POTENSI PARAMETER KELUARAN RAOB (RAWINSONDE OBSERVATION PROGRAMS) SEBAGAI INDIKATOR KUNCI DALAM ANALISIS CURAH HUJAN ASEP FERDIANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI PARAMETER KELUARAN RAOB (RAWINSONDE OBSERVATION PROGRAMS) SEBAGAI INDIKATOR KUNCI DALAM ANALISIS CURAH HUJAN ASEP FERDIANSYAH"

Transkripsi

1 POTENSI PARAMETER KELUARAN RAOB (RAWINSONDE OBSERVATION PROGRAMS) SEBAGAI INDIKATOR KUNCI DALAM ANALISIS CURAH HUJAN ASEP FERDIANSYAH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRAK ASEP FERDIANSYAH. Potensi Parameter Keluaran RAOB (Rawinsonde Observation Programs) sebagai Indikator Kunci dalam Analisis Curah Hujan. Dibawah bimbingan ANA TURYANTI. Salah satu unsur cuaca yang sangat mempengaruhi aktivitas manusia adalah curah hujan. RAOB (Rawinsonde Observation Programs) adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk menganalisis kejadian yang terkait dengan curah hujan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami teknik penentuan indikator curah hujan dan membuat analisis dari informasi keluaran program RAOB untuk menentukan indeks RAOB yang paling berpengaruh terhadap curah hujan. Parameter yang dipilih untuk mewakili dua kategori utama kejadian yaitu, curah hujan sangat lebat, dan curah hujan ringan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengamatan curah hujan selama satu tahun, dan data radiosonde dari 3 jam dan 6 jam sebelum terjadinya hujan yang diperoleh dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter Cap Strength, Vorticity Generation Parameter, dan CAPE Total 6 jam sebelum hujan sebagai prediktor yang berpotensi baik untuk menduga curah hujan sangat lebat. Indeks TQ saat 3 jam sebelum hujan sangat lebat juga berpotensi baik sebagai prediktor. Pada kejadian hujan ringan, parameter K-Index yang diperoleh pada 6 jam sebelum kejadian merupakan satu-satunya prediktor yang signifikan. Sementara itu, prediktor penting yang diperoleh pada 3 jam sebelum kejadian adalah Microburst Hybrid Index, Jefferson Index dan K- Index. Selain itu, prospektif indikator yang berpotensi lainnya adalah kecepatan angin 500 mb, Strom Relative Helicity, dan SWEAT Index. Hubungan matematis antara data curah hujan dan parameter yang dipilih lebih disarankan hubungan linier antar komponen. Kata kunci: analisis curah hujan, data NOAA, indeks RAOB, radiosonde dan RAOB

3 ABSTRACT ASEP FERDIANSYAH. Potential Output Parameter RAOB (Rawinsonde Observation Programs) as Key Indicator in Rainfall Analysis. Supervised by ANA TURYANTI. One of the weather elements that strongly influences human activity is rainfall. RAOB (Rawinsonde Observation Programs) is a tool in analyzing events related to rainfall. This study utilizes observational rainfall data over a period of one year, and radiosonde data series of 3 hours and 6 hours before the occurrence of rain obtained from NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). This study aims to understand the technique of determining rainfall indicators and analyzed the output of RAOB program to determine RAOB index that affect the most to rainfall. It also aims to further screen the parameters into three main categories of rainfall events, namely, heavy, and light. This study reveals that Cap Strength, Vorticity Generation Parameter, and Total CAPE parameters collected 6 hours prior to the occurrence of heavy rainfall are potentially good predictors. The index of TQ calculated 3 hours prior to the occurrence of heavy rainfall is also a good potential predictor. For the occurrence of light rainfall, K-Index parameter obtained at 6 hours prior to the events is the only significant predictor. Meanwhile, important predictors obtained at 3 hours prior to the events are the Hybrid Microburst Index, Jefferson Index and K-Index. In addition, other potentially prospective indicators include 500 mb Wind speed, Strom Relative Helicity, and SWEAT Index. Mathematical relationships of rainfall data as dependent variable and the selected parameters strongly suggest the existence of linearity component in the relationships. Keywords: data of NOAA, radiosonde, rainfall analysis, RAOB, and RAOB index

4 POTENSI PARAMETER KELUARAN RAOB (RAWINSONDE OBSERVATION PROGRAMS) SEBAGAI INDIKATOR KUNCI DALAM ANALISIS CURAH HUJAN ASEP FERDIANSYAH Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Potensi Parameter Keluaran RAOB (Rawinsonde Observation Programs) sebagai Indikator Kunci dalam Analisis Curah Hujan Nama : Asep Ferdiansyah NRP : G Disetujui oleh, Pembimbing Ana Turyanti, SSi., MT NIP Diketahui oleh, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP Tanggal Lulus:

6 KATA PENGANTAR Segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Potensi Parameter Keluaran RAOB (Rawinsonde Observation Programs) sebagai Indikator Kunci dalam Analisis Curah Hujan. Penelitian ini berlangsung sejak Maret 2012 sampai dengan Mei Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada: 1. Ibu Ana Turyanti, S.Si, M.T selaku pembimbing tugas akhir dan Dr. Ir. Sobri Effendi, M.Si selaku pembimbing akademik penulis. 2. Prof Dr Ir Ahmad Bey selaku kepala Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Udara yang telah memberikan ide dan saran dalam penelitian. 3. Keluarga Besar Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, staf dan seluruh dosen, sahabat GFM 44, dan 45 terutama Taufik Yuliawan, Iput Pradiko, Faiz Rohman Fajary dan Andi Syahid Muttaqin yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis. 4. Keluarga penulis atas doa, motivasi, nasehat, dan dukungan moril yang selalu diberikan kepada penulis; almarhum ayah Drs. Sudirman, ibu Liberty, kakak Arif Suherman, dan adik Anita Rizky Puteri. Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis, mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menerima kritik dan saran konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini dikemudian hari. Bogor, Oktober 2012 Asep Ferdiansyah

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 11 September 1990, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari Bapak Drs. Sudirman (alm) dan Ibu Liberty. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA N 4 Bengkulu dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Penulis diterima di Program Studi Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan penulis pernah menjadi Kepala Departemen Budidaya, Olahraga dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Staf di Departemen Informasi dan Komunikasi HIMAGRETO dan Penanggung Jawab Divisi Kegiatan Khusus cabang Bogor Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia (HMMI).

8 vii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii viii ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA RAOB (Rawinsonde Observation Programs) Water (Total Precipitable Water) LI (Lifted Index) Showalter Index KI (K-Index) CAPE (Convective Available Potential Energy) Mvv (Maximum Vertical Velocity) Boyden Index Theta-e Index Jefferson Index SWEAT Index TQ-Index Total Totals Index S-Index CAP Strength Thompson Index Stabilitas Atmosfer Stabilitas Atmosfer Lokal Stabilitas Atmosfer Non Lokal... 6 III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Data dan Peralatan Metode Penelitian Penentuan Indikator untuk Menduga Kejadian Hujan Sangat Lebat dan Ringan Analisis Curah Hujan... 8 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Indikator Curah Hujan Sangat Lebat dan Ringan Analisis Indeks Output RAOB untuk Kejadian Hujan Ringan dan Hujan Sangat Lebat Analisis Indeks Output RAOB untuk Kejadian Tidak Hujan Analisis Stabilitas Atmosfer V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran VI. DAFTAR PUSTAKA VII. LAMPIRAN... 28

9 viii DAFTAR TABEL Halaman 1 Skala kandungan embun (moisture content) berdasarkan nilai TPW Stabilitas atmosfer berdasarkan nilai LI Stabilitas atmosfer berdasarkan nilai Showalter Index Interval nilai KI Ketidakstabilan atmosfer menurut nilai CAPE Kecepatan maksimum naiknya parsel udara berdasarkan nilai Mvv Potensial konveksi menurut Theta-e Potensi cuaca buruk berdasarkan indeks SWEAT Potensial konveksi dan badai berdasarkan VT Potensial badai berdasarkan TT Potensial badai berdasarkan SI Koefisien korelasi (r) antara curah hujan Sangat Lebat dengan berbagai indeks RAOB Model regresi dan nilai R-Sq curah hujan sangat lebat Koefisien korelasi (r) antara curah hujan Ringan dengan berbagai indeks RAOB Model regresi dan nilai R-Sq curah hujan ringan Kisaran indeks output RAOB 3 jam sebelum kejadian hujan ringan, dan hujan sangat lebat Kisaran indeks output RAOB 6 jam sebelum kejadian hujan ringan dan hujan sangat lebat Nilai median indeks output RAOB untuk 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat dan ringan Nilai median indeks output RAOB untuk kejadian tidak hujan DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Karakteristik stabilitas atmosfer non lokal untuk berbagai profil suhu potensial virtual Diagram alir penentuan indikator curah hujan (a), kisaran dan median dari indeks keluaran RAOB (b), lapisan tidak stabil dan unsur-unsur cuaca tiap mandatory level (c). 9 3 Kondisi stabilitas atmosfer dari nilai Ri, s dan Θv saat 3 UTC untuk hujan sangat lebat Kondisi stabilitas atmosfer dari nilai Ri, dan s saat 3 UTC untuk hujan ringan Kondisi stabilitas atmosfer dari nilai Θv saat 3 UTC untuk hujan ringan Kondisi stabilitas atmosfer dari nilai Ri, s dan Θv saat 3 UTC untuk tidak hujan... 24

10 ix DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabulasi data parameter cuaca, ketinggian stabilitas atmosfer lokal dan non lokal untuk kejadian tidak hujan Tabulasi data parameter cuaca, ketinggian stabilitas atmosfer lokal dan non lokal untuk kejadian hujan sangat lebat Tabulasi data parameter cuaca, ketinggian stabilitas atmosfer lokal dan non lokal untuk kejadian hujan ringan Contoh profil vertikal komponen stabilitas atmosfer lokal dan non lokal untuk curah hujan sangat lebat... 34

11 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuaca merupakan suatu kejadian atmosfer yang mempengaruhi kehidupan manusia, sehingga manusia akan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi cuaca yang terjadi. Salah satu unsur cuaca yang mempengaruhi kehidupan manusia ialah curah hujan. Curah hujan yang dianggap mengganggu kehidupan manusia adalah curah hujan yang memiliki intensitas tinggi karena pada daerah tertentu dapat menimbulkan banjir. Kerugian yang dihasilkan oleh bencana banjir dapat dikurangi dengan cara mengetahui gambaran secara spesifik kondisi yang menyebabkan terjadinya banjir. Salah satu faktor penyebab terjadinya banjir adalah curah hujan dengan intensitas tinggi. Kondisi curah hujan dengan intensitas tinggi dapat diketahui dengan cara melakukan prediksi dan analisis atmosfer pada saat sebelum terjadinya hujan dengan intensitas tinggi, sehingga kerugian yang dihasilkan oleh banjir dapat dikurangi karena adanya peringatan sebelum bencana itu terjadi. Banjir akan menjadi masalah jika bantaran banjir menjadi daerah terbangun dengan nilai sosial ekonomi tinggi. Analisis kondisi atmosfer saat sebelum terjadinya hujan dengan intensitas tinggi dapat diketahui dengan melakukan pengamatan kondisi udara atas. Salah satu cara mengamati udara atas dapat dilakukan dengan menggunakan radiosonde. Data yang dihasilkan oleh radiosonde akan dianalisis dengan menggunakan metode perangkat lunak yang dinamakan Rawinsonde Observation Programs (RAOB). Perangkat lunak ini sangat membantu dalam menganalisis dan menurunkan parameter atmosfer yang diperoleh dari data radiosonde. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Mempelajari dan memahami teknik penentuan indikator curah hujan. 2. Membuat analisis dari informasi keluaran program RAOB untuk menentukan indeks RAOB yang paling berpengaruh terhadap curah hujan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Banjir sangat terkait dengan terjadinya curah hujan dengan intensitas tinggi. Curah hujan dengan intensitas tinggi dapat terjadi apabila kondisi atmosfer sangat mendukung, seperti kondisi atmosfer sangat tidak stabil, tingginya uap air di atmosfer, kecepatan angin yang rendah (Lundstedt 1993 dalam Rohmawati 2009) dan tingginya mixing ratio yang merupakan perbandingan massa uap air terhadap massa udara kering. Nilai mixing ratio ini merepresentasikan kandungan massa uap air yang ada di udara sehingga dengan semakin tinggi mixing ratio, maka peluang terjadinya hujan semakin besar. Beberapa kriteria curah hujan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG 2012) sebagai berikut : Hujan sangat ringan : Intensitas < 5 mm dalam 24 jam Hujan ringan : Intensitas 5 20 mm dalam 24 jam Hujan sedang : Intensitas mm dalam 24 jam Hujan sangat lebat : Intensitas mm dalam 24 jam Hujan sangat lebat : Intensitas > 100 mm dalam 24 jam Banjir biasanya terjadi pada kejadian curah hujan tinggi dengan durasi yang lama, dengan semakin tinggi dan lama curahan yang terjadi maka kapasitas daya tampung permukaan akan semakin kecil. Oleh karena itu, selain adanya pengaruh kondisi atmosfer, banjir juga dipengaruhi oleh kondisi topografi permukaan. Kondisi atmosfer dapat dilihat dengan dengan menggunakan alat radiosonde yang diterbangkan ke atmosfer pada ketinggian tertentu dan data yang dihasilkan oleh radiosonde akan dianalisis dengan perangkat lunak RAOB. 2.1 RAOB (Rawinsonde Observation Programs) RAOB adalah perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis kondisi atmosfer atas. Input data yang digunakan RAOB adalah data dari radiosonde. Radiosonde merupakan salah satu peralatan meteorologi berbentuk kotak kecil dilengkapi dengan alat ukur unsur cuaca dan pemancar sinyal radio. Radiosonde dapat mengetahui distribusi suhu, tekanan, dan kelembaban secara vertikal sampai ketinggian 30 km. Radiosonde akan menghasilkan data unsur-unsur meteorologis untuk tiap-tiap

12 2 ketinggian dan kemudian data radiosonde akan dianalisis dengan memasukkan data tersebut ke perangkat lunak RAOB. RAOB dapat menampilkan data radiosonde ke dalam bentuk aerological diagram seperti Skew-T, Emagram, atau Tephigram. Selain itu, RAOB dapat menampilkan level inversi, ketebalan lapisan atmosfer, CAPE (Convective Available Potential Energy) dan informasi lainnya dalam setiap lapisan atmosfer. Keunggulan dari RAOB yaitu mudah dan lengkap untuk menganalisis data radiosonde, serta dapat mendukung hasil prediksi cuaca ke depan. Radiosonde telah digunakan beberapa negara karena kemampuannya yang cepat dalam menganalisis variabel-variabel meteorologis. Pada umumnya peluncuran radiosonde ke udara terjadi pada saat tengah malam dan siang hari di wilayah Greenwich. Kegiatan pelepasan radiosonde membutuhkan biaya yang mahal dan banyak mengalami kesulitan, seperti data yang kurang baik disebabkan dalam pengambilan data terjadi pada waktu yang bersamaan dengan kondisi atmosfer yang sedang memburuk. Data radiosonde digunakan sebagai input program RAOB untuk menganalisis kondisi atmosfer dan mengetahui stabilitas atmosfer serta potensi pertumbuhan awan konvektif. Oleh karena itu, pengamat dapat dengan mudah mengidentifikasi parameter atmosfer yang akan dianalisis sesuai dengan keperluan pengamat melalui RAOB. Salah satu indeks RAOB yang digunakan untuk menentukan ketinggian dasar awan adalah CCL (Convective Condensation Level), LCL (Lifting Condensation Level) dan LFC (Level of Free Convection). CCL adalah ketinggian dasar awan yang dihasilkan oleh udara naik dari permukaan yang disebabkan oleh daya apung akibat adanya pemanasan dari permukaan, sedangkan LFC merupakan lapisan yang terbentuk apabila suhu parsel udara yang diangkat sama dengan suhu titik embun melalui suhu konveksi. LFC merupakan batas bawah dari nilai CAPE, parsel udara pada LFC akan terus naik tanpa energi dari luar sampai dengan lapisan atas CAPE. LCL adalah level parsel udara yang menjadi jenuh setelah mengalami pengangkatan secara adiabatik kering. Level LCL juga digunakan untuk mengidentifikasi tinggi dasar awan. Davies (2004) menjelaskan bahwa nilai LCL dan LFC yang dapat diindikasikan akan terjadinya badai yaitu pada ketinggian 832 m dan 1361 m (Davies 2004), tetapi Kim dan Lee (2005) menjelaskan bahwa dengan ketinggian LFC antara 686 m m dan ketinggian LCL antara 361 m m akan mengindikasikan terjadinya hujan yang sangat lebat. Indeks lain dalam program RAOB antara lain: Water (Total Precipitable Water), LI (Lifted Index), Showalter Index, KI (K- Index), CAPE (Convective Available Potential Energy), Mvv (Maximum Vertical Velocity), Boyden Index, Theta-e, Jefferson Index, SWEAT Index, TQ-Index, Total Totals Index, S-Index, Cap Strength, Thompson Index, dan Mixing Ratio yang akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya Water (Total Precipitable Water) Total Precipitable Water (TPW) adalah jumlah kandungan massa uap air dalam kolom udara yang dapat turun sebagai presipitasi jika semua uap air tersebut mengembun. Semakin tinggi nilai TPW berarti titik embun akan semakin tinggi sehingga uap air yang terbentuk akan berpotensi menjadi awan potensial (Syaifullah 1998). Semakin tingginya nilai TPW mengindikasikan bahwa kandungan embun di atmosfer sangat tinggi (Tabel 1). Pada penelitian Kim dan Lee (2005) mengenai analisis kondisi atmosfer saat kejadian hujan dengan intensitas sangat lebat menunjukkan bahwa dengan nilai TPW antara 51.9 mm 56.9 mm mengindikasikan akan terjadi hujan dengan intensitas sangat lebat sedangkan penelitian Rahmawati (2009) menunjukkan nilai TPW berkisar mm dapat terjadi pada kejadian banjir. Tabel 1 Skala kandungan embun (moisture content) berdasarkan nilai TPW Haby (2006) Nilai TPW (mm) Kandungan Embun < 12.7 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi > 50.8 Sangat Tinggi LI (Lifted Index) LI adalah indeks stabilitas yang digunakan untuk menentukan potensi badai. Nilai LI didapatkan dari perbedaan suhu parsel udara yang bergerak naik secara adiabatik dengan suhu lingkungan pada tekanan udara 500 mb di atmosfer (AWS 1990). Nilai LI positif menunjukkan atmosfer berada dalam kondisi stabil, tetapi jika bernilai negatif, menunjukkan atmosfer pada

13 3 kondisi tidak stabil (terdapat gaya angkat ke atas) yang dapat mendukung proses terjadinya hujan (Tabel 2). Sumber lain juga menunjukkan bahwa dengan semakin negatif nilai LI yaitu mencapai -6 akan menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sangat lebat (Kim dan Lee 2005). Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai LI adalah LI = T 500 T p 500 T 500 = Suhu di lapisan 500 mb T p 500 = Suhu parsel di lapisan 500 mb Tabel 2 Stabilitas atmosfer berdasarkan nilai LI (Haby 2006) Nilai LI Stabilitas Atmosfer LI>6 Kondisi sangat stabil 1 sampai 6 Kondisi stabil 0 sampai -2 Agak tidak stabil, terjadi mekanisme pengangkatan -2 sampai -6 Tidak stabil, thunderstorm sangat mungkin LI < -6 Sangat tidak stabil, thunderstorm diikuti dengan mekanisme pengangkatan Showalter Index Indeks Showalter adalah indeks stabilitas yang digunakan untuk menentukan potensi badai dan stabilitas atmosfer. Nilai Indeks Showalter dihitung dari pengangkatan sebuah paket udara secara diabatik dari 850 mb sampai dengan 500 mb. Nilai indeks negatif menunjukkan atmosfer pada kondisi tidak stabil yang dapat memungkinkan terjadinya hujan lebat. Sebaliknya apabila nilai indeks ini positif maka menunjukkan atmosfer pada kondisi stabil. Tabel 3 Stabilitas atmosfer berdasarkan nilai Showalter Index Nilai Showalter Stabilitas Atmosfer Nilai positif Stabil 0 (-4) Kondisi tidak stabil -4 (-7) Kondisi sangat tidak stabil < -8 Kondisi ekstrim tidak stabil KI (K-Index) KI adalah ukuran potensi badai akibat gerak konvektif, berdasarkan selang suhu vertikal, dan kelembaban atmosfer (AWS, 1990). Indeks ini penting untuk memprediksi curah hujan dengan intensitas sangat lebat. KI = T 850 T Td 850 (T 700 Td 700 ) keterangan: T 500, T 700, T 850 = Td 700, Td 850 = Suhu di lapisan 500, 700, dan 850 mb Suhu titik embun di lapisan 700 mb dan 850 mb Tabel 4 Interval nilai KI (Haby 2006) KI Potensi gerak konveksi Potensi konveksi kecil Potensi konveksi sedang 40 + Potensi konveksi tinggi Menurut Haby (2006), dengan nilai indeks K lebih besar dari 40 menyebabkan konveksi yang tinggi (Tabel 4), tetapi dalam penelitian yang telah dilakukan oleh pihak BMKG Cengkareng yang menunjukkan bahwa untuk wilayah Indonesia kejadian badai dengan konveksi yang tinggi banyak terjadi pada interval nilai KI antara yaitu sekitar 74.72% kejadian badai, sedangkan untuk nilai indeks K yang lebih besar dari 37 hanya menghasilkan 9.62% kejadian badai CAPE (Convective Available Potential Energy) CAPE adalah jumlah energi yang dimiliki oleh sebuah parsel udara jika diangkat secara vertikal pada jarak tertentu di atmosfer. CAPE dapat menggambarkan buoyancy positif dari sebuah parsel udara dan dapat mengindikasikan ketidakstabilan atmosfer. Peningkatan nilai CAPE umumnya menyebabkan konveksi semakin kuat sehingga nilai ini dapat digunakan sebagai indeks stabilitas atmosfer (Tabel 5). Sumber lain menunjukkan bahwa nilai CAPE berkisar 1779 Jkg Jkg -1 akan menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sangat lebat (Kim dan Lee 2005). Tabel 5 Ketidakstabilan atmosfer menurut nilai CAPE (AWS 1990) Nilai CAPE (Jkg -1 ) Ketidakstabilan Atmosfer < 1000 Lemah Sedang > 2500 Kuat Mvv (Maximum Vertical Velocity) Mvv merupakan nilai yang menunjukkan besarnya kecepatan maksimum parsel udara yang naik. Semakin tinggi nilai Mvv maka semakin cepat pembentukan awan (Tabel 6).

14 4 Tabel 6 Kecepatan maksimum naiknya parsel udara berdasarkan nilai Mvv (Haby 2006) Nilai Mvv (ms -1 ) Kecepatan maksimum naiknya parsel udara <40 Biasa Kuat Sangat kuat > 81 Ekstrim Boyden Index Indeks Boyden merupakan nilai yang digunakan untuk mendiagnosis atau menduga terjadinya badai (Haby 2006). Pada kondisi normal, indeks ini berkisar antara dan dalam perhitungannya, informasi kelembaban tidak disertakan. BI = Z T keterangan: Z adalah ketebalan lapisan antara 700 dan 100 mb, T 700 suhu (dalam derajat Celcius) di 700 mb Theta-e Index Nilai Theta-e digunakan untuk menilai potensi konveksi yang tinggi. Nilai Theta-e yang tinggi akan terkait dengan pendinginan yang cepat terhadap peningkatan ketinggian (Tabel 7). Tabel 7 Potensial konveksi menurut Theta-e (Haby 2006) Nilai Theta-e ( 0 C) Potensi Konveksi < 5 Potensi konveksi kecil 5-9 Berpotensi konveksi tinggi > 9 Sangat berpotensi konveksi tinggi Jefferson Index Indeks Jefferson sangat baik digunakan untuk menduga potensi badai dengan tidak ada mekanisme dinamik yang memicu. Indeks ini bernilai normal pada rentang 20 sampai 30. JI = 1,6 * Tw T 500-0,5 * D Catatan: D 700 (depresi suhu titik embun) merupakan perbedaan antara suhu lingkungan dan suhu titik embun (dalam hal ini pada 700 mb) SWEAT Index Indeks SWEAT digunakan untuk memperkirakan potensi cuaca buruk, tetapi tetap memperhitungkan adanya mekanisme pemicu lain yang dapat mempengaruhi terjadinya cuaca buruk. Apabila terdapat nilai indeks SWEAT yang tinggi pada pagi hari, dimungkinkan adanya nilai indeks SWEAT yang tinggi pada sore atau malam hari sebelumnya. Nilai indeks SWEAT yang rendah menandakan tidak adanya cuaca yang buruk tetapi nilai indeks ini dapat meningkat secara drastis selama periode 12 jam (AWS 1990). Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai SWEAT adalah SWEAT = 12Td (TT - 49) + 2f f (s + 0.2); keterangan: Td 850 = suhu titik embun pada 850 mb TT = indeks Total Totals f 850 dan f 500 = kecepatan angin pada 850 dan 500 mb s = sin (arah angin) Menurut Haby (2006) cuaca akan memburuk apabila interval nilai indeks SWEAT berkisar antara (Tabel 8), tetapi untuk wilayah Indonesia yaitu pada wilayah Cengkareng didapatkan nilai antara (Budiarti et al. 2012) yang menunjukkan adanya kejadian cuaca yang buruk yakni badai. Tabel 8 Potensi cuaca buruk berdasarkan indeks SWEAT (Haby 2006) Nilai SWEAT Kondisi Cuaca Cuaca sedikit buruk Kemungkinan buruk 400+ Cuaca sangat buruk TQ-Index Indeks TQ digunakan sebagai indikator konveksi yang memiliki selang untuk kondisi normal Nilai indeks ini hampir sama dengan indeks Total Totals, hanya suhu lingkungan yang digunakan dalam persamaan yang membedakannya (Norm 1999). TQ = T Td T 700 ( o C) Total Totals Index Indeks Total Totals diperkenalkan oleh Miller (1972) untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi untuk perkembangan badai (AWS 1990). Nilai indeks ini merupakan kombinasi dari indeks Vertical Totals (VT) dan indeks Cross Totals (CT). VT adalah indeks yang dihasilkan dari perbedaan suhu antara 850 mb dan 500 mb.

15 5 Nilai VT yang tinggi sebelum terjadinya aktivitas konveksi dan badai, belum dapat menjamin terjadinya perkembangan badai, sedangkan CT adalah indeks yang dihasilkan dari perbedaan suhu titik embun pada 850 mb dan suhu lingkungan pada 500 mb. Nilai suhu titik embun yang tinggi pada 850 mb dan suhu lingkungan yang rendah pada 500 mb dapat menghasilkan CT yang tinggi. Walaupun nilai CT yang tinggi sebelum terjadinya aktivitas perkembangan badai, belum dapat menjamin untuk meningkatnya perkembangan badai selanjutnya (AWS 1990). Tabel 9 Potensial konveksi dan badai berdasarkan VT (AWS 1990) Nilai VT Potensi Konveksi VT<28 Potensi konveksi dan badai tidak tersebar Sedikit berpotensi konveksi dan badai >32 Potensi konveksi dan badai tersebar Menurut Haby (2006) dengan nilai indeks TT kurang dari 44 menyebabkan atmosfer tidak terjadi konveksi (Tabel 10), tetapi untuk wilayah Indonesia dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Budiarti et al. (2012) menunjukkan nilai indeks TT yang berkisar antara akan menghasilkan konveksi dan badai yang tinggi. Kejadian badai terjadi pada interval indeks TT antara sebanyak 469 sedangkan indeks TT pada nilai lebih besar dari 46 hanya menghasilkan 33 kejadian badai. Tabel 10 Potensial badai berdasarkan TT (Haby 2006) TT = (T T 500 ) + (Td T 500 ) Nilai TT Kondisi Atmosfer <44 Kemungkinan tidak ada konveksi Kemungkinan badai Badai besar terisolasi Badai besar meluas >56 Badai besar tersebar S-Index (SI) SI digunakan untuk meramalkan cakupan dan tingkat keparahan badai serta tingkat peluang terjadinya badai. Terlihat dengan semakin tingginya nilai SI maka kemungkinan badai yang terjadi akan tinggi (Tabel 11). SI = TT - (T 700 -Td 700 ) A keterangan: A= 0; ketika T 850 -T 500 ; > 25 A= 2; ketika T 850 -T 500 ; A= 6; saat T 850 -T 500 ; <22 T = suhu pada 850 dan 500 mb Tabel 11 Potensial badai berdasarkan SI (Haby 2006) Nilai SI Peluang Badai SI>46 Kemungkinan badai 75% Kemungkinan badai 42% SI<39 Tidak ada badai 89% Cap Strength Cap Strength merupakan unsur terpenting dalam sebagian besar peristiwa badai yang parah. Indeks ini berfungsi dalam mencegah meluasnya konveksi atau biasa disebut dengan penetrasi konveksi yang merupakan suatu fenomena sangat penting di atmosfer karena dapat menghambat pengangkatan paket udara, akibatnya disepanjang Cap Strength akan sering terbentuk badai (Wen 1976). Studi empiris menunjukkan apabila indeks Cap Strength lebih besar dari 2 0 C, maka lapisan Cap Strength dapat menghalangi badai atau menghambat adanya pengangkatan secara dinamis (AWS 1990). Pada kondisi tertentu akan terjadi kenaikan suhu lingkungan menurut ketinggian dan bukan penurunan yang biasa terjadi, lapisan udara dengan keadaan ini disebut dengan kondisi sangat stabil dan dapat juga dikatakan sebagai Cap Strength (Purbo et al. 1995). Oleh karena itu, gerakan vertikal dapat dicegah secara efektif oleh kondisi ini. Kondisi ini dapat menahan perpindahan uap air secara vertikal Thompson Index (TI) Indeks Thompson menduga potensi tingkat keparahan badai yang dapat diduga dari selisih antara nilai indeks K yang menduga terjadinya konveksi di atmosfer dan indeks Lifted yang menduga ketidakstabilan pada lapisan 500 mb. Potensi badai dengan kategori sedang dapat diketahui dari nilai TI yang berkisar antara 25 34, TI yang bernilai menunjukkan potensi badai mendekati badai parah dan TI > 40 menunjukkan potensi badai yang parah. Nilai tiap-tiap indeks yang dihasilkan oleh RAOB akan digunakan sebagai landasan untuk mengetahui kondisi sebelum terjadinya curah hujan tinggi. Selain mengetahui nilai tiap-tiap indeks, perlu dilakukan analisis terhadap kondisi stabilitas atmosfer karena kondisi stabilitas atmosfer merupakan salah

16 6 satu faktor penyebab terjadinya curah hujan yang tinggi. Kejadian hujan pada umumnya berkaitan dengan terbentuknya awan yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh stabilitas atmosfer. 2.2 Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer menunjukkan kecenderungan massa udara bergerak vertikal. Stabilitas atmosfer terdiri dari stabilitas statis dan stabilitas dinamik. Stabilitas statis hanya mempertimbangkan gaya apung dan mengabaikan gesekan angin rata-rata, sedangkan stabilitas dinamik memperhitungkan keduanya. Pada penentuan stabilitas atmosfer, paket udara mula-mula akan mengikuti dry adiabatic saat udara tidak jenuh, jika jenuh maka paket udara mengikuti moist adiabatic. Pada ketinggian apapun paket udara bergerak, gaya angkat tergantung dari perbedaan antara suhu paket udara dan suhu udara lingkungan (Stull 2000). Kondisi stabil adalah kondisi yang terjadi pada saat suhu paket udara lebih kecil daripada suhu udara lingkungan. Kondisi yang stabil menyebabkan paket tersebut tidak dapat bergerak vertikal ke atas namun akan kembali ke ketinggian semula. Hal ini menyebabkan paket tersebut cenderung stabil di tempatnya atau jika massa udara terpaksa naik, maka cenderung menyebar secara horizontal (Ahrens 2009). Stabilitas netral adalah kondisi selang tingkat suhu lingkungan sama dengan tingkat adiabatik kering, naik atau turunnya udara tak jenuh akan mendingin atau menghangat sama dengan udara sekitarnya. Pada setiap ketinggian akan memiliki suhu dan kerapatan udara yang sama sehingga udara tersebut tidak akan naik atau turun. Kondisi tidak stabil terjadi pada saat paket udara memiliki suhu yang lebih hangat dibandingkan dengan suhu lingkungan sekitar karena tingkat adiabatik kering lebih rendah dari selang tingkat suhu lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan udara akan terus naik jauh dari posisi awalnya. Perlu diketahui bahwa dalam lapisan atmosfer jarang atau bahkan tidak pernah dalam kondisi benar-benar tidak stabil, biasanya terbatas pada lapisan dekat tanah karena pada hari yang terik mengakibatkan selang tingkat suhu lingkungan lebih tinggi dari tingkat adiabatik kering (Ahrens 2009), tetapi dalam kondisi nyata, apabila parsel udara naik pada suatu ketinggian maka akan terdapat suhu baru dan gaya apung baru yang menentukan apakah paket udara dapat terus naik atau tidak. Kondisi tersebut dapat diketahui dengan melakukan pengkajian terhadap kondisi stabilitas atmosfer non lokal dengan cara memplotkan suhu potensial virtual secara vertikal (Stull 2000). Suhu potensial virtual adalah suhu sampel udara yang dibawa ke tekanan 1000 mb secara adiabatik kering. Suhu potensial virtual terkait dengan suhu potensial. Suhu potensial akan meningkat apabila tejadi perubahan fase oleh paket udara karena dalam perubahan fase yang terjadi pada proses adiabatik basah akan menghasilkan panas latent Stabilitas Atmosfer Lokal Stabilitas atmosfer lokal dapat ditentukan dengan mengetahui nilai Ri dan s (Arya 1999) untuk setiap ketinggian, tetapi perlu diketahui bahwa dengan penggunaan parameter lokal tidak memperhitungkan percepatan yang bekerja pada paket udara yang berbeda dengan ketinggian yang berbeda sehingga dalam penentuan stabilitas menggunakan nilai Ri dan s membuat definisi stabilitas menjadi sempit. Stull (2000) menjelaskan bahwa terdapat kejadian yang sangat membingungkan karena terdapat nilai s yang menunjukkan kondisi stabilitas netral atau bahkan stabil, tetapi kondisi tersebut sangat tidak memungkinkan dikarenakan pada waktu itu memiliki pasokan radiasi yang tinggi sehingga seharusnya kondisi stabilitas dalam kondisi tidak stabil. Oleh karena itu, perlu dilakukannya peninjauan terhadap pergerakan suhu potensial virtual tiap perubahan ketinggian sebagai parameter untuk mengetahui kondisi stabilitas Stabilitas Atmosfer Non Lokal Stabilitas atmosfer non lokal merupakan salah satu cara untuk menghilangkan ambiguitas dalam karakterisasi stabilitas statis (Stull 2000). Penentuan stabilitas non lokal dilakukan dengan mengikuti atau melihat pergerakan suhu potensial virtual secara vertikal sehingga naiknya paket udara akan dapat dilacak. Keutamaan dari penentuan stabilitas non lokal yaitu akan diketahui bagaimana pergerakan parsel udara serta mengetahui kondisi inversi di atmosfer. Pentingnya mengetahui adanya kondisi inversi karena kondisi inversi akan membantu menghambat terbentuknya awan konveksi dan perkembangan badai dapat terhambat (Weaver dan Ramanathan 1997). Berikut stabilitas non lokal dengan profil vertikal suhu potensial virtual.

17 7 yang selanjutnya sebagai patokan waktu untuk mengambil data sounding yang diperlukan. Data curah hujan tersebut diperoleh dari Balai Hidrologi dan Tata Air Pusat Litbang Sumber Daya Air Bandung. Penulis mengambil data sounding tiap 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan dikarenakan data sounding yang tersedia di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) hanya tersedia data untuk tiap 3 jam. Gambar 1 Karakteristik Stabilitas Atmosfer Non Lokal untuk Berbagai Profil Suhu Potensial Virtual (dimodifikasi dari Stull 2000) BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei tahun 2012, lokasi analisis dan pengolahan data bertempat di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. 3.2 Data dan Peralatan Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa: 1. Data radiosonde. Data tersebut diambil dari situs hp. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat komputer dengan software RAOB (Rawinsonde Observation Programs), MINITAB 14 dan Microsoft Excel. 2. Data curah hujan tiap jam untuk daerah studi kasus. Data curah hujan yang digunakan pada wilayah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki tipe hujan monsun. Data curah hujan tiap jam ini digunakan untuk memastikan waktu terjadinya hujan pada suatu wilayah, 3.3 Metode Penelitian Penentuan Indikator untuk Menduga Kejadian Hujan Sangat Lebat dan Ringan 1. Penentuan wilayah kajian. Wilayah yang dianalisis untuk penentuan indikator dan analisis kejadian hujan sangat lebat dan ringan adalah Kecamatan Andong (7 22'14.39"LS '19.17"BT), Kecamatan Tridadi (07 o 47'00''LS o 21'30''BT), Kecamatan Sentolo (07 o 51'36''LS o 13'40'' BT), Kecamatan Wonosegoro (7 17'55.08"LS '33.01"BT), Kecamatan Todanan (6 56'11.60"LS '28.70"BT). Lokasi tersebut digunakan karena dari data yang dimiliki dari Balai Hidrologi dan Tata Air Pusat Litbang Sumber Daya Air Bandung hanya daerah-daerah tersebut yang memiliki intensitas curah hujan dalam kategori sangat lebat dalam 24 jam. Secara topografi, kawasan tersebut berada di sekitar sungai dikarenakan data curah hujan yang digunakan diperoleh dari stasiun pengamatan hidrologi di sekitar sungai. Selain di sekitar sungai, topografi kawasan tersebut berada di pesisir pantai dan gunung. 2. Penentuan waktu terjadinya curah hujan sangat lebat dan ringan. Waktu yang dipilih dalam penentuan prediktor adalah 3 dan 6 jam sebelum kejadian hujan berlangsung. 3. Mengetahui indeks keluaran RAOB dan menggunakan metode nilai ragam dan rataan indeks keluaran RAOB untuk menyetarakan nilai-nilai tiap indeks. Rataan = x n (x x )2 Ragam = n 1

18 8 4. Menghitung koefisien korelasi hubungan antara indeks keluaran RAOB dengan curah hujan sangat lebat. n XY X Y r = n X 2 ( X) 2 n Y (Y) 2 Indeks keluaran RAOB digunakan karena indeks-indeks tersebut menggambarkan kondisi konveksi pada lapisan tertentu di atmosfer. 5. Mengurutkan nilai curah hujan dari yang terkecil ke terbesar untuk masing-masing kategori hujan. 6. Analisis multikolinearitas dengan cara formal (Variance Inflation Factor, VIF). Indikator adanya multikolinearitas dapat ditinjau dari nilai VIF terbesar yang lebih dari Mencari kombinasi persamaan terbaik yang dihasilkan dari indikator 3 dan 6 jam sebelum kejadian hujan serta indikator yang berpotensi lainnya. Misalkan mengkombinasikan indeks yang berkorelasi tinggi pada 3 jam sebelum kejadian hujan digunakan dalam pembentukan persamaan untuk 6 jam sebelum kejadian hujan. Tahapannya dapat dilihat pada Gambar 2(a). Rd/Cp Θ v = Tv 1000 P keterangan: P : Tekanan (mb) Rd/Cp : c. Membuat profil vertikal nilai s, Ri dan nilai suhu potensial virtual d. Penentuan lapisan tidak stabil. Tahapannya dapat dilihat pada Gambar 2(c) Analisis Curah Hujan 1. Penentuan kisaran dan nilai median untuk tiap indeks. Tahapannya dapat dilihat pada Gambar 2(b). 2. Penentuan stabilitas atmosfer a. Nilai unsur-unsur cuaca tiap mandatory level. b. Menentukan nilai parameter stabilitas termal (s) dan Ri, dengan persamaan berikut: s = g dθ v Tv Ri = g Tv ΔΘ v Δz dz (ΔU) 2 (ΔV) 2 dz (Arya 1999) keterangan: Tv : Suhu virtual (K) g : gravitasi (ms -2 ) Θ v : suhu potensial virtual (K) z : ketinggian (m) U dan V mewakili perbedaan angin tiap ketinggian.

19 9 Data curah hujan tiap jam Data sounding 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian Informasi keluaran RAOB (Rawinsonde Observation Programs) Nilai ragam dan rataan dari Indeks keluaran RAOB Kisaran dan Median dari nilai Indeks keluaran RAOB Penentuan unsur-unsur cuaca tiap mandatory level Korelasi antara Indeks keluaran RAOB dengan Curah Hujan untuk mengetahui indikator Curah Hujan Mendeteksi multikolinearitas antar indikator (b) Stabilitas Atmosfer Lokal Stabilitas Termal (s), dan Ri Stabilitas Atmosfer Non Lokal Profil vertikal suhu potensial virtual Memilih persamaan terbaik dari indikator-indikator yang dihasilkan dengan terlebih dahulu mengurutkan nilai curah hujan dari yang terkecil ke terbesar Lapisan tidak stabil dan unsurunsur cuaca tiap mandatory level (c) (a) Gambar 2 Diagram alir penentuan indikator curah hujan (a), kisaran dan median dari indeks keluaran RAOB (b), lapisan tidak stabil dan unsur-unsur cuaca tiap mandatory level (c)

20 10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian pendugaan prediktor untuk analisis curah hujan ini, kondisi cuaca yang diduga prediktornya ialah curah hujan dengan intensitas sangat lebat (curah hujan lebih besar dari 100 mm selama 24 jam). Indeks-indeks yang digunakan sebagai prediktor curah hujan dengan intensitas sangat lebat merupakan output dari perangkat lunak RAOB. Penggunaan indeks tersebut karena setiap indeks menggambarkan adanya pengaruh konveksi dan menduga terjadinya badai. Dua faktor tersebut sangat terkait dengan adanya kejadian hujan konvektif (Soriano et al. 2001). Pada wilayah Indonesia, kejadian hujan dengan intensitas sangat lebat sering terjadi dengan adanya awan Cumulonimbus atau awan konveksi karena wilayah Indonesia berada pada wilayah equator yang selalu mendapatkan radiasi yang tinggi, dengan adanya konveksi akan membantu proses pengangkatan massa udara atau gaya apung parsel udara sehingga akan terkait dengan pembentukan awan (Renno dan Andrew 1995). 4.1 Indikator Curah Hujan Sangat Lebat dan Ringan Indikator dalam menduga curah hujan dengan intensitas sangat lebat dapat diketahui dari hubungan korelasi antara curah hujan dengan indeks keluaran RAOB. Hasil analisis data penelitian ini ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Koefisien korelasi (r) antara curah hujan Sangat Lebat dengan berbagai indeks RAOB Indeks 6 jam 3 jam sebelum kejadian sebelum kejadian VGP-Vorticity Generation Parameter (ms -2 ) CAPE Total (Jkg -1 ) CAPE 0-x km, AGL (Jkg -1 ) NCAPE (Normalized CAPE) (Jkg -1 ) Td - Surface Dewpoint ( 0 C) LFC - Level of Free Convection (m, MSL) EHI - Energy Helicity Index θe max -Delta Theta-e ( 0 C) SI - Showalter Index WBZ - WetBulb Zero Hgt (ft,agl) mb Wind speed (ms -1 ) mb Wind speed (ms -1 ) MDPI - Microburst Day Potential Index TI - Thompson Index srh storm relative Helicity (Jkg -1 ) DCAPE 0-6 km, MSL (Jkg -1 ) GOES HMI (Hybrid Microburst Index) SWEAT Index VT - Vertical Totals S-Index Boyden Index KO-Index mb Dewpoint ( 0 C) K-Index JI - Jefferson Index

21 11 Tabel 12 Lanjutan 6 jam 3 jam Indeks sebelum kejadian sebelum kejadian TT - Total Totals mb lapse rate ( 0 Ckm -1 ) CT - Cross Totals V mb Wind speed (ms -1 ) TQ-Index LI - Lifted Index Cap Strength ( 0 C) Indeks RAOB yang memiliki nilai koefisien korelasi tinggi dengan 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat adalah indeks TQ (-0.55), sedangkan indeks yang memiliki korelasi tinggi untuk 6 jam sebelum kejadian hujan adalah CAPE Total (0.50), Cap Strength (-0.53), dan Vorticity Generation Parameter (0.61) (Tabel 12). Indeks TQ menyampaikan informasi bahwa pada waktu dan tempat tertentu sedang mengalami perkembangan badai. Nilai TQ > 17 menunjukkan perkembangan badai cukup besar dengan angin yang kuat sehingga dengan semakin kuatnya angin maka massa uap air akan berpindah sehingga hujan yang terjadi tidak terlalu tinggi, hal ini sesuai dengan hubungan korelasi yang dihasilkan bernilai negatif. Nilai korelasi CAPE Total terhadap curah hujan dengan intensitas sangat lebat bernilai positif yaitu Hal ini sesuai dengan penelitian Adams dan Enio (2008) yang menunjukkan bahwa hubungan antara nilai CAPE dengan curah hujan bernilai positif untuk kriteria hujan monsun. Nilai CAPE Total untuk 6 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat mencapai 1922 Jkg -1. Nilai tersebut menunjukkan energi yang tersedia bagi parsel udara untuk diangkat secara vertikal (AWS 1990). Semakin tinggi nilai CAPE Total maka awan yang terbentuk akan memiliki ukuran yang tinggi karena pergerakan massa udara ke atas akan semakin cepat dan pembentukan butiran air akan cepat terbentuk sehingga proses kondensasi akan sangat cepat terjadi (Arnason dan Philip 1970). Cap Strength merupakan lapisan inversi yang dapat berfungsi sebagai penetrasi konveksi yang terjadi (Stull 2000). Nilai korelasi Cap Strength dengan curah hujan sangat lebat bernilai negatif, yang berarti bahwa semakin rendahnya nilai Cap Strength, maka kemungkinan kejadian hujan yang sangat lebat akan tinggi. Hujan sangat lebat dikarenakan penetrasi konveksi sangat lemah sehingga pembentukan awan semakin tinggi, dengan semakin tingginya awan maka volume awan dan jumlah air yang dicurahkan semakin tinggi, tetapi tetap diperhitungkan kondisi parameter cuaca lain seperti kelembaban, suhu dan angin. Penetrasi konveksi yang lemah dikarenakan kondisi udara di atas lapisan Cap Strength berupa udara yang dingin dan kering, sehingga semakin lama penundaan massa udara pada lapisan Cap Strength, akan menyebabkan adanya penurunan suhu pada lapisan ini karena pendinginan dari udara di atasnya, dengan semakin menurunnya suhu pada lapisan Cap Strength maka tercipta suatu kondisi dimana suhu parsel akan lebih tinggi dari suhu lapisan Cap Strength, yang berarti parsel udara akan naik melewati lapisan Cap Strength, sehingga pembentukan volume awan akan bertambah besar. Nilai Cap Strength yang semakin besar (>2 0 C) sangat efektif untuk menghambat pengangkatan massa udara sehingga pembentukan badai hanya akan terjadi di sepanjang lapisan Cap Strength. Apabila nilai indeks tersebut kecil (<2 0 C) maka pengangkatan massa udara akan sangat efektif dan kemungkinan akan terjadi badai besar serta awan yang terbentuk akan tinggi (Overshoot CAPE). Indeks lain yang menunjang kejadian badai dan berkorelasi tinggi dengan curah hujan sangat lebat adalah Vorticity Generation Parameter (VGP). Indeks VGP memperkirakan tingkat peregangan vortisitas updraft secara horizontal oleh badai. Menurut penelitian Rasmussen dan Wilhelmson (1983) menyatakan bahwa nilai VGP yang besar dari 0.27 ms -2 akan memungkinkan adanya badai, sedangkan hasil pengamatan nilai VGP untuk 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat dan hujan ringan hanya mencapai ms -2 dan 0.23 ms -2. Badai yang besar menandakan tingginya energi konvektif. Jika energi konvektif yang tersedia tinggi maka

22 12 pembentukan awan semakin tinggi. Nilai koefisien korelasi indeks VGP bernilai positif dengan curah hujan sangat lebat, yang berarti tingginya nilai VGP mengindikasikan suatu titik pengamatan dalam kondisi tekanan sangat rendah dan dikelilingi oleh tekanan tinggi sehingga gerak massa udara akan menuju tekanan rendah dan membentuk pusaran apabila perbedaan kecepatan angin yang tinggi, sehingga menyebabkan adanya updraft yang kuat, tetapi di sisi lain kondisi updraft akan terjadinya downdraft yang tinggi, gaya angin ke bawah inilah (downdraft) yang menyebabkan terjadinya curahan. Indeks yang memiliki hubungan yang kuat saat 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan berbeda dikarenakan kondisi cuaca selalu berubah setiap waktu. Selain itu, harus diperhitungkan adanya indikator lain yang menyebabkan kenaikan massa udara dan kejadian badai seperti keberadaan gunung dan pengaruh pemanasan lokal yang berlebih pada suatu wilayah (Stull 2000). Kedua faktor lokal tersebut tidak diperhitungkan dalam penelitian ini, mengingat sifat cuaca yang selalu berubah-ubah seharusnya hal tersebut harus diperhatikan, karena dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan beberapa daerah yang berbeda topografi. Analisis korelasi menghasilkan indikator untuk membentuk suatu persamaan dalam menduga curah hujan dengan intensitas sangat lebat. Persamaan dibentuk berdasarkan kombinasi terbaik dari indikator yang memiliki nilai korelasi tinggi dengan curah hujan dan mengikutsertakan beberapa indeks yang berkorelasi cukup baik dengan curah hujan sangat lebat agar persamaan yang dihasilkan akan lebih baik. Persamaan yang dibentuk untuk 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat terlihat pada Tabel 13. Persamaan yang dihasilkan untuk 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat memiliki nilai R 2 sebesar 43.2%, koefisien determinasi yang dihasilkan tergolong sedang atau tingkat hubungan antara indikator (x) yang menjelaskan peubah y (curah hujan) tersebut belum kuat untuk menduga curah hujan sangat lebat karena terdapat 56.8% keragaman data curah hujan sangat lebat dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui, sedangkan persamaan yang dihasilkan untuk 6 jam sebelum hujan sangat lebat memiliki nilai R 2 yang baik yaitu 65.9%. Nilai R 2 tersebut menunjukkan bahwa keragaman data curah hujan sangat lebat dapat dijelaskan dari indikator-indikator pembentuk persamaan yang dihasilkan. Kurang baiknya persamaan yang dihasilkan untuk 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat dikarenakan nilai indeks CAPE Total untuk kedua kejadian tidak menunjukkan keteraturan, sebagai contoh nilai CAPE Total yang didapat untuk curah hujan sangat lebat sebesar 737 Jkg -1 sedangkan nilai CAPE Total untuk curah hujan ringan sebesar 780 Jkg -1. Selain itu, nilai indeks yang dihasilkan oleh RAOB saling berhubungan antar sesama indeksnya dalam hal penentuan badai konveksi dan persamaan yang digunakan sehingga terjadi multikolinearitas antar variabel bebas di dalam persamaan, walaupun pada penentuan multikolinearitas nilai FIR kurang dari 10. Sesuai dengan penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Hestika (2010) tentang hubungan indeks Total Totals terhadap curah hujan yang menyatakan bahwa indeks tersebut tidak dapat mengindikasikan peluang terjadinya hujan tetapi harus melihat syaratsyarat terjadinya hujan seperti suhu, kelembaban dan kandungan uap air di atmosfer. Pola kecenderungan antara curah hujan dan indeks keluaran RAOB bervariasi, ada kejadian di mana curah hujan sangat lebat yang diikuti dengan indeks yang tinggi dan sebaliknya. Penyebab lain dari kurang baiknya nilai koefisien determinasi untuk persamaan 3 jam sebelum kejadian hujan sangat lebat yaitu data sounding yang digunakan berbentuk grid. Data grid NOAA memiliki resolusi data spasial 2.5 o x 2.5 o atau km x km sedangkan data titik yang merupakan data dari stasiun penakar curah hujan hanya mewakili luasan wilayah dengan radius 75 km x 75 km, Tabel 13 Model regresi dan nilai R-Sq curah hujan sangat lebat Kejadian Model Regresi R-Sq (%) 3 Jam sebelum hujan sangat lebat CH = TQ CAP 73 VGP V TT JI Jam sebelum hujan sangat lebat CH = CAP VGP 0.17 TQ Td LFC 65.9

23 13 sehingga luasan wilayah dengan menggunakan data grid belum mewakili kondisi atmosfer pada luasan wilayah terjadinya hujan, maka perlu pengambilan beberapa data sounding yang mungkin dapat mewakili luasan wilayah dan kejadian atmosfer sebenarnya. Cara lain yang mungkin dapat digunakan untuk mengantisipasi hal itu adalah asimilasi data. Asimilasi data merupakan teknik pencampuran data dari sumber berbeda dengan tujuan untuk memproduksi seperangkat data baru yang konsisten dengan keadaan atmosfer. Asimilasi data diperlukan karena sebuah model terdiri dari sejumlah persamaan matematika yang didefinisikan untuk mewakili berbagai variabel melalui proses tertentu. Asimilasi data membutuhkan parameter seperti suhu permukaan. Data tersebut akan digunakan sebagai input karena dalam asimilasi data akan mengkombinasikan variabel-variabel pengamatan dengan hasil dari model (Subarna et al. 2008). Salah satu sistem yang telah tersedia untuk asimilasi data adalah 3DVAR dan WRF (Barker et al dalam Subarna et al. 2008). Sistem tersebut berisi kode-kode yang dirancang untuk menjadi sebuah sistem asimilasi data yang cukup fleksibel dalam mengikuti berbagai penelitian. Diharapkan dengan asimilasi data, kinerja suatu model atmosfer akan dapat merepresentasikan proses-proses yang terjadi di atmosfer yang sesungguhnya. Selain memprediksi kejadian hujan sangat lebat, dilakukan pula prediksi untuk mengetahui persamaan dalam menduga curah hujan ringan. Tabel 14 yang menyajikan nilai korelasi antara indeks keluaran RAOB terhadap curah hujan ringan observasi untuk 3 jam dan 6 jam sebelum kejadian hujan. Tabel 14 Koefisien korelasi (r) antara curah hujan Ringan dengan berbagai indeks RAOB Indeks 3 jam 6 jam sebelum kejadian sebelum kejadian K-Index JI - Jefferson Index GOES HMI (Hybrid Microburst Index) TI - Thompson Index S-Index Cap Strength ( 0 C) KO-Index WBZ - WetBulb Zero Hgt (ft,agl) TQ-Index CT - Cross Totals LI - Lifted Index TT - Total Totals V mb Wind speed (ms -1 ) mb Dewpoint ( 0 C) VT - Vertical Totals SWEAT Index mb Wind speed (ms -1 ) Surface Dewpoint ( 0 C) srh storm relative Helicity (Jkg -1 ) mb lapse rate ( 0 Ckm -1 ) Boyden Index EHI - Energy Helicity Index LFC - Level of Free Convection (m, MSL) VGP-Vorticity Generation Parameter (ms -2 )

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Analisa Data Radiosonde untuk Mengetahui Potensi Kejadian Badai Guntur di Bandar Udara El Tari Kupang

Analisa Data Radiosonde untuk Mengetahui Potensi Kejadian Badai Guntur di Bandar Udara El Tari Kupang Analisa Data Radiosonde untuk Mengetahui Potensi Kejadian Badai Guntur di Bandar Udara El Tari Kupang Meilani 1, Abdul Wahid 2, Bernandus 2 1 Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknik Undana, Kupang 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuaca merupakan faktor yang sangat penting untuk diamati karena parameternya berlangsung dinamis secara terus menerus.selain itu juga cuaca merupakan faktor lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS PROFIL CAPE (CONVECTIVE AVAILABLE POTENTIAL ENERGY) RADIOMETER SELAMA KEGIATAN INTENSIVE OBSERVATION PERIOD (IOP) DI DRAMAGA BOGOR

ANALISIS PROFIL CAPE (CONVECTIVE AVAILABLE POTENTIAL ENERGY) RADIOMETER SELAMA KEGIATAN INTENSIVE OBSERVATION PERIOD (IOP) DI DRAMAGA BOGOR Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.17 No.2, 2016: 83-89 83 ANALISIS PROFIL CAPE (CONVECTIVE AVAILABLE POTENTIAL ENERGY) RADIOMETER SELAMA KEGIATAN INTENSIVE OBSERVATION PERIOD (IOP) DI DRAMAGA

Lebih terperinci

PEMODELAN TLCL DAN TcCL UNTUK KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODA SKEW-T PLOTTING Toni Samiaji Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN

PEMODELAN TLCL DAN TcCL UNTUK KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODA SKEW-T PLOTTING Toni Samiaji Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN PEMODELAN TLCL DAN TcCL UNTUK KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODA SKEW-T PLOTTING Toni Samiaji Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN ABSTRACT Simple model has been made to predict temperature

Lebih terperinci

KAJIAN INDEKS STABILITAS ATMOSFER TERHADAP KEJADIAN HUJAN LEBAT DI WILAYAH MAKASSAR (STUDI KASUS BULAN DESEMBER )

KAJIAN INDEKS STABILITAS ATMOSFER TERHADAP KEJADIAN HUJAN LEBAT DI WILAYAH MAKASSAR (STUDI KASUS BULAN DESEMBER ) KAJIAN INDEKS STABILITAS ATMOSFER TERHADAP KEJADIAN HUJAN LEBAT DI WILAYAH MAKASSAR (STUDI KASUS BULAN DESEMBER 2013 2014) Faqih Nurrohman*, Bayong Tjasyono Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Salah satu masalah dalam memahami atmosfer adalah kita harus melihat atmosfer dalam tiga dimensi, kebanyakan alat bantu dalam analisis meteorologi hanya memilki dua

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. Sebagian besar Wilayah Jawa Timur sudah mulai memasuki musim kemarau pada bulan Mei 2014. Termasuk wilayah Sidoarjo dan

Lebih terperinci

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB. 6 menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB. 3.4. Pengolahan Data Proses pengolahan data diawali dengan menginput data kedalam software RAOB. Data hasil RAOB

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan)

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan) KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan) Qoriana Maulani 1, Jakarta 2 Badan Meteorologi Klimatologi dan

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

VARIASI DIURNAL CUACA EKSTREM SELAMA PERIODE INTENSIVE OBSERVATIONAL PERIOD (IOP) 2015 (STUDI KASUS : BOGOR JAWA BARAT) DWI RAHMAWATI

VARIASI DIURNAL CUACA EKSTREM SELAMA PERIODE INTENSIVE OBSERVATIONAL PERIOD (IOP) 2015 (STUDI KASUS : BOGOR JAWA BARAT) DWI RAHMAWATI VARIASI DIURNAL CUACA EKSTREM SELAMA PERIODE INTENSIVE OBSERVATIONAL PERIOD (IOP) 2015 (STUDI KASUS : BOGOR JAWA BARAT) DWI RAHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

ANALISIS PROFIL VERTIKAL SUHU DAN ANGIN SELAMA SIKLON TROPIS BAKUNG DI BEBERAPA STASIUN METEOROLOGI INDONESIA

ANALISIS PROFIL VERTIKAL SUHU DAN ANGIN SELAMA SIKLON TROPIS BAKUNG DI BEBERAPA STASIUN METEOROLOGI INDONESIA ANALISIS PROFIL VERTIKAL SUHU DAN ANGIN SELAMA SIKLON TROPIS BAKUNG DI BEBERAPA STASIUN METEOROLOGI INDONESIA Yunita 1,2 Achmad Zakir 1,2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA I. INFORMASI KEJADIAN LOKASI TANGGAL DAMPAK Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 02 November 2017 jam 23.50

Lebih terperinci

ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN RAOB BERDASARKAN PENGAMATAN RADIOSONDE DENGAN KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI POLONIA

ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN RAOB BERDASARKAN PENGAMATAN RADIOSONDE DENGAN KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI POLONIA 1 ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN RAOB BERDASARKAN PENGAMATAN RADIOSONDE DENGAN KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI POLONIA SKRIPSI DEASSY E D DOLOKSARIBU 130821026 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017 ANALISIS KEJADIAN CUACA

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI KEJADIAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS HUJAN STASIUN SEDANG METEOROLOGI &

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG

STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI SUMATERA BARAT MENGAKIBATKAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KOTA PADANG TANGGAL 16 JUNI 2016

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI SUMATERA BARAT MENGAKIBATKAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KOTA PADANG TANGGAL 16 JUNI 2016 ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI SUMATERA BARAT MENGAKIBATKAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KOTA PADANG TANGGAL 16 JUNI 2016 Eka Suci Puspita W. (1) Yudha Nugraha (2) Stasiun Meteorologi Klas

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA STASIUN EKSTRIM METEOROLOGI TERKAIT

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM TERKAIT KEJADIAN HUJAN LEBAT DAN BANJIR DI PULAU BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA - BELITUNG TANGGAL 11 MARET 2018

ANALISIS CUACA EKSTRIM TERKAIT KEJADIAN HUJAN LEBAT DAN BANJIR DI PULAU BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA - BELITUNG TANGGAL 11 MARET 2018 BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171 P.O.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Suaydhi 1) dan M. Panji Nurkrisna 2) 1) Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. 2) Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA,

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI PULAU BANGKA TANGGAL 07 FEBRUARI 2016

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI PULAU BANGKA TANGGAL 07 FEBRUARI 2016 BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir, PangkalPinang 33171 P.O.

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTREM HUJAN ES DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS TANGGAL 26 JULI 2015 DAN 12 SEPTEMBER 2016)

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTREM HUJAN ES DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS TANGGAL 26 JULI 2015 DAN 12 SEPTEMBER 2016) Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTREM HUJAN ES DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS TANGGAL

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN Alamat : Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin Telp. (0511) 4705198, Fax. (0511) 4705098 ANALISIS KEJADIAN ANGIN

Lebih terperinci

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 )

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 ) BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KECAMATAN TALAMAU, PASAMAN BARAT TANGGAL 26 NOVEMBER 2016

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KECAMATAN TALAMAU, PASAMAN BARAT TANGGAL 26 NOVEMBER 2016 ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KECAMATAN TALAMAU, PASAMAN BARAT TANGGAL 26 NOVEMBER 2016 Eka Suci Puspita W. (1) Herlan Widayana (2) Stasiun Meteorologi Klas II Minangkabau

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR WILAYAH PASAR YOUTEFA JAYAPURA DAN SEKITARNYA TANGGAL 07 JANUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017 ANALISA

Lebih terperinci

KAJIAN METEOROLOGI SAAT PENYIMPANGAN HUJAN HARIAN DI AMBON PADA BULAN JULI 2014

KAJIAN METEOROLOGI SAAT PENYIMPANGAN HUJAN HARIAN DI AMBON PADA BULAN JULI 2014 KAJIAN METEOROLOGI SAAT PENYIMPANGAN HUJAN HARIAN DI AMBON PADA BULAN JULI 2014 Ruth Christie M, Jakarta Email : ruthchristiee@gmail.com Abstrak Daerah Maluku merupakan bagian dari kepulauan negara maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Rata-rata curah hujan bulanan di Jakarta (data dari BMKG Jakarta, ) Hujan Petir di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Rata-rata curah hujan bulanan di Jakarta (data dari BMKG Jakarta, ) Hujan Petir di Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Keadaan Iklim di Jakarta Jakarta adalah kota terbesar sekaligus ibukota Indonesia. Secara geografis, Jakarta terletak pada 6.12º LS dan 106.65º BT. Jakata memiliki iklim tropis lembab

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG KUPANG, 12 JANUARI 2017 OUTLINE ANALISIS DINAMIKA SKALA GLOBAL Gerak

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171 P.O.

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA EKSTRIM ANGIN PUTING BELIUNG DI PEMALANG TANGGAL 01 JUNI Stasiun Meteorologi Nabire

ANALISIS KONDISI CUACA EKSTRIM ANGIN PUTING BELIUNG DI PEMALANG TANGGAL 01 JUNI Stasiun Meteorologi Nabire ANALISIS KONDISI CUACA EKSTRIM ANGIN PUTING BELIUNG DI PEMALANG TANGGAL 01 JUNI 2017 BADAN Eusebio METEOROLOGI Andronikos Sampe, DAN GEOFISIKA S.Tr STASIUN PMG METEOROLOGI Pelaksana Lanjutan NABIRE Stasiun

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 ) NALIS BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015)

ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015) Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi

Lebih terperinci

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com www.news.detik.com STASIUN KLIMATOLOGI KELAS II JEMBRANA - BALI JUNI 2017 ANALISIS KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal Maret 2018)

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal Maret 2018) ANALISIS CUACA EKSTRIM DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal 04-05 Maret 2018) Adi Saputra Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II Bandar Lampung Email : adi.bmkgsorong7@gmail.com ABSTRAK Cuaca Ektrim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 2 Diagram alir penelitian. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer 4.1.1 Identifikasi Stabilitas Atmosfer Harian Faktor yang menyebabkan pergerakan vertikal udara antara lain

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI DUSUN WAYARENG DESA MULYOSARI KEC.BUMI AGUNG KAB. LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 18 Februari 2018)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI DUSUN WAYARENG DESA MULYOSARI KEC.BUMI AGUNG KAB. LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 18 Februari 2018) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI DUSUN WAYARENG DESA MULYOSARI KEC.BUMI AGUNG KAB. LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 18 Februari 2018) Adi Saputra Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II

Lebih terperinci

STUDI INDEKS STABILITAS UDARA TERHADAP PREDIKSI KEJADIAN... BADAI GUNTUR (THUNDERSTORM) DI WILAYAH STASIUN METEOROLOGI CENGKARENG BANTEN

STUDI INDEKS STABILITAS UDARA TERHADAP PREDIKSI KEJADIAN... BADAI GUNTUR (THUNDERSTORM) DI WILAYAH STASIUN METEOROLOGI CENGKARENG BANTEN STUDI INDEKS STABILITAS UDARA TERHADAP PREDIKSI KEJADIAN BADAI GUNTUR (THUNDERSTORM) DI WILAYAH STASIUN METEOROLOGI CENGKARENG BANTEN A STUDY OF STABILITY INDICES TO THE PREDICTION OF THUNDERSTORM EVENT

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM ANGIN KENCANG (22 Knot)

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

KONDISI ATMOSFER KETIKA SEBARAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI SEKITAR STASIUN METEOROLOGI KUALANAMU

KONDISI ATMOSFER KETIKA SEBARAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI SEKITAR STASIUN METEOROLOGI KUALANAMU KONDISI ATMOSFER KETIKA SEBARAN ABU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DI SEKITAR STASIUN METEOROLOGI KUALANAMU Cristine Widya S *1, Wahyu Subektyo 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2 Badan

Lebih terperinci

KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DESEMBER 2007 SAMPAI JANUARI 2008 DI KABUPATEN BOJONEGORO

KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DESEMBER 2007 SAMPAI JANUARI 2008 DI KABUPATEN BOJONEGORO KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DESEMBER 2007 SAMPAI JANUARI 2008 DI KABUPATEN BOJONEGORO ATMOSPHERIC CONDITIONS ON THE OCCURRENCE OF FLOODS ON DECEMBER 2007 UNTIL JANUARY 2008 IN THE DISTRICT BOJONEGORO

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN LEBAT DI WILAYAH AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH (21 APRIL 2017)

ANALISIS HUJAN LEBAT DI WILAYAH AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH (21 APRIL 2017) BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI AMAHAI Jl. Bandara Amahai Telp 091421398 FAX : 091421398 Kab.Maluku Tengah MALUKU 97551 E-MAIL : meteorologiamahai@gmail.com ANALISIS HUJAN

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BMKG BMKG I. INFORMASI KEJADIAN

BMKG BMKG I. INFORMASI KEJADIAN BMKG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II CIPUTAT JL. H.Abdulgani No. 05, Kampung Bulak, Cempakaputih, Ciputat Timur, Po. Box: 39/15412

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN BMKG Bandara H.AS. Hanandjoeddin Tanjungpandan 33413 Telp. : 07199222015 Email: stamettdn@yahoo.com IDENTIFIKASI CUACA TERKAIT

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Radiosonde adalah alat untuk mengukur tekanan, suhu, arah dan kecepatan angin dan kelembaban udara diberbagai lapisan udara. alat tersebut berfungsi sebagai alat

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI KENDARI

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI KENDARI ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI KENDARI TANGGAL 01 MARET 2017 Eusebio Andronikos Sampe, S.Tr BALAI BESAR METEOROLOGI PMG DAN Pelaksana GEOFISIKA Lanjutan WILAYAH V STASIUN Stasiun METEOROLOGI

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA

STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI GALELA HALMAHERA UTARA TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 OLEH : RUDI BAMBANG HARYONO, A.Md GALELA 2017 ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Kasus Tanggal 29 Desember 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Kasus Tanggal 29 Desember 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Kasus Tanggal 29 Desember 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II Bandar Lampung Email : adi.bmkgsorong7@gmail.com

Lebih terperinci

PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun Meteorologi Nabire

PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun Meteorologi Nabire ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN KENCANG DI KECAMATAN UNDAAN KABUPATEN KUDUS BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA TANGGAL 13 MARET 2017 STASIUN Eusebio METEOROLOGI Andronikos Sampe, NABIRE S.Tr PMG Pelaksana Lanjutan

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten

Lebih terperinci

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI Pembentukan Hujan 1 1. Pengukuran dan analisis data hujan 2. Sebaran curah hujan menurut ruang dan waktu 3. Distribusi curah hujan dan penyebaran awan 4. Fenomena iklim (ENSO dan siklon tropis) KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016 TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016 I. PENDAHULUAN Merdeka.com - Bencana banjir bandang dan tanah longsor dilaporkan terjadi di kawasan wisata Air

Lebih terperinci

Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es (Hail)

Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es (Hail) SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem Hujan Es (Hail) Akhmad Fadholi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika,

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN PUTING BELIUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TANGGAL 14 MARET Stasiun Meteorologi Nabire

ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN PUTING BELIUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TANGGAL 14 MARET Stasiun Meteorologi Nabire ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN PUTING BELIUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TANGGAL 14 MARET 2017 BADAN Eusebio METEOROLOGI Andronikos Sampe, DAN GEOFISIKA S.Tr STASIUN PMG METEOROLOGI Pelaksana Lanjutan NABIRE

Lebih terperinci

POTENSI ATMOSFER DALAM PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF PADA PELAKSANAAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI DAS KOTOPANJANG DAN DAS SINGKARAK 2010

POTENSI ATMOSFER DALAM PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF PADA PELAKSANAAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI DAS KOTOPANJANG DAN DAS SINGKARAK 2010 9 POTENSI ATMOSFER DALAM PEMBENTUKAN AWAN KONVEKTIF PADA PELAKSANAAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DI DAS KOTOPANJANG DAN DAS SINGKARAK 21 Djazim Syaifullah 1 Abstract Study the potential of the atmosphere

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI PACET MOJOKERTO TANGGAL 19 FEBRUARI 2018

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI PACET MOJOKERTO TANGGAL 19 FEBRUARI 2018 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

Kajian pendahuluan analisis peramalan thunderstorm untuk penyusunan indeks dasar adaptasi kegiatan pertambakan (Suatu tinjauan meteorologi di Jakarta)

Kajian pendahuluan analisis peramalan thunderstorm untuk penyusunan indeks dasar adaptasi kegiatan pertambakan (Suatu tinjauan meteorologi di Jakarta) Kajian pendahuluan analisis peramalan thunderstorm untuk penyusunan indeks dasar adaptasi kegiatan pertambakan (Suatu tinjauan meteorologi di Jakarta) A preliminary study on analysis of thunderstorm forecasting

Lebih terperinci

ANALISIS ANGIN KENCANG DI KOTA BIMA TANGGAL 08 NOVEMBER 2016

ANALISIS ANGIN KENCANG DI KOTA BIMA TANGGAL 08 NOVEMBER 2016 BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Keywords : Cumulonimbus, Thunderstorm, Stability indices, Threshold

Keywords : Cumulonimbus, Thunderstorm, Stability indices, Threshold PENENTUAN NILAI AMBANG INDEKS STABILITAS UDARA UNTUK KEJADIAN AWAN CUMULONIMBUS DAN THUNDERSTORM DI STASIUN METEOROLOGI HASANUDDIN MAROS Agusmin Hariansah 1,2, Endarwin 2 1 Stasiun Meteorologi Bandaneira

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN KENCANG DI RANTEPAO TANA TORAJA TANGGAL 16 MARET Stasiun Meteorologi Nabire

ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN KENCANG DI RANTEPAO TANA TORAJA TANGGAL 16 MARET Stasiun Meteorologi Nabire ANALISIS CUACA TERKAIT ANGIN KENCANG DI RANTEPAO TANA TORAJA TANGGAL 16 MARET 2017 BADAN Eusebio METEOROLOGI Andronikos Sampe, DAN GEOFISIKA S.Tr STASIUN PMG METEOROLOGI Pelaksana Lanjutan NABIRE Stasiun

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Kejadian Hujan Sangat Lebat di Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Menggunakan Metode Analisis Parameter Sounding

Analisis Karakteristik Kejadian Hujan Sangat Lebat di Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Menggunakan Metode Analisis Parameter Sounding Analisis Karakteristik Kejadian Hujan Sangat Lebat di Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Menggunakan Metode Analisis Parameter Sounding Analysis of Characteristic of Very Heavy Rainfall in Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Keywords: Heavy Rain, Air Lability, Meteorological Parameters. Kata kunci : Hujan Lebat, Labilitas Udara, Parameter Meteorologi,

Keywords: Heavy Rain, Air Lability, Meteorological Parameters. Kata kunci : Hujan Lebat, Labilitas Udara, Parameter Meteorologi, ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER PADA KEJADIAN HUJAN LEBAT DI PULAU BIAK DITINJAU DARI LABILITAS UDARA MEMANFAATKAN HASIL PENGAMATAN UDARA ATAS DAN DATA REANALYSIS Hede Jacobeth Mangngi Uly, R. Theodorus Agus

Lebih terperinci

ABSTRAK PREDIKSI HUJAN UNTUK WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN METODE DATA MINING POHON KEPUTUSAN C4.5 Oleh I Ketut Wisnu Wardhana

ABSTRAK PREDIKSI HUJAN UNTUK WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN METODE DATA MINING POHON KEPUTUSAN C4.5 Oleh I Ketut Wisnu Wardhana ABSTRAK PREDIKSI HUJAN UNTUK WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN METODE DATA MINING POHON KEPUTUSAN C4.5 Oleh I Ketut Wisnu Wardhana 14.15.0038 Informasi cuaca sudah menjadi suatu kebutuhan masyarakat saat ini.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK INDEX U-3 PADA HARI-HARI DENGAN CURAH HUJAN LEBIH DARI 5mm PADA BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

KARAKTERISTIK INDEX U-3 PADA HARI-HARI DENGAN CURAH HUJAN LEBIH DARI 5mm PADA BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA Karakteristik indeks U-3 pada hari-hari dengan curah hujan lebih dari 5 mm. (Haryanto) 137 KARAKTERISTIK INDEX U-3 PADA HARI-HARI DENGAN CURAH HUJAN LEBIH DARI 5mm PADA BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA Untung

Lebih terperinci

PREDIKSI CUACA JANGKA PENDEK BERDASARKAN DATA RADIOSONDE DAN NUMERICAL WEATHER PREDICTION (NWP)

PREDIKSI CUACA JANGKA PENDEK BERDASARKAN DATA RADIOSONDE DAN NUMERICAL WEATHER PREDICTION (NWP) PREDIKSI CUACA JANGKA PENDEK BERDASARKAN DATA RADIOSONDE DAN NUMERICAL WEATHER PREDICTION (NWP) Indra Kusuma Wardani Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Email : stamet.mali@gmail.com Telp. : (0386) 2222820 Fax. : (0386) 2222820

Lebih terperinci

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co. ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.id) STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I DELI SERDANG NOVEMBER 2017 ANALISIS

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA VERTICAL WIND SHEAR PROFILE ON SQUALL LINE EVENT IN SUMATERA WEST COASTAL INDIAN OCEAN Herlan Widayana 1),

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI KABUPATEN SOLOK TANGGAL 4 JULI 2016

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI KABUPATEN SOLOK TANGGAL 4 JULI 2016 ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI KABUPATEN SOLOK TANGGAL 4 JULI 2016 I. DATA CURAH HUJAN Ditakar pada 05 Juli 2016 pada pukul 00.00 UTC Stasiun Curah Hujan (mm/24jam) Stamet Minangkabau 0 Stamar

Lebih terperinci