LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 BUKU I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 BUKU I"

Transkripsi

1 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2014 BUKU I BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014

2 SAMBUTAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas taufiq dan hidayah-nya, sehingga Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) DIY Tahun 2014, dapat diselesaikan. Laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang kecenderungan keadaan lingkungan hidup di DIY, kegiatan-kegiatan yang menyebabkan terjadinya tekanan lingkungan serta respon pemerintah dan berbagai pihak yang telah dilakukan dalam menangani persoalan-persoalan lingkungan hidup. Penyusunan laporan SLHD ini dimaksudkan pula sebagai bentuk akuntabilitas publik dalam pengelolaan lingkungan hidup pada tahun Laporan SLHD ini diharapkan dapat memberikan dukungan data dan informasi yang diperlukan berbagai pihak baik instansi pemerintah, masyarakat, pelaku usaha maupun untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup di DIY. Di samping itu dapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk lebih mensinergikan dan mengefektifkan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di masa mendatang. Mengingat begitu banyaknya aspek yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, maka untuk mempermudah pembaca dalam memahami dan memanfaatkan Laporan SLHD ini, maka penyajian data dan analisis data dibuat secara terpisah. Buku I berisi analisis secara komprehensif meliputi kondisi lingkungan dan kecenderungannya, tekanan terhadap lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan. Buku II berisi tabel data yang bersumber tidak saja dari instansi sektor di DIY, namun juga bersumber dari instansi vertikal dan juga instansi yang ada di Kabupaten/Kota. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak baik secara individu maupun instansional atas bantuan yang diberikan sehingga Laporan SLHD DIY Tahun 2014 ini dapat diselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi berbagai pihak dalam upaya mempercepat terwujudnya DIY Jogja Istimewa yang ramah lingkungan. Yogyakarta, April 2015 GUBERNUR HAMENGKU BUWONO X

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii v vii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Profil Daerah Istimewa yogyakarta... 1 B. Pemanfaatan Laporasn Status Lingkungan Hidup Daerah... 4 C. Isu-Isu Strategis lingkungan Hidup... 4 D. Analisi Kondisi lingkungan... 6 BAB II. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA... 8 A. Lahan dan Hutan... 8 B. Keanekaragaman Hayati C. Air Air Sungai Sungai Winongo Sungai Code Sungai Gajahwong D. Udara Parameter NO₂ Parameter SO₂ Parameter CO Parameter Ox Parameter HC Parameter PM₁₀ Parameter PM₂₅ E. Laut, Pesisir dan Pantai Parameter Fisika Parameter Kimia Parameter Biologi F. Iklim Analisis Kualitas Air Hujan Bulanan Analisis Data Curah Hujan Bulanan Analisis Data Suhu Udara Bulanan G. Bencana Alam Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Sleman Kota Yogyakarta STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 ii

4 BAB III. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN A. Kependudukan Jumlah dan Persebaran Penduduk Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Penduduk dan Tingkat Pendidikan B. Permukiman C. Kesehatan Pola Penyakit Pola Kematian Akibat Penyakit D. Pertanian Kebutuhan Air Untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Penggunaan Pupuk Untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Penggunaan Lahan Pertanian Perubahan Lahan Pertanian Ke Lahan Non Pertanian E. Industri F. Pertambangan G. Energi Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri Menurut Jenis Bahan Bakar Jumlah Penggunaan Bahan Bakar Untuk Konsumsi di Luar Industri H. Transportasi Kondisi Jalan Kendaaan Bermotor Sarana Terminal Kendaraan Penumpang Umum Sarana Pelabuhan Laut, Sungai dan Danau Sarana Pelabuhan Udara I. Pariwisata J. Limbah B Limbah B3 Kegiatan Rumah Sakit Pengolahan Limbah B Rumah Sakit Penghasil Limbah B Perusahaan Yang Mendapat Izin Pengelolaan Limbah B Perusahaan Yang Mendapat Izin Pengangkutan Limbah B BAB IV. UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN A. Rehabilitasi Lingkungan Reboisasi dan Penghijauan Reklamasi B. Penghargaan C. Penegakan Hukum D. Peranserta Masyarakat Penghijauan Pembangunan Sumur Peresapan Air Hujan (SPAH) dan Lubang Resapan Biopori STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 iii

5 E. Kelembagaan Produk Hukum Lingkungan Hidup DIY Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pengelolaan Lingkungan STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Populasi Burung Kuntul Kerbau Tabel 2. Populasi Kera Ekor Panjang Tabel 3. Lokasi Pendaratan Penyu di D.I. Yogyakarta Tabel 4. Konsentrasi Parameter NO₂ di 3 (tiga) titik sampel...15 Tabel 5. Konsentrasi Parameter SO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tabel 6. Konsentrasi Parameter CO di 3 (tiga) titik sampel Tabel 7. Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel Tabel 8. Konsentrasi Parameter HC di 3 (tiga) titik sampel...18 Tabel 9. Konsentrasi Parameter PM10 di 3 (tiga) titik sampel...19 Tabel 10. Konsentrasi Parameter PM 2.5 di 3 (tiga) titik sampel Tabel 11. Kekeruhan Air Laut di DIY Tahun Tabel 12. Temperatur Air Laut di DIY Tahun Tabel 13. Warna Air Laut di DIY Tahun Tabel 14. Konsentrasi TSS Air Laut di DIY Tahun Tabel 15. Nilai ph Air Laut di DIY Tahun Tabel 16. Kadar Salinitas Air Laut di DIY Tahun Tabel 17. Kadar Nitrat Air Laut di DIY Tahun Tabel 18. Kadar BOD Air Laut di DIY Tahun Tabel 19. Kadar DO Air Laut di DIY Tahun Tabel 20. Kadar Fosfat Air Laut di DIY Tahun Tabel 21. Kadar Fenol Air Laut di DIY Tahun Tabel 22. Kadar Minyak dan Lemak Air Laut di DIY Tahun Tabel 23. Kadar Asam Sulfida Air Laut di DIY Tahun Tabel 24. Kadar Detergen Air Laut di DIY Tahun Tabel 25. Kadar Amoniak Air Laut di DIY Tahun Tabel 26. Kandungan Bakteri Koli Air Laut di DIY Tahun Tabel 27. Fluktuasi Bakteri Koli Air Laut pada Tahun Tabel 28. Kandungan Total Koli Air Laut di DIY Tahun Tabel 29. Fluktuasi Total Koli Air Laut Tahun 2011, 2012, 2013, dan Tabel 30. Jumlah Rumah Tangga Miskin DIY...53 Tabel 31. Jumlah Penduduk Menurut Sumber Air untuk Minum Tabel 32. Jumlah Penduduk Perkotaan menurut Tempat Pembuangan Sampah...54 Tabel 33. Jumlah PendudukMenurut Pengelolaan Limbah/ Sanitasi...54 Tabel 34. Pemakaian pupuk tahun Tabel 35. Penggunaan Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk Tabel 36. Pemakaian Pupuk Bersubsidi Menurut Jenisnya Tahun Tabel 37. Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Hasil Produksi per Hektar Tabel 38. Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian Tabel 39. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri menurut Jenis Bahan Bakar...66 Tabel 40. Konsumsi Bahan Bakar untuk keperluan Rumah Tangga Tabel 41. Panjang Jalan Menurut Kewenangannya STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 v

7 Tabel 42. Jumlah Kendaraan Bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta...67 Tabel 43. Jumlah Kendaraan menurut Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar yang digunakan Tabel 44. Data Lokasi Terminal Penumpang di Wilayah D.I. Yogyakarta Tabel 45. Data Sarana Pelabuhan Laut, Sungai, dan Danau...69 Tabel 46. Perkiraan Jumlah Limbah Padat berdasarkan Lokasi Obyek Wisata, Jumlah Pengunjung, dan Luas Kawasan Tabel 47. Jenis Limbah B3 Medis dari Rumah Sakit Tabel 48. Jenis Limbah B3 Non-Medis dari Rumah Sakit Tabel 49. Data Penanaman Pohon Tahun Tabel 50. Bibit Tanaman Penghijauan sekitar mata air dan daerah tangkapan air...77 Tabel 51. Bibit Tanaman Penghijauan Pengendalian Longsor Lahan Tabel 52. Bibit Tanaman Penghijauan Sempadan Pantai Tabel 53. Bibit Tanaman Penghijauan Taman KEHATI Tabel 54. Bibit Tanaman Penghijauan Reklamasi Bekas Tambang Tabel 55. Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup Tahun Tabel 56. Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup di D.I Yogyakarta Tahun STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 vi

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Luas Lahan Kritis Tahun Gambar 2. Kerusakan Hutan Tahun Gambar 3. Grafik Status Mutu Air Sungai Winongo Tahun Gambar 4. Grafik Status Mutu Air Sungai Code Tahun Gambar 5. Grafik Status Mutu Air Sungai Gajahwong Tahun Gambar 6. Grafik Konsentrasi Parameter NO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 7. Grafik Konsentrasi Parameter SO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 8. Grafik Konsentrasi Parameter CO di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 9. Grafik Konsentrasi Parameter Ox di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 10. Grafik Konsentrasi Parameter HC di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 11. Grafik Konsentrasi Parameter PM10 di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 12. Grafik Konsentrasi Parameter PM2.5 di 3 (tiga) titik sampel Tahun Gambar 13. Grafik Kekeruhan Air Laut di DIY Tahun Gambar 14. Grafik Konsentrasi TSS Air Laut di DIY Tahun Gambar 15. Grafik ph Air Laut di DIY Tahun Gambar 16. Grafik Fluktuasi Nilai ph Air Laut di DIY Tahun 2011 s.d Gambar 17. Grafik Kadar Salinitas Air Laut di DIY Tahun Gambar 18. Grafik Fluktuasi Kadar Salinitas Air Laut pada Pemantauan Tahun Gambar 19. Grafik Konsentrasi BOD Air Laut di DIY Tahun Gambar 20. Grafik Kadar DO Air Laut di DIY Tahun Gambar 21. Fluktuasi Kadar Fosfat Air Laut Tahun 2011 s.d Gambar 22. Grafik Konsentrasi Senyawa Fenol di Laut DIY Tahun Gambar 23. Grafik Kadar Minyak dan Lemak Air Laut di DIY Tahun Gambar 24. Grafik Fluktuasi Kadar Minyak dan Lemak Air Laut pada Tahun 2011 s.d Gambar 25. Grafik Detergen Air Laut di DIY Tahun Gambar 26. Grafik Kadar Amoniak Air Laut di DIY Tahun Gambar 27. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Gunungkidul Tahun Gambar 28. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Kulon Progo Tahun Gambar 29. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Bantul Tahun Gambar 30. Grafik Kejadian Kebencanaan Kabupaten Sleman Tahun Gambar 31. Grafik Kejadian Kebencanaan Kota Yogyakarta Tahun Gambar 32. Grafik Kejadian Kebencanaan di DIY Tahun Gambar 33. Persebaran Pendudukdi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Gambar 34. Sebaran Penduduk berdasarkan Kelas Permukiman Gambar 35. Pemakaian pupuk tahun Gambar 36. Penggunaan pupuk untuk tanaman padi dan palawija menurut jenis pupuk Gambar 37. Pemakaian Pupuk Bersubsidi Menurut Jenisnya Tahun Gambar 38. Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Hasil Produksi per Hektar...61 Gambar 39. Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian...62 Gambar 40. Pertumbuhan IKM di D.I. Yogyakarta...63 Gambar 41. Grafik Perusahaan yang sudah Mendapatkan Ijin Pengelolaan Limbah B3 Tahun STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 vii

9 Gambar 42. Bak Pengolahan Tailing. 81 Gambar 43. Pengambilan Sampel Air di Sungai Dungkamal.. 82 Gambar 44. Sampling Sumur Warga...83 Gambar 45. Peninjauan IPAL Komunal Limbah Domestik di Desa Sidoagung, Godean, Sleman Gambar 46. Sampling Air Sumur Warga Gambar 47. Proses Produksi Pembuatan Asesoris Taman STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 viii

10

11 A. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I. PENDAHULUAN D.I. Yogyakarta sebagai salah satu tujuan wisata favorit di Indonesia mengalami pertumbuhan pembangunan yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun pesatnya pembangunan juga memiliki dampak terhadap lingkungan diantaranya semakin berkurangnya daya dukung lingkungan. Penurunan kualitas air, tanah dan udara akan mempengaruhi kualitas hidup manusia. Pembangunan yang awalnya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi kini mulai bergeser menuju pada pembangunan yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam mulai mengacu pada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan. D.I. Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 7 o 3-8 o 12 Lintang Selatan dan 110 o o 50 Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km 2. Wilayah administratif D.I. Yogyakarta terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438 kelurahan/ desa, yaitu: 1) Kota Yogyakarta (luas 32,50 km 2, terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan); 2) Kabupaten Bantul (luas 506,85 km 2, terdiri dari 17 kecamatan dan 75 desa); 3) Kabupaten Kulon Progo (luas 586,27 km 2, terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa); 4) Kabupaten Gunungkidul (luas 1.485,36 km 2, terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa); 5) Kabupaten Sleman (luas 574,82 km 2, terdiri dari 17 kecamatan dan 86 desa). Berdasarkan bentang alam, wilayah D.I. Yogyakarta dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi sebagai berikut: a. Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata. b. Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang. c. Satuan Pegunungan Menoreh Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi 1

12 berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil. d. Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan D.I. Yogyakarta, mulai dari Kabupaten Kulon Progo sampai Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kabupaten Kulon Progo sampai Kabupaten Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis, Kabupaten Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antar wilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang, namun juga banyak terjadi pencemaran lingkungan. Perumusan/analisis isu-isu strategis lingkungan hidup D.I. Yogyakarta dilakukan dengan pendekatan ekosistem yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) ekosistem dan dengan pendekatan sosial serta penegakan hukum LH. Adapun isu-isu strategis tersebut antara lain meliputi: 1. Ekosistem Gunung Merapi Fenomena yang terjadi pada ekosistem Gunung Merapi yang muncul dan dijadikan permasalahan lingkungan setelah terjadinya erupsi Gunung Merapi adalah: a. Kerusakan hutan b. Kerusakan Keanekaragaman Hayati c. Menurunnya fungsi ekologi sebagai resapan air akibat rusaknya ekosistem 2. Ekosistem perbukitan/ pegunungan Gejala umum yang terjadi pada ekosistem perbukitan/ pegunungan yang muncul dan menjadi permasalahan lingkungan adalah: a. Kerusakan hutan b. Lahan kritis c. Ancaman Kehati d. Erosi tanah e. Tanah longsor f. Penambangan Galian golongan C 3. Ekosistem Lingkungan Sungai Permasalahan lingkungan yang pada umumnya terjadi di Ekosistem Lingkungan Sungai adalah: a. Debit air sungai yang tidak mantap b. Pembuangan Sampah c. Pencemaran air dari kegiatan industri d. Pencemaran air dari limbah domestik e. Pencemaran pestisida dan bahan kimia dari sektor pertanian 2

13 f. Pencemaran bakteri coli dari aktifitas peternakan g. Pelanggaran sempadan Sungai 4. Ekosistem Perkotaan Pada umumnya Permasalahan lingkungan yang terjadi di Ekosistem perkotaan, adalah: a. Keterbatasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) b. Peningkatan volume sampah padat baik organik, anorganik maupaun Limbah B3 c. Pencemaran udara terutama darai sektor transportasi d. Penurunan estetika lingkungan e. Limbah cair baik domestik maupun industri f. Penurunan kualitas air tanah g. Penurunan kuantitas air tanah h. Ancaman banjir pada saat musim penghujan terutama di daeerah bantaran Sungai yang padat penduduk 5. Ekosistem Perdesaan Gejala umum yang terjadi pada ekosistem Perdesaan yang muncul dan menjadi permasalahan lingkungan adalah: a. Penurunan Kualitas air tanah b. Penurunan kuantitas air tanah c. Pencemaran air tanah dan air sungai akibat penggunaan pestisida dan bahan kimia dari kegiatan pertanian d. Alih fungsi lahan (dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) e. Masih tingginya volume Sampah non organik yang belum dikelola secara baik 6. Ekosistem pesisir dan pantai Fenomena yang terjadi pada ekosistem pesisir dan pantai yang muncul dan dijadikan permasalahan lingkungan adalah: a. Kerusakan gumuk pasir b. Pelanggaran tata ruang/ sempadan pantai c. Ancaman Keanekaragaman hayati (misal: kerusakan te rumbu karang, mangrove, dan vegetasi pantai) d. Pencemaran air laut e. Abrasi dan ablasi pantai f. Penambangan pasir pantai 7. Ekositem perbukitan Karst Gejala umum yang terjadi pada ekosistem perbukitan karst yang muncul dan menjadi permasalahan lingkungan adalah: a. Kerusakan kawasan perbukitan karst akibat penambangan kapur illegal b. Ancaman degradasi Keanekaragaman hayati c. Perubahan Bentang lahan d. Penurunan kuantitas air tanah e. Menurunnya Kualitas sabuk hijau 8. Pendekatan Sosial serta Penegakan Hukum LH Aspek Sosial serta Penegakan Hukum LH dalam penanganan pencemaran dan kerusakan lingkungan pada umumnya ditandai dengan: 3

14 a. Kesadaran masyarakat terhadap pelestarian fungsi LH masih relatif rendah b. Keterbatasan kapasitas pemangku kepentingan (dana, SDM, Kelembagaaan) dalam mendukung pelaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan c. Kesenjangan dan keterbatasan alokasi dana APBD dalam pengelolaan LH di Kab/ Kota d. Meningkatnya tekanan penduduk terhadap lingkungan yang cenderung mengarah pada terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan e. Keterbatasan pelaksanaan penegakan hukum lingkungan f. Kurang sinergisitas kebijakan antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan LH g. Masih rendahnya komitmen para pengambil keputusan untuk berpihak kepada kepentingan LH B. Pemanfaatan Laporan Stutus Lingkungan Hidup Daerah Pemanfaatan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 adalah: 1. Dimanfaatkan sebagai rujukan data dan informasi lingkungan hedup bagi para pengambil keputusan dalam rangka penyusunan program/kegaitan di waktu mendatang dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup di DIY. 2. Dimanfaatkan oleh para pemrakarsa kegiatan/investor dalam menyusun dokumen pengelolaan lingkungan baik dokumen AMDAL, RKL-RPL maupun dokumen UKL-UPL 3. Dimafaatkan oleh para peneliti lingkungan maupun para mahasiswa yang melakukan penelitian studi yang terkit dengan lingkungan hidup C. Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup Berdasarkan inventarisasi permasalahan-permasalahan lingkungan hidup yang ada di D.I. Yogyakarta beberapa isu lingkungan hidup yang diprioritaskan adalah: 1. Pencemaran Air Tanah Meningkatnya kegiatan Usaha Kecil dan Menengah seperti usaha laundry semakin marak, di samping usaha skala rumah tangga, peternakan, pelayanan jasa kesehatan umumnya belum dilengkapi dengan fasilitas pengolah limbah. Di samping itu sumber pencemaran air berasal dari limbah rumah tangga dan industri juga banyak yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah lebih dulu. Kualitas air tanah dan air permukaan mengalami penurunan, terutama di wilayah perkotaan dan diperkirakan terus mengalami ancaman pencemaran seiring terus bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya usaha/ kegiatan masyarakat. Terlebih lagi masih kurangnya pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan dari berbagai pihak. 2. Pencemaran Udara Pencemaran udara terutama di wilayah perkotaan yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kadar polutan udara untuk parameter CO, NO 2, HC dan partikulat sebagai akibat meningkatnya usaha/ kegiatan masyarakat dan juga bertambahnya pesatnya jumlah kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua, serta akibat kondisi emisi gas 4

15 buang dari kendaraan angkutan umum terutama yang masih belum memenuhi baku mutu emisi gas buang menjadi penyebab memburuknya kualitas udara pada ruas-ruas jalan terutama di lokasi padat lalu-lintas, meskipun sampai saat ini kualitas udara ambien di D.I. Yogyakarta relatif masih jauh di bawah baku mutu udara ambien yang ditetapkan. 3. Permasalahan Sampah Meningkatnya jumlah penduduk diiringi oleh meningkatnya kebutuhan keluarga dan perkembangan teknologi, menyebabkan peningkatan produk-produk yang menghasilkan sampah anorganik lebih banyak dari sampah organik. Dari tahun ke tahun volume sampah selalu mengalami peningkatan baik jumlah maupun jenisnya, terutama di daerah perkotaan, disisi lain kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah sejak dari sumbernya masih relatif rendah. Umumnya mereka masih mengelola sampah dengan paradigma lama yaitu kumpul, angkut dan buang dan belum menerapkan konsep 3R dengan sepenuh hati. 4. Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Galian Golongan C Kerusakan lahan akibat penambangan galian golongan C terjadi baik di wilayah pesisir seperti di pantai selatan Kabupaten Kulon Progo yang mempunyai potensi pasir besi meliputi Kecamatan Galur, Panjatan, Wates dan Temon yang terdiri atas 10 desa wilayah pesisir yaitu Desa Kranggan, Banaran, Karangsewu, Bugel, Pleret, Karangwuni, Glagah, Palihan, Sindutan dan Jangkar. Di pantai wilayah Kabupaten Gunungkidul terjadi penambangan pasir putih pada sempadan pantai. Penambangan galian golongan C juga terjadi pada kawasan perbukitan karst di Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman marak terjadi penambangan pasir pada wilayah terlarang dan tidak melakukan upaya reklamasi pasca penambangan. 5. Alih Fungsi Lahan Peningkatan kebutuhan penduduk akan penyediaan perumahan, fasilitas pendidikan, kegiatan usaha menyebabkan banyak terjadi alih fungsi lahan terutama dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Hal ini juga didorong oleh semakin besarnya animo warga luar D.I. Yogyakarta yang ingin berinvestasi dengan membangun rumah baik untuk kepentingan busines maupun pribadi. Alih fungsi lahan banyak terjadi terutama di daerah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, sedangkan dari sisi fungsinya wilayah Kabupaten Sleman merupakan daerah respan air dan Kabupaten Bantul sebagai daerah produksi pertanian ynag produktif untuk D.I. Yogyakarta. 6. Kerusakan kawasan pantai akibat Abrasi Kawasan pantai selatan yang berada di Kabupaten Bantul tertutama di Kecamatan yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek dengan garis pantai kurang lebih 12 Km. Rusaknya ekosistem pantai dikhawatirkan mendorong terjadinya abrasi pantai. Dari ketiga kawasan pantai tersebut saat ini telah mengalami abrasi walaupun tingkat kerusakannya berbeda-beda. Pantai Parangtritis tingkat abrasinya lebih kecil dibandingkan dengan pantai Samas, Pandansimo dan Kuwaru. Hal ini disebabkan adanya gumuk pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan pantai lainnya sehingga dapat menghalangi terjadinya gelombang pasang. Abrasi terbesar terjadi di pantai Kuwaru, Srandakan yang mengikis habis bangunan pelestari penyu, mercu suar dan hanyutnya cemara udang. 5

16 D. Analisis Kondisi lingkungan DIY merupakan daerah tujuan pendidikan dan wisata terus mengalami perkembangan dalam penyediaan berbagai sarana prasaran pendidikan maupun pariwisata. Disisi lain pembangunan hotel-hotel baru dan perluasan kampus perguran tinggi memicu pemanfaatan lahan-lahan hijau mengalami perubahan fungsi. Disamping itu DIY mempunyai daya tarik bagi para investor properti untuk menyedikan sarana hunian baik bagi para pelajar/mahasiswa maupun para lansia yang ingin tinggal meninkmati masa tuanya di DIY. Kondisi ini cenderung akan meningkatkan jumlah pencemaran/kerusakan sungai apabila tidak diikuti kwajiban pengelolalan lingkungan secara baik oleh para pemangku kepentingan. Air, udara dan tanah/lahan merupakan sumberdaya yang diperlukan oleh manusia untuk melangsungkan hidupnya. Namun disisi lain ketiga sumberdaya ini cenderung terus mengalami pencemaran/kerusakan akibat dampak negatif dari aktifitas pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Status kualitas air, udara dan lahan mempengaruhi derajad kesehatan dan kesejahteraan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Kualitas air terutama air sungai terpengaruh oleh aktifitas manusia. Dari hasil pemantauan 11 sungai di DIY tahun 2014 terutama parameter bakteri koli tinja, total koli, BOD dan COD ada kecenderungannya dari waktu ke waktu membaik. Hal-hal yang mempengaruhi penurunan kualitas air sungai antara lain: 1. Pembuangan limbah cair dan sampah ke sungai secara illegal baik yang berasal dari rumah tangga maupun peternakan dan UMKM. 2. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tidak ramah lingkungan pada sektor pertanian masih banyak. 3. Konversi lahan pertanian, perkebunan dan hutan menjadi daerah permukiman, kawasan perdagangan dan pusat produksi barang atau jasa mengakibatkan peningkatan volume limbah dan sampah yang masuk ke sungai. 4. Degradasi fungsi lahan pada daerah resapan air akibat adanya penurunan kerapatan vegetasi dan menyebabkan air hujan kurang efektif terserap tanah sehingga berpotensi menurunkan debit air sungai. Berkurangnya debit air sungai mengakibatkan konsentrasi zat pencemar meningkat meskipun volume zat pencemar relatif tetap Kualitas udara ambien tergantung konsentrasi zat-pencemar baik berupa gas maupun partikel debu di udara. Secara umum kualitas udara di DIY masih dalam kategori sehat, namun untuk paremeter CO, HC dan kebisingan perlu mendapat perhatian, karena cenderung mengalami peningkatan dan mengindikasikan penuruan kualitas udara ambient, khususnya pada jalan padat lalu-lintas. Pencemaran udara dapat berasal dari sumber pencemar seperti : 1. Sumber pencemar yang bergerak (aktifitas transportasi), 2. Sumber pencemar yang tidak bergerak (aktifitas kegiatan usaha/ industri) 3. Sumber pencemar dari pembakaran sampah. 4. Sumber pencemar aktifitas rumah tangga. 5. Sumber pencemar alami (aktifitas gunung berapi, penguraian jasad renik oleh mikrobia tanah, proses fermentasi, maupun aktifitas kehidupan mahkluk hidup itu sendiri) Sumber pencemar udara di DIY didominasi dari sumber pencemar yang bergerak (aktifitas transportasi) kurang lebih sekitar 75 persen, sedangkan 25 persen merupakan akumulasi dari sumber yang tidak bergerak, pembakaran sampah dan aktifitas rumah tangga dan sumber pencemar alami. 6

17 Jumlah kendaraan di DIY terus meningkat cukup signifikan dari waktu ke waktu. Penambahan kendaraan bermotor di DIY per tahun berkisar pada angka unit baik roda empat mapun roda dua. Disamping itu DIY sebagai daerah tujuan wisata terutama pada harihari libur dikunjungi banyak wisatawan yang menggunakan kendaraan bus maupun kendaraan pribadi. Kondisi ini menyebabkan pencemaran udara di DIY cenderung terus mengalami peningkatan. Lahan/tanah sebagai tempat kehidupan bagi manusia serta berbagai flora dan fauna mempunyai kapasitas daya dukung dan daya tampung tertentu. Apabila daya dukung dan daya tampungnya terlampaui akan menyebabkan penurunan derajad kesehatan dan kesejahteraan manusia. Hasil dari uji petik dari 45 sampel tanah untuk produksi biomassa (khususnya persawahan) di 4 Kecamatan di DIY yaitu: Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul, Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman, Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul dan Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo dapat disimpulkan bahwa pada area/lokasi pengambilan sample tersebut telah terjadi kerusakan tanah. Mempertahankan daya dukung dan daya tampung lahan merupakan hal yang penting dilaksanakan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan. Menurunnya fungsi lahan/tanah dapat diakibatkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Konversi lahan yang tidak sesuai peruntukan dan tidak sesuai kaidah pemanfaatan tata ruang yang seharusnya. 2. Tidak dilakukannya reklamasi lahan pasca penambangan, terutama penambangan galian golongan C yang dilakukan oleh masyarkat secara illegal. 3. Populasi penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu sehinggga menuntut ketersediaan penambahan lahan, sementara jumlah lahan yang tersedia relatif tetap 4. Penggunaan lahan untuk pertanian yang kurang/tidak memperhatikan tehnik konservasi tanah Dalam rangka upaya memperbaiki kualitas air, udara ambien, tanah/lahan maka telah ditetapkan 6 indikator kinerja urusan wajib bidang lingkungan hidup sebagai mana termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun , yaitu : 1. Prosentase peningkatan kualitas lingkungan 2. Prosentase Peningkatan akses informasi sumber daya air dan lingkungan Hidup 3. Peningkatan Penaatan Lingkungan Hidup bagi kegiatan usaha 4. Sumber Pencemar Lingkungan yang dibina 5. Persentase pemenuhan penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan 6. Luas Lahan yang terkonservasi terhadap luasan total lahan 7

18

19 BAB II. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. Lahan dan Hutan Pada tahun 2014 luas lahan kritis di DIY, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan tercatat sebesar ,75 ha atau mencapai 8,56% dari luas DIY. Hal tersebut menunjukkan hasil positif dimana pengurangan luasan lahan kritis yang terealisasi lebih besar dibandingkan target yaitu sebesar ha dengan persentase realisasi sebesar 102,59% , , ,75 Luas Lahan Kritis (ha) Gambar 1. Luas Lahan Kritis Tahun Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I. Yogyakarta Apabila dibandingkan dengan tahun 2013 terdapat penurunan luas lahan kritis di DIY dari ,81 ha dan pada tahun 2014 turun menjadi ,75 ha. Dari angka tersebut luas lahan kritis mengalami penurunan sebesar 5,50%. Penurunan luas lahan kritis merupakan implikasi dari bertambahnya luas hutan di DIY terutama bertambahnya luas hutan rakyat. Dengan demikian upaya-upaya rehabilitasi lahan mampu memberikan hasil positif dalam menurunkan luasan lahan kritis di DIY. Rehabilitasi lahan kritis tidak serta merta dapat dilihat hasil nya pada tahun berjalan maupun tahun berikutnya, namun baru dapat dilihat hasilnya setelah tahun ke 2 ( n+2 ) dari pelaksanaan penanaman karena keberhasilan tumbuh tanaman yang ditanam diperoleh setelah dilakukan pemeliharaan sampai dengan tahun ke dua. Dengan demikian data tahun 2014 merupakan hasil upaya rehabilitasi lahan kritis dari tahun 2012 dan 2014 dimana keberhasilannya dapat dilihat pada tahun Upaya yang dilakukan di dalam kawasan hutan adalah dengan penanaman pada kawasan hutan yang bertumbuhan kurang, kawasan hutan dengan kriteria kritis dan pada tanah kosong atau kawasan hutan yang tidak terdapat tanaman. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam rangka menurunkan luas lahan kritis di luar kawasan hutan adalah meningkatkan usaha 8

20 penanaman hutan rakyat serta peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan melaui sosialisasi, gerakan tanam dan pembinaan petani sekitar hutan. Terjadinya kemarau basah merupakan sebuah keuntungan dalam upaya rehabilitasi lahan, dimana keberhasilan tumbuh tanaman terbantu dengan tingginya intensitas hujan pada tahun Tantangan terbesar dalam upaya rehabilitasi lahan kritis di DIY adalah kondisi banyaknya lahan marginal atau lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah berupa karst dengan lapisan tanah (solum) yang dangkal. Kondisi tersebut menjadikan lahan sulit ditanami dengan tanaman rehabilitasi lahan karena terbatasnya jenis tanaman yang mampu bertahan dengan kondisi tersebut. Selain itu kondisi lapisan tanah yang dangkal dan berada pada kelerengan rawan terhadap kerusakan berupa longsor lahan dan tergerus erosi. Untuk mengatasi tantangan tersebut perlu diusahakan penggunaan tanaman pilihan yang cocok dengan kondisi lahan marginal, atau dengan menggunakan introduksi tanaman pioner untuk membantu pembentukan tanah baru kemudian ditanam tanaman rehabilitasi lahan yang sesuai. Sedangkan untuk mencagah kerusakan lahan akibat bencana atau erosi dapat diupayakan tindakan teknis pengelolaan lahan berupa pembuatan teras atau penanaman sejajar kontur untuk menghindari hilangnya tanah karena aliran air terutama air hujan. Tolok ukur pencapaian sasaran Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Terjaga adalah Persentase Kerusakan Hutan yang memberikan indikasi utuhnya kawasan hutan termasuk kelestarian sumberdaya di dalamnya Persentase kerusakan hutan pada tahun 2013 tercatat sebesar 9,97% dari total luas kawasan hutan, atau dari ,06 ha terdapat 1.866,72 ha hutan yang mengalami kerusakan. 37,24 9,97 8,56 Kerusakan Hutan (%) Gambar 2. Kerusakan Hutan Tahun Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I. Yogyakarta Pada tahun 2014 kerusakan hutan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 8,56%. Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 sampai dengan 2014 terdapat penurunan angka kerusakan hutan sebesar 1,41 %. 9

21 Upaya perlindungan untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan untuk menjamin keberlangsungan fungsi hutan baik dari sisi ekonomi, ekologi maupun sosial. Upaya yang dilaksanakan meliputi kegiatan perlindungan hutan dari gangguan kemanan hutan maupun upaya minimalisasi kerusakan hutan dari bencana terutama kebakaran, kegiatan rehabilitasi dan peningkatan peran masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya melalui penyuluhan dan kampanye konservasi melalui lomba konservasi alam wana lestari. Besarnya kerusakan hutan yang diakibatkan karena adanya lahan kritis mengharuskan adanya tindakan rehabilitasi lahan kritis di dalam kawasan hutan yang dapat dilakukan dengan pengkayaan tanaman pada daerah hutan bertumbuhan kurang, penanaman tanaman pada tanah kosong. Tanah kosong merupakan hal harus yang harus diperhatikan karena adanya kawasan hutan tanpa tanaman dapat memicu penyerobotan lahan atau penggunaan lahan oleh masyarakat terutama masyarakat sekitar kawasan hutan. Tantangan utama dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati terutama sumberdaya hutan adalah tingginya kebutuhan lahan oleh masyarakat sekitar hutan yang memunculkan penyerobotan lahan hutan atau penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan lain serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang relatif rendah sehingga memunculkan gangguan hutan terutama pencurian kayu. Tindakan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan arti penting kelestarian hutan berkaitan dengan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, serta meningkatkan upaya perlindungan kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan. B. Keanekaragaman Hayati Keanakeragaman hayati (satwa liar) di D.I. Yogyakarta cukup tinggi walaupun secara populasi belum ada data yang update. Sampai saat ini Balai KSDA Yogyakarta baru membuat database list jenis satwa liar yang dilaksanakan dengan monitoring setiap tahunnya. Populasi satwa liar jensi burung baru tersaji data burung kuntul kerbau ( Bubulcus ibis) yang merupakan jenis burung dilindungi Undang-undang dan untuk jenis mamalia yang terdata adalah monyet ekor panjang. Populasi kedua satwa liar tersebut dapat dilihat pada tabel. No Site Monitoring 1 Ketingan,Tirtoadi,Mlati, Sleman 2 Tanjung Lor,Patalan,Jetis,Bantul 3 Baros,Trihargo, Kretek,Bantul Tabel 1. Populasi Burung Kuntul Kerbau 2010 (ekor) (Juni) (ekor) (April) TAHUN 2012 (ekor) (Jan) 2013 (ekor) (Des) Keterangan Inventarisasi terakhir dilakukan pada Bulan Des 2013 Belum dilakukan inventarisasi, baru sebatas perjumpaan 10

22 No Site Monitoring 1 Suaka Margasatwa Paliyan 2010 (ekor) Tabel 2. Populasi Kera Ekor Panjang 2011 (ekor) TAHUN 2012 (ekor) 2013 (ekor) Keterangan Inventarisasi terakhir dilakukan pada Bulan Des 2013 Diketahui pula ada 2 jenis penyu yang mendarat di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Bantul, yaitu Penyu Lekang dan Penyu Belimbing. Adapun titik-titik lokasi pendaratan penyu dapat dilihat pada tabel. Tabel 3. Lokasi Pendaratan Penyu di D.I. Yogyakarta No Nama Pantai Jumlah titik Keterangan 1 Pantai Samas titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering) - 4 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang) 2 Pantai Pandansimo Baru 4 Lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering) 3 Pantai Kuwaru 5-3 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering) - 2 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang) 4 Pantai Pandansimo 9-5 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering) - 4 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang) 5 Pantai Goa Cemara 10 Lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi jarang 6 Pantai Pandansari 7 Sering digunakan sebagai lokasi pendaratan penyu 7 Pantai Depok 5-1 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering) - 4 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang) 8 Pantai Parangkusumo 6-5 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi tinggi (sering) - 1 titik : lokasi pendaratan penyu dengan frekuensi rendah (jarang) Jumlah 60 Isian data satwa dilindungi di D.I. Yogyakarta merupakan kompilasi data yang diperoleh dari inventarisasi baik didalam kawasan konservasi (Cagar Alam; Suaka Margasatwa ; Taman Wisata Alam) maupun di luar kawasan konservasi (Lembaga konservasi seperti Gembiraloka Zoo dan Taman Satwa Yogyakarta, kawasan esensial seperti delta, laguna muara Sungai Progo, hutan 11

23 mangrove Baros, kawasan karst). Sehingga yang perlu dimengerti bahwa ada beberapa jenis satwa dilindungi yang habitat aslinya bukan dari D.I. Yogyakarta seperti yang ada orang utan, siamang, gajah sumatera, harimau sumatera, jenis burung-burung paroh bengkok (kakatua, nuri bayan, dll) namun merupakan koleksi dari Lembaga Konservasi (Gembiraloka dan Taman Satwa Yogyakarta). C. Air Air Sungai 1. Sungai Winongo Berdasarkan perhitungan dengan metode STORET dan dikaitkan dengan kategori kelas air sungai untuk masing-masing titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Winongo tergolong tercemar berat. Nilai Storet berkisar antara -90 hingga -106, dimana nilai ini sangat jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat ( -31). Nilai tertinggi ( -90) ada di daerah hilir sungai yakni di lokasi titik pantau W-8 (Jembatan Kretek Bantul), tidak jauh berbeda dengan yang ada di hulu (Karanggawang Sleman) yang memiliki skor -90. Sedangkan nilai terendah ( -106) terjadi di lokasi W-5 (Jembatan Tamansari Yogyakarta), tidak jauh berbeda dengan kondisi yang ada di titik pantau W-6 (Dongkelan, skor -102) dan W-7 (Bakulan Bantul, skor -104) sebagaimana terlihat pada grafik berikut ini. Status Mutu Sungai Winongo Tahun W-1 W-2 W-3 W-4 W-5 W-6 W-7 W-8 Mutu Sungai Winongo memenuhi baku mutu (0) cemar ringan (-1 s/d -10) cemar sedang (-11 s/d -30) cemar berat ( -31) Lokasi Titik Pantau skor W-1 : Karanggawang Sleman W-2 : Denggung Sleman W-3 : Jatimulyo Kricak YK W-4 : Jlagran Bumijo YK W-5 : Tamansari YK W-6 : Dongkelan Bantul W-7 : Bakulan Bantul W-8 : Kretek Bantul Gambar 3. Grafik Status Mutu Air Sungai Winongo Tahun 2014 Sesuai Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta No. 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai di D.I. Yogyakarta, titik pantau W-5 ditetapkan sebagai sungai klas II dimana sesuai peraturan peruntukannya untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar; petemakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Lokasi ini merupakan lokasi dengan status mutu air paling tercemar berat dibanding dengan titik pantau lainnya. Beberapa parameter yang melebihi baku mutu dan memberikan kontribusi skor negatif pada titik pantau W-5 adalah parameter bakteri coliform, bakteri coli tinja, BOD, Nitrit, Minyak 12

24 lemak, kadmium, klorin bebas, Sulfida, Fenol, Phospat dan Krom. Ada 5 parameter yang selalu melebihi baku mutu pada semua periode pemantauan, yakni parameter BOD (tertinggi 12,7 mg/l, terendah 4,9 mg/l, rata-rata 8,9 mg/l, kadar maksimal 3 mg/l), parameter Nitrit (tertinggi 1,79 mg/l, terendah 0,23 mg/l, rata-rata 0,95 mg/l, kadar maksimal 0,06 mg/l), parameter Minyak Lemak (tertinggi 2000 mg/l, terendah 1500 mg/l, rata-rata 1833,3 mg/l, kadar maksimal 1000 mg/l), parameter bakteri coli tinja (t ertinggi JPT/100mL, terendah JPT/100mL, rata-rata JPT/100mL, kadar maksimal 1000 JPT/100mL), bakteri total coli (tertinggi JPT/100mL, terendah JPT/100mL, rata-rata JPT/100mL, kadar maksimal JPT/100mL). Dari 3 kali periode pemantauan, menunjukkan bahwa pada periode pemantauan bulan Mei merupakan kondisi paling buruk bila dibandingkan dengan periode pemantauan bulan Februari maupun September dimana pada bulan Mei terdapat 9 parameter melebihi baku mutu air sungai klas II. 2. Sungai Code Berdasarkan perhitungan dengan metode STORET dan dikaitkan dengan kategori klas air sungai sesuai dengan masing-masing titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Code tergolong tercemar berat. Nilai Storet berkisar antara -89 hingga -124, dimana nilai ini sangat jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat ( -31). Nilai tertinggi ( -89) ada di lokasi titik pantau C-3 (Jembatan Gondolayu Yogyakarta) dan nilai terendah ( -124) justru berada wilayah hulu sungai tepatnya di lokasi titik pemantauan C-1 (Jembatan Boyong Sleman) sebagaimana terlihat pada grafik berikut ini. Status Mutu Sungai Code Tahun 2014 skor C-1 C-2 C-3 C-4 C-5 C-6 C-7 C Mutu Sungai Code memenuhi baku mutu (0) cemar ringan (-1 s/d -10) cemar sedang (-11 s/d -30) cemar berat ( -31) Lokasi Titik Pantau C-1 : Boyong Sleman C-2 : Ngaglik Sleman C-3 : Gondolayu YK C-4 : Sayidan YK C-5 : Keparakan YK C-6 : Tungkak YK C-7 : Abang Ngoto Bantul C-8 : Pacar Wonokromo Btl Gambar 4. Grafik Status Mutu Air Sungai Code Tahun 2014 Dibandingkan dengan lokasi yang lain, titik pantau C-3 merupakan lokasi dengan skor nilai status mutu paling tinggi ( -86), namun demikian skor ini masih jauh di bawah standar cemar berat ( 30). Titik pantau paling tercemar berada di titik pantau C-1 yakni Jembatan Boyong. Titik pantau C-1 (Jembatan Boyong Sleman) termasuk kategori klas I, dimana sesuai Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta No. 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai 13

25 di D.I. Yogyakarta, air kelas satu peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Baku mutu untuk kelas satu sangat ketat, salah satu diantaranya adalah parameter TDS harus 0 mg/l. Hal ini tentunya sangat sulit terwujud, mengingat di daerah hulu Sungai Code, sisa-sisa lumpur erupsi merapi masih cukup banyak sehingga sangat berpengaruh terhadap konsentrasi parameter TDS. Beberapa parameter yang melebihi baku mutu dan memberikan kontribusi skor negatif pada lokasi titik pantau C-1 (Jembatan Boyong Sleman) adalah parameter TSS, BOD, COD, Klorin Bebas, Nitrit, Sulfida, Fenol, Fosfat, Besi, Mangan, Warna, Timbal, Koli Tinja dan Total Koli. Terdapat 5 parameter yang selalu melebihi baku mutu pada tiga periode pemantauan, yakni parameter TSS ( tertinggi 788 mg/l, terendah 54 mg/l, rata-rata 301,3 mg/l, baku mutu 0 mg/l), BOD (tertinggi 12,6 mg/l, terendah 5,7 mg/l, rata-rata 8,4 mg/l, baku mutu 2 mg/l), Sulfida (tertinggi 0,094 mg/l, terendah 0,032 mg/l, rata-rata 0,056 mg/l, baku mutu 0,002 mg/l), bakteri coli tinja (tertinggi JPT/100mL, terendah JPT/100mL, rata-rata JPT/100mL, baku mutu 100 JPT/100mL) dan bakteri total coli (tertinggi JPT/100mL, terendah JPT/100mL, rata-rata , baku mutu JPT/100mL). Dari 3 periode pemantauan menunjukkan bahwa kondisi paling tercemar terjadi pada periode pemantauan bulan September dimana terdapat 11 parameter yang melebihi baku mutu air sungai klas II. 3. Sungai Gajahwong Berdasarkan perhitungan dengan metode STORET dan dikaitkan dengan kategori klas air sungai sesuai masing-masing titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Gajahwong tergolong tercemar berat. Nilai Storet berkisar antara -86 hingga -108, dimana nilai ini sangat jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat ( -31). Nilai tertinggi (-86) ada di lokasi titik pantau G-2 (Jembatan Pelang Condongcatur Sleman) dan nilai terendah ( - 108) berada di wilayah hilir sungai tepatnya di lokasi titik pemantauan G-8 (Jembatan Kanggotan Wonokromo Bantul) sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini. Status Mutu Sungai Gajahwong Tahun 2014 skor G-1 G-2 G-3 G-4 G-5 G-6 G-7 G Mutu Sungai Gajahwong memenuhi baku mutu (0) cemar ringan (-1 s/d -10) cemar sedang (-11 s/d -30) cemar berat ( -31) Lokasi Titik Pantau G-1 : Tanen Pakem Slm G-2 : Pelang Concat Slm G-3 : IAIN YK G-4 : Muja-muju YK G-5 : Rejowinangun YK G-6 : Tegalgendu YK G-7 : Wirokerten Bantul G-8 : Kanggotan Wonokromo Btl Gambar 5. Grafik Status Mutu Air Sungai Gajahwong Tahun

26 Titik pantau G-8 (Jembatan Kanggotan Bantul) merupakan titik pantau dengan status mutu paling tercemar berat dibandingkan titik pantau lainnya. Sesuai Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta No. 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai di D.I. Yogyakarta, pada titik pantau G-8 termasuk kategori sungai Klas II, dimana peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Beberapa parameter yang melebihi baku mutu dan memberikan kontribusi skor negatif pada lokasi titik pantau G-8 (Jembatan Kanggotan Bantul) adalah parameter DO, BOD, COD, klorin bebas, Nitrit, Sulfida, Fenol, Fosfat, Minyak Lemak, Kadmium, Krom, timbal, koli tinja dan total koli. Selama 3 periode pemantauan, terdapat 4 parameter yang selalu melebihi baku mutu, yakni parameter BOD (tert inggi 20,8 mg/l, terendah 9,1 mg/l, rata-rata 13,5 mg/l, baku mutu 3 mg/l), parameter Nitrit (tertinggi 0,65 mg/l, terendah 0,1 mg/l, rata-rata 0,42 mg/l, baku mutu 0,06 mg/l), bakteri coliform (tertinggi JPT/100mL, terendah JPT/100mL, rata-rata JPT/100mL, kadar maksimal JPT/100mL) dan parameter bakteri coli tinja (tertinggi JPT/100mL, terendah JPT/100mL, rata-rata JPT/100mL, baku mutu 1000 JPT/100mL). Dari 3X periode pamantauan, kondisi paling tercemar terjadi pada periode pemantauan bulan Februari, dimana terdapat 10 parameter yang melebihi baku mutu air sungai klas II. D. Udara Secara lebih rinci, kondisi pencemaran udara di Tahun 2014 berdasarkan pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi dengan masing-masing parameter adalah sebagai berikut: 1. Parameter NO 2 Parameter NO 2 pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 400 µg/m 2. Seperti nampak pada tabel 5 bahwa lokasi dengan kadar NO 2 tertinggi berada di Depan Bank BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada Pukul WIB dengan nilai 32,56 µg/m 3. Untuk konsentrasi terendah berada di Halaman LPP Jalan Urip Sumoharjo pada jam WIB dengan nilai 8,91 µg/m 3. Lokasi Tabel 4. Konsentrasi Parameter NO2 di 3 (tiga) titik sampel Parameter NO Depan Kedaulatan Rakyat 15,78 13,56 17,37 11,10 Halaman LPP 8,91 14,93 10,87 15,43 Depan Bank BRI 32,56 29,94 14,02 13,56 Baku Mutu Sumber: Hasil analisis lab

27 Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP Depan Bank BRI Baku Mutu Gambar 6. Grafik Konsentrasi Parameter NO2 di 3 (tiga) titik sampel Tahun Parameter SO 2 Parameter SO 2 pada pengambilan sampel di 3 (tiga) lokasi semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 900 µg/m 2. Seperti nampak pada tabel 6 bahwa lokasi dengan kadar NO 2 tertinggi berada di Depan Bank BRI Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta pada Pukul WIB dengan nilai 23,99 µg/m 3. Untuk konsentrasi terendah berada di Depan Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada jam WIB dengan nilai 11,39 µg/m 3. Lokasi Tabel 5. Konsentrasi Parameter SO 2 di 3 (tiga) titik sampel Parameter SO Depan Kedaulatan Rakyat 11,39 19,22 22,35 14,23 Halaman LPP 17,84 23,43 18,50 13,47 Depan Bank BRI 16,68 23,99 20,22 14,47 Baku Mutu Sumber: Hasil analisis lab Depan Kedaulatan Rakyat Halaman LPP Depan Bank BRI Baku Mutu Gambar 7. Grafik Konsentrasi Parameter SO₂ di 3 (tiga) titik sampel Tahun

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Sungai Winongo Hulu (Karanggawang Turi Sleman) Tengah (Jembatan Jlagran Bumijo YK) Hilir (Mojo Gading Kretek Bantul) C ± 3 C 28,70 24,70 23,40

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Fungsi Pelayanan SKPD Dalam rangka mewujudkan tercapainya visi BLH DIY yaitu Sebagai Institusi Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul Baku Mutu Klas I *) REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN 2017 Jembatan Kedungwates Gunungkidul Jembatan Bunder Gunungkidul Jembatan Dogongan Imogiri, Bantul o C ± 3 o C 29,3 29,5

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1. Rencana Program dan Kegiatan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 lampiran A.VII,

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dari sisi geografi dan letaknya merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa potensi ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA CIMAHI TAHUN ANGGARAN 2015

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA CIMAHI TAHUN ANGGARAN 2015 Hal 1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA CIMAHI Formulir RKA SKPD 2.2 TAHUN ANGGARAN 2015 URUSAN PEMERINTAHAN : 1.0. LINGKUNGAN HIDUP ORGANISASI : 1.0.01. KANTOR LINGKUNGAN

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Daftar Isi halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan... I-1 B. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. b. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam.

a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. b. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Pada Tahun Anggaran 2008, penyelenggaraan urusan wajib bidang lingkungan hidup sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang dilaksanakan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor

: Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN. 40 Skor 70 Skor 100 Skor Lampiran II : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2004. Tentang Tanggal : : Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 DAFTAR ISI

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (SLHD) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR... vii BAB 1. PENDAHULUAN...1 A. LATAR BELAKANG...1 B. KONDISI UMUM...1 C. PERMASALAHAN...3 D. ISU ISU STRATEGIS DALAM RPJMD...4 E. PELUANG DAN

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1. Rencana Program dan Kegiatan. Program untuk lingkungan hidup adalah sebagai berikut: a) Program Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: DPPKA Pemda DIY Gambar 4.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KOTA BONTANG DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

RINGKASAN EKSEKUTIF KOTA BONTANG DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RINGKASAN EKSEKUTIF DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BONTANG 2016 PEMERINTAH KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III KONDISI DAN ANALISIS LINGKUNGAN

BAB III KONDISI DAN ANALISIS LINGKUNGAN BAB III KONDISI DAN ANALISIS LINGKUNGAN 3.1 Kondisi Umum Kondisi kualitas udara jika dilihat dari parameter debu masih cukup baik. Berdasarkan pemantauan parameter debu di 13 titik menunjukkan bahwa kesemua

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. dan Bujur Timur, dengan luas 3.185,80. Luas Area ( ) 32,50 586, ,36

BAB IV GAMBARAN UMUM. dan Bujur Timur, dengan luas 3.185,80. Luas Area ( ) 32,50 586, ,36 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Obyek penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta a. Luas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH PROFIL WILAYAH SULAWESI SELATAN Luas Area : 46.083,94 Km2 Panjang Pesisir

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BULELENG RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2018 SASARAN/CAPAIAN PROGRAM KEGIATAN PROGRAM Uraian Indikator Kinerja (Outcome) Target/Satuan Uraian Indikator Kinerja Target/Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci