu. The Tobacco Atlas 2009 mencatat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah i Rokok merupakan kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat Bahkan, dewasa ini sejumlah remaja, sudah mulai menghisap lintingan tembakau yang disebut rokok

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PETA JALAN PENGENDALIAN DAMPAK KONSUMSI ROKOK BAGI KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PETA JALAN PENGENDALIAN DAMPAK KONSUMSI ROKOK BAGI KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PETA JALAN PENGENDALIAN DAMPAK KONSUMSI ROKOK BAGI KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah serta masyarakat umum. Salah satu masalah yang sangat umum sekarang adalah meningkatnya

Lebih terperinci

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi rokok merupakan salah satu epidemi terbesar dari berbagai masalah kesehatan masyarakat di dunia yang pernah dihadapi, membunuh sekitar 6 juta orang setiap tahunnya.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan suatu hal yang tabu untuk ditinggalkan meski menimbulkan dampak serius bagi kesehatan. Peneliti sering menjumpai orang merokok di rumah, tempat umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok sudah menjadi kebudayaan di masyarakat sehingga kegiatan merokok ini dapat kita jumpai di banyak tempat. Padahal sebagian besar masyarakat sudah mengatahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 miliar yang terdiri dari 47% pria, 12% wanita dan 41% anak-anak (Wahyono, 2010). Pada tahun 2030, jumlah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk

1. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk Tahun 2013 dengan besaran rata-rata sekitar 8,5 persen atau mulai Rp 5,00 sampai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang paling sering di jumpai di kalangan masyarakat. Kebiasaan merokok masyarakat dapat dijumpai di berbagai tempat seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan

Lebih terperinci

Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur

Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur Gambaran Perilaku Merokok pada masyarakat di Kabupaten Purwakarta: Suatu Kajian Literatur Dewi Susanti 1,2, Deni K Sunjaya 1,3, Insi Farisa Desy Arya 1,3 1 Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu dari sekian banyaknya masalah kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian. Hampir semua orang tahu

Lebih terperinci

Deni Wahyudi Kurniawan

Deni Wahyudi Kurniawan Dukungan Masyarakat Indonesia Terhadap Kebijakan Pengendalian Tembakau dan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO-FCTC) Deni Wahyudi Kurniawan Disampaikan Pada Simposium

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular dan penyakit tidak menular masih memiliki angka prevalensi yang harus diperhitungkan. Beban ganda kesehatan menjadi permasalahan kesehatan bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan rokok di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan kegiatan membakar tembakau kemudian asapnya dihisap. Kecanduan rokok banyak terjadi pada usia remaja. Remaja adalah masa transisi antara masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu penyumbang kematian terbesar di dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 juta kematian yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat Indonesia. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di masyarakat. Masalah rokok juga masih menjadi masalah nasional yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Rokok oleh sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK ROKOK TERHADAP KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK ROKOK TERHADAP KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 1 (15/7/2010) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK ROKOK TERHADAP KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang menyatakan

Lebih terperinci

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN Disusun Oleh : MOHD ABI RAFDI 21040111130028 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Rokok adalah silinder dari kertas berukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MEROKOK 1. Pengertian Merokok adalah suatu bahaya untuk jantung kita. Asap rokok mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam sel darah merah. Merokok dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan

Lebih terperinci

Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia. Oleh Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia. Oleh Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia Oleh Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Masalah Merokok di Indonesia Situasi Terkini Penyakit Terkait Rokok di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus bangsa yang dibutuhkan negara dan suatu bentuk investasi negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR R.I No. IVMPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek

BAB I PENDAHULUAN. Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek psikologis dan gejala sosial, baik dalam lingkungan berpendidikan tinggi maupun pada orang-orang yang berpendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan masalah yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan dapat menyebabkan kematian baik bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rokok sudah dikenal manusia sejak 1.000 tahun sebelum Masehi. Sejak setengah abad yang lalu telah diketahui bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan pada perokok itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) tetapi juga pada orang yang tidak merokok yang berada di sekitar para perokok (perokok pasif).

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia yang berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan masalah yang kompleks. Merokok tidak saja berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan masalah yang kompleks. Merokok tidak saja berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Konsumsi rokok di dunia Merokok merupakan masalah yang kompleks. Merokok tidak saja berhubungan dengan aspek kesehatan, namun juga aspek ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Merokok merupakan kebiasaan buruk yang menjadi masalah seluruh dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Di negara-negara yang maju kebiasaan merokok telah jauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah rokok merupakan pembicaraan yang selalu berkembang di dunia. Dari tahun ke tahun prevalensi perokok di dunia semakin meningkat. Jumlah perokok saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia. Mackay & Eriksen (2002) menyebutkan bahwa kematian akibat penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu yang mengalami

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. WHO memperkirakan tiap

BAB I. PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. WHO memperkirakan tiap BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan faktor risiko terbesar yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. WHO memperkirakan tiap tahunnya merokok menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan suatu masalah di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan banyak kerugian baik dari segi sosial ekonomi maupun kesehatan bahkan kematian (Kementrian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku adalah aktifitas nyata dan bisa dilihat dari setiap orang. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya. Rokok pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 penyakit yang berkaitan dengan tembakau/rokok akan menjadi masalah kesehatan utama terbesar dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja dalam perkembangannya sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Salah satu perilaku tidak sehat oleh remaja yang dipengaruhi oleh lingkungan adalah merokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari beberapa sudut pandang perilaku merokok sangatlah negatif karena perilaku tersebut merugikan, baik untuk diri individu itu sendiri maupun bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan di bidang perekonomian memiliki tujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan tersebut berlaku bagi masyarakat kelas ekonomi bawah dan kelas ekonomi atas. Kebiasaan merokok

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008 BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008 Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijasah S1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok sudah meluas pada hampir semua kelompok masyarakat di dunia. Semakin banyaknya orang yang mengonsumsi rokok telah menjadi masalah yang cukup serius.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang paling sering di jumpai di kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek.

BAB I PENDAHULUAN. berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat lebih dari 100 produsen rokok, dimana kebanyakan berskala menengah dan kecil (home industry) dan memproduksi rokok kretek. Produsen rokok yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan sebuah fenomena biasa yang terjadi dalam masyarakat Indonesia. Keyakinan akan mitos menyesatkan bagi masyarakat Indonesia, seperti merokok bisa memecahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. Merokok itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang layak dan kesejahteraan penduduk merupakan tujuan pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN Disampaikan dalam rangka menjadi pembicara pada Diskusi Panel kenaikan cukai dan harga rokok sebagai Instumen pengendalian tembakau

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci