PENERAPAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PENANGANAN PERKARA ANAK DI TINGKAT PENYIDIKAN. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PENANGANAN PERKARA ANAK DI TINGKAT PENYIDIKAN. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)"

Transkripsi

1 PENERAPAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PENANGANAN PERKARA ANAK DI TINGKAT PENYIDIKAN (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : ISMAWAN ADY ASTOMO NPM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

2 ABSTRAKSI Anak sebagai pelaku tindak pidana tetap di proses secara pidana akan tetapi harus memperhatikan hak-hak anak. Selama proses penyidikan diperlakukan asas Restorative Justice. Anak yang melakukan tindak pidana perncurian dihindarkan dari pemidanaan yang berupa perampasan hak. Dalam prakteknya proses penyidikan yang dilakukan tidak semua penyidik melakukannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan pendekatan Keadilan Restoratif dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan dan untuk mengkaji kendala yang ditemui dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan. Lokasi penelitian di Polres Sukoharjo. Jenis penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Bahan/materi penelitian menggunakan sumber hukum primer, sumber hukum sekunder. Sumber data menggunakan studi pustaka dengan metode library research. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Keadilan Restoratif dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan dalam kasus penganiayaan anak dihasilkan bahwa musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan karena keluarga tersangka tidak bisa memenuhi tuntutan orang tua korban yaitu mengganti biaya ganti rugi sebesar Rp ,- (Lima belas juta rupiah) sedangkan orang tua tersangka hanya mempunyai uang sebesar Rp ,- (dua juta rupiah), dan karena tidak tercapai kesepakatan maka perkara anak tersebut dilanjutkan proses pemeriksaannya. Kendala dalam pelaksanaan keadilan restoratif dalam kasus penganiayaan anak di tingkat penyidikan antara lain adalah penentuan musyawarah untuk mufakat dalam penentuan besarnya ganti rugi, sikap keluarga korban dan masyarakat yang menganggap penyelesaian secara restorative justice kurang mampu memenuhi tanggung-jawab bagi pelaku serta dirasa kurang memberikan efek jera dan terbatasnya fasilitas sebagai alat untuk pelaksanaan restorative justice seperti, ruang mediasi untuk musyawarah, ruang khusus anak dan lembaga penempatan anak sementara, Keywords : keadilan restoratif, perkara anak, penyidikan 2

3 A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi penerus bangsa yang nantinya mengemban tugas untuk menjaga keberlangsungan bangsa dan Negara. Konstitusi menjamin hak setiap anak untuk tumbuh dan berkembang serta mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal (2) mengatur mengenai hak-hak anak yaitu: non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Anak perlu mendapatkan perlindungan dari dampak negatif arus globalisasi yang berkembang sangat pesat dan meliputi segala bidang. Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak negative globalisasi mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak dan perilaku anak. Perubahan perilaku yang terjadi seringkali mengarah pada tindak kriminal. Media seringkali memberitakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak maupun yang korbannya anak. Negara memberikan perlindungan terhadap anak baik anak yang menjadi korban tindak pidana, anak yang menjadi saksi maupun anak yang menjadi pelaku tindak pidana dengan mengatur secara khusus sistem peradilan pidana bagi anak. Proses peradilan pidana dan berbagai sanksi pidana yang ada dikhawatirkan akan berdampak bagi kelangsungan perkembangan anak pelaku tindak pidana baik secara fisik dan psikis karena pada masa tumbuh kembangnya anak dinilai masih rentan dalam kondisi kejiwaan dimana anak belum dapat mandiri, belum memiliki kesadaran penuh, kepribadian yang belum stabil atau belum terbentuk secara utuh, dengan kata lain keadaan psikisnya masih labil dan gampang terpengaruh.2 Anak yang melakukan tindakan kriminal atau tindak pidana sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor dari luar diri anak seperti pergaulan, kurang perhatian keluarga, ekonomi, pendidikan, teman bermain dan sebagainya. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah suatu proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang maupun lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan oleh anak itu sendiri. Anak sebagai pelaku tindak pidana tetap di proses secara pidana akan tetapi harus memperhatikan hak-hak anak. Selama proses penyidikan diperlakukan asas 1

4 Restorative Justice. Anak yang melakukan tindak pidana perncurian dihindarkan dari pemidanaan yang berupa perampasan hak. Dalam prakteknya proses penyidikan yang dilakukan tidak semua penyidik melakukannya. UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengamanatkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. Menurut UU ini pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pasal 8 mengatur bahwa proses Diversi dilakukan berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Melalui penelitian ini, peneliti hendak mengkaji bagaimana penerapan pendekatan keadilan restorative dalam proses penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana (dalam UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebut sebagai Anak yang berkonflik dengan hukum). B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimana penerapan pendekatan Keadilan Restoratif dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan? 2. Apa kendala yang ditemui dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji penerapan pendekatan Keadilan Restoratif dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan 2. Mengkaji kendala yang ditemui dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan. 2

5 D. Metode Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah di Polres Sukoharjo. Hal ini berdasar pertimbangan bahwa lokasi penelitian tersebut tersedia data yang diperlukan sehingga lebih memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Jenis penelitian adalah penelitian yuridis normatif yang berupa berita acara pelaksanaan diversi di Polres Sukoharjo. Sifat penelitian adalah deskriptif yang hendak memberikan gambaran yang mendalam dan sejelas mungkin mengenai penerapan pendekatan keadilan restoratif dalam penyidikan perkara anak di Polres Sukoharjo. Bahan/materi penelitian menggunakan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan obyek yang diteliti, meliputi : KUHAP, UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku, laporan penelitian, catatan, majalah, Koran, masalah-masalah dan sumber-sumber lain di bidang hukum yang berhubungan masalah yang di teliti. Sumber data penelitian menggunakan studi pustaka. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif. Analisa Kualitatif adalah cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatkan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Selanjutnya data-data yang diperoleh tersebut, kemudian diteliti, dipelajari dan disusun dalam pengaturan yang logis dan sistematis kemudian dipaparkan tanpa menggunakan data-data statistik. E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Penerapan Pendekatan Keadilan Restoratif dalam Penanganan Perkara Anak di Tingkat Penyidikan a. Berita Acara Diversi Pada hari ini, Kamis tanggal 28 bulan Agustus tahun dua ribu empat belas, saya : SURYO BUONO. Pangkat BRIPKA NRP selaku Penyidik Pembantu dari Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Sukoharjo, yang melaksanakan musyawarah diversi perkara anak dengan tersangka : Nama : Muhammad Syarifudin Aqib Bin Widodo 3

6 Tempat/Tgl Lahir : Surakarta, 24 April 2001 Umur : 12 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia Tempat Tinggal : Dk. Suronalan RT 04/08, Ds Pajang, Kec. Laweyan, Kota Surakarta Musyawarah dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum oleh fasilitator diversi, lalu fasilitator diversi menanyakan kepada Anak/ Orang tua/ Wali/ Pendamping tentang kesediaannya untuk melakukan musyawarah. - Bahwa Anak/ Orang tua/ wali/ Pendamping bersedia untuk melakukan diversi. Atas pertanyaan Fasilitator diversi, Anak/ Orang tua/ Wali/ Pendamping menyetujui dilakukan musyawarah. - Bahwa Anak/ Orang tua/ Wali/ Pendamping bersedia melakukan diversi Selanjutnya fasilitator diversi membacakan ringkasan pasal yang disangkakan : - Bahwa Sdr. Muhammad Syarifudin Aqib bin Widodo telah melakukan tindak pidana. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 Ayat (1) UURI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Adapun kejadiannya yaitu pada hari Rabu tanggal 10 Juli 2013 sekitar pukul WIB di halaman Mesjid Darussalam di Dk. Kedunggudel RT 02/03, Ds.Kenep, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo terhadap korban yang bernama Sdr. Muhammad Humam Isbaria Yunani. Selanjutnya fasilitator diversi memberikan kesempatan Pembimbing Kemasyarakatan untuk membacakan laporan Penelitian Kemasyarakatan : - Pembimbing Kemasyarakatan ( Sutomo A, Ks, MH ) membacakan membacakan laporan Penelitian Kemasyarakatan dan menyarankan 4

7 perkara penganiayaan dengan tersangka anak-anak agar diselesaikan secara kekeluargaan Kemudian Fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada Anak/ Orang tua/wali/pendamping untuk memberikan pendapat sebagai berikut : - Pendapat dari Sdr. Adi dan Sdr. Dunung dari Yayasan Atma, bahwa perkara tindak pidana penganiayaan terhadap anak yang dilakukan oleh Sdr. Aqib terhadap Sdr. Humam yang dilaporkan di Polres Sukoharjo tersebut agar diselesaikan secara kekeluargaan karena tersangka masih anak-anak. Apabila tidak ada kesepakatan mengenai masalah biaya ganti rugi yang diminta dari pihak keluarga korban supaya dibicarakan lagi dengan cara yang baik, jika keluarga korban meminta ganti rugi sebesar Rp dan keluarga tersangka hanya punya uang Rp , maka diharapkan dari keluarga korban mau memberikan keringanan tidak harus Rp ,- demikian juga dengan keluarga tersangka diharapkan tidak hanya memberikan Rp ,- agar tercapai kesepakatan dan mengharapkan proses pidana terhadap anak adalah upaya terakhir. Selanjutnya fasilitator diversi memerintahkan kepada Anak/ Orang tua/ Wali/ Pendamping untuk menjelaskan tentang perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan : - Penjelasan dari Saudara Heti Fahriyanti dan Sdr. Margono selaku orang tua korban : bahwa anaknya yang bernama Muhammad Humam Isbaria Yusrani telah menjadi korban penganiayaaan yang dilakukan oleh Sdr. Aqib hari Rabu tanggal 10 Juli 2013 sekitar pukul WIB di halaman masjid Darussalam di Dk. Kedunggudel RT 02/03, Ds. Kenep, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, dan akibat dari penganiayaan tersebut, korban mengalami luka robek pipi sebelah kiri tembus ke dalam sampai mengeluarkan darah, dijahit luar dalam, 1 giginya lepas dan 2 giginya patah. Adapun bentuk penyelesaian yang diharapkan adalah awalnya keluarga Sdr. Aqib diminta datang ke rumah korban dengan etika yang baik serta meminta maaf, pada saat 5

8 itu keluarga Aqib janji mau datang setelah maghrib, tapi setelah ditunggu selama 2 hari dari keuarga sdr. Aqib tidak datang, seandainya pada saat itu datang memenuhi janji, minta maaf dan hanya membawa uang Rp ,- pun maka dari pihak korban akan memafkan dan sudah selesai secara kekeluargaan. Pada saat itu dari perangkat Desa juga sudah mendatangi keluarga Sdr. Aqib tapi dari keluarga Sdr. Aqib malah menjawab silakan saja kalau mau diajukan perkaranya. Kemudian setelah laporan ditindaklanjuti oleh Polres Sukoharjo, kemudian dilakukan musyawarah dan dari keluarga minta ganti rugi sebesar Rp ,- pada keluarga Aqib. Apabila dari keluarga Sdr Aqib bisa memenuhi tuntutan keluarga korban, maka perkara penganiayaan anak dicabut dan uang sebesar Rp ,- yang diberikan pada keluarga korban tersebut akan ada yang dikembalikan ke keluarga Sdr Aqib, tapi jika keluarga Sdr. Aqib tidak bisa memenuhi tuntutan keluarga korban, maka perkara penganiayaan ini harus diproses sampai ke persidangan. - Penjelasan dari Sdr. Widodo selaku orang tua Tersangka, bahwa Sdr. Widodo selaku orang tua kandung Sdr. Aqib sudah pernah datang ke rumahnya keluarga korban untuk minta maaf, akan tetapi Sdr. Widodo tidak bisa memenuhi tuntutan ganti rugi sebesar Rp ,- dan sdr. Widodo hanya mampu memberikan ganti rugi sebesar Rp ,- Kemudian fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada pekerja sosial/ Pendamping untuk memberikan informasi tentang perilaku dan keadaan sosial anak, serta memberikan saran untuk penyelesaian konflik sebagai berikut: - Bahwa Sdr. Sri Suhasto selaku pekerja sosial mengharapkan dan memberikan saran agar perkara tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Sdr. Aqib terhadap Sdr. Humam agar diselesaikan secara kekeluargaan karena tersangkanya masih anak-anak. Selanjutnya fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada perwakilan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya tentang 6

9 perilaku dan keadaan sosial anak, serta memberikan saran untuk penyelesaian konflik sebagai berikut : - Pendapat dan saran dari Sdr. Sumedi ( Ketua RT.02/03 ), bahwa Sdr. Sumedi sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan keluarga Tersangka, menurut Sdr. Sumedi keluarga tersangka tidak ada respon terhadap keluarga korban yang meminta datng ke rumah korban dan membicarakan permasalahan tersebut secara kekeluargaan, adapun saran Saudara Sumedi selaku Ketua RT 02/03 mengharapkan perkara penganiayaan anak yang dilakukan oleh saudara Aqib terhadap Saudara Humam tersebut bias diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak sampai ke pengadilan. Kemudian fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada Anak/ Orang tua/wali untuk memberikan tanggapan sebagai berikut : - Tanggapan Sdri. Heti Fahriyanti dan Sdr. Margono selaku orang tua korban menilai bahwa sebenarnya dari keluarga Sdr. Aqib kalau mau sungguh-sungguh untuk menyelesaikan perkara ini pasti bisa memenuhi tuntutannya. Saudara Heti Fahriyanti juga menanyakan kenapa ibu dan kakeknya Sdr. Aqib tidak datang untuk musyawarah. Atas tanggapan tersebut, fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada anak/orang tua/wali untuk memberikan tanggapan sebagai berikut : - Tanggapan dari Saudara Widodo selaku orang tua tersangka, bahwa dari Sdr. Widodo sudah mendatangi rumah keluarga korban dan sudah minta maaf, akan tetapi sampai hari ini belum ada kesepakatan untuk penyelesaian kasusnya karena Sdr. Widodo hanya mempunyai uang Rp ,- Berdasarkan proses musyawarah tersebut, ternyata tidak tercapai kesepakatan diversi, karena keluarga tersangka (Muhammad Syarifudin Aqib) tidak bisa memenuhi tuntutan orang tua korban yaitu mengganti biaya ganti rugi sebesar Rp ,-, maka proses perkara dilanjutkan. 7

10 Analisis Kejahatan yang dilakukan oleh anak merupakan salah satu bentuk tindak pidana. Sebagai tindak pidana tentunya proses penyelesaian perkara dilakukan dengan menggunakan sistem peradilan pidana atau criminal justice system yang perkembangannya terdapat satu konsep penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Konsep ini dikenal dengan istilah diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara tindak pidana dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan atau dari jalur hukum ke jalur non hukum, serta adanya kesepakatan dari pihak pelaku, korban, dan keluarganya. Salah satu tindak pidana anak yang menjadi objek penelitian penulis adalah tindak pidana penganiayaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penganiayaan tersebut anak yang menjadi tersangka (Muhammad Syarifudin Aqib) dan korban (Muhammad Humam Isbaria Yusrani). Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polri diketahui bahwa telah terjadi tindakan penganiayaan. Hal ini didasari pada laporan orang tua korban yang sesaat setelah kejadian tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka. Berdasarkan laporan tersebut polisi kemudian menangkap tersangka Muhammad Syarifudin Aqib. Dalam proses penyidikan, pihak kepolisian telah melakukan upaya mediasi untuk mempertemukan antara korban, pelaku dan keluargannya. Berdasarkan wawancara dengan Suryo Buono bahwa dalam proses penyidikan, pihak kepolisian yang diwakili oleh penyidik selalu melakukan upaya mediasi dalam menangani perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Proses mediasi yang dalam hal ini menjadi konsep diversi dilakukan dengan mempertemukan pihak korban dan keluarganya dengan pihak tersangka dan juga pihak-pihak yang secara tidak langsung berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi. Seperti yang dilakukan oleh pihak kepala sekolah jika tindak pidana terjadi, atau pihak RT/RW jika tindak pidana terjadi di lingkungannya. Dalam proses tersebut penyidik menjelaskan terlebih dahulu kepada keluarga korban tentang duduk perkara yang sedang terjadi dengan melibatkan tersangka dan korban. Selanjutnya penyidik mempersilahkan 8

11 kepada tersangka untuk mengutarakan keinginannya untuk berdamai dengan korban. Setelah itu, korban ataupun yang mewakilinya untuk berbicara tentang apa yang dinginkan oleh pihak korban 1. Pelaksanaan penyidikan pada proses diversi ini dapat menentukan apakah proses mediasi berhasil atau tidak. Jika keluarga korban sepakat untuk berdamai maka mediasi dianggap berhasil dan proses pemeriksaan perkara dihentikan dengan alasan adanya perdamaian antara korban dan tersangka. Namun sebaliknya, jika keluarga korban bersikeras untuk tetap melanjutkan proses hukum yang ada, maka proses diversi tidak berhasil. Pada kasus penganiayaan yang disebutkan di atas memang ada proses mediasi yang dilakukan oleh penyidik. Namun proses mediasi itu tidak berhasil. Karena ada beberapa penyebab diversi tidak berhasil yaitu bahwa biaya ganti rugi yang tidak bisa disanggupi oleh tersangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian telah berupaya melakukan proses diversi dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak, walaupun pada akhirnya di dalam proses musyawarah tersebut tidak tercapai kesepakatan diversik karena keluarga tersangka tidak bisa memenuhi tuntutan orang tua korban yaitu mengganti biaya ganti rugi sebesar Rp ,-, sehingga proses perkara dilanjutkan ke Pengadilan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam proses penyidikan Kepolisian dalam hal ini adalah Polres Sukoharjo telah melaksanakan Pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana anak yang berbunyi : Pasal 7 Undang-Undang No 11 Tahun Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. 2. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. 1 Hasil wawancara dengan Bripka Suryo Buono, tanggal 22 Februari 2016, jam WIB 9

12 Serta Pasal 8 UU No. 11 Tahun 2012 Tentang system Peradilan pidana anak yaitu : 1. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. 2. Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat. 3. Proses Diversi wajib memperhatikan: a. kepentingan korban; b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negatif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam kasus penganiayaan terhadap anak tersebut musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan karena keluarga tersangka Muhammad Syarifuddin aqib tidak bisa memenuhi tuntutan orang tua korban yaitu mengganti biaya ganti rugi sebesar Rp ,- ( Lima belas juta rupiah) sedangkan Saudara Widodo selaku orang tua korban hanya mempunyai uang sebesar Rp ,- (dua juta rupiah) saja. Karena tidak tercapai kesepakatan maka perkara anak tersebut dilanjutkan proses pemeriksaannya. Menurut hemat peneliti, dalam proses diversi dengan pendekatan keadilan restoratif ini kesediaan untuk melakukan musyawarah dan tercapainya kesepakatan merupakan hal yang sangat penting, karena apabila hal itu tidak tercapai maka proses diversi tidak dapat berjalan sesuai tujuannya yaitu untuk menghindarkan anak dari sistem peradilan pidana anak. 2. Kendala yang Dihadapi dalam Penanganan Perkara Anak di Tingkat Penyidikan Penerapan pendekatan keadilan restoratif dalam proses diversi perkara anak, kesediaan untuk melakukan musyawarah menjadi hal yang sangat penting. Hal ini akan menentukan apakah proses diversi akan dilanjutkan atau tidak hingga ke tingkat Pengadilan. Kesepakatan kesepakatan para pihak yaitu 10

13 keluarga pihak pelaku dan juga pihak keluarga korban menjadi fkator penting dalam pelaksanaan restorative justice. Berdasarkan hasil wawancara diketahui beberapa kendala dalam pelaksanaan keadilan restoratif dalam kasus penganiayaan anak di tingkat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut 2 : a. Penentuan musyawarah untuk mufakat dalam penentuan besarnya ganti rugi Penyidik dalam pelaksanaan mediasi antara keluarga pelaku dan keluarga korban mengalami hambatan, khususnya dalam penentuan besarnya ganti rugi, hal tersebut dikarenakan bahwa keluraga korban terkadang menuntut ganti rugi yang terlalu tinggi sehingga pihak keluarga pelaku merasa keberatan sehingga tidak bisa memenuhinya, dan hal tersebut menyebabkan penyidik tidak berani mengambil keputusan untuk menentukan besarnya ganti rugi yang harus dikeluarkan oleh keluarga pelaku agar proses mediasi dapat berhasil. b. Sikap keluarga korban dan masyarakat yang menganggap penyelesaian secara restorative justice kurang mampu memenuhi tanggung-jawab bagi pelaku serta dirasa kurang memberikan efek jera. Hambatan lain yang menjadi masalah penyidik dalam pelaksanaan keadilan restoratif adalah bahwa terkadang keluarga korban tidak mau menerima upaya damai dalam pelaksanaan mediasi atau perdamaian dengan pihak keluarga pelaku. Hal tersebut disebabkan karena keluarga korban sudah mengalami banyak kerugian baik kerugian berupa fisik maupun biaya, sehingga keluarga korban tidak menerima jalan damai dalam kasus tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Selain itu apabila dilaksanakan dengan jalan damai maka keluarga korban menganggap hal tersebut kurang memberikan efek jera bagi pelaku pada khususnya. c. Terbatasnya fasilitas sebagai alat untuk pelaksanaan restorative justice seperti keberadaan ruang mediasi khusus untuk musyawarah antara keluarga korban dengan keluarga pelaku, Kepolisian belum mempunyai ruang khusus yang digunakan sebagai ruang untuk menempatkan anak yang berkonflik dengan hukum, sekaligus 2 Ibid 11

14 ruangan belum memenuhi syarat untuk pelaksanaan mediasi bagi keluarga tersangka maupun keluarga korban, hal tersebut terkadang dapat memperngaruhi psikologis anak. F. Kesimpulan 1. Penerapan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara anak di tingkat penyidikan dalam kasus penganiayaan anak tidak menghasilkan kesepakatan karena keluarga tersangka tidak bisa memenuhi tuntutan orang tua korban yaitu mengganti biaya ganti rugi sebesar Rp ,- (Lima belas juta rupiah) sedangkan orang tua tersangka hanya mempunyai uang sebesar Rp ,- (dua juta rupiah), dan karena tidak tercapai kesepakatan maka perkara anak tersebut dilanjutkan proses pemeriksaannya. 2. Kendala dalam pelaksanaan keadilan restoratif dalam kasus penganiayaan anak di tingkat penyidikan antara lain adalah penentuan musyawarah untuk mufakat dalam penentuan besarnya ganti rugi, sikap keluarga korban dan masyarakat yang menganggap penyelesaian secara restorative justice kurang mampu memenuhi tanggung-jawab bagi pelaku serta dirasa kurang memberikan efek jera dan terbatasnya fasilitas sebagai alat untuk pelaksanaan restorative justice seperti, ruang mediasi untuk musyawarah, ruang khusus anak dan lembaga penempatan anak sementara, G. DAFTAR PUSTAKA Abdussalam, 2007, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Restu Agung. Andi Hamzah, 1990, Pengantar Hukum Acara Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia Barda Nawawi Arief, 1996, Batas-batas Kemampuan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Makalah Seminar Nasional Pendekatan Non Penal Dalam Penangulangan Kejahatan, Semarang : Graha Santika Hotel. Kartini Kartono, 2013, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja, Jakarta : Rajawali Pers Maidin Gulton, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama 12

15 Marlina, 2012, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Bandung : PT Refika Aditama. Melani Wagiati Soetedjo, 2013, Hukum Pidana Anak, Bandung : Refika Aditama. Mohammad Taufik Makarao, 2013, Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Ghalia Indonesia. M. Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System dan Implementas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, Jakarta, Sinar Grafika Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat), Bandung : Refika Aditama. Romli Atmasasmita, 1983, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Bandung : Armico. Satjipto Rahardjo, 2007, Biarkan Hukum Mengalir(Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia dan Hukum). Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal. 270 Setyo Utomo, 2006, Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Yang Berbasis Restorative Justice, Artikel yang disampaikan dalam seminar BPH Soerjono Sokanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Pers. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Rajawali 13

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2 SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Polresta Yogyakarta

BAB III PENUTUP. dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Polresta Yogyakarta 70 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pemenuhan hak-hak korban tindak pidana melalui pelaksanaan diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Polresta Yogyakarta Pelaksanaan diversi di Polresta Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. disimpulkan peran penyidik dalam menangani tindak pidana yang. dilakukan oleh anakmenurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

BAB III PENUTUP. disimpulkan peran penyidik dalam menangani tindak pidana yang. dilakukan oleh anakmenurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 52 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan tentang peran penyidikmaka dapat disimpulkan peran penyidik dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anakmenurut Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA Munajah Dosen FH Uniska Banjarmasin email : doa.ulya@gmail.com ABSTRAK Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ditandai dengan lahirnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENANGANAN TINDAK PIDANA PASAL 80 ayat (1) UU NOMOR 23 TAHUN 2002 tentang PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Polres Wonosobo)

PENANGANAN TINDAK PIDANA PASAL 80 ayat (1) UU NOMOR 23 TAHUN 2002 tentang PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Polres Wonosobo) PENANGANAN TINDAK PIDANA PASAL 80 ayat (1) UU NOMOR 23 TAHUN 2002 tentang PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Polres Wonosobo) Oleh: AGUNG ADINANTO NPM. 11100017 ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman kenakalan anak telah memasuki ambang batas yang sangat memperihatinkan. Menurut Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Wagiati Soetodjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik anak yang sedang dalam pertumbuhan atau mengalami proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri tanpa perlindungan.

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang

I. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang dimasa depan. untuk itulah anak harus memperoleh perhatian yang luar biasa tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat kuat, yakni dengan menjadikan Undang-undang Dasar 1945 menjadi pilar

BAB I PENDAHULUAN. sangat kuat, yakni dengan menjadikan Undang-undang Dasar 1945 menjadi pilar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dengan kekuatan konstitusi yang sangat kuat, yakni dengan menjadikan Undang-undang Dasar 1945 menjadi pilar utama dari konstitusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting ini,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh Aditya Wisnu Mulyadi Ida Bagus Rai Djaja Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

Pelaksanaan Diversi Dengan Ganti Kerugian Untuk Korban Tindak Pidana

Pelaksanaan Diversi Dengan Ganti Kerugian Untuk Korban Tindak Pidana Pelaksanaan Diversi Dengan Ganti Kerugian Untuk Korban Tindak Pidana Heni Hendrawati 1, Yulia Kurniaty 2* 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang 2 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Lebih terperinci

: TINJAUAN HUKUM DIVERSI PADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI

: TINJAUAN HUKUM DIVERSI PADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAKSI Judul : TINJAUAN HUKUM DIVERSI PADA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (Studi Kasus Penetapan no : 01/Pen.Pid.Diversi/2015/PN.Skt ) Disusun oleh : Sartika Nilasari NPM : 12101096

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan selalu terjadi pada masyarakat pelakunya dapat orang dewasa, maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan Perlindungan hukum

Lebih terperinci

TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI

TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 Abstrak Jouvenile Delinquency

Lebih terperinci

BAB III. yang diajukan dalam penulisan hukum/skripsi, yaitu:

BAB III. yang diajukan dalam penulisan hukum/skripsi, yaitu: 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban yang diajukan atas permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum/skripsi,

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N No.1052, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Diversi. Sistem Peradilan Pidana Anak. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu : 66 BAB III PENUTUP A. Simpulan Putusan hakim harus memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana dan dapat membuat terdakwa menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan dapat kembali menjadi warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting

Lebih terperinci

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 3 PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA OLEH POLRESTA SURAKARTA DAN POLRES SUKOHARJO Sutiyono, Hadi Mahmud, Hafid Zakariya Fakultas Hukum Universitas Islam Batik

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah tunas bangsa dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. 1

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai generasi muda sangat berperan strategis sebagai penerus suatu bangsa.anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa. Peran strategis ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

Kata kunci : Penyidikan Tindak Pidana Persetubuhan dan Anak di Bawah Umur

Kata kunci : Penyidikan Tindak Pidana Persetubuhan dan Anak di Bawah Umur PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Polres Boyolali) Oleh : IBNU YUDHAGUSMARA NPM. 12102110 Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) Oleh : Kadek Setia Budiawan I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E Purwani

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma yang berfungsi mengatur mengenai segala sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015 PENYELESAIAN PERKARA ANAK DI LUAR PENGADILAN MENURUT SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Gishella A. Mewengkang 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK, TANGGAL 12 NOVEMBER 2014, NOMOR: 03/PID

IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK, TANGGAL 12 NOVEMBER 2014, NOMOR: 03/PID IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK, TANGGAL 12 NOVEMBER 2014, NOMOR: 03/PID. SUS. AN/2014/PN.GSK. ) Oleh Suhartanto ABSTRAK Anak

Lebih terperinci

PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali)

PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali) PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan sekaligus harapan dari semua orang tua. Anak merupakan satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DIVERSI PADA KASUS TINDAK PIDANA ANAK DALAM TAHAP PENYIDIKAN (STUDI KASUS POLRES PALU)

IMPLEMENTASI DIVERSI PADA KASUS TINDAK PIDANA ANAK DALAM TAHAP PENYIDIKAN (STUDI KASUS POLRES PALU) IMPLEMENTASI DIVERSI PADA KASUS TINDAK PIDANA ANAK DALAM TAHAP PENYIDIKAN (STUDI KASUS POLRES PALU) Marsita Buana Malingga Benny Diktus Yusman Vivi Nur Qalbi ABSTRAK Penulisan skripsi ini membahas implementasi

Lebih terperinci

3 Anonimous, UU Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun. 5 Maidin Gultom, Hukum Perlindungan Terhadap Anak

3 Anonimous, UU Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun. 5 Maidin Gultom, Hukum Perlindungan Terhadap Anak PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN 1 Oleh : Ahmad Eko Setiawan Arbie 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penyidikan terhadap anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Permasalahan keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk direalisasikan. Salah

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat juga anak-anak yang melakukan kejahatan. Hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK 2.1 Diversi 2.1.1 Pengertian Diversi Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Polresta Surakarta) TRISNA APRILLIA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Oleh : Dheny Wahyudhi 1 Abstrak Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat seutuhnya. Harkat

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat seutuhnya. Harkat A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tuhan Yang Maha Esa memberikan seorang anak kepada pasangan antara pria dan wanita sebagai amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat seutuhnya. Harkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak karena pada dasarnya tempat anak mempelajari hal-hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. anak karena pada dasarnya tempat anak mempelajari hal-hal baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sebagai unsur penting kehidupan masa depan memerlukan pembinaan dan bimbingan khusus agar dapat berkembang baik fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,

Lebih terperinci

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : SistemPeradilanPidana Kode Mata Kuliah : SKS : 2 (dua) Sks Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi Semester Sajian : 7 (tujuh) B. DESKRIPSI MATA KULIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh : I G A A Apshari Pinatih Rai Setiabudi Program Kekhusussan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 990. Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana Indonesia menyatakan Hukum. sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana Indonesia menyatakan Hukum. sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses modernisasi dalam segala kehidupan masyarakat merupakan akibat dari kemajuan teknologi. Kriminalisasi berkorelasi dengan perubahan atau perkembangan sosial,

Lebih terperinci