PT PRIM ACITRA PERDANA MELAWAN PT ASURANSI AXA INDONESIA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PT PRIM ACITRA PERDANA MELAWAN PT ASURANSI AXA INDONESIA)"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM TERTANGGUNG DALAM PEMBATALAN POLIS YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NOMOR 534/ Pdt.G/ 2011/ PN. Jkt-Sel ANTARA PT PRIM ACITRA PERDANA MELAWAN PT ASURANSI AXA INDONESIA) Siti Irniarti Pratiwi Abstrak Polis adalah akta perjanjian dalam asuransi, polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Hal ini telah menimbulkan banyak ketidakpuasan terhadap pihak tertanggung, dimana selama ini tertanggung selalu berada di pihak yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit sengketa mengenai asuransi yang telah diajukan, seperti pihak penanggung membatalkan polis ditengah-tengah masa periode yang masih berlangsung. Membahas mengenai masalah pembatalan terhadap polis, di dalam praktek kegiatan asuransi memang biasanya selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata. Dalam skripsi ini dapat dilihat bagaimana Penulis mencoba meneliti kembali hukum perikatan secara teoritis khususnya yang berkaitan dengan pangkal sengketa mengenai pembatalan polis dalam hukum yang dijadikan dasar serta alasan gugatan, serta Penulis mengharapkan agar nantinya perusahaan asuransi dapat memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya terhadap pihak tertanggung. Penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan, dimana bahan penelitian berasal dari bahan bacaan yang dapat memberikan gambaran umum dan pengetahuan mengenai topik yang dibahas. Kata kunci: Pembatalan polis

2 Pendahuluan Seperti yang telah kita ketahui, bahwa manusia di dalam kehidupannya sering kali mengalami kejadian yang tidak pasti, yakni peristiwa-peristiwa yang membawa keuntungan, maupun sebaliknya yakni peristiwa-peristiwa yang membawa kerugian, misalnya seseorang mengalami kecelakaan, kebakaran rumah, sakit, meninggal dunia, dan peristiwa-peristiwa lain yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Lebih lanjut dari pengertian di atas, kemungkinan menderita kerugian dimaksud dengan resiko. Secara sederhana, resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan menderita suatu kerugian. 1 Dengan kata lain, dalam hidup manusia selalu menghadapi resiko. Namun, manusia selaku ciptaan Tuhan dilengkapi dengan akal budi beserta kemampuan yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu manusia tidak akan menyerah terhadap resiko yang menghadang di dalam menjalani kehidupannya. Resiko bagaimanapun kecilnya tetap menimbulkan kerugian, maka ada beberapa cara untuk mengatasi resiko yaitu dengan jalan 2 : a. Menghindari resiko b. Mencegah resiko c. Menahan resiko d. Memindahkan resiko Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan resiko mempunyai kegunaan yang sangat bermanfaat, mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa tentram sebab mendapat perlindungan dari kemungkinan tertimpa kerugian, karena resiko akan tertimpa kerugian telah dialihkan kepada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Dengan adanya kegunaan positif tersebut maka keberadaan asuransi perlu dipertahankan dan dikembangkan. Namun untuk mengembangkan usaha perasuransian banyak faktor yang perlu diperhatikan antara lain : peraturan perundang-undangan yang memadai, kesadaran masyarakat, kejujuran para pihak, pelayanan yang baik, tingkat pendapatan masyarakat, kejujuran para pihak, 1 Man Suparman Sastrawidjaya, Aspek-aspek Hukum Asuransi, dan Surat Berharga, cet.2, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hal Tarsisi Tamuji, Wawasan Perasuransian (Semarang; IKIP Press 1990), hal.5.

3 pemahaman akan kegunaan asuransi serta pemahaman yang baik terhadap ketentuan perundang-undangan yang terkait. 3 Asuransi sangat erat kaitannya dengan perjanjian. Namun perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri-ciri khusus, yakni antrara lain : 4 a) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletair, dan bukan perjanjian kommutatif Maksudnya adalah bahwa prestasi dari Penanggung untuk memberikan ganti rugi atau sejumlah uang kepada Tertanggung diganti kepada peristiwa yang belum pasti terjadi. Dengan demikian terdapat kesenjangan waktu diantara prestasi tertanggung membayar premi dengan haknya mendapat ganti rugi dari penanggung. b) Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhui. Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak memaksa penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhinya syarat-syarat. c) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa perjanjian dimaksud menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti kerugian apabila tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu hal apapun. d) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), maksudnya ialah bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi itulah yang nantinya akan diganti oleh penanggung. e) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung atau perusahaan asuransi sendiri, dan 3 Man Suparman Sastrawidjaya dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Deposito Asuransi Usaha Perasuransian, cet. 3, (Bandung : PT.Alumni, 2004), hal.1. 4 Ibid., hal. 7-8.

4 bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian besar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung. f) Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat itikad baik yang sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai atau negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi. Melihat sifat dan ciri-ciri khusus perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), mengakibatkan sering kali pihak tertanggung menjadi pihak yang dipermainkan oleh pihak Penanggung sebagai pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat. Sebagai contoh adalah pada prakteknya pihak tertanggung harus mengikuti kemauan dari pihak penanggung berdasarkan perjanjian yang tertuang dalam polis yang telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak Penanggung, tanpa memberi kesempatan kepada pihak tertanggung untuk mengubahnya. Sehinggga dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi biasanya menerapkan prinsip take it or leave it. Perjanjian tertulis asuransi tertuang dalam polis. Polis adalah suatu istilah yang digunakan dalam perjanjian asuransi. Dengan kata lain, polis adalah akta perjanjian dalam asuransi. Polis biasanya memuat uraian yang sangat banyak dan rinci pada bagian resiko yang dipertanggungkan karena klausul tersebut merupakan ruang lingkup pertanggungan yang menjadi kewajiban penanggung dan menjadi dasar perhitungan premi yang menjadi kewajiban tertanggung. Selain bagian resiko yang dipertanggungkan tersebut, bagian dari polis yang memuat klausul yang banyak dan rinci biasanya yang menyangkut prosedur. Misalnya klausul tentang prosedur

5 pembayaran dan penerimaan premi, prosedur pengajuan dan pembayaran klaim, dan prosedur penyelesaian sengketa. 5 Melihat penjelasan di atas, maka lahirlah perikatan yang bersumber dari perjanjian yang tertuang dalam perjanjian tertulis (polis) antara pihak penanggung dan pihak tertanggung dalam kegiatan asuransi. Perikatan didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 6 Dalam kegiatan asuransi hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pihak tertanggung yang sepakat untuk mengalihkan resikonya kepada penanggung dan membayar sejumlah uang kepada penanggung sebagai premi atas pengalihan resiko tersebut, sedangkan pihak penanggung sepakat untuk membayar atau membiayai kerugian yang mungkin akan dialami oleh tertanggung pada saat terjadi resiko. Polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 7 Dalam klausula baku isi perjanjian sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu take it or leave it, perjanjian baku yang terwujud dalam polis, tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya. 8 Hal ini telah menimbulkan banyak ketidakpuasan terhadap pihak tertanggung, dimana selama ini tertanggung selalu berada di pihak yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit sengketa mengenai asuransi yang telah diajukan, baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Tidak hanya sampai disitu, dalam kegiatan asuransi, seringkali tertanggung mengalami kesulitan pengurusan klaim, bahkan penanggung mangkir untuk membayar klaim asuransi yang telah disepakati dalam polis, dengan cara membatalkan polis ditengah-tengah masa periode yang masih berlangsung, hal itu jelas dirasa merugikan tertanggung sebagai pihak konsumen dalam dunia asuransi. Hal-hal yang merugikan tertanggung dikhawatirkan 5 Kornelius Simanjuntak, Brian Amy Prasetyo, Myra R.B Setiawan, Hukum Asuransi, cet. 1, (Depok: Kampus UI, 2011), hal Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 8, (Jakarta: Intermasa, 2001), hal.1. 7 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal Ibid., hal. 118.

6 dapat mengurangi rasa kepercayaan masyarakat untuk mengalihkan resiko mereka pada perusahaan asuransi, karena dianggap hanya membuang-buang uang. Untuk menghindari berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan Asuransi, maka terdapat ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi dalam hubungannya dengan perlindungan bagi pihak tertanggung yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUHPER), Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD), ketentuan dalam praktek asuransi seperti yang dapat dipelajari dalam polis. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam polis yang telah disebutkan diatas dapat dipergunakan oleh pemegang polis dalam mempertahankan hak-haknya pada suatu perjanjian asuransi. 9 Pada kesempatan kali ini, Penulis ingin membahas mengenai masalah pembatalan terhadap polis, berhubungan dengan hal pembatalan polis tersebut, di dalam praktek kegiatan asuransi memang biasanya selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, berarti polis merupakan salah satu perjanjian yang telah melakukan pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata. Pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata ini dilakukan karena proses pembatalan yang ditempuh melalui pengadilan akan membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga hal ini tidak efisien bagi para pelaku bisnis. 10 Melalui studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 534/ Pdt.G/ 2011/ PN. Jkt- Sel antara PT Prima Citra Perdana Melawan PT Asuransi AXA Indonesia mengenai putusan perbuatan melawan hukum atas pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia selaku Penanggung, yang menggambarkan bahwa kedua belah pihak yakni pihak penanggung (PT Asuransi AXA Indonesia) dan pihak tertanggung (PT Prima Citra Perdana) sama-sama mengikatkan diri dalam perjanjian asuransi yakni perjanjian asuransi heavy equipment dan asuransi kendaraan bermotor, namun terdapat permasalahan ditengah berjalannya masa periode kegiatan asuransi tersebut, pihak penanggung yakni PT Asuransi AXA Indonesia melakukan pembatalan polis secara sepihak terhadap pihak tertanggung yakni PT Prima Citra Perdana, sehingga menyebabkan PT Prima Citra Perdana merasakan dirugikan. Atas kerugiannya tersebut, maka PT Prima Citra Perdana mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan bahwa pembatalan yang 9 Sastrawidjaya, op, cit., hal Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori, dan Analisa Kasus, cet.1, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 63.

7 dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak dimintakan pada hakim sesuai dengan apa yang tercantum dalam pasal 1266 KUHPerdata. Penulis mencoba meneliti kembali hukum perikatan secara teoritis khususnya yang berkaitan dengan pangkal sengketa dalam hukum yang dijadikan dasar serta alasan gugatan, serta Penulis mengharapkan agar nantinya perusahaan asuransi dapat memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya terhadap pihak tertanggung, sehingga kegiatan asuransi ke depannya mendapat kepercayaan masyarakat sepenuhnya sebagai lembaga untuk mengalihkan resiko dalam kehidupan. Pembahasan Polis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk akta perjanjian asuransi. Polis sebagai suatu akta yang formalitasnya diatur di dalam undang-undang, mempunyai arti yang sangat penting pada perjanjian asuransi, baik di tahap awal, selama perjanjian berlaku dan dalam masa pelaksanaan perjanjian. 11 Jadi polis tetap mempunyai arti yang sangat penting di dalam perjanjian asuransi, meskipun bukan merupakan syarat bagi sahnya perjanjian, karena polis merupakan satu-satunya alat bukti bagi tertanggung terhadap penanggung. 12 Pada dasarnya setiap polis terdiri dari 4 bagian, yaitu : Deklarasi, merupakan bagian yang berisikan keterangan-keterangan yang tertanggung berikan kepada penanggung, yaitu identitas, nilai barang yang bersangkutan, dan isinya. 2. Klausula pertanggungan, merupakan bagian yang ditentukan oleh penanggung dimana bagian ini disebutkan resiko-resiko apa saja yang akan dipertanggungkan nantinya, syarat-syarat yang diminta oleh penanggung, serta jumalah uang pertanggungan. 3. Pengecualian-pengecualian, pada bagian ini berisikan ketentuan mengenai kerugian yang dikecualikan oleh penanggung. 4. Kondisi-kondisi, pada bagian ini dijelaskan mengenai apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak, seperti pembayaran premi, ganti rugi yang diberikan, subrogasi, pengembalian premi (restorno). 11 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet.4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal Ibid. 13 YE Kaihatu, Asuransi Kebakaran, hal 37.

8 Namun perlu diingat, karena polis asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat Penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung atau perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian besar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung. Dalam praktek kegiatan asuransi, biasanya perusahaan-perusahaan asuransi menggunakan formulir polis mereka sendiri-sendiri dan mengisinya menurut kepentingan keadaannya atau memakai standar polis yang bersifat internasional yang telah tersedia. 14 Atau dengan kata lain polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 15 Walaupun di dalam klausula baku, isi perjanjian sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu "take it or leave it", perjanjian baku yang terwujud dalam polis, tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya. 16 Polis merupakan suatu bukti yang sempurna bahwa telah ditutupnya perjanjian asuransi antara pihak penanggung dan tertanggung, maka erat kaitannya polis tersebut dengan perjanjian yang ketentuan peraturannya terdapat dalam KUHPerdata. Perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak pembuatnya (pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata), artinya pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Suatu asas penting dalam hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak yang ditentukan dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yaitu semua perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. 14 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, cet.5, (Surabaya: Usana Offset, 1982), hal Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal Ibid., hal. 118.

9 Dengan menekankan kata perkataan semua, maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan bagi masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. 17 Sehingga jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian yang ia buat, maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang. 18 Oleh karena itu sistem hukum perjanjian dinamakan sistem terbuka. Melihat penjelasan diatas, maka dalam kegiatan asuransi, dapat dikatakan bahwa polis merupakan suatu undang-undang bagi pihak tertanggung dan pihak penanggung. Sehingga masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang tertera dalam polis. Berhubungan dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut, maka polis dalam kegiatan asuransi dianggap merupakan undang-undang yang bersifat khusus atau dalam istilah hukum biasa dikenal dengan asas lex specialist derogat legi generali. Pengertian dari asas lex spesialist derogat legi generali yakni undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan pemberlakuan undang-undang yang bersifat umum, artinya apabila ada dua undangundang yang mengatur hal yang sama dengan isinya yang saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang khusus mengatur tersebut. 19 Selain itu, polis juga merupakan suatu bukti perikatan yang salah satu ketentuannya, memuat ketentuan syarat batal di dalamnya, sehingga dapat dikatakan bahwa polis merupakan suatu perikatan syarat batal, yakni perikatan yang sudah lahir justru berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Dalam prakteknya syarat batal ini sering dicantumkan dalam klausul yang mengatur tentang kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian beserta penyebab dan konsekuensinya bagi para pihak. Sehingga dengan kata lain, dengan terdapatnya syarat batal dalam polis, maka polis menganut pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata juga sangat sering dicantumkan dalam perjanjian untuk mengatur pemutusan perjanjian. Ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata bukanlah keharusan, orang dapat 17 Tim Pengajar Pengantar Hukum Indonesia, Buku Ajar Pengantar Hukum Indonesia, (Depok: Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 2008), hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, cet.3, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, cet.1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal.60.

10 menolak ketentuan itu dalam perjanjian, khusus untuk menghindari mereka terpaksa pergi ke pengadilan untuk meminta pembatalan suatu perjanjian. 20 Karena suatu keputusan pengadilan memerlukan waktu yang lama, mereka memilih melepaskan ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, yang keduanya bukanlah ketentuan undan-undang yang mengandung keharusan. Pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian (terminasi) dapat dilakukan dengan penyebutan alasan pemutusan perjanjian, dalam hal ini, dalam perjanjian diperinci alasan-alasan sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutus perjanjian. Maka dalam hal ini tidak semua wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak memutuskan perjanjiannya, tetapi hanya wanprestasi yang disebutkan dalam perjanjian saja. Cara lain pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian yakni kesepakatan kedua belah pihak. Sebenarnya hal ini hanya penegasan saja, karena tanpa penyebutan tentang hal tersebut, demi hukum, perjanjian dapat di terminasi jika disetujui oleh kedua belah pihak. Ketentuan perlindungan bagi pemegang polis terdapat dalam KUHD, KUHPerdata. KUHD sebagai sebagai sumber pengaturan dalam kegiatan asuransi telah mencantumkan ketentuan perlindungan bagi pihak tertanggung (pemegang polis), namun ketentuan perlindungan bagi pihak tertanggung dalam hal terjadinya pembatalan dalam polis, KUHD sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai hal tersebut. Hal pembatalan polis ini hanya diatur dalam pasal 254 KUHD, yakni mengenai terjadinya pembatalan polis dilakukan untuk mencegah perjanjian asuransi tidak menjadi perjudian. KUHPerdata sebagai ketentuan yang melengkapi KUHD, lebih spesifik mengatur mengenai perlindungan bagi pemegang polis dalam hal terjadi pembatalan. KUHPerdata mengatur bahwa jika terdapat kesesatan, paksaan dan penipuan dari penanggung atau dengan kata lain tidak memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian asuransi kepada pengadilan. Selain itu, terdapat juga ketentuan pembatalan mengenai dapat dimintakannya pembatalan perjanjian ke muka hakim berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata jika terjadi keterlambatan pembayaran premi. Namun untuk pengaturan perlindungan tertanggung dalam hal pembatalan yang dilakukan oleh penanggung akibat loss ratio, tidak dibayarnya klaim, dll tidak terdapat di dalam KUHPerdata. 20 Tan Thong Kie, op.cit., hal. 380.

11 Dalam memahami adanya pembatalan polis yang dilakukan oleh penanggung, maka terdapat suatu studi kasus yakni Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.534/Pdt.G/2011/ PN.Jkt-Sel yang akan dianalisa berdasarkan teori perikatan dalam KUHPerdata. Duduk Perkara Perkara bermula dari perjanjian asuransi yang diadakan oleh pihak PT Prima Citra Perdana dan pihak PT Asuransi AXA Indonesia. PT Prima Citra Perdana merupakan badan usaha yang bergerak di bidang kontraktor tambang yang lokasi kegiatan usahanya berada diseluruh wilayah negara Indonesia, sehingga untuk melaksanakan kegiatan usahanya tersebut, PT Prima Citra Perdana dilengkapi dengan alat-alat industri dan angkutan. Oleh karena itu, untuk menunjang kelancaran dalam melakukan kegiatan usaha tersebut, PT Prima Citra Perdana melindungi harta bendanya dengan jasa asuransi. Setelah melakukan negosiasi dengan perusahaan asuransi, yakni PT Asuransi AXA Indonesia untuk dilakukan penutupan asuransi, terjadilah kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut, sehingga mereka mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian asuransi, dimana dalam perjanjian tersebut PT Prima Citra Perdana bertindak sebagai tertanggung dan PT Asuransi AXA Indonesia bertindak sebagai penanggung. Perjanjian asuransi tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu perjanjian asuransi heavy equipment dan perjanjian asuransi untuk kendaraan bermotor. Perjanjian-perjanjian asuransi tersebut terdiri dari beberapa nomor polis beserta masa periodenya, yakni : A. Polis-polis untuk asuransi heavy equipment No. Polis Masa Periode PEG Juli Juli 2011 PEG Juli Juli 2011 PEG Juli Juli 2011 PEG Agustus Agustus 2011 PEG Agustus Agustus 2011 PEG September September 2011 B. Polis-polis untuk asuransi kendaraan bermotor

12 No. Polis Masa Periode VPX Juli Juli 2011 VPX Agustus Agustus 2011 VPX November November 2011 VPX Februari Februari 2011 VPX Desember Desember 2011 VPX Agustus Agustus 2011 VPX November November 2011 Dengan tercapainya kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam perjanjian asuransi tersebut, PT Prima Citra Perdana mempunyai kewajiban untuk membayar premi dan PT Asuransi AXA Indonesia mempunyai kewajiban untuk membayar penggantian kerugian dalam masa periode pertanggungan sesuai dengan jumlah pertanggungan yang tercantum dalam polis. Berdasarkan hal tersebut, maka seluruh polis tersebut menjadi sah dan mengikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 1313 KUHPerdata dan pasal 246 KUHD. Namun, pada tanggal 20 Januari 2011, pihak penanggung (PT Asuransi AXA Indonesia) yang diwakili oleh Gracia Shirley selaku Vice President Sales and Distribution Dept menyampaikan secara lisan kepada pihak tertanggung (PT Prima Citra Perdana rencana pihak penanggung untuk membatalkan polis-polis asuransi heavy equipment yang belum berakhir masa periodenya dengan alasan rasio dari total kerugian yang diklaim melebihi premi asuransi yang telah dibayar. Pihak tertanggung pada waktu itu menolak rencana pembatalan tersebut karena pada kenyataannya klaim yang diajukan pihak tertanggung belum melebihi total kerugian yang diklaim dari jumlah pertanggungan (nilai pertanggungan maksimal hingga $ ,00 USD dan Rp serta ,00) dan alasan tersebut tidak dibenarkan dalam prinsip bisnis dan hukum, serta pembatalan itu menunjukkan itikad buruk dari pihak penanggung karena berusaha mangkir dari kewajiban penggantian kerugian dalam kegiatan asuransi. Kemudian, pihak penanggung mengalihkan sisa masa periode polis tersebut kepada perusahaan asuransi lain yaitu PT Asuransi Indrapura, namun pengalihan tanggung jawab tersebut tidak disertai dengan premi yang telah dibayar oleh pihak tertanggung, sehingga pihak tertanggung tidak dapat mengajukan klaim terhadap PT

13 Asuransi Indrapura. Akibat dari kesalahan dan itikad tidak baik dari PT Asuransi AXA Indonesia tersebut, PT Prima Citra Perdana menanggapi dengan keberatannya, sehingga PT Asuransi AXA Indonesia kembali menjalankan tanggung jawabnya sebagai penanggung atas sisa waktu tanggungan dari pihak PT Prima Citra Perdana. Pada tanggal 19 April 2011 PT Asuransi AXA Indonesia kembali mengeluarkan surat yang pada pokoknya berisi pembatalan seluruh polis. Terhadap perjanjian asuransi heavy equipment dengan alasan loss ratio dan frekuensi kecelakaan yang tinggi, sedangkan terhadap perjanjian asuransi kendaraan bermotor dengan alasan tidak dilengkapi dengan STNK dan BPKB, dimana masa periode semua perjanjian asuransi tersebut belum berakhir. Menanggapi surat pembatalan yang dikeluarkan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tersebut, PT Prima Cita Perdana mengajukan keberatan dan somasi pada tanggal 25 Mei 2011, karena alasan yang diajukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak masuk akal dan mengada-ada. Sebab alasan pada pembatalan polis asuransi heavy equipment adalah bahwa yang dimaksud dengan loss ratio oleh PT Asuransi AXA Indonesia adalah nilai premi asuransi yang dibayarkan berbanding dengan nilai kerugian yang diklaim dan tidak berdasarkan dengan nilai pertanggungan. Sedangkan pada perjanjian asuransi kendaraan bermotor bahwa tidak memiliki STNK dan BPKB merupakan alasan yang tidak masuk akal, karena pada awal perjanjian polis, pihak PT Asuransi AXA Indonesia seharusnya telah melakukan inspeksi (proses underwriting) secara menyeluruh terhadap kendaraan bermotor yang diasuransikan untuk menghindari munculnya hal-hal yang merugikan dikemudian hari. Akan tetapi, PT Asuransi AXA Indonesia tetap melaksanakan pembatalan polis tersebut secara sepihak. PT Prima Citra Perdana sangat merasa dirugikan dengan adanya tindakan pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia, karena PT Prima Citra Perdana beranggapan bahwa pembatalan polis yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak berdasarkan alasan atau syarat yang ditentukan dalam perjanjian sebagai isyarat pembatalan perjanjian dan PT Prima Citra Perdana juga selalu memenuhi kewajibannya yakni membayar premi. Pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia, karena pihaknya menganggap bahwa hukum pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia diatur dalam kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery (polis asuransi heavy equipment) dan dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor diatur dalam pasal 27 ayat (1).

14 Kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery menyatakan : "This policy may be terminated at the request of the insured at any time in which case the insurers will retain the customary short-period rate for the time this policy has been in force. This policy may equally be terminated at the oprion of the insurerd by seven days notice to the effect being given to the insured which case the insurers will be liable to repay on demand a rateable proportion of the premium for the unexpired term form the date of cancellation less any reasonable inspection charges the insurers may have incurred." Sementara pasal 27 ayat (1) Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia menyatakan : "Selain dari hal-hal yang diatur pada pasal 6 ayat (2), penanggung dan tertanggung masing-masing berhak setiap waktu menghentikan pertanggungan ini dengan memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian dimaksud dilakukan secara tertulis melalui surat tercatat oleh pihak yang menghendaki pengehntian pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir yang diketahui. Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan polis ini, 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal pengiriman surat tercatatnya untuk pemberitahuan tersebut." Maka dengan adanya ketentuan tersebut dalam polis, pihak PT Asuransi AXA Indonesia merasa berhak untuk memutus perjanjian dengan pihak PT Prima Citra Perdana. Sedangkan dengan adanya pembatalan perjanjian sepihak tersebut, pihak PT Prima Citra Perdana merasa sangat dirugikan. Karena dengan adanya tindakan pembatalan polis yang dilakukan oleh pihak PT Asuransi AXA Indonesia, pihak PT Prima Citra Perdana telah kehilangan haknya atas sisa masa periode asuransi yang belum dijalani, dimana seharusnya pihak PT Prima Citra Perdana dapat mengajukan klaim atas sesuatu kerugian yang disebabkan oleh hal-hal yang tak tentu, apalagi menurut pihak PT Prima Citra Perdana, alasan pembatalan polis yang diajukan oleh pihak PT Asuransi AXA Indonesia yakni untuk polis heavy equipment adalah loss ratio dan frekuensi kecelakaan yang tinggi serta untuk polis kendaraan bermotor adalah tidak adanya STNK dan BPKB menunjukkan adanya itikad buruk sebagaimana yang telah dijelaskan secara singkat diatas. Dalam gugatannya, PT Prima Citra Mandiri mendasarkan gugatannya pada perbuatan melawan hukum atas serangkaian tindakan pihak PT Asuransi AXA

15 Indonesia yang melakukan pembatalan polis secara sepihak dengan tidak mengacu pada pasal 1266 KUHPerdata. Analisa : Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap kasus tersebut memutuskan bahwa pihak PT Asuransi AXA Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang didasarkan karena pembatalan polis asuransi yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak berdasarkan alasan atau syarat sebagaimana yang telah ditentukan dalam syarat batalnya perjanjian pada pasal 1266 KUHPerdata. Menurut pasal 1266 KUHPerdata, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat supaya pembatalan itu dapat dilakukan. Tiga syarat itu adalah : a) Perjanjian bersifat timbal balik; b) Harus ada wanprestasi; c) Harus dengan putusan hakim. Dalam kasus, dengan adanya polis, kedua belah pihak harus taat terhadap polis, karena polis merupakan wujud dari ketentuan-ketentuan yang telah mereka sepakati dalam melaksanakan kegiatan asuransi, sehingga mereka harus menaati ketentuan yang tercantum seperti undang-undang, sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, jika terdapat pembatalan yang dilakukan oleh salah satu pihak baik itu pihak penanggung maupun tertanggung maka harus sesuai atau mengikuti ketentuan yang terdapat dalam polis. Polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 21 Dalam klausula baku isi perjanjian sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu take it or leave it, perjanjian baku yang terwujud dalam polis, tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya. 22 Polis merupakan suatu bukti yang sempurna bahwa telah ditutupnya perjanjian asuransi antara pihak penanggung dan tertanggung, maka erat kaitannya polis tersebut dengan perjanjian yang ketentuan peraturannya terdapat 21 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal Ibid., hal. 118.

16 dalam KUHPerdata. Perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihakpihak pembuatnya (pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata), artinya pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang atau yang biasa kita sebut dengan asas pacta sunt servanda. Dengan menekankan kata perkataan semua, maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan bagi masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. 23 Sehingga jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian yang ia buat, maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang. 24 Oleh karena itu sistem hukum perjanjian dinamakan sistem terbuka. Dalam kegiatan asuransi, dapat dikatakan bahwa polis merupakan suatu undang-undang bagi pihak tertanggung dan pihak penanggung. Sehingga masingmasing pihak mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang tertera dalam polis. Berhubungan dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut, maka polis dalam kegiatan asuransi dianggap merupakan undang-undang yang bersifat khusus atau dalam istilah hukum biasa dikenal dengan asas lex specialist derogat legi generali. Pengertian dari asas lex spesialist derogat legi generali yakni undangundang yang bersifat khusus mengenyampingkan pemberlakuan undang-undang yang bersifat umum, artinya apabila ada dua undang-undang yang mengatur hal yang sama dengan isinya yang saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undangundang yang khusus mengatur tersebut. 25 Di dalam praktek kegiatan asuransi selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, karena jika meminta pembatalan polis berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, maka setiap dilakukan pembatalan, maka setiap kali itulah penanggung harus menghadap ke muka hakim. 26 Untuk mencegah itu maka di dalam praktek dipakailah suatu klausula dalam ketentuan polis yang berisikan bahwa berarti polis merupakan salah satu perjanjian yang telah melakukan pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata. Pengenyampingan 23 Tim Pengajar Pengantar Hukum Indonesia, op.cit., hal Muhammad, op.cit., hal Mas, op.cit., hal Simanjuntak, op.cit., hal.41

17 pasal 1266 KUHPerdata juga sangat sering dicantumkan dalam perjanjian untuk mengatur pemutusan perjanjian. Pengenyampingan pasal ini mempunyai makna bahwa jika para pihak ingin memutuskan perjanjian mereka, maka para pihak tidak perlu harus menempuh prosedur pengadilan, tetapi dapat diputus langsung oleh para pihak. Pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata ini sendiri sebenarnya masih merupakan kontroversi diantara para ahli hukum maupun praktisi. beberapa alasan yang mendukung pendapat ini, misalnya pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi para pembuatnya, sehingga pengeyampingan pasal 1266 KUHPerdata ini harus ditaati oleh kedua belah pihak, ditambah lagi bahwa jalan yang ditempuh melalui pengadilan akan membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga hal ini tidak efisien bagi para pelaku bisnis. 27 Selain itu, menurut pendapat Tan Thong Kie, ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata bukanlah keharusan, orang dapat menolak ketentuan itu dalam perjanjian, khusus untuk menghindari mereka terpaksa pergi ke pengadilan untuk meminta pembatalan suatu perjanjian. 28 Dalam suatu perjanjian timbal balik, dengan atau tanpa syarat batal di dalamnya, dicantumkan bahwa para pihak melepaskan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, Inilah yang tidak dapat diterima orang, karena suatu keputusan pengadilan memerlukan waktu yang lama, mereka memilih melepaskan ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, yang keduanya bukanlah ketentuan undan-undang yang mengandung keharusan. Pelepasan pasal itu menyebabkan bahwa para pihak, dengan waktu yang ditetapkan, setuju bahwa perjanjian yang telah disepakati sebelumnya sudah batal. 29 Dengan adanya pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata dalam polis, maka dipakailah suatu klausula dalam ketentuan polis yang berisikan mengenai syarat atas pembatalan polis. Walupun dengan adanya ketentuan pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata dirasa merugikan pihak tertanggung, namun sudah seharusnya kita mematuhi apa yang telah dicantumkan dalam perjanjian sebagai ketentuan yang harus ditaati oleh kedua belah pihak berdasarkan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Ketentuan pembatalan yang terdapat dalam polis asuransi heavy equipment yang tercantum dalam kondisi 5, kondisi 8 poin (a), dan kondisi 9 Polis Asuransi 27 Suharnoko, op.cit., hal Tan Thong Kie, op.cit.,hal Ibid.

18 Contractors Plant and Machinery (polis asuransi heavy equipment) serta ketentuan dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor diatur dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 10, dan pasal 27 ayat (1) merupakan suatu bentuk pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata. Melalui ketentuan-ketentuan pembatalan tersebut, pihak penangggung dapat membatalkan polis tanpa meminta putusan pengadilan, pembatalan polis dapat terjadi jika syarat batal yang tercantum dalam ketentuan tersebut terjadi. Namun yang terjadi, dalam kasus, pihak PT Prima Citra Perdana mendalilkan gugatannya bahwa pembatalan polis yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tersebut tidak berdasarkan alasan atau syarat yang ditentukan dalam perjanjian sebagai syarat pembatalan dalam perjanjian, serta pembatalan tersebut tanpa melalui permintaan atau permohonan hakim atau pengadilan sehingga pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia merupakan suatu perbuatan melawan hukum, karena nyata-nyata telah bertentangan dengan pasal 1266 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHPerdata. Sedangkan, menurut PT Asuransi AXA Indonesia, pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh pihaknya, dikarenakan pihaknya menganggap bahwa hukum pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia telah diatur dalam kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery (polis asuransi heavy equipment) dan dalam pasal 27 ayat (1) polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor. Kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery menyatakan : "This policy may be terminated at the request of the insured at any time in which case the insurers will retain the customary short-period rate for the time this policy has been in force. This policy may equally be terminated at the option of the insurerd by seven days notice to the effect being given to the insured which case the insurers will be liable to repay on demand a rateable proportion of the premium for the unexpired term form the date of cancellation less any reasonable inspection charges the insurers may have incurred." Sementara pasal 27 ayat (1) Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia menyatakan : "Selain dari hal-hal yang diatur pada pasal 6 ayat (2), penanggung dan tertanggung masing-masing berhak setiap waktu menghentikan pertanggungan ini dengan memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian dimaksud dilakukan secara tertulis melalui surat tercatat oleh pihak yang menghendaki pengehntian pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir yang diketahui. Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan polis ini, 5

19 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal pengiriman surat tercatatnya untuk pemberitahuan tersebut." Maka dengan adanya ketentuan pembatalan tersebut dalam kedua polis, pihak PT Asuransi AXA Indonesia merasa berhak untuk memutus perjanjian dengan pihak PT Prima Citra Mandiri. Penulis berpendapat bahwa ketentuan yang tercantum dalam kondisi 9 polis heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis kendaraan bermotor merupakan ketentuan yang termasuk ke dalam syarat batal yang tercantum dalam perjanjian, sehingga dengan dipenuhinya syarat batal dalam ketentuan tersebut, yakni pihak penanggung telah memberikan surat pemberitahuan tentang pembatalan beserta alasan kepada pihak penanggung dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari penghentian polis (pada tanggal 19 April 2011 pihak penanggung memberikan surat pemberitahuan untuk membatalkan polis-polis, efektif tanggal 19 Mei 2011), maka polis dapat batal sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam polis. Bagaimanapun juga polis yang telah disepakati kedua belah pihak wajib untuk ditaati, dengan dianutnya ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka jelas mengenai ketentuan pembatalan perjanjian sesuai dengan pasal 1266 KUHPerdata patut untuk dikesampingkan. Sehingga pembatalan ke muka hakim tidak wajib dilakukan oleh pihak penanggung. Dalam perkara tersebut, pihak PT Prima Citra Perdana juga mendalilkan gugatannya bahwa pihaknya merasa dirugikan karena alasan pembatalan polis-polis tersebut tidak didasarkan ketentuan yang tercantum dalam polis maupun dibenarkan menurut bisnis dan hukum. Untuk alasan pada pembatalan polis asuransi heavy equipment, yakni loss ratio yang dimaksud oleh pihak PT Asuransi AXA Indonesia adalah bahwa nilai premi asuransi yang dibayarkan berbanding dengan nilai kerugian yang diklaim dan tidak berdasarkan nilai pertanggungan, padahal kenyataannya klaim yang diajukan pihak PT Prima Citra Perdana belum melebihi total kerugian yang diklaim dari jumlah pertanggungan (nilai pertanggungan maksimal hingga $ ,00 USD dan Rp serta ,00) dan alasan tersebut tidak dibenarkan dalam prinsip bisnis maupun hukum, tidak sesuai dengan pasal 253 ayat (1) KUHD yang menyatakan bahwa jumlah kerugian yang diklaim berbanding jumlah nilai pertanggungan dalam perjanjian a quo. Sedangkan untuk alasan frekuensi kecelakaan yang tinggi seharusnya pihak PT Asuransi AXA Indonesia, sebelum melakukan penutupan perjanjian asuransi dengan pihak PT Prima

20 Citra Perdana telah memperhitungkan resiko kecelakaan terhadap alat-alat berat yang dijadikan obyek asuransi dalam perjanjian asuransi heavy equipment dalam proses underwritting yang menjadi prosedur baku sebagai kewajiban pihak PT Asuransi AXA Indonesia selaku penanggung untuk melakukan inspeksi dan analisa secara menyeluruh terhadap alat-alat berat yang diasuransikan. Namun jika memang ditengah-tengah masa periode asuransi, terjadi suatu keadaan yang memberatkan resiko terhadap obyek yang telah diasuransikan, pihak PT Asuransi AXA Indonesia tidak seharusnya langsung melakukan pembatalan terhadap polis secara sepihak begitu saja. Sekiranya pihak penanggung perlu mengadakan suatu pertimbangan untuk menilai apakah perubahan resiko yang terjadi itu cukup memberatkan pihak penanggung atau tidak, jika perubahan resiko tersebut masih dapat ditolerir dan disanggupi oleh pihak penanggung, maka pihak penanggung dapat menentukan kebijakan lain, seperti menentukan premi baru atau jika pihak penanggung tidak lagi menyanggupi, mereka dapat melakukan pembatalan dengan pengembalian premi kepada pihak tertanggung sesuai yang diatur dalam kondisi 9 polis heavy equipment. Untuk alasan pada pembatalan polis asuransi kendaraan bermotor, yakni tidak adanya STNK dan BPKB pada kendaraan bermotor yang telah diasuransikan, maka pihak PT Asuransi AXA Indonesia selaku pihak penanggung sebelum melakukan penutupan perjanjian asuransi dengan pihak PT Prima Citra Perdana telah melakukan inspeksi secara menyeluruh dan memperhitungkan keadaan kendaraan bermotor yang diasuransikan secara cermat atas seluruh resiko yang akan terjadi nantinya pada kendaraan bermotor yang dijadikan obyek asuransi dalam perjanjian asuransi kendaraan bermotor dalam proses underwritting, untuk menghindari munculnya halhal yang merugikan dikemudian hari. Menurut asumsi Penulis, jika proses underwritting tersebut telah dilakukan sebagaimana mestinya, maka sudah sepatutnya pihak PT Asuransi AXA Indonesia telah memperhitungkan fakta tidak adanya STNK dan BPKB kendaraan bermotor yang telah diasuransikan sebagai resiko yang akan ditanggung olehnya. Kecuali PT Prima Citra Perdana melakukan suatu penipuan atau penyembunyian fakta mengenai tidak adanya STNK dan BPKB kendaraan bermotor tersebut, jika hal itu terbukti, maka pembatalan perjanjian dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal 6 polis asuransi kendaraan bermotor. Atau lebih lanjut lagi, mengenai masalah penipuan ini dapat dilaporkan pihak penanggung kepada pihak yang berwajib sesuai dengan pasal 378 KUHP.

21 Kiranya dapat diingat kembali bunyi klausul pembatalan yang tercantum dalam ketentuan dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis standar asuransi kendaraan bermotor yang menyebutkan bahwa kedua belah pihak dapat membatalkan polis dengan mengajukan surat tertulis disertai dengan alasannya. Jadi sesuai dengan isi klausul pembatalan tersebut, maka pihak PT Asuransi AXA Indonesia berhak untuk melakukan pembatalan polis. Namun, menurut Penulis dengan adanya ketentuan dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis asuransi kendaraan bermotor, ketentuan tersebut merupakan ketentuan karet, Kedua belah pihak sama-sama mempunyai hak untuk membatalkan polis, dengan hanya melakukan pemberitahuan penghentian yang dimaksud secara tertulis oleh pihak yang menghendaki penghentian pertanggungan kepada pihak lainnya dengan alasan apapun. Ketentuan ini dapat saja dijadikan dasar bagi pihak yang tidak beritikad baik untuk melakukan kecurangan dengan cara melakukan pembatalan polis untuk mangkir dari kewajiban sesungguhnya, akibatnya tindakan pembatalan tersebut memberikan kesan adanya suatu pembatalan secara sepihak yang dilakukan oleh salah satu pihak. Seperti yang terjadi dalam kasus yang terdapat dalam putusan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 534/ Pdt.G/ 2011/ PN. Jkt-Sel Mengenai Putusan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh PT. Asuransi AXA Indonesia terhadap PT. Prima Citra Perdana. Sehingga menurut Penulis, ketentuan pembatalan yang terdapat dalam polis sesungguhnya hanya menguntungkan pihak penangggung dan kurang menggambarkan pelindungan bagi pihak tertanggung yang jelas-jelas mempunyai posisi yang lemah dalam perjanjian asuransi. Sudah seharusnya dalam ketentuan pembatalan seperti yang tercantum dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis asuransi kendaraan bermotor dilengkapi dengan memperinci alasan-alasan apa saja yang dapat dijadikan dasar untuk pembatalan polis, sehingga ketentuan tersebut tidak dijadikan dasar bagi pihak yang tidak beritikad baik untuk membatalkan polis dengan menggunakan alasan apa saja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penutup Dari penjabaran yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

22 a) Pihak penanggung dapat membatalkan polis dengan alasan loss ratio sesuai dengan klausul pembatalan yang tercantum dalam polis yang menyebutkan bahwa kedua belah pihak dapat membatalkan polis dengan mengajukan surat tertulis disertai dengan alasannya. Jadi sesuai dengan isi klausul pembatalan tersebut, dalam kasus, maka pihak PT Asuransi AXA Indonesia berhak untuk melakukan pembatalan polis. b) KUHD sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai hal pembatalan polis. Hal pembatalan polis ini hanya diatur dalam pasal 254 KUHD, yakni mengenai terjadinya pembatalan polis dilakukan untuk mencegah perjanjian asuransi tidak menjadi perjudian, sedangkan KUHPerdata lebih spesifik mengatur mengenai perlindungan bagi pemegang polis dalam hal terjadi pembatalan. KUHPerdata mengatur bahwa jika terdapat kesesatan, paksaan dan penipuan dari penanggung dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian asuransi kepada pengadilan dan juga terdapat ketentuan pembatalan mengenai dapat dimintakannya pembatalan polis berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata jika terjadi keterlambatan pembayaran premi. Namun untuk pengaturan perlindungan tertanggung dalam hal pembatalan yang dilakukan oleh penanggung akibat loss ratio, tidak dibayarnya klaim, dll tidak terdapat di dalam KUHPerdata. c) Dari hasil analisa kasus pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT. Asuransi AXA Indonesia terhadap PT. Prima Citra Perdana dapat ditarik benang merah bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi. Pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena jika dilihat berdasarkan teori hukum perikatan yang menganut pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata dan asas kebebasan berkontrak yang sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka Penulis dapat berpendapat bahwa pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kedua polis, yakni ketentuan dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan ketentuan dalam pasal 27 ayat (1) polis asuransi kendaraan bermotor. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka terdapat saran yang ingin disampaikan oleh Penulis berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tertanggung, yakni bahwa ketentuan pembatalan yang sudah ada dalam polis heavy equipment dan polis kendaraan bermotor yang terdapat dalam kasus, merupakan suatu ketentuan karet

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERTANGGUNG ASURANSI MIKRO KETIKA TERJADI PERISTIWA TIDAK PASTI 3.1 Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Asuransi Mikro Asuransi adalah perjanjian timbal balik yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan asuransi dalam sektor asuransi jiwa di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat di ramalkan lebih dahulu secara tepat, sehingga dengan

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI Oleh : Ni Luh Putri Santika I G A A Ari Krisnawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2

TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2 TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH TOKO (RUKO) 1 Oleh : Cindi Kondo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah prosedur pembuatan perjanjian sewa

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA Oleh : Dewa Ayu Widiastuti Meranggi A.A. Sagung Ari Atu Dewi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI DEMAM BERDARAH PADA PT. ASURANSI CENTRAL ASIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI DEMAM BERDARAH PADA PT. ASURANSI CENTRAL ASIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI DEMAM BERDARAH PADA PT. ASURANSI CENTRAL ASIA Oleh: Darmadi Charisma Putra I Ketut Markeling I Made Dedy Priyanto Hukum Bisnis Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI Oleh Fery Bernando Sebayang I Nyoman Wita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sales Returns

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum. ABSTRAK Dita Kartika Putri, Nim 0810015183, Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat di CV. Marissa Tenggarong, Dosen Pembimbing I Bapak Deny Slamet Pribadi, S.H., M.H dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 Didik Wahyu Sugiyanto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sunan Bonang Tuban Jl. Wahidin Sudiro Husodo 798 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Asuransi Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu orang yang satu sanggup menanggung atau menjamin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada prinsipnya manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang hidup bermasyarakat, sebagai mahluk sosial, manusia selalu mempunyai naluri untuk hidup bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dalam kehidupan masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa maupun Kota baik sebagai rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 Abstrak: Klausula perjanjian dalam pembiayaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci