SUSUNAN PENGURUS TIM REDAKSI MITRA BESTARI TIM HUMAS. BOARD OF Director TIM LAYOUT PIMPINAN UMUM SEKRETARIS BENDAHARA PIMPINAN REDAKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUSUNAN PENGURUS TIM REDAKSI MITRA BESTARI TIM HUMAS. BOARD OF Director TIM LAYOUT PIMPINAN UMUM SEKRETARIS BENDAHARA PIMPINAN REDAKSI"

Transkripsi

1

2 SUSUNAN PENGURUS MITRA BESTARI Prof. Dr. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt., M.Sc. (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, M.S. (Institut Pertanian Bogor) Rahayu Indriasari, S.KM., MPHCN, Ph.D (Universitas Hasanuddin) Dr. Ali Rosidi, S.KM., M.Si (Universitas Muhammadiyah Semarang) Leny Budi Harti, S.Gz., M.Si. (Universitas Brawijaya) BOARD OF Director Rudianto, S.Gz. (Universitas Hasanuddin) PIMPINAN UMUM Nindy Apriliani Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka TIM REDAKSI Nita Azka Nadhira Universitas Indonesia Ahlan Universitas Hasanuddin Asri Maulida A. Institut Pertanian Bogor Nuria Wicitania Universitas Muhammadiyah Semarang Nurul Muchlisa Universitas Hasanuddin Rachmi Faricha Universitas Brawijaya Riska Amelia Mulyo Institut Pertanian Bogor TIM HUMAS Rahmita Utami R. Institut Pertanian Bogor Nur Khalida A. Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Eva Sujiati Kurnia Universitas Brawijaya Amalia Shabrina Universitas Indonesia Rr Bamandhita R.S. Universitas Indonesia TIM LAYOUT Arizta Primadiyanti Universitas Indonesia Aisyah Putri Utami Universitas Hasanuddin SEKRETARIS Wahidatul Ukhra A. Universitas Sumatera Utara BENDAHARA Cindy Ulfiyatur R. Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka PIMPINAN REDAKSI Waode Asnini R. Universitas Hasanuddin ii

3 DAFTAR ISI ISSN : Susunan Pengurus... ii Daftar Isi... iii Petunjuk Penulisan... iv Sambutan Pimpinan Umum... ix PENELITIAN Model Simulasi Tindakan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 (Analisis Data Riskesdas Sulsel Tahun 2013) Bohari... 1 Substitusi Tepung Hanjeli (Coix lacrima-jobi) dan Tepung Tempe terhadap Kadar Protein dan Mutu Protein pada Biskuit MP-ASI Bayi Febryana Megawati... 9 Hubungan Asupan Karbohidrat dan Indeks Massa Tubuh pada Wanita Premenopause dan Postmenopause di Indonesia (Analisis Riskesdas 2010) M. Rizal Permadi, Idrus Jus at, Nadiyah Subtitusi Tepung Hanjeli dan Tepung Tempe terhadap Mutu Fisik, Organoleptik, dan Kadar Kalsium pada Biskuit Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lavrencia Annashopy R Hubungan Pola Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013 Rizki Eka Sakti Octaviani TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) Minyak Ikan terhadap Tekanan Darah pada Karyawan Perusahaan Swasta yang Mengalami Hipertensi Jeallyza Muthia Azra EDITORIAL Optimalkan Pemahaman Masyarakat mengenai 10 Pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014 melalui Media Massa yang Komunikatif Nur Afiati Nadhiyah Ellen Natalia iii

4 PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI) Indonesian Nutrition Student Journal Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia (BIMGI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMGI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan dengan kelompok bidang ilmu gizi dasar, ilmu gizi terapan, gizi masyarakat, gizi klinis, pendidikan gizi, biokimia gizi, ilmu pangan, sanitasi dan ketahanan pangan, nutrigenomik, serta artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu gizi dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa ilmu gizi. Kriteria Artikel 1. Penelitian asli: hasil penelitian asli dalam ilmu gizi, ilmu pangan, kesehatan masyarakat, danilmu gizi dasar. Format terdiri dari judul penelitian, nama dan lembaga pengarang, abstrak, dan teks (pendahuluan, metode, hasil, pembahasan/diskusi, kesimpulan, dan saran). 2. Tinjauan pustaka: tulisan artikelreview/sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam dunia gizi, ditulis dengan memerhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca. 3. Laporan kasus: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikel ini ditulis sesuai pemeriksaan, analisis, dan penatalaksanaan sesuai kompetensi ilmu gizi. Format terdiri dari pendahuluan, laporan, pembahasan, dan kesimpulan. 4. Artikel penyegar ilmu gizi: artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia pangan, gizi, dan atau kesehatan, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau gizi yang perlu diketahui oleh pembaca. 5. Editorial: artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia pangan, gizi dan kesehatan, mulai dari ilmu dasar gizi, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang pangan dan gizi, lapangan kerja sampai karir dalam dunia pangan dan gizi. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa ilmu gizi. 6. Petunjuk praktis: artikel berisi panduan analisis atau tatalaksana yang ditulis secaratajam, bersifat langsung (to the point) dan penting diketahui oleh pembaca (mahasiswa ilmu gizi). 7. Advertorial: artikel singkat mengenai ilmu pangan dan gizi, kesehatan dan atau kombinasi terbaru, beserta penelitian, dan kesimpulannya. Penulisan berdasarkan metode studi pustaka. iv

5 Petunjuk Bagi Penulis 1. BIMGI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan dua (2) spasi, kecuali untuk abstrak satu (1) spasi. Ketikan tidak dibenarkan dibuat timbal balik. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Batas atas, bawah, kiri dan kanan setiap halaman adalah 2.5 cm. Naskah terdiri dari maksimal 15 halaman. 3. Naskah harus diketik dengan komputer dan harus memakai program Microsoft Word. Naskah dikirim melalui ke alamat dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul karangan (Title) 2. Nama dan Lembaga Pengarang (Authors and Institution) 3. Abstrak (Abstract) 4. Naskah (Text), yang terdiri atas: - Pendahuluan (Introduction) - Metode (Methods) - Hasil (Results) - Pembahasan (Discussion) - Kesimpulan - Saran 5. Daftar Rujukan (Reference) 5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan pustaka harus mengikuti sistematika sebagai berikut: 1. Judul 2. Nama penulis dan lembaga pengarang 3. Abstrak 4. Naskah (Text), yang terdiri atas: - Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas) - Pembahasan - Kesimpulan - Saran 5. Daftar Rujukan (Reference) 6. Judul ditulis dengan huruf besar, dan bila perlu dapat dilengkapi dengan anak judul. Naskah yang telah disajikan dalam pertemuan ilmiah nasional dibuat keterangan berupa catatan kaki. 7. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-kata: dkk atau et al. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat korespondensi ditulis lengkap dengan nomor telepon dan Abstrak harus dibuat dalam bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Panjang abstrak tidak melebihi 200 kata dan diletakkan setelah judul makalah dan nama penulis. v

6 9. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Tidak lebih dari 5 kata, dan sebaiknya bukan merupakan pengulangan kata-kata dalam judul. 10. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic). 11. Tabel 12. Gambar 13. Metode statistik 14. Ucapan terima kasih 15. Daftar rujukan disusun menurut sistem Vancouver, diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dilihat 1. Artikel dalam jurnal i. Artikel standar Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996 Jun 1;124(11): atau Vega Kj, Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associated with an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann Intern Med 1996;124: Penulis lebih dari enam orang Parkin Dm, Clayton D, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leukaemia in Europe after Chernobyl: 5 year follow-up. Br j Cancer 1996;73: ii. Suatu organisasi sebagai penulis The Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical exercise stress testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust 1996;164: iii. Tanpa nama penulis Cancer in South Africa [editorial]. S Afr Med J 1994;84:15. iv. Artikel tidak dalam bahasa Inggris Ryder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellar seneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen 1996;116:41-2. v. Volum dengan suplemen Shen HM, Zhang QF. Risk assessment of nickel carcinogenicity and occupational lung cancer. Environ Health Perspect 1994;102 Suppl 1: vi. Edisi dengan suplemen Payne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Women`s psychological reactions to breast cancer. Semin Oncol 1996;23(1 Suppl 2): vi

7 vii. viii. Volum dengan bagian Ozben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acid in non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann Clin Biochem 1995;32(Pt 3): Edisi dengan bagian Poole GH, Mills SM.One hundred consecutive cases of flap laceration of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1): ix. Edisi tanpa volum Turan I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic ankle arthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320): x. Tanpa edisi atau volum Browell DA, Lennard TW. Immunologic status of cancer patient and the effects of blood transfusion on antitumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993; xi. Nomor halaman dalam angka Romawi Fischer GA, Sikic BI.Drug resistance in clinical oncology and hematology.introduction. Hematol Oncol Clin North Am 1995 Apr;9(2):xi-xii. 2. Buku dan monograf lain i. Penulis perseorangan Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skills for nurses. 2nd ed. Albany (NY): Delmar Publishers; ii. Editor, sebagai penulis Norman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderly people. New York: Churchill Livingstone; iii. Organisasi dengan penulis Institute of Medicine (US).Looking at the future of the Medicaid program. Washington: The Institute; iv. Bab dalam buku Philips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: Laragh JH, Brenner BM, editors. Hypertension: patophysiology, diagnosis, and management. 2nd ed. New York: raven Press; 1995.p v. Prosiding konferensi Kimura J, Shibasaki H, editors. Recent advances in clinical neurophysiology. Proceedings of the 10th International Congress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam: Elsevier; vii

8 vi. Makalah dalam konferensi Bengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection, privacy and security in medical information. In: Lun KC, Degoulet P, Piemme TE, Rienhoff O, editors. MEDINFO 92.Proceedings of the 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam: North-Hollan; 1992.p vii. Laporan ilmiah atau laporan teknis 1. Diterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor: Smith P, Golladay K. Payment for durable medical equipment billed during skilled nursing facility stays. Final report. Dallas (TX): Dept. of Health and Human Services (US), Office of Evaluation and Inspection; 1994 Oct. Report No.: HHSIGOEI Diterbitkan oleh unit pelaksana : Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Helath services research: work force and education issues. Washington: National Academy Press; Contract no.: AHCPR Sponsored by the Agency for Health Care Policy and research. viii. Disertasi Kaplan SJ. Post-hospital home health care: the elderly/access and utilization [dissertation]. St. Louis (MO): Washington univ.; ix. Artikel dalam Koran Lee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: study estimates 50,000 admissions annually. The Washington Post 1996 Jun 21;Sect A:3 (col. 5). x. Materi audiovisual HIV + AIDS: the facts and the future [videocassette]. St. Louis (MO): Mosby-Year book; Materi elektronik i. Artikel journal dalam format elektronik Morse SS. Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis [serial online] 1995 Jan-Mar [cited 1996 Jun 5]:1(1):[24 screens]. Available from: URL: HYPERLINK ii. Monograf dalam format elektronik CDI, clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, Maibach H. CMEA Multimedia Group, producers.2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; iii. Arsip computer Hemodynamics III: the ups and downs of hemodynamics [computer program]. Version 2.2. Orlando (FL): Computerized Educational Systems; viii

9 SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Salam Sehat Gizi Seimbang untuk seluruh mahasiswa Gizi Indonesia Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT karna atas izin dan ridho- Nya jurnal elektronik BIMGI Vol.3 No.1 dapat terbit di bulan Februari ini. Tak lupa shalawat serta salam kita junjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah banyak mengajari kita sampai kita berada di zaman terang benderang seperti ini. BIMGI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi Indonesia) merupakan jurnal elektronik yang berisikan artikel-artikel ilmiah dari mahasiswa gizi yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. BIMGI di tahun ketiga ini, telah menerbitkan 5 edisi e-journal yang dapat diakses secara free di website Seperti edisi sebelumnya, BIMGI Vol. 3 No.1 memiliki 7 artikel yang telah melewati proses penyeleksian secara ketat oleh dewan redaksi BIMGI. Artikel yang berkualitas merupakan satu dari beberapa tujuan utama kami dalam menyajikan jurnal elektronik BIMGI ini. Maka dari itu, kami berusaha sangat keras untuk menerbitkan artikel-artikel ilmiah yang berkualitas. Sehingga mahasiswa gizi yang mengirimkan artikel ke BIMGI juga merasa puas bahwa tulisan ilmiahnya memiliki wadah publikasi, serta mahasiswa gizi yang membaca terbitan jurnal elektronik BIMGI merasa terpenuhi keingintahuannya menganai informasi-informasi seputar gizi. Kami berharap dengan terbitnya BIMGI Vol.3 No.1 ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi mahasiswa gizi Indonesia. Keberhasilan dan kesuksesan terbitanya BIMGI ini dikarenakan banyak faktor. Satu diantaranya adalah dukungan dari semua pihak terkait. Untuk itu, kami ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat baik langsung ataupun tidak langsung dalam membantu penerbitan e-journal ini. Kritik dan saran terhadap BIMGI sangat diperlukan untuk menciptakan BIMGI yang lebih baik lagi kedepannya. Pimpinan Umum Nindy Apriliani Putri ix

10 Penelitiann MODEL SIMULASI TINDAKAN PENCEGAHAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 (ANALISIS DATA RISKESDAS SULSEL TAHUN 2013) Bohari 1 1 Konsentrasi Gizi, Program Studi Kesehatan Masyaraka at, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea, Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar, Sulawesi Selatan Bohmks@gmail.com ABSTRAK Latar Belakang: Prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 (DM) yang meningkat dan biaya pengobatan yang mahal akan mengakibatkan beban ekonomi yang berat dan menjadi tantangan utama bagi pembuat kebijakan kesehatan. Penelitian bertujuan mengetahui jenis model simulasi tindakan pencegahan yang paling sesuai dalam menekan laju peningkatan DM di Sulawesi Selatan dengan menggunakan pendekatan model dinamik. Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi adalah seluruh data hasil Riskesdas Sulawesi Selatan tahun 2013, khususnya anggota rumah tangga (ART) usia 45+ tahun. Sampel penelitian yaitu data yang terkait dengan variabel penelitian yaitu jumlah DM tipe 2, prevalensi obesitas, konsumsi makanan/minuman manis, asin, dan berlemak, buah dan sayur, dan aktivitas fisik. Analisis data yaitu analisis sistem dinamis dengan menggunakan program powersim. Hasil penelitian: Selamaa 10 tahun ( ) diestimasikan kejadian DM meningkat sebesar 2,86 kali lipat dari 692 orang (tahun 2013) menjadi 1984 orang (tahun 2022) jika faktor risiko DM tidak dikontrol. Peningkatan kejadian DM dapat dicegah dengan mengontrol berbagai faktor risiko yaitu kontrol obesitas mencegah DM sebesar 9,32%, aktivitas fisik mencegah DM sebesar 7,15%, konsumsi buah dan sayur mencegah DM sebesar 24,54%, pengontrolan konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik mencegah DM sebesar 25,3%, dan pengontrolan dengan konsumsi buah, sayur, aktivitas fisik dan obesitas mencegah DM sebesar 27,41%. Simpulan: Model simulasi tindakan pencegahan yang paling sesuai dalam menekan laju peningkatan DM adalah model VI yaitu kombinasi pengontrolan konsumsi buah, sayur, aktivitas fisik, dan obesitas. Disarankan kepada pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan buah dan sayur dan kepada masyarakat untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur. Kata Kunci: Model Simulasi, Pencegahan, Diabetes Mellitus. ABSTRACT Background: Prevalence of type 2 Diabetes Mellitus (DM) increase and cost of treatment is expensive make economic burden. The study aims to determine type of simulation models are most appropriate precautions to reduce the rate in the incidence of Diabetes in South Sulawesi by using a dynamic model approach. Method: The design of this study was a cross sectional using data of Riskesdas South Sulawesi in 2013, especially members of the household aged 45+ years. The research sample was data associated with research variables are the number of type 2 DM, the obesity prevalence, consumption of foods/ /drinks sweet, salty, and fatty foods, fruits and vegetables, and physical activity. Data analysis with dynamic systems using Powersim Program. BIMGI Volume 3 No.1 Januari - Juni

11 Result: Showed that in 10 years from now estimated incidence of DM increased by 2,86x fold from 692 people in the years 2013 to people in 2022 if it was not controlled diabetes risk factors. Increased of diabetes could be prevented by controlling the various risk factors namely control obesity prevented as many as 9,32%,, physical activity prevented DM amount 7,15%, consumption of fruits and vegetables prevented DM accounted for 24,54% %, controlling the consumption of fruits, vegetables and physical activity prevented DM 25,3%, and consumption of fruits, vegetables, physical activity and obesity to prevent DM as many as 27,41%. Conclusion: The most appropriate strategy to reduce the rate in the incidence of diabetes is model VI by combining control of fruits and vegetables consumption, physical activity, and obesity. It is recommended to government to ensure the availability and affordability of fruits and vegetables and to the community to increase fruits and vegetables consumption. Keywords : Simulation Model, Prevention, Diabetes Mellitus. 1. PENDAHULUAN menemukan ada dua model prediksi Diabetes mellitus telah menjadi kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di daerah salah satu masalah kesehatan masyarakat urban Indonesia yaitu berdasarkan yang paling berpengaruh pada abad ke-21. Data Badan Kesehatan Dunia tahun 2000 di dunia terdapat 171 juta penderita DM dan akan meningkat dua kali, menjadi 366 juta pada tahun Indonesia sebagai kegemukan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan umur serta berdasarkan obesitas sentral, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan umur 5. Sulawesi Selatan termasuk salah bagian dari region Asia Tenggara satu provinsi dengan prevalensi DM termasuk urutan ke-2 terbanyak tertinggi ke 3 di Indonesia dan berbagai penduduknya yang menderita DM setelah India. Jumlah penderita DM di India penelitian adanya epidemiologi kecenderungan menunjukkan peningkatan sebanyak (tahun 2000) yang diproyeksikan mencapai pada tahun 2030, sedangkan prevalensi DM di angka kejadian DM tipe-2 di Sulawesi Selatan khususnya daerah urban seperti kota Makassar dan faktor risiko yang Indonesia mencapai jumlah semakin tahun semakin meningkat serta (tahun 2000) yang diproyeksikan mencapai pada tahun Artinya, terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam waktu 30 tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumberdaya manusia dan peningkatann biaya kesehatan yang cukup besar. (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan Penelitian ini bertujuan untuk kecenderungan prevalensi DM di mengetahui jenis model simulasi tindakan Indonesia meningkat sebesar 1% yaitu dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2.1% di tahun Adapun proporsi DM pada umur 15 pencegahan yang paling sesuai dalam menekan laju peningkatan DM selama 10 tahun (2013 s/d 2023) di Sulawesi Selatan. tahun yaitu sebesar 6,9%. Sulawesi Selatan juga mengalami peningkatan METODE sebesar 2,6% dari 0,,8% di tahun 2007 Jenis penelitian adalah menjadi 3,4% di tahun 2013 dan observasional analitik dengan desain merupakan salah satu provinsi dengan Cross Sectional dimana menggunakan prevalensi DM tertinggi ke 3 di data hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia 1,2,3. Model simulasii dibangun untuk (Riskesdas) Sulawesi Selatan tahun 2013, khususnya anggota rumah tangga (ART) tujuan peramalan atau perencanaan usia 45+ tahun. kebijakan, sehingga memperkirakan Populasi dari penelitian ini adalah kejadian dan dampak DM pada masa yang akan datang merupakan aspek penting seluruh data hasil Riskesdas tahun Sebanyak ART usia 45+ tahun, untuk perencanaan kesehatan dari jumlah tersebut dilakukan lagi masyarakat, hal ini disebabkan prevalensi Diabetes Mellitus semakin meningkat dari pengecekan kelengkapan data, terdapat 472 ART yang tidak memiliki data IMT, tahun ke tahun 4. Penelitian di Indonesia sehingga jumlah ART yang diikutkan 2 BIMGI Volume 3 No.1 Januari-Juni 2015

12 dalam analisis sistem dinamis adalah ART. Analisis data yaitu analisis sistem dinamik dengan menggunakan program Powersim. Pendekatan sistem dinamis merupakan salah satu pendekatan pemodelan kebijakan terutama dalam hal peningkatan pemahaman tentang bagaimana dan mengapa gejala dinamis suatu sistem terjadi, dengan alat analisis yaitu Causal Loop Diagram dan diagram alir model kejadian DM (Gambar 1 dan Gambar 2) 6. Diagram alir model kejadian DM (Gambar 2) merupakan diagram yang dibuat di dalam program Powersim yang berdasarkan pada Causal Loop diagram kejadian DM (Gambar 1) yang memiliki simbol seperti konstanta, auxilliary, rate, dan level. Karakteristik variabel tiap model simulasi (Tabel 1) diperoleh dengan cara menghitung nilai rata-rata tiap variabel berdasarkan kelompok DM dan bukan DM. Nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam formula yang telah disusun (Gambar 2) di program Powersim. Hasil analisis sistem dinamik (Tabel 2) yaitu jumlah kejadian DM dan Bukan DM diperoleh setelah program dijalankan pada setiap model simulasi. Validasi model yaitu membandingkan hasil simulasi dengan data riil persentasi DM tipe 2 (Litbang- Kementerian Kesehatan RI, 2013), dengan syarat yang harus dipenuhi bahwa perbedaan rata-rata peningkatan kelipatan penderita DM hasil simulasi tidak boleh lebih dari 50% dibandingkan dengan data riil persentasi DM. Gambar 1. Causal Loop Diabetes Mellitus (Modifikasi dari Shoul Maile, 2010) 7 Gambar 1 menunjukkan jika konsumsi makanan berisiko (makanan/minuman manis, makanan asin, dan makanann berlemak) yang berlebih dapat meningkatkan kejadian obesitas dan diabetes mellitus (loop1). Aktivitas fisik yang rendah juga memberikan dampak pada peningkatan obesitas dan pada akhirnya memberikan dampak pada kejadian diabetes mellitus (loop 2). Kemudian Diabetes Mellitus dapat dikurangi/dicegah dengan meningkatkan aktifitas fisik dan asupan serat (buah dan sayur) sehingga dapat memberikan kontribusi pada penurunan obesitas dan pada akhirnya penduduk bukan penderita Diabetes Mellitus meningkat (loop 3). Loop 4 dan loop 5 menunjukkan bahwa penduduk bukan penderita Diabetes Mellitus juga berpotensi menderita Diabetes Mellitus jika konsumsi makanan berisiko dan obesitas meningkat. Berdasarkan gambar 1, kemudian diterjemahkan dalam bentuk Diagram Alir Model Dinamik Kejadian DM pada program Powersim. BIMGI Volume 3 No.1 Januari - Juni

13 Gambar 2. Diagram Alir Model Kejadian DM (pembuatan diagram alir model ini berdasarkan causal loop Gambar 1 yang peneliti terjemahkan dalam Program Powersim, adapun panduan pembuatan diagram alir tersebut referensinya ada pada no. 6) 2.1. Penjelasan Model I VI Model ini dibangunn berdasarkan pedoman pengendalian Diabetes Mellitus dan penyakit metabolik berbasis komunitas Model I merupakan model yang dilakukan untuk mengestimasi kejadian DM selama 10 tahun ( ) tanpa ada kontrol pada variabel/faktor yang mempengaruhi kejadian DM. 2. Model II merupakan model yang dilakukan untuk mengestimasi kejadian DM selama 10 tahun ( ) dengan mengontrol obesitas yaitu menurunkan prevalensi obesitas sebesar 4% dari 17,3% (tahun 2013) menjadi 13,3%, dengan pertimbangan ingin menyamakan prevalensi obesitas pada ART bukan penderita DM sebesar 13,5%. 3. Model III merupakan model yang dilakukan untuk mengestimasi kejadian DM selama 10 tahun ( ) dengan mengontrol aktivitis fisik yaitu meningkatkan aktivitas fisik menjadi 2,50, dengan pertimbangan bahwa Mets 2,50 merupakan mets aktivitas fisik dengan kategori aktivitas fisik yang cukup. 4. Model IV merupakan model yang dilakukan untuk mengestimasi kejadian DM selama 10 tahun ( ) dengan mengontrol konsumsi buah 2 porsi dan sayur 3 porsi, dengan pertimbangan bahwa Cukup mengonsumsi buah dan sayur tiap hari yaitu minimal 2 porsi buah dan 3 porsi buah selama 7 hari dalam seminggu. 5. Model V merupakan model yang dilakukan untuk mengestimasi kejadian DM selama 10 tahun ( ) dengan mengkombinasikan pengontrolan terhadap aktivitas fisik (mets 2,50) dan konsumsi buah (2 porsi) dan sayur (3 porsi). 6. Model VI merupakan model yang dilakukan untuk mengestimasi kejadian DM selama 10 tahun ( ) dengan mengkombinasikan pengontrolan terhadap aktivitas fisik (mets 2,50), konsumsi buah (2 porsi) dan sayur (3 porsi) serta menurunkan prevalensi obesitas pada penderita DM. Setiap model memiliki karakteristik yang berbeda (Tabel 1). Model I merupakan simulasi yang dibuat untuk mengetahui jumlah kejadian DM apabila tidak ada perlakuan terhadap berbagai faktor risiko DM. Adapun model II, III, IV, V, dan VI merupakan model simulasi dengan berbagai pilihan kebijakan terhadap faktor risiko DM untuk menekan laju peningkatan kejadian DM, sehingga dari berbagai model simulasi tersebut, akan diperoleh jenis model simulasi yang paling besar menurunkan angka kejadian DM. 4 BIMGI Volume 3 No.1 Januari-Juni 2015

14 3. HASIL Variabel Konsumsi Buah (porsi) 0,52 Konsumsi Sayur 1,19 (porsi) Konsumsi 0,49 Makanan/Minuman Manis Konsumsi Makanan 0,35 Asin Konsumsi Makanan 0,44 Berlemak Mets Aktivitas Fisik 1,95 Level Awal (orang) 692 Presentasi Obesitas 17,3 IMT (%) Delay (Dari Bukan DM 4 Menjadi DM) (Tahun) 9 Tabel 1. Karakteristik Variabel Berdasarkan Model Dinamik I VI Model I Model II Model III Model IV Model V Model VI Bukan DM DM DM DM DM DM DM 0,52 0, ,19 1, ,49 0,49 0,49 0,49 0,35 0,35 0,35 0,35 0,44 0,44 0,44 0,44 1,95 2,5 1,95 2, ,3 17,3 17,3 17, , , ,35 0,37 0,44 0,47 2,5 2, ,3 13,5 4 Tabel 1 menunjukkan karakteristik nilai variabel berdasarkan jenis simulasi pada penderita DM dan bukan penderita DM yaitu pada model I menunjukkan bahwa nilai variabel obesitas lebih tinggii pada penderita DM dibandingkan dengan bukan penderita DM, model II nilai variabel obesitas pada penderita DM hampir sama pada bukan penderita DM, model III nilai variabel mets aktivitas fisik lebih tinggi pada penderita DM, model IV nilai variabel konsumsi buah dan sayur lebih tinggi pada penderita DM, model V yaitu nilai variabel konsumsi buah, sayur dan aktivitas fisik lebih tinggi pada penderita DM, dan model VI yaitu nilai variabel konsumsi buah, sayur dan aktivitas fisik lebih tinggi pada penderita DM sedangkan nilai variabel obesitas hampir sama besar. Tabel 2. Hasil Model Dinamik Kejadian DM Selama 10 Tahun ( ) di Tahun Penderita DM (Orang) Model I Mode II Model III Mode IV Model V Sulawesi Selatan Bukan DM (Orang) ModelVI Penurunan Kejadian DM (Orang) (9,32%) -142 (7,15%) -489 (24,54%) -502 (25,3%) (27,41%) Tabel 2 menunjukkan bahwa kejadian DM selama 10 tahun diestimasikan meningkat 2,86 kali lipat dari 692 orang (tahun 2013) menjadi orang (tahun 2022) jika tidak ada kontrol terhadap variabel/faktor yang mempengaruhi kejadain DM (Model I). Estimasi kejadian DM berdasarkan kelompok kontrol variabel/faktor yang mempengaruhi kejadian DM menunjukkan bahwa model VI merupakan model yang paling besar jumlah BIMGI Volume 3 No.1 Januari - Juni

15 penurunan kejadian DM selama 10 tahun yaitu sebesar 27,41%. 4. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian DM selama10 tahun ( ) diestimasikan mengalami peningkatan 2,86x lipat dari 692 orang pada tahun 2013 meningkat menjadi orang pada tahun 2022 dengan kelipatan rata-rata pertahun sebesar 0,28 kali lipat, hal ini dapat terjadi jika tidak ada kontrol terhadap faktor risiko yang mempengaruhi kejadian DM. Tingginya kejadian DM pada tahun 2022 menunjukkan masalah yang serius. Selain obat, yang terpenting bagi penderita DM, yakni merancang kembali pola hidup (gaya hidup), terutama pola makan dan olahraga. Pada tingkat makro, peningkatan kejadian DM tipe 2 dikaitkan dengan urbanisasi dan transisi lingkungan, termasuk perubahan pola kerja dari kerja berat menjadi pekerjaan yang ringann (sedentary), peningkatan penggunaan komputer dan mekanik, dan meningkatnya penggunaan alat transportasi. Pertumbuhan ekonomi dan transisi lingkungan telah menyebabkan perubahan drastis dalam produksi pangan, pengolahan, sistem distribusi dan meningkatnya aksesibilitas makanan yang tidak sehat 8. Pria dan wanita di seluruh dunia telah mengalami peningkatan berat badan, sebagian besar sebagai akibat dari perubahan pola diet dan penurunan tingkat aktivitas fisik 10. Model dinamik tindakan pencegahan kejadian DM berdasarkan kelompok model yang mendapatkan kontrol pada variabel/faktor yang mempengaruhi kejadian DM menunjukkan bahwa model VI yaitu model dengan mengkombinasikan kontrol aktivitas fisik, konsumsi buah, sayur, dan penurunan prevalensi obesitas merupakan model yang paling besar dalam mencegah kejadian DM, sedangkan kontrol variabel/faktor yang mempengaruhi kejadian DM dilakukan secara terpisah menunjukkan pencegahan kejadian DM sangat sedikit, kecuali pada kontrol konsumsi buah dan sayur (Tabel 2). Beberapa hasil penelitian menunjukkan hal yang positif tentang kemampuan makanan sumber serat (buah dan sayur) dalam mengurangi risiko DM, memperbaiki metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin pada penderita DM. Penelitian Wolfram et al (2011), menunjukkan bahwa dengan meningkatkan konsumsi sayuran, biji-bijian, dan serat larut dan tidak larut dikaitkan dengan metabolisme glukosa yang lebih baik pada individu Diabetes dan non Diabetes, perbaikan sensitivitas insulinn dan homeostasis glukosa yang lebih jelas pada responden dengan pola makan nabati dibandingkan responden dengan diet yang umum 11. Fujii et al. (2013), menunjukkan bahwa peningkatan asupan serat makanan dikaitkan dengan kontrol glikemik yang lebih baik, perbaikan sensitivitas insulin dan mikro inflamasi pada pasien Diabetes tipe 2 di Jepang sehingga dalam penelitian tersebut, penderita Diabetes didorong untuk terus mengonsumsi lebih banyak makanan sumber serat dalam kehidupan sehari-hari 12. Hasil meta analisis pengaruh konsumsi buah dan sayur terhadap kejadian Diabetes menunjukkan bahwa secara keseluruhan, buah-buahan dan/atau asupan sayuran tidak berhubungan jelas dengan pengurangan risiko kejadian Diabetes tipe 2. Namun, peningkatan konsumsi sayuran berdaun hijau sekitar satu porsi per hari dikaitkan dengan penurunan secara signifikan yaitu sebesar 14% risiko diabetes DM tipe 2 dan konsumsi sayuran dapat melindungi seseorang dari perkembangan Diabetes mellitus 13,14. Kurangnya bukti kuat bahwa peningkatan asupan buah dan sayuran mengurangi risiko Diabetes Mellitus tipe 2, sehingga mendorong untuk dilakukan tindakan pencegahan Diabetes Mellitus dengan pendekatan multi-center, seperti yang digunakan dalam Diabetes Prevention Program (DPP). Percobaan klinis yang secara acak membandingkan modifikasi intensif gaya hidup, perawatan standar ditambah metformin, dan perawatan standar ditambah plasebo untuk mencegah atau menunda perkembangan Diabetes tipe 2 pada individu berisiko tinggi 15. Intervensi gaya hidup yang difokuskan pada peningkatan diet sehat, meningkatkan aktivitas fisik, dan mengatasi hambatan dalam kepatuhan diet. Lima puluh persen (50%) peserta memenuhi tujuan penurunan berat badan sebesar 7%, dan tujuh puluh empat persen (74%) memenuhi tujuan aktivitas fisik 150 menit per minggu pada akhir intervensi selamaa 24 minggu. DPP menurunkan insiden diabetes sebesar 58% pada kelompok intervensi gaya hidup, dibandingkan dengan kelompok metformin yang menurun sebesar 31% selama rata-rata 2,8 tahun masa tindak lanjut 16,17. Kebijakan kesehatan masyarakat global perlu jaminan pada beberapa sektor untuk menciptakan lingkungan makanan sehat dan 6 BIMGI Volume 3 No.1 Januari-J Juni 2015

16 mempromosikan tanggung jawab sosial perusahaan. Strategi potensial termasuk gizi dan kebijakan pertanian yang mendukung produksi dan distribusi makanan sehatsubsidi pertanian misalnya, melembagakan yang meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan buah-buahan, sayuran, biji- Pajak atas bijian, dan kacang-kacangan. minuman manis dan produk tidak sehat lainnya ditingkatkan, sehingga dapat mengurangi konsumsi makanan ini dan meningkatkan kualitas diet secara keseluruhan. Berdasarkan pengamatan peneliti, bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu sebagai berikut: 1. Data jumlah Penderita DM yang tersedia masih minim yaitu hanyaa 2 data (tahun 2007 dan 2013), sehingga peneliti kesulitan melakukan validasi model terhadap output penderita DM berdasarkan model yang dikembangkan oleh peneliti dan data real yang ada. 2. Masih terdapat beberapa faktor risiko DM yang belum dilibatkan dalam model dinamik yang dibangun yaitu obesitas sentral, konsumsi makanan zat gizi makro dan mikro, komposisi tubuh, hipertensi, faktor genetik, faktor stres, dan kadar glukosa darah yang dikarenakan keterbatasan informasi. 5. KESIMPULAN Tindakan pencegahann yang paling sesuai dalam menekan laju peningkatan kejadian DM adalah model simulasi VI yaitu dengan mengkombinasikan kontrol terhadap konsumsi buah ( 2 porsi), sayur (2 porsi), dan aktivitas fisik (met 2,50), dan menurunkan prevalensi obesitas (4%) dapat menekan laju peningkatan penderita DM sebesar 27,41% dari kondisi awal. 6. SARAN Adapun saran terkait hasil penelitian Bagi Pemerintah: 1)Aksesibilitas dan keterjangkauan penduduk terhadap buah, sayur, kacang-kacangan perlu ditingkatkan guna mendukung konsumsi masyarakat terhadap bahan makanan tersebut. 2)Pajak atas produk makanan/minuman manis, makanan berlemak dan produk tidak sehat lainnya ditingkatkan, sehingga dapat mengurangi konsumsi produk tersebut dan meningkatkan kualitas diet secara keseluruhan.3)upaya promosi dan edukasi kepada masyarakat mengenai deteksi dan tindak lanjut dini faktor risiko DM. 4)Penyediaan lahan terbuka hijau bagi masyarakat perkotaan. Kepada Masyarakat: 1)Agar meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam kehidupan sehari-hari minimal 2 porsi per hari. 2)Agar meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi perilaku sedentary. 3)Agar mengurangi pola makan tidak sehat seperti tinggi kalori dan lemak, dan rendah serat. 4)Agar mempertahankan berat badan ideal (tidak mengalami obesitas). DAFTAR PUSTAKA 1. Richard Sicree JS, Paul Zimmet The Global Burden: Diabetes and Impaired Glucose Tolerance: IDF Diabetes Atlas Fourth Edition. 2. WHO Prevention of Diabetes Mellitus. Geneva: Technical Report Series Litbang Kementeriann Kesehatan RI Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan R I. 4. Rosella A Population Based Approach to Diabetes Mellitus Risk Prediction: Methodological Advances and Practical Applications. University of Toronto. 5. Irawan D Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis, Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 6. Muhammadi, Aminullah, E dan Soesilo, B Analisis Sistem Dinamis : Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta: UMJ Press. 7. Shoul, Mailde Risk and Protective Factors for Type 2 Diabetes. Diakses pada 10 Oktober < ds/ Type%202%20Diabetes%20Risk%20a nd %20Protective%20factors.pdf> 8. Departemen Kesehatan RI Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Direktorat Pengendaalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 9. Barbara The Natural History of Type 2 Diabetes: Practical Point to Consider in Developing Prevention and Treatmen Strategies. Clinical Diabetes. Vol. 18. No. 2 (2000): Popkin BM and Adair Global BIMGI Volume 3 No.1 Januari - Juni

17 Nutrition Transition a nd The Pandemic of Obesity in Developing Countries. Nutr Rev; 70 (2012): Ezzati M and Riboli E Behavioral and Dietary Risk Factors for Noncommunicable Diseases. N Engl J Med; 369 (2013): Wolfram T and Ismail-Beigi F Efficacy of High-Fiber Diets in The Management of Type 2 Diabetes Mellitus. Endocr Pract.;17(1)(2011) : Fuji Impact of Dietary Fiber Intake on Glycemic Control, Cardiovascular Risk Factors and Chronicc Kidney Disease in Japanese Patients W wth Type 2 Diabetes Mellitus: The Fukuokka Diabetes Registry. Nutrition Journal, 12 (2013): Cene, Wiley C, Pignone M The Effect of Fruit and Vegetable Intake on The Incidence of Diabetes. Clinical Diabetes, vol 29: 3 (2011): Villegas, et al Vegetable but not Fruit Consumption Reduces The Risk of Type 2 Diabetes In Chinese Women. J. Nutr. 138 (2008): DPP Research Group Design and Methods for A Clinical Trial in The Prevention of Type 2 Diabetes. Diabetes Care 22(1999): Knowler WC, Barrett-Connor E, Fowler SE, et al Reduction in The Incidence of Type 2 Diabetes with Lifestyle Intervention or Metformin. N Engl J Med 346(2002): BIMGI Volume 3 No.1 Januari-J Juni 2015

18

19 1. PENDAHULUAN Masa bayi merupakan masa yang penting dalam perkembangan manusia, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Pada tahun pertama, pertumbuhan bayi berlangsung sangat cepat dengan dipengaruhi salah satunya oleh makanan. Makanan memegang peran penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk pertumbuhan. Seiring bertambahnya umur bayi, kebutuhan bayi tehadap zat gizi semakin meningkat sedangkan kandungan zat gizi yang tersedia pada ASI (Air Susu Ibu) tidak dapat memenuhinya. Karena itu, bayi memerlukan MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) yang merupakan makanan selain ASI yang diberikan bayi sesudah berusia 6 bulan 1. Gizi kurang merupakan salah satu permasalahan pokok Indonesia karena berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Bayi pada usia 7-8 bulan merupakan salah salah satu usia di mana kebutuhan akan zat gizi semakin meningkat. Masa tumbuh kembang otak yang cepat, sebagian besar (80%) terjadi pada periode 0-2 tahun yang disebut periode emas (Golden Period). Kekurangan gizi pada periode ini akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya 2. Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat, MP-ASI perlu diberikan pada bayi sesudah berusia 6 bulan. Masyarakat mengenal adanya dua jenis MP-ASI, yaitu MP-ASI lokal dan MP-ASI pabrikan. Pemberian MP-ASI lokal merupakan MP-ASI yang diolah di rumah tangga terbuat dari bahan yang tersedia setempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat 3,4. Biskuit bayi merupakan salah satu MP- ASI yang diperuntukkan bagi bayi berusia 6-24 bulan. Dibuat dari bahan dasar tepung terigu atau tepung yang lain seperti serealia, kacang-kacangan, serta biji-bijian yang mengandung minyak dan bahan makanan lain yang sesuai. Biskuit bayi yang disubstitusi dengan tepung Hanjeli dan tepung tempe sebagai MP-ASI merupakan salah satu inovasi yang dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan MP-ASI yang mengandung tinggi protein dan mutu protein baik. Bagi bayi, protein berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel tubuh, sedangkan mutu protein berperan sebagai syarat agar protein dalam biskuit dapat dicerna dan diserap oleh tubuh bayi 1. Hanjeli merupakan salah satu jenis serealia yang dimanfaatkann sebagai sumber pangan alternatif dan memiliki kandungan zat gizi yang baik, terutama memiliki kandungan tinggi protein, zat besi, dan kalsium. Kandungan protein pada hanjeli adalah sebesar 11 gram per 100 gram bahan 5. Saat ini hanjeli mulai banyak dikembangkan di Indonesia daerah Jawa Barat. Sedangkan pengolahan hanjeli dapat berupa bubur, lontong, peuyeum, dan tepungnya dapat digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu dalam pembuatan brownis 6. Tempe merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang berasal dari kedelai dibuat dengan caraa fermentasi atau peragian. Tempe memiliki kandungan protein nabati yang tinggi 100 gr tempe mengandung 20,8 gr protein dan mutu protein tempe lebih tinggi sebesar 83% dibandingkan dengan kedelai rebus sebesar 75% %. Produk turunan tempe masih kurang karena selama ini pengolahan tempe hanya sebatas digoreng atau direbus 7. Departemen kesehatan RI menetapkan persyaratan kandungan gizi yang harus dipenuhi dalam 100 gram makanan bayi (biskuit) antara lain kandungan energi minimal 400 kkal, kandungan protein sebesar gr. Kebutuhan protein dalam biskuit bayi instan pada umumnya di pasaran menggunakan jumlah AKG (Angka Kecukupan Gizi) sebesar 10 gram dalam 100 gram berat bahan makanan, jumlah tersebut belum tentu dapat mencukupi angka kebutuhan protein pada bayi usia 7-8 bulan pada umumnya. Kebutuhan protein yang disarankan menggunakan kebutuhan sebesar 16 gram dalam 100 gram berat bahan makanan 8. Ketetapan mutu protein pada MP-ASI tidak kurang dari 70% kasein standar 9. Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Asam amino yang terkandung dalam protein nabati (hanjeli dan tempe) tidak selengkap dengan protein hewani, namun dengan penambahan dua atau lebih sumber protein yang berbeda asam amino pembatasnya (hanjeli dan tempe) maka dapat saling melengkapi kandungan proteinnya sehingga dapat meningkatkan mutu protein 10. Untuk memudahkan bayi mengonsumsi hanjeli dan tempe, diperlukan pengolahan lebih lanjut, yaitu mengubah hanjeli dan tempe menjadi tepung. Tepung hanjeli dan 10 BIMGI Volume 3 No.1 Januari-Juni 2015

20 tepung tempe tersebut yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MP-ASI biskuit. Selain dapat memudahkan untuk dikonsumsi, mudah cerna, dapat merangsang perkembangan motorik bayi 11,12. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar protein dan mutu protein pada biskuit bayi yang telah disubstitusi dengan tepung hanjeli dan tepung tempe. 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian true eksperimental dan menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan empat kali ulangan dan masing-masing ulangann dilakukan oengukuran secara duplo, sehingga jumlah sampel terdapat 20 unit. Substitusi pada pembuatan biskuit dari tepung hanjeli dan tepung tempe dan tepung terigu dengan perbandingan sebagai berikut : Tabel.1 Komposisi Perbandingan Subtitusi Tepung Hanjeli Tepung Tempe Dan Tepung Terigu Bahan Po P1 P2 P3 P4 Terigu 100% 50% 50% 50% 50% tepung hanjeli 0% 10% 20% 30% 40% tepung tempe 0% 40% 30% 20% 10% Butter unsalted 100% 100% 100% 100% 100% gula halus 100% 100% 100% 100% 100% Pada P0 kelompok 1 yaitu kelompok kontrol pembuatan biskuit tanpa penambahan substitusi tepung hanjeli dan tepung tempe. Pada P1 kelompok 2 yaitu kelompok dengan perlakuan pertama dari penambahan tepung terigu 50%, tepung hanjeli 10% dan tepung tempe 40%. Pada P2 yaitu kelompok 3 yaitu kelompok dengan perlakuan kedua dengan penambahan tepung terigu 50%, tepung hanjeli 20% dan tepung tempe 30%. Pada P3 yaitu kelompok 4 dengan perlakuan ketiga dengan penambahan tepung terigu 50%, tepung hanjeli 30% dan tepung tempe 20%. Pada P4 yaitu dengan perlakuan keempat dengan penambahan tepung terigu 50%, tepung hanjeli 40% dan tepung tempe 10%. 2.1 Objek dan Sampel Perhitungan besarnya pengulangan/ replikasi pada perlakuan subtitusi tepung hanjeli dan tepung tempe dalam pembuatan biskuit MP-ASI dengan menggunakan rumus Tc ( n-1) >15 5 (n-1) >15 n-1 > 3 n > 4 Keterangan : Tc : Jumlah perlakuan n : Banyaknyaa pengulangan 13 Berdasarkan hasil perhitungan replikasi sampel tersebut sebesar 4 kali replikasi. Sehingga jumlah sampel biskuit yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 4 kali replikasi dan 5 perlakuan sehingga didapatkan 20 sampel untuk dapat dilakukan penelitian. 2.2 Variabel dalam Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel yang terbagi menjadi dua, yaitu: variabel independent adalah subtitusi tepung hanjeli dan tepung tempe dan variabel dependent yaitu, kadar protein dan mutuu protein. 2.3 Kriteria Inklusi Sampel Hanjeli Hanjeli jenis lacryma-jobi spesies Coix Berwarna coklat muda Berkulit keras Didapatkan pada hanjeli di desa Tiang budidaya Layar Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Medan Sumatera Utara Milik ibu Helty Malemta Ginting Tempe Tempe dari jenis kedelai spesies Glycine max. Tempe dari biji kedelai berwarna kuning, nampak putih Tempe yang dijual di Sentra Industri Tempe Sanan kota Malang yang didapatkan dari produksi tempe Langgeng Makmur milik Ibu Yulianti Aroma dan warna khas tempe 2.4 Kriteria Eksklusi Sebagian hanjeli dan tempe yang mengalami kerusakan sebelum dilakukan penelitian. BIMGI Volume 3 No.1 Januari - Juni

21 2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Penyelenggaraan Makanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya pada tanggal September 2013 dan laboratorium LSIH Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 7-17 Oktober Definisi Operasional Tepung Hanjeli Tepung Hanjeli diperoleh dari bahan dasar biji hanjeli yang didapatkan dari supplier Helty Malemta Ginting di Medan Sumatera Utara. Sedangkan proses penepungan tepung hanjeli diproses di pabrik penggilingan Anugerah Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, dengan proses tahapan dimulai dari penjemuran hingga kering, kemudian digiling untuk memisahkan kulit dengan bijinya, diangin-anginkan agar kulit dan biji dapat terpisah, dan kemudian digiling menjadi tepung Tepung Tempe Tepung tempe yang terbuat dari bahan dasar tempe seberat 28,6 kg dan yang ditepungkan menghasilkan tepung dengan berat 10,8kg didapatkan dari proses penepungan dengan tingkat kehalusan 80 mesh yang dilakukan di Materia Medica Batu. Dengan tahapan proses pertama kali tempe ditimbang dan dicatat, kemudian dicuci hingga bersih, dikeringkan dengann cara dijemur hingga kering, dioven dan terakhir digiling hingga menjadi tepung. 2.7 Kadar Protein Biskuit Subtitusi Tepung Hanjeli dan Tepung Tempe Nilai protein formula biskuit yang diukur dengan Inhouse Method di LSIH, nilai protein diperoleh dengan dikalikan kadar nitrogen dari formula biskuit dengan faktor konversi 6,25 yang umum digunakan. Faktor konversi didapatkan dari kadar N adalah 16% dalam protein dalam suatu bahan pada umumnya. Dinyatakan dalam perhitungan : Faktor Konversi (FK) = (kadar N x 100) / 16 = 6, 25 MP-ASI Bikuit Substitusi tepung Hanjeli dan tepung tempe adalah biskuit dengan substitusi tepung Hanjeli, tepung tempe dan tepung terigu dengan perbandingan 10%:40%:50%; 20%:30%:50% %; 30%:20%:50; 40%:10%:50% yang dicampur dengan gula halus, butter unsalted dan tepung terigu. Adonan digiling kemudian dicetak dengan cetakan setebal 3 mm dan dipanggang dalam oven selama 25 menit pada suhu 175 C. 2.8 Mutu Protein Perhitungan mutu protein ditentukan pada jenis dan proporsi asam amino yang dikandung pada formula biskuit dengan mengukur Skor Asam Amino, Asam Amino Pembatas, Mutu Cerna, dan Net Protein Utilization. 2.9 Skor Asam Amino (SAA) Merupakan asam amino esensial yang paling rendah terdapat dalam bahan biskuit yang sudah diketahui dari data terdahulu dibandingkan dengan asam amino yang sama dalam proein pembanding (protein anak usia 1-2 tahun) Asam Amino Pembatas Asam Amino yang memiliki nilai terkecil sebagai pembatas dalam perhitungan SAA seperti: lisin, treonin, triptofan, metionin+sistin, sehingga asam amino tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan batas dalam asam amino pada biskuit Mutu Cerna (MC) Teoritis Mutu Cerna menunjukkan bagian dari asam amino yang terdapat pada biskuit dan dapat diserap tubuh dibandingkan yang dikonsumsi, dengan cara teoritis melalui perhitungan SAA dan diintepretasikan secara deskriptif NPU (Net Protein Utilization) Teoritis Net Protein Utilization menunjukkan indeks mutu yang memperhatikan jumlah protein yang dapat dikonsumsi atau dicerna dlaam tubuh dengan perhitungan NPU teoritis = (SAA x MC) Prosedur Penelitiann Metode Pembuatan Tepung Hanjeli (pabrik Anugerah,Sumatra Utara, 2013) Biji hanjeli yang telah dicuci, dikeringkan dengan dijemur di bawah terik matahari. Biji hanjeli yang kering kemudian digiling di pabrik penggilingan Anugerah, biji hanjeli digiling menggunakan mesin penggilingan khusus biji hanjeli digiling 2 kali, sehingga didapatkan beras hanjeli. Setelah beras hanjeli digiling, kemudian diangin-anginkan atau dikipas agar kulit hanjeli dengan biji hanjeli dapat terpisah dan 12 BIMGI Volume 3 No.1 Januari-Juni 2015

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL BERKALA ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN (BIMKES)

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL BERKALA ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN (BIMKES) PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL BERKALA ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN (BIMKES) Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan (BIMKES) adalah publikasi per semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur.

Lebih terperinci

Pedoman Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) The Journal of the Indonesian Medical Students Association

Pedoman Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) The Journal of the Indonesian Medical Students Association Pedoman Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) The Journal of the Indonesian Medical Students Association Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) adalah publikasi

Lebih terperinci

PENDEKATAN MODEL DINAMIK DALAM MENGESTIMASI KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI SULAWESI SELATAN

PENDEKATAN MODEL DINAMIK DALAM MENGESTIMASI KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI SULAWESI SELATAN PENDEKATAN MODEL DINAMIK DALAM MENGESTIMASI KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI SULAWESI SELATAN DYNAMIC MODEL APPROACH IN ESTIMATING THE OCCURRENCE OF TYPE 2 DIABETES MELLITUS IN SOUTH SULAWESI Bohari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa serum yang terjadi akibat adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) Dyah Surya Kusumawati (Prodi S1 Keperawatan) Stikes Bhakti

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

JURNAL MEDIKA PLANTA

JURNAL MEDIKA PLANTA JURNAL MEDIKA PLANTA INDONESIAN JOURNAL OF HERBAL MEDICINE Pemrosesan Artikel (Article Processing) Sekretaris (Secretary) Ketua Dewan Penyunting (Editor-in-Chief) Diterima dengan perbaikan Diterima (Accepted)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus, DM diabaínein (bhs yunani): διαβαίνειν,, tembus atau pancuran air Mellitus (bahasa Latin): rasa manis dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek yang muncul sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular serta diabetes mellitus tipe 2. Komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

SUSUNAN PENGURUS TIM REDAKSI MITRA BESTARI TIM HUMAS. BOARD OF Director TIM LAYOUT PIMPINAN UMUM. Wakil PIMPINAN UMUM SEKRETARIS UMUM BENDAHARA UMUM

SUSUNAN PENGURUS TIM REDAKSI MITRA BESTARI TIM HUMAS. BOARD OF Director TIM LAYOUT PIMPINAN UMUM. Wakil PIMPINAN UMUM SEKRETARIS UMUM BENDAHARA UMUM SUSUNAN PENGURUS MITRA BESTARI Prof. Dr. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt., M.Sc. (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, M.S. (Institut Pertanian Bogor) Rahayu Indriasari, S.KM., MPHCN, Ph.D (Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI 49 GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 50

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB. HULU SUNGAI SELATAN, KALIMANTAN SELATAN Raymond Sebastian Tengguno, 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (Non-Communicable diseases) terdiri dari beberapa penyakit seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis. Pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2 GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH 17-27 kg/m 2 Agung Setiyawan MahasiswaPeminatanEpidemiologidanPenyakitTropik FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasDiponegoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2

SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2 SKRIPSI PENGARUH EDUKASI DUA LINTAS TERHADAP JUMLAH, JENIS, DAN JADWAL MAKAN PENDERITA DM TIPE 2 Studi Dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat OLEH : I PUTU ARYA SEDANA NIM. 1102105041 PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS Nadimin 1, Sri Dara Ayu 1, Sadariah 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusianya. Menurut Kusharto dan Muljono (2010) dalam Maulana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE Paulin Yuliana, 2011 Pembimbing I Pembimbing II : Winny Suwindere, drg., MS. : Adrian Suhendra, dr.,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN Diza Fathamira Hamzah Staff Pengajar Program Studi Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit infeksi (communicable disease) yang sempat mendominasi di negara-negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gaya hidup modern dengan kesibukan tinggi dan serba otomatisasi menyebabkan masyarakat cenderung lebih suka mengonsumsi makanan cepat saji dan kurang aktivitas fisik

Lebih terperinci

International Diabetes Federation (IDF) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi orang dengan diabetes diduga akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) pada

International Diabetes Federation (IDF) tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi orang dengan diabetes diduga akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara lokal, regional, nasional, dan global. Hal ini dikarenakan penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada sekumpulan gangguan metabolik yang disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. DM adalah gangguan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN, Ana Ulfah Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin Email: perdana_182@yahoo.co.id ABSTRAK Menurut WHO (World Health Organization)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

Kedokteran Universitas Lampung

Kedokteran Universitas Lampung HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR HBA1C PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG Aqsha Ramadhanisa (1), TA Larasati (2), Diana Mayasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON Daniel Hadiwinata, 2016 Pembimbing Utama : Hendra Subroto, dr.,sppk. Pembimbing Pendamping: Dani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami berbagai tanaman komoditas pangan sehingga dapat menghasilkan bermacammacam produk pangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pola penyakit bergeser dari

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, pola penyakit bergeser dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, pola penyakit bergeser dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan prevalensi dan berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah ABSTRAK Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah Dini Nur Muharromah Yuniati Diabetes melitus (DM) merupakan suatu

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA MAKAN TERHADAP TINGKAT GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGASEM I ABSTRAK

GAMBARAN POLA MAKAN TERHADAP TINGKAT GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGASEM I ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN TERHADAP TINGKAT GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGASEM I I Putu Bagus Muliartha 1, I Wayan Sudhana 2 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian... DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Lembar Persetujuan... ii Penetapan Panitia Penguji... iii Kata Pengantar... iv Pernyataan Keaslian Penelitian... v Abstrak... vi Abstract...... vii Ringkasan.... viii Summary...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang mengalami perubahan yang menonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ketahun dan merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi medis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas adalah peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan fisik dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). Obesitas terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular disease) merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih tinggi angka morbiditas dan mortalitasnya. Dalam laporannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

PETUNJUK PENULISAN MAKALAH LENGKAP FOKUS AWARD 2017 LAPORAN PENELITIAN

PETUNJUK PENULISAN MAKALAH LENGKAP FOKUS AWARD 2017 LAPORAN PENELITIAN PETUNJUK PENULISAN MAKALAH LENGKAP FOKUS AWARD 2017 LAPORAN PENELITIAN Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian dan manfaat untuk waktu yang akan datang. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG Diabetes mellitus DAN DETEKSI DINI DENGAN MINAT DETEKSI DINI PADA MASYARAKAT DI DESA DRONO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN KLATEN 1 Tedy Candra Lesmana 2 Susi Damayanti 1,2 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar gula darah melebihi normal) akibat kerusakan pada sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data mengenai jumlah serta tingkat penderita diabetes di Indonesia didapat dari beberapa website berita dan pengetahuan di media internet : - www.nationalgeographic.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

Efektifitas Edukasi Diabetes dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengaturan Diet pada Diabetes Melitus Tipe 2

Efektifitas Edukasi Diabetes dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengaturan Diet pada Diabetes Melitus Tipe 2 Efektifitas Edukasi Diabetes dalam Meningkatkan Kepatuhan Pengaturan Diet pada Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes Education in Improving the Effectiveness of Compliance with Setting Diet in Type 2 Diabetes

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI OLEH DIKA YULANDA BP. 07117007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi abnormal atau berlebihnya lemak

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi abnormal atau berlebihnya lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi abnormal atau berlebihnya lemak yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Ukuran yang menentukan obesitas adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki permasalahan kesehatan terutama beban ganda masalah gizi (double burden of malnutrition) yaitu kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE 2016 Jones Vita Galuh Syailendra, 2014 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Budi Widyarto, dr.,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. (Awad,

BAB 1 PENDAHULUAN. kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. (Awad, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Health Organisation (WHO) mendefinisikan diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci