oleh negara. Kalau tidak, tampak produksi jatuh ketangan orangorang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "oleh negara. Kalau tidak, tampak produksi jatuh ketangan orangorang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya."

Transkripsi

1 BAB IV BENTUK KESEIMBANGAN TATA PERAN PELAKU EKONOMI Dalam rangka memecahkan pokok permasalahan strategis seperti yang telah disampaikan dalam bab III, dengan menggunakan tata pikir pendekatan kesisteman perlu lebih dahulu dibahas pengertian sistem perekonomian Indonesia yang mewadahi dinamika peran pelaku ekonomi dalam proses transformasi SDA. Sistem ekonomi termasuk kedalam sistem terbuka, yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik (geografi, sumberdaya alam, demografi), lingkungan non fisik (ideologi, politik, ekonomi, sosialbudaya, pertahanan-keamanan). Sistem terbuka berbeda dengan sistem tertutup, di mana dalam sistem tertutup perubahan akan selalu kembali kepada kesetimbangan awal yang tidak terjadi pada sistem terbuka. Dengan demikian dalam sistem perekonomian yang sifatnya terbuka, kesetimbangan yang baru dicapai diharapkan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada nilai kesetimbangan yang sebelumnya atau yang awal. Secara implisit sistem merupakan suatu bentuk yang memiliki: a. Tujuan, yaitu suatu kondisi yang ingin diwujudkan melalui sistem bersangkutan, yang dalam operasionalisasinya dijabarkan dalam beberapa bentuk missi yang saling menunjang. b. Komponen, merupakan bagian atau sub-bagian yang membentuk sistem bersangkutan. Komponen inilah yang nantinya akan mengemban melaksanakan macam-macam missi tersebut. c. Lingkungan, yaitu kondisi dimana sistem yang dimaksud itu beroperasi, dipengaruhi serta dikendalikan. d. Sumberdaya Pengelola, adalah sarana kelengkapan sistem bersangkutan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan sistem. Yang dimaksud dengan pengelola adalah pengelola sumberdaya yang berada dalam sistem pengelola dari sistem bersangkutan. A. Sistem Ekonomian Pancasila (SEP) Apabila kita baca berkali-kali kita renungkan benar-benar, sila-sila Pancasila sebagaimana tercantum dalam Mukaddimah UUD 1945, maka akan dapat kita rasakan bahwa pembentukan Negara Republik Indonesia, yang merdeka bebas dari penjajahan bangsa asing itu, disamping untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraannya serta mencerdaskan kehidupannya adalah amat penting untuk mencapai tujuan akhir yaitu terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh Rakyat. Sejak semula para pendiri Republik Indonesia ini bermaksud membentuk Negara sebagai wahana untuk mengejar cita-cita bangsa. Salah satu cita-cita penting adalah mengusahakan kesejahteraan sosial. Negara merdeka yang dibangun dengan perjuangan peperangan yang mahal, haruslah mampu meningkatkan kesejahteraan setiap warganya mampu 42

2 membebaskan mereka dari keterbelakangan, kemiskinan kebodohan. Dalam hubungan lingkup makna kemerdekaan seperti itu, sistem perekonomian yang ingin kita rumuskan harus mampu mewadahi program-program kegiatan kebijakan ekonomi, yang mengarah pada perwuju keadilan sosial tersebut. Dengan demikian apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia itu menggambarkan suatu tatanan masyarakat yang memiliki keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, dengan pengertian seluruh rakyat besar-kecil dari kelompok sosial manapun juga harus dapat mampu menikmati rasa aman tenteram. Inilah yang sering disebut dengan masyarakat adil makmur, tata tentrem kerta raharja. Dalam UUD 1945 kita dapat menemukan 3 pasal yang menyangkut kesejahteraan sosial keadilan sosial, baik yang berupa hak warga negara maupun kewajiban terhadap warga negaranya. Pasal-pasal itu adalah pasal 27 ayat 2, pasal 33 pasal 34 Pada pasal 27 ayat 2 menyatakan dengan tegas, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Itu berarti bahwa negara memiliki kewajiban (moral material) untuk sedapat mungkin menciptakan pekerjaan bagi setiap orang yang mau, mampu ingin bekerja sehingga mereka dapat menikmati penghidupan yang layak. Dalam hubungan itu pasal 33 UUD 1945 telah memuat ketentuan yang mengisyaratkan tujuan perturan perekonomian nasional yaitu peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat bukan kemakmuran orang seorang. Adapun ketentuan dalan pasal 33 UUD 1954, beserta penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; 3. Bumi air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat; Segkan penjelasan dari pasal 33 tersebut, yang tercantum dalam bab Kesejahteraan Sosial menyebutkan: Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilaian anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orangseorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yan g sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai 43

3 oleh negara. Kalau tidak, tampak produksi jatuh ketangan orangorang yang berkuasa rakyat banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-orang. Bumi air kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal 34 menyatakan: fakir miskin anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara Penjabaran lebih lanjut dari pasal tersebut di atas telah diwujudkan diantaranya melalui keluarnya UU Nomor 12/1067 tentang Pokok-pokok Perkoperasian, di mana dinyatakan: Koperasi bersama-sama sektor ekonomi negara swasta bergerak disegala sektor kegiatan kehidupan ekonomi bangsa, dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat sosialisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang adil makmur diridhoi Tuhan Yang Maha Esa Berdasarkan atas berbagai informasi mengenai tujuan BANGNAS disertai dengan ketentuan perung-ungan yang mendasarinya, berikut ini disampaikan beberapa pokok pikiran mengenai sistem perekonomian Indonesia yaitu: Sistem Perekonomian Indonesia adalah suatu Sistem Perekonomian yang berdasarkan Pancasila (SPBP). Sebagai suatu sub-sistem dari sistem BANGNAS bersama-sama dengan missi yang diemban oleh sub sistem Politik, Sosial, Budaya Pertahanan Keamanan, bertujan untuk mewujudkan tujuan dari sistem yang dimaksud yaitu masyarakat maju yang adil makmur berdasarkan Pancasila. SPBP merupakan wadah pelaksanaan proses transformasi SDA SDM, yang dilakukan oleh ketiga struktur kelembagaan yaitu ketiga komponen utama pelaku ekonomi yang terdiri atas: 1. Ba Usaha Milik Negara (BUMN) 2. Koperasi; 3. Perusahaan Perorangan (Swasta) Penjabaran kaidah-kaidah dari pola interaksi dalam SPBP sebagai suatu lingkungan sistem, diharapkan dapat memberikan perlindungan, pemeliharaan (perawatan) pengembangan diri tata peran ketiga pelaku ekonomi tersebut. Hakekat SPBP adalah demokrasi ekonomi yang memiliki landasan jiwa kaidah kekeluargaan. Dan, azas kekeluargaan sebagai jiwa 44

4 SPBP mempunyai makna berupa keinsyafan kesadaran semangat untuk bekerjasama bertanggungjawab bersama-sama baik atas tercapainya tujuan maupun terhadap berbagai akibat dari suatu karya, tanpa suatu mendahulukan kepentingan diri sendiri tetapi lebih mengutamakan kebahagiaan bersama dengan seluruh masyarakat. Azas kekeluargaan mencerminkan kesadaran budi hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatunya berdasarkan keadilan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama. Dengan demikian azas gotong royong kekeluargaan sebagai landasan kaidah operasional; harus merupakan faham yang dinamis menjiwai serta menggambarkan suatu karya alamiah bersama, yang bersifat saling bantu-membantu berdasarkan rasa keadilan cinta kasih. Penerapannya dilakukan melalui penciptaan karya pengarahan daya untuk menumbuhkan azas tersebut, di mana jika diperlukan dengan memberanikan diri bersedia mengarungi hakhaknya sendiri, dalam batas-batas rasa keadilan cinta kasih tersebut. Selanjutnya hingga saat ini masyarakat baru memahami azas kekeluargaan tersebut dalam pengertian sebagai jiwa atau kaidahkaidah pedoman pelaksanaan suatu kegiatan, sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas (Pontan Harahap Mubyarto). Padahal sesungguhnya kejelasan mengenai makna dari azas tersebut dalam bentuk operasional yang sangat mendasar sifatnya. Oleh karena itu pemahaman azas kekeluargaan dalam pelaksanaan kegiatan perekonomian, harus selalu dikaitkan dengan konsekuensi logis yang tercakup dalam azas yang dimaksud. Hanya dengan demikian makna azas kekeluargaan itu dapat diuraikan lebih lanjut lebih spesifik lagi dalam bentuk tata aturan yang lebih operasional sifatnya, yaitu: 1. Setiap pelaku ekonomi mempunyai hak hidup yang sama. Namun harus ditempatkan dalam sistem perekonomian Nasional secara proporsional yang sesuai dengan ciri missi yang diembannya. Dengan demikian setiap pelaku ekonomi akan memiliki posisi tertentu dalam sistem tersebut. Posisi tersebut menunjukkan situasi hubungannya dengan pelaku ekonomi lainnya. Atas dasar itulah status mereka akan dapat diukur berdasarkan prestasi operasionalnya. Tingkat prestasi itu sekaligus akan menunjukkan pula tingkat komitmen dari setiap pelaku ekonomi terhadap missi yang diembannya. 2. Pengelolaan atas faktor produksi akan dilakukan oleh setiap pelaku ekonomi, sesuai dengan lingkup kemampuannya dalam masing-masing posisinya. Dengan cara itu pemanfaatan sumberdaya akan dapat dilakukan sesuai dengan statusnya. Disamping itu, cara tersebut secara operasional akan dapat membantu menghindari timbulnya kecenderungan penguasaan sepenuhnya (100%) atas sumberdaya tertentu. 45

5 Di pihak lain Pemerintah juga akan lebih mudah untuk melaksanakan tanggung jawabnya dalam mengarahkan mengendalikan sumberdaya secara nasional. STATUS PRESTASI DLM LINGKUPNYA STABILITAS SWASTA KOPERASI PEMERINTAH BUMN PERTUMBUHAN GAMBAR IV POSISI DAN SATATUS PELAKU EKONOMI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL 3. Sebagai bagian dari suatu sistem, setiap pelaku ekonomi akan berinteraksi berinter-relasi satu sama lainnya. Itu berarti dalam SPBP setiap pelaku ekonomi akan tergantung dari pelaku ekonomi lainnya, (gambar IV). Bentuk hubungan yang terbatas pada sekelompok pelaku ekonomi dalam posisi yang sama hanya akan menciptakan bentuk oligopoly yang kolusif sifatnya. Bentuk itu sebagaimana diuraikan dimuka akan merugikan SPBP, karenanya harus dihindarkan Untuk menghindari hal tersebut perlu diciptakan bentuk hubungan antar pelaku ekonomi dari posisi yang berbeda. Bentuk itu dapat dikembangkan sendiri oleh para pelaku ekonomi bersangkutan, dengan catatan bahwa bentuk itu harus diwarnai dengan tata krama berdasarkan jiwa kaidah azas kekeluargaan. Tata krama yang dimaksud harus memungkinkan setiap pelaku ekonomi mampu mengembangkan nilai statusnya guna mewujudkan tujuan missi yang dimilikinya. Itu berarti bahwa posisinya tidak boleh hancur hanya karena aya bentuk hubungan dalam pemanfaatan SDA. Dengan demikian tata krama itu kan memuat halhal yang berfungsi untuk mengatur, memelihara mengembangkan sikap mental tata perilaku yang sifatnya saling mendidik dalam arti yang seluas-luasnya. 46

6 Dalam hubungan itu Negara menguasai sumberdaya alam melaksanakan pengelolaan strategis atau SPBP. Hal itu sesuai dengan ketentuan perung-ungan yang menyatakan: Bumi air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara yang dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab atas pengelolaan SPBP ada ditangan Pemerintah, dengan lingkup kewenangan untuk mengatur: penentuan big usaha, ba usaha, penanggungjawab pengelolaan atas sumberdaya (pelaksanaan transformasi SDA SDM), serta menentukan pula rumusan mekanisme pengendalian strategis SPBP secara Nasional (makro). Dengan tanggungjawabnya itu pemerintah diharapkan dapat memberikan pengarahan bimbingan secara efektif kepada para pelaku ekonomi melalui berbagai instrumen kebijakan penyusunan Perencanaan Nasional. Dengan cara demikian untuk selanjutnya akan dapat diciptakan iklim berusaha yang sehat bagi pengembangan perkembangan kegiatan perekonomian (dunia usaha) dimasa-masa mendatang. Dengan mendasarkan pada berbagai ketentuan dari pasal-pasal tersebut dalam UUD 1945 beserta penjelasannya, disertai dengan uraian pokok-pokok pikiran mengenai ketentuan tersebut, maka ciri-ciri dari SPBP akan dapat dijabarkan sebagai ketetapan dalam bentuk GBHN tentang Pola Umum Pembangunan Nasional. Adapun landasan dasarnya tetap berupa Trilogi Pembangunan, yang mencakup: Pemerataan, Pertumbuhan Stabilitas. B. Model Keseimbangan Tata Peran Pelaku Ekonomi 1. Gambaran Umum Bentuk SPBP sebagai wadah kegiatan ekonomi, sebagaimana telah diuraikan dimuka, merupakan suatu kondisi lingkungan dalam mana berbagai kegiatan ekonomi akan dilakukan oleh para pelaku ekonomi. Dalam hubungan itu telah pula dirumuskan pokok-pokok permasalahan strategis yang dewasa ini seg dihadapi dalam sistem perekonomian kita. Pokok permasalahn itu pada akhirnya menuntut dilakukannya upaya penyesuaian, peningkatan pemantapan dari tata peran antar pelaku ekonomi. Demikian pula telah disampaikan kecenderungan lingkungan strategis dimasa mendatang. Untuk mengatasi masalah pokok tersebut diperlukan suatu model keseimbangan tata peran antar pelaku ekonomi (MKTPPE), yang diharapkan secara strategis mampu menjawab peningkatan efisisensi produktivitas Nasional. Sebagaimana diketahui para pelaku ekonomi memiliki peran yang menentukan dalam proses transformasi SDA. Peran itu merupakan bagian integral dari sistem perekonomian. 47

7 Dengan dasar pengertian seperti itu, model yang akan dikembangkan hendaknya berpedoman pada berbagai ketentuan strategis dari SPBP seperti yang telah diuraikan. Dalam hal ini pengaturan posisi dari peran para pelaku ekonomi akan tetap didasarkan pada prinsip Demokrasi Ekonomi Tata Krama yang mengatur perilaku para pelaku ekonomi tersebut berlandaskan pada jiwa kaidah azas kekeluargaan. 2. Ruang Lingkup Model MKTPPE disusun dikembangkan selanjutnya dalam hubungannya dengan pembinaan seluruh aspek kehidupan Nasional menuju terwujudnya TANNAS yang berdasarkan WASANTARA. Komponen MKTPPE terdiri atas tiga pelaku ekonomi yaitu, BUMN, koperasi Perusahaan Swasta. Dalam hubungan itu Pemerintah bertanggungjawab atas pengendalian strategis atas pengembangan MKTPPE tersebut. 3. Beberapa Asumsi Model Mengingat bahwa MKTPPE yang disusun ini merupakan suatu bentuk sistem terbuka,maka diperlukan beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam proses penyusunan yang dimaksud. Beberapa asumsi pokok diantaranya: 1. Model, disusun dengan lingkup kurun waktu sampai pada kondisi tinggal landas, yaitu akhir Pelita VI. 2. Pengaturan posisi pelaku ekonomi dalam bentuk model diharapkan dapat mendukung berperannya para pelaku ekonomi dalam mewujudkan berhasilnya tujuan BANGNAS. 3. Bahwa diwaktu mendatang berbagai perubahan yang terjadi atas faktor lingkungan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap berbagai prinsip dasar yang digunakan untuk mengembangkan MKTPPE. 4. Ciri-ciri Model Berdasar atas asumsi tersebut, MKTPPE disusun dikembangkan dengan menggunakan konsep sistem yang komprehensif integral. Artinya adalah bahwa tujuan BANGNAS yang dilandaskan pada Trilogi Pembangunan harus dapat terwujudkan melalui pelaksanaan kegiatan operasional dari para pelaku ekonominya. Pelaksanaan kegiatan dalam model dimaksud harus tetap sesuai dengan ciri dari masing-masing organisasi pelaku ekonomi. Melaui desain model seperti itu diharapkan agar berbagai perbedaan kelemahan yang terkait (inherent) dalam MKTPPE akan dapat diatasi melalui kontribusi dari kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi. Dengan cara seperti itu dinamika sistem MKTPPE. Akan terwujud sebagai hasil dari terciptanya proses kerjasama interaksi bisnis akan pelaku ekonomi yang bersangkutan. 48

8 Adapun bentuk MKTPPE seperti itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki Wawasan Nusantara Ciri ini memungkinkan para pelaku ekonomi berinteraksi berinter-relasi satu sama lain dalam lingkup konsep WASANTARA. Kejadian semacam itu kan mendukung terwujudnya kesatuan politik, kesatuan sosial budaya kesatuan pertahanan-keamanan melalui upaya pencapaian tujuan BANGNAS. b. Mendukung Ketahanan Nasional (TANNAS) Kegiatan para pelaku ekonomi yang efisien efektif, sesuai dengan kaidah-kaidah azas kekeluargaan akan menjamin keberhasilan pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan keamanan, sebagai unsur pokok dari TANNAS. c. Ingralistik Interaksi inter-relasi antar pelaku ekonomi dalam model ini harus saling mendukung mengarah pada terwujudnya efisiensi produktifitas nasional. Hal ini dimungkinkan jika informasi pasar bersifat terbuka, bentuk kerjasama diwujudkan menurut kaidah-kaidah yang telah ditetapkan (sifat holistik dari sistem). Demikian pula integrasi, sebagai hasil kerjasama antar pelaku ekonomi akan dapat memberikan hasil lebih, dibanding dengan hasil yang dapat dicapai melalui kegiatan masingmasing pelaku ekonomi (konsep sinergi) d. Dinamik MKTPPE ini memiliki dinamika kegiatan yang terbentuk melalui mekanisme pasar, sebagai hasil yang tumbuh dari faham azas kekeluargaan yang aktif. Kompetisi antar pelaku ekonomi akan tetap ada, namun bukan untuk saling mengalahkan mematikan akan tetapi justru dimaksudkan untuk memberikan tingkat pelayanan yang terbaik bagi masyarakat luas. Hanya dengan cara demikian maka pengembangan sumberdaya akan dapat dilakukan secara efisien efektif dalam lingkup makro. e. Kibernetik MKTPPE ini memiliki beberapa kemampuan atau prestasi untuk menyesuaikan dirinya terhadap berbagai perubahan kondisi SPBP. Dengan demikian prestasi model atau prestasi masing-masing pelaku ekonomi akan selalu dapat disesuaikan dengan berbagai perubahan tuntutan yang ada. 49

9 5. Bentuk Model Tujuan akhir dari BANGNAS adalah terwujudnya keadilan keamakmuran masyarakat. Keadilan kemakmuran masyarakat secara umum dapat diukur dari terpenuhinya berbagai kebutuhan hajat hidup. Pemenuhan kebutuhan itu sendiri merupakan tuntutan kebutuhan yang timbul dari sasaran Trilogi Pembangunan. Dalam lingkup pengertian seperti itu, dinamika tata peran pelaku ekonomi dengan segala ciri masing-masing prestasinya akan dapat dinilai dari besarnya sumbangan terhadap upaya ikut menentukan tercapainya keadilan kemakmuran masyarakat, melalui terwujudnya sasaran Trilogi Pembangunan. Nampaknya masing-masing pelaku ekonomi mempunyai keunggulan komparatif yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menempatkan mereka pada posisinya yang tepat dalam MKTPPE. Penempatan mereka dalam model dimaksudkan untuk dapat memanfaatkan SDA, sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari penerapan pengalaman jiwa kaidah azas kekeluargaan. Secara fisik penempatan pelaku ekonomi mempunyai makna sebagai upaya mengatur pembagian kerja berdasarkan spesialisasi yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi tersebut. Pola itu diharapkan dapat mendukung proses peningkatan efisiensi produktivitas nasional. Dalam masing-masing posisinya, mereka akan memiliki status yang menunjukkan fungsi dimensi operasional kegiatannya. Fakor-faktor tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap peranannya dalam SPBP. Secara bersamaan peranan itu juga akan dipengaruhi oleh faktor lain yaitu ciri dari organisasinya missi yang diembannya. Kesemuanya itu akan menghasilkan kekuatan maupun kelemahan pada satu pelaku ekonomi disbanding dengan pelaku ekonomi lainnya. Adapun berbagai aspek yang tercantum dalam faktor kekuatan dapat digolongkan sebagai keunggulan konparatif dari suatu organisasi pelaku ekonomi. Sehubungan pengertian seperti itu, jika diperhatikan maka ketiga pelaku ekonomi maka BUMN umumnya cenderung memiliki posisi peran stabilator pemerataan. Koperasi, disatu pihak sesuai dengan ciri organisasinya cenderung memiliki keunggulan komparatif untuk mengemban peran pemerataan, walaupun di pihak lain organisasi ini juga memiliki kemampuan membina aspek pertumbuhan tetapi lebih tampak pada masing-masing anggota yang tergabung di dalamnya. Segkan perusahaan Swasta. Segkan perusahaan Swasta cenderung memiliki keunggulan komparatif dalam peranannya guna mendukung aspek pertumbuhan, relatif kecil peluangnya untuk melaksanakan peran pemerataan. Namun demikian kecenderungan atas pemilikan keunggulan komparatif dalam masing-masing organisasi pelaku ekonomi seperti tersebut di atas, tidak harus membatasi pencapaian 50

10 tujuan organisasi hanya pada satu big sasaran saja. Hal itu disebabkan karena ketiga big sasaran yang tercantum dalam Trilogi Pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin atau sulit untuk dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Di samping itu tetap terbuka kemungkinan guna memberikan bobot yang lebih besar pada salah satu big sasaran, yang kerap kali berlaku dalam kurun waktu tertentu. Dengan menggunakan berbagai pokok pikiran semacam itu, maka bentuk dari MKTPPE yang disarankan dalam proses pengembangan SDA ditunjukkan seperti dalam tabel IV. TABEL IV MODEL KESEIMBANGAN TATA PERAN ANTARA SEKTOR, NEGARA DAN SWASTA DALAM PENGAMBANGAN SDA SUMBERDAYA ALAM Fungsi PEMILIKAM Pemerataan+Stabilitas+ Pertumbuhan Pertumbuhan+Stabilitas+ Pemerataan Diproduksi Tidak diproduksi oleh Rakyat oleh Rakyat BUMN BUMN KOPERASI KOPERASI BUMN BUMN KOPERASI/SWASTA KOPERASI KOPERASI SWASTA Pertumbuhan+Stabilitas+ Pemerataan Cabang Produksi yang tidak penting tidak menguasai Hajat at Hidup Orang Banyak - SWASTA PERENCANAAN PENGELOLA PENGAWASAN PEMERINTAH PEMERINTAH MASYARAKAT MASYARAKAT BUMN BUMN KOPERASI BUMN BUMN KOPERASI KOPERASI BUMN SWASTA KOPERASI SWASTA PEMERINTAH PEMERINTAH MASYARAKAT MASYARAKAT PEMERINTAH MASYARAKAT WASTA PEMERINTAH MASYARAKAT Diproduksi Subiakto Tjakrawerdaja, 1986 Uraiannya bersifat kualitatif karena dimaksudkan untuk menunjukkan letak posisi dari masing-masing pelaku ekonomi. Dasar penempatan mereka dilakukan dengan mempertimbangkan dua kriteria pokok, yaitu: (a). fungsi dari komponen aspek pengelolaan kegiatan usaha, (b). penggolongan proses pemanfaatan SDA untuk memenuhi hajat hidup orang banya k. Bertolak dari lingkup fungsi pengelolaan kegiatan 51

11 pemanfaatan SDA, penilaian akan dilakukan terhadap berbagai aspek keorganisasi yang terdiri atas: 1. Pemilikan Usaha; 2. Perencanaan Usaha; 3. Pengelolaan Sumberdaya (kewenangannya); 4. Pengawasan Usaha. Di sisi lainnya penilaian terhadap proses pemanfaatan SDA didasarkan pada ketentuan perung-ungan, menghasilkan bentuk penggolongan posisi pelaku ekonomi, sebagai berikut: a. Cabang produksi yang penting menguasai hajat hidup orang banyak; b. Cabang produksi yang tidak penting tidak menguasai hajat hidup orang banyak; Dalarn hubungan itu telah digunakan kriteria hajat hidup orang banyak seperti yang ditetapkan oleh ILO. Hajat hidup dapat diukur dari dua elemen kebutuhan pokok masyarakat, yaitu kebutuhan yang: 1.termasuk persyaratan minimum tertentu bagi konsumsi suatu keluarga sendiri terdiri atas pangan yang cukup, pakaian perumahan; 2. termasuk penyediaan pelayanan-pelayanan yang mendasar seperti air minum bersih, sanitasi, fasilitas kesehatan pendidikan serta angkutan umum. Selanjutnya penggolongan atas proses pernanfaatan SDA masih dibagi lagi secara lebih sepsifik, yaitu kegiatan usaha yang: a). Diproduksi oleh rakyat digunakan oleh rakyat; b). Tidak diproduksi oleh rakyat tetapi digunakan oleh rakyat; c). Tidak diproduksi oleh rakyat tidak digunakan pula oleh rakyat. Bertolak dari komponen matrik penilaian tersebut, dalam tabel IV di muka, dari bentuk MKTPP dapat dicatat beberapa hal yang strategis sifatnya, yaitu: 1. Bahwa sampai pada kondisi tinggal landas rne:ndatang, Koperasi BUMN masih harus memegang peran utama dalam pemilikan atas kegiatan, usaha diberbagai big, terutama yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam masa-masa sesudah tahap tinggal landas selanjutnya, peran BUMN dalam hal pemilikan usaha hendaknya secara bertahap mulai dikurangi secara bersamaan diimbangi dengan peningkatan peran Koperasi dalam pemilikan sesuai dengan kemampuannya. Itu berarti bahwa Koperasi secara bertahap diharapkan dapat menunjukkan sifat kesokoguruannya (substantif makro). 2. Perencanaan pengawasan teshadap MKTPPE berada di tangan Pemerintah masyarakat yang diwakili oleh DPR. Aspek ini 52

12 tetap dipertahankan sepanjang tidak ada pertimbangan lain yang diputuskan oleh DPR sebagai wakil rakyat. 3. Setiap pelaku ekonomi, sesuai dengan ciri missi organisasinya, ditempatkan dalam posisinya agar dapat melaksanakan fungsi pengelolaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian secara umum, big-big usaha yang mengandung unsur pemerataan menguasai hajat hidup orang banyak, secara prioritas akan dikelola oleh koperasi BUMN. Segkan big usaha yang lainnya akan ditangani oleh pihak perusahaan swasta. Secara kuantitatif pengaturan pembagian posisi dalam MKTPPE diatur berdasarkan atas tingkat kamampuan umum dari organisasi pelaku ekonomi tersebut. Jika satu pelaku ekonomi ditetapkan untuk menduduki satu posisi maka diproyeksikan bahwa pelaku ekonomi tersebut selain telah memenuhi persyaratan dasar dalam wujud kriteria matrik tersebut di muka, paling tidak menguasai secara dominan kegiatan operasional big usaha yang dimaksud. Ketentuan semacam itu dimaksudkan hanya untuk memberikan makna tentang aya perbedaan hak kewajiban dari pelaku ekonomi. Perbedaan itu terjadi sesuai dengan peranannya (yang dilakukan dalam masing-masing posisinya) untuk memanfaatkan SDA dalam MKTPPE. Dan pada gilirannya perbedaan atas faktorfaktor tersebut akan membentuk dinamika kerja sama bentuk struktur dari model tata peran pelaku ekonomi yang telah disusun itu. Untuk menjaga keseimbangan posisi para pelaku ekonomi, yang berarti juga menjaga keseimbangan status mereka sendiri, diperlukan suatu tata aturan atau tata krama yang untuk selanjutnya akan dibahas dalam sub bab berikut ini. 6. Mekanisme Operasional Bentuk MKTPPE di muka akan diperlengkapi dengan mekanisme operasional yang dapat digunakan untuk memaksimalkan dinamika interaksi Inter-relasi antar pelaku ekonomi, sehingga akan dapat diwujudkan jiwa kaidah azas kekeluargaan sebagaimana yang dimaksudkan dalam UUD Mekanisme operasional MKTPPE akan disesuaikan dengan tata peran para pelaku ekonomi agar dapat mendukung, merawat sekaligus mengembangkan proses penerapan model tersebut menuju bentuk idealnya. Sebagaimana diketahui secara teoritis ada dua macam pola sistem ekonomi, yaitu: Sistem mekanisme pasar sistem mekanisme komando dari pusat. Dalam sistem mekanisme pasar pola interaksi antar pelaku ekonomi sangat ditentukan oleh mekanisme komando dari pusat. Dalam sistem mekanisme pasar pola interaksi antar pelaku ekonomi sangat ditentukan oleh mekanisme harga. Oleh karena itu sepenuhnya harus dapat diusahakan bekerjanya bentuk pasar yang bebas (bersaing secara sempurna). Di pihak lain dalam sistem 53

13 mekanisme komando, interaksi antar pelaku ekonomi penentuan harga hanya akan bekerja menurut otoritas sepenuhnya dari pusat (yang biasanya dipegang diatur oleh Pemerintah setempat). Sehubungan dengan hal itu, SPBP yang dikehendaki di sini bukanlah merupakan sistem yang menganut pola sistem ekonomi pasar bukan juga merupakan wujud dari sistem ekonomi komando. SPBP mempunyai ciri sendiri, walaupun ada persamaan dalam beberapa hal dengan kedua macam sistem tersebut. Dalam lingkup SPBP, sebagai wadah proses penyesuaian struktural dari perekonomian Indonesia, dinamika pasar tetap ditumbuhkan walaupun tidak boleh dibiarkan tumbuh secara bebas. Oleh karena itu perlu dikendalikan melalui jiwa kaidah azas kekeluargaan, sebagaimana yang dimaksudkan dalam konstitusi kita: Dengan cara seperti itu akan dapat dihindari munculnya pola persaingan bebas, yang justru di dalam ekonomi pasar tidak mendorong proses penyesuaian struktur perekonomian tersebut (Emil Salim, 1979). Cara itu pula yang nantinya dapat membantu untuk menghindarkan tumbuhnya konsentrasi kekuatan ekonomi, misalnya dalam bentuk oligopoli atau monopoli di sainping oligopsoni ataupun monopsoni. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan pengendalian pasar dalam SPBP tidak lain merupakan upaya untuk menghindarkan hal-hal yang justru dapat mematikan para pelaku ekonomi sendiri. Untuk selanjutnya berdasakan pola tersebut setiap pelaku ekonomi akan memiliki peluang hak hidup yang sama serta setaraf, di mana pda gilirannya akan mendorong interaksi yang saling mendukung guna menghasilkan pengaruh sinergi. Kesemuanya itu diharapkan dapat membantu meningkatkan efisiensi efektivitas dari pola ketergantungan antar pelaku ekonomi, yang mampu mempercepat terwujudnya kemakmuran bersama. Mekanisme operasional MKTPPE pada dasarnya mengacu pada pola SPBP. Dengan mekanisme tersebut diupayakan lebih lanjut penjabaran dua prinsip pokok dalam SPBP menjadi berbagai langkah yang lebih spesifik sifatnya. Adapun dua prinsip pokok tersebut adalah: a. mengangkat kehidupan hidupnya orang seorang yang lemah ekonominya; b. menggunakan prinsip kebersamaan untuk mencapai nilai tambah yang maksimal. Dasar dari mekanisme operasional MKTPPE adalah integrasi kegiatan antar para pelaku ekonomi, yang dilaksanakan dalam bentuk kerja sama antar pelaku ekonomi dengan menekankan pada bentuk hubungan timbal balik dari dua atau lebih pelaku ekonomi. Hubungan itu dimaksudkan sebagai upaya untuk mempertahankan mengembangkan berbagai kegiatan mereka secara bersama dalam 54

14 SPBP. Agar proses interaksi inter-relasi tersebut dapat berjalan secara efisien efektif menuju pada bentuk integrasi kegiatan ekonomi, diperlukan pula daya lentur atau fleksibilitas dari mekanisme operasional model ini. Daya lentur itu dimaksudkan sebagai kemampuan pula untuk mengakomodasikan berbagai perubahan yang terjadi dalam situasi kondisi lingkungan strategis, di samping terjadinya perubahan dalam sumberdaya, tingkat kualitas kemampuan serta potensi organisasi pelaku ekonomi bersangkutan. Dalam hubungan itu beberapa ciri strategis dari mekanisme operasional MKTPPE yang mempengaruhi pengaturan dari proses integrasi kerjasama antar ketiga pelaku ekonomi, melalui bentuk hubungan vertikal horisontal, adalah bahwa: a. Mekanisme interaksi inter-relasi dalam MKTPPE sepenuhnya bersumber pada uraian model yang telah disampaikan di muka; b. Mekanisme interaksi inter-relasi dalam MKTPPE memberikan kesempatan kepada para pelaku ekonomi untuk memperoleh keuntungan manfaat dari pengembangan kemampuan potensial yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi; c. Mekanisme interaksi inter-relasi MKTPPE tidak saja dimaksudkan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik saja tetapi juga dimaksudkan untuk memenuhi preferensi terhadap ide, saling pengertian perwuju sasaran jangka panjang yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Kesemuanya itu diakomodasi oleh MKTPPE karena merupakan faktor daya tahan bagi proses interaksi inter-relasi yang terjadi antar pelaku ekonomi. Di pihak lain proses integrasi kegiatan dalam SPBP dapat mengalami hambatan karena timbulnya berbagai macam konflik. Konflik di sini dimaksudkan sebagai perbedaan atau pertentangan atau ketidak-sepakatan pendapat atau kepentingan yang terjadi diantara pelaku ekonomi yang saling berhubungan (berada dalam satu sistem). Konflik semacam itu merupakan situasi yang secara wajar muncul selaras dengan semakin berkembangnya dinamika kegiatan berusaha. Oleh karena itu konflik tidak mungkin dapat dihindarkan, mengingat munculnya konflik dapat dipang sebagai sifat kodrati yang dihasilkankarena aya perbedaan persepsi, kepentingan, tujuan serta ciri dari masing-masing organisasi pelaku ekonomi (Safradji, 1984 : ). Konflik hanya mungkin untuk dikurangi, khusus yang sifatnya tidak menguntungkan bagi proses perkembangan dari MKTPPE. Salah satu upaya untuk mengurangi munculnya konflik adalah dengan menyediakan mengembangkan suatu proses dalam mekanisme operasional MKTPPE yang dapat menyediakan informasi secara luas, terutama informasi pasar, berbagai kemudahan lain untuk melancarkan kegiatan para pelaku ekonomi dalam mempertimbangkan penerapan SPBP. 55

15 Kesemuanya itu dimaksudkan untuk dapat membantu para pelaku ekonomi mencapai tingkat keseimbangan yang optimal dalam MKTPPE. Hal itu akan dapat dicapai jika mekanisme operasional yang dimaksudkan mampu menciptakan pula keseimbangan tata peran antar pelaku ekonorni secara berkesinambungan selanjutnya akan memantapkan struktur modelnya. Untuk dapat mengetahui sampai berapa jauh keseimbangan tata peran itu dapat dicapai, digunakan kriteria keseimbangan sebagai berikut: 1. MKTPPE harus memiliki kondisi keseimbangan secara total, yang memungkinkan setiap pelaku ekonomi dapat berprestasi untuk mewujudkan upaya memenuhi hajat hidup orang banyak. Kondisi keseimbangan itu dapat dicapai melalui : a. ketentuan yang diuraikan dalam model bersangkutan, atau b. melalui proses pengaturan pelaksanaan kegiatan dalam suatu big usaha, seperti misalnya untuk melaksanakan pengadaan pangan sesuai dengan ketentuan Pemerintah sektor Koperasi sektor negara menempati porsi sebesar 80%, segkan sisanya 20% dikerjakan oleh sektor Swasta. 2. MKTPPE harus pula mampu mengembangkan kondisi yang memungkinkan para pelaku ekonomi dapat melaksanakan proses tawar menawar dalam pelaksanaan kerja sama pada tingkat kepentingan yang seimbang (equality). 3. MKTPPE juga harus memiliki kondisi yang memungkinkan para pelaku ekonomi dapat menyebar-luaskan mengamalkan azas kekeluargaan dalam proporsi yang seimbang, ditinjau dari ciri missi organisasinya. Salah satu big strategis dimana hal itu dapat diukur misalnya melalui proses pengambilan keputusan pelaksanaan operasionalnya. Keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam proses tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung, akan dapat mengendalikan perilaku dari para pelaku ekonomi atas komitmennya untuk mewujudkan pengamalan jiwa azas kekeluargaan. Salah satu bentuk keterlibatan misalnya dengan pemilikan sebagian saham oleh Koperasi dalam organisasi pelaku ekonomi lain yang melaksanakan kegiatan pada big yang seyogyanya menjadi porsi tanggung jawab Koperasi, namun porsi itu belum lagi dapat ditangani sepenuhnya. Melalui gambar V pada halaman ini, ketiga kriteria tersebut dicoba digambarkan dalam tiga dimensi sesuai dengan nomor masing-masing. Melalui gambar tersebut sekaligus juga ditunjukkan bentuk operasionalisais dari kriteria tersebut. 56

16 (2) KONDISI KESEIMBANGAN DALAM KERJASAMA (EQUALITI) MEMANTAPKAN PERAN DAN MISSI ORGANISASI MENDUKUNG MENDUKUNG : DINAMIKA KEGIATAN PEREKONOMIAN (TRANSFORMASI SD) MAKSIMISASI PEMANFAATAN SD POSISI DALAM TATA PERAN MENDUKUNG AZAS KEKELUARGAAB (3) KONDISI KESEIMBANGAN DALAM MEWUJUDKAN UPAYA KEMAKMURAN BAGI RAKYAT BANYAK GAM (1) KONDISI KESEIMBANGAN DALAM MENYEBARLUASKAN JIWA DAN AZAS KEKELUARGAAN (MELALUI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM USAHA) IMPLEMENTASI JIWA DEMOKRASI EKONOMI GAMBAR V POLA KONDISI KESEIMBANGAN YANG DIWUJUDKAN OLEH MEKANISME OPERASIONAL MKTPPE d Diproduksi kembali oleh Subiakto Tjakrawerdaja, 1986 Setiap kondisi yang harus diwujudkan oleh MKTPPE, dalam operasionalisasinya menjadi tujuan umum yang harus diwujudkan secara bersama oleh komponen sistem MKTPPE, yang dalam hal ini adalah setiap pelaku ekonomi, yaitu: (1) Keseimbangan dalam prestasi untuk mewujudkan upaya pemenuhan hajat hidup orang banyak; (2) Keseimbangan dalam kerja sama (equality); (3) Keseimbangan dalam menyebar-luaskan jiwa azas kekeluargaan (dalam proses pengambilan keputusan); Penggunaan kriteria tersebut secara strategis dapat membantu upaya untuk menilai mekanisme interaksi inter-relasi antar pelaku ekonomi. Segkan kombinasi hasil yang dapat dicapai dalam setiap kriteria tersebut akan dapat menjadi masukan untuk menunjukkan indikasi mengenai seberapa jauh secara teknis berbagai ketentuan dari pasal 33 UUD 1945 itu dapat direalisasikan. Kombinasi kriteria tersebut terdiri atas: a. Hasil prestasi para pelaku ekonomi dalam kriteria (2) dengan 57

17 kriteria (3) lihat gambar IV) akan menunjukkan indikasi dukungan terhadap penerapan azas kekeluargaan, yang pada hakekatnya menggambarkan realisasi dari demokrasi ekonomi. Dalam gambar letaknya di landasan karena demokrasi ekonomi merupakan landasan dasar sistem perekonomian kita. Dalam upaya untuk memenuhi tujuan BANGNAS, penyebaran pengamalan dari jiwa azas kekeluargaan selain secara proporsional dilakukan oleh masing-masing pelaku ekonomi, hal itu juga dapat dilakukan melalui suatu bentuk kerja sama. Keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan merupakan salah satu altenatif mekanisme untuk mempercepat penerapannya b.hasil prestasi para pelaku ekonomi dalam kriteria (1) kriteria (2) sebaliknya akan menghasilkan indikasi mengenai besarnya dukungan kegiatan mereka terhadap peningkatan prestasi proses transformasi SD secara nasional maupun secara regional. Efisiensi produktivitas nasional akan dapat diwujudkan melalui kerja sama yang diwarnai dengan sikap perilaku untuk memenuhi kemakmuran orang hanyak, di samping tetap digunakan pertimbangan ekonomis dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari organisasi ekonominya. Dalam kerja sama itu posisi dari masing-masing pelaku ekonomi dalam sistem MKTT'PE akan mempengaruhi tingkat keseimbangan model bersangkutan. c.hasil prestasi para pelaku ekonomi dalam kriteria (1) kriteria (3) pada akhirnya akan menghasilkan indikasi mengenai dukungan posisinya terhadap tata peran antar mereka sendiri. Ketidak-seimbangan dalam tata peran mereka akan rnengakibatkan proses pemanfaatan SDA menjadi terganggu. Hal itu disebabkan karena setiap pelaku ekonorni telah diatur sedemikian rupa sehingga mcmiliki kewenangan yang sesuai untuk melakukan pengambilan keputusan. Dan jika mereka tidak mampu memanfaatkan kewenangannya itu maka akan dihasilkan ketidak-seimbangan tata peran dalam MKTPPE yang dimaksud. Kesemuanya itu nanti pada gilirannya akan dapat mendorong pemantapan pengembangan model MKTPPE ini. 7. Mekanisme Pengendalian Model Mekanisme operasional yang dimaksud seperti tersebut di muka memerlukan pula sistem pengendalian. Hal itu dimaksudkan tidak saja untuk dapat melindungi model ini tetapi juga untuk dapat memelihara (merawat) mengembangkan model lebih lanjut. Dengan lingkup pengertian seperti itu, pembahasan mekanisme pengendalian lebih dahulu akan diorientasikan pada pola pengendalian dari dalam model (internal control). Segkan 58

18 pembahasan pengendalian dari luar, yang menjadi kewajiban Pemerintah, akan dibahas dalam bagian akhir dari sub bab ini.pengendalian dari dalam model dilakukan melalui prosedur mekanisme pasar dengan informasi yang relatif lebih terbuka, disamping dilakukan oleh para pelaku sendiri serta konsumen atau masyarakat luas. Dalam hubungan itu pengendalian juga harus dilakukan terhadap interaksi antar pelaku ekonomi, dengan maksud untuk membantu pula mengurangi munculnya berbagai konflik sebagaimana telah disebutkan di muka. MKTPPE memiliki orientasi bahwa pengendalian yang dilakukan antar pelaku ekonomi sendiri relatif akan lebih efektif sifatnya dibandingkan dengan jika pengendalian lebih ditekankan pada kegiatan yang datang dari luar. Untuk itu MKTPPE mengenal apa yang disebut dengan tata krama, yang tidak lain merupakan kode etik bagi para pelaku ekonomi. Adapun komponen aspek-aspek tata krama yang menjadi dasar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi kode etik tersebut, diantaranya adalah: 1. Pengembangan kegiatan usaha hendaknya diutamakan tetap di big usaha yang sudah ditentukan baginya. Pengembangan di luar big usaha tersebut dapat dilakukan sepanjang hal itu diperlukan berdasarkan ketentuan Pemerintah. Ketentuan tersebut dapat berlaku dalam kurun waktu tertentu, seg pelaksanaannya seyogyanya dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku ekonomi lainnya yang seharusnya berperan di big usaha bersangkutan. 2. Interaksi inter-relasi pelaksanaan pengembangan kegiatan usaha antar pelaku ekonomi (kerjasama) tidak boleh mengakibatkan kerugian atau kematian, baik pada pelaku ekonomi lainnya maupun secara bersama-sama. Oleh karena pemilihan jenis pembentukan kegiatan usaha merupakan hal yang kritis, maka pengaturan bersama dalam satu wadah perlu diarahkan secara strategis oleh Pemerintah. Langkah itu merupakan standar mekanisme pengendalian internal. 3. Pola interaksi harus bersifat positif menunjang pada upaya pencapaian tujuan BANGNAS melalui pengembangan program bersama. Mekanisme pengendalian ini diharapkan dapat membantu MKTPPE mewujudkan peningkatan efisiensi produktivitas nasional. Sesuai dengan SPBP yang dikehendaki, maka mekanisme pasar yang berfungsi sebagai alat pengendali kegiatan usaha yang bersifat dari dalam MKTPPE, perlu diarahkan (dikendalikan) dari luar. Dalam hal itulah Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan pengendalian yang dimaksud. Pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah dapat dimulai melalui penyusunan perencanaan makro (Emil Salim, 1979). Perencanaan tersebut disusun oleh Pemerintah 59

19 bersama-sama para pelaku ekonomi dengan mempertimbangkan tidak saja aspek efisiensi produksi, tetapi juga efisiensi distribusinya kepada masyarakat (Sunaryati H A. Wijaya, 1981). Dengan selesainya perencanaan makro, pelaksanaan teknis operasional diserahkan kepa.da para pelaku ekonomi dalam MTKPPE. Kegiatan operasional itu dilaksanakan dengan mengikuti rencana makro (gambar VI). PS UUD 45 PEMRINTAH PERENCANAAN MAKRO SISTIM PREKONOMIAN BERDASARKAN PANCASILA SD TRANFORMASI SD MKTPPE PELAKU EKONOMI MEKANISME PASAR HASIL-HASIL PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN SARAN DAN PRASARANA GAMBAR VI : MEKANISME PENGENDALIAN MKTPPE Subiakto TjakrawerdajaT jakrawerdaja,, 1986 PASAR INTERNATIONAL Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan pengendalian atas pelaksanaan operasional tersebut dalam MKTPPE. Secara teknis bentuk langkah Pemerintah dapat diwujudkan sebagai berikut: 60

20 1. Mengendalikan dinamika pasar dengan cara melalui pengendalian harga yang didasarkan pada kepentingan masyarakat luas; 2. Mengendalikan hasil dinamika pasar, yang berupa hasil pembangunan, melalui berbagai instrumen kebijaksanaan penyusunan Rencana Anggaran Belanja Negara. Hasil pembangunan berupa a itu akan digunakan untuk masukan bagi proses pembinaan sarana prasarana yang diperlukan oleh MKTPPE guna melancarkan memotivasikan dinamika kegiatan usaha para pelaku ekonomi. Instrumen kebijaksanaan pengendalian dapat diwujudkan misalnya dalam bentuk RAPBN Kebijaksanaan Moneter Fiskal. 61

maksud dan tujuan serta pendekatan dan metode pengkajian yang digunakan dalam pembahasan. Bab dua berisi studi terhadap peran pelaku ekonomi dalam

maksud dan tujuan serta pendekatan dan metode pengkajian yang digunakan dalam pembahasan. Bab dua berisi studi terhadap peran pelaku ekonomi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang membahagiakan seluruh bangsa Indonesia, mutlak diperlukan

Lebih terperinci

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA

AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA AGENDA DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA S I S T E M E K O N O M I I N D O N E S I A S O S I O L O G I C - 2 F I S I P A L M U I Z L I T E R A T U R E : M U N A W A R DKK ( 2 0 1 5 ) Pendahuluan Apabila sistem

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 1988 TANGGAL 28 JANUARI 1988 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI ANGGARAN DASAR 24 SEPTEMBER 1987 MUKADIMAH Pengusaha Indonesia menyadari sedalam-dalamnya bahwa

Lebih terperinci

Kelembagaan Ekonomi di Indonesia (Ekonomi Pancasila, Ekonomi Kerakyatan)

Kelembagaan Ekonomi di Indonesia (Ekonomi Pancasila, Ekonomi Kerakyatan) Kelembagaan Ekonomi di Indonesia (Ekonomi Pancasila, Ekonomi Kerakyatan) Pokok Bahasan: 1. Indonesia Kapitalis atau sosialis? 2. Kelembagaan ekonomi Indonesia( sistem regulasi, konstitusi, institusi) 3.

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA DAN DEMOKRASI EKONOMI P 5

SISTEM EKONOMI INDONESIA DAN DEMOKRASI EKONOMI P 5 SISTEM EKONOMI INDONESIA DAN DEMOKRASI EKONOMI P 5 Sistem ekonomi berkaitan dengan sistem politik yang dikembangkan pada suatu negara Sistem EKONOMI Sistem POLITIK Kaitan Pengembagan Sistem Ekonomi dan

Lebih terperinci

PEMIKIRAN EKONOMI PANCASILA

PEMIKIRAN EKONOMI PANCASILA PEMIKIRAN EKONOMI PANCASILA Disusun oleh NAMA : HAMDANI DHARMA YUNA RIMOSAN NIM : 11.11.4844 Kelompok : c JURUSAN : S1-teknik informatika DOSEN : drs. Tahajudin soedibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 5

BAHAN TAYANG MODUL 5 Modul ke: PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN HUBUNGAN PANCASILA DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945 SERTA PENJABARAN PADA PASAL- PASAL UUD 1945 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN NEGARA SEMESTER GASAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1988 TENTANG PERSETUJUAN ATAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1988 TENTANG PERSETUJUAN ATAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1988 TENTANG PERSETUJUAN ATAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia meliputi segala bidang aspek kehidupan, yang pada hakekatnya menciptakan suatu masyarakat yang adil dan makmur bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan

Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1985 (8/1985) Tanggal : 17 JUNI 1985 (JAKARTA) Sumber : LN 1985/44; TLN NO. 3298 Menimbang

Lebih terperinci

CBT SBMPTN TPA SBMPTN

CBT SBMPTN TPA SBMPTN CBT SBMPTN Buku ini dilengkapi aplikasi CBT SBMPTN android yang dapat di download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi Aplikasi: kxx TPA SBMPTN Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Sistem ekonomi demokrasi pancasila Kajian ilmiah tentang

Lebih terperinci

Landasan-landasan ketahanan nasional Pancasila sebagai landasan ideal. Peranan Pancasila sebagai landasan ideal tidak dapat dipisahkan dari kedudukan

Landasan-landasan ketahanan nasional Pancasila sebagai landasan ideal. Peranan Pancasila sebagai landasan ideal tidak dapat dipisahkan dari kedudukan KETAHANAN NASIONAL Terbentuknya negara Indonesia dilatarbelakangi oleh perjuangan seluruh bangsa. Sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak negara atau bangsa karena potensinya yang besar dilihat

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruh isi paparan ini dengan mencantumkan sumber kutipan atas nama Komite Ekonomi dan Industri Nasional

Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruh isi paparan ini dengan mencantumkan sumber kutipan atas nama Komite Ekonomi dan Industri Nasional EKONOMI PANCASILA 1 2 Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruh isi paparan ini dengan mencantumkan sumber kutipan atas nama Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) 2018 Pendiri Bangsa Membangun

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA Penafsiran Pancasila dan UUD 45. Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

SISTEM EKONOMI INDONESIA Penafsiran Pancasila dan UUD 45. Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya SISTEM EKONOMI INDONESIA Penafsiran Pancasila dan UUD 45 Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Mengapa Sistem Ekonomi Indonesia? Semua rejim masa lalu memiliki

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

Sistem Ekonomi Indonesia

Sistem Ekonomi Indonesia Sistem Ekonomi Indonesia Sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945. Sistem demokrasi ekonomi yaitu sistem ekonomi yang berasal dari

Lebih terperinci

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Konstitusionalisme SDA Migas Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Karakter Konstitusi Indonesia Meninggalkan ciri usang singkat dan jelas Berisi tidak saja sistem

Lebih terperinci

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1

WAWASAN NUSANTARA. Dewi Triwahyuni. Page 1 WAWASAN NUSANTARA Dewi Triwahyuni Page 1 WAWASAN NUSANTARA Wawasan Nusantara adalah cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016-2021. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA CIMAHI TAHUN 2005 2025 DENGAN

Lebih terperinci

SISTEM PEREKONOMIAN. By : Angga Hapsila, SE. MM

SISTEM PEREKONOMIAN. By : Angga Hapsila, SE. MM SISTEM PEREKONOMIAN 1. PENGERTIAN EKONOMI DAN SISTEM PEREKONOMIAN 2. SISTEM EKONOMI TRADISIONAL 3. SISTEM EKONOMI KAPITALIS 4. SISTEM EKONOMI SOSIALIS 5. SISTEM EKONOMI CAMPURAN 6. SISTEM EKONOMI INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

Yang menentukan bentuk sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara dijunjung tinggi maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga khususnya

Yang menentukan bentuk sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara dijunjung tinggi maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga khususnya Yang menentukan bentuk sistem ekonomi kecuali dasar falsafah negara dijunjung tinggi maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga khususnya lembaga ekonomi yang menjadi perwujudan atau realisasi

Lebih terperinci

*9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN *9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

ALUR PIKIR: KEHIDUPAN NASIONAL

ALUR PIKIR: KEHIDUPAN NASIONAL KETAHANAN NASIONAL BUDI UTOMO 1908 KESADARAN BERBANGSA ALUR PIKIR: KEHIDUPAN NASIONAL SUMPAH PEMUDA 28-10-1928 PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI 17-8-1945 BERFIKIR SATU BANGSA BERFIKIR SATU BANGSA PARADIGMA NASIONAL

Lebih terperinci

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN FAKTA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN Dosen Nama : Dr. Abidarin Rosyidi, MMA :Ratna Suryaningsih Nomor Mahasiswa : 11.11.5435 Kelompok : E Program Studi dan Jurusan : S1 Sistem Informatika STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan

Lebih terperinci

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA (Penyusun: ) Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN Modul ke: Fakultas FEB INDONESIA Sistem Ekonomi Indonesia a. Perbandingan sistem (Kapitalis, Sosialis dan campuran) b. Sistem perekonomian Indonesia Sitti Rakhman, SP., MM Program Studi Manajemen

Lebih terperinci

Pertemuan ke-2 Sistem Perekonimian. Sumber : Presentasi Husnul Khatimah Laporan Bank Indonesia Buku Aris Budi Setyawan

Pertemuan ke-2 Sistem Perekonimian. Sumber : Presentasi Husnul Khatimah Laporan Bank Indonesia Buku Aris Budi Setyawan Pertemuan ke-2 Sistem Perekonimian Sumber : 2. Presentasi Husnul Khatimah 3. Laporan Bank Indonesia 4. Buku Aris Budi Setyawan Pengertian Sistem Ekonomi Menurut Dumairy (1996) Sistem ekonomi adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tanggal 30 Januari 2009 atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan wahana bagi kita untuk membangun kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN 1 SISTEM-SISTEM EKONOMI copyright 2016 Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang, Tangerang Selatan. e-mail: dosen01066@unpam.ac.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKOPERASIAN. 1. Pendahaluan

KONSEP DASAR PERKOPERASIAN. 1. Pendahaluan KONSEP DASAR PERKOPERASIAN 1. Pendahaluan Selama ini diketahui bahwa perkembangan Koperasi dan peranannya dalam perekonomian nasional belum memenuhi harapan, khususnya dalam memenuhi harapan sebagai sokoguru

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi dalam RPJMD Kabupaten Cilacap 2012 2017 dirumuskan dengan mengacu kepada visi Bupati terpilih Kabupaten Cilacap periode 2012 2017 yakni Bekerja dan Berkarya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim. pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim. pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas-asas kekeluargaan. Pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

MANAJEMEN DALAM KOPERASI

MANAJEMEN DALAM KOPERASI MANAJEMEN DALAM KOPERASI APA ITU MANAJEMEN? Pemahaman konsep manajemen tidak dapat dipisahkan dari pemahaman konsep organisasi. Organisasi adalah tempat orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH

SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH SISTEM EKONOMI INDONESIA BY DIANA MA RIFAH DEFINISI Sistem ekonomi adalah suatu cara untuk mengatur dan mengorganisasi segala aktivitas ekonomi dalam masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah atau

Lebih terperinci

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA ESTI HADI KUSMAWAN 11.02.7914 11.D3MI.01 DOSEN: BPK. KALIS PURWANTO [Type text] Page 1 ABSTRAK Sistem Ekomomi Pancasila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1987 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1987 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1987 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam usaha untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

=BAHAN TAYANG MODUL 14 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

=BAHAN TAYANG MODUL 14 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL. Modul ke: 14 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA AKTUALISASI SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HUKUM DAN HAM ) SEMESTER GASAL

Lebih terperinci

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY 62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA : GATOT AGUNG NUGROHO NIM : 11.11.4677 KELOMPOK : C PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN PANCASILA JURUSAN : TEKNIK

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci

3. Masalah ekonomi modern adalah barang dan jasa apa yang akan diproduksi, bagaimana cara memproduksi dan.

3. Masalah ekonomi modern adalah barang dan jasa apa yang akan diproduksi, bagaimana cara memproduksi dan. MAN YOGYAKARTA III ULANGAN HARIAN 1 Materi/KD : 3.2 Menganalisis Masalah Ekonomi dalam Sistem Ekonomi 4.2 Menyajikan Hasil Analisis Masalah Ekonomi dalam Sistem Ekonomi Kelas/Semester : X / 1 (Ganjil)

Lebih terperinci

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Antitrust Law (USA) Antimonopoly Law (Japan) Restrictive Trade Practice Law (Australia) Competition

Lebih terperinci

KETAHANAN NASIONAL. Yanti Trianita S.I.Kom

KETAHANAN NASIONAL. Yanti Trianita S.I.Kom KETAHANAN NASIONAL Yanti Trianita S.I.Kom Definisi Ketahanan Nasional Ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya dalam Pasal 1, angka 12 disebutkankan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Perseorangan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Perseorangan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki tiga sektor kekuatan ekonomi untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam tatanan kehidupan perekonomian. Ketiga sektor tersebut adalah sektor

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

1) Sistem Free Fight Liberalism, yang menumbuhkan eksploitau manusia dan bangsa lain;

1) Sistem Free Fight Liberalism, yang menumbuhkan eksploitau manusia dan bangsa lain; PENGERTIAN SISTEM EKONOMI Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara. Oleh karena itu, dalam menyikapi permasalahan ekonomi tiap negara, masing-masing negara menganut sistem

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu lembaga yang sesuai dengan pembangunan masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi memiliki

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) No.4866 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional POKOK-POKOK PENJELASAN PERS MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA. Modul ke: Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA. Modul ke: Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN. KEWARGANEGARAAN Modul ke: WAWASAN NUSANTARA by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id WAWASAN POKOK BAHASAN: NUSANTARA 1. PENGERTIAN DARI WAWASAN NUSANTARA 2. MAKSUD

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

Lebih terperinci

PENGAMALAN SILA KE LIMA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA

PENGAMALAN SILA KE LIMA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PENGAMALAN SILA KE LIMA PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA DISUSUN OLEH: Nama : Desi Purwati NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pendidikan tidak pernah lepas dari unsur manusia. Para ahli pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 KAJIAN HUKUM PENERAPAN ASAS DESENTRALISASI TERHADAP PEMERATAAN PEMBAGUNGAN DAERAH DI INDONESIA 1 Oleh : Hendro Christian Silow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA Diterbitkan oleh Yayasan LBH Indonesia Jakarta, 1986 KETETAPAN No. : TAP 01/V/1985/YLBHI T e n

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ). BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 65% jumlah penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan, sisanya 35% jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia mencapai sekitar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedang berjuang dengan giat untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi yang ada di Indonesia yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

Undang Undang No. 9 Tahun tentang Usaha Kecil;

Undang Undang No. 9 Tahun tentang Usaha Kecil; Undang Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang : Usaha Kecil Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 9 TAHUN 1995 (9/1995) Tanggal : 26 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 74; TLN 3611 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA

KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA KEADILAN SOSIAL BAGI SEBAGIAN RAKYAT INDONESIA Dosen : Tahajudin S, Drs Disusun Oleh : Nama : Ilham Prasetyo Mulyadi NIM : 4780 Kelompok : C Program Studi : S1 Jurusan : Teknik Informatika SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON - 2 -

NOMOR 15 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON - 2 - LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON - 2 - NOMOR 15 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG POLA DASAR PEMBANGUNAN DAERAH ( POLDAS ) KOTA CIREBON TAHUN 2000-2004 Menimbang : DENGAN

Lebih terperinci

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Definisi Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3274 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci