LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-nya Pemerintah Kabupaten Bantul dapat kembali menyampaikan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah yang mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan di Kabupaten Bantul ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Laporan ini juga menggambarkan keadaan lingkungan hidup, baik penyebab dan dampak permasalahan maupun respon pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah lingkungan. Mengingat kompleksnya jenis tekanan terhadap lingkungan hidup di Kabupaten Bantul, maka diperlukan kesadaran bersama akan pentingnya peningkatan kapasitas agar dapat mengamati perubahan kondisi lingkungan hidup yang terjadi dalam suatu sistem pemantauan. Data dan informasi yang dihasilkan akan sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan untuk ketepatan intervensi persoalan lingkungan hidup yang dihadapi. Harapan kami, semoga Laporan Status Lingkungan Hidup ini juga bermanfaat serta menggugah semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup di Kabupaten Bantul. Akhirnya, kami menyadari bahwa Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Tahun 2013 ini tidak dapat disajikan apabila tidak ada partisipasi dari berbagai pihak terkait. Untuk itu, atas nama Pemerintah Kabupaten Bantul, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dari semua pihak yang terlibat. Bantul, Januari 2013 Bupati, Hj. Sri Surya Widati i

3 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR Halaman i ii v BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Isu-isu Prioritas... 1 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP... 5 A. B. C. D. E. F. G. Lahan Dan Hutan... A.1. Lahan... A.2. Hutan... A.3. Kualitas Lahan... A.4. Kerusakan Lahan... Keanekaragaman Hayati B.1. Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang Diketahui... B.2. Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi... Air... C.1. Kondisi Hidrologi... C.2. Kualitas Air Sungai... C.3. Kualitas Mata Air... C.4. Kualitas Sumur... Udara... D.1. Udara Ambient... D.2. Kualitas Air Hujan... Laut, Pesisir dan Pantai... E.1. Kondisi Pesisir dan Pantai E.2. Kualitas Air Laut.. Iklim... F.1. Kondisi Iklim... F.2. Unsur Iklim... Bencana Alam Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul ii

4 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN 56 A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. Kependudukan. A.1. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk. A.2. Jumlah Penduduk Menurut Status Pendidikan... Pemukiman.. B.1.Kondisi Pemukiman. B.2. Permasalahan Sosial. B.3. Sanitasi Lingkungan Kesehatan... C.1. Kondisi Kesehatan dan Sarana Pelayanan.... C.2. Kondisi Penyakit. C.3. Limbah Kesehatan. Pertanian.. D.1. Lahan dan Produksi Sawah... D.2. Lahan dan Produksi Perkebunan... D.3. Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia... D.4. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian.. D.4. Peternakan.... D.5. Emisi gas methan dan karbon dioksida. Industri.. E.1. Perkembangan Sektor Industri. E.2. Pengelolaan Limbah Industri. Pertambangan. F.1. Kegiatan Pertambangan. F.2. Jenis-Jenis Penambangan. Energi G.1. Penggunaan Energi Sektor pada Transportasi... G.2. Penggunaan Energi pada Sektor Industri dan Rumah Tangga... G.3. Emisi CO2 dari Konsumsi Energi. Transportasi. H.1. Pengembangan sistem Transportasi... H.2. Dampak Kegiatan Transportasi Pariwisata. I.1. Potensi Wisata.. I.2. Kunjungan Wisatawan I.3. Limbah SeKtor Pariwisata.... Limbah B3 J.1. Pengelolaan Limbah B3.. J.2. Industri Penghasil Limbah B Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iii

5 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 J.3. Izin Penyimpanan, Pengumpulan Limbah B3. J.4. Dampak Lingkungan Limbah B BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN 102 A. B. C. D. E. Rehabilitasi Lingkungan... AMDAL... Penegakan Hukum... Peran serta Masyarakat... Kelembagaan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iv

6 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 : Peta Rencana Penggunaan Lahan... 6 Gambar 2.2 : Peta Rencana Kawasan Hutan Lindung... 9 Gambar 2.3 : Penyu Sisik di Pantai Selatan Bantul Gambar 2.4 : Peta Hidrogeologi Kabupaten Bantul Gambar 2.5 : Pemantauan Kualitas Air Sungai Opak Gambar 2.6. : Parameter Total Koli dan Koli Tinja di Sungai Winongo Gambar 2.7 : Parameter BOD,COD,DO dan Phosphat di Sungai Winongo.. 19 Gambar 2.8 : Parameter Khlorin bebas di Sungai Winongo Gambar 2.9 : Parameter Total Koli dan Koli Tinja di Sungai Bedog Gambar 2.10 : Parameter DO, BOD dan Phosphat di Sungai Bedog Gambar 2.11 : Parameter Khlorin bebas, Sulfida dan Seng di Sungai Bedog 22 Gambar 2.12 : Parameter Total Koli dan Koli Tinja di Sungai Code Gambar 2.13 : Parameter BOD,COD,DO, Fenol dan Phosphat di sungai Code Gambar 2.14 : Parameter Khlorin bebas, Sulfida dan Seng di Sungai Code.. 25 Gambar 2.15 : Parameter Total Koli dan Koli Tinja di Sungai Opak Gambar 2.16 : Parameter BOD,COD,DO, Fenol di sungai Opak Gambar 2.17 : Parameter Khlorin bebas, Sulfida dan Seng di Sungai Opak 27 Gambar 2.18 : Parameter Total Koli dan Koli Tinja di Sungai Gajah Wong Gambar 2.19 : Parameter BOD, DO, Fenol di sungai Gajah Wong Gambar 2.20 : Parameter Khlorin bebas, Sulfida dan Seng di Sungai Gajah Wong Gambar 2.21 : Tren Konsentrasi BOD di sungai Winongo Gambar 2.22 : Tren Konsentrasi COD di sungai Winongo Gambar 2.23 : Tren Konsentrasi DO di sungai Winongo Gambar 2.24 : Tren Konsentrasi Phosphat di sungai Winongo Gambar 2.25 : Peta Pengambilan Pengambilan Sampel Air Sungai Gambar 2.26 : Pengambilan Sampel air Sumur di Kecamatan Sewon Gambar 2.27 : Pemantauan Kualitas Udara di Sewon dan Bantul Gambar 2.28 : Konsentrasi CO Gambar 2.29 : Konsentrasi CO Gambar 2.30 : Konsentrasi NO Gambar 2.31 : Konsentrasi Pb Gambar 2.32 : Konsentrasi Partikel (TSP) Gambar 2.33 : Tren Konsentrasi Partikel (TSP) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul v

7 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 Gambar 2.34 : Tren Konsentrasi Pb Gambar 3.35 : Peta Pengambilan Sampel Udara Gambar 3.36 : Bencana Angin Puting Beliung di Piyungan Gambar 2.37 : Bencana Tanah Longsor di Pajangan Gambar 3.38 : Peta Kawasan Rawan Longsor Gambar 3.1 : Sampah di sungai wilayah kecamatan Sewon Gambar 3.2 : Timbulan Sampah di Kabupaten Bantul Gambar 3.3 : Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kasihan Gambar 3.4 : Tren Perubahan Lahan Pertanian menjadi Non Pertanian Gambar 3.5 : Perkembangan Industri di Kabupaten Bantul Gambar 3.6 : Peta Rencana Kawasan Industri Gambar 3.7 : Abrasi pantai Kuwaru di Srandakan Gambar 3.8 : Tren Kunjungan Wisata Gambar 3.9 : Limbah Pertamina dan Industri Tekstil Gambar 4.1 : Rehabilitasi Hutan Rakyat Gambar 4.2 : IPAL Biogas Gambar 4.3 : Kegiatan Peternakan Ayam di Pajangan Gambar 4.4 : Kegiatan Bank Sampah di Badegan, Bantul Gambar 4.5 : Peralatan Pengelolaan Sampah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul vi

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia dan dilakukan secara berkelanjutan. Eksplorasi sumber daya alam terus dilakukan untuk menunjang pembangunan. Akan tetapi eksplorasi tanpa memperhatikan aspek pengelolaan dan perlindungan menyebabkan tingginya tekanan terhadap lingkungan berupa pencemaran air, udara dan tanah, berkurangnya luasan hutan serta perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Pentingnya aspek pengelolaan dan perlindungan dalam melakukan eksplorasi sumber daya alam maka perlu dilakukan pengawasan. Peraturan dan perijinan mengenai Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Ijin Lingkungan, Pengawasan Lingkungan dan Penilaian kondisi lingkungan dibuat dengan memperhatikan kondisi lingkungan agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan yang berdampak buruk terhadap mahluk hidup. Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) menjadi perangkat penting bagi pemerintah dalam mengevaluasi kondisi lingkungan dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut pembangunan suatu daerah. B. Isu-isu Prioritas Permasalahan-permasalahan lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Bantul hasil inventarisasi dan berdampak besar terhadap pelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam, merupakan isu prioritas daerah. Untuk menyelesaikan isu-isu tersebut diperlukan perhatian semua pihak dengan didukung anggaran yang memadai. Berdasarkan pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang masuk, iventarisasi permasalahan lingkungan dari Kecamatan dan dinas/instansi terkait serta hasil pemantauan yang dilaksanakan, ada beberapa isu prioritas yang terjadi saat ini antara lain pencemaran air, permasalahan sampah akibat dari kegiatan, kerusakan kawasan pantai (abrasi), bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, dan efek gas rumah kaca. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1

9 1. Pencemaran Air Pesatnya aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan meningkatnya berbagai kegiatan yaitu industri, peternakan, kesehatan dan lain-lainnya yang apabila limbahnya tidak dikelola dengan benar dikhawatirkan menimbulkan pencemaran lingkungan baik air, udara dan tanah. Sumber pencemaran air berasal dari limbah rumah tangga yang belum tertangani, industri yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah lebih dulu, limbah kesehatan yang tidak dikelola dengan baik, limbah peternakan yang belum dikelola secara baik, dan lain-lainnya. Kurangnya pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan dari berbagai pihak serta keterbatasan modal maupun SDM menyebabkan belum optimalnya pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatan/usaha sehingga masih ditemukan kasus-kasus pencemaran dari kegiatan/usaha. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas/Instansi terkait, masyarakat, LSM, dan lain-lain untuk mencegah pencemaran air yang meliputi pemantauan kualitas air secara rutin, monitoring kegiatan/usaha yang berpotensi menimbulkan pencemaran pemberian bantuan biogas bagi kelompok ternak, evaluasi dan monitoring dokumen lingkungan dan pembuatan IPAL Komunal. Namun dari kegiatankegiatan yang telah dilaksanakan, sampai saat ini belum dapat memecahkan permasalahan-permasalah lingkungan dengan tuntas. Oleh sebab itu diperlukan perhatian yang lebih besar serta penambahan anggaran maupun jumlah kegiatan agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup mengingat air merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. 2. Permasalahan Sampah Meningkatnya jumlah penduduk diiringi oleh meningkatnya kebutuhan keluarga dan perkembangan teknologi, menyebabkan peningkatan produk-produk yang menghasilkan sampah anorganik lebih banyak dari sampah organik. Dari tahun ke tahun volume sampah selalu mengalami peningkatan baik jumlah maupun jenisnya. Permasalahan sampah bukan lagi menjadi masalah lokal tetapi sudah menjadi masalah nasional yang sangat komplek. Untuk itu dalam upaya pemecahannya diperlukan keterlibatan berbagai pihak agar ikut berperan aktif menurunkan volume sampah melalui pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduse, Reuse dan Recycle). Tidak berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, permasalahan sampah di Kabupaten Bantul juga menjadi isu prioritas yang perlu dipecahkan bersama untuk mewujudkan kondisi lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 2

10 Pada umumnya permasalahan sampah banyak terjadi di wilayah perbatasan dengan kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan. Beberapa hal yang menyebabkan permasalahan tersebut antara lain kurangnya TPS di lokasi pemukiman, perkantoran, pasar dan lain-lain, keterbatasan lahan, kurangnya sarana dan prasarana pengangkut sampah, serta belum optimalnya pengelolaan sampah dengan prinsip 3 R. Beberapa upaya telah dilaksanakan Pemerintah Daerah melalui dinas/instansi terkait bekerjasama dengan masyarakat, LSM dan Perguruan Tinggi untuk membantu memecahkan permasalahan tersebut namun hasilnya belum optimal. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain sosialisasi tentang pengelolaan sampah di kantor-kantor, sekolahsekolah, PKK dan lain-lain, pemasangan papan larangan serta pemberian bantuan kepada kelompok-kelompok pengelola sampah berbasis masyarakat maupun sekolah berupa alat pengelola sampah seperti tong sampah, mesin pencacah sampah, komposter, motor pengangkut sampah dan lain-lain. Melalui pemberian stimulan alat pengelola sampah tersebut, kelompok-kelompok pengelola sampah mampu memproduksi pupuk, briket, kerajinan tangan berupa tas, dompet, tempat HP dan lain-lain yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga serta menurunkan volume sampah. 3. Kerusakan kawasan pantai Kawasan pantai selatan Bantul meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek dengan garis pantai kurang lebih 12 Km. Kondisi pantai saat ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terjadinya perubahan iklim menyebabkan tingginya gelombang air laut yang mengakibatkan tebing pantai tergerus (abrasi). Disamping itu rusaknya ekosistem pantai dikhawatirkan mendorong terjadinya abrasi pantai. Dari ketiga kawasan pantai tersebut saat ini telah mengalami abrasi walaupun tingkat kerusakannya berbeda-beda. Pantai Parangtritis tingkat abrasinya lebih kecil dibandingkan dengan pantai Samas, Pandansimo dan Kuwaru. Hal ini disebabkan adanya gumuk pasir yang lebih banyak dibandingkan dengan pantai lainnya sehingga dapat menghalangi terjadinya gelombang pasang. Abrasi terbesar tahun 2011 terjadi di pantai Kuwaru, Srandakan yang mengikis habis bangunan pelestari penyu, mercu suar dan hanyutnya cemara udang. Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah bersama masyarakat, LSM, swasta dan lain-lain untuk mencegah abrasi pantai antara lain penanaman pohon bakau, cemara udang, pandan laut, nyamplung dan lain-lain yang berfungsi sebagai wind barrier untuk mengurangi abrasi pantai yang terjadi. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 3

11 4. Bencana Alam (Banjir dan tanah longsor) Posisi Kabupaten Bantul yang terletak di bagian hilir serta banyaknya sungai yang melewatinya, curah hujan tinggi, drainse yang kurang baik, berkurangnya daerah resapan air mengakibatkan setiap tahun bencana banjir melanda di beberapa wilayah kecamatan. Banjir terjadi di beberapa wilayah kecamatan khususnya pada wilayah yang mempunyai permasalahan air. Sebagian dari wilayah di Kabupaten Bantul merupakan daerah perbukitan yang berada di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul dan bagian Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo. Wilayah-wilayah tersebut meliputi kecamatan Piyungan, Dlingo, Imogiri, Pleret, Pajangan dan Sedayu. Mengingat struktur tanahnya yang labil berupa tanah liat yang sukar menyerap air, curah hujan tinggi, kurangnya penghijauan menyebabkan wilayah-wilayah tersebut setiap tahun mengalami longsor lahan yang mengakibatkan rusaknya bangunan sarana dan prasarana lainnya. 5. Efek Gas Rumah Kaca Dengan meningkatnya aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan energi. Kebutuhan akan energi selama ini bergantung pada bahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan gas-gas yang mempunyai efek rumah kaca, seperti gas karbondioksida dan nitrogen oksida. Efek gas rumah kaca mengakibatkan temperatur permukaan bumi meningkat, selanjutnya berakibat pada perubahan iklim yang sangat ekstrim. Pemanasan permukaan bumi terjadi secara global sehingga berdampak pada mencairnya gununggunung es di daerah kutub yang menyebabkan naiknya permukaan air laut. Pemerintah Kabupaten Bantul bekerjasama dengan instansi terkait, masyarakat, dan LSM untuk mengurangi efek gas rumah kaca. Upaya yang telah dilakukan adalah melakukan penanaman pohon di lahan bekas penambangan, daerah pesisir pantai, dan lahan kritis serta memperluas ruang terbuka hijau dengan membangun taman-taman di daerah perkotaan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 4

12 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN A.1 Lahan Penggunaan lahan berdasarkan tabel SD-1 dibagi menjadi non pertanian, sawah, lahan kering, perkebunan, hutan dan badan air. Penggunaan lahan di Kabupaten Bantul berdasarkan klasifikasi tersebut, penggunaan lahan terluas adalah untuk persawahan dengan luasan ,43 Ha. Sedangkan penggunaan terendah untuk lahan badan air sebesar 31 Ha. Penggunaan lahan untuk persawahan mengalami penurunan dari ,111 Ha pada tahun 2012 menjadi ,43 Ha pada tahun 2013 Ha atau terjadi alih fungsi lahan sebesar 351,681 Ha. Lahan sawah dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk Kabupaten Bantul sebagai lahan pertanian tanaman pangan yang merupakan salah satu sektor sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penggunaan lahan untuk persawahan tertinggi di Kecamatan Sewon yang mencapai 1.420,20 Ha. Terjadi penurunan luasan peruntukkan sawah sebesar 4, 57 Ha dari 1.424,766 Ha di tahun Sedangkan penggunaan lahan sawah terkecil di kecamatan Dlingo sebesar 261 Ha. Kecilnya luas lahan sawah di Kecamatan Dlingo disebabkan karena wilayah tersebut sebagian besar berupa perbukitan, tanah tandus sehingga tidak cocok sebagai lahan pertanian khususnya tanaman padi. Luasan lahan kering di Kabupaten Bantul sebesar ,06 Ha terdiri dari tegalan seluas 6.634,7534 Ha dan kebun campur seluas ,3042 Ha. Dimana tegalan terluas terdapat di Kecamatan Dlingo dengan luasan 1.705,4252 Ha. Sedangkan terkecil di Kecamatan Bantul dan Sewon dengan luasan masing-masing 2 Ha dan Kecamatan Bambanglipuro tidak mempunyai lahan tegalan. Untuk kebun campur, luasan terbesar terdapat di Kecamatan Pajangan sebesar Ha sedangkan terkecil di Kecamatan Pleret 356 Ha. Lahan hutan terdapat di Kecamatan Dlingo dan Imogiri dengan luasan masing-masing Ha dan 187 Ha. Lahan sebagai badan air mempunyai luasan 30 Ha terdapat di Kecamatan Srandakan. Penggunaan lahan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran, infrastruktur lainnya berdasarkan data dari Badan Pertanahan Kabupaten Bantul mengalami kenaikan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 5

13 tiap tahun dari 3844,39 Ha tahun 2010, 3872,2020 Ha di tahun 2011 dan pada tahun 2012 menjadi ,098 Ha sedangkan pada tahun 2013 terjadi penurunan sebesar ,2653 Ha atau menjadi 3.835,8327 Ha. Luasan lahan non pertanian terbesar di Kecamatan Kasihan dengan luasan 548,6676 Ha dan terkecil di Kecamatan Kretek dengan luasan 38,1221 Ha. Luasnya lahan non pertanian di Kecamatan Kasihan disebabkan lokasi wilayah yang berada di perbatasan dengan Kota Yogyakarta sehingga perkembangan pembangunan baik industri, pemukiman, pendidikan dan lain-lain berkembang pesat. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 6

14 Gambar 2.1. Peta Rencana Penggunaan Lahan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1

15 A.2 Hutan Hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Hutan mempunyai peran sebagai penyedia sumber air bagi manusia dan lingkungannya, hutan punya kemampuan menyerap karbon, pemasok oksigen (O2) di ud ara dan penyedia jasa wisata serta sumber genetik flora dan fauna. Mengingat begitu besar peran hutan bagi makluk hidup, maka hutan harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, sehingga kerusakan hutan seperti kebakaran hutan, penebangan ilegal, kegiatan penambangan dan lain-lain dapat dihindari. Ada beberapa fungsi/status kawasan hutan antara lain kawasan konservasi, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman burung, taman nasional, taman hutan raya, hutan lindung, hutan produksi maupun hutan kota (tabel SD-2). Berdasarkan hal tersebut, Kabupaten Bantul mempunyai hutan yang berfungsi sebagai suaka margasatwa yang berlokasi di kecamatan Imogiri seluas 11,4 Ha sedangkan sebagai hutan lindung berlokasi di kecamatan Dlingo seluas Ha. Dengan mengacu RTRW yang ada, Kabupaten Bantul juga memiliki kawasan lindung, yang berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumber daya buatan, serta nilai budaya dan sejarah bangsa untuk kepentingan berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mengacu tiga pilar utama yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Luas kawasan lindung berdasarkan RTRW dan tutupan lahannya (tabel SD -3) berupa kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung seluas Ha dan kawasan resapan air seluas Ha. Kawasan hutan lindung memberikan perlindungan kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pencegah banjir dan erosi, pengatur tata air, serta memelihara kesuburan tanah. Sedangkan kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi meresap air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sekitar danau/waduk seluas Ha, sempadan sungai Ha dan sempadan pantai seluas 123 Ha. Kawasan perlindungan setempat ini diperuntukkan bagi pemanfaatan tanah yang dapat menjaga pelestarian jumlah, kualitas, dan penyebaran mata air serta kelancaran maupun ketertiban pengaturan air dari sumber-sumber air. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat mapun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman hayati dan sebagai penyangga sistem kehidupan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1

16 kawasan tersebut yang meliputi kawasan suaka alam di Imogiri seluas 11,4 Ha, suaka margasatwa laut (Penyu) di kawasan pantai selatan seluas 0,1 Ha serta kawasan pantai berhutan bakau di Kecamatan Kretek seluas 5 Ha. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah diantaranya adalah sempadan mata air seluas Ha yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan antara lain Dlingo, Piyungan, Pajangan, Imogiri, Pundong dan Bambanglipuro. Kawasan budidaya seluas Ha. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 2

17 Gambar 2.2. Peta Rencana Kawasan Hutan Lindung Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1

18 A.3 Kualitas Lahan Tanah memiliki banyak fungsi dalam kehidupan, salah satunya adalah fungsi produksi. Fungsi produksi adalah sebagai penghasil biomassa, seperti bahan makanan, kayu dan bahan obat-obatan. Untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi tanah, dengan tujuan melestarikan dan meningkatkan kemampuan produksi dan pelestariannya maka perlu dilaksanakan pemantauan maupun pengujian kualitas lahan secara rutin. Pemantauan kualitas lahan dilaksanakan dengan pengambilan sampel sebanyak sepuluh titik untuk lahan kering yang mana kesepuluh titik tersebut mewakili penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan dan tegalan. Lokasi pengambilan sampel meliputi kecamatan Keretek, Srandakan, Sanden, Pajangan, dan Bambanglipuro. Pengujian sampel berdasarkan parameter-parameter yang tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, dari sepuluh titik pengambilan sampel pada parameter ph tertinggi 6,5 di dua lokasi, yaitu Desa Gadingsari Kecamatan Sanden dan Desa Poncosari kecamatan Srandakan sedangkan terendah mencapai 4,8 di Desa Sundi Kecamatan pajangan. Sedangkan besarnya parameter DHL tertinggi 0,221 µs/cm di Desa Ngepet kecamatan Srigading dan terendah 0,0737 µs/cm di Desa Srigading kecamatan Sanden. Apabila hasil uji dilihat berdasarkan tekstur tanah ( pasir, debu, dan liat ) kandungan pasir tertinggi di Desa Murtigading Kecamatan Sanden sebesar 80%, debu dan liat atau disebut koloid tertinggi di desa parangtritis Kecamatan Kretek sebesar 72%. Tekstur tanah yang baik utuk tanaman adalah tekstur tanah yang gembur, di dalamnya terdapat ruang pori-pori yang dapat diisi oleh tanah dan udara. Tanah liat bertekstur jelek tersusun atas partikel-partikel yang cukup kecil. Jeleknya lagi, tanah liat akan menahan air dengan keras sehingga keadaannya menjadi lembab dan udarapun berputar cukup lambat. Tanah liat cenderung menggumpal dan amat rakus menghisap air. Adapun tanah yang strukturnya seperti tanah pasir bersifat porous yang menyebabkan tanaman tidak tumbuh subur. Sifat porous tanah tersebut sangat mudah merembeskan air yang mengangkut zat-zat makanan hingga jauh ke dalam tanah, akibatnya zat-zat makanan yang dibutuhkan tanaman tersebut tidak dapat dijangkau oleh akar. Berdasarkan hasil pengamatan porositas total tidak ada yang melebihi baku mutu. Porositas tertinggi terdapat di desa Argorejo dengan nilai 64,5% sedangkan terendah desa Sidomulyo kecamatan Bambanglipuro sebesar 50,4%. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 47

19 A.4 Kerusakan Hutan dan Lahan Kerusakan hutan dan lahan disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak memperdulikan faktor ekologi. Laju Deforestasi yang tinggi tidak sebanding dengan laju rehabilitasi hutan dapat menyebabkan terjadinya bencana alam seperti banjir, kekeringan, erosi dan tanah longsor. Untuk menghidari bencana akibat deforestasi maka dilakukan inventarisasi luasan lahan kritis untuk dilakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Lokasi lahan kritis di kabupaten Bantul tersebar di 12 kecamatan (tabel SD-5). total luasan lahan kritis pada tahun 2013 sebesar 463,2 Ha terjadi penurunan sebesar 1.864,55 Ha dari 2.327, 75 Ha ditahun Luasan tersebut terus menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 932,53 Ha dari tahun 2011 yang mencapai 2.328,25 Ha. Wilayah dengan luasan lahan kritis terbesar adalah kecamatan Sedayu yang mencapai 99 Ha turun sebesar 471 dibandigkan tahun 2012 sebesar 570 Ha. sedangkan terendah adalah kecamatan pandak dengan luasan sebesar 5 Ha. Sedangkan wilayah yang tidak mempunyai lahan kritis adalah wilayah kecamatan Banguntapan, Bantul, Bambanglipuro, Pajangan, dan Sewon. Faktor lain penyebab terjadinya lahan kritis adalah konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, wilayah pertambangan hutan tanaman industri. Berdasarkan data dari dinas terkait seperti tercantum pada tabel SD-10 tidak ada konversi hutan. Kerusakan hutan pada tahun 2012 akibat kebakaran hutan, ladang berpindah, penebangan liar, perambahan hutan tidak terjadi (SD-9). B. KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati merupakan pernyataan mengenai berbagai macam (variasi) bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang terdapat pada berbagai tingkatan makhluk hidup. Sedangkan menurut UU no. 5 tahun 1994, keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan) lainnya, serta komplek -komplek Ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem. B.1 Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang diketahui Keanekaragaman hayati berdasarkan ekosistem di kabupaten Bantul meliputi dua ekosistem, yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Berdasarkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, fauna yang telah teridentifikasi adalah golongan hewan menyusu, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 48

20 burung, dan reptil, sedangkan golongan amphibi, keong, serangga, dan ikan belum teridentifikasi. Untuk flora atau tumbuhan, juga belum teridentifikasi. Jumlah spesies fauna di kabupaten Bantul (Tabel SD-11) yang telah diketahui berjumlah 11 spesies. Sebelas spesies tersebut meliputi golongan hewan menyusu sebanyak 1 spesies, yaitu rusa timor. Golongan burung ada 6 spesies, yaitu Cakakak jawa, cakaka sungai, burung madu sriganti, burung madu kelapa, elang ular bido, dan kuntul kerbau. Kemudian golongan reptil yang telah teridentifikasi berjumlah empat spesies, yaitu penyu hijau, penyu sisik, penyu belimbing, dan penyu abu-abu. Jumlah tiap spesies di Kabupaten Bantul belum diketahui kecuali spesies rusa timor sebanyak 43 ekor yang merupakan jumlah yang ada dipenangkaran. B.2 Status Flora dan Fauna Berdasarkan hasil identifikasi, status fauna yang masuk kategori endemik dari tiga golongan yang telah teridentifikasi, yaitu golongan hewan menyusu adalah spesies rusa timor dan dari golongan burung adalah cakakak jawa. Spesies yang masuk kedalam hewan yang dilindungi meliputi golongan hewan menyusu, burung, dan reptil. Dari golongan hewan tersebut semua spesies masuk kedalam kategori hewan dilindungi. Fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini dikhawatirkan terjadinya penurunan flora dan fauna yang ada baik jumlah maupun jenisnya. Untuk mempertahankan kelestarian flora dan fauna, maka perlu dilakukan perlindungan melalui pengembang biakkan. Beberapa golongan dan spesies fauna yang statusnya terancam diperlukan perlindungan seperti golongan hewan menyusu dari spesies rusa timor. Sedangkan dari golongan burung meliputi spesies burung madu kelapa, burung madu sriganti, cikakak jawa, cikakak sungai, elang ular bido, dan kuntul kerbau. Untuk golongan reptil meliputi spesies penyu sisik, hijau, abu-abu dan belimbing. Usaha penangkaran telah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yaitu satwa penyu yang ada di pantai selatan. Dengan terjadinya abrasi pantai Kuwaru, gedung penangkaran penyu yang ada hanyut terbawa air laut. Berbagai kasus lingkungan terkait dengan keanekaragaman hayati menunjukan kita belum mampu menjaga kelestarian keanekaragaman hayati tersebut. Eksplotasi keanekaragaman hayati, penebangan ilegal, konversi kawasan hutan, perburuan dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 49

21 perdagangan satwa liar, penggunaan teknis dan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan adalah beberapa faktor yang menyebabkan terancamnya keanekaragaman hayati. Pemanfaatan berlebihan oleh manusia sering kali mempercepat proses kepunahannya. Ancaman kepunahan pada keanekaragaman hayati di hutan umumnya karena rusaknya habitat, penggunaan secara berlebihan. Kebanyakan spesies yang terancam punah menghadapi dua atau lebih permasalahan tersebut, sehingga mempercepat kepunahannya dan menyulitkan usaha usaha pelestariannya. Perubahan habitat alami maupun konversi habitat alami menjadi areal hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, pemukiman dan lain-lain telah memberi andil yang besar bagi kepunahan keanekaragaman hayati dan kerabat liar tanaman budidaya di Indonesia. C. AIR Letak kabupaten Bantul yang berada di posisi hilir provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dialiri oleh sungai-sungai besar maupun anak sungainya. Sungai-sungai besar yang mengalir adalah sungai Bedog, Winongo, Opak dan Gajah Wong dengan panjang, lebar dan debit yang bervariasi (SD-12). Sungai yang terpanjang adalah sungai Bedog mencapai 40,92 Km, sungai yang terdalam adalah sungai Gajahwong dengan kedalaman 3 m. Dari lima sungai tersebut apabila dilihat debitnya, debit terbesar adalah sungai Opak yang mencapai 22,88 m 3 /det, terendah sungai Winongo yang mencapai 0,76 m 3 /det. Sumber daya air lainnya adalah mata air (tuk) yang tersebar di beberapa wilayah dan beberapa mata air membentuk situ (tabel SD-13). Berdasarkan data dari dinas Suber Daya Air terdapat 69 mata air yang telah diinventarisasi dan yang membentuk situ berjumlah 15 mata air. situ terluas adalah mata air Semuten dengan luas 110 Ha. Dan yang terkecil adalah mata air Kunden dengan luas sebesar 10,5 Ha. Air sungai dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan dan industri, air tanah seperti sumur dimanfaatkan untuk mandi, cuci, masak, menyirami tanaman, cuci mobil/motor dan lainlain. Sedangkan mata air yang berada di perbukitan pemanfaatannya hampir sama dengan air sumur. C.1 Kualitas Air Sungai Pemanfaatan air sungai yang begitu besar maka diperlukan pemantauan terhadap kualitas air sungai tersebut agar kualitasnya sesuai dengan peruntukkannya dan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Peruntukkan air sungai di Kabupaten Bantul sesuai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 50

22 dengan Peraturan Gubenur DIY nomor 20 Tahun 2008, mutu air klas II. Pemantauan dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul terhadap lima sungai besar. Gambar 2.5. Pemantauan Kualitas Air Sungai Opak Titik pantau dari kelima sungai tersebut berjumlah 15 titik dimana titik pengambilan sampel mewakili bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Dari hasil pemantauan rata-rata 36,12% parameter yang diujikan melampaui baku mutu klas II. Parameter-parameter tersebut meliputi parameter kimia anorganik, mikrobilogi, dan kimia organik. Berikut parameter-parameter yang melampaui baku mutu klas II. Parameter kimia anorganik meliputi DO (Disolve Oxygen), BOD (Biological Oxygen Demand), Total fosfat, fenol, klorin bebas, nitrit (NO 2 ), dan nitrat (NO 3 ). Parameter organik adalah minyak dan lemak dan parameter kimia organik yaitu fecal coliform dan total coliform. C.1.a. Hasil Analisa Kualitas Air Sungai 1. Sungai Winongo Pemantauan air Sungai Winongo dilakukan pada bulan Mei 2013 dengan sasaran 5 lokasi titik pantau (lokasi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya) mulai dari daerah hulu yaitu Jomegatan, Kweni, Nyemengan, Manding hingga daerah hilir yaitu Gading Lumbung, Kretek. Hasil analisa laboratorium jika parameter yang tercemar dipersentasekan berdasarkan titik pantaunya maka hasilnya adalah BOD ( 80%), DO (100%), nitrit ( 40%), Total fosfat (40%), Bakteri total koli (100%), Bakteri Koli Tinja (100%), dan minyak dan Lemak (60%) telah melampaui batas baku mutu. Sedangkan parameter minyak dan lemak untuk titik pantau yang terletak di hilir (Gading lumbung) nilainya sama dengan batas baku mutu (33,3%). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 51

23 1.a Parameter BOD, COD dan DO Hasil uji laboratorium untuk parameter BOD, COD dan DO pada 5 titik pantau di sungai Winongo dapat dilihat pada gambar grafik dibawah. Parameter DO Konsentrasi (mg/l) 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 5 4,1 3,8 4,9 4,6 4,7 Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lumbung DO Baku Mutu DO Gambar 2.6 Parameter DO di sungai Winongo Konsentrasi (mg/l) 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 3 2,1 Parameter BOD 4,0 3,9 5,9 6,9 BOD Baku Mutu BOD Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lumbung Gambar 2.7 Parameter BOD di sungai Winongo Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 52

24 Parameter COD 30,0 Konsentrasi (mg/l) 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 25 6,3 9,1 8,2 12,9 14,7 COD Baku Mutu COD Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lumbung Gambar 2.8 Parameter BOD di sungai Winongo Berdasarkan grafik diatas, parameter DO dan BOD telah melampui batas baku mutu meskipun untuk parameter BOD ada satu titik yang belum melapui baku mutu. Sedangkan untuk parameter COD, kelima titik pantau belum malampaui batas baku mutu dengan nilai sebesar 25 mg/l (gambar 2.8). Lebih lanjut, konsentrasi parameter DO di lima titik pantau berada dibawah baku baku mutu air klas II. Berdasarkan baku mutu air klas II, kadar minimum DO sebesar 5 mg/l. Kadar DO terendah sebesar 3,8 mg/l terdapat pada titik pantau Nyemengan. Sebaliknya, titik pantau dengan kadar DO tertinggi pada titik pantau Kweni dengan nilai sebesar 4,9 mg/l. Rendahnya kadar DO hingga dibawah baku mutu disetiap titik pantau sungai Winongo mengindikasikan terjadinya pencemaran oleh limbah yang mengandung senyawa pereduksi sehingga mengikat oksigen terlarut (DO) dan/atau banyaknya mikroorganisme seperti alga dan bakteri. DO sangat diperlukan untuk kehidupan makhluk hidup yang tinggal di air, baik tanaman maupun hewan. Selanjutnya, parameter BOD mempunyai baku mutu dengan kadar maksimal sebesar 3 mg/l. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi BOD yang masih dibawah baku mutu terletak di hulu sungai, yaitu titik pantau Jomegatan dengan nilai sebesar 2,1 mg/l. Sedangkan yang telah melewati baku mutu adalah titik pantau Nyemengan, Kweni, Manding dan Gading lumbung. Konsentrasi tertinggi terdapat pada titik pantau Gading lumnung dengan kadar sebesar 6,9 mg/l. Sebaliknya, konsentrasi terendah adalah titik pantau Kweni dengan konsentrasi sebesar 3,9 mg/l. Tingginya kadar BOD mengindikasikan tingginya zat organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme. Tingginya zat organik tersebut dapat Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 53

25 disebabkan oleh limbah industri, domestik dan/atau tumbuhan yang mati baik itu tumbuhan di sempadan sungai atau tumbuhan air yang masuk kedalam air. 1.b Parameter Nitrit (NO 2 ) Batas maksimum konsentrasi NO 2 berdasarkan baku mutu air klas II adalah 0,06 mg/l. Berdasarkan hal tersebut terdapat dua titik pantau yang melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Manding dan Gading lumbung dengan nilai sebesar 0,1 mg/l, seperti terlihat pada gambar 2.9. Parameter Nitrit (NO2) Konsentrasi (mg/l) 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0,1 0,10 0,06 0,04 0,02 0,03 JomegatanNyemengan Kweni MandingGading Lumbung lokasi Sampel Nitrit Baku Mutu Nitrit Gambar 2.9 Parameter Nitrit di sungai Winongo Lebih lanjut, konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Manding dan Gading lumbung dengan nilai sebesar 0,1 mg/l sedangkan kadar terendah di Nyemengan sebesar 0,02 mg/l. Tingginya kadar nitrit (NO 2 ) di Manding dan Gading lumbung mengindikasikan banyaknya limbah organik sehingga membentuk amonium yang cenderung mengikat oksigen dan dengan bantuan mikroba membentuk NO 2. 1.c Parameter Total Fosfat Kandungan total fosfat di sungai Winongo berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan di empat lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Jomegatan, Kweni, Manding, dan Gading Lumbung. Sedangkan titik pantau Nyemengan masih dibawah baku mutu dengan konsentrasi sebesar 0,001 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 54

26 Berdasarkan keempat titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,6 mg/l terdapat di titik pantau Kweni. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,5 mg/l terdapat di omegatan, Manding, dan Gading lumbung. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar Konsentrasi (mg/l) 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,5 0,001 Total Fosfat 0,6 0,5 0,5 Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lumbung Lokasi Sampel 0,2 Total Fosfat Baku Mutu Total Fosfat Gambar 2.10 Parameter Total Fosfat Kandungan fosfat yang tinggi didalam air dapat menyebabkan tingginya kadar BOD dan menurunkan kandungan DO. Penurunan kandungan DO pada level tertentu dapat menyebabkan air tersebut tidak dapat didiami atau sebagai tempat hidup mahluk air. 1.d Minyak dan Lemak Konsentrasi minyak dan lemak berdasarkan gambar 2.11, tiga titik pantau melampaui baku mutu air klas II, yaitu Jomegatan, Kweni, dan Manding dengan konsentrasi sebesar 1500 µg/l, tertinggi. Satu titik pantau berada di angka baku mutu, yaitu titik pantau Gading lumbung dengan konsentrasi sebesar 1000 µg/l dan dibawah baku mutu, di titik pantau Nyemengan dengan konsentrasi sebesar 500 µg/l, terendah. Minyak dan Lemak Konsentrasi (µg/l) Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lokasi Sampel Lumbung Minyak dan Lemak Baku Mutu Minyak dan Lemak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 55

27 Gambar 2.11 Parameter Minyak dan Lemak Tingginya konsentrasi minyak dan lemak dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Hal tersebut disebabkan oleh sifat fisik dari minyak dan lemak yang berat jenisnya lebih rendah dari air sehingga mengapung dipermukaan air yang menyebabkan penetrasi sinar matahari terhalang. Polutan ini berasal dari limbah domestik seperti minyak sisa menggoreng. Sedangkan yang berasal dari limbah industri adalah industri yang mengolah bahan baku mengandung minyak. 1.e Parameter Koli Tinja (Fecal Coliform) dan Total Koli (Total Coliform) Total coliform merupakan pengelompokkan berbagai jenis bakteri coliform termasuk fecal coliform. Berdasarkan gambar 2.12, pencemaran akibat total coliform terdapat di semua titik pantau. Konsentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Kweni dengan konsentrasi sebesar 4,6 x 10 6 JPT/100 ml sedangkan terendah di Manding sebesar 2,3 x Parameter Total Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 5,00E+06 4,50E+06 4,00E+06 3,50E+06 3,00E+06 2,50E+06 2,00E+06 1,50E+06 1,00E+06 5,00E+05 0,00E+00 2,40E+06 2,40E+06 4,60E+06 4,60E+05 2,30E Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lumbung Lokasi Sampel Total coliform Baku Mutu Total coliform Gambar 2.12 Parameter Total Coliform Fecal coliform merupakan bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas dan manusia, dan ditemukan pada bangkai, kotoran hewan, dan secara alami terdapat di tanah. Berdasarkan gambar 2.13, telah terjadi pencemaran terhadap air sungai Winongo. Pencemaran tertinggi terdapat pada titik pantau Nyemengan sebesar 2,4 x 10 6 JPT/100 ml sedangkan terendah di Manding sebesar 9 x 10 3 JPT/100 ml. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 56

28 Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 3,00E+06 2,50E+06 2,00E+06 1,50E+06 1,00E+06 5,00E+05 0,00E+00 2,40E+06 9,30E+04 2,40E+05 9,00E+03 2,10E Jomegatan Nyemengan Kweni Manding Gading Lumbung Lokasi Sampel Fecal coliform Baku Mutu Fecal coliform Gambar 2.13 Parameter Total Coliform Berdasarkan parameter total coliform dan fecal coliform terjadi pencemaran air yang penyebab utamanya adalah kelompok fecal coliform. Lebih lanjut, pencemaran tersebut beraasal dari kotoran hewan dan manusia dan peternakan hewan. 2. Sungai Bedog Pemantauan sungai Bedog dilakukan pada bulan Mei 2013 dengan sampel di ambil di 3 (tiga) titik pantau mulai dari hulu sungai di Menayu Kidul Tirtonirmolo, Kasihan hingga daerah hilir di Mangir Kidul, Sendang sari, Pajangan. Hasil analisa laboratorium jika parameter yang tercemar dipersentasekan berdasarkan titik pantaunya maka hasilnya adalah BOD (100%), DO (33,3%), nitrit (66,7 %), nitrat (33,3%), Klorin bebas (33,3%), total fosfat (100%), Bakteri total koli (100%), Bakteri Koli Tinja (100%), dan minyak dan Lemak ( 33,3%) telah melampaui batas baku mutu. Sedangkan parameter-parameter dengan konsentrasi sama dengan batas baku mutu adalah DO (33,3%), minyak dan lemak (33,3%). 2.a Parameter DO, BOD dan COD Berdasarkan hasil analisa laboratorium, parameter DO yang telah melebihi baku mutu air kelas II adalah titik pantau Mangir kidul, hilir sungai Bedog dengan konsentrasi 4,4 mg/l. Sedangkan pada titik pantau Menayu kidul, hulu sungai bedog untuk wilayah Kabupaten Bantul, konsentrasi sebesar 5 mg/l atau pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 57

29 ambang kritis dan konsentrasi pada titik pantau Sindon, konsentrasi sebesar 5,1 mg/l, seperti pada grafik dibawah. Parameter DO Konsentrasi (mg/l) 5,2 5 4,8 4,6 4,4 4,2 5 5,1 5 4,4 DO Baku Mutu DO 4 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Gambar 2.14 Parameter DO di sungai Bedog Untuk parameter BOD, ketiga titik pantau, yaitu Menayu kidul, Sindon, dan Mangir kidul telah melampaui baku mutu air klas II. Konsentrasi tertinggi pada titik pantau Sindon, sebesar 5,9 mg/l sedangkan terendah pada titik pantau Menayu kidul, sebesar 4 mg/l, seperti pada gambar dibawah. Parameter BOD Konsentrasi (mg/l) ,9 4,9 4 3 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul BOD Baku Mutu BOD Gambar 2.15 Parameter BOD di sungai Bedog Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 58

30 Sedangkan untuk konsentrasi COD ketiga titik pantau tersebut tidak melebihi baku mutu air kelas II. Ilustrasi Konsentrasi parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar Parameter COD 30 Konsentrasi (mg/l) ,2 12, ,5 COD Baku Mutu COD 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 2.16 Parameter COD di sungai Bedog 2.b Parameter Nitrit (NO 2 ) dan Nitrat (NO 3 ) Batas maksimum konsentrasi NO 2 dan NO 3 berdasarkan baku mutu air klas II adalah 0,06 mg/l dan 10 mg/l. Berdasarkan hal tersebut, untuk parameter NO 2 terdapat dua titik pantau yang melebihi baku mutu, yaitu titik pantau Sindon dengan konsentrasi sebesar 0,09 mg/l dan Mangir kidul dengan nilai sebesar 0,12 mg/l, seperti terlihat pada gambar 2.9. Konsentrasi tertinggi pada titik pantau Mangir kidul sedangkan terendah di Menayu Kidul sebesar 0,01 mg/l. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 59

31 Konsentrasi (mg/l) 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 Parameter Nitrit (NO 2) 0,12 0,09 0,06 0,01 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Nitrit Baku Mutu NO2 Gambar 2.17 Parameter NO 2 Parameter Nitrat (NO3) Konsentrasi (mg/l) ,3 10 0,9 0,9 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel Nitrat Baku Mutu Nitrat Gambar 2.18 Parameter NO 3 Berdasarkan gambar 2.18, parameter nitrat yang melampaui baku mutu adalah titik pantau Menayu kidul, konsentrasi tertinggi dengan kadar 18,3 mg/l. Sedangkan terendah di Sindon dan Mangir kiduli dengan kadar 0,9 mg/l, dibawah baku mutu. Jika dilihat dari sifat nitrit yang mempunyai kecenderungan mengikat oksigen dengan bantuan bakteri nitrifikasi seperti nitrobakter maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya kadar nitrit di Menayu kidul disebabkan proses nitrifikasi. 2.c Parameter klorin bebas dan Total Fosfat Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 60

32 Kandungan klorin bebas dan total fosfat di sungai Bedog berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan, untuk parameter klorin bebas terdapat satu titik pantau yang melebihi baku mutu dan parameter total fosfat tiga titik pantau melampaui baku mutu. Titik pantau tersebut adalah Menayu Kidul, Sindon, dan Mangir Kidul. Lebih lanjut, parameter Klorin bebas dari tiga titik pantau, konsentrasi tertinggi pada titik pantau Mangir Kidul sebesar 1,42 mg/l, melebih baku mutu. Sedangkan terendah pada dua titik pantau sisanya, yaitu Menayu Kidul dan Sindon dengan konsentrasi 0,01 mg/l, dibawah baku mutu. Untuk parameter total fosfat (T-P), ketiga titik pantau telah melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,5 mg/l terdapat di titik pantau Menayu Kidul. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,4 mg/l terdapat di Sindon dan Mangir Kidul. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.19 dan Parameter Klorin Bebas Konsentrasi (mg/l) 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0,01 0,01 1,42 0,03 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel Clorin bebas Baku Mutu Clorin bebas Gambar 2.19 Parameter Klorin Bebas Parameter T-P Konsentrasi (mg/l) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,5 0,4 0,4 0,2 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel T-P Baku Mutu T-P Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 61

33 Gambar 2.20 Parameter T-P Klorin bebas selain sebagai disinfektan juga bereaksi dengan senyawasenyawa organik yang terdapat didalam air. Klorin bebas tersebut bereaksi dengan senyawa organik tersebut membentuk senyawa organoklorin yang merupakan senyawa toksik. 2.d Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak di sungai Bedog berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau hulu atau Menayu Kidul telah melampaui baku mutu. Pada titik pantau tengah atau Sindon, konsentrasi minyak dan lemak berada dibawah baku mutu. Sedangkan Mangir Kidul atau hilir berada di ambang batas baku mutu. Lebih lanjut, Menayu Kidul merupakan titik pantau dengan konsentrasi tertinggi sebesar 1500 µg/l. Sedangkan Sindon merupakan titik pantau dengan konsentrasi terendah sebesar 500 µg/l, dibawah baku mutu, seperti pada gambar Parameter Minyak dan Lemak Konsentrasi (µg/l) Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul lokasi Sampel Minyak dan Lemak Baku Mutu Minyak dan Lemak Gambar 2.21 Parameter Minyak dan Lemak 2.e Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Berdasarkan hasil analisa laboratorium dari tiga titik pantau di sungai Bedog kadar koli tinja dan total koli melebihi baku mutu air kelas II seperti terlihat pada gambar 2.22 dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 62

34 Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 2,50E+04 2,00E+04 1,50E+04 1,00E+04 5,00E+03 0,00E+00 2,10E+04 1,50E+04 9,00E Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Fecal coliform Baku Mutu Fecal coliform Gambar 2.22 Parameter Koli Tinja dan Total Koli di sungai Bedog Parameter Total Coliform Konsentrasi (JPT/100 ml) 3,00E+06 2,50E+06 2,00E+06 1,50E+06 1,00E+06 5,00E+05 0,00E+00 2,40E+06 9,00E+03 9,30E Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Total coliform Baku Mutu Total coliform Gambar 2.23 Parameter Koli Tinja dan Total Koli di sungai Bedog Dari gambar tersebut dapat dilihat kosentrasi total koli dan koli tinja tertinggi ada di lokasi pantau Menayu Kidul dengan kosentrasi total koli sebesar 2,4 x 10 6 JPT/100ml dengan kosentrasi koli tinja sebesar 2,1 x Konsentrasi terendah di Mangir Kidul dengan konsentrasi total koli dan koli tinja sebesar 9,0 x 10 3 JPT/100ml. 3. Sungai Code Pemantauan sungai Code dilakukan pada bulan Mei 2013 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Ngoto, Bangunharjo dan bagian Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 63

35 tengah di Kembang Songo, Trimulyo, Jetis. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di Sungai code berturut-turut adalah bakteri Coli tinja (100%), bakteri total Coli (100%), BOD (100%), Total Fosfat (100%), dan minyak dan lemak (50%). 3.a Parameter BOD Berdasarkan hasil uji laboratorium menunjukkan konsentrasi BOD di 2 (dua) lokasi pemantauan konsentrasinya melebihi baku mutu air klas II sesuai Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun Konsentrasi tertinggi BOD adalah 5,9 mg/l di Ngoto, Bangunharjo, Sewon sekaligus terendah untuk parameter DO dengan konsentrasi sebesar 5,3 mg/l, seperti terlihat pada gambar Parameter BOD Konsentrasi (mg/l) ,9 Ngoto 5,3 3 Kembang Songo BOD Baku Mutu BOD Lokasi Sampel Gambar 2.24 Konsentrasi BOD di sungai Code 3.b Parameter Total Fosfat Kandungan total fosfat di sungai Code berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan di dua lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Ngoto dan Kembang Songo. Berdasarkan ke dua titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,5 mg/l terdapat di titik pantau Kweni. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,3 mg/l terdapat di Kembang Songo. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 64

36 Parameter Total Fosfat 0,6 Konsentrasi (mg/l) 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,5 0,2 0,3 T-P Baku Mutu T-P 0 Ngoto Kembang Songo Lokasi Sampel Gambar 2.25 Konsentrasi Total Fosfat di sungai Code 3.c Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak di sungai Code berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau Ngoto telah melampaui baku mutu. Pada titik Kembang Songo, konsentrasi minyak dan lemak berada di ambang batas baku mutu. Lebih lanjut, Menayu Kidul merupakan titik pantau dengan konsentrasi tertinggi sebesar 1500 µg/l. Sedangkan Sindon merupakan titik pantau dengan konsentrasi terendah sebesar 1000 µg/l, seperti pada gambar Parameter Minyak dan Lemak Konsentrasi (µg/l) Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak Ngoto Kembang Songo Lokasi Sampel Gambar 2.26 Konsentrasi Minyak dan Lemak di sungai Code Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 65

37 3.d Parameter Total Koli (Total Coliform) dan Koli Tinja (Fecal Coliform) Pencemaran bakteri Koli tinja dan Total Coli terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi di Ngoto sebesar 4,3 x 10 4 JPT/100 ml untuk koli tinja dan 2,4 x 10 5 JPT/100 ml untuk total koliform. Sedangkan konsentrasi terendah di Kembang Songo dengan konsentrasi 9 x 10 3 JPT/100 ml untuk koli tinja ddan 2,4 x 10 4 JPT/!00 ml untuk total koli. Untuk lebih jelasnya mengenai konsentrasi Koli tinja dan Total koli di sungai Code dapat dilihat pada gambar 2.27 dan Parameter Fecal Coliform Konsentrasi (µg/l) 5,00E+04 4,50E+04 4,00E+04 3,50E+04 3,00E+04 2,50E+04 2,00E+04 1,50E+04 1,00E+04 5,00E+03 0,00E+00 4,30E+04 Ngoto 9,00E Kembang Songo Fecal coliform Baku Mutu Fecal coliform Lokasi Sampel Gambar 2.27 Parameter Fecal Coliform di sungai Code Parameter Total Coliform Konsentrasi (µg/l) 3,00E+05 2,50E+05 2,00E+05 1,50E+05 1,00E+05 5,00E+04 0,00E+00 2,40E+05 Ngoto 2,30E Kembang Songo Total coliform Baku Mutu Total coliform Lokasi Sampel Gambar 2.28 Parameter Fecal Coliform di sungai Code 4. Sungai Opak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 66

38 Pemantauan Sungai Opak dilakukan pada bulan Mei dengan sasaran 3 titik pantau dari sungai bagian hulu Kloron, Klenggotan sampai bagian hilir di Putat, Selopamioro, Imogiri. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Opak berturut-turut adalah BOD (100%), Nitrit (66,7%), Klorin bebas (33,3%), Total Fosfat (66,7%), minyak dan lemak (33,3%) bakteri koli tinja (100%), b akteri total koli (100%). Grafik parameter pencemar dapat di lihat di bawah ini. 4.a. Parameter BOD Berdasarkan hasil analisa laboratorium konsentrasi BOD di tiga titik pantau melebihi baku mutu, yaitu Kloron, Klenggotan, dan putat. Konsentrasi tertinggi terdapat di titik pantau Kloron dengan konsentrsai sebesar 5,1 mg/l. Sedangkan konsentrasi trendah adalah titik pantau Klenggotan sebesar 3,1 mg/l, seperti yang terlihat pada gambar Meskipun konsentrasi BOD tinggi tetapi kadar DO nya masih diatas baku mutu sehingga masih memungkinkan tumbuhan dan hewan untuk hidup di sungai Opak. Parameter BOD 6 Konsentrasi (mg/l) ,1 3,1 3 4,9 BOD Baku Mutu BOD 0 Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Gambar 2.29 Parameter BOD di sungai Opak 4.b. Parameter Nitrit (NO 2 ) Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap air sungai Opak untuk parameter nitrit adalah satu titik pantau masih dibawah baku mutu sedangkan dua titik pantau telah melewati baku mutu. Titik pantau yang bmasih dibawah baku mutu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 67

39 adalah titik pantau Kloron dengan konsentrasi 0,04 mg/l. Titik pantau yang telah melewati baku mutu adalah titik pantau Klenggotan dan Putat. Konsentrasi masing-masing titik pantau tersebut secara berurutan adalah 0,1 mg/l dan 0,11 mg/l, seperti pada gambar Parameter Nitrit (NO2) Konsentrasi (mg/l) 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0,04 0,1 0,11 0,06 NO2 Baku Mutu NO2 0 Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Gambar 2.30 Parameter NO 2 di sungai Opak Selain itu, konsentrasi tertinggi terdapat pada titik pantau Putat dan terendah pada titik pantau Kloron yang mana masih dibawah baku mutu. 4.c. Parameter Total Fosfat Kandungan total fosfat di sungai Opak berdasarkan hasil analisa laboratorium menunjukkan dua lokasi melampaui baku mutu, yaitu titik pantau Kloron dan Klenggotan. Satu titik pantau di ambang kritis, yaitu Putat. Berdasarkan ke dua titik pantau yang melampaui baku mutu, kandungan fosfat tertinggi sebesar 0,4 mg/l terdapat di titik pantau Kloron. Sedangkan kandungan fosfat terendah sebesar 0,2 mg/l terdapat di Putat. Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 68

40 Parameter Total Fosfat Konsentrasi (mg/l) 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0,4 0,3 0,2 0,2 Kloron Klenggotan Putat T-P Baku Mutu T-P Lokasi Sampel Gambar 2.31 Parameter Total Fosfat di sungai Opak 4.d. Parameter Minyak dan Lemak Kandungan minyak dan lemak di sungai Opak berdasarkan analisa laboratorium menunjukkan tiap titik pantau memiliki kondisi yang berbeda. Pada titik pantau Putat telah melampaui baku mutu. Kemudian titik pantau Klenggotan dibawah baku mutu dan titik pantau Kloron berada di ambang batas baku mutu. Lebih lanjut, konsentrasi tertinggi sebesar 2000 µg/l pada titik pantau Putat. Sedangkan titik pantau dengan konsentrasi terendah sebesar 1000 µg/l di Klenggotan, seperti pada gambar Parameter Minyak dan Lemak Konsentrasi (µg/l) Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak 0 Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Gambar 2.32 Parameter Minyak dan Lemak di sungai Opak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 69

41 4.e. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja di sungai Opak terjadi di semua titik pantau dengan konsentrasi tertinggi untuk koli tinja sebesar 7,5 x 10 4 JPT/100 ml di titik pantau Klenggotan dan terendah di Putat dengan kadar 4 x 10 3 JPT/100 ml. Untuk parameter total koli konsentrasi tertinggi di lokasi Klenggotan dengan konsentrasi 7,5 x 10 4 JPT/100 ml dan terendah di Putat dengan kadar 1,4 x 10 4 JPT/100 ml. Secara keseluruhan besarnya konsentrasi Koli tinja maupun total di sungai Opak dapat dilihat pada gambar 2.33 dan Parameter Total Coliform Konsentrasi (JPT/ 100 ml) 8,00E+05 7,00E+05 6,00E+05 5,00E+05 4,00E+05 3,00E+05 2,00E+05 1,00E+05 0,00E+00 7,50E+05 1,40E+04 4,30E Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Total coliform Baku Mutu Total coliform Gambar 2.33 Konsentrasi Total Koli di sungai Opak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 70

42 Parameter Koli Tinja Konsentrasi (JPT/ 100 ml) 8,00E+04 7,00E+04 6,00E+04 5,00E+04 4,00E+04 3,00E+04 2,00E+04 1,00E+04 0,00E+00 7,50E+04 2,30E+04 4,00E Kloron Klenggotan Putat Lokasi Sampel Fecal coliform Baku Mutu Fecal coliform Gambar 2.34 Konsentrasi Koli Tinja di sungai Opak 5. Sungai Gajah Wong Pemantauan sungai Gajah Wong dilakukan pada bulan Juni 2012 dengan sasaran 2 lokasi titik pantau dari sungai bagian hulu di Bodon Jagalan Banguntapan dan sungai bagian tengah di Kanggotan Wonokromo Pleret. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter pencemar terbesar di sungai Gajah Wong berturut-turut adalah BOD (100%), DO ( 50%), Total Fosfat (100), Minyak dan lemak (100%), Bakteri total koli (100%), dan Koli tinja (100%). 5.a. Parameter BOD dan DO Besarnya konsentrasi parameter-parameter BOD dan DO di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 71

43 Parameter BOD 7 Konsentrasi (mg/l) ,9 5,9 3 BOD Baku Mutu BOD 0 Bodon Kanggotan Lokasi Sampel Gambar 2.35 Parameter BOD di sungai Gadjah Wong Berdasarkan grafik tersebut, konsentrasi untuk parameter BOD di titik pantau Bodon dan Kanggotan sama sebesar 5,9 mg/l. Parameter DO Konsentrasi (mg/l) ,9 6,5 5 DO Baku Mutu DO 0 Bodon Kanggotan Lokasi Sampel Gambar 2.36 Parameter BOD di sungai Gadjah Wong Untuk parameter DO terendah 4,9 mg/l di Bodon, sedangkan tertinggi di lokasi kanggotan sebesar 6,5 mg/l, seperti terlihat pada gambar b. Parameter Total Fosfat Berdasarkan hasil laboratorium konsentrasi total fosfat melebihi baku mutu air klas II di 2 (dua) lokasi titik pantau. kosentrasi di kedua lokasi adalah o,5 mg/l. Ilustrasi besarnya paramater total fosfat di sungai Gajah Wong dapat dilihat pada Gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 72

44 Parameter Total Fosfat Konsentrasi (mg/l) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,5 0,5 0,2 T-P Baku Mutu T-P 0 Bodon Lokasi Sampel Kanggotan Gambar 2.37 Parameter Total Fosfat di sungai Gadjah Wong 5.c. Parameter Minyak dan Lemak Berdasarkan analisa laboratorium, konsentrasi minyak dan lemak di dua titik pantau, yaitu Bodon dan Kanggotan telah melampaui baku mutu. Konsentrasi di titik pantau Bodon sebesar 1500 µg/l dan di titik pantau Kanggotan sebesar 2000 µg/l dengan baku mutu sebesar 1000 µg/l. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar Parameter Minyak dan Lemak 2500 Konsentrasi (µg/l) Minyak dan Lemak Baku Minyak dan Lemak 0 Bodon Kanggotan Lokasi Sampel Gambar 2.38 Parameter Minyak dan Lemak di sungai Gadjah Wong 5.d. Parameter Koli tinja (Fecal Coliform) dan Total koli (Total Coliform) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 73

45 Konsentrasi parameter Koli tinja dan Total koli di sungai Gajah wong di masing-masing lokasi sampling dapat dilihat pada Gambar 2.39 dan Parameter Koli Tinja Konsentrasi (jml/100 ml) 2,50E+04 2,00E+04 1,50E+04 1,00E+04 5,00E+03 0,00E+00 Bodon 2,30E+04 9,00E Kanggotan Fecal coliform Lokasi Sampel Gambar 2.39 Parameter Koli Tinja Gadjah Wong Parameter Total Coliform 3,00E+06 Konsentrasi (jml/100 ml) 2,50E+06 2,00E+06 1,50E+06 1,00E+06 5,00E+05 0,00E+00 Bodon 2,40E+06 4,30E Kanggotan Total coliform Lokasi Sampel Gambar 2.40 Parameter Total Tinja Gadjah Wong Pencemaran Bakteri total koli dan koli tinja terjadi di semua titik pantau. Konsentrasi total koli dan koli tinja tertinggi di Bodon dengan kosentrasi sebesar 2,4 x 10 6 JPT/100 ml untuk total koli dan 9,3 x 10 4 Jml/100 ml untuk koli tinja. Terendah di Kanggotan dengan konsentrasi 4,3 x 10 4 Jml/100 ml untuk total koli dan 9 x 10 3 Jml/100ml untuk koli tinja. C.1.b. Tren Kualitas Air Sungai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 74

46 Untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan tiap parameter per tahunnya di suatu sungai, dilakukan analisis tren sungai selama 4 tahun berturutturut. Berikut disajikan salah satu contoh tren kualitas air sungai untuk beberapa parameter dari tahun 2010 sampai a. Parameter BOD Konsentrasi BOD di sungai Bedog dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 secara keseluruhan mengalami penurunan yang dapat dilihat pada gambar Tren Konsentrasi BOD di Sungai Bedog Konsentrasi (mg/l) Baku Mutu BOD 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 2.41 Tren konsentrasi BOD di Sungai Bedog Penurunan terjadi hampir di tiap titik pantau tiap tahunnya. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2010 ke tahun 2011 sebesar 23 mg/l di titik pantau Sindon. Sedangkan pada titik pantau Mangir kidul pada tahun terjadi kenaikkan konsentrasi BOD sebesar 0,9 mg/l. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa beban pencemaran terhadap sungai Bedog mengalami penurunan. Konsentrasi terendah selama empat tahun terakhir adalah 4 mg/l di titik pantau Menayu Kidul pada tahun 2013 dan Mangir Kidul pada tahun Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 75

47 Konsentrasi tertinggi selama empat tahun berada di titik pantau Sindon dan Mangir kidul sebesar 32 mg/l pada tahun b. Parameter COD Konsentrasi COD di Sungai Bedog dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 secara keseluruhan mengalami penurunan. Grafik Tren Konsentrasi COD di Sungai Bedog Konsentrasi (mg/l) Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Baku Mutu COD Gambar 2.42 Tren konsentrasi COD Sungai Bedog Penurunan-penurunan tersebut terjadi di tiga titik pantau seperti yang terlihat pada gambar pada titik pantau Menayu kidul terjadi penurunan sebesar 3,8 mg/l. Sindon, turun sebesar 43,8 mg/l dan titik pantau Mangir Kidul sebesar 38,5 mg/l. Meskipun dari tahun 2010 sampai 2012 terjadi penurunan, jika dicermati lebih dalam terjadi kenaikkan konsentrasi sebesar 6,5 mg/l pada titik pantau Mangir Kidul dari tahun 2012 ke Berdasarkan gambar tersebut diatas, dapat dilihat selama empat tahun berturut-turut tren konsentrasi COD terus mengalami penurunan dan statusnya sekarang berada di bawah baku mutu air klas II. Hal tersebut mengindikasikan beban pencemaran terhadap sungai Bedog mengalami penurunan dari tahun ke tahun. 1.c. Parameter DO Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 76

48 Berikut gambar untuk konsentrasi parameter DO, gambar Berdasarkan gambar tersebut kualitas DO dari tahun ke tahun semakin membaik meskipun masih ada yang dibawah baku mutu air klas II. 6 5 Grafik Tren Konsentrasi DO Konsentrasi (mg/l) Baku Mutu DO 0 Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 2.43 Tren konsentrasi DO Sungai Bedog Peningkatan terjadi pada tiga titik pantau selama empat tahun terakhir. Titik pantau Menayu Kidul meningkat sebesar 2 mg/l, Sindon meningkat sebesar 3,9 mg/l, dan Mangir Kidul meningkat sebesar 0,6 mg/l. Lebih lanjut, peningkatan tersebut jika dilihat dari segi baku mutu klas II untuk titik pantau Mangir Kidul masih dibawah dan Menayu Kidul berada diambang kritis sedangkan untuk Sindon hanya 0,1 mg/l diatas baku mutu. Berdasarkan tren kualitas air sungai Bedog dengan melihat parameter BOD dan COD yang mengalami penurunan tiap tahunnya akan tetapi kadar DO masih dibawah baku mutu. Hal tersebut mengkhawatirkan, karena berdampak berkurangnya biota-biota air yang hidup di sungai karena kekurangan oksigen. Untuk itu diperlukan peran aktif kepada semua pihak baik masyarakat di sekitar sungai, pemerintah dan pelaku usaha agar dapat melestarikan fungsi sungai sehingga sungai dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya kehidupan. 1.d. Parameter Nitrat (NO 3 ) Konsentrasi nitrat (NO 3 ) di sungai Bedog dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 yang dapat dilihat pada gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 77

49 Grafik Tren Konsentrasi Nitrat (NO3) Konsentrasi (mg/l) Menayu Kidul Sindon Mangir Kidul Lokasi Sampel Gambar 2.44 Tren Konsentrasi Nitrat di Sungai Bedog Baku Mutu NO3 Berdasarkan grafik tersebut diatas, dapat dilihat selama 4 (empat) tahun berturut-turut tren konsentrasi berfluktuatif. Konsentrasi nitirt tertinggi selama empat tahun terakhir berada di Menayu Kidul sebesar 18,3 mg/l pada tahun Sedangkan Konsentrasi terendah di lokasi Mangir Kidul sebesar 0,1 mg/l pada tahun Selama tiga tahun, yaitu kon sentrasi di tiga titik pantau berada di bawah baku mutu air klas II. Pada tahun 2013 terjadi kenaikkan yang sangat signifikan di titik pantau Menay Kidul hingga diatas baku mutu klas II. Dimana pada tahun 2012 konsentrasi nitrit di titik pantau tersebut sebesar 3 mg/l menjadi 18, 3 mg/l di tahun Berikut lokasi titik pantau dalam pengambilan sampel air di lima sungai yang berada di Kabupaten bantul (Gambar 2.45). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 78

50 Gambar 2.45 Peta Pengambilan Sampel Air Sungai C.2 Kualitas Mata Air Sebaran mata air potensial di Kabupaten Bantul terdapat di satuan Perbukitan Baturagung, dan kemungkinan di Perbukitan Formasi Sentolo. Terbentuknya mata air dapat disebabkan oleh adanya: (a) patahan, (b) perbedaan perlapisan batuan, dan (c) distrike. Di Kecamatan Imogiri dan Piyungan wilayahnya merupakan pegunungan yang tersusun dari berbagai formasi batuan, sehingga di daerah ini terdapat beberapa mata air. Kecamatan Kretek terdapat mata air panas, yaitu di Parangwedang dan beberapa mata air lain di sekitar daerah obyek wisata Parangtritis. Mata air Cerme di Kecamatan Imogiri mempunyai debit aliran yang paling besar, yaitu 66 liter/detik. Mata air ini merupakan muara sungai bawah tanah yang muncul ke permukaan karena adanya sesar. Aliran air tanah yang mengalir melalui rekahan, celah dan lorong pelarutan pada batugamping Formasi Wonosari, akan terbentur pada Formasi Nglanggeran yang berbatuan breksi volkanik dan relatif kedap air, sehingga menyebabkan munculnya mata air, seperti Mata air Surocolo. Nawungan I dan Nawungan II. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 79

51 Mata air merupakan salah satu sumberdaya air yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci, memasak, pengairan, dan lain-lain terutama penduduk yang berada di wilayah perbukitan. Air disalurkan melalui selang maupun pipa ke rumah-rumah penduduk untuk mencukupi kebutuhan air keluarga. Agar air mata air yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan mata air memenuhi peryaratan sesuai peruntukannya serta layak dikonsumsi diperlukan pemantauan secara rutin. Untuk itu, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Dinas/Instansi terkait melaksanakan pemantauan mata air walaupun baru dalam jumlah sedikit. Mengingat keterbatasan dana, belum semua paramater yang ada sesuai peraturan dapat dilakukan pengujian. Analisa laboratorium dari mata air di dua lokasi pemantauan yaitu Mata air Kedung dan Beji, Pajangan, Bantul (tabel SD-15) dilakukan terhadap parameter fisika, kimia anorganik dan Biologi. Berdasarkan hasil analisa dengan mengacu baku mutu air sesuai Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 ada parameter yang konsentrasinya diatas baku mutu, yaitu fecal coliform dan total coliform. Besarnya konsentrasi fecal coliform di dua mata air tersebut melebihi baku mutu air yaitu untuk mata air Kedung Pajangan sebesar 11 JML/100 ml dan Beji mencapai 11 JML/100 ml dan untuk konsentrasi total coliform yang juga melebihi baku mutu, yaitu mata air Kedung Pajangan sebesar 22 JML/100 ml dan Beji sebesar 22 JML/100 ml dimana berdasarkan baku mutu untuk konsentrasi kedua parameter tersebut adalah nol. sedangkan untuk parameter yang lainnya masih dibawah baku mutu. C.3 Kualitas Air Sumur Air sumur merupakan sumber daya air yang paling banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam rumah tangga. Pembangunan yang terus meningkat berdampak pada kualitas air sumur. Penurunan kualitas air sumur akan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Untuk memantau kualitas air sumur maka dilakukan pemantauan di tiga lokasi yang berdekatan dengan sumber pencemar. Parameter yang digunakan dalam pengujian laboratorium menggunakan baku mutu yang tertuang dalam peraturan menteri kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Hasil pengujian kualitas air sumur di 3 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 80

52 (tiga) lokasi pantau dapat dilihat pada tabel SD-16. Salah satu lokasi pengambilan sampling air sumur dapat dilihat pada gambar Gambar 2.46 Pengambilan sampel air sumur di kecamatan Sewon Berdasarkan hasil uji laboratorium ada beberapa parameter yang melebihi baku mutu. Parameter-parameter yang konsentrasinya melebihi baku mutu yaitu senyawa kadmium, besi, mangan, dan Total koli. Parameter kadmium melebihi baku mutu didua lokasi titik pantau dengan konsentrasi sebesar 0,025 mg/l dan 0,032 mg/l dimana baku mutu yang dipersyaratkan sebesar 0,005 mg/l. Tingginya konsentrasi kadmium di air sumur mengindikasikan terjadinya pencemaran yang berasal dari limbah domestik rumah tangga atau industri kecil yang mana limbah tersebut meresap ke tanah hingga sampai ke air sumur warga. Untuk parameter besi dan mangan, konsentrasi kedua parameter tersebut sebesar 6 mg/l dan 2,55 mg/l dimana baku mutu yang dipersyaratkan sebesar 0,3 mg/l untuk besi dan 0,1 mg/l untuk mangan. Untuk parameter total koli, ketiga titik pantau juga melebihi baku mutu dengan konsentrasi sebesar 4,6 x 10 3 jml/100 ml, 2,1 x 10 2 jml/100 ml, dan 1,1 x 10 4 jml/100 ml. Tingginya konsentrasi bakteri koli dipengaruhi oleh sanitasi yang kurang baik seperti terikutnya kotoran manusia maupun hewan dalam air tersebut. D. UDARA D.1 Udara Ambient Udara ambient menurut PP no. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada didalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan memengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Berdasarkan hal tersebut kualitas udara suatu wilayah dapat memengaruhi kesehatan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 81

53 dimana kualitas udara yang baik menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat karena udara sangat dibutuhkan makhluk hidup untuk bernafas. Untuk menjaga agar kualitas udara tidak menurun perlu dilakukan pemantauan secara rutin dan berkelanjutan. Pemantauan udara ambient dilakukan di 6 (enam) titik pantau/lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Bantul, khususnya di tempat-tempat yang padat lalu lintas dan berdekatan dengan industri. Pemantauan kualitas udara dilaksanakan secara periodik dalam satu tahun dengan parameter-parameter yang dipantau meliputi : Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monooksida (C O), Ozon (O3), TSP, PM 10, PM 2,5 dan Timbal (Pb). Pemantauan kualitas udara ambient yang dilakukan BLH Bantul seperti terlihat pada gambar 2.47 Gambar Pemantauan kualitas udara di Sewon dan Bantul Hasil analisis parameter-parameter tersebut di atas dibandingkan dengan standar baku mutu udara ambient daerah dan baku kebisingan. Standar baku mutu kebisingan yang digunakan Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 176/KPTS/2003 sedangkan baku mutu udara ambient adalah Lampiran Keputusan Gubernur daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 153 tahun Kualitas udara ambient untuk parameter yang diuji (tabel SD-18) di kabupaten Bantul masih dibawah baku mutu. D.1.1. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambient Hasil pemantauan kualitas udara yang dilaksanakan pada tahun 2013 di 6 (enam) titik pemantauan (tabel SD -16) untuk masing-masing parameter adalah sebagai berikut : a. Sulfur Dioksida (SO2) Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) di udara dapat menyebabkan h ujan asam. Hujan asam terbentuk dari senyawa SO 2 yang bereaksi dengan Oksigen (O 2 ) membentuk SO 3 yang merupakan senyawa yang reaktif. Senyawa SO 3 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 82

54 akan bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfit (H 2 SO 3 ). Asam sulfit inilah jika hujan turun akan ikut terbawa air yang menyebabkan hujan asam. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah, juga benda-benda yang terbuat dari logam akan mengalami peristiwa perkaratan (oksidasi). Adapun hasil pengukuran SO2 di udara dapat dilihat pada gambar Parameter SO2 µg/nm ,00 900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Perempatan Klodran Perempatan Madukismo SO2 Baku Mutu SO2 Gambar 2.48 Konsentrasi SO2 Berdasarkan pengukuran SO2 yang terlihat pada grafik tersebut diatas, besarnya konsentrasi di 6 (enam) lokasi titik pemantauan masih di bawah baku mutu udara ambient. Namun konsentrasi SO2 di udara relatif rendah tidak dapat diabaikan begitu saja, karena proses akumulasi akan tetap terjadi untuk emisi yang terus menerus. Kadar SO2 tertinggi mencapai 26,90 µg/nm 3 di titik pemantauan perempatan Madukismo, Kasihan, sedangkan yang terendah berada di titik pemantauan perempatan klodran, jalan Bantul dengan konsentrasi 20,40 µg/nm 3. Tingginya konsentrasi SO2 tersebut diindikasikan adanya kepadatan kendaraan bermotor, industri yang menggunakan bahan bakar fosil. b. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwana, tidak berbau dan tidak berasa yang merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa karbon. Gas tersebut terdiri dari satu atom karbon yang mempunyai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 83

55 ikatan kovalen dengan satu atom oksigen. Adapun hasil pengukuran CO diudara dapat dilihat pada gambar 2,49. µg/nm Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Parameter CO Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Perempatan Klodran Perempatan Madukismo CO Baku Mutu CO Gambar 2.49 Konsentrasi CO Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat diketahui bahwa kandungan CO untuk semua titik pemantauan berada di bawah baku mutu. Konsentrasi tertinggi sebesar µg/nm 3 di lokasi titik pantau perempatan Ketandan, Jalan Wonosari sedangkan konsentrasi terendah sebesar µg/nm 3 di titik pantau perempatan Klodran, jalan Bantul. Tingginya konsentrasi CO di perempatan Ketandan mengindikasikan adanya polusi dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Tingginya konsentrasi CO diatas baku mutu dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Gas CO yang terhirup kedalam tubuh menyebabkan pusing, rasa tidak enak pada mata, sakit kepala, dan mual. Hal tesebut diakibatkan oleh gas CO yang terhirup kedalam tubuh masuk kesaluran darah sehingga berikatan dengan hemoglobin dan menggantikan oksigen dalam darah. c. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Gas Nitrogen Oksida (NOx) ada dua macam, yaitu gas Nitrogen Monooksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO 2 ), yang keduanya mempunyai sifat yang sangat berbeda serta sama-sama sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO 2 bila mencemari udara mudah di rasakan baunya yang sangat menyengat dan warnanya coklat kemerahan. Wilayah perkotaan yang padat penduduknya biasanya kadar NOx cenderung tinggi. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kegiatan/usaha yang menunjang kehidupan seperti Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 84

56 transportasi, penggunaan generator pembangkit liatrik, pembuangan sampah dan sebagainya. Nitrogen Dioksida (NO 2 ) yang ada di udara ambient yang terhirup manusia, dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi dengan atmospher, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat yang sangat halus yang dapat menembus bagian dalam paru-paru. Selain itu, zat ini jika bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dengan sempurna ataupun hidro karbon lain, akan membentuk Ozon rendah atau Smog kabut berwarna coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia. Hasil pengukuran NO 2 di 6 (enam) titik pantau di beberapa wilayah di Kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar Parameter NO 2 µg/nm 3 450,00 400,00 350,00 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 27, ,30 28, , NO2 Baku Mutu NO2 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan Perempatan Perempatan Perempatan ketandan depan BRIMOB Klodran Madukismo Lokasi Sampel Gambar Konsentrasi NO 2 Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat diketahui bahwa kandungan NO 2 untuk semua titik pemantauan berada di bawah baku mutu. Konsentrasi tertinggi sebesar 29,30 µg/nm 3 di lokasi titik pantau perempatan Ketandan, Jalan Wonosari sedangkan konsentrasi terendah sebesar 27 µg/nm 3 di titik pantau perempatan Klodran, jalan Bantul. Tingginya konsentrasi NO 2 di perempatan Ketandan diindikasikan adanya polusi dari kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. d. Timbal (pb) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 85

57 Timbal (Pb) merupakan logam berat yang berwarna kebiru -biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh 327,5 C pada tekanan atmosphere. Sumber utama pencemaran udara dari Pb yaitu asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung timbal, bahkan dapat mencemari makanan yang dijajakan di pinggir-pinggir jalan secara terbuka. Udara yang tercemar timbal berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan pada saluran pernafasan. Pencemaran Pb akibat pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lainnya, karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor. Hasil pengukuran Pb di 6 (enam) titik pantau di beberapa wilayah Kabupaten Bantul dapat dilihat pada gambar Parameter Pb 2,500 µg/nm3 2,000 1,500 1,000 0,500 0,138 0,234 0,02 0,11 0,02 0,15 2 Pb Baku Mutu Pb 0,000 Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Perempatan Klodran Perempatan Madukismo Lokasi Sampel Gambar 2.51 Konsentrasi Timbal (Pb) Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi Pb di 6 (enam) titik pantau masih berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Pb tertinggi sebesar 0,234 µg/nm 3 berada di titik pemantauan pertigaan pasar piyungan, jalan Wonosari, dan konsentrasi terendah sebesar < 0,02 µg/nm 3 di lokasi perempatan Ketandan, jalan Wonosari dan perempatan Klodaran, Jalan bantul. Tingginya konsentrasi Timah (Pb) diindikasikan tingginya polutan yang berasal dari asap kendaraan bermotor di lokasi tersebut. Polutan Pb memberikan dampak terhadap kesehatan manusia terutama pada gangguan pertumbuhan anak. Timbal (Pb) mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 86

58 perilaku dan intelegensia, merusak fungsi organ ginjal, system syaraf dan reproduksi selain itu juga meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Selain itu, gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugus sulfidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat produksi haemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah yang besar yang dapat menimbulkan sakit perut, muntah dan diare. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, kontipasi, lelah, sakit kepala, anemia. Pada ibu hamil, kelumpuhan anggota badan dan gangguan penglihatan. e. Ozon (O 3 ), PM 10, dan PM 2,5 Berdasarkan hasil pengukuran udara ambient untuk parameter-parameter Ozon, PM 10, dan PM 2,5 di seluruh titik pemantauan konsentrasinya masih dibawah baku mutu udara ambient. Konsentrasi tertinggi untuk parameter Ozon sebesar 17,10 µg/nm 3 di perempatan jejeran, jalan imogiri timur dan konsentrasi terendah di titik pantau perempatan Ketandan, jalan wonosari sebesar 9,36 µg/nm 3. Sedangkan untuk parameter PM10, konsentrasi tertinggi di titik pantau perempatan madukismo, jalan ringroad selatan sebesar 15,70 µg/nm 3 dan terendah 4,50 µg/nm 3 di titik pantau perempatan depan brimob, jalan imogiri timur. Konsentrasi tertinggi untuk parameter PM 2,5 sebesar 16,50 µg/nm 3 di titik pantau perempatan ketandan, jalan wonosari dan terendah 5,40 µg/nm 3 di titik pantau perempatan depan brimob, jalan imogiri timur. f. TSP (Partikel) Partikel dapat berupa debu padat atau titik-titik cair, dapat bersifat primer atau sekunder. Sumber partikel selain dari proses alam juga oleh aktivitas manusia seperti peleburan, pembakaran tidak sempurna, transportasi dan kegiatan industri. Bergeraknya partikel di udara dipengaruhi oleh tenaga dari luar seperti angin, hujan, tenaga bertahan dan tenaga interaksi. Partikelpartikel yang dapat mempengaruhi kesehatan yaitu bahan organik dan bahan anorganik. Hasil pengukuran konsentrasi partikel (TSP) di 6 (enam) titik pemantaua n dapat dilihat pada gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 87

59 Parameter TSP TSP µg/nm Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan 27 Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB 77 Perempatan Klodran Perempatan Madukismo Baku Mutu TSP Lokasi Sampel Gambar 2.52 Konsentrasi Partikel (TSP) Hasil pengukuran parameter partikel di 6 (enam) titik pantau menunjukkan masih dibawah baku mutu udara ambient (230 µg/nm 3 ). Konsentrasi tertinggi ada di titik pantau perempatan depan brimob, jalan imogiri timur sebesar 139 µg/nm 3. Konsentrasi terendah TSP sebesar 117,8 µg/nm 3 di perempatan ketandan, jalan wonosari. D.1.2. Tren Kualitas Udara Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencemaran udara, dilakukan analisis tren udara selama empat tahun berturut-turut. Berikut disajikan salah satu contoh tren kualitas udara ambient untuk beberapa parameter dari tahun 2010 sampai a. Parameter Partikel (TSP) Hasil pengukuran parameter partikel (TSP) di 6 (enam) titik pantau selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 88

60 Konsentrasi µg/nm Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Grafik Tren TSP Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Lokasi Sampel Gambar 2.53 Tren konsentrasi Partikel (TSP) 230 Perempatan Perempatan Klodran Madukismo, baku mutu Berdasarkan grafik tersebut diatas, konsentrasi parameter TSP selama 4 (empat) tahun besarnya fluktuatif. Tahun 2010, hasil analisa laboratorium menunjukkan 3 titik pantau melampaui baku mutu. Tahun 2011, kondisi udara ambient memburuk menjadi 5 titik pantau yang melebihi baku mutu. Tahun 2012, kondisi udara ambient membaik, diperlihatkan dengan menurunnya titik pantau yang melebihi baku mutu menjadi 2 titik pantau. Di tahun 2013, kondisi udara ambient baik karena ke enam titik pantau berada dibawah baku mutu. Dalam kurun waktu empat tahun konsentrasi tertinggi ada di titik pantau perempatan jejeran, jalan imogiri timur pada tahun 2011 sebesar 938 µg/nm 3. Konsentrasi terendah selama empat tahun terakhir pada tahun 2013 di titik pantau perempatan ketandan, jalan wonosari dengan nilai sebesar 27 µg/nm 3. b. Parameter Timbal (Pb) Hasil pengukuran parameter Timah (Pb) di 6 (enam) titik pantau selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 89

61 Grafik Tren Timbal 2, Konsentrasi µg/nm3 2,000 1,500 1,000 0,500 0, baku mutu Perempatan Jejeran Pertigaan Pasar Piyungan Perempatan ketandan Perempatan depan BRIMOB Perempatan Klodran Perempatan Madukismo, Lokasi Sampel Gambar 2.54 Tren konsentrasi Timah (Pb) Berdasarkan grafik tersebut diatas, secara keseluruhan konsentrasi parameter Pb selama empat tahun terakhir masih dibawah baku mutu. Selama empat tahun tersebut konsentrasi tertinggi secara keseluruhan terjadi pada tahun Jika kita lihat lebih lanjut di titik pantau perempatan jejeran, jalan imogiri timur, konsentrasi Pb mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai 2013 sebesar 0,68 µg/nm 3 meskipun pada tahun 2011 merupakan konsentrasi Pb terendah. Selanjutnya pertigaan pasar piyungan, dari tahun 2010 sampai 2013 konsentrasi timbal turun sebesar 0,36 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah pada tahun Kemudian perempatan ketandan dimana selama tiga tahun terakhir perubahan konsentrasi yang terjadi tidak signifikan dan selama empat tahun telah turun sebesar 0,67 µg/nm 3. Perempatan depan brimob, jalan imogiri timur, terjadi penurunan konsentrasi sebesar 0,71 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah terjadi pada tahun Perempatan klodran, jalan bantul, terjadi penurunan sebesar 0,69 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah terendah terjadi pada tahun Perempatan madukismo, jalan ringroad selatan, terjadi penurunan sebesar 0,68 µg/nm 3 dan konsentrasi terendah pada tahun Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 90

62 Gambar 2.55 Peta Pengambilan Sampel Udara D.2 Kualitas Air Hujan Pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Hujan asam merupakan salah satu indikator untuk melihat kondisi pencemaran udara dan air. Hujan asam terjadi karena banyaknya udara yang larut dan terbawa oleh air hujan sehingga ph air akan berada di bawah rata-rata. Batas rata-rata ph air hujan adalah 5,6, merupakan nilai yang dianggap normal atau hujan alami yang telah disepakati secara internasional oleh badan dunia WHO. Apabila ph air hujan dibawah 5,6 maka hujan bersifat asam atau disebut dengan hujan asam. Dampak hujan asam dapat mengikis bangunan/gedung-gedung, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 91

63 atau bersifat korosif terhadap bahan bangunan, merusak kehidupan biota-biota di danau-danau dan aliran sungai. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air hujan yang dilakukan laboratorium Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, ph air hujan cenderung basa berkisar antara 6,73-8,45. Hal tersebut menandakan pencemaran udara akibat emisi Sox dan Nox masih rendah. Untuk parameter DHL, besarnya berkisar 20,5-233 µmhos/cm. Konsentrasi sulfat kadarnya berkisar 0, ,0010 mg/l, kemudian amonia kadarnya berkisar 0,008-1,1665 mg/l (Tabel SD-24). E. LAUT, PESISIR, DAN PANTAI E.1 Kondisi Pesisir dan Pantai Kabupaten Bantul yang berlokasi di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kawasan pantai dengan panjang garis pantai ± 12 km memanjang dari kawasan obyek wisata Parangtritis ke barat sampai obyek wisata Pandansimo. Di Kabupaten Bantul terdapat enam desa pesisir yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Desa Poncosari dan Desa Trimurti (Kec. Srandakan), Desa Gadingsari dan Desa Srigading (Kec. Sanden) serta Desa Parangtritis dan Desa Tirtoharjo (K ec. Kretek). Pantai di daerah Bantul memiliki ciri berpasir, relatif landai dan terdapat gumuk pasir dengan tipe Barchan (bulan sabit). Di pantai Parangtritis terdapat sekitar 190 bentukan gumuk pasir bentuk Barchan, Longitudinal, Parabolic dan Sisir. Masingmasing bentuk tersebut mempunyai cara dan faktor pengontrol pembentukan yang berbeda. Bentuk parabolik dan sisir dipengaruhi oleh vegetasi yang memotong arah angin, sehingga kecepatan angin di belakang vegetasi kurang. Bentuk Barchan dan longitudinal dipengaruhi oleh aktivitas angin, yang bertiup keras. Barchan mempunyai proses pembentukan yang menarik. Mulanya terbentuk gumuk pasir longitudinal yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah angin, berikutnya tubuh gumuk pasir semakin tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perputaran air di belakang gumuk, yang menyebabkan terjadinya penggerusan di belakang gumuk. Penggerusan yang semakin luas menjadikan penggerusan semakin intensif, sehingga dimensi lebar seimbang dengan dimensi panjang. Gumuk pasir Parangtritis dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pasif dan aktif. Gumuk pasir aktif menempati sisi timur, disini proses pembentukan gumuk pasir longitudinal dan Barchan oleh aktivitas angin yang bertiup kuat dapat diamati dan dipelajari dengan baik. Gumuk pasir pasif menempati sisi barat Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 92

64 dan selatan sampai muara kali Opak. Secara global, gumuk pasir merupakan lahan bentukan yang terjadi karena proses angin. Gumuk pasir yang ada di Pantai selatan tidak dijumpai di wilayah Indonesia yang lain dan merupakan keajaiban dunia. Keberadaan gumuk pasir ini dapat menghalangi gelombang pasang maupun tsunami. Untuk itu keberadaan gumuk pasir harus dijaga dari kegiatan-kegiatan yang dapat merusak seperti pengambilan pasir pantai untuk pembangunan. Ditinjau dari aspek ekonomi, secara umum kawasan pesisir Kabupaten Bantul menunjukkan kondisi cukup baik. Prasarana dan sarana transportasi berupa jalan dan kendaraan telah berkembang dengan baik, jalan pedesaan pesisir telah diaspal. Sebagian besar masyarakat pesisir masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan utama. Namun karena adanya pengurangan luas lahan untuk kepentingan non pertanian, masyarakat mencari alternatif lain dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Kebanyakan dari masyarakat pesisir saat ini tidak mau mengandalkan pekerjaannya hanya pada satu profesi. Mereka telah mengembangkan profesi lain yang dapat menjamin pemenuhan perekonomian keluarga mereka. Ketika musim tanam dan panen, sebagian masyarakat pesisir berprofesi sebagai petani namun di sela-sela musim tersebut, mereka berprofesi sebagai nelayan dan lain-lain. Profesi nelayan dari tahun ke tahun mulai menjadi pilihan menarik bagi masyarakat pesisir. Alasan pemilihan tersebut adalah cepat menuai hasil dan selalu ada harapan atas potensi yang terkandung di laut selatan. Tekhnologi yang digunakan dalam penangkapan ikan tergolong sederhana yaitu dengan menggunakan perahu motor dan dilengkapi dengan alat tangkap berupa jaring, pancing rawa dasar dan trolling. Pemanfaatan lahan pesisir beragam, lahan pantai disamping dimanfaatkan sebagai area pertambakan udang juga dimanfaatkan sebagai tempat peternakan dan penanaman tanaman produktif. Pemanfaatan lahan untuk peternakan di samping mengoptimalkan lahan yang ada, juga sebagai upaya menjaga kondisi lingkungan yang baik. Selain itu hasil limbah kotoran ternak tersebut dapat dipakai untuk pupuk organik yang diperlukan dalam pertanian. Di kawasan pesisir telah dibangun fasilitas irigasi lahan kering berupa embung dan sumur-sumur renteng yang dilengkapi dengan pompa air. Konservasi lahan pesisir di Kecamatan Sanden, Kretek dan Srandakan dilaksanakan dalam bentuk penanaman tanaman keras yang difungsikan sebagai wind barrier. Jenis-jenis tanaman keras yang ditanam disesuaikan dengan struktur tanah Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 93

65 berpasir, yaitu pandan duri, cemara udang, ketapang, sengon, kleresede dan lain-lain. Luasan lahan yang difungsikan sebagai wind barrier sebesar 122 Ha di Kecamatan Srandakan, 28 Ha di Kecamatan Kretek dan 100 Ha di Kecamatan Sanden. Selain membuat indah dan sejuk di kawasan pesisir, upaya ini sangat bermanfaat sebagai perlindungan terhadap pertanian lahan kering yang ada serta memberikan perlindungan terhadap satwa liar terutama jenis-jenis burung. Selain itu juga ditanam tanaman semusim (sayur-sayuran) seperti ubi jalar, bawang merah, cabai dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan sebagai mata pencarian tambahan penduduk diwilayah pesisir selain sebagai nelayan dan juga dikarenakan wilayah pesisir pantai selatan tidak terdapat padang lamun. Dan laut di wilayah kabupaten Bantul tidak terdapat terumbu karang. Dukungan masyarakat pesisir terhadap upaya konservasi lahan pesisir sangat besar. Ini dibuktikan oleh kelompok tani Wonolestari di dusun Samas, desa Srigading, kecamatan Sanden menggencarkan program penanaman ribuan bakau, nyamplung dan cemara udang. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mencegah terjangan tsunami, sebagai pemecah hantaman gelombang (abrasi). Kegiatan yang sama juga dilaksanakan oleh pemuda-pemudi Baros, Desa Tirtoharjo, kecamatan Kretek yang menanam bakau di lahan seluas 5 Ha dari 25 Ha lahan pengembangan untuk tanaman bakau, prosentase tutupan mencapai 75% dengan kerapatan pohon 500 pohon/ha (Tabel SD-21). Tujuan dari penanaman bakau ini juga mencegah terjangan gelombang pasang atau tsunami. Bentuk konservasi lain yang ada adalah upaya pelestarian penyu yang dilaksanakan di pantai Samas dan Pandansimo dan Kuwaru yang dimulai sejak tahun Jenis kegiatan pelestarian ini adalah penjagaan telur-telur penyu yang ada di pantai sampai menetas. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan tukik (anak penyu) di tempat pemeliharaan yang dibangun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY. Kegiatan pelestarian penyu di kawasan Kabupaten Bantul dilaksanakan oleh kelompok pelestari penyu. Masyarakat sudah menyadari tentang arti konservasi penyu sebagai satwa yang dilindungi, sehingga masyarakat yang berada di pesisir tidak menangkap penyu tersebut untuk diperjual belikan. Kelompok masyarakat tersebut juga melakukan pengamanan tempat bertelur dan melakukan pemeliharaan sampai telurtelur menetas dan siap untuk dilepas ke laut. Proses pelepasan tukik ke laut telah dikemas menjadi ajang wisata pendidikan di pantai selatan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 94

66 E.2 Kulitas Air laut Pemanfaatan wilayah pesisir dan pantai untuk kegiatan pariwisata alam menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat. Pembangunan fasilitas pendukung seperti penginapan, atraksi-atraksi wisata, rumah makan dan lain-lain. Mengingat banyaknya kegiatan di kawasan pesisir tersebut maka banyak pula limbah yang dihasilkan, baik limbah wisatawan, hotel, rumah makan juga limbah rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut apabila tidak ditangani dengan benar dikhawatirkan terjadi pencemaran di kawasan pantai. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran yang terjadi, perlu dilakukan pengujian kualitas air laut. Pengujian dilakukan di dua titik, yaitu di pantai Kuwaru dan Parangtritis karena lokasi tersebut ramai pengunjung dan ada kegiatan lain seperti tempat pelelangan ikan, rumah makan dan lain-lain. Dari hasil pemantauan kualitas air laut (SD -17), terdapat beberapa parameter yang melampaui baku mutu berdasarkan Kep. Men LH no. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air biota laut. Untuk parameter fisika, total partikel tersuspensi dan kekeruhan. Konsentrasi tertinggi untuk parameter TSS dan kekeruhan terdapat di pantai Kwaru. Besarnya konsentrasi TSS adalah 55,5 mg/l dan tingkat kekeruhannya sebesar 12,76 FTU. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah. Parameter Kekeruhan FTU ,08 12,76 5 Kekeruhan Baku Mutu 2 0 P. Parangtritis P. Kwaru Lokasi Sampel Gambar 2.56 Tingkat Kekeruhan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 95

67 Parameter TSS Konsentrasi (mg/l) ,1 55,5 20 TSS Baku Mutu 0 P. Parangtritis P. Kwaru Lokasi sampel Gambar 2.57 Konsentrasi TSS Sedangkan untuk parameter kimia, terdapat beberapa senyawa yang melampaui baku mutu, yaitu amonia total dan fenol. Kandungan amonia total di kedua lokasi sampel sebesar 0,7 mg/l dan 0,84 mg/l. Sedangkan untuk kandungan fenol di kedua lokasi sebesar 0,049 mg/l dan 0,047 mg/l. Lebih lanjut, berikut beberapa contoh tren terhadap parameter-parameter yang melampaui baku mutu. Grafik Tren Tingkat Kekeruhan 14 FTU Baku Mutu 2 0 P. Parangtritis P. Kwaru Lokasi Sampel Gambar 2.58 Tren Tingkat Kekeruhan Berdasarkan gambar diatas tingkat kekeruhan air laut di dua lokasi titik pantau mengalami peningkatan. Tingkat kekeruhan tertinggi terjadi pada tahun 2013 dimana Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 96

68 pada pantai kwaru tingkat kekeruhannya tertinggi di tahu yang sama. Dititik pantau pantai Parangtritis meningkat sebesar 3,11 FTU dan di pantai Kwaru meningkat sebesar 7,36 FTU. Grafik Konsentrasi TSS Konsentrasi (mg/l) P. Parangtritis P. Kwaru Baku Mutu Lokasi Sampel Gambar 2.59 Tren Tingkat Kekeruhan Untuk parameter TSS, pada tahun 2013 ini terjadi penurunan meskipun pada tahun 2012 terjadi kenaikkan konsentrasi TSS di titik pantau pantai Kwaru. Pada titik pantau pantai Parangtritis selama tiga tahun terakhir konsentrasi TSS terus menurun meskipun masih berada diatas baku mutu yang ditetapkan. Besaran penurunan yang terjadi selam tiga tahun terakhir adalah 367,9 mg/l untuk pantai Parangtritis dan 186,5 mg/l untuk pantai Kwaru. F. IKLIM F.1 Kondisi Iklim Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropica (iklim panas) dan iklim laut. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator sebagian wilayah indonesia mengalami musim kemarau, sedangkan saat matahari ada di selatan, sebagian besar wilayah indonesia mengalami musim penghujan. Namun beberapa tahun terakhir ini, iklim di Indonesia tidak dapat diprediksi hal tersebut disebabkan terjadinya pemanasan global. Pemanasan global berdampak pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 97

69 perubahan iklim di seluruh dunia. Musim hujan yang berkepanjangan menyebabkan banjir dan tanah longsor. Musim kemarau yang panjang sehingga terjadi kekeringan dimana-mana dan kebakaran hutan. Akibat dari hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar khususnya oleh petani yang gagal panen maupun nelayan yang tidak bisa melaut. F.2 Unsur Iklim Salah satu unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji adalah curah hujan, karena pola curah hujan di seluruh wilayah Indonesia tidak sama. Curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian La-Nina yang menyebabkan curah hujan di atas rata-rata, sehingga beberapa bencana seperti banjir maupun longsor lahan terjadi di banyak wilayah Indonesia bahkan seluruh dunia. Curah hujan pada umumnya diukur dalam harian, bulanan, maupun tahunan. Curah hujan bulanan tahun 2013 berdasarkan 12 (dua belas ) stasiun pemantau (Tabel SD-22). Curah tertinggi mencapai 907 mm terjadi di Stasiun pemantau CDPU Bantul/Ringinharjo pada Bulan Januari. Sedang curah hujan terendah sebesar 1 mm di Stasiun Barongan pada bulan Agustus. Sedangkan data pada bulan Desember hingga buku ini ditulis data belum masuk. Unsur iklim lainnya adalah suhu udara yang diukur setiap bulan untuk melihat cuaca yang terjadi. Berdasarkan data dari BMKG stasiun geofisika kelas I Yogyakarata suhu rata-rata bulanan tahun 2012 tertinggi pada bulan April dengan suhu rata-rata 27,2 0 C dan terendah pada bulan Agustus dengan suhu rata-rata 25,1 0 C. Secara umum suhu udara rata-rata terendah terjadi pada saat musim hujan dan suhu tertinggi pada musim kemarau. Namun adanya anomali musim, maka suhu udara juga mengalami peningkatan atau penurunan. G. BENCANA ALAM Selama tahun 2013 ini, bencana alam yang terjadi di Indonesia mulai dari banjir, longsor, gempa, terjadi di lokasi yang berbeda-beda dan membawa kerugian baik nyawa manusia maupun harta benda. Pada tahun ini terjadi dua kali letusan gunung merapi yang mengeluarkan asap tebal. Dampak yang dirasakan di Kabupaten Bantul adalah hujan abu vulkanik. Bencana longsor, kekeringan, banjir, kebakaran hutan dan gempa hampir terjadi tiap tahun. Bencana longsor yang terjadi dikerenakan sebagian wilayah kabupaten Bantul Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 98

70 merupakan perbukitan. Dan bencana gempa yang dialami disebabkan kabupaten bantul dilewati oleh sesar Opak yang masih aktif. Tercatat bencana alam yang terjadi pada tahun ini adalah banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan yang melanda di beberapa wilayah kecamatan, dan gempa bumi. Bencana banjir melanda di dua kecamatan yaitu Kretek dan Dlingo. Kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp ,- lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp ,-. Dimana Kecamatan Kretek menderita kerugian materiil sebesar Rp ,- dan Kecamatan Dlingo menderita kerugian sebesar Rp ,-. Pada tahun 2013, berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bancana daerah, Kabupaten Bantul tidak ada bencana kekeringan. Kebakaran hutan pada tahun ini melanda 9 kecamatan, yaitu kecamatan Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Sewon, dan Kasihan dengan total kerugian materiil Rp ,-. Kerugian materiil terbesar di kecamatan Kasihan Rp ,-. Kerugian materiil terkecil di kecamatan Bambanglipuro Rp ,-. Curah hujan yang tinggi, kondisi lahan dengan jenis tanah liat, lokasi di wilayah yang berada di perbukitan ataupun kurangnya penghijauan menyebabkan terjadinya bencana longsor terjadi hampir setiap tahun. Tahun 2013, bencana longsor terjadi di empat kecamatan yaitu Imogiri, Dlingo, Pleret, dan Kasihan (Tabel BA-4). Akibat yang ditimbulkan dari tanah longsor berupa kerugian materiil mencapai Rp ,-. Adapun korban materiil terbanyak di Imogiri yang mencapai Rp ,- dan terendah di Kecamatan Dlingo yang mencapai Rp ,-. Salah satu bencana alam tanah longsor yang terjadi dalam tahun 2012 seperti pada gambar Gambar 2.37 Bencana tanah longsor di Pajangan Gambar 2.38 Peta Kawasan Rawan Longsor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 99

71 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 100

72 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup sumber daya alam serta flora dan fauna yang tumbuh diatas tanah maupun didalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia. Ciptaan manusia seperti pemanfaatan lingkungan untuk kesejahteraan manusia berdampak pada lingkungan atau tekanan terhadap lingkungan. Aktivitas manusia yang memberikan tekanan terhadap lingkungan seperti disektor pertanian, perindustrian, pertambangan dan energi, transportasi, dan pariwisata. Aktivitas tersebut menghasilkan produk samping bisa berupa limbah padat, cair, ataupun gas yang akan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan jika tidak dikelola dan dimonitor dengan benar, selanjutnya terjadi penurunan kualitas lingkungan. A. KEPENDUDUKAN A.1 Jumlah, Pertumbuhan & Kepadatan penduduk Ancaman terbesar dari lingkungan hidup di seluruh dunia adalah populasi manusia. Semakin tingginya populasi manusia akan berdampak langsung pada kebutuhan akan energi, lahan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi itu manusia akan memanfaatkan segala sumber daya yang ada dialam. Pemanfaatan sumber daya alam jika tidak memperhatikan kemampuan bumi dan lingkungan untuk memperbaiki sumber daya tersebut maka bumi akan rusak dan berdampak pada kualitas hidup manusia yang rendah. Agar bumi tetap sehat dan kualitas hidup manusia terjaga kita perlu mempertahankan keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi. Dengan luas wilayah Kabupaten Bantul sebesar 506,85 km2 yang dibagi menjadi 17 kecamatan persebaran penduduk dapat dilihat pada tabel DE-1. Tabel DE-1 merupakan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bantul per semester pertama. Jumlah penduduk di Kabupaten Bantul sebesar jiwa, terbagi atas laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Jumlah penduduk terbanyak dikecamatan Banguntapan sebanyak jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. untuk Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 86

73 jumlah penduduk terkecil, kecamatan Srandakan jiwa dengan laki-laki sebanyak 15,311 jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Penduduk wilayah pesisir meliputi Kecamatan Kretek, Sanden, dan Srandakan yang masing-masing sebanyak 2 desa. Berdasarkan tabel DE-3 dan 3A jumlah penduduk tertinggi adalah kecamatan Srandakan sebesar jiwa terbagi atas Desa Poncosari sebesar jiwa dengan jumlah rumah tangga/kk sebanyak KK dan Desa Trimurti sebesar jiwa dengan jumlah rumah tangga KK. Sedangkan jumlah penduduk terendah adalah kecamatan Sanden sebesar jiwa terbagi atas Desa Srigading dengan jumlah penduduk jiwa dengan jumlah rumah tangga 713 KK dan Desa Gadingsari sebesar jiwa dengan jumlah rumahtangga 395 KK. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bantul tahun 2013 semester pertama adalah -9,50% dengan tahun 2012 sebagai acuan. kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Piyungan, sebesar -6,59%. Kecamatan dengan laju pertumbuhan terkecil adalah kecamatan Pundong, sebesar -17,36%. Kepadatan penduduk kabupaten Bantul sebesar 1.804,59 jiwa/km 2 dengan kepadatan tertinggi di kecamatan Banguntapan sebesar jiwa/km 2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah sebesar 685 jiwa/km 2 di Kecamatan Dlingo. Tren kepadatan penduduk di wilayah sub urban dari tahun 2010 sampai semenster pertama tahun 2013 menurun kecuali Kecamatan banguntapan. Di kecamatan Banguntapan kenaikan kepadatan penduduknya sebesar 40 jiwa/km 2 dari jiwa/km 2 di tahun Untuk kecamatan Sewon turun sebesar 218 jiwa/km2 dari jiwa/km 2 di tahun Kecamatan Kasihan kepadatan penduduknya turun sebesar 377 jiwa/km 2 dari jiwa/km 2 di tahun Penggolongan penduduk dapat didasarkan jenis kelamin dan status pendidikan menurut lokasi wilayah. Berdasarkan tabel DE-2, kecamatan Banguntapan mempunyai penduduk laki-laki tertinggi sebanyak jiwa, sedangkan pada tahun 2012 mencapai jiwa atau mengalami kenaikan sebesar jiwa. Penduduk laki-laki terendah di kecamatan Srandakan sebesar jiwa mengalami kenaikkan sebesar jiwa dari tahun Penduduk perempuan untuk tahun 2012 tertinggi terdapat di kecamatan Banguntapan sebesar jiwa naik sebesar jiwa dari tahun Sedangkan terendah terdapat di kecamatan Srandakan sebesar jiwa, naik sebesar jiwa dari tahun A.2 Jumlah Penduduk menurut Status pendidikan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 87

74 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kota pendidikan, demikian juga Kabupaten Bantul yang merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang terletak di posisi selatan Yogyakarta, pendidikan merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan daerah. Dari jumlah penduduk jiwa, data semester pertama, Kondisi status pendidikan penduduk kabupaten Bantul berdasarkan tabel DS-1A dan DS-1B, laki-laki dan perempuan tidak pernah sekolah. Lebih lanjut, berdasarkan tabel DS-1A, kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan SD, laki-laki berjumlah jiwa dan perempuan berjumlah jiwa. Kecamatan dengan kelompok pendidikan SD tertinggi adalah Kecamatan Sewon sebesar jiwa untuk laki-laki dan jiwa untuk perempuan. Kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTP, berjumlah jiwa untuk laki-laki dan jiwa untuk perempuan. Kecamatan dengan kelompok tersebut tertinggi di kecamatan Banguntapan dengan jumlah laki-laki sebesar jiwa dan jiwa untuk perempuan. Kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTA, berjumlah jiwa untuk laki-laki dan jiwa untuk perempuan. Kecamatan dengan kelompok tersebut tertinggi di Kecamatan Banguntapan dengan jumlah laki-laki sebesar jiwa dan perempuan sebesar jiwa. Berdasarkan tabel DS-1B, pengelompokan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan mulai dari diploma hingga S3. Kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan tersebut tertinggi di semua jenjang tersebut adalah kecamatan Banguntapan. Banyaknya penduduk untuk jenjang diploma sebesar jiwa untuk laki-laki dan perempuan sebesar jiwa. Untuk jenjang S1, laki-laki sebesar jiwa dan perempuan sebesar jiwa. Jenjang S2, laki-laki sebesar 673 jiwa dan perempuan sebesar 373 jiwa. kemudian jenjang S3, laki-laki sebesar 24 jiwa dan perempuan sebesar 6 jiwa. Jika dilihat penduduk di kabupaten Bantul menyadari penih pentingnya pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bersekolah masih lebih tinggi dari yang tidak bersekolah. Dan kecenderungan menurunnya jumlah penduduk ditiap jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan tersebut. Hal tersebut merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan di karenakan pendidikan merupakan modal untuk kemajuan bangsa. Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Daerah melalui Dinas/Instansi terkait untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat seperti pemberian beasiswa pelajar berprestasi, dan keluarga kurang mampu, pendidikan lanjutan untuk tenaga guru, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 88

75 penyediaan sarana dan prasarana pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, aula, kantin, taman, KM/WC dan lain-lain. Tujuan dari semua itu adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar diperoleh lulusan-lulusan yang bermutu dan mampu bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional. B. PEMUKIMAN pemukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup yang digunakan sekelompok manusia sebagai tempat tinggal. Pemukiman menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat belindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan pemukiman tersebut antara lain kondisi sosial dan sanitasi lingkungan. B.1 Kondisi Sosial Kondisi sosial suatu daerah dapat dilihat dari seberapa besarnya keluarga miskin didaerah tersebut. Berdasarkan data dari BKK PPKB jumlah keluarga miskin di Kabupaten bantul tahun 2012 sebesaar KK dari KK yang ada (Tabel SE-1) atau 14,82%. Kecamatan dengan jumlah keluarga miskin tertinggi adalah kecamatan Banguntapan dengan jumlah sebesar KK dari kk atau 13,5 %. Adapun wilayah dengan jumlah rumah tangga miskin terendah adalah kecamatan Srandakan yang mencapai KK dari KK ada atau 13,8 %. Jumlah keluarga miskin terus menurun dari tahun 2010 dengan penurunan sebesar 929 kk. Untuk Kecamatan Bangutapan, tren yang terjadi adalah peningkatan keluarga miskin dari 11,94% menjadi 13,5% ditahun Sedangkan untuk kecamatan Srandakan dengan status jumlah rumah tangga terendah, tren yang terjadi adalah peningkatan jumlah keluarga miskin dari 13,22% menjadi 13,8% ditahun Meskipun terjadi penurunan akan tetapi kecamatan dengan status jumlah keluarga miskin tertinggi maupun terendah mengalami peningkatan jumlah keluarga miskin, hal tersebut membutuhkan perhatian khusus. B.2 Sanitasi Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 89

76 Sanitasi lingkungan merupakan sebuah upaya/usaha dalam pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Upaya yang dilakukan meliputi penyediaan air besih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah. Sanitasi lingkungan berkaitan erat pada perilaku menjaga kebersihan dan kesehatan pada lingkungan tempat kita berada. Sanitasi lingkungan bertujuan untuk mencegah diri sendiri maupun lingkungan untuk bersentuhan langsung dengan kotoran atau bahan buangan/limbah lainnya. Pemerintah Kabupaten Bantul dalam hal usaha meningkatkan sanitasi lingkungan telah membangun sejumlah sarana maupun prasarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. B.2.1 Air Bersih Untuk menunjang berbagai aktivitas yang terjadi didalam sebuah pemukiman salah satunya adalah air bersih. Ketersediaan akan air bersih sangatlah penting dalam sebuah pemukiman yang sehat. Untuk itu menjaga agar ketersedian air bersih terus ada, salah satunya dengan cara menjaga hutan kita sehingga peresapan air hujan dapat maksimal. Salah satu kegunaan air bersih adalah sebagai air minum. Pemenuhan kebutuhan akan air minum sebagian besar penduduk kabupaten Bantul berasal dari ledeng, sumur, hujan, dan mata air (Tabel SE-2). Penggunaan sumber air minum yang paling besar berasal dari sumur dengan jumlah rumah tangga sebanyak KK dan diurutan kedua sebanyak KK dengan ledeng sebagai sumber air minum. Penggunaan sumur sebagai sumber air minum dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2010 sebanyak KK menjadi KK ditahun 2012 atau mengalami peningkatan sebesar 6,88%. Kecamatan Banguntapan merupakan pengguna tertinggi, sebesar KK. Sedangkan terendah di kecamatan Dlingo sebesar KK. Untuk penggunaan ledeng sebagai sumber air minum, ditahun 2010 sebanyak KK naik menjadi KK pada tahun 2011, sedangkan di tahun 2012 tidak mengalami peningkatan maupun penurunan. Pengguna ledeng tertinggi di kecamatan Kasihan sebanyak KK sedangkan terendah di kecamatan Kretek sebanyak 23 KK. Penggunaan air hujan sebagai sumber air minum terbesar Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 90

77 terdapat di kecamatan Piyungan sebanyak 796 KK, terendah di kecamatan Jetis sebanyak 15 KK. B.2.2 Limbah Rumah Tangga Salah satu dari upaya sanitasi lingkungan adalah pengelolaan pembuangan limbah kotoran manusia. Limbah kotoran manusia merupakan hasil ekskresi manusia berupa tinja dan urine. Dan merupakan media kultur yang baik bagi pertumbuhan beberapa spesies mikroba baik yang patogen maupun non patogen. Oleh sebab itu penangan limbah tersebut harus dilaksanakan baik secara pribadi maupun kelompk. Penangan limbah secara kelompok dilakukan dengan cara pembangunan IPAL komunal seperti di Pendowoharjo kecamatan Sewon. Meskipun IPAL tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat yang disebabkan oleh faktor kemiringan tanah. Namun pemerintah kabupaten Bantul mengambil kebijakan bahwa setiap pengembang rumah yang lokasinya berdekatan dengan jaringan limbah harus menyalurkan limbahnya melalui jaringan terpusat (IPAL Sewon). Pembangunan fasilitas tempat buang air besar merupakan sarana penting dalam menunjang kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Fasilitas tersebut meliputi pembuatan jamban sendiri, bersama maupun umum seperti pada tabel SP-8. Berdasarkan tabel tersebut, jumlah rumah yang memiliki tempat buang air besar sendiri pada tahun 2013 mencapai rumah tangga. Kemudian rumah tangga yang tidak mempunyai jamban sebesar rumah tangga. Kecamatan Jetis merupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga yang mempunyai jamban sendiri dengan jumlah rumah tangga sebesar rumah tangga sedangkan terendah di kecamatan Pundong sebanyak 636 rumah tangga. Sedangkan Jumlah tempat buang air besar untuk umum dan bersama tidak ada. Masyarakat yang tidak mempunyai tempat buang air besar tertinggi di Kecamatan Jetis yang mencapai 641 KK dan terendah di Kecamatan Sanden yang mencapai 24 KK. B.2.3 Sampah Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan sampah yang dihasilkan meningkat juga. Untuk itu upaya peningkatan pengelolan sampah terus dilakukan dari tahun ke tahun sehingga sampah yang dihasilkan penduduk tidak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 91

78 menjadi beban lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Cara-cara pembuangan sampah yang dilakukan oleh masyarakat adalah diangkut, penimbunan, dibakar, dibuang ke kali atau lainnya. Di kabupaten Bantul ada sebagian masyarakat yang telah mengelola sampah dengan prinsip 3R dan membentuk jejaring sampah mandiri yang terdiri dari beberapa kelompok pengelola sampah berbasis masyarakat dari beberapa wilayah Kecamatan. Dan berdasarkan data pada tabel SP-9 perkiraan jumlah timbulan sampah per hari dengan asumsi satu orang menghasilkan 0,0025 m 3 /hari. Jumlah sampah yang dihasilkan per hari di 17 kecamatan sebesar 2.286,63 m 3 /hari. Penghasil sampah terbesar ada di kecamatan Piyungan sebesar 263,6125 m 3 /hari. Dan terendah sebesar 76,705 m 3 /hari terdapat di kecamatan Srandakan. Tingginya timbulan sampah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan penduduk yang tinggi dan peningkatan aktivitas serta belum semua pihak mempunyai kemampuan maupun kemauan dalam mengelola sampah dengan prinsip 3R. Berdasarkan data dari tahun 2010 hingga 2012 timbulan sampah yang terjadi tiap tahunnya meningkat dengan kenaikan rata-rata sebesar 2.286,4519 m 3 /hari. Seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini. Timbulan Sampah 2600 Timbulan Sampah m 3 /hari Timbulan Sampah Tahun Peningkatan volume sampah rumah tangga maupun industri tidak dapat dihindarkan lagi. Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait menyediakan TPS sebanyak 115 dengan daya tampung sebesar 380 ton yang tersebar di berbagai tempat seperti komplek perkantoran, pemukiman, pasar, sekolah dan lain sebagainya untuk kemudian diangkut ke TPA Piyungan yang merupakan kerjasama Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 92

79 dari pemerintah kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul (Sekber Kertamantul). Upaya meningkatkan perilaku masyarakat agar terlibat dalam penanganan sampah dilakukan melalui bantuan sarana-prasarana penelolaan sampah seperti di sekolah, pemukiman, kelompok pengelola sampah, perkantoran dan tempat-tempat umum dan lain-lain untuk menurunka volume sampah yang dibuang di TPA (Tempat pemrosesan Akhir) C. KESEHATAN C.1 Kondisi Penyakit di Bantul Berdasarkan data dari dinas kesehatan kabupaten Bantul (Tabel DS -2) pada tahun 2013 ada jiwa yang menderita penyakit, meningkat sebesar jiwa dari tahun Penyakit yang dialami oleh masyarakat sebanyak 13 jenis penyakit. Lima terbesar penyakit yang diderita masyarakat adalah Hipertensi esensial, diare dan gastroenteritis, Nasofaringtis akut (common cold), Myalgia dan Dyspepsia. Jumlah penderita dan prosentase terhadap total penderita untuk lima besar penyakit yang menyerang masyarakat adalah Hipertensi esensial sebesar jiwa atau 34,15%, diare dan gastroenteritis jiwa atau 7,95%, Nasofaringtis akut (common cold) jiwa atau 34,15%, Myalgia sebesar jiwa atau 13,59% dan Asma sebesar jiwa atau 3,14%. C.2 Limbah Kesehatan Secara umum limbah kesehatan/rumah sakit dikelompokkan menjadi limbah benda tajam, limbah infeksius, jaringan tubuh, farmasi, klinis, radio aktif, sitotoksik. Limbah klinis yang berbentuk padat harus dimusnahkan dengan cara dibakar pada temperatur tinggi, minimal C. Limbah cair kesehatan tergolong berbahaya karena kemungkinannya mengandung mikroorganisme patogen, parasit, bahan kimia beracun dan radio aktif. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan limbah cair tersebut secara benar agar tidak berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan melalui beberapa sistem pengolahan. Sistem pengolahan limbah cair kesehatan/rumah sakit menggunakan Anaerobic, Aerobic atau kombinasi dari sistem Aerobic maupun An Aerobik. Sumber limbah cair kesehatan/rumah sakit adalah kegiatan perawatan, laboratorium, poliklinik, farmasi, radioaktif, dapur, perkantoran, laundry, kantin, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 93

80 KM/WC umum. Volume limbah yang dihasilkan tergantung dari jumlah pasien dan penggunaan bahan-bahan yang dipakai. Berdasarkan data yang diperoleh, volume limbah padat rumah sakit umum daerah Panembahan Senopati berupa limbah B3 mencapai m 3 /hari dan limbah cair B3 sebesar m 3 /hari. kemudian di RSKIA Ummi Khasanah volume limbah cairnya B3 mencapai 979 m 3 /hari dan limbah padat B3 sebesar 180 m 3 /hari. Rumah sakit-rumah sakit tersebut telah mempunyai Instalasi Pengolah Limbah cair sendiri seperti RSKIA Ummi Khasanah menggunakan proses Reaktor kombinasi anaerobik-aerobik yaitu suatu proses biologis dimana mikroorganisme berperan menguraikan polutan dalam air limbah sehingga jumlahnya akan semakin bertambah dan berakumulasi di dalam IPAL. D. PERTANIAN D.1 Lahan dan Produksi Sawah Pemanfaatan lahan untuk pertanian atau sawah di kabupaten Bantul sebesar ,4257 Ha. Frekuensi penanaman pada umumnya dua kali sampe tiga kali dalam setahun. Berdasarkan pola tanam, ada pola tanam padi sebanyak 2 kali dalam satu tahunnya, sedangkan palawija 1 kali. Tetapi ada juga yang memakai pola tanam padi satu kali setahun, palawija satu kali setahun. Pernerapan pola tanam tersebut tergantung lokasi wilayah. Wilayah-wilayah yang menerapkan pola tanam setahun sekali biasanya perbukitan atau daerah yang hanya mengandalkan curah hujan, sedangkan yang dua kali setahun sudah memanfaakan jaringan irigasi. Berdasarkan data SE-7, untuk frekuensi penanaman satu kali setahun sebesar Ha dengan luas terbesar di kecamatan Dlingo dengan luas 588 Ha. Penanaman dengan frekuensi dua kali setahun sebesar Ha, luas terbesar berada di kecamatan Jetis dengan luas lahan Ha. Dan dengan frekuensi tiga kali setahun luas lahan sebesar Ha, kecamatan dengan luas tertinggi adalah Sewon dengan luas 593 Ha. Produksi perhektar di kabupaten Bantul rata-rata sebesar 7,1 ton. Produksi tertinggi sebesar 7,5 ton/hektar berada di kecamatan Kretek dan kasihan dengan frekuensi penanaman hingga tiga kali setahun. Dan produksi terendah sebesar 6,2 ton/tahun berada di kecamatan Dlingo. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 94

81 D.2 Lahan dan Produksi Perkebunan Lahan perkebunan di kabupaten bantul berupa lahan perkebunan rakyat. Lahan perkebunan tersebut ditanami berbagai jenis tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, coklat, cengkeh, tebu, tembakau, jarak, kapuk, Kenanga, pandan, kemiri, dan jambu mete (tabel SE-3). Luasan lahan yang di tanami tanaman tersebut sebesar ,18 Ha. Luas lahan perkebunan terluas ditanami dengan jenis tanaman kelapa dengan luas sebesar ,75 Ha dengan hasil produksi sebanyak 8.501,51 ton (data produksi per triwulan III). Peringkat kedua, merupakan perkebunan jambu mete dengan luas lahan Ha, berdasarkan data per triwulan III, hasil produksi belum ada. Peringkat ketiga, perkebunan teh dengan luas lahan 1.459,71 Ha. Dan yang terendah adalah perkebunan kemiri dengan luas lahan 2,5 Ha dengan hasil produksi sebesar 0,003 ton. D.3 Penggunaan Pupuk dan Bahan Kimia Pertanian Peningkatan produksi pada lahan pertanian menyebabkan ketergantungan petani terhadap pupuk maupun pestisida. Pupuk-pupuk sintetis lebih menunjukkan hasil di bandingkan penggunaan pupuk organik. Akan tetapi jika penggunaan pupuk sintetis melebihi dari yang dibutuhkan akan menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dan dapat menyebabkan pencemaran serta berakibat kepada global warming. Jenis-jenis pupuk sintetis adalah urea, SP.36, ZA dan NPK. Besarnya penggunaan pupuk ZA dan NPK untuk perkebunan adalah 400 ton dan 150 ton yang digunakan untuk perkebunan tebu. Penggunaan pupuk sintetis tersebut untuk tanaman padi dan palawija berdasarkan data yang terhimpun pada tahun 2011 (Tabel SE-4) adalah urea sebesar ton. Digunakan untuk tanaman padi sebesar ton dan jagung sebesar 850 ton. Pupuk SP.36 total penggunaan sebesar 612 ton yang digunakan untuk tanaman padi sebesar 433 ton, kedelai sebesar 80 ton dan kacang tanah sebesar 99 ton. Kemudian pupuk ZA dengan total penggunaan sebesar 725 ton yang digunakan untuk padi sebesar 519, kedelai 97 ton dan kacang tanah sebesar 109 ton. Dan pupuk NPK dengan total penggunaan sebesar ton untuk padi seberat ton dan untuk jagung seberat 147 ton. Selanjutnya berdasarkan tabel SE-4 penggunaan pupuk organik masih kecil sekali jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk urea dan NPK, yaitu hanya 965 ton dan hanya dimanfaatkan untuk tanaman padi. D.4 Perubahan Lahan Pertanian menjadi Non Pertanian Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 95

82 Meningkatnya jumlah penduduk saat ini khususnya Kabupaten Bantul dan pesatnya pembangunan, meningkat pula kebutuhan sarana maupun prasarana seperti rumah tinggal, gedung sekolah, industri, hotel dan lain-lain sehingga kebutuhan lahan semakin meningkat pula. Mengingat kondisi lahan yang paling banyak adalah lahan pertanian baik sawah maupun kebun, maka untuk mencukupi kebutuhan lahan tersebut dipenuhi dengan menggunakan lahan pertanian. Salah satu contoh perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian (pemukiman) se perti terlihat pada gambar 3.3. Kasihan Gambar 3.3. Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian di Penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang terjadi di Kabupaten Bantul dari tahun 2010 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian meliputi pemukiman, industri, rumah sakit, toko, gudang, pendidikan dan lain-lain. Total luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian menurun, pada tahun 2010 sebesar 56,90 Ha menjadi 33,69 Ha ditahun 2013 (Tabel SE-5). Dari beberapa jenis penggunaan lahan non pertanian tersebut yang terbesar untuk keperluan lain-lain sebesar 10,66 Ha dan paling sedikit untuk industri sebesar 0,56 Ha. Dampak dari perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian adalah berkurangnya lahan pertanian tanaman pangan. Jika ditinjau dari aspek pertanian, meskipun terjadi perubahan penggunaan lahan sawah namun luas lahan pertanian yang ada masih mampu untuk mencukupi kebutuhan dan ketersediaan pangan bagi masyarakat. Namun demikian alih fungsi lahan tersebut harus dikendalikan secara ketat agar tidak mengancam potensi pertanian dan ketersediaan bahan pangan yang apa bila tidak ditangani secara serius dapat mengakibatkan kurangnya stok pangan. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 96

83 Selain itu alih fungsi lahan berdampak menurunnya daerah resapan air karena dipenuhi bangunan serta berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai sumber penyuplai oksigen dan menurunkan efek gas rumah kaca. D.5 Perternakan Usaha peternakan di kabupaten Bantul meliputi peternakan hewan ternak dan unggas. Peternakan hewan ternak meliputi ternak sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba dan babi. Dan peternakan unggas meliputi ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, itik dan puyuh. Secara umum, peternak hewan sapi perah dan babi terdapat di 9 kecamatan, sapi potong, kambing dan domba di 17 kecamatan dan kerbau di 12 kecamatan (Tabel SE -8). Sedangkan untuk peternakan unggas, peternak ayam petelur terdapat di 13 kecamatan. Dan peternak lainnya terdapat di seluruh kecamatan kabupaten Bantul (Tabel SE-9). Jenis hewan ternak terbesar adalah kambing dengan jumlah ternak sebanyak ekor. Posisi kedua terbanyak adalah kambing dengan jumlah ekor. Sedangkan posisi ketiga terbanyak adalah domba dengan jumlah ekor. Dan yang paling sedikit adalah peternakan kerbau sebanyak 239 ekor di kabupaten Bantul. Peternakan kambing dan sapi potong terbesar di kabupaten Bantul terdapat di kecamatan Dlingo dengan jumlah peternakan kambing sebesar ekor dan sapi potong sebesar ekor. Sedangkan peternakan domba di Dlingo terkecil di kabupaten Bantul dengan jumlah hewan ternak sebanyak 708 ekor. Kecamatan Banguntapan mempunyai peternakan sapi perah dan kuda terbesar di kabupaten Bantul dengan jumlah hewan 79 ekor untuk sapi perah sedangkan jumlah kuda sebanyak 482 ekor. Peternakan kerbau terbanyak ada di kecamatan Sewon dengan jumlah 44 ekor dan peternakan babi sebesar 689 ekor terdapat di kecamatan Srandakan. Untuk jenis ternak unggas kecamatan Pajangan mempunyai peternakan ayam petelur, ayam pedaging dan puyuh terbesar. Jumlah ternak ayam petelur sebesar ekor, ayam pedaging sebesar ekor dan puyuh ekor. Kecamatan Kasihan merupakan kecamatan dengan jumlah hewan ternak ayam kampung terbesar dengan jumlah ternak sebesar ekor. Untuk hewan ternak itik, kecamatan jetis mempunyai jumlah terbanyak yaitu sebesar ekor. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 97

84 E. INDUSTRI Tekanan terhadap lingkungan dari sektor industri berupa produk samping dari hasil produksi yang tidak mempunyai nilai ekonomis dan sisa hasil dari kegiatan utilitas. Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dibagi menjadi empat bagian, yaitu limbah cair, padat, gas dan partikel. Oleh karena itu untuk mengurangi beban lingkungan maka perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan limbah baik industri skala kecil, menengah maupun besar. Jenis industri yang terdapat di Kabupaten Bantul adalah industri spritus, kulit dan tekstil. Pada industri tersebut parameter limbah cair yang dipantau berupa BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, krom total, dan amonia total. Untuk mengetahui beban lingkungan dari sektor industri dilakukan pemantauan terhadap limbah yang dihasilkan. Pemantauan dilakukan terhadap limbah cair yang dibuang ke sungai, seperti yang terangkum dalam tabel SP-1. Industri dengan beban tertinggi untuk parameter BOD adalah industri spritus sebesar 296,69 ton/tahun sedangkan terendah adalah industri tekstil sebesar 1,68 ton/tahun. Kemudian beban tertinggi untuk parameter COD adalah industri spritus sebesar 643,61 ton/tahun sedangkan terendah adalah industri tektil sebesar 3,98 ton/tahun. Selanjutnya beban tertinggi untuk parameter TSS adalah industri spritus sebesar 29,21 ton/tahun sedangkan terendah adalah industri kulit sebesar 1,79 ton/tahun. Parameter sulfida beban tertinggi adalah industri spritus sebesar 3,78 ton/tahun sedangkan terendah adalah industri kulit sebesar 0,236 ton/tahun. Parameter minyak dan lemak beban tertinggi adalah industri tekstil sebesar 6,33 ton/tahun sedangkan terendah adalah industri spritus sebesar 0,57 ton/tahun. F. PERTAMBANGAN F.1 Kegiatan Pertambangan Golongan bahan tambang terbagi menjadi 3 jenis, yaitu golongan A yang merupakan barang yang penting bagi petahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah. Golongan B (bahan vital) adalah bahan galian yang dapat menjamin hayat hidup orang banyak, seperti emas, perak, besi dan tembaga. Dan golongan C Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 98

85 bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak. (UU No. 11 Tahun 1967) Sumber daya alam di kabupaten Bantul khususnya bahan galian golongan C jumlahnya belimpah yang menyebar di beberapa wilayah kecamatan seperti seperti Kretek, Pundong, Sewon, Piyungan, Banguntapan, Sedayu dan lain-lain. Sebagian besar bahan galian gol C termasuk bahan galian industri seperti pasir, kerikil, batu, tanah urug. Kegiatan penambangan pada umumnya dilakukan oleh kelompok, perorangan, maupun pihak swasta. Peralatan yang digunakan adalah sederhana seperti perahu bambu, sekop, pacul dan lain-lain dengan teknik yang sederhana, namun ada yang menggunakan peralatan modern seperti Bego khususnya dari pihak swasta. F.2 Jenis-jenis Pertambangan Banyaknya bukit di Kabupaten Bantul juga membuka peluang lebar kepada perusahaan menjalankan bisnis penjualan tanah urug. Penjualan tanah urug tersebut tidak hanya di Kabupaten Bantul namun dapat menembus di luar Kabupaten/Kota, bahkan ada yang di luar Propinsi DIY. Disamping dilakukan oleh perusahaan, penambangan tanah urug juga dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan Tabel SE-6, ada lima perusahaan yang melakukan pertambangan tanah urug dengan luas areal dan produksi yang bervariasi. Produksi terbanyak sebesar m 3 dengan luas areal m 2 dilakukan oleh Kliwon Basir. Sedangkan yang terendah dengan produksi 3.180,15 m 3 pada luas areal m 2 dilaksanakan oleh H. Mujiyono. Tingginya produksi tanah urug ini ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan tanah urug untuk keperluan pembangunan. Untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam agar tidak terjadi kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan perlu dilakukan aturan-aturan penambangan yang benar dan ramah lingkungan misalnya melalui kegiatan reklamasi lahan, alih fungsi lahan dan lain-lain. Dampak yang ditimbulkan apabila tidak segera dilakukan reklamasi areal bekas pertambangan adalah kesuburan tanah berkurang, perubahan bentang lahan serta kandungan logam-logam berat yang tinggi. Selain tanah urug, ada kegiatan pertambangan rakyat yang meliputi pasir/kerikil dan batu kali, batu bata, batu putih, tanah liat dan batuan phosphat. Pasir sungai berasal dari hasil kegiatan gunung merapi, dibawa oleh aliran sungai dan diendapkan kembali di bagian hilirnya. Pertambangan pasir sungai dilakukan di alur sungai Progo, Opak, Oyo maupun anak sungainya. Untuk sungai Opak, penambangan dilakukan di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 99

86 Kecamatan Kretek, Pundong, Imogiri, Piyungan. Sungai Progo dilakukan di Kecamatan Srandakan, Sanden, Pajangan. Pertambangan pasir/kerikil tahun 2011 menghasilkan produksi terbesar dibandingkan jenis penambangan lain yaitu mencapai produksi m3/tahun dan terendah 300 m3/tahun yaitu batuan phosphat. Tingginya produksi pertambangan pasir/kerikil dan batu kali disebabkan oleh meningkatnya aktivitas pembangunan karena pasir/kerikil dan batu kali merupakan bahan baku pembangunan. Lahan sawah subur dan tanah perkarangan digunakan untuk pembuatan batu bata dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan bangunan. Tanah yang ditambang merupakan tanah milik sendiri maupun tanah yang disewa. Lokasi pertambangan batu bata meliputi Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Piyungan, Sewon. Di Kecamatan Banguntapan pertambangan dilakukan di 2 desa yaitu Potorono dan Jambidan. Sedang di Kecamatan Piyungan luas areal penambangan lebih luas dibandingkan dengan Banguntapan yaitu di desa Sitimulyo dan Srimulyo. Produksi pertambangan batu bata di lokasi tersebut untuk tahun 2011 mencapai m3/tahun. Batu putih merupakan batuan berwarna putih yang cukup keras, biasa digunakan untuk fondasi bangunan, pengerasan jalan dan banyak terdapat pada daerah-daerah pegunungan di Kabupaten Bantul. Lahan pada daerah yang tersusun oleh batu putih berupa kebun campuran yang kurang produktif. Lokasi pertambangan batu putih di Kabupaten Bantul tersebar di beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Pleret, Imogiri, Piyungan, Jetis, Pajangan dan Sedayu. Pertambangan dilakukan sendirisendiri dengan menggunakan alat manual, baru sedikit penambang yang mengetahui aturan dan teknik penambangan yang benar dan ramah lingkungan. Banyaknya permintaan batu sebagai fondasi bangunan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut dengan cara menambang dan hasilnya langsung dapat dinikmati, tanpa modal dan ketrampilan khusus walaupun ada resikonya. Dalam tahun 2011, beberapa bukit yang ditambang menghasilkan produksi batu putih yang mencapai m3/tahun. Kerusakan yang ditimbulkan akibat penambangan batu putih adalah tanah rawan longsor, terjadinya bentang alam, perubahan tata guna tanah dan penurunan kesuburan tanah. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 100

87 G. ENERGI Tekanan dari sektor energi berupa pemanfaatan energi dalam peranannya mendukung pembangunan yang berkelanjutan, karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hingga saat ini pasokan energi nasional bergantung pada sumber energi fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pemanfaatan sumber energi dari fosil menghasilkan produk samping berupa pencemaran udara. Sektor-sektor pemanfaat energi dari fosil antara lain sektor transportasi, industri, dan rumah tangga. Penggunaan energi pada sektor transportasi akan tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan perekonomian nasional. Berdasarkan data dari Polres Kabupaten Bantul (Tabel S P-2), jumlah kendaraan bermotor tahun 2013 mencapai unit. Kendaraan bermotor jenis kendaraan roda dua merupakan jumlah terbesar mencapai unit dan terkecil jenis kendaraan bus besar umum sebanyak 9 unit. Penggunaan bahan bakar dalam sektor transportasi ada bermacam-macam, antara lain premium dan solar. Kendaraan bermotor dengan bahan bakar premium tahun 2013 mencapai unit, sedangkan yang menggunakan solar mencapai 357 unit. Premium paling banyak dipegunakan oleh jenis kendaraan roda dua sedangkan solar paling banyak digunakan oleh jenis kendaraan beban yang mencapai unit. Penggunaan energi pada sektor industri meliputi LPG, minyak bakar, minyak diesel, solar, minyak tanah, gas, batu bara, dan bio massa. Energi tersebut dibutuhkan untuk proses produksi, utilitas (mesin ketel uap), proses packing dan lain -lain, namun demikan data penggunaan energi belum ada. Begitu juga keperluan energi untuk rumah tangga seperti LPG, minyak tanah, briket dan kayu bakar juga belum ada data. H. TRANSPORTASI Sektor transportasi memberikan tekanan terhadap lingkungan berupa polusi udara dan kebisingan. Meningkatnya aktivitas masyarakat secara langsung berimbas kepada peningkatan kebutuhan akan transportasi. Peningkatan tersebut berdampak pada jumlah polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Polutan seperti gas CO 2 (karbon dioksida) merupakan salah satu dari polutan penyabab efek gas rumah kaca (GRK). Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 101

88 Masyarakat Kabupaten Bantul yang sebagian besar bekerja di wilayah perkotaan sehingga membutuhkan tranportasi darat yang cukup besar, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Tekanan terhadap lingkungan bertambah besar ketika musim liburan datang dimana banyak masyarakat dari luar Bantul datang untuk berwisata di obyek-obyek wisata. Tekanan tersebut nampak dengan padatnya jalur-jalur atau ruas jalan yang menghubungkan wilayah kota dengan wilayah Bantul dan/atau obyek wisata di Bantul. Ruas jalan tersebut seperti jalan parangtritis, jalan Bantul dan jalan imogiri timur. Selain untuk kemudahan masyarakat Bantul dan parawisatawan juga untuk mengurangi tekanan tersebut pemerintahkabupaten Bantul membangun prasarana dan sarana transportasi. Sarana transportasi yang ada di Kabupaten Bantul adalah sarana transportasi darat berupa terminal terminal Palbapang dan terminal Parangtritis dengan klasifikasi terminal golongan C. Luas kawasan untuk terminal parangtritis sebesar 0,375 Ha dan terminal Palbapang sebesar 0,444 Ha. Sedangkan untuk transportasi air dan udara Kabupaten Bantul belum mempunyai. (Tabel SP-5) Selain tekanan dari transportasi, sarana transportasi itu sendiri memberikan tekanan terhadap lingkungan berupa limbah padat meskipun data belum tersedia. I. PARIWISATA I.1 Potensi Wisata Kabupaten Bantul memiliki berbagai obyek wisata yang menarik baik wisata alam maupun petilasan bersejarah. Jumlah obyek wisata yang ada di Kabupaten Bantul tahun 2013 ada 7 lokasi yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan (tabel S P-6). Selain memiliki pemandangan alam yang menawan, banyak obyek wisata yang memiliki nilai spiritual dan mitos bagi masyarakat jawa. Wisata alam pantai selatan masih menjadi tujuan favorit wisatawan. Wisata alam pantai Parangtritis yang terletak di Pantai selatan Bantul memiliki 13 obyek wisata yang berlokasi di sekitarnya. Hamparan pantai yang luas, pemandangan laut yang terbuka, bukit kapur, gumuk pasir yang merupakan satusatunya di Asia serta peninggalan bersejarah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Selain pantai Parangtritis, pantai Kuwaru dan Goa Cemara juga mempunyai daya tarik tersendiri yaitu indah dan sejuknya pantai yang dipenuhi dengan cemara laut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 102

89 sehingga membentuk Goa. Sedangkan di pantai Kuwaru, terkenal dengan wisata kulinernya karena adanya tempat pelelangan ikan serta sarana prasarana lain. Obyek wisataa alam lainnya adalah goa cerme dan petilasan goa selarong. Goa cerme menghadirkann keindahan sebuah goa yang masih alami. Para wisatawan dapat melakukan caving dan menikmati pemandangan stalaktit dan stalakmit. Dan di petilasan goa selarong yang mana merupakan peninggalan bersejarah bangsa Indonesia. Di komplek goa tersebut pangeran Diponogoro menyusun strategi unuk melawan penjajah. I.2 Kunjungan Wisatawan Kunjungan wisatawan dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami kenaikkan tiap tahunnya dengan rata-rata kenaikkan per tahunnya sebesar jiwa/tahun. Kenaikkan tertinggi terjadi pada periode waktu sebesar jiwa/tahun sedangkan pada periode terjadi penurunan kunjungan wisatawan sebesar jiwa/tahun. Jumlah wisatawan terbanyak pada tahun 2013 terdapat di obyek wisata pantai parangtritis dengann jumlah pengunjung sebanyak wisatawan, turun jika dibandingkan jumlah kunjungan wisatawan tahun 2012 yang berjumlah wisatawan atau terjadi penurunan sebesar wisatawan. Sedangkan kunjungan obyek wisata terendah terdapat di goa cerme sebesar wisatawan, turun sebesar wisatawan dari tahun 2012 yang berjumlah wisatawan. Perkembangan kunjungan wisatawan dapat dilihat pada grafik 3.8 Grafik Kunjungan Wisatawan Jumlah Pengunjung (orang) Pengunjung Tahun Grafik 3.8. Tren kunjungan wisata Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 103

90 I.3 Limbah Sektor Pariwisata Limbah sektor pariwisata antara lain limbah domestik baik dari sarana umum, hotel/penginapan, restoran, pertokoan dan terminal, air bersih dan sampah di kawasan wisata. Limbah yang tidak dikelola secara benar menurunkan kualitas lingkungan di kawasan wisata. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka perlu dilakukan penanganan limbah demestik tersebut. Penanganan limbah domestik yang berupa limbah cair dilakukan dengan membangun saluran air limbah berupa septic tank ataupun membuat IPAL komunal. Sedangkan untuk limbah padat yaitu sampah yang terdiri dari berbagai jenis dikelola Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul. Volume limbah padat (tabel SP-6) di dua obyek wisata tahun 2013 mencapai 6,7 m3 per hari naik sebesar 0,7 m 3 dari tahun 2012 sebesar 6 m 3 /hari. Limbah padat ini terdiri dari sampah organik maupun anorganik yang berasal dari masyarakat sekitar kawasan wisata, wisatawan, pedagang dan lain-lain. Volume limbah padat terbanyak dari dua kawasan tersebut adalah obyek wisata pantai parangtritis yang mencapai 5,7 M 3 /hari turun sebesar 0,3 m 3 dari tahun 2012, dan yang paling kecil 1 M 3 /hari yang juga turun sebesar 1,13 m 3 dari tahun lalu berada di Pantai Kwaru. Kegiatan hotel maupun penginapan menghasilkan limbah padat dan cair yang dikelola dengan metode sederhana agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk memperkirakan beban pencemaran limbah cair dan volume limbah padat dari hotel kami melakukan uji laboratorium dengan mengambil sampel di dua hotel, yaitu hotel Tirta Kencana dan Ros-In Hotel. Beban pencemaran di Ros-In hotel yang merupakan hotel bintang 4 menghasilkan limbah cair terhitung untuk BOD sebesar 0,15 ton/tahun dan COD mencapai 100,11 ton/tahun. Sedangkan hotel Tirta Kencana beban limbah cair untuk BOD 11,45 ton/tahun dan COD 76,85 ton/tahun. Dengan tertanganinya limbah domestik di kawasan wisata, maupun hotel, pencemaran lingkungan dapat diminimalisir sehingga kebersihan dan kenyamanan terjamin yang menyebabkan wisatawan nyaman berkunjung di kawasan tersebut. Hal demikian dapat mendukung jumlah kunjungan wisatawan yang berdampak pada kenaikan retribusi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). J. LIMBAH B3 J.1 Pengelolaan Limbah B3 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 104

91 Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat dan dilaksanakan melalui rencana pembangunan jangka panjang yang bertumpu pada pembangunan di bidang industri. Pembangunan dibidang industri tersebut disatu pihak akan menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, dan di lain pihak industri juga akan menghasilkan limbah. Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut, terdapat limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, limbah B3 adalah sisa suatu usaha yang mengandung bahan berbahaya dan atau bahan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya dapat mencemari dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup. Untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 diperlukan uji karakteristik dan uji toksikologi atas limbah tersebut. Uji karakteristik limbah atas sifat-sifat mudah meledak dan atau nudah terbakar atau reaktif, beracun dan infeksi serta korosif. Sedangkan uji toksikologi untuk penentuan nilai akut limbah dan atau kronik limbah. Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan, maka limbah B3 dihasilkan perlu dikelola secara khusus. Pengelolaan itu meliputi penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan penimbunan hasil pengolahan tersebut. Pemanfaatan limbah B3 mencakup kegiatan daur ulang, perolehan kembali dan penggunaan kembali. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 disatu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 dapat ditekan dan dilain pihak akan dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku. J.2 Ijin Penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 Setiap usaha/kegiatan yang menghasilkan ataupun yang mengumpulkan dan menyimpan sementara limbah B3 harus memiliki ijin dari yang berwenang dengan membuat dokumen lingkungan. Di kabupaten Bantul terdapat dua perusahaan yang memiliki ijin pengumpulan, tujuh perusahaan dengan ijin penyimpanan dimana tiga perusahaan tersebut mempunyai ijin dari kementrian lingkungan hidup sedangkan empat perusahaan mempunyai ijin berdasarkan keputusan Bupati Bantul, satu Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 105

92 perusahaan dengan ijin pemanfaatan limbah B3 dengan ijin dari kementrian lingkungan hidup. Perusahaan yang mendapat ijin pengumpulan berdasarkan SK No. 79/2012 adalah CV. Sidoharjo Energi. Untuk izin pemanfaatan dalah PT. Holcim Beton (Batching Plant Bantul) berdasarkan SK No. 230/2011. Sedangkan izin penyimpanan yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Bupati Adalah PT. Madukismo, PT. Pertamina S&D region II Depot Rewulu dan RSUD Panembahan Senopati. Dan izin penyimpanan yang dikeluarkan oleh kementrian lingkungan hidup adalah PT. Samitex (SP-11). J.3 Dampak Lingkungan Limbah B3 Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar. Untuk industri tekstil, asal limbah sludge dari IPAL yang mengandung logam berat seperti Cd (kadmium), Cr (khrom), Pb (Timbal), Cu(Tembaga), dan As (Arsen). Sedangkan untuk industri elektroplating, asal limbah dari sludge adalah pengolahan dan pencucian, sludge IPAL, pelarut bekas yang mengandung logam berat seperti As, Cd, Cr, Pb, Cu dan lain sebagainya. Pada industri kulit, asal limbah adalah sludge dari IPAL, pelarut bekas, sludge dari proses tanning dan finishing yang mengandung logam berat terutama Pb (Timbal) dan Cr (Khrom). Karena sebagian besar limbah B3 yang berasal dari industri mengandung logam berat, dikhawatirkan membahayakan kesehatan manusia karena logam berat tersebut terakumulasi dalam organ tubuh manusia apabila tidak dilakukan pengelolaan secara benar. Salah satu contoh Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistant application). Dalam industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless steel dan berbagai campuran logam. Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 106

93 fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal. Organ utama yang terserang apabila Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas. Adapun efek pada ginjal, terhirup Cr- VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis, sedangkan pada hati adalah pemajanan akut Cr yang dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut. Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 maka diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan limbah tersebut agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air, udara, maupun tanah. Upaya tersebut dapat berupa kebijakan pemerintah Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Peraturan-peraturan. Hal ini juga dilakukan pemerintah kabupaten Bantul dengan penyusunan Peraturan Bupati Bantul No. 42 tahun 2010 tentang Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan LB3 serta Pengawasan Pemulihan akibat Pencemaran LB3. BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN A. REHABILITASI LINGKUNGAN Untuk tahun 2013 berdasarkan data yang terhimpun dari Dinas Pertanian, Kehutanan dan Pertenakan dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, rehabilitasi lahan yang berupa penghijauan dilakukan di sebelas kecamatan (Tabel UP -1) dengan penanaman pohon sebanyak batang. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 107

94 Kegiatan realisasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan dilakukan di sembilan kecamatan, yaitu : Imogiri, Dlingo, Kasihan, Piyungan, Kretek, Pundong, Pajangan, Sedayu, dan Srandakan. Total luas lahan kegiatan penghijauan sebesar 500 Ha dengan jumlah pohon sebanyak batang. Kegiatan penghijauan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul pada tahun 2013 dilaksanakan di 3 kecamatan melalui penanaman batang. Kecamatan Srandakan dilakukan penanaman pohon sebanyak batang diarea seluas 10 Ha, Kecamatan Sanden sebanyak 1000 pohon diarea seluas 2 Ha dan Kecamatan bantul sebanyak 30 pohon diarea seluas 0,018 Ha (taman kota). Penghijauan ini dimaksudkan selain untuk menambah sumber oksigen juga untuk konseravasi kawasan pantai. Kegiatan fisik yang menunjang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan, menjaga kuantitas sumberdaya air agar tidak terjadi penurunan, serta penuranan emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global. Berdasarkan tabel UP-2, beberapa kegiatan yang dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup antara lain pembuatan IPAL Biogas bagi kelompok kandang ternak, IPAL bioreaktor, IPAL tahu/tempe, penyediaan sarana dan prasarana persampahan berupa pengadaan komposter, tong sampah, gerobak sampah, mesin pencacah sampah organik, mesin pencacah sampah plastik dan mesin jahit. Kegiatan konservasi sumber daya air dengan melakukan pembangunan sumur resapan dan pembangunan taman hijau serta kegiatan pembersihan sungai Winongo dan Bedog. B. Dokumen Lingkungan Selama tahun 2013 BLH bersama dinas/instansi terkait telah membahas dan merekomendasi dokumen lingkungan baik UKL/UPL maupun SPPL yang berasal dari beberapa macam jenis usaha/kegiatan (Tabel UP-3). Untuk meningkatkan pengelolaan dan pemantauan lingkungan bagi usaha/kegiatan yang telah memiliki dokumen lingkungan dan melaporkan secara rutin kepada instansi pengawas (BLH kab. Bantul), maka dari berbagai dokumen lingkungan tersebut dilakukan pengawasan baik secara adminitrasi maupun tinjauan lapangan. Pada tahun 2013, dilakukan pengawasan terhadap 12 perusahan. Pengawasan tersebut meliputi verifikasi ijin TPS limbah B3, Monev dokumen, evaluasi dokumen, dan pembinaan dan pengawasan limbah B3. Diharapkan melalui pengawasan tersebut diatas pelaku usaha yang status pengawasannya kurang maupun buruk agar dapat memperbaiki upaya pengelolaan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 108

95 maupun pemantauan limbah usahanya supaya tidak memberikan dampak pada lingkungan sekitar. C. PENEGAKAN HUKUM Meningkatnya aktivitas pembangunan yang diiringi dengan peningkatan aktivitas manusia menyebabkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang timbul adalah masalah pencemaran maupun kerusakan lingkungan yang terjadi di beberapa wilayah kecamatan. Selama tahun 2013, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul menerima 22 kasus pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan (Tabel UP-5) yang meliputi : 1. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha pembuatan pupuk organik. 2. Dugaan pencemaran sungai kaliputih, Panggungharjo, Sewon akibat kegiatan/usaha pemulung. 3. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha ternak babi dan penjemuran bulu ayam di dusun Kepuh. 4. Dugaan pencemaran udara akibat usaha ayam potong di Kec. Sewon. 5. Dugaan pencemaran suara dan udara akibat usaha furniture di Krapyak, Sewon. 6. Dugaan pencemaran air dan suara di Kids Fun Park. 7. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha pupuk cair PT. Surya Pratama di Kec. Sewon. 8. Keluhan warga terhadap peternakan lele yang kondisinya sangat jorok di Jl. Parangtritis km Dugaan pencemaran udar akibat kegiatan/usaha peternakan ayam di Sidomulyo, Kec. Bambanglipuro. 10. Keluhan warga terhadap penambangan pasir kali Progo di Dusun Juwana, Triharjo, Pandak 11. Dugaan pencemaran air akibat kegiatan/usaha tempe di Dusun Brajan, Pleret. 12. Dugaan pencemaran air akibat kegiatan/usaha bandeng presto di dusun Senowo, Argorejo, Sedayu. 13. Dugaan pencemaran air dan udara akibat kegiatan/usaha tahu di Tempuran, Tamantirto, Kasihan. 14. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha peternakan bebek di Segoroyoso. 15. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha rambak di jalan Samas. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 109

96 16. Dugaan pencemaran suara dan udara akibat kegiatan/usaha pembuatan briket di Tirtonirmolo, Kasihan. 17. Dugaan pencemaran suara akibat kegiatan/usaha patung logam di Tamanan, Banguntapan. 18. Dugaan pencemaran akibat kegiatan/usaha batubata di Cepokajajar, Situmulyo, Piyungan. 19. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha penampungan kambing dan sapi di Bedog, Donotirto, Kretek. 20. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha peleburan aluminium di Kec. Piyungan. 21. Dugaan pencemaran udara akibat kegiatan/usaha PT. Perwita Karya di Kec. Piyungan. 22. Dugaan pencemaran suara dan udara akibat kegiatan/usaha penyamakan kulit di Kec. Sewon. Adapun status pengaduan dari kasus lingkungan tersebut secara keseluruhan telah selesai, masing-masing pihak tidak akan mempermasalahkan kembali kasus-kasus tersebut. D. PERAN SERTA MASYARAKAT Peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup dilakukan melalui berbagai macam kegiatan baik secara perorangan maupun dalam suatu wadah organisasi. Berdasarkan data tahun 2013 jumlah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup yang masih aktif sebanyak 7 (tujuh) organisasi (UP -6). Sebagian besar dari LSM tersebut bergerak dalam bidang pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Metode pengolahan sampah yang digunakan seperti pembuatan pupuk organik dari sampah organik, pembuatan kerajinan dari sampah anorganik (plastik) dan lain-lain dapat mewujudkan lingkungan bersih dan sehat serta menambah pendapatan keluarga. Salah satu kegiatan telah mencapai tingkat nasional adalah Bank Sampah LSM Bengkel Kesling di Dusun badegan, Desa Bantul, Kecamatan Bantul. Disamping itu ada pula jenis LSM lainnya seperti kelompok peduli lingkungan yang beranggotakan pedagang kaki lima dan kelompok pecinta lingkungan yang bergerak dibidang pendididkan lingkungan. Meningkatnya kepedulian masyarakat di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membuat bermunculnya pelopor-pelopor peduli lingkungan baik berupa perorangan maupun kelompok dengan kegiatan yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan melalui berbagai penghargaan yang diterima baik di tingkat Daerah, Provinsi maupun Nasional (UP-7). Penghargaan di bidang lingkungan mencakup 4 katagori yakni Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 110

97 penghargaan untuk sekolah berwawasan lingkungan/adiwiyata, kalpataru, kampung iklim dan Adipura. Di tahun 2013 sekolah-sekolah yang menerima penghargaan kategori sekolah berwawasan lingkungan/adiwiyata tingkat propinsi adalah SMAN 1 Banguntapan, SMPN 1 Pandak, dan SD Kanisius Sorowajan sedangkan untuk pondok pesantrenya adalah Pontren Ibnul Qoyyim Putra Piyungan. Untuk sekolah Adiwiyata tingkat Nasional dimenangkan oleh SMAN 2 Banguntapan, SMPN 1 Piyungan, SMPN 1 Banguntapan, SMP Pangudiluhur Sedayu, SD Muhammadiyah Bodon, dan SD Bantul 1. Penghargaan untuk kategori Kalpataru adalah kelompok tani Catur Makaryo kategori penyelamat lingkungan, Bapak Sukijan kategori pembina lingkungan, Bapak Singgih Pranowo penerima penghargan kalpataru pengabdi lingkungan, dan Bapak Joko Pekik penerima penghargaan kalpataru perintis lingkungan. Penghargaan untuk program kampung iklim berhasil dimenangkan oleh dusun Puton, Trimulyo mendapatkan penghargaan kampung hijau tingkat propinsi dan Kabupaten Bantul menerima sertifikat Adipura dari kementrian lingkungan hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang lingkungan hidup pada masyarakat, aparat, swasta, sekolah dan lain-lain salah satu kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi atau penyuluhan (tabel UP-8). Penyuluhan lingkungan diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat, pelajar, aparat pemerintah, dan perusahaan yang dilaksanakan bekerjasama dengan instansi lingkungan hidup provinsi. Materi yang disampaikan beragam dan disesuaikan dengan kondisi maupun permasalahan dari peserta. Untuk kelompok masyarakat kebanyakan diberikan materi tentang penggunaan dan manfaat komposter, pengelolaan sampah dan konservasi sumber daya air dan lain-lain. Sedangkan untuk pengusaha, aparat pemerintah diberikan materi tentang peraturan perundangan lingkungan hidup serta pengendalian pencemaran air maupun udara. Untuk siswa maupun guru diberikan materi tentang pengelolaan sampah, pendidikan lingkungan, kader-kader lingkungan dan perlindungan dan pengelolaan lingkungan sekolah. Beberapa jenis kegiatan fisik yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan meliputi pengelolaan sampah rumah tangga, sampah pasar, bank sampah, konservasi lahan dan pengeloaan sumberdaya air. Kegiatan tersebut dilaksanakan menggunakan dana dari swadaya masyarakat dan bantuan dari Dinas/Instansi, LSM dan lain-lain. Untuk mendukung program-program kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan masyarakat, BLH Kab. Bantul melalui Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 111

98 anggaran DAK Bidang LH memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok masyarakat berupa alat-alat pengelola sampah seperti terlihat pada gambar 4.5 Gambar 4.5 Peralatan Pengelolaan Sampah Manfaat dari kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat adalah meningkatnya pendapatan ekonomi keluarga, membaiknya kualitas lingkungan dan terwujudnya kondisi lingkungan yang bersih dan sehat. E. KELEMBAGAAN Untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang baik diperlukan ketaatan, ketertiban dan pengawasan. Pengawasan tersebut membutuhkan peraturan/produk hukum tentang perlindungan dan pengeloaan lingkungan sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 32 tahun Beberapa produk hukum tentang pengelolaan lingkungan hidup yang dihasilkan di Kabupaten Bantul (Tabel UP -9) meliputi Perda Kab. Bantul No.6 tahun 2011 tentang retribusi ijin gangguan (RIG), Perda Kab. Bantul No.15 Tahun 2010 tentang pengelolaan air limbah dan Peraturan Bupati l No. 42 tahun 2010 tentang Perizinan dan Pengawasan pengelolaan limbah B3 serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran LB3. Dan ditahun 2012 kabupaten Bantul mengeluarkan dua Peraturan baru, yaitu Perda No. 15 Tahun 2012 tentang pengelolaan persampahan dan Peraturan Bupati No. 18 Tahun 2012 tentang upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauab lingkungan hidup (UKL -UPL) dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 112

99 surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL) di kabupaten Bantul. Sedangkan di tahuni 2013 BLH Kabupaten Bantul tidak mengeluarkan peraturan berkaitan dengan lingkungan hidup. Perda ini dimaksudkan untuk mengawasi serta menertibkan perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah B3. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang lingkungan hidup di kabupaten Bantul pada tahun 2013 telah dilaksanakan Program yang terdiri dari 5 Program perioritas berdasar pada RPJMD dan 4 program pendukung mendasarkan Permendagri Nomor 13 tahun Program tersebut dijabarkan dalam 59 kegiatan dengan jumlah total anggaran Rp ,- (tiga milyar seratus empat Juta sembilan ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus tujuh puluh tiga Rupiah) yang berasal dari anggaran APBD Kabupaten Bantul. Ditambah anggaran dari APBN sebesar Rp ,- untuk tugas pembantuan berupa rehabilitasi kerusakan ekosistem pesisir dan laut serta infrastruktur pengendalian pencemaran (Tabel UP-13). Anggaran BLH meningkat sebesar Rp ,- ditahun Dalam pelaksanaan Tupoksi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul didukung oleh SDM yang memadai dengan disiplin ilmu yang sesuai dengan bidangnya untuk meningkatkan kinerja institusi lingkungan hidup di daerah. Adapun SDM yang ada berjumlah 41 personel dengan kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 4 orang, S1 28 orang, D3 2 orang dan SLTA mencapai 7 orang. Adapun disiplin ilmu SDM meliputi Hukum, Kimia, Teknik kimia, Biologi, Teknik Lingkungan, Ekonomi, Sospol. Namun demikian untuk meningkatkan penaatan hukum dalam rangka penyelesaian pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran maupun kerusakan lingkungan belum ada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Adapun SDM yang telah mengikuti diklat jabatan fungsional sebanyak 5 orang terdiri dari diklat Pedal sebanyak 3 orang dan diklat pengawas lingkungan sebanyak 2 orang namun belum dilantik. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 113

100 Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kab. Bantul 2013 BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul i

101 Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kab. Bantul 2013 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-nya Pemerintah Kabupaten Bantul dapat kembali menyampaikan Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah merupakan kumpulan data sebagai bahan acuan untuk analisis dalam penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah. Dengan ketersediaan data yang berkualitas dan valid maka kondisi perubahan lingkungan di Kabupaten Bantul dapat diketahui. Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul yang mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan di Kabupaten Bantul ini merupakan bentuk akuntabilitas kepada publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Data dan informasi yang tersedia akan sangat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan untuk ketepatan intervensi persoalan lingkungan hidup yang dihadapi. Harapan kami, semoga Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup ini bisa bermanfaat untuk menggambarkan kondisi perubahan lingkungan hidup di Kabupaten Bantul serta menggugah semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup di Kabupaten Bantul. Akhirnya, kami menyadari bahwa Buku Data Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul Tahun 2013 ini tidak dapat disajikan apabila tidak ada partisipasi dari berbagai pihak terkait. Untuk itu, atas nama Pemerintah Kabupaten Bantul, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dari semua pihak yang terlibat. Bantul, Januari 2014 Bupati, Hj. Sri Surya Widati Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul ii

102 Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kab. Bantul 2013 DAFTAR TABEL A. Sumber Daya Alam Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utaman Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi atau Statusnya Tabel SD-3. Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya Tabel SD-4. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Tabel SD-5. Luas Lahan Kritis Tabel SD-6. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air Tabel SD-7. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Tabel SD-8. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Tabel SD-9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya Tabel SD-10. Pelepasan Kawasan Hutan Yang dapat dikonversi Tabel SD-11. Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi Tabel SD-12. Inventarisasi Sungai Tabel SD-13. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Tabel SD-14. Kualitas Air Sungai Tabel SD-15. Kualitas Air Danau/Situ/Embung Tabel SD-16. Kualitas Air Sumur Tabel SD-17. Kualitas Air Laut Tabel SD-18 Kualitas Udara Ambien menurut Lokasi Tabel SD-19. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Tabel SD-20. Luas dan Kerusakan Padang Lamun Tabel SD-21. Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Tabel SD-22. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tabel SD-23. Suhu Rata-rata Bulanan Tabel SD-24. Kualitas Air Hujan B. Bencana Alam Tabel BA-1. Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian Tabel BA-2. Bencana Kekeringan, Luas, dan Kerugian Tabel BA-3. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas, dan Kerugian Tabel BA-4. Bencana Gempa Bumi, Korban, dan Kerugian C. Demografi Tabel DE-1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan per Kecamatan Tabel DE-2. Penduduk Laki-laki dan Perempuan Tabel DE-3. Jumlah Penduduk di Laut, di Pesisir D. Demografi Sosial Tabel DS-1. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Menurut tingkat pendidikan Tabel DS-2. Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk E. Sosial Ekonomi Tabel SE-1 Jumlah Rumah Tangga Miskin Tabel SE-2 Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Tabel SE-3 Luas Lahan dan Produksi Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan Penggunaan Tabel SE-4. Penggunaan Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk Tabel SE-5. Luas Perubahan Lahan Pertanian Tabel SE-6. Luas Areal dan Produksi Pertambangan menurut Jenis Bahan Galian Tabel SE-7. Luas Lahan Sawah menurut frekwensi penanaman Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iii

103 Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kab. Bantul 2013 Tabel SE-8. Jumlah Hewan Ternak Tabel SE-9 Jumlah Hewan Unggas dan Jenis Unggas Tabel SP-1. Jumlah jenis Industri/Kegiatan Usaha Tabel SP-2 Jumlah Kendaraan menurut Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar yang digunakan Tabel SP-3. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri menurut Jenis Bahan Bakar Tabel SP-4. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untu Keperluan Rumah Tangga Tabel SP-5. Perkiraan Volume Limbah padat berdasarkan sarana tansportasi Tabel SP-6. Perkiraan Volume Limbah padat dari Obyek Wisata Tabel SP-7. Perkiraan Beban Pencemaran Limbah Cair dan Padat berdasarkan sarana Hotel/Penginapan Tabel SP-8. Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Buang Air Besar Tabel SP-9. Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah Perhari Tabel SP-10. Perkiraan Volumwe Limbah Padat dan Cair Rumah Sakit Tabel SP-11. Perusahaan yang Mendapat izin Mengelola Limbah B3. Tabel UP-1. Realisasi Kegiatan Penghijauan sdan Reboisasi Tabel UP-2. Kegiatan Fisik Lainnya olweh instansi Pemerintah Tabel UP-3. Dokumwen Izin Lingkungan Tabel UP-4. Pengawasan Izin Lingkungan Tabel UP-5. Status Pengaduan Masyarakat Tabel UP-6. Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup Tabel UP-7. Penerima Penghargaan Lingkungan Tabel UP-8. Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Tabel UP-9. Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Tabel UP-10. Anggaran Pengelolaan Lingkungan Tabel UP-11. Jumlah Personil Institusi Lingkungan Menurut Tingkat Pendidikan Tabel UP-12. Jumlah Staf Fungsional Bidang LH dan Staf yang telah mengikuti Diklat LH Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul iv

104 Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 Luas Lahan (Ha) No. Kecamatan Non Lahan Sawah Pertanian Kering Perkebunan Hutan Badan Air Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Piyungan 335, , , , Pleret 231, , , , Dlingo 121, , , , Imogiri 238, , , Banguntapan 417, , , , Bantul 169, , , Sewon 470, , , , Jetis 406, , , , Pundong 82, , , , Kretek 38, , , , Bambanglipuro 174, , , Sedayu 273, , , , Pajangan 111, , , , Kasihan 548, , , , Srandakan 75, , , Pandak 89, , , Sanden 51, , ,8770 Total 3.835, , , ,3164 Keterangan: (-) nihil, Data per September Sumber: Badan Pertanahan Kab. Bantul

105 Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 Luas Lahan (Ha) No. Kecamatan Lahan Kering Tegalan Kebun Campur Total (1) (2) (3) (4) (9) 1. Piyungan 551, , , Pleret 634, , Dlingo 1.705, , Imogiri Banguntapan 7, , , Bantul Sewon 2 645, , Jetis 104, , Pundong , , Kretek 209, , Bambanglipuro Sedayu 72, , , Pajangan 433, , Kasihan 107, , Srandakan Pandak Sanden Total 6.634, , ,0576 Keterangan: (-) nihil, Data per September Sumber: Badan Pertanahan Kab. Bantul

106 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Fungsi Luas (Ha) (1) (2) (3) 1. Cagar Alam - 2. Suaka Margasatwa 11,4 3. Taman Wisata - 4. Taman Buru - 5. Taman Nasional - 6. Taman Hutan Raya - 7. Hutan Lindung Hutan Produksi - 9. Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Konservasi Hutan Kota - Total Luas Hutan Keterangan : (-) Nihil Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kab. Bantul

107 Tabel SD-3. Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 Vegetasi Area Terbangun (1) (2) (3) (4) (5) I. No. Kawasan Lindung A. Nama Kawasan Kawasan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Luas Kawasan (Ha) Tutupan La B. C. 1. Kawasan Hutan Lindung Kawasan Bergambut 3. Kawasan Resapan Air Jumlah Kawasan Perlindungan Setempat 1. Sempadan Pantai Sempadan Sungai Kawasan Sekitar Danau atau Waduk Ruang Terbuka Hijau Jumlah Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Kawasan Suaka Alam 11,4 2. Kawasan Suaka Laut dan Perairan Lainnya 3. Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut 4. Cagar Alam dan Cagar Alam Laut 5. Kawasan Pantai Berhutan Bakau 5,0 6. Taman Nasional dan Taman Nasional Laut 7. Taman Hutan Raya - 8. Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut 0,1-9. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan D. Jumlah Kawasan Rawan Bencana 16, Kawasan Rawan Tanah Longsor Kawasan Rawan Gelombang Pasang E. 3. Kawasan Rawan Banjir Jumlah Kawasan Lindung Geologi 1. Kawasan Cagar Alam Geologi i. Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil ii. Kawasan Keunikan Bentang Alam iii. Kawasan Keunikan Proses Geologi Jumlah 2. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi i. Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi ii. Kawasan Rawan Gempa Bumi iii. Kawasan Rawan Gerakan Tanah

108 iv. Kawasan yang Terletak di Zona Patahan Aktif 3. v. Kawasan Rawan Tsunami vi. vii. Jumlah Kawasan Rawan Abrasi Kawasan Rawan Gas Beracun Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Air Tanah F. Jumlah i. Kawasan Imbuhan Air Tanah ii. Sempadan Mata Air Jumlah Kawasan Lindung Lainnya Jumlah Cagar Biosfer Ramsar Taman Buru Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Kawasan pengungsian Satwa Terumbu Karang Kawasan Koridor bagi Jenis Satwa atau Biota Laut yang Dilindungi Jumlah Total Kawasan Lindung II. Kawasan Budidaya Jumlah Total Kawasan Budidaya Keterangan : Sumber : Bappeda Kab. Bantul

109 Tabel SD-4. Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 NO Kabupaten/Kota KSA- KPA KAWASAN HUTAN HUTAN TETAP HL HPT HP JUMLAH HPK (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Kab/Kota A a.hutan b.non Hutan c.data tidak lengkap Dst Keterangan : Tidak ada data Sumber :

110 Tabel SD-5. Luas Lahan Kritis Kabupaten/Kota: Tahun Data: 2013 No. Kecamatan Kritis (Ha) Sangat Kritis (Ha) Jumlah Total (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) Piyungan 93,2-93,2 Pleret Dlingo Imogiri Banguntapan Bantul Sewon Jetis Pundong Kretek Bambanglipuro Sedayu Pajangan Kasihan Srandakan Pandak 5-5 Sanden Total 463,2-463,2 Keterangan : Sumber : Dipertahut

111 Tabel SD-6. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air Kabupaten/Kota: Lokasi: Tahun Data: Ambang Kritis Erosi (PP 150/2000) No. Tebal Tanah (mm/10 tahun) Besaran erosi (mm/10 tahun) (1) (2) (3) (4) 1 < 20 cm 0,2-1, < 50 cm 1,3 - < < 100 cm 4,0 - < 9, cm 9, > 150 cm > 12 - Keterangan : BLH tdk melakukan uji kualitas tanah lahan kering akibat erosi Sumber : BLH Kab. Bantul dan Tim LSLHD Kab. Bantul

112 Tabel SD-7. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten/Kota: Bantul Lokasi: Puncunganom 1, Murtigading, Sanden Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Status Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 0 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 20% Tidak > 80 % pasir kuarsitik 80% Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,09 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 55,7 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,576 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 5,5 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,1085 Tidak 9 Redoks < 200 mv 102 Tidak 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 5,59 x 10 7 Tidak Lokasi: Malangan, Srigading, Sanden Tahun Data: 2013 Hasil Pengamatan No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 3 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 65 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 35 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,1 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 61,50 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,46 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6,1 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,0737 Tidak 9 Redoks < 200 mv 97 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 2,4 x 10 7 Tidak Lokasi: Gunduk, Argorejo Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm >150 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 2 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 59 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 41 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 0,98 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 64,5 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,513 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6,2 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,0971 Tidak

113 Lokasi: Jopaten, Poncosari, Srandakan Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 5 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 61 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 39 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,01 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 61,7 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,584 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6,5 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,118 Tidak 9 Redoks < 200 mv 147 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 1,35 x 10 7 Tidak Lokasi: Sundi, Pajangan Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 3 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 70 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 30 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,15 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 56,6 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,536 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 4,8 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,0987 Tidak 9 Redoks < 200 mv 111 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 2,54 x 10 7 Tidak Lokasi: Klatak, Gadingsari, Sanden Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 3 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 63 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 37 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,2 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 54,4 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,604 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6,5 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,0816 Tidak 9 Redoks < 200 mv 153 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 1,69 x 10 7 Tidak

114 Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 3 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 34 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 66 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,28 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 52,3 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,743 Tidak 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 5,2 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,221 Tidak 9 Redoks < 200 mv 162 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 9,38 x 10 7 Tidak Lokasi: Kretek, Parangtritis, Kretek Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm < 50 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 1 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 72 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 28 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,17 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 55,2 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,404 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,1443 Tidak 9 Redoks < 200 mv 132 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 9,69 x 10 7 Tidak Lokasi: Selo, Sidomulyo, Bambanglipuro Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm >150 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 0 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 66 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 34 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,22 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 50,4 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,532 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,0988 Tidak 9 Redoks < 200 mv 123 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 6,79 x 10 6 Tidak Lokasi: Greges, Donotirto, Kretek

115 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Status Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Ketebalan Solum < 20 cm >150 Tidak 2 Kebatuan Permukaan > 40 % 1 Tidak 3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 59 Tidak > 80 % pasir kuarsitik 41 Tidak 4 Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,06 Tidak 5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 59,4 Tidak 6 Derajat Pelulusan air < 0,7 cm/jam; > 8,0 cm/jam 0,357 Melebihi 7 ph (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 6,2 Tidak 8 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 ms/cm 0,1115 Tidak 9 Redoks < 200 mv 124 Melebihi 10 Jumlah Mikroba < 10 2 cfu/g tanah 2,27 x 10 6 Tidak Keterangan : Sumber :

116 Tabel SD-8. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten/Kota: Bantul Lokasi: - Tahun Data: 2013 No. Parameter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Pengamatan Melebihi/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 1 Subsidensi Gambut di atas pasir kuarsa > 35 cm/tahun untuk ketebalan gambut 3 m atau 10% / 5 tahun untuk ketebalan gambut < 3 m 2 Kedalaman Lapisan Berpirit dari permukaan < 25 cm dengan ph 2,5 tanah 3 Kedalaman Air Tanah dangkal > 25 cm Keterangan : Kabupaten Bantul tidak mempunyai lahan basah Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

117 Tabel SD-9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan menurut Penyebabnya Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Penyebab Kerusakan Luas (Ha) (1) (2) (3) 1 Kebakaran Hutan - 2 Ladang Berpindah - 3 Penebangan Liar - 4. Perambahan Hutan - 5. Lainnya - Total Keterangan : (-) Nihil Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kab. Bantul -

118 Tabel SD-10. Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi Menurut Peruntu Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Peruntukan Luas (Ha) (1) (2) (3) 1 Pemukiman - 2 Pertanian - 3 Perkebunan - 4 Industri - 5 Pertambangan - 6 Lainnya - Total - Keterangan : (-) Nihil Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kab. Bantul

119 Tabel SD-11. Keadaan Flora dan Fauna yang Dilindungi Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Golongan Nama spesies Diketahui Status Endemik Terancam Berlimpah dilindungi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Hewan menyusui 1. Rusa Timor 2. Burung Jumlah : 43 individu 1. Cakakak Jawa 2. Cakakak Sungai 3. Burung Madu Kelapa 4. Burung Madu Sriganti 5. Elang Ular Bido 6. Kuntul Kerbau 3. Reptil Jumlah : NA 1. Penyu Hijau 2. Penyu Sisik 3. Penyu Belimbing 4. Penyu Abu-abu Jumlah : NA 4. Amphibi 1. NA Jumlah 5. Ikan 1. NA Jumlah 6. Keong 1. NA Jumlah

120 7. Serangga 1. NA Jumlah 8. Tumbuh-tumbuhan 1. NA Jumlah Keterangan : Jenis penyu merupakan jenis yang dijumpai mendarat di pantai selatan Kab. Bantul, jumlah rusa timor merupakan jumlah di penangkaran Sumber : Balai KSDA Yogyakarta

121 Tabel SD-12. Inventarisasi Sungai Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Nama Sungai Panjang Lebar (m) Kedalaman Debit (m3/dtk) (km) Permukaan Dasar (m) Maks Min (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Winongo 40,92 13,46 NA 0,8 1,08 0,76 2. Bedog 22,76 20 NA 0,85 8,04 1,12 3. Code ,5 NA 0,37 2,5 1,99 4. Opak 6,03 24,1 NA 1,6 22,88 3,86 5. Gajahwong 33,67 15,3 NA 3 8,22 3,83 Keterangan : Sumber : BLH Kab. Bantul

122 Tabel SD-13. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 No. Nama Danau/Waduk/Situ/Embung Luas (Ha) Volume (m3) (1) (2) (3) (4) Sendang 1. Tuk Beji I Tuk Beji II Tuk Kunden 10,5 4. Silonong Tuk Soko 14,5 6. Tuk Koripan I Tuk Semuten Tuk Duren Tuk Jati Sari Tuk Nawungan 14,8 11. Tuk Bulu Tuk Niten Tuk Sibalong Tuk Sorowajan 15, Tuk Silayon 41,58 Keterangan : Sumber : Dinas Sumber Daya Air

123 Tabel SD-14. Kualitas Air Sungai Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 Lokasi Sampling No Parameter Satuan Hulu (Jomegatan, Tirtonirmolo, Kasihan) Nyemengan (Winongo kecil) Tengah (Kweni, Panggungharjo, Sewon Bantul) Tengah (Manding, Bantul) Hilir (Gading Lumbung, Donotirto Kretek) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Nama Lokasi Sungai Winongo Data S 07 o 50' 15'' 07 o 50' 40'' 07 o 49' 48'' 07 o 53' 726'' 07 o 58' 53'' Koordinat Sungai E 110 o 20' 59'' 110 o 20' 42'' 07 o 49' 48'' 110 o 21' 109'' 110 o 23' 40'' Waktu Pemantauan 06 Mei Mei Mei Mei Mei 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 29,6 29,1 29,1 28, Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l KIMIA ANORGANIK 4 ph 7,09 7,1 7,1 6,9 7,4 5 DHL µmhos/cm TDS mg/l TSS mg/l DO mg/l 4,1 3,8 4,9 4,6 4,7 9 BOD mg/l 2,1 4 3,9 5, COD mg/l 6,3 9,1 8,2 12, NO2 mg/l 0,04 0,02 0,03 0,1 0,10 12 NO3 mg/l 2,3 1,9 1,2 0,9 0,5 13 NH3 mg/l Klorin bebas mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 15 T-P mg/l 0,5 0,001 0,6 0,5 0,5 16 Fenol µg/l Minyak dan Lemak µg/l Detergen µg/l Fecal coliform jmlh/100 ml 9,3 x ,4 x ,4 x x ,1 x Total coliform jmlh/100 ml 2,4 x ,4 x ,6 x ,3 x ,6 x Sianida mg/l 0,001 0,002 0,001 0,001 0, H2S mg/l Lokasi Sampling No Parameter Satuan Hulu (Menayu Kidul, Tirtonirmolo, Kasihan Tengah (Sindon, Guwosari, Pajangan) Hilir (Mangir Kidul, Sendangsari, Pajangan) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Data Sungai Nama Lokasi Koordinat Waktu Pemantauan Sungai Bedog S 07 o 49' 29'' 07 o 52' 707'' 07 o 54' 549'' E 110 o 19' 56'' 110 o 18' 904'' 110 o 16' 551'' 06 Mei Mei Mei 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 29,2 31,2 29,2 2 Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l KIMIA ANORGANIK 4 ph 7,1 7,3 7,2 5 DHL µmhos/cm TDS mg/l TSS mg/l DO mg/l 5 5,1 4,4 9 BOD mg/l 4 5,9 4,9

124 13 NH3 mg/l Klorin bebas mg/l 0,01 0,01 1,42 15 T-P mg/l 0,5 0,4 0,4 16 Fenol µg/l Minyak dan Lemak µg/l Detergen µg/l Fecal coliform jmlh/100 ml 2,1 x ,5 x x Total coliform jmlh/100 ml 2,4 x ,3 x x Sianida mg/l 0,001 0,001 0, H2S mg/l Lokasi Sampling No Parameter Satuan Hulu (Ngoto, Bangunharjo, Sewon) Tengah (Kembang Songo, Trimulyo, Jetis) (1) (2) (3) (4) (5) Data Sungai Nama Lokasi Koordinat Waktu Pemantauan Sungai Code S 07 o 53' 726'' 07 o 53' 33'' E 110 o 22' 508'' 110 o 23' 4'' 16 Mei Mei 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 29,3 28,8 2 Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l KIMIA ANORGANIK 4 ph 7,1 7,1 5 DHL µmhos/cm TDS mg/l TSS mg/l DO mg/l 5,2 5,5 9 BOD mg/l 5,9 5,3 10 COD mg/l 13,5 10,5 11 NO2 mg/l 0,04 0,01 12 NO3 mg/l 1,1 0,8 13 NH3 mg/l Klorin bebas mg/l 0,01 0,01 15 T-P mg/l 0,5 0,3 16 Fenol µg/l 226 0,1 17 Minyak dan Lemak µg/l Detergen µg/l Fecal coliform jmlh/100 ml 4,3 x x Total coliform jmlh/100 ml 2,4 x ,3 x Sianida mg/l 0,001 0, H2S mg/l - - No Parameter Satuan Hulu (Kloron, Segoroyoso, Pleret) Tengah (Klenggotan, Sitimulyo, Piyungan) Hilir (Putat, Selopamioro, Imogiri) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Data Sungai Nama Lokasi Koordinat Waktu Pemantauan Sungai Opak Lokasi Sampling S 07 o 49' 741'' 07 o 52' 613'' 07 o 57' 22'' E 110 o 27' 128'' 110 o 24' 501'' 110 o 21' 44'' 16 Mei Mei Mei 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 29,2 29, Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l

125 5 DHL µmhos/cm TDS mg/l TSS mg/l DO mg/l 5,1 5,1 5,5 9 BOD mg/l 5,1 3,1 4,9 10 COD mg/l 18,1 6,8 9,8 11 NO2 mg/l 0,04 0,1 0,11 12 NO3 mg/l 0,7 0,5 0,5 13 NH3 mg/l Klorin bebas mg/l 0,01 0,01 0,48 15 T-P mg/l 0,4 0,3 0,2 16 Fenol µg/l Minyak dan Lemak µg/l Detergen µg/l Fecal coliform jmlh/100 ml 2,3 x ,5 x x Total coliform jmlh/100 ml 4,3 x ,5 x ,4 x Sianida mg/l 0,001 0,001 0, H2S mg/l Lokasi Sampling No Parameter Satuan Hulur (Bodon, Jagalan, Banguntapan) Hilir (Kanggotan, Wonokromo, Pleret) (1) (2) (3) (4) (5) Data Sungai Nama Lokasi Koordinat Waktu Pemantauan Sungai Gajah Wong S 07 o 49' 635'' 07 o 52' 8'' E 110 o 23' 616'' 110 o 23' 40'' 06 Mei Mei 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 31,5 29,3 2 Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l KIMIA ANORGANIK 4 ph 7,2 7,3 5 DHL µmhos/cm TDS mg/l TSS mg/l DO mg/l 4,9 6,5 9 BOD mg/l 5,9 5,9 10 COD mg/l 10,5 12,6 11 NO2 mg/l 0,01 0, NO3 mg/l 1,8 1,2 13 NH3 mg/l Klorin bebas mg/l 0,01 0,01 15 T-P mg/l 0,5 0,5 16 Fenol µg/l Minyak dan Lemak µg/l Detergen µg/l Fecal coliform jmlh/100 ml 2,3 x x Total coliform jmlh/100 ml 2,4 x ,3 x Sianida mg/l 0,001 0, H2S mg/l - - Keterangan : (-) Parameter tidak diujikan Sumber : BLH Kab. Bantul

126 Tabel SD-15. Kualitas Air Danau/Situ/Embung Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data : 2013 Data Danau No Parameter Satuan 1 2 (1) (2) (3) (4) (5) Nama Lokasi Koordinat Waktu Pemantauan Sedang Beji Lokasi Sampling Sendang Kedung 04 Oktober Oktober 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 20,9 21,5 2 Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l - - KIMIA ANORGANIK 4 ph 7,58 7,60 5 DHL mg/l TDS mg/l TSS mg/l 543,6 135,2 8 DO mg/l 9,42 8,55 9 BOD mg/l 0,72 0,43 10 COD mg/l 4,3 2,02 11 NO2 mg/l 0,014 0, NO3 mg/l 7,48 10,7 13 NH3 mg/l 0,118 0, Klorin bebas mg/l 0,02 0,03 15 T-P mg/l 0,8560 0, Fenol µg/l 0,0156 0, Minyak dan Lemak µg/l Detergen µg/l 0,0001 0, Fecal coliform jmlh/100 ml Total coliform jmlh/100 ml Sianida mg/l 0,001 0, H2S mg/l 0,051 0,002 Keterangan : ( - ) Partameter tidak diujikan Sumber : Tim SLHD Kab. Bantul

127 Tabel SD-16. Kualitas Air Sumur Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data : 2013 Lokasi Sampling No Parameter Satuan PT. Merapi Agung Lestari PT. Yogyakarta Tembakau PT. Cahaya Mulia persada (1) (2) (3) (4) (5) (6) Nama Lokasi Kab. Bantul Data Sumur Koordinat Waktu Pemantauan 04 Juni Juni Juni 2013 FISIKA 1 Tempelatur ºC 28,3 29,7 31,6 2 Residu Terlarut mg/ L Residu Tersuspensi mg/l KIMIA ANORGANIK 4 ph 6,9 6,7 6,8 5 BOD mg/l COD mg/l DO mg/l Total Fosfat sbg P mg/l NO 3 sebagai N mg/l 4,9 0,0001 0,4 10 NH3-N mg/l - 0, Arsen mg/l Kobalt mg/l Barium mg/l Boron mg/l Selenium mg/l Kadmium mg/l 0,025 0,001 0, Khrom (VI) mg/l 0,007 0,003 0, Tembaga mg/l Besi mg/l 0,03 6 0, Timbal mg/l 0,02 0,01 0,02 21 Mangan mg/l ,29 2,55 22 Air Raksa mg/l 0,0003 0,0003 0, Seng mg/l 0,04 0,01 0,04 24 Khlorida mg/l 25,5 19,9 30,5 25 Sianida mg/l 0,011 0,003 0, Fluorida mg/l 0,0001 0,0001 0, Nitrit sebagai N mg/l 0,0001 0,0001 0, Sulfat mg/l Khlorin bebas mg/l Belereng sebagai H2S mg/l MIKROBIOLOGI 31 Fecal coliform jml/100 ml Total coliform jml/100 ml 4,6 x , x 10 4 RADIOAKTIVITAS 33 Gross-A Bq /L - -

128 Keterangan: Sumber :

129 Tabel SD-17. Kualitas Air Laut Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Parameter Satuan Baku Mutu Titik 1 Titik 2 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Nama Lokasi Koordinat Waktu sampling (tgl/bln/thn) Fisika Lokasi Sampling P. Parangtritis P. Kwaru S ' 377" ' 435" E ' 687" ' 633" 26 September September Warna Pt-Co 30 9,661 8,615 2 Bau Tak Berbau Tak Berbau Tak Berbau 3 Kecerahan M Kekeruhan FTU 5 7,08 12,76 5 TSS mg/l 20 52,1 55,5 6 Sampah Lapisan Minyak Temperatur o C Alami 20,8 21,4 Kimia 9 ph 7-8,5 7,47 7,45 10 Salinitas Alami 48 40,5 11 DO mg/l >5 6,23 6,52 12 BOD mg/l 10 0,29 0,87 13 COD mg/l - 13,4 14,66 14 Amonia total mg/l Nihil 0,7 0,84 15 NO2-N mg/l - 0,0125 0, NO3-N mg/l 0,008 0,066 0, PO4-P mg/l 0,015 0,02 0,02 18 Sianida (CN - ) mg/l - 0,001 0, Sulfida (H2S) mg/l Nihil 0,001 0, Klor mg/l - 0,02 0,01 21 Minyak bumi mg/l Fenol mg/l Nihil 0,049 0, Pestisida mg/l PCB mg/l Keterangan : ( - ) parameter tidak diujikan Sumber : Tim SLHD Kab. Bantul

130 Tabel SD-18. Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data : 2013 No. Parameter Satuan Lama Pengukuran Perempata n Jejeran, Jl. Imogiri Timur Bantul Pertigaan Pasar Piyungan, Jl. Wonosari Perempata Perempata n depan n ketandan, BRIMOB, Jl. Jl. Imogiri Wonosari Timur Perempata n Klodran, Jl. Bantul Perempata n Madukismo, Jl. Ringroad Selatan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. SO 2 µg/nm 3 1 jam 23,90 23,10 22,20 25,90 20,40 26,90 2. CO µg/nm 3 1 jam , NO 2 µg/nm 3 1 jam 27, ,30 28, ,10 4. O 3 µg/nm 3 1 jam 17,10 10,10 9, ,10 14,10 5. HC µg/nm PM10 µg/nm 3 24 jam 6,20 14, ,50 5,10 15,70 7. PM2.5 µg/nm 3 24 jam 7,80 16,20 16,50 5,40 6,50 13,40 8. TSP µg/nm 3 24 jam Pb µg/nm 3 24 jam 0,138 0,234 < 0,02 0,11 < 0,02 0, Dustfall µg/nm Total Fluorides sebagai F µg/nm 3 ` Fluor Index µg/nm Khlorine & Khlorine Dioksida µg/nm Sulphat Index µg/nm Lokasi Keterangan : (-) Parameter tidak diujikan Sumber : BLH Kab. Bantul

131 Tabel SD-19. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Kabupaten/Kota: Tahun Data: Luas Persentase Luas Terumbu Karang (%) No. Kecamatan Tutupan (Ha) Sangat Baik Sedang Rusak Baik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Dst Keterangan : (-) Kab. Bantul tidak mempunyai Terumbu karang Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

132 Tabel SD-20. Luas dan Kerusakan Padang Lamun Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Area Kerusakan (%) (1) (2) (3) (4) Total - - Keterangan : (-) Kab. Bantul tidak mempunyai padang lamun Sumber : Tim LSLHD Kab. Bantul

133 Tabel SD-21. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Lokasi Luas Lokasi (Ha) Persentase tutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Baros, Tirtoharjo Total Keterangan : Sumber : Kecamatan Kretek

134 Tabel SD-22. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 No. Nama dan Lokasi Stasiun Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (1) (2) (3) 1 Barongan NA 2 CDPU Bantul/Ringinharjo NA 3 Dlingo NA 4 Gandok NA 5 Gedongan NA 6 Kotagede NA 7 Ngestiharjo NA 8 Ngetal NA 9 Nyemengan NA 10 Piyungan , NA 11 Pundong NA 12 Sedayu , NA TOTAL ,5 2115, NA Keterangan : Sumber : BMKG

135 Tabel SD-23. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 No (1) (2) 1 Stasiun geofisika Yogyakarta Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 26,4 26, ,2 26,7 26,6 25,5 25,1 25,6 27,1 26,3 25,9 TOTAL 26,4 26, ,2 26,7 26,6 25,5 25,1 25,6 27,1 26,3 25,9 Keterangan : Sumber : BMKG Nama dan Lokasi Stasiun Suhu Udara Rata-Rata Bulanan ( 0 C) (3)

136 Tabel SD-24. Kualitas Air Hujan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Parameter Satuan Waktu Pemantauan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) 1 ph - 8,1 8,0 7,11 7,75 NA NA NA NA NA 6,73 7,86 8,45 2 DHL µmhos/cm 28,8 27,2 58,9 20,5 NA NA NA NA NA ,3 137,2 3 SO 4 mg/l 0,1016 0,1218 0,0399 0,03235 NA NA NA NA NA 1,001 0,997 1, NO 3 mg/l NA NA NA NA NA Cr mg/l NA NA NA NA NA NH 4 mg/l 0,0536 0,008 0,0617 0,02665 NA NA NA NA NA 1,1665 0,2082 0, Na mg/l NA NA NA NA NA Ca 2+ mg/l NA NA NA NA NA Mg 2+ mg/l NA NA NA NA NA Keterangan : ( - ) Parameter tidak diujikan Sumber : BLH Bantul

137 Tabel BA-1. Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Kecamatan Total Area Terendam (Ha) Mengungsi Jumlah Korban Meninggal Perkiraan Kerugian (Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Srandakan Sanden Kretek NA NA NA Pundong Bambanglipuro Pandak Pajangan Bantul Jetis Imogiri Dlingo NA NA NA Banguntapan Pleret Piyungan Sewon Kasihan Sedayu TOTAL Keterangan : (-) Tidak terjadi bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

138 Tabel BA-2. Bencana Kekeringan, Luas, dan Kekeringan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Kecamatan Total Area Perkiraan Kerugian (Ha) (Rp) (1) (2) (3) (4) 1. Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Pajangan Bantul Jetis Imogiri Dlingo Banguntapan Pleret Piyungan Sewon Kasihan Sedayu - - TOTAL - - Keterangan : (-) tahun 2013 di Kab. Bantul tidak terjadi bencana kekeringan Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

139 Tabel BA-3. Bencana Kebakaran Hutan/Lahan, Luas, dan Kerugian Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Kecamatan Perkiraan Luas Hutan/ Lahan Terbakar (Ha) Perkiraan Kerugian (Rp.) (1) (2) (3) (4) 1. Srandakan Sanden Kretek Pundong NA Bambanglipuro NA Pandak NA Pajangan Bantul Jetis Imogiri NA Dlingo NA Banguntapan Pleret NA Piyungan NA Sewon NA Kasihan NA Sedayu - - TOTAL Keterangan : (-) Tidak terjadi bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

140 Tabel BA-4. Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, Kerugian Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No Kecamatan Jenis Bencana Jumlah Korban Meninggal (jiwa) Perkiraan Kerugian (Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Pajangan Bantul Jetis Imogiri Tanah longsor NA Dlingo Tanah longsor NA Banguntapan Pleret Tanah longsor NA Piyungan Sewon Kasihan Tanah longsor NA Sedayu Total Keterangan : (-) Tidak terjadi bencana Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah

141 Tabel DE-1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk (%) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 1. Srandakan 18, , , ,78 2. Sanden 23, , , ,32 3. Kretek 26, , , ,89 4. Pundong 23, , , ,06 5. Bambanglipuro 22, , , ,45 6. Pandak 24, , , ,87 7. Pajangan 33, , , ,06 8. Bantul 21, , , ,76 9. Jetis 24, , , , Imogiri 54, , , , Dlingo 55, ,77 685,00 685, Banguntapan 28, , , , Pleret 22, , , , Piyungan 32, , , , Sewon 27, , , , Kasihan 32, , , , Sedayu 34, , , ,22 Total 506, , , ,59 Keterangan : Data jumlah penduduk berdasarkan DAK2 semester I Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil jumlah penduduk 2010 pertumbuhan dr 2010 Wilayah sub urban No. Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk 12. Banguntapan 28, , Sewon 27, Kasihan 32,

142 Tabel DE-1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan per Kecamatan Kabupaten :Bantul Tahun Data : 2012 Pertumbuhan Penduduk (JIwa) No. Kecamatan Luas (km 2 ) Jumlah Penduduk Pertumbuhan Penduduk Kepadatan Penduduk Srandakan 18, , ,84 2 Sanden 23, , ,77 3 Kretek 26, , ,82 4 Pundong 23, , ,54 5 Bambanglipuro 22, , ,75 6 Pandak 24, , ,93 7 Pajangan 33, , ,45 8 Bantul 21, , ,56 9 Jetis 24, , ,61 10 Imogiri 54, , ,72 11 Dlingo 55, ,90 759,21 12 Banguntapan 28, , ,35 13 Pleret 22, , ,12 14 Piyungan 32, , ,81 15 Sewon 27, , ,06 16 Kasihan 32, , ,05 17 Sedayu 34, , ,29 Total 506, , , jiwa Keterangan : Sumber : Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kabupaten Bantul

143 Tabel DE-2. Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 Jenis Kelamin No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) tottot P 1. Srandakan # ### 2. Sanden # ### 3. Kretek # ### 4. Pundong # ### 5. Bambanglipuro # ### 6. Pandak # ### 7. Pajangan # ### 8. Bantul # ### 9. Jetis # ### 10. Imogiri # ### 11. Dlingo # ### 12. Banguntapan # ### 13. Pleret # ### 14. Piyungan # ### 15. Sewon # ### 16. Kasihan # ### 17. Sedayu # ### Total Keterangan : Data jumlah penduduk berdasarkan DAK2 semester I Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

144 Tabel DE-3. Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) 1. Kretek 2 Desa Sanden 2 Desa Srandakan 2 Desa Total Keterangan : Sumber : Kecamatan Sanden

145 Tabel DE-3. Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Kecamatan Desa Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) 1. Kretek 2. Sanden 3. Srandakan Total Parangtritits Tirtoharjo Srigading Gadingsari Poncosari Trimurti Keterangan : Sumber : Kecamatan Sanden

146 Tabel DS-1A. Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Tingkatan Pendidikan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Kecamatan Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Pajangan Bantul Jetis Imogiri Dlingo Banguntapan Pleret Piyungan Sewon Kasihan Sedayu Jumlah Keterangan : Data hasil konsolidasi semester pertama tahun 2013 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

147 Tabel DS-1B. Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Tingkatan Pendidikan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Kecamatan Diploma S1 S2 S3 Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Pajangan Bantul Jetis Imogiri Dlingo Banguntapan Pleret Piyungan Sewon Kasihan Sedayu Jumlah Keterangan : Data hasil konsolidasi semester pertama tahun 2013 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

148 Tabel DS-2. Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Jenis Penyakit Jumlah Penderita (1) (2) (3) 1. Nosofaringitis Akut Hipertensi Asensial Myalgia Dyspepsia Diare dan Gastroenteritis Demam tanpa sebab Diabetes melitus YTT Asma Influensa Penyakit pulpa dan jaringan perioptik Batuk Gastritis dan Duodentis Tuberculosis paru klinis 204 Keterangan : Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Bantul

149 Tabel SE-1. Jumlah Rumah Tangga Miskin Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2012 No. Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Jumlah Rumah Tangga Miskin (1) (2) (3) (4) 1. Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu Jumlah Keterangan : Sumber : BKK PPKB

150 Tabel SE-2. Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2012 No. Kecamatan Ledeng Sumur Sungai Hujan Kemasan Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Piyungan NA Pleret NA Dlingo NA Imogiri NA Banguntapan NA Bantul NA Sewon NA 0 8 Jetis o 15 NA 7 9 Pundong NA 0 10 Kretek NA 0 11 Bambanglipuro NA 1 12 Sedayu NA Pajangan NA 5 14 Kasihan NA Srandakan NA 0 16 Pandak NA 0 17 Sanden NA 0 Total NA Keterangan : Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Bantul

151 Tabel SE-3. Luas Lahan dan Produksi Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan Penggunaan Pupuk Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 No. Jenis Tanaman Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Urea SP.36 ZA NPK Organik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Karet Kelapa , ,51 3. Kelapa Sawit Kopi Coklat 28 1, Teh 1.459,71-7. Cengkeh 2,5 - Pemakaian Pupuk (Ton) 8. Tebu NA Tembakau Kapas Jarak 163 0, Kapuk 10,5-13. Kina Jambu Mete Pala Kayu Manis Kenanga 3,22 1, Pandan 30 25, Kemiri 2,5 0,003 Total , , Keterangan : (-) Nihil, Data produksi per Triwulan III Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan peternakan Kab. Bantul

152 Tabel SE-4. Penggunaan Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2011 No. Jenis Tanaman Pemakaian Pupuk (Ton) Urea SP.36 ZA NPK Organik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Padi Jagung Kedelai Kacang tanah Ubi kayu 6. Ubi jalar Total Keterangan : (-) data yang ada masih bersifat global belum per jenis tanaman Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kabupaten Bantul

153 Tabel SE-5. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Jenis Penggunaan Baru Luas (Ha) (1) (2) (3) 1 Permukiman 9,90 2 Industri 0,56 3 Rumah sakit - 4 Toko 1,04 5 Gudang 6,23 6 Ruko 3,97 7 Pendidikan 1,33 8 lain-lain 10,66 Total 33,69 Keterangan : (-) nihil Sumber : Badan Pertanahan Kab. Bantul Penjelasan Isi Tabel:

154 Tabel SE-6. Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2012 No. Nama Perusahaan Jenis Bahan Galian Luas Areal (Ha) Produksi (Ton/Tahun) (1) (2) (3) (4) (5) 1. CV. Cahaya Indra Laksana Tanah Urug m ,44 m 3 2. Bangun Sutopo Tanah Urug m m 3 3. H. Mujiyono Tanah Urug m ,15 m 3 4. Kliwon Basir Tanah Urug m m 3 5. Sumarsana Tanah Urug m m 3 Keterangan : Sumber : Dinas SDA Kab. Bantul

155 Tabel SE-7. Luas Lahan Sawah menurut Frekuensi Penanaman, Produksi per hektar Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2011 No Kecamatan Luas (Ha) dan Frkuensi Penanaman 1 kali 2 kali 3 kali Produksi per Hektar (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu Total Keterangan : Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan

156 Tabel SE- 8. Jumlah Hewan Ternak Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2012 No. Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Domba Babi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglupurio Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu Total Keterangan : Sumber :

157 Tabel SE-9 Jumlah Hewan Unggas dari Jenis Unggas Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2012 No. Kecamatan Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Puyuh (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglupurio Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu Total Keterangan : Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perternakan

158 Tabel SP-1. Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Jenis Industri Produksi Beban Limbah Cair (Ton/Tahun) Minyak & (Ton/Tahun) BOD COD TSS Sulfida Lemak Krom Total Ammonia Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. Industri Spritus 1992,5 296,69 643,61 29,21 3,78 0, Industri Kulit 17,58 2,55 4,94 1,79 0,236 0,6428 0, , Industri Tekstil ,68 3,98 2,14-6, Total 3389,08 300,92 652,53 33,14 4,016 7,5428 0, ,76687 Keterangan : (-) nihil/tdk diuji Sumber : BLH Kab. Bantul

159 Tabel SP-2 Jumlah Kendaraan menurut Jenis Kendaraan dan Bahan Bakar yang digunakan Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No Jenis Kendaraan Bensin Solar Total (1) (2) (3) (4) (5) 1 Beban Penumpang pribadi Penumpang umum Bus besar pribadi Bus besar umum Bus kecil pribadi Bus kecil umum Truk besar Truk kecil Roda tiga Roda dua JUMLAH Keterangan : (-) nihil Sumber : Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Resort Bantul

160 Tabel SP-3. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk Sektor Industri menurut Jenis Bahan Bakar Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Klasifikasi Industri LPG (Kg) Minyak Bakar(lt) Minyak Diesel Solar Minyak Tanah Gas Batubara Biomassa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. Industri Kimia Dasar Industri Mesin Dasar dan Elektronika Aneka Industri Industri Kecil Aneka Industri Total Keterangan : (-) tidak ada data Sumber :

161 Tabel SP-4. Konsumsi Bahan Bakar untuk keperluan Rumah Tangga Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data : 2013 Jenis Bahan Bakar No. Kecamatan Minyak Tanah Kayu Bakar LPG (kg) Briket (kg) (lt) (kg) lainnya (kg) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambanglipuro Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu Total Keterangan : (-) belum ada data Sumber : Bappeda Kab. Bantul

162 Tabel SP-5. Perkiraan Volume Limbah Padat berdasarkan Sarana Transportasi Kabupaten/Kota : Bantul Tahun Data: 2013 No. Nama Tempat Sarana Transportasi Tipe/Jenis/Klasifikasi Lokasi Luas Kawasan (Ha) Volume Limbah Padat (m3/hari) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Darat Air 2 Udara 1 Terminal Palbapang C Bantul 0,444-2 Terminal Parangtritis C Kretek 0, Keterangan : Tidak mempunyai sarana transportasi air dan udara Sumber : Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum

163 Tabel SP-6. Perkiraan Jumlah Limbah Padat berdasarkan Lokasi Obyek Wisata, Jumlah Pengunjung, dan Luas Kawasan Kabupaten/Kota: Bantul Tahun Data: 2013 No. Nama Obyek Wisata Jenis Obyek Wisata Jumlah Pengunjung (orang per tahun) Luas Kawasan (Ha) Volume Limbah Padat (m3/hari) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. P. Parangtritis Wisata Alam NA 5,7 2. P. Samas Wisata Alam NA NA 3. P. Goa Cemara Wisata Alam NA NA 4. P. Pandansimo Wisata Alam NA NA 5. P. Kwaru Wisata Alam NA 1,0 6. Goa Selarong Wisata Budaya NA NA 7. Goa Cerme Wisata Alam NA NA Keterangan : Sumber : Dinas Pariwisata dan Dinas PU Kab. Bantul rata'' tiap thn ,50

164 , Grafik Kunjungan Wisatawan Jumlah Pengunjung (orang) Pengunjung Tahun

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2012 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.........

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2013 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012 PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2012 1. PROFIL KABUPATEN BANTUL 1.1. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul 1 Kata Pengantar Puji syukur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.2 1. Tempat pelestarian hewan langka orang hutan di Tanjung Puting bertujuan agar Tidak merusak pertanian dan mampu berkembangbiak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Daftar Isi halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan... I-1 B. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia SUMBER DAYA ALAM (SDA) Kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kemaslahatan manusia SUMBER DAYA ALAM TIM ILMU LINGKUNGAN FMIPA UNSYIAH JENIS-JENIS SDA Sumber daya alam yang dapat diperbaharui

Lebih terperinci

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN

JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD III (TIGA) ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) LINGKUNGAN ALAM DAN BUATAN A. Ketampakan Lingkungan Alam dan Buatan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

Lampiran F - Kumpulan Data

Lampiran F - Kumpulan Data Lampiran F - Kumpulan Data TABEL 1.1.d. PEMANTAUAN KUALITAS AIR Jenis Perairan : Sungai Code Tahun Data : Desember 2006 Air Klas III Titik 1 Titik 2 1 1 Residu terlarut *** mg/l 1000 245 280 2 Residu tersuspensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapannya sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan bagian integral dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai 17 kecamatan. Letak astronominya antara 110º12 34 sampai 110º31

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Sungai Winongo Hulu (Karanggawang Turi Sleman) Tengah (Jembatan Jlagran Bumijo YK) Hilir (Mojo Gading Kretek Bantul) C ± 3 C 28,70 24,70 23,40

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU INDIKATOR KINERJA INDIVIDU 1. JABATAN : ANALISIS MENGENAI DAMPAK 2. TUGAS : Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis penilaian dan pemantauan analisis mengenai dampak lingkungan 3. FUNGSI : a. penyusunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN OBJEK. a. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

BAB IV GAMBARAN OBJEK. a. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia BAB IV GAMBARAN OBJEK A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Keadaan Alam Sumber data yang di dapat dari Disdukcapil Kab. Bantul. Kabupaten Bantul terletak di sebelah Selatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

SOAL KONSEP LINGKUNGAN 131 SOAL KONSEP LINGKUNGAN 1. Ciri-ciri air yang tidak tercemar adalah a. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa b. Berkurangnya keberagaman biota perairan c. Banyak biota perairan yang mati d.

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r Instansi Visi Misi Tujuan Tugas Fungsi Badan Hidup Provinsi Jawa Timur Ketersediaan Hidup Jawa Timur yang Baik dan Sehat 1.

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BLH Kabupaten Bantul 2014

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BLH Kabupaten Bantul 2014 A. GAMBARAN UMUM Pembangunan tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya alam, namun penggunaan sumberdaya alam yang terus menerus akan merusak kelestarian alam. Oleh sebab itu banyak bermunculan permasalahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Nomor Per.06/MEN/2010 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci