PERENCANAAN DAN ANALISIS STRUKTUR GELADAK JEMBATAN GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM) KAYU MAHONI ISTIANA FADILAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN DAN ANALISIS STRUKTUR GELADAK JEMBATAN GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM) KAYU MAHONI ISTIANA FADILAH"

Transkripsi

1 PERENCANAAN DAN ANALISIS STRUKTUR GELADAK JEMBATAN GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM) KAYU MAHONI ISTIANA FADILAH DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan dan Analisis Struktur Geladak Jembatan Glued Laminated Timber (Glulam) Kayu Mahoni adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Istiana Fadilah NIM F

4 ABSTRAK ISTIANA FADILAH. Perencanaan dan Analisis Struktur Geladak Jembatan Glued Laminated Timber (Glulam) Kayu Mahoni. Dibimbing oleh ERIZAL. Permasalahan lingkungan yang saat ini terjadi merupakan isu global yang juga berdampak pada bidang pembangunan. Saat ini, kayu menjadi salah satu material yang disarankan sebagai pengganti material beton. Selain kekuatan kayu yang dapat bersaing dengan beton, kayu juga merupakan material terbarukan yang ramah lingkungan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merancang jembatan glulam, menguji defleksi yang terjadi pada material yang telah direncanakan, serta menganalisis struktur rancangan. Penelitian ini diawali dengan perencanaan balok dan geladak jembatan glulam. Setelah didapat ketebalan geladak yang sesuai, kemudian dibuat benda uji untuk memperoleh data primer modulus elastisitas dari beberapa ketebalan yang berbeda. Setelah didapat data primer, selanjutnya dilakukan analisis struktur jembatan dengan menggunakan software SAP2000 versi 14. Dari perencanaan geladak jembatan didapat dimensi cm x cm x 18 cm, nilai kuat lentur kg/cm 2 dan defleksi 0.24 cm. Hasil rancangan ini sudah memenuhi ketentuan tegangan-tegangan izin yang diperbolehkan, yaitu kurang dari kg/cm 2 untuk kuat lentur balok dan kg/cm 2 untuk kuat lentur geladak. Defleksi yang didapat dari permodelan SAP2000 versi 14 adalah 0.30 in untuk ketebalan 18 cm, 0.12 in untuk ketebalan 15 cm, dan 0.09 in untuk ketebalan 12 cm. Defleksi yang memenuhi syarat maksimum perencanaan adalah ketebalan geladak 12 cm. Kata kunci: Defleksi, Glulam, Jembatan, Modulus Elastisitas, SAP2000 versi 14 ABSTRACT ISTIANA FADILAH. Design and Structure Analysis of Mahogany Glued Laminated Timber (Glulam) Bridge Deck. Supervised by ERIZAL. Environmental problem is a global issue that also affect the construction aspect.wood is suggested to be concrete substitute. Wood has same strength as concrete, besides wood is renewable material. This research aim to design glulam bridge, test the deflection, and analyze the structure. This research is started by designing bridge beam and deck. After designing the deck thickness, then glulam sample is made, that sample will be tested to get primary data of mudulus elasticity. This modulus elasticity is used to analyze the structure deflection using SAP2000 version 14 software. From deck design, deck dimension in cm x cm x 18 cm, bending value is kg/cm 2 and deflection is 0.24 in. These results have met the requirement for each value, kg/cm 2 for beam bending value and kg/cm 2 for deck bending value. Deflection from SAP2000 version 14 analysis are 0.30 in for deck thickness 18 cm, 0.12 in for deck thickness 15 cm, and 0.09 in for deck thickness 12 cm. Deflection of deck thickness 12 cm has fulfilled the maksimum deflection requirement. Keywords: Bridge, Deflection, Glulam, Modulus Elasticity, SAP2000 version 14

5 PERENCANAAN DAN ANALISIS STRUKTUR GELADAK JEMBATAN GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM) KAYU MAHONI ISTIANA FADILAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Perencanaan dan Analisis Struktur Geladak Jembatan Glued Laminated Timber (Glulam) Kayu Mahoni Nama : Istiana Fadilah NIM : F Disetujui oleh Dr. Ir. Erizal, M.Agr Pembimbing Diketahui oleh Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Perencanaan dan Analisis Struktur Geladak Jembatan Glued Laminated Timber (Glulam) Kayu Mahoni berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 bertempat di Kampus IPB Darmaga Bogor. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr.Ir.Erizal,M.Agr selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan yang bermanfaat sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. 2. Semua pihak yang membantu dan mendukung berjalannya penelitian (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Departemen Teknologi Hasil Hutan) 3. Ayah dan ibu, serta kakak atas semua semangat, dukungan dan kasih sayang yang diberikan. 4. Ria Ardianti Pedesi, Eko Riyandi Ginting, dan Christopher PJ Haba sebagai teman satu bimbingan atas kerja sama dan kebersamaan serta saran yang membangun selama ini. 5. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2010 atas motivasi, masukan, semangat, dan dukungan yang diberikan. Penulis sadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, saran dan kritik penulis harapkan sebagai masukan yang berharga untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Penulis harap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bogor, Agustus 2014 Istiana Fadilah

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Jembatan 2 Standar Pembebanan 4 Kayu Laminasi 5 Kayu Mahoni 8 METODE 9 Bahan 10 Alat 10 Prosedur Analisis Data 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Perencanaan dan Analisis Struktur Geladak Jembatan 17 Pengujian Material Geladak 27 Analisis Struktur Geladak dengan SAP2000 versi SIMPULAN DAN SARAN 31 Simpulan 31 Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 31 LAMPIRAN 33 RIWAYAT HIDUP 37

10 DAFTAR TABEL 1 Kuat lentur kayu sengon 7 2 Kuat lentur kayu kelapa 7 3 Kuat lentur kayu laminasi 8 4 Spesifikasi kayu berdasarkan kelas kuat 8 5 Tegangan izin kayu berdasarkan kelas kuat 9 6 Faktor ukuran panel 13 7 Faktor layan basah 13 8 Rekapitulasi hasil perhitungan 25 9 Hasil perencanaan geladak Hasil uji lentur dan modulus elastisitas 27 DAFTAR GAMBAR 1 Model jembatan geladak glulam 4 2 Beban roda truk U Sebaran beban roda searah geladak 11 4 Sebaran beban roda tegak lurus bentang geladak 11 5 Beban mati pada geladak 12 6 Momen maksimum akibat beban hidup pada 17.31<S< Penyusunan lamina 15 8 Proses pelaburan perekat 15 9 Proses pengempaan Finishing kayu laminasi Uji lentur kayu Skema perhitungan momen akibat beban hidup Skema perhitungan gaya geser horizontal akibat beban hidup Skema perhitungan tegangan lentur kerb Skema perhitungan tegangan geser kerb Ilustrasi kendaraan yang dapat melewati jembatan dalam satu waktu Defleksi pada jembatan Defleksi pada panel geladak 29 DAFTAR LAMPIRAN 1 Bagan alir tahapan dan prosedur penelitian 33 2 Skema jembatan 34 3 Skema 3D jembatan 35 4 Visualisasi hasil perhitungan 36

11

12

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan lingkungan yang saat ini terjadi merupakan isu global yang juga berdampak pada bidang pembangunan, tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Beton dianggap sebagai salah satu material yang tidak ramah lingkungan saat ini. Selain dapat mengurangi daerah resapan air, proses pembuatan beton itu sendiri menghasilkan limbah yang membahayakan lingkungan. Saat ini, kayu menjadi salah satu material yang disarankan sebagai pengganti material beton. Selain kekuatan yang dapat bersaing dengan beton, kayu juga merupakan material terbarukan yang ramah lingkungan. Kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu rakyat dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dengan kondisi kurang baik, seperti memiliki cacat kayu dan tingkat keawetan yang lebih rendah dibanding kayu alami. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang sesuai dengan rencana adalah dengan teknik laminasi. Saat ini telah dikembangkan produkproduk kayu laminasi yang memiliki kekuatan sebanding dengan beton bahkan lebih. Kayu laminasi merupakan salah satu produk kayu yang saat ini sedang dikembangkan di negara-negara maju. Rekayasa kayu yang saat ini sudah sangat maju dapat menciptakan produk-produk kayu laminasi yang lebih kuat dan awet. Kayu laminasi sering digunakan sebagai bahan utama bangunan anti gempa di negara-negara maju. Saat ini, kayu laminasi juga sudah mulai digunakan sebagai material jembatan. Salah satu kayu rakyat yang sering digunakan sebagai material konstruksi adalah kayu mahoni. Kayu mahoni dipilih karena kekuatannya yang cukup tinggi dan ketersediaannya yang cukup banyak di pasaran. Kayu mahoni termasuk ke dalam kelas kuat II dan penyebarannya banyak terdapat di Pulau Jawa. Pada tahun 2003 jumlah pohon mahoni di Jawa yang dikuasai oleh rumah tangga mencapai 39.9 juta pohon sedangkan yang dikuasai oleh rumah tangga usaha sebanyak 24 juta (Departemen Kehutanan, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa potensi kayu mahoni di Indonesia sebagai bahan struktur dan infrastruktur cukup menjanjikan. Penelitian ini dilakukan untuk merancang geladak jembatan glulam. Faktorfaktor pembebanan yang sesuai ditentukan agar jembatan glulam ini dapat dilalui kendaraan-kendaraan berat. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk merancang jembatan glulam, menguji defleksi yang terjadi pada perencanaan material, serta menganalisis struktur rancangan.

14 2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, beberapa rumusan masalah didapat sebagai berikut: 1. Bagaimana tahapan perencanaan geladak jembatan glulam? 2. Apakah ketebalan geladak yang lebih kecil berarti lebih efisien? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Merancang dimensi geladak jembatan glulam 2. Menguji defleksi yang terjadi akibat pembebanan pada rancangan 3. Menganalisis struktur geladak jembatan pada rancangan Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan untuk menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan pemanfaatan kayu laminasi. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya akan merancang geladak jembatan glulam yang kemudian akan dibuat benda ujinya dengan variasi ketebalan tertentu. Benda uji tersebut akan diuji lentur dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) untuk mendapat nilai beban maksimum dan defleksi untuk menghitung modulus elastisitas. Modulus elastisitas akan digunakan untuk analisis struktur dengan menggunakan SAP2000 versi 14. TINJAUAN PUSTAKA Jembatan Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang menghubungkan suatu lintas yang terputus akibat suatu rintangan atau sebab lainnya dengan cara melompati rintangan tersebut tanpa menimbun atau menutup rintangan tersebut

15 (Dinas Bina Marga 2012). Lintas tersebut bisa merupakan jalan kendaraan, jalan kereta api atau jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat berupa sungai, jalan, jalan kereta api atau jurang. Secara umum struktur jembatan dibagi menjadi dua yaitu struktur atas yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dan struktur bawah yang berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lainnya yang ditimbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, geseran pada tumpuan (Amir 2013). Struktur atas atau biasa disebut bangunan atas terdiri atas trotoar, pelat lantai kendaraan, balok utama (girder) dan balok diafragma. Adapun bangunan bawah berupa sistem pondasi seperti abutment dan pilar. Kesatuan struktur yang sempurna antara struktur atas dan bawah jembatan akan memberikan pelayanan transportasi yang memadai sesuai dengan nilai desain jembatan itu sendiri. Beberapa jenis jembatan yang telah berkembang hingga saat ini antara lain (Supriyadi et al. 2007): 1. Jembatan Kerangka Jembatan kerangka merupakan jembatan yang konsepnya hampir sama dengan jembatan lengkung, disebut juga truss bridge. Pembuatan jembatan kerangka yaitu dengan menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menumpu sebagian berat struktur jembatan tersebut. Penggunaan bahan pada jembatan ini lebih efisien. 2. Jembatan Gantung Jembatan gantung (suspension bridge) merupakan jembatan yang digantungkan dengan menggunakan tali pada jembatan sederhana atau kabel baja pada jembatan gantung besar. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung dari menara jembatan kamudian melekat pada caisson atau cofferdam. Caisson atau cofferdam akan ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. 3. Jembatan Kabel Penahan Seperti jembatan gantung, jembatan ini ditahan oleh kabel, disebut juga sebagai cable-stayed bridge. Bedanya, selain jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit, jembatan ini memiliki menara penahan kabel yang lebih pendek daripada jembatan gantung. 4. Jembatan Penyangga Jembatan penyangga atau dikenal sebagai cantilever bridge merupakan jembatan yang disangga oleh tiang penopang di salah satu pangkalnya. Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan dari bawah sewaktu proses pembuatan. Saat ini sudah banyak berkembang jembatan yang dibuat dari kayu laminasi. Penggunaan kayu laminasi sebagai material struktural dirasa lebih efisien dibanding kayu alami. Karakteristik dari jembatan kayu laminasi ini adalah seluruh bagian jembatan diproduksi oleh pabrik dan siap dipasang pada lokasi (Battocchi 2006). Proses produksi yang dilakukan di pabrik ini dapat mengurangi waktu konstruksi. Pemanfaatan glulam sebagai material jembatan juga dilakukan oleh Kim et al (2012) dalam penelitiannya. Jembatan rangka dengan geladak 3

16 4 glulam sepanjang 30m dibuat pada sungai yang melewati Hutan Nasional Rekreasi Alam Michungol (Yangyang, Gangwon). Jembatan geladak glulam ini dibuat untuk menggantikan jembatan beton yang sudah rusak yang ada di lokasi tersebut. Model jembatan geladak glulam tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut: Sumber: Kim et al 2012 Gambar 1. Model jembatan geladak glulam Jembatan standar maupun jembatan khusus, harus memenuhi kriteria dasar perencanaan teknis sebagai berikut: 1. Setiap unsur pembentuk jembatan harus mampu menahan setiap beban yang bekerja pada struktur jembatan tersebut dan setiap unsur harus stabil pada pembebanan tersebut. 2. Tipe struktur yang dipilih harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan lokasi jembatan. 3. Konstruksi mudah dilaksanakan. 4. Biaya pembangunan struktur jembatan yang relatif rendah termasuk biaya pembangunan dan pemeliharaan. 5. Struktur jembatan memiliki nilai estetika. Standar Pembebanan Beban adalah suatu sistem beban-beban yang digunakan pada perencanaan struktur jembatan, sehingga jembatan dapat berfungsi sesuai dengan kekuatan yang direncanakan. Pembebanan yang digunakan dalam perencanaan adalah

17 beban mati dan beban hidup. Beban mati berasal dari material yang digunakan yaitu kayu. Berat jenis kayu yang digunakan adalah 50 lb/ft 3. Beban hidup berasal dari beban kendaraan. Beban kendaraan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah beban truk U80 seberat 80 ton. Truk ini memiliki lima baris roda dan masing-masing baris memiliki sebaran beban yang berbeda seperti pada Gambar 2. 5 Gambar 2. Beban roda truk U80 Kayu Laminasi Laminasi kayu adalah penyatuan beberapa lapis kayu dengan lem pada kedua sisinya kemudian diberi tekanan. Proses pengeleman ini dilakukan mengikuti arah panjang kayu. Bahan kayu laminasi adalah kayu-kayu lapis yang telah dibentuk dan disiapkan sedemikian rupa sehingga dapat disatukan menjadi bentuk kayu yang diinginkan. Balok laminasi yang dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan ikatan perekat dalam kinerja struktural (Susanto 2013). Beberapa keuntungan kayu laminasi dibanding kayu alam antara lain: 1. Ukuran kayu dapat disesuaikan dengan keinginan. 2. Berbagai macam bentuk arsitektural yang sulit dapat diperoleh dengan membengkokkan kayu selama proses produksi. 3. Kayu laminasi dapat tahan terhadap cuaca dengan cara pengeringan kayu sebelum digunakan. 4. Bentuk elemen-elemen struktural yang bervariasi dapat dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan kekuatan dan kekakuannya. 5. Pada kayu laminasi, kayu dengan kualitas tinggi dapat disatukan dengan kayu yang kualitasnya berada di bawahnya. Kayu dengan kualitas tinggi diletakkan di atas dan di bawah, sedangkan kayu dengan kualitas lebih rendah diletakkan di tengah. Hal ini merupakan salah satu solusi untuk memanfaatkan kayu yang heterogen. Glued Laminated Timber (Glulam) Glued Laminated Timber merupakan produk rekayasa kayu yang dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang diikat dengan perekat dan disusun dengan arah sejajar serat. Keuntungan penggunaan glulam adalah meningkatkan sifat-sifat

18 6 kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat kuat yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk (Susanto 2013). Menurut Susanto (2013) beberapa penggunaan glulam yang dapat dibuat antara lain: 1. Bangunan komersial dan rumah; kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, dan tiang konstruksi. 2. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur atas seperti balok penopang dan decking. 3. Struktur lain; untuk menara transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional. Laminated Veneer Lumber (LVL) Laminated Veneer Lumber (LVL) diperoleh dengan merekatkan veneer dalam arah sejajar dimana veneer berkualitas rendah diletakkan di bagian dalam sedangkan yang berkualitas baik di bagian luar (Kementerian PU 2009). LVL memiliki kualitas bahan yang tinggi, ukuran yang akurat, bentuk yang tidak berubah, dan mempunyai kekuatan yang merata. LVL hampir menyerupai kayu lapis, perbedaannya adalah lapisan kayu yang digunakan dipasang secara paralel dan ukuran ketebalan sekitar 3-4 mm. LVL biasa digunakan sebagai balok komposit, pelat, batang pada rangka batang. Cross Laminated Timber (CLT) Cross Laminated Timber (CLT) merupakan panel berlapis dengan setiap lapisan papan ditempatkan secara bersilang pada lapisan yang berdekatan untuk meningkatkan kekakuan dan stabilitas (Andika 2013). CLT disusun dari 3 sampai 7 lapisan kayu atau papan yang bersilangan antar lapisan satu dengan lainnya yang direkatkan dan diberi tekanan hidraulik atau divakum pada seluruh bagian permukaan atau dengan dipaku. Laminasi lapisan silang veneer kayu disadari dapat meningkatkan sifat-sifat struktural kayu dengan mendistribusikan kekuatan pada kedua arah panjang dan lebar. Panel CLT dapat digunakan untuk membentuk lantai, dinding, atap dan banyak benda lain. CLT semakin banyak digunakan sebagai lapisan bantalan beban (elemen lantai), panel (elemen dinding) pada bangunan tempat tinggal dan sebagai lapisan geladak pada konstruksi jembatan. Menurut Andika (2013), manfaat dari produk CLT antara lain: 1. Lingkungan, CLT yang digunakan dari kayu yang dihasilkan dari alam dan dipengaruhi oleh lingkungan dan merupakan sumber energi yang terbarukan. 2. Kemudahan dalam penggunaan dan pemeliharaan, CLT dapat meminimalkan cacat yang ada pada kayu dan mengurangi biaya konstruksi. Produk CLT memerlukan sedikit atau tidak ada pemeliharaan.

19 3. Ketahanan terhadap api, CLT memberikan keuntungan yang signifikan dalam hal perlindungan terhadap api dibandingkan dengan produk dari bahan beton atau baja. 4. Bentuk dan ukuran, CLT dapat dibuat dengan ukuran tebal 75 mm-334 mm, lebar 1280 mm-2950 mm dan panjang sampai dengan 18 m. Produk CLT dapat dibentuk untuk penggunaan jendela, pintu dan fitur arsitektur yang dibuat melengkung dengan radius minimum 8 m. Peningkatan nilai kuat lentur kayu laminasi dapat dilihat dari hasil penelitian Jihannanda (2013) yang membandingkan nilai kuat lentur antara kayu sengon dengan kayu laminasi kombinasi antara kayu sengon dengan kayu kelapa. Teknik laminasi kombinasi ini dapat meningkatkan nilai kuat lentur kayu sengon. Nilai kuat lentur kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: 7 Tabel 1. Kuat lentur kayu sengon Benda Uji Beban Maksimum (P) kg Jarak Tumpu (L) cm Lebar Benda Uji (b) cm Tinggi Benda Uji (h) cm Kuat Lentur kg/cm 2 S S S Rata-rata Sumber: Jihannanda 2013 Kayu sengon ini kemudian dikombinasikan dengan kayu kelapa yang memiliki nilai kuat lentur seperti pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Kuat lentur kayu kelapa Benda Uji Beban Maksimum (P) kg Jarak Tumpu (L) cm Lebar Benda Uji (b) cm Tinggi Benda Uji (h) cm Kuat Lentur kg/cm 2 KI K K Rata-rata Sumber: Jihannanda 2013 Kayu sengon dan kayu kelapa yang telah dikombinasikan akan membentuk sebuah balok kayu laminasi kombinasi. Balok kayu laminasi ini kemudian diuji untuk menentukan nilai kuat lentur. Hasil pengujian kuat lentur dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

20 8 Tabel 3. Kuat lentur kayu laminasi Benda Uji Beban Maksimum (P) kg Jarak Tumpu (L) cm Lebar Benda Uji (b) cm Tinggi Benda Uji (h) cm Kuat Lentur kg/cm 2 KL KL KL Rata-rata Sumber: Jihannanda 2013 Nilai kuat lentur yang didapat pada pengujian kayu laminasi lebih tinggi dibanding kuat lentur kayu sengon asli. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah laminasi kombinasi kayu sengon dengan kayu kelapa dapat meningkatkan kuat lentur rata-rata kayu sengon sebesar %. Kayu Mahoni Kayu merupakan material alam yang dapat digunakan sebagai material struktural. Kayu dibagi menjadi dua kelas mutu dalam penggunaan sebagai kayu struktural. Kayu kelas mutu A merupakan kayu paling sedikit memiliki cacat kayu dibanding kayu kelas mutu B. Selain dibagi menurut mutu, kayu juga dibagi dalam kelas awet dan kelas kuat kayu. Yap (1999) memberikan beberapa spesifikasi kayu berdasarkan kelas kuat kayu, seperti ditunjukkan pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Spesifikasi kayu berdasarkan kelas kuat Kelas Kuat Berat Jenis Kering Udara Kuat Lentur Mutlak (kg/cm 2 ) Kuat Tekan Mutlak (kg/cm 2 ) E (kg/cm 2 ) I II III IV V Sumber: Yap 1999 Beberapa jenis kayu yang termasuk ke dalam kayu kelas kuat I adalah kayu kempas, merbau, bangkirai, eboni, dan ulin. Beberapa jenis kayu yang termasuk ke dalam kayu kelas kuat II adalah kayu cemara, rasamala, meranti merah dan mahoni. Beberapa jenis kayu yang termasuk ke dalam kayu kelas kuat III adalah kayu sindur, bintangur, waru gunung, gempol, dan klampeyan. Beberapa jenis kayu yang termasuk ke dalam kayu kelas kuat IV adalah kayu cempaka, surian, sengon dan kemiri.

21 Perencanaan struktur menggunakan material kayu, perlu diperhitungkan tegangan izin. Tegangan izin adalah gaya maksimum yang boleh terjadi pada struktur kayu saat struktur tersebut diberi beban. Batasan-batasan tegangan izin diperlukan agar tidak terjadi kerusakan akibat kelebihan beban. Beberapa tegangan izin berdasarkan kelas kuat kayu dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut: 9 Tabel 5. Tegangan izin kayu berdasarkan kelas kuat Tegangan Kelas Kuat (kg/cm 2 ) Jati (Tectona Grandia) I II III IV σ lt σ tk σ tr σ tk τ Sumber: Yap 1999 Kayu Mahoni yang digunakan sebagai benda uji dalam penelitian ini termasuk ke dalam kayu kelas kuat II. Menurut Mulyono (2013) kayu mahoni dalam bahasa botani atau latin disebut Swietenia. Pertumbuhannya tersebar di seluruh Pulau Jawa. Tinggi pohon mahoni bisa mencapai 35 meter dengan diameter mencapai 125 cm. Tekstur kayu agak halus, dengan arah serat berpadu kadang bergelombang, permukaan licin dan mengkilap. Kayu mahoni memiliki berat jenis berkisar 0.53 sampai 0.72, termasuk ke dalam kayu kelas kuat III sampai kelas kuat II. Kayu mahoni memiliki penyusutan ke arah radial 0.9% hingga 3.3% dan ke arah tangensial 1.3% hingga 5.7%. Penyusutan ini terjadi karena adanya penguapan. Saat suhu di luar permukaan meningkat, air di dalam kayu akan dipaksa keluar. Jika kayu kehilangan kandungan airnya, secara otomatis akan kehilangan ruang yang sebelumnya digunakan kandungan air tersebut dan ruang kosong ini membuat ikatan antar pori-pori menjadi lebih dekat (Hidayat 2007). Untuk mencegah terjadinya penyusutan pada kayu struktural, maka sebelum digunakan kayu dikeringkan hingga mencapai kadar air kering udara, bisa mencapai 10% untuk kayu mahoni (Mulyono 2013). Saat kayu mencapai kadar air kering udara, kayu tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi. METODE Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap awal merupakan tahap perencanaan. Tahap awal ini dilakukan secara manual dengan persamaanpersamaan yang didapat dari buku panduan Timber Bridge: Design, Construction, Inspection, and Maintenance karangan Michael A Ritter. Hasil dari tahap awal ini adalah ketebalan geladak yang direncanakan. Dari tebal geladak yang diperoleh

22 10 pada tahap awal, penelitian dilanjutkan pada tahap kedua, yaitu menghitung modulus elastistas bahan dari beberapa variasi ketebalan geladak yang memungkinkan. Setelah didapat modulus elastisitas dari masing-masing ketebalan, nilai tersebut kemudian digunakan untuk analisis struktur menggunakan software SAP 2000 versi 14 pada tahap ketiga. Bahan Bahan yang digunakan adalah kayu mahoni yang dipotong-potong dengan ukuran 3 cm x 8 cm x 76 cm. Kayu tersebut kemudian direkatkan dengan perekat isosianat yang terdiri dari resin atau perekat utama dan hardener. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mesin kempa dingin tipe wcii MH32510X50, Universal Testing Machine, software SAP 2000 versi 14, dan seperangkat laptop merk HP. Alat-alat yang digunakan selama pembuatan benda uji adalah timbangan digital, plastik bening, dan potongan sandal jepit untuk melaburkan perekat pada permukaan kayu. Prosedur Analisis Data Tahap 1 : Perencanaan dan analisis struktur geladak jembatan Metode perhitungan yang digunakan adalah metode noninterconnected glulam deck, yaitu tidak ada sambungan mekanis antar glulam. Model jembatan yang akan dianalisis dapat dilihat pada Lampiran 2. Prosedur perhitungan dengan metode noninterconnected glulam deck ini adalah sebagai berikut: Perencanaan geladak jembatan glulam dapat dihitung dengan persamaanpersamaan berikut (Ritter 1990): 1) Penentuan bentang efektif geladak (S) Bentang efektif geladak adalah jarak antar balok ditambah 1/2 lebar balok tersebut. Geladak akan disangga oleh 3 balok dengan lebar inchi dengan jarak antar as balok 6 ft, sehingga bentang efektif geladak adalah inchi. 2) Penentuan ketebalan geladak (t) Ketebalan awal geladak merupakan asumsi, yang selanjutnya akan dianalisis dengan cara menghitung defleksi yang terjadi. Asumsi ketebalan geladak yang digunakan adalah inchi. 3) Perhitungan sebaran beban roda dan ukuran efektif bagian-bagian geladak Pada arah bentang geladak, beban roda diasumsikan tersebar merata pada lebar b t (Ritter 1990).

23 11 Gambar 3. Sebaran beban roda searah geladak b = 0.025P... (1) Keterangan: b t : lebar sebaran beban roda pada daerah bentang geladak (in) P : beban maksimum roda (lb) Pada arah tegak lurus bentang geladak, beban roda didistribusikan merata pada lebar efektif (b d ) Gambar 4. Sebaran beban roda tegak lurus bentang geladak b = t + 15 inchi lebar panel aktual... (2) Keterangan: b d : sebaran beban roda tegak lurus bentang geladak t : ketebalan geladak Perhitungan bagian-bagian efektif geladak : A : luas efektif geladak (in 2 ) = b d x t... (3) S y : modulus efektif geladak (in 3 ) =... (4) I y : momen inersia efektif geladak (in 4 ) =... (5)

24 12 4) Perhitungan momen akibat beban mati Beban mati pada geladak merupakan beban merata. Gambar 5. Beban mati pada geladak W = b t γ... (6) Keterangan: W DL : beban mati merata (lb/in) b d : sebaran beban roda tegak lurus bentang geladak (in) t : ketebalan geladak (in) γ k : berat jenis material (lb/ft 3 ) M =.... (7) Keterangan: M DL : momen akibat beban mati (in-lb) W DL : beban mati pada geladak (lb/in) S : bentang geladak efektif (in) 5) Perhitungan momen akibat beban hidup Untuk bentang efektif geladak inchi < S < 122 inchi, momen maksimum akibat beban hidup terjadi saat beban berada pada garis tengah bentang, dihitung dengan persamaan berikut: M = R R... (8) Keterangan: M LL : momen akibat beban hidup (in-lb) R : gaya vertikal pada kedua tumpuan panel geladak (lb) S : bentang efektif geladak (in) : sebaran beban roda serah bentang geladak (in) b t Gambar 6. Momen maksimum akibat beban hidup pada < S < 122

25 6) Perhitungan tegangan lentur geladak Untuk panjang panel glulam kurang dari atau sama dengan 2 bentang, tegangan lentur dihitung dengan persamaan berikut: f =... (9) 13 Untuk panjang panel glulam lebih dari 2 bentang, untuk menghitung tegangan lentur digunakan persamaan berikut:. f =... (10) M = M + M... (11) Syarat yang harus dipenuhi f F F = F C. C... (12) Keterangan: F by : tegangan lentur acuan C F : faktor ukuran panel C M : faktor layan basah Faktor ukuran panel dapat dilihat pada Tabel 6. sebagai berikut: Tabel 6. Faktor ukuran panel t (in) C F 5 atau 5 1/ / atau 8 3/ Sumber : Ritter 1990 Faktor layan basah dapat dilihat pada Tabel 7. sebagai berikut: Tabel 7. Faktor layan basah Parameter Rancangan Faktor layan basah Tegangan lentur, F + bx, F - bx, F by 0.80 Tegangan tarik sejajar serat, F t 0.80 Tegangan geser, F vx, F vy 0.88 Tegangan desak tegak lurus serat, F c x, F c y 0.53 Tegangan desak sejajar serat, F c 0.73 Modulus elastisitas, E x, E y, E axial 0.83 Tegangan tarik radial, F rt 0.88 Tegangan desak radial, F rc 0.53 Modulus kekakuan, G 0.83 Sumber : AITC

26 14 7) Pengecekan defleksi akibat beban hidup Untuk in < S < 110 in =. (138.8S S )... (13) E = E. C (14) Untuk S 110 in = (500S S S )... (15) Jika panjang panel glulam lebih dari 2 bentang, maka nilai Δ LL dikali 80%. 8) Pengecekan tegangan geser horizontal Tegangan geser horizontal tergantung pada gaya geser vertikal maksimum. V = w t... (16) Keterangan : V DL : gaya geser akibat beban mati (lb) f =.... (17) Keterangan: f v : tegangan geser horizontal V = V DL + V LL (lb)... (18) A v = t(15 + 2t) t(lebar panel) (in 2 )... (19) F = F C... (20) Keterangan: A v : luas bidang geser (in 2 ) F v : tegangan geser horizontal izin (lb/in 2 ) F vy : tegangan geser acuan (lb/in 2 ) C M : faktor layan basah Tahap 2 : Pengujian Material Geladak Setelah didapat ketebalan geladak yang sesuai pada tahap 1, maka dibuat material glulam yang sesuai dengan ketebalan tersebut. Berikut adalah tahapan pembuatan benda uji geladak:

27 1) Penyusunan lamina Lamina merupakan kayu-kayu tipis yang nantinya akan disusun untuk membentuk glulam. Lamina yang digunakan dibuat dari kayu mahoni, yaitu kayu kelas kuat II, dengan ketebalan 3 cm. Lamina-lamina ini disusun untuk membentuk glulam dengan ketebalan yang telah ditentukan. 15 Gambar 7. Penyusunan lamina 2) Perekatan Setelah lamina disusun, yang selanjutnya dilakukan adalah pelaburan perekat. Perekat yang digunakan adalah perekat isosianat. Perekat ini dipilih karena memiliki daya ikat yang sangat kuat dengan material alam, seperti kayu. Sebelum dilaburkan, perekat terlebih dulu ditimbang berat laburnya dengan persamaan sebagai berikut: GPU = ( )... (21). Keterangan: GPU : gram pick up (gr) b : lebar permukaan lamina (cm) l : panjang permukaan lamina (cm) Setelah didapat nilai berat labur yang sesuai, perekat dilaburkan pada masingmasing sisi lamina dengan metode double spread, yaitu perekatan pada dua sisi lamina. Gambar 8. Proses pelaburan perekat

28 16 3) Pengempaan Setelah direkatkan, glulam kemudian ditata pada alat kempa dingin untuk dikempa. Glulam tersebut akan dikempa selama 3 jam dengan tekanan 15 kg/cm 2. Menurut Iskandar dan Supriadi (2011), besaran kempa tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisis dan mekanis sehingga secara ekonomis disarankan menggunakan besaran kempa 15 kg/cm 2. Gambar 9. Proses pengempaan 4) Pengondisian dan finishing Setelah selesai dikempa, glulam kemudian dikondisikan dengan meletakkannya di ruang terbuka agar glulam tersebut dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Setelah dikondisikan, glulam kemudian dibentuk sesuai dengan ukuran benda uji yang diinginkan. Gambar 10. Finishing kayu laminasi 5) Pengujian modulus elastisitas Selanjutnya glulam diuji lentur dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) untuk mendapatkan beban maksimum yang mampu ditanggung glulam dan defleksi. Nilai beban dan defleksi yang didapat akan digunakan untuk menghitung nilai modulus elastisitas dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

29 17 MOE =... (22) Keterangan: P : beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf) L : jarak sangga (cm) Δy: defleksi (cm) b : lebar benda uji (cm) h : tebal benda uji (cm) Gambar 11. Uji lentur kayu Tahap 3 : Analisis Struktur Geladak dengan SAP2000 versi 14 Analisis struktur ini dilakukan untuk mengetahui defleksi yang terjadi pada geladak. Analisis dilakukan dengan memasukkan parameter-parameter yang telah diuji pada tahap 2 ke dalam software SAP2000 versi 14. Bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan dan Analisis Struktur Geladak Jembatan Hasil yang didapat pada tahap 1 adalah sebagai berikut: 1. Bentang geladak efektif Geladak ditopang oleh 3 balok, jarak antar garis tengah balok adalah 6 ft, jarak dari garis tengah dengan muka kerb adalah 1.5 ft. Ukuran kerb adalah 0.7 ft x 0.7 ft. Asumsi lebar balok yang digunakan = in s = (6 12 in) in s = 72 in in

30 18 s = in s = in + s = in in 2 2. Asumsi ketebalan geladak dan ukuran panel Ketebalan geladak adalah 7 in. Ukuran panel yang digunakan 52.5 in. Panjang jembatan 20 m = in sehingga banyaknya panel geladak adalah 15 buah. 3. Sebaran beban satu roda Beban yang dipilih adalah beban over load U80 sebesar 80 ton = lb. Beban satu roda adalah lb. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan (1). b = lb b = in 4. Sebaran beban roda tegak lurus bentang efektif geladak Perhitungan sebaran beban roda tegak lurus geladak dilakukan dengan menggunakan persamaan (2). b = t + 15 in b = 7 in + 15 in b = 22 in 5. Ukuran-ukuran efektif panel glulam Luas efektif panel geladak dihitung menggunakan persamaan (3). A = b t A = 22 in 7 in A = 154 in Selanjutnya, perhitungan modulus efektif panel geladak dilakukan dengan menggunakan persamaan (4). S = b t 6 22 in (7 in) S = 6 S = in Momen inersia efektif panel geladak dihitung menggunakan persamaan (5). I = b t in (7 in) I = 12 I = in 6. Momen akibat beban mati Beban mati pada panel geladak merupakan beban material itu sendiri. Material kayu yang digunakan memiliki berat jenis sebesar 50 lb/ft 3. Perhitungan beban

31 mati dilakukan menggunakan persamaan (6). Hasil yang didapat kemudian dikonversi dengan cara dibagi 1728 in 3 /ft 3 sehingga satuan beban mati pada panel geladak adalah lb/in. w = w = b t γ 1728 in ft 22 in 7 in 50 lb ft w = 4.46 lb in 1728 in ft Perhitungan momen yang terjadi akibat beban mati dilakukan dengan persamaan (7). M = w s 8 M = 4.46 lb in (65.88 in) 8 M = in lb 7. Momen akibat beban hidup Beban kendaraan U80 adalah 80 ton atau lb yang terbagi merata ke seluruh roda. Beban satu roda kendaraan U80 adalah lb. Beban satu roda ini tersebar merata searah bentang efektif geladak. Perhitungan distribusi beban roda U80 adalah sebagai berikut : beban satu roda b = lb in = lb in Sebaran beban satu roda digunakan dalam perhitungan momen akibat beban hidup. Skema perhitungan dapat dilihat pada Gambar Gambar 12. Skema perhitungan momen akibat beban hidup

32 20 R L dan R R merupakan gaya vertikal yang terjadi pada tumpuan di kedua ujung bentang geladak. Besarnya R L dan R R sama karena sebaran beban hidup berada di tengah bentang sehingga besarnya R L dan R R adalah setengah beban satu roda. R = beban satu roda 2 = lb 2 = 9250 lb Momen yang terjadi akibat beban hidup dihitung dengan persamaan (8) in in M = 9250 lb 9250 lb = in lb Tegangan lentur Tegangan adalah gaya yang terjadi pada struktur ketika diberi beban. Tegangan lentur dihitung dengan persamaan (9). Nilai momen yang digunakan adalah momen total yaitu momen mati ditambah momen hidup. f = M S ( in lb in lb) f = in = lb in Tegangan lentur izin adalah batas maksimum tegangan lentur yang boleh terjadi pada struktur. Tegangan lentur merupakan batasan sehingga struktur tidak akan runtuh karena kelebihan beban. Tegangan lentur izin dihitung dengan persamaan (12). Faktor reduksi (β) adalah faktor khusus untuk beban kendaraan U80 sebesar F = F C C β F = lb in F = lb in f = lb in < F = lb in Hasil perhitungan tegangan lentur adalah lb/in 2. Nilai ini berada di bawah tegangan lentur izin sehingga tegangan lentur memenuhi syarat aman. 9. Defleksi akibat beban hidup Defleksi maksimum yang direkomendasikan untuk panel geladak glulam adalah 0.1 in. Batas maksimum ini mengacu pada hasil-hasil penelitian dan observasi lapang yang telah dilakukan sebelumnya (Ritter 1990). E = E C E = lb in E = lb in Defleksi yang terjadi pada panel geladak akibat beban hidup dihitung dengan persamaan (15).

33 21 = 1.8[138.8s 20780s ] E I = 1.8[138.8(65.88 in) 20780(65.88 in) ] lb in in = in < 0.1 in Hasil perhitungan defleksi adalah in. Nilai ini berada di bawah batas maksimum defleksi untuk panel glulam sehingga defeleksi geladak memenuhi syarat aman. 10. Gaya geser horizontal Perhitungan gaya geser horizontal akibat beban mati dilakukan dengan persamaan (16). V = w s 2 t V = 4.46 lb in in 7 in 2 V = lb Gaya geser horizontal akibat beban hidup dilakukan dengan meletakkan ujung distribusi beban roda (bt) pada jarak tebal geladak (t) dari titik tumpuan. Skema perhitungan dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Skema perhitungan gaya geser horizontal akibat beban hidup beban satu roda + (s b t) V = s lb(10.76 in in) = = lb Gaya vertikal total adalah penjumlahan gaya vertikal akibat beban mati dan gaya vertikal akibat beban hidup. V = V + V = lb lb = lb

34 22 Luas bidang geser panel geladak dihitung dengan persamaan (19). A = t(15 in + 2t) A = 7 in[15 in + 2(7 in)] A = 203 in Luas bidang geser digunakan untuk menghitung tegangan geser horizontal yang terjadi pada panel geladak glulam. Perhitungan tegangan geser horizontal dilakukan dengan persamaan (17). f = 1.5V A 1.5( lb) f = 203 in f = lb in Tegangan geser izin adalah batas maksimum tegangan geser yang boleh terjadi pada struktur. Tegangan geser izin dihitung dengan persamaan (20). Faktor reduksi (β) adalah faktor khusus untuk beban kendaraan U80 sebesar F = F C β F = lb in F = lb in f = lb in < F = lb in Hasil perhitungan tegangan geser adalah lb/in 2. Nilai ini berada di bawah tegangan geser izin sehingga tegangan geser horizontal memenuhi syarat aman. 11. Pengecekan over hanging Pengecekan over hanging dilakukan untuk mengetahui tegangan lentur dan tegangan geser horizontal yang terjadi pada panel geladak akibat penambahan kerb. Beban mati akibat kerb dihitung dengan persamaan (6), tetapi pada perhitungan ini beban mati kerb dikalikan dengan lebar kerb karena beban mati akibat kerb bukan beban merata. Luas penampang kerb yang digunakan adalah 0.7 ft x 0.7 ft. 22 in 0.7 ft 0.7 ft 50 lb ft Kerb = Kerb = lb 12 in ft Beban mati panel geladak glulam dihitung dengan persamaan (6). 22 in 7 in 50 lb ft Deck = 1728 in ft Deck = 4.46 lb in

35 Tegangan lentur kerb dilakukan dengan mengasumsikan pusat beban roda berada 1ft dari muka kerb dan 6 in dari pusat balok luar. Momen dihitung dengan mengukur bentang efektif dari pusat balok luar dikurangi ¼ lebar balok, yaitu 12,25 in. Pembulatan nilai ¼ lebar balok dilakukan untuk memudahkan perhitungan. Skema perhitungan dapat dilihat pada Gambar Gambar 14. Skema perhitungan tegangan lentur kerb Momen dihitung dengan persamaan untuk bentang sederhana yaitu beban dikali jarak. Beban yang digunakan pada perhitungan momen akibat beban hidup adalah distribusi beban roda lb/in dengan jarak atau panjang beban adalah in. Jarak untuk perhitungan momen dengan beban merata adalah setengah jarak. Beban yang digunakan pada perhitungan momen akibat beban mati kerb adalah beban terpusat kerb lb dengan jarak 21 in. M = in lb in M = in lb Kerb M = 21 in lb Kerb M = in lb in 2 Beban yang digunakan pada perhitungan momen akibat beban mati geladak adalah beban merata material geladak 4.46 lb/in dengan jarak atau panjang beban adalah 27 in. Deck M = 27 in 4.46 lb in Deck M = in lb 27 in 2 Perhitungan momen total dilakukan dengan menjumlahkan momen akibat beban hidup dengan momen akibat beban mati kerb dan momen akibat beban mati geladak.

36 24 M = in lb in lb in lb M = in lb Tegangan lentur kerb dihitung dengan persamaan (9). f = M S f = in lb in f = lb in < F = lb in Hasil perhitungan tegangan lentur kerb adalah lb/in 2. Nilai ini berada di bawah tegangan lentur izin sehingga tegangan lentur memenuhi syarat aman. Tegangan geser horizontal dihitung dengan mengasumsikan tegangan geser vertikal maksimum terjadi saat distribusi beban roda berada pada ¼ lebar balok ditambah ketebalan panel geladak dari pusat balok luar. Pembebanan yang ada di antara jarak tersebut diabaikan. Gaya vertikal akibat beban hidup dihitung dengan mengalikan beban hidup merata dengan panjang beban merata tersebut. Hal yang sama dilakukan untuk menghitung gaya vertikal akibat beban mati panel geladak. Skema perhitungan dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Skema perhitungan tegangan geser kerb V = 6.76 in lb in V = lb Kerb V = lb Deck V = 20 in 4.46 lb in Deck V = 89.2 lb

37 Perhitungan gaya vertikal total dilakukan dengan menjumlahkan gaya vertikal akibat beban hidup dengan gaya vertikal akibat beban mati kerb dan gaya vertikal akibat beban mati geladak. V = lb lb lb V = lb Tegangan geser horizontal kerb dihitung dengan persamaan (17). f = 1.5V A lb f = 203 in f = lb in < F = lb in Hasil perhitungan tegangan geser adalah lb/in 2. Nilai ini berada di bawah tegangan geser izin sehingga tegangan geser memenuhi syarat aman. Rekapitulasi hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel Tabel 8. Rekapitulasi hasil perhitungan Faktor Geladak Satuan British Satuan Internasional Nilai Satuan Nilai Satuan Bentang efektif in 1.67 m Ukuran panel 52.5 in 1.33 m Ketebalan geladak 7 in 0.18 m Panjang jembatan in 20 m Sebaran roda searah geladak (b t ) in 0.55 m Sebaran roda tegak lurus geladak (b d ) 22 in 0.56 m Luas efektif geladak 154 in m 2 Modulus efektif geladak in x 10-3 m 3 Momen inersia efektif in x 10-4 m 4 Beban mati geladak 4.46 lb/in 0.78 kn/m Momen akibat beban mati in-lb 0.27 kn.m Beban hidup kendaraan lb/in kn/m Momen akibat beban hidup in-lb kn.m Gaya vertikal total lb kg Luas bidang geser 203 in m 2 Beban mati kerb lb kg Momen akibat beban hidup in-lb 9.20 kn.m Momen akibat beban mati kerb in-lb 0.11 kn.m Momen akibat beban mati geladak in-lb 0.18 kn.m Gaya vertikal total akibat kerb lb kg Beban maksimum yang mampu ditanggung oleh jembatan adalah 80 ton, sedangkan beban hidup yang mampu ditanggung oleh masing-masing panel

38 26 jembatan adalah kn/m. Beban rata-rata mobil adalah 1.5 ton dengan panjang badan mobil adalah 4.5 m. Jembatan yang direncanakan merupakan jembatan satu jalur sehingga tidak memungkinkan adanya penyimpangan. Jembatan ini hanya dapat dilalui oleh satu buah truk seberat 80 ton dengan panjang truk 12 m, empat mobil dengan berat 1.5 ton dengan asumsi jarak antar mobil 0.5 m, dan 8 motor dengan panjang motor adalah 2 m dan asumsi jarak antar motor 0.5 m. Ilustrasi jumlah kendaraan dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Ilustrasi kendaraan yang dapat melewati jembatan dalam satu waktu Hasil perencanaan yang dijadikan acuan dalam analisis struktur geladak dapat dilihat pada Tabel 9. sebagai berikut: Tabel 9. Hasil perencanaan geladak Kriteria Rancangan Geladak Nilai Awal Hasil Konversi Satuan Syarat Keterangan Dimensi 90in x 52.50in x 7in cm x cm x 18cm - - Momen Inersia in cm Tegangan Lentur lb/in kg/cm 2 < kg/cm 2 OK Defleksi 0.09 in 0.24 cm < 0.25 cm OK Tegangan Geser lb/in kg/cm 2 < kg/cm 2 OK Tegangan Lentur lb/in kg/cm 2 < Kerb kg/cm 2 OK Tegangan Geser lb/in kg/cm 2 < Kerb kg/cm 2 OK

39 Dimensi geladak yang didapat dari perencanaan adalah cm x cm x 18 cm. Ketebalan geladak 18cm dijadikan acuan untuk membuat benda uji. Variasi ketebalan benda uji yang dibuat adalah 18 cm, 15 cm, 12 cm. Variasi ini dipilih karena pada ketebalan 18 cm, tegangan lentur rencana sudah berada dibawah batas tegangan lentur izin, sehingga dicari ketebalan yang lebih mendekati nilai tegangan izin agar lebih efisien. 27 Pengujian Material Geladak Setelah didapat ketebalan geladak rencana, kemudian dilakukan pengujian contoh uji. Hasil yang didapat dari pengujian lentur contoh uji adalah data beban maksimum dan defleksi yang terjadi. Data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung modulus elastisitas (MOE) dengan persamaan (22). Hasil dari pengujian lentur dan modulus elastisitas disajikan pada Tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10. Hasil uji lentur dan modulus elastisitas Beban Rata-rata Tebal Beban Defleksi lebar (cm) (kn) (kn) (kgf) (mm) (cm) jarak sangga (cm) MOE (kg/cm2) Sebelum Kalibrasi Sesudah Kalibrasi Beban maksimum yang diperoleh dari hasil uji memiliki pola linier yaitu semakin kecil seiring dengan penurunan ketebalan bahan uji. Defleksi yang diperoleh memiliki pola yang tidak linier, hal ini dapat disebabkan oleh kualitas kayu yang berbeda sehingga defleksi yang dihasilkan juga tidak berbanding lurus dengan penurunan ketebalan benda uji. Hasil modulus elastisitas yang didapat dari pengujian lentur benda uji ternyata masih di berada di bawah standar modulus elastisitas kayu kelas kuat II. Hal ini disebabkan oleh alat UTM yang belum dikalibrasi, sehingga perbandingan perlu dilakukan dengan alat UTM lain untuk mendapatkan faktor pengali. Setelah dilakukan dua kali perbandingan, nilai 25 didapat sebagai faktor pengali hasil uji. Modulus elastisitas yang didapat kemudian digunakan untuk membuat permodelan dengan menggunakan SAP2000 versi 14. Modulus elastisitas untuk geladak dengan ketebalan 12cm lebih besar dibanding ketebalan geladak yang lain. Hal ini dapat terjadi karena pada persamaan (22) terdapat faktor ketebalan benda uji sebagai faktor pembagi, sehingga geladak dengan ketebalan 12 cm memiliki modulus elastisitas paling besar. Menurut Syaja iy (2010), semakin besar modulus elastisitas suatu bahan, maka semakin besar tegangan yang dibutuhkan untuk suatu regangan tertentu.

40 28 Analisis Struktur Geladak dengan SAP2000 versi 14 Gambar 17 menunjukkan hasil analisis defleksi dengan menggunakan permodelan pada SAP2000 versi 14. Warna biru menunjukkan defleksi maksimum yang terjadi pada jembatan. Defleksi maksimum terjadi pada balok tengah jembatan yang menanggung beban paling besar. (a) (b) (c) Gambar 17. Defleksi pada jembatan (a) ketebalan geladak 18 cm ; (b) ketebalan geladak 15 cm ; (c) ketebalan geladak 12 cm

41 Gambar 18 menunjukkan hasil analisis defleksi yang terjadi pada panel geladak. Warna biru menunjukkan defleksi maksimum yang terjadi. 29 (a) (b) (c) Gambar 18. Defleksi pada panel geladak (a) ketebalan geladak 18 cm ; (b) ketebalan geladak 15 cm ; (c) ketebalan geladak 12 cm Permodelan jembatan dibuat dengan menggunakan SAP2000 versi 14 dengan variasi ketebalan geladak 18 cm, 15 cm, dan 12 cm. Persendian untuk

42 30 permodelan ini digunakan sendi dan sendi roll. Perencanaan pembebanan adalah beban mati, yaitu beban material yang digunakan sebesar 4.46 lb/in dan beban hidup, yaitu beban kendaraan pada masing-masing panel geladak sebesar lb/in. Jenis kombinasi beban yang digunakan adalah 1.2 D + L. Kombinasi ini mengacu pada standar yang dibuat oleh American Institute of Timber Construction nomor 117 tahun Dari permodelan dengan SAP2000 versi 14 ini didapat defleksi yang terjadi pada jembatan jika diberi beban sesuai rencana. Hasil permodelan pada Gambar 17 menunjukkan defleksi yang terjadi pada seluruh jembatan jika diberi beban sesuai dengan rencana. Pada Gambar 17 (a) defleksi maksimum adalah 4.20 in; (b) defleksi maksimum sebesar 1.68 in; (c) defleksi maksimum sebesar 1.19 in. Defleksi yang didapat pada hasil ini adalah defleksi yang terjadi pada balok penyangga jembatan. Defleksi yang paling kecil terjadi pada permodelan dengan ketebalan geladak 12 cm. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hal ini terjadi karena pada ketebalan 12 cm geladak jembatan memiliki nilai modulus elastisitas yang lebih besar dibanding variasi ketebalan yang lain. Nilai defleksi yang terjadi pada panel geladak juga didapat dari permodelan yang dibuat. Hasil permodelan pada Gambar 18 menunjukkan defleksi yang terjadi pada panel glulam yang digunakan sebagai geladak jembatan. Pada Gambar 18 (a) defleksi panel geladak adalah in; (b) defleksi panel in; (c) defleksi in. Tanda negatif pada nilai defleksi yang didapat menunjukkan arah lendutan ke atas. Nilai defleksi paling kecil terjadi pada panel geladak dengan ketebalan 12 cm, yaitu 0.09 in. Nilai ini sudah memenuhi syarat defleksi maksimum geladak, yaitu kurang dari 0.1 in. Simpulan dari hasil analisis adalah geladak dengan ketebalan 12 cm ternyata lebih memenuhi syarat perencanaan dibanding ketebalan yang direncanakan, yaitu 18 cm. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kayu yang digunakan sebagai benda uji. Pada perencanaan, penggunaan nilai modulus elastisitas mengacu pada PKKI dalam Yap (1999), yaitu kg/cm 2 atau sama dengan lb/in 2 untuk kayu kelas kuat II. Meskipun kayu mahoni termasuk ke dalam kayu kelas kuat II, tetapi karakteristik yang dimiliki tergantung pada kondisi kayu tersebut di pasaran sehingga nilai modulus elastisitas yang diperoleh dari hasil uji lentur dapat berbeda dengan nilai modulus elastisitas pada literatur. Perbedaan modulus elastisitas inilah yang memungkinkan terjadinya perbedaan ketebalan geladak yang memenuhi syarat perencanaan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari penelitian ini adalah: 1. Jembatan yang direncanakan memiliki dimensi panjang 90 in, lebar in, tebal 7 in atau panjang cm, lebar cm, dan tebal 18 cm, dengan defleksi izin 0.1 in atau 0.25 cm.

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan kayu yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu gergajian sangat

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha memilih bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Pemilihan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang YUNO YULIANTONO, ASWANDY

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction

Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Jurnal aintis Volume 13 Nomor 1, April 2013, 83-87 ISSN: 1410-7783 Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Sri Hartati Dewi Program Studi Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR Oleh : Faizal Oky Setyawan 3105100135 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI HASIL PERENCANAAN Latar Belakang Dalam rangka pemenuhan dan penunjang kebutuhan transportasi

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu ajalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM KELAS III (NYATOH) DENGAN KAYU KELAS I (BENGKIRAI), KAYU KELAS II (KAMFER) DAN PELAT BAJA

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM KELAS III (NYATOH) DENGAN KAYU KELAS I (BENGKIRAI), KAYU KELAS II (KAMFER) DAN PELAT BAJA ABSTRAK STUDI ANALISIS KINERJA BANGUNAN 2 LANTAI DAN 4 LANTAI DARI KAYU GLULAM KELAS III (NYATOH) TERHADAP BEBAN SEISMIC DENGAN ANALISIS STATIC NON LINIER (STATIC PUSHOVER ANALYSIS) DAN ANALISIS PERKUATAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain

Lebih terperinci

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : ANDREANUS DEVA C.B 3110 105 030 DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL LINTAS JALUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI DENIE SETIAWAN NRP : 9721019 NIRM : 41077011970255 Pembimbing : Maksum Tanubrata, Ir., MT. FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT. Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy

TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT. Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy Npm : 11 02 13763 Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

Kajian Pemakaian Profil Fiber Reinforced Polymer (FRP) sebagai Elemen Struktur Jembatan Gantung Lalu Lintas Ringan

Kajian Pemakaian Profil Fiber Reinforced Polymer (FRP) sebagai Elemen Struktur Jembatan Gantung Lalu Lintas Ringan Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 Kajian Pemakaian Profil Fiber Reinforced Polymer (FRP) sebagai Elemen Struktur Jembatan Gantung Lalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1

Lebih terperinci

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA ABSTRAK STUDI ANALISIS KINERJA BANGUNAN 2 LANTAI DAN 4 LANTAI DARI KAYU GLULAM BANGKIRAI TERHADAP BEBAN SEISMIC DENGAN ANALISIS STATIC NON LINEAR (STATIC PUSHOVER ANALYSIS) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)

KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M) KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M) Johannes Adhijoso Tjondro 1 dan Benny Kusumo 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pelat Pelat beton (concrete slabs) merupakan elemen struktural yang menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke balok dan kolom sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Lalu lintas Ukuran dasar yang sering digunakan untuk mendefenisikan arus lalu lintas adalah konsentrasi aliran dan kecepatan. Aliran dan volume sering dianggap sama,

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA. Laporan Tugas Akhir. Atma Jaya Yogyakarta. Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM :

PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA. Laporan Tugas Akhir. Atma Jaya Yogyakarta. Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM : PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik ( portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI Balai Litbang Perumahan Wilayah II Denpasar Puslitbang Perumahan & Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU PEMANFAATAN TEKNOLOGI LAMINASI DALAM PEMBUATAN RUMAH KAYU Abdurachman, Nurwati Hadjib dan Adi Santoso Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl Gunung Batu No

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Tingkat Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH: NAMA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang BAB II TINJAUAN PIISTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap (Senol,Utkii,Charles,John Benson, 1977), yaitu : 2.1.1 Tahap perencanaan (Planningphase)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. ---- -~ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui. pemanfaatannya sebagai bahan konstruksi sudah sangat lama, jauh sebelwn berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN A. Pengertian Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui rintangan yang permukaannya lebih rendah. Rintangan ini biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG TUGAS AKHIR 1 HALAMAN JUDUL PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON Oleh : ANTON PRASTOWO 3107 100 066 Dosen Pembimbing : Ir. HEPPY KRISTIJANTO,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA Masrilayanti 1, Navisko Yosen 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Masrilayanti@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan

Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan LIA

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API 3.1. Kerangka Berpikir Dalam melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berdasarkan pemikiran: LATAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Suatu struktur bangunan yang direncanakan harus sesuai dengan peraturan - peraturan yang berlaku, sehingga mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : SIFAT MEKANIK KAYU Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu : Sumbu axial (sejajar arah serat ) Sumbu radial ( menuju arah pusat ) Sumbu tangensial (menurut arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang hampir 70 persen wilayahnya merupakan lautan dan lebih dari 17.504 pulau yang terpisahan oleh laut. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR

DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR Rima Nurcahyanti NRP : 0421029 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Cindrawaty Lesmana, ST., M.Sc.(Eng) FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER DESAIN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DENGAN BENTANG 120 M

STUDI PARAMETER DESAIN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DENGAN BENTANG 120 M STUDI PARAMETER DESAIN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DENGAN BENTANG 120 M Isyana Anggraeni Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional, Jln PHH. Mustofa 23 Bandung 40124. Telp:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rumah Kayu dari Norwegia yang Bergaya Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rumah Kayu dari Norwegia yang Bergaya Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan material yang digunakan untuk banyak keperluan sehari-hari. Digunakan untuk membuat berbagai alat bantu kehidupan di berbagai bidang seperti bidang konstruksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin pesatnya perkembangan dunia teknik sipil di Indonesia saat ini menuntut terciptanya sumber daya manusia yang dapat mendukung dalam bidang tersebut.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS) A. IDEALISASI STRUKTUR RAGKA ATAP (TRUSS) Perencanaan kuda kuda dalam bangunan sederhana dengan panjang bentang 0 m. jarak antara kuda kuda adalah 3 m dan m, jarak mendatar antara kedua gording adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK LAMINASI KOMBINASI ANTARA KAYU SENGON DAN KAYU JATI DENGAN PEREKAT LEM EPOXY Abdul Rochman 1, Warsono 2 1 Pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci