TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA"

Transkripsi

1 TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA NABILA ZUHDY PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

2 TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA NABILA ZUHDY NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

3 HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana NABILA ZUHDY NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

4 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 17 JUNI 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes NIP dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D. NIP Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH NIP Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP

5 Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 17 Juni 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. 1751/UN14.4/HK/2015, Tanggal 17 Juni 2015 Ketua : Dr. Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes Anggota : 1. dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D 2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K) 3. Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp.GK 4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si

6 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Nama : Nabila Zuhdy NIM : Program Studi Judul Tesis : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat : Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Denpasar, Juni 2015 Nabila Zuhdy

7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara dengan tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH sebagai Ketua Program Studi Magister Imu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana atas dorongan, bimbingan, dan dukungan selama proses pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. Ni Luh Seri Ani, S.KM, M.Kes dan dr. Ni Wayan Arya Utami, M.App.Bsc, Ph.D sebagai pembimbing tesis atas segala perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh

8 dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA (K), Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp.GK, dan Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si yang telah memberikan saran dan kritiknya terhadap tesis ini. Penulis juga sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, seluruh kepala sekolah SMA tempat penelitian yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, para kepala sekolah SMA yang menjadi tempat penelitian, serta para partisipan atas bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis ini dengan baik. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua, keluarga dan teman-teman Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua. Penulis

9 ABSTRAK HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA TAHUN 2015 Status gizi remaja sangat penting untuk menunjang tumbuh kembang. Status gizi yang optimal akan membentuk remaja yang sehat dan produktif. Permasalahan yang muncul adalah gizi kurang dan lebih. Gizi kurang dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademik dan mengakibatkan gangguan sistem reproduksi yang berdampak buruk di kemudian hari. Sedangkan pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola aktifitas fisik dan pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 75 pelajar SMA putri yang ditentukan dengan teknik stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan Semiquantitatif Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) dan Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), serta pemeriksaan status gizi berupa tinggi badan, berat badan, LILA, dan LP. Data dikumpulkan di tiga SMA di Denpasar Utara pada bulan Februari Variabel yang dianalisis, yaitu karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan pelajar putri SMA kelas 1. Penelitian ini menunjukkan terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Masalah gizi pada pelajar putri SMA cenderung kearah gizi lebih. Gizi lebih ini disebabkan pola makan camilan dan fast food yang berlebihan yang menyebabkan tingkat kecukupan lemak lebih. Variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna pada semua indikator (p<0,05). Sedangkan pola aktivitas fisik tidak bermakna secara statistik. Masalah kesehatan remaja perlu mendapat perhatian khusus untuk mencegah masalah gizi pada remaja putri sebagai calon ibu di masa depan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan, sehingga program remaja dapat diintegrasikan dengan program gizi. Kata kunci: status gizi pelajar putri, pola aktivitas fisik, pola makan.

10 ABSTRACT RELATIONSHIP BETWEEN PHYSICAL ACTIVITY PATTERNS AND DIET PATTERNS WITH NUTRITIONAL STATUS AMONG FEMALE STUDENT ON FIRST GRADE OF HIGH SCHOOL IN NORTH DENPASAR 2015 Nutritional status of adolescents is essential to support the growth. Optimal nutritional status will form a healthy and productivity adolescent. The problems that arise are malnutrition. Underweight can lead to lower academic achievement and reproductive system disorders that make a negative impact in the future. While overweight can cause degenerative diseases and non-communicable diseases. This study aims to determine the relationship between physical activity patterns and diet patterns with nutritional status among female student on first grade of high school in North Denpasar. This study was an analytical cross-sectional study with a total sample of 75 high school female students determined by stratified random sampling technique. Data were collected by interviews using a structured questionnaire, Semi-quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) and Adolescent Physical Activity Recall Questionnaires (APARQ), as well as nutritional status examination in the form of height, weight and middle upper arm circumference. Data were collected in three high schools in North Denpasar on February The variables analyzed such as characteristics, physical activity patterns, and diet patterns of female students in the first grade. This study showed double burden in nutritional status among female student. A number of 18,67% high school female students based on indicators middle upper arm circumference were experienced chronic energy deficiency and as many as 29,33% of high school female students who had central obesity. Nutritional problems in high school female students tend towards over nutrition. This is due to consumption pattern of snack and fast food that causes excessive fat sufficiency level. Variables significantly associated consistently in all indicators of nutritional status were weight control (p <0.05). While physical activities had no significant relationship to nutrition status. The problems of high school female students need a special concern to prevent nutritional problems in the future. The results of this study are expected to be used as additional information so that youth programs can be integrated with nutrition programs. Keywords: nutritional status of female students, physical activity patterns, diet patterns.

11 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... ii PRASYARAT GELAR... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Praktis Manfaat Teoritis... 7 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Standar Status Gizi... 13

12 2.1.3 Pengukuran Status Gizi Pola Aktivitas Fisik Aktivitas Aktif Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari) Istirahat Pola Makan Pola makan harian Aspek Sosio-Kultural Makanan Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet) Pola Makan Remaja Makanan Cepat Saji (Fast Food) Pengontrolan Berat Badan Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Subjek dan Sampel Variabilitas populasi Kriteria sampel Besaran sampel Teknik pengambilan sampel Variabel Penelitian Definisi Operasional Bahan dan Instrumen Penelitian Protokol Penelitian Teknik pengumpulan data... 39

13 4.6.2 Teknik pengolahan data Analisis Data Analisis Univariat Analisis Bivariat Analisis Multivariat Etika Penelitian BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteistik Remaja Putri Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar SMA Putri Kelas 1 di Denpasar Utara Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pelajar SMA Putri Kelas 1 di Denpasar Utara Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar SMA Putri Kelas 1 Di Denpasar Utara Analisis Multivariat BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pola Aktivitas Fisik dan Status Gizi Pola Makan dan Status Gizi Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi Remaja Putri Keterbatasan BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Halaman 4.1 Definisi operasional Rerata antopometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status tinggal pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1 Di Denpasar Utara Gambaran pola aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang Teori faktor yang mempengaruhi status gizi Kerangka Konsep... 35

16 DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG SINGKATAN AKG : Angka Kecukupan Gizi APARQ : Adolescent Physical Activities Recall Questionnaires Balita : bayi di bawah lima tahun BAZ : BMI for Age (IMT menurut umur) BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah BMI : Body Mass Index BMI/A : BMI for Age (IMT menurut umur) BPS : Badan Pusat Statistik HPK : Hari Pertama Kehidupan IMT : Indeks Massa Tubuh IMT/U : Indeks Massa Tubuh per Umur IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi KEK : Kurang Energi Kronis KEP : Kurang Energi Protein LILA : Lingkar Lengan Atas LP : Lingkar Perut OCD : Obsessive Corbuzier s Diet PGS : Pedoman Gizi Seimbang PKPR : Program Kesehatan Peduli Remaja Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar SD : Standar Deviasi SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SMA : Sekolah Menengah Atas SMK : Sekolah Menengah Kejuruan SQ-FFQ : Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires TGS : Tumpeng Gizi Seimbang URT : Ukuran Rumah Tangga WHO : World Health Organization

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8 Penjelasan Kepada Calon Responden Formulir Persetujuan Formulir Penelitian Protokol Pengukuran Antopometri Surat Ijin Penelitian kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Denpasar Surat Permohonan Ethical Clearance kepada Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dwijendra Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Dharma Praja Badung Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Al-Ma ruf D:\stuff\S2 unud\!thesis nabila\!tesis\proposal tesis - revisi\!fix\tesis\tesis FIX\!revisi fix\bab 1.rtf

18 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) baik tinggi maupun berat badan merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan zat gizi sangat berhubungan dengan besarnya tubuh hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada periode pertumbuhan yang cepat. Growth spurt pada anak perempuan sudah dimulai pada umur antara tahun sedangkan pada laki-laki pada umur tahun. Permulaan growth spurt pada setiap anak tidak selalu pada umur yang sama, terdapat perbedaan antara individual. Pengingkatan aktivitas fisik yang mengiringi pertumbuhan yang cepat ini sehigga kebutuhan zat gizi akan bertambah. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah sehingga tidak akan menemukan kesukaran untuk memenuhi kebutuhannya. Anak perempuan biasanya lebih mementingkan penampilan, mereka enggan menjadi gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung banyak energi dan tidak mau makan pagi. Mereka harus diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang dari yang dibutuhkan akan berakibat buruk baik bagi pertumbuhan maupun kesehatannya (Ambarwati, 2012). 8

19 9 Usia reproduksi, tingkat aktivitas, dan status nutrisi mempengaruhi kebutuhan energi dan nutrisi pada remaja, sehingga dibutuhkan nutrisi yang sedikit lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya tersebut. Remaja rentan mengalami defisiensi zat besi, karena kebutuhan remaja yang meningkat seiring pertumbuhannya, namun seorang remaja sering terlalu memperhatikan penambahan berat badannya. Remaja dengan berat badan kuarang dan anemia beresiko melahirkan bayi BBLR jika dibandingkan dengan wanita usia reproduksi yang aman untuk hamil (Ambarwati, 2012). Gizi atau makanan tidak saja diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental serta kesehatan, tetapi diperlukan juga untuk fertilitas atau kesuburan seseorang agar mendapatkan keturunan yang selalu didambakan dalam kehidupan berkeluarga Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Jenis Kelamin Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama pada saat remaja, hal ini disebabkan faktor endokrin dan perubahan hormonal (Arisman, 2004) Umur Obesitas yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai dengan perkembangan rangka yang cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi obesitas pada saat remaja dan dewasa serta dapat berlanjut ke masa lansia (Arisman, 2004). Menurut Dietz, ada empat periode kritis terjadinya obesitas, yaitu: masa prenatal, masa bayi, masa adiposity rebound dan masa remaja. Obesitas yang terjadi pada masa remaja, 30% akan melanjut sampai dewasa menjadi obesitas persisten. Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu

20 10 mendapatkan perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja bila kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit diatasi secara konvensional (diet dan olahraga). Selain itu, obesitas pada remaja tidak hanya menjadi masalah kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi kehidupan sosial dan emosi yang cukup berarti pada remaja (Virgianto dan Purwaningsih, 2006). Menurut Spear (Spear, 1996), masa remaja adalah masa terjadinya perubahan yang dramatik dalam kehidupan setiap manusia. Pertumbuhan yang relatif sama pada masa kanak-kanak secara tiba-tiba berubah dengan adanya suatu peningkatan kecepatan pertumbuhan. Lonjakan yang tiba-tiba ini berhubungan dengan perubahan hormonal, kognitif dan emosional yang menciptakan kebutuhan-kebutuhan khusus Tingkat Sosial Ekonomi Peningkatan pendapatan juga dapat mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang diikuti oleh peningkatan pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional ke pola makan makanan praktis dan siap saji yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang. Pola makan praktis dan siap saji terutama terlihat di kota-kota besar di Indonesia, dan jika dikonsumsi secara tidak rasional akan menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan menimbulkan obesitas (Virgianto dan Purwaningsih, 2006) Faktor Lingkungan Remaja belum sepenuhnya matang dan cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau

21 11 menyantap kudapan (jajanan). Lebih jauh lagi kebiasaan ini dipengaruhi oleh keluarga, teman dan terutama iklan di televisi. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan dirinya (Arisman, 2004) Faktor Genetik Genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi berat dan komposisi tubuh seseorang. Jika kedua orang tua mengalami obesitas, kemungkinan bahwa anak-anak mereka akan mengalami obesitas sangat tinggi (75-80%), jika salah satu orangtuanya mengalami obesitas kemungkinan tersebut hanya 40%, sedangkan jika tidak seorangpun dari orang tuanya mengalami obesitas, peluangnya relatif kecil (kurang dari 10%) (Hegarty, 1996; Whitney et al., 1990) Metabolisme Basal Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap orang berbeda-beda, seseorang yang memiliki kecepatan metabolisme yang rendah cenderung lebih gemuk dibanding dengan orang yang kecepatan metabolismenya tinggi (Purwati, 2005) Enzim Tubuh dan Hormon Enzim adipose tissue lipoprotein memiliki peranan penting dalam mempercepat proses peningkatan berat badan. Enzim ini berfungsi untuk mengontrol kecepatan pemecahan triglisida dalam darah menjadi asam-asam

22 12 lemak dan kemudian disalurkan ke sel-sel tubuh untuk disimpan. Ketika seseorang membutuhkan bahan bakar untuk oksidasi, diperlukan sejumlah energi dan tubuh akan memilih glikogen atau lemak sebagai sumber energinya. Menurut sejumlah penelitian, penggunaan glikogen akan menurunkan glukosa darah sehingga menyebabkan orang merasa lapar (Purwati, 2005). Insulin dapat menyebabkan kegemukan. Seseorang yang mengalami peningkatan insulin juga akan mengalami peningkatan penimbunanan lemak. Gangguan produksi hormon juga berhubungan dengan obesitas, misalnya hipotiroidism dan hipopituitorism. Orang yang seperti ini biasanya telah mengalami kegemukan sejak kecil. Obesitas yang berlanjut (menetap) sampai dewasa, terutama bila obesitas dimulai pada masa pra pubertas (Purwati, 2005). Berdasarkan penelitian longitudinal bahwa 25-50% atau paling banyak 74% anak obesitas akan mengalami obesitas pada masa dewasa (Subardja, 2005) Status tinggal Status tinggal merupakan status bersama siapa remaja tinggal, baik bersama orang tua maupun tidak bersama orang tua (kos atau tinggal bersama keluarga lainnya). Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak (Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008) Aktivitas Fisik Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak remaja dan orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-

23 13 orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi gemuk. Studi kasus yang dilakukan di SMU Semarang menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik remaja, semakin rendah kejadian obesitas. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat aktivitas fisik juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas terutama kebiasaan duduk terus-menerus, menonton televisi, penggunaan komputer dan alat-alat berteknologi tinggi lainnya (Virgianto dan Purwaningsih, 2006) Pola Makan Pola makan dengan kalori berlebih dan kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor yang dominan untuk terjadinya obesitas. Orang yang banyak makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita kegemukan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat merupakan faktor penunjang timbulnya masalah kegemukan. Berdasarkan hasil penelitian pada remaja di Yogyakarta dan Bantul terlihat bahwa semakin tinggi asupan energi dan lemak semakin tinggi kemungkinan terjadinya obesitas. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan kontribusi lemak terhadap total energi dengan terjadinya obesitas (Medawati et al., 2005) Standar Status Gizi Status gizi merupakan hasil dari keseimbangan atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2014). Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan seseorang tergolong dalam kriteria status gizi tertentu, dan merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2011). Status gizi baik memungkinkan

24 14 perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang paling tinggi (Almatsier, 2009) Gizi Seimbang (Balanced Nutrition) Gizi seimbang merupakan susunana makanan sehari-hari yang mengadung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Prinsip Gizi Seimbang (PGS) divisualisasikan sesuai dengan budaya dan pola makan setempat. Bentuk tumpeng dengan nampannya di Indonesia disebut sebagai Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) yang dirancang untuk membantu memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut) dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit) (Irianto, 2014). Remaja merupakan kelompok umur yang rentan terhadap masalah gizi karena beberapa alasan, diantaranya: pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh (growth spurt) memerlukan energi lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004) Gizi Kurang (Undernutrition)

25 15 Menurut Guthrie (1995), gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi. Dalam hal ini terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam proses pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009) Gizi Lebih (Overnutrition) Ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi memengaruhi status gizi seseorang. Ketidakseimbangan positif terjadi apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan sehingga mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih (Guthrie, Helen A., 1995). Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energy yang positif. Faktor penyebabnya adalah aktivitas fisik golongan masyarakat rendah, efek toksis yang membahayakan, kelebihan energi, kemajuan ekonomi, kurang gerak, kurang pengetahuan akan gizi seimbang, dan tekanan hidup (stress). Akibat dari kelebihan gizi di antaranya obesitas (energi disimpan dalam bentuk lemak), penyakit degenerative seperti hiperensi, diabetes, jantung koroner, hepatitis, dan penyakit empedu, serta usia harapan hidup semakin menurun (Irianto, 2014) Pengukuran Status Gizi

26 16 Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung berupa: antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik; dan pengukuran tidak langsung berupa survei konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi Antropometri Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan pengukuran yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter sebagai salah satu indikator status gizi diantaranya umur, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit. Pada penelitian ini menggunakan pengukuran dengan antropometri untuk menghitung status gizi (Supariasa, 2014). Namun hanya ada empat parameter dalam pembahasan ini, yaitu: 1. Berat badan Antropometri paling sering digunakan adalah berat badan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Berat badan dijadikan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain: pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat perubahan dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan kesehatan dan pola konsumsi; dapat mengecek status gizi saat ini dan bila dilakukan secara berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan; berat badan juga merupakan ukuran antropometri yang sudah digunakan secara luas dan umum di Indonesia; keterampilan pengukur tidak banyak mempengaruhi ketelitian pengukuran. Faktor

27 17 penting lainnya untuk penilaian status gizi adalah umur, maka perhitungan berat badan terhadap tinggi badan merupakan parameter yang tidak tergantung pada umur. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan; harganya relatif murah dan mudah diperoleh; skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg (Supariasa, 2014). 2. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2014). 3. Lingkar Lengan Atas (LILA) Pengukuran LILA merupakan suatu cara untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Protein (KEP) pada wanita usia subur (WUS). Pemantauan LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok WUS adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) (Supariasa, 2014). 4. Lingkar Perut (LP) LP lebih banyak digunakan secara klinis untuk menilai obesitas abdominal, dengan mengukur lemak yang terpusat di perut. Beberapa hasil

28 18 penelitian menunjukkan, LP merupakan prediktor terbaik untuk risiko penyakit degeneratif (Triwinarto et al., 2012) Penilaian Status Gizi Pada Remaja Penilaian status gizi menggunakan bebercara apa parameter antropometri sebagai dasar. Kombinasi beberapa parameter disebut indeks antropometri. Penilaian status gizi pada remaja dapat dilakukan secara antropometri dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), LILA, dan lingkar perut. a. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi orang dewasa yang berhubungan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan (Supariasa, 2014). Perhitungan staus gizi remaja IMT/U dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus dengan indikator status gizi normal -2 SD hingga +2 SD. Status gizi kurang jika nilai IMT/U kurang dari -2 SD dan status gizi lebih jika IMT/U lebih dari +2 SD. b. Lingkar Lengan Atas (LILA) Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2014). c. Lingkar Perut

29 19 Lingkar perut sebagai indeks distribusi lemak tubuh baik tersebar di subkutan (perifer) dan sentral (visceral). Obesitas sentral jika lingkar perut lebih dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada wanita (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009) Pengukuran konsumsi Pengukuran konsumsi dengan survei konsumsi melalui: 1). metode kualitatif dilakukan dengan: metode dietary history, metode pendaftaran makanan (food list), metode frekuensi makanan (food frequency), dan metode telepon; 2). metode kuantitatif dengan: metode recall 24 jam, penimbangan makanan (food weighing), perkiraan makanan (estimated food records), metode inventaris (inventory method), metode food account, dan pencatatan (household food record); 3). metode kualitatif dan kuantitatif dengan metode riwayat makan (dietary history) dan metode recall 24 jam (Supariasa, 2014). Dalam penelitian ini menggunakan semi quantitative food frequency questionnaires (SQ-FFQ). Hasil pengukuran menggunakan SQ-FFQ akan dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) remaja. Semi Quantitative Food Frequency Questionnaires (SQ-FFQ) Data yang diperoleh berupa frekuensi konsumsi bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu (seperti hari, minggu, bulan atau tahun) (Supariasa, 2014). Metode SQ-FFQ ini memodifikasi frekuensi konsumsi pangan dengan cara menambahkan patokan ukuran rumah tangga (URT) dan berat pangan

30 20 (gram). Berat pangan ditampilkan dalam porsi. Metode ini memudahkan peneliti untuk mendapatkan variasi, frekuensi, dan kuantitas pangan sehingga zat gizi dapat dikorelasikan dengan indeks masa tubuh, status penyakit, sosial ekonomi, kondisi atau kesehatan lingkungan dan perilaku seseorang atau masyarakat (Gibson, 2005; Widajanti, 2009). 2.2 Pola Aktivitas Fisik Aktivitas fisik menurut BPS merupakan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pembakaran kalori yang dilakukan minimal 30 menit berturut untuk memelihara kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap bugar dan sehat sepanjang hari (Badan Pusat Statistik, 2013). Saat beraktivitas, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan oksigen dan zat-zat gizi keseluruh tubuh dan digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Seberapa banyak otot yang bergerak, seberapa lama dan seberapa berat pekerjaan yang dilakukan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan (Almatsier, 2009). Berikut beberapa aktivitas harian remaja selain sekolah: Aktivitas Aktif Olahraga Derajat kesehatan optimal dapat dipertahankan melalui aktivitas fisik seperti olahraga cukup dan dilakukan secara teratur. Olahraga dan aktivitas fisik, yang tidak berimbang dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi dapat menyebabkan

31 21 berat badan tidak normal. Olahraga dan kegiatan fisik diharapkan selalu seimbang dengan asupan nutrisi dan masukan energi yang diperoleh dari makanan seharihari (Departemen Kesehatan RI, 1995). Olah raga yang baik harus dilakukan secara teratur, sedangkan macam dan takaran olahraga tergantung menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan Ekstrakurikuler Ekstrakurikuler merupakan bagian dari aktivitas pendidikan di luar mata pelajaran yang diselenggarakan untuk membantu pengembangan siswa sesuai dengan potensi, bakat, kebutuhan, dan minat siswa melalui kegiatan yang dibuat oleh tenaga kependidikan dan pendidik yang berkewenang dan berkemampuan di sekolah (Kurniawan dan Karyono, 2010) Aktivitas Pasif (Perilaku Sedentari) Anak-anak harus diberikan dukungan untuk beraktivitas di luar rumah agar tidak menghabiskan sepanjang waktu sepulang sekolah melakukan kegiatan kurang gerak (sedentarian) seperti menonton televisi atau main komputer dan video game. Kegiatan sedentarian yang dilakukan lebih dari dua jam dapat menyebabkan obesitas pada anak (Dowshen, 2005) Menonton Televisi dan Main Game Televisi juga memberikan dampak terhadap pemilihan makanan anak karena iklan-iklan menarik yang ditayangkan biasanya merupakan iklan makanan dengan kalori tinggi (Astrup, 2006). Berdasarkan penelitian di Semarang tahun 2012 pada remaja usia tahun didapatkan hasil perilaku sedentari, 89,5%

32 22 memiliki kebiasaan menonton televisi, 100% memiliki kebiasaan bekerja dengan komputer atau laptop, 26,7% memiliki kebiasaan bermain video game, 100,0% memiliki kebiasaan duduk-duduk, 48,8% remaja memiliki lama waktu tidur yang buruk (Cahyani, 2012). Penelitian yang dilakukan kepada alumni Harvard University, sepanjang tahun terdapat 1413 orang meninggal, 45% disebabkan karena penyakit jantung dan 32% lainnya disebabkan kanker. Mereka yang meninggal memiliki gaya hidup sedentari. Sedangkan yang memiliki kebiasaan berjalan/ berlari 20 mil/minggu memiliki kecenderungan hidup 2 tahun lebih lama dibandingkan yang berjalan/ berolahraga kurang dari 5 mil/minggu (Rosita, 2012) Media Sosial Media yang banyak digunakan remaja saat ini salah satunya adalah internet dan social media. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang, dimana 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Persentase aktivitas jejaring sosial Indonesia mencapai 79,72 persen, tertinggi di Asia, mengalahkan Filipina (78 persen), Malaysia (72 persen), China (67 persen) (Mohamad, 2013). Pengguna aktif berada pada rentan usia 18 hingga 29 tahun dan pengguna social media dan social sharing tertinggi adalah perempuan (Heni, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Nurmihasti pada tahun 2012, diketahui bahwa pelaku utama yang meramaikan pergerakan sosial media di Indonesia sebagian besar didominasi oleh usia remaja, khususnya mereka para peserta didik atau

33 23 pelajar. Penelitian lain memaparkan bahwa pengguna situs jejaring sosial di Indonesia mayoritas adalah dari kalangan remaja usia sekolah, dengan peningkatan pengguna situs jejaring sosial Facebook pada 2009 sebanyak 700% dibanding pada tahun Penggunaan sosial media merupakan salah satu kegiatan sedentari. Kemajuan teknologi ini membuat remaja menghabiskan banyak waktu untuk mengecek sosial media melalui gadget yang dimiliki baik laptop maupun smartphone (Isnainiyah, 2012) Istirahat Anak usia sekolah sebaiknya diberikan jadwal waktu tidur untuk mereka tepati karena waktu tidur yang kurang dapat menjadi pemicu terjadinya obesitas selain perilaku-perilaku negatif lainnya seperti terlalu mengantuk di sekolah sehingga tidak dapat menerima pelajaran dengan baik (Chaput dan Jean-Phillippe, 2007). Pola tidur dengan durasi kurang dari 7 jam dihubungkan dengan kenaikan indeks massa tubuh, baik pada anak-anak, remaja maupun pada orang dewasa pada penelitian- penelitan sebelumnya. Durasi waktu tidur yang pendek dikaitkan dengan penurunan leptin dan meningkatnya grelin. Perubahan hormon ini yang mungkin berkontribusi terhadap kenaikan indeks masaa tubuh (Taheri et al., 2004). Hasil penelitian (Papalia et al., 2010) menyatakan bahwa remaja yang obesitas tidur lebih sedikit dibanding remaja yang normal dan underweight. Durasi tidur ditemukan berhubungan dengan risiko overweight dan obesitas pada remaja Australia tahun. 2.3 Pola Makan

34 Pola makan harian Orang Indonesia makan tiga kali sehari yaitu sarapan di pagi hari, makan siang dan makan malam. Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan khususnya di usia remaja. Konsumsi makanan yang kurang, baik secara jumlah maupun kualitas akan mengakibatkan terjadinya gangguan proses metabolisme dalam tubuh, yang tentunya mengarah pada timbulnya suatu penyakit. Sehingga dalam hal mengkonsumsi makanan, yang perlu diperhatikan adalah kecukupannya agar didapatkan suatu fungsi tubuh yang optimal (Almatsier, 2009). Angka kecukupan gizi dihitung menggunakan hasil perhitungan nutrisurvey yang kemudian dibandingkan dengan AKG remaja perempuan. Cut off points tingkat kecukupan zat gizi (Jayanti et al., 2011): a. Kurang (<80%) b. Normal (80-120%). c. Lebih ( 120% AKG) Aspek Sosio-Kultural Makanan Selain peran biologik yaitu untuk memenuhi rasa lapar, makanan mempunyai peranan sosio-kultural. Den Hartog et. al (Almatsier, 2009) mengelompokkannya sebagai berikut : Fungsi Kenikmatan (Gastronomik) Manusia makan untuk mendapatkan kenikmatan. Kesukaan makanan antar bangsa dan suku berbeda. Makanan di daerah tropik biasanya lebih berbumbu. Ini kemungkinan secara naluri penduduk negara tropik sejak dulu kala telah tahu

35 25 bahwa pemberian bumbu banyak pada makanan dapat menghambat pembusukan. Secara umum, makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera yaitu dalam rasa, bau, dan tekstur (Almatsier, 2009) Makanan Untuk Menunjukkan Jati Diri Makanan sering dianggap sebagai bagian penting untuk menyatakan jati diri seseorang atau sekelompok orang. Di Jepang misalnya, sushi merupakan makanan terhormat untuk disajikan kepada tamu-tamu. Di sebagian besar Sumatera, daging dianggap sebagai makanan berprestise (Almatsier, 2009) Fungsi Religi Dan Magis Banyak symbol religi dan magis dikaitkan dengan makanan. Dalam agama Islam, kambing sering dikaitkan dengan upacara-upacara penting dalam kehidupan, seperti pada upacara akikoh dan khitan. Pada masyarakat Jawa di berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng atau nasi kuning (Almatsier, 2009) Fungsi Komunikasi Makanan merupakan media penting dalam upaya manusia bersosialisasi. Dalam keluarga, kehangatan hubungan antar anggotanya terjadi saat makan bersama. Begitu pula di keluarga besar diupayakan pertemuan secara berkala dengan makan bersama untuk mempererat hubungan silaturahmi. Antar tetangga juga sering dilakukan tukar-menukar makanan. Dalam dunia bisnis, kesepakatan sering diperoleh dalam jamuan makanan (Almatsier, 2009).

36 Fungsi Status Ekonomi Makanan sering digunakan untuk prestise atau status ekonomi. Semua budaya memiliki makanan yang dianggap berprestise (Almatsier, 2009). Saat ini makanan dianggap sebagai gaya hidup. Remaja sering makan di tempat-tempat bergengsi dan mengunggah foto-foto makanannya di situs jejaring sosial Simbol Kekuasaan Melalui makanan seseorang atau sekelompok masyarakat dapat menunjukkan kekuasaannya terhadap orang atau kelompok masyarakat lain. Majikan member makanan yang berbeda kepada bawahan atau pembantunya. Dalam keadaan berperang atau bermusuhan, suatu negara menetapkan embargo bahan pangan terhadap negara musuhnya (Almatsier, 2009) Pola Makan Seimbang (Well Balanced Diet) Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) menggambarkan empat prinsip gizi seimbang yaitu beragam makanan sesuai kebutuhan, kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan pemantauan berat badan ideal. TGS terdiri dari beberapa potongan tumpeng: satu potong besar, dua potong sedang, dua potong kecil, dan di puncak terdapat potongan terkecil. Luas potongan TGS menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi per hari oleh setiap orang. TGS dialasi oleh air putih, karena air putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial untuk hidup sehat dan aktif (Irianto, 2014). Pesan-pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) diantaranya: 1). Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan, 2). Banyak makan sayuran dan cukup buahbuahan, 3). Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi,

37 27 4). Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan pokok, 5). Batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak, 6). Biasakan sarapan, 7). Biasakan minum air putih yang cukup dan aman, 8). Biasakan membaca label pada klemasan pangan, 9). Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih mengalir, 10). Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Irianto, 2014). Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang (Irianto, 2014) Kebutuhan air putih dalam sehari minimal dua liter (delapan gelas). Potongan besar tumpeng selanjutnya merupakan golongan makanan pokok (sumber karbohidrat) yang dianjurkan dikonsumsi tiga hingga delapan porsi per hari. Selanjutnya, terdapat golongan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Potongannya berbeda luas untuk menekankan pentingnya peran dan porsi setiap golongan. Ukuran potongan sayur dalam PGS sengaja dibuat lebih besar dari buah yang terletak di sebelahnya, ini berarti jumlah sayur yang harus dikonsumsi setiap hari sedikit lebih besar (3-4 porsi) daripada buah (2-3 porsi). Kemudian di lapisan ketiga ada golongan protein seperti daging, telur, ikan, susu, dan produk susu (yogurt, mentega, keju, dan lain-lain) dipotongan kanan dan

38 28 dipotongan kiri kacang-kacangan serta hasil olahan seperti tahu, tempe, dan oncom. Puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat kecil adalah minyak, gula dan garam yang dianjurkan dikonsumsi seperlunya. Pada bagian bawah tumpeng terdapat PGS lain yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan, dan memantau berat badan (Irianto, 2014) Pola Makan Remaja Dibandingkan segmen usia lain, diet yang tidak adekuat adalah masalah yang paling umum dialami remaja putri. Gizi tidak adekuat akan menimbulkan masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang kehidupan. Kekurangan gizi dalam masa remaja dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk emosi yang tidak stabil, keinginan untuk menjadi kurus yang tidak tepat, dan ketidakstabilan dalam gaya hidup dan lingkungan sosial secara umum. Beberapa perilaku spesifik yang umumnya dipercaya menyebabkan masalah gizi pada ramaja putrid adalah: (1). Kurang didampingi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, (2). Kurangnya perhatian dalam memilih makanan di luar rumah, (3). Kurangnya waktu uantuk mengkonsumsi secara teratur, (4). Melewatkan waktu makan satu kali atau lebih setiap hari, (5). Mulai mengkonsumsi alcohol, (6). Pemilihan makanan selingan yang kurang tepat, (7). Perhatian terhadap makanan tertentu yang menyebabkan jerawat, (8). Takut mengalami obesitas, (9). Tidak mau minum susu (Irianto, 2014). Selain itu remaja juga memiliki kebiasaan makan cemilan diluar jam makan. Gaya hidup duduk lama sambil ngemil makanan tinggi kalori dan lemak dan rendah gizi serta nutrisi memicu kelebihan berat badan pada remaja (Hasdianah et al., 2014).

39 Makanan cepat saji (Fast food) Makanan cepat saji merupakan makanan yang tersedia dan siap untuk dimakan dalam waktu cepat, seperti fried chiken, hamburger atau pizza. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori, sodium (Na), gula, dan kadar lemak yang tinggi tetapi rendah serat, asam akorbat, kalsium, vitamin A, dan folat. Makanan cepat saji merupakan gaya hidup remaja (Khomsan, 2004). Mudahnya memperoleh makanan siap saji mempermudah tersedianya variasi makanan sesuai daya beli dan selera. Selain itu, cocok bagi mereka yang selalu sibuk karena pengolahan dan penyiapannya lebih cepat dan mudah (Restiani, 2012). Kehadiran makanan cepat saji dalam industri makanan Indonesia dapat mempengaruhi pola makan khususnya remaja di kota dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas. Tempat makan makanan fast food menjadi tempat bersantai. Makanan di restoran fast food menawarkan harga terjangkau bagi mereka, penyajiannya cepat dan jenis makanannya memenuhi selera remaja. Manajemen yang handal dan juga dilakukannya terobosan misalnya pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaanya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food, karena pelayanan lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian masyarakat. Bahkan banyak keluarga yang memilih makanan diluar dengan jajanan fast food di hari libur (Khomsan, 2004). Berdasarkan hasil penelitian, kentang goreng dan fried chicken merupakan makanan cepat saji yang banyak dimakan saat makan siang atau makan malam

40 30 remaja di enam kota besar di Indonesia seperti di Denpasar, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan 15-20% remaja di Jakarta mengonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan siang dan 1-6% lainnya mengonsumsi pizza dan spaghetti. Apabila makanan jenis ini dikonsumsi berlebih dan terus-menerus dapat menyebabkan gizi lebih (Restiani, 2012). Dalam penelitian ini akan dilihat konsumsi fast food diantaranya: ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, spaghetti, hot dog, donat, mie instan dan soft drink, diantaranya : coca-cola, sprite, fanta, pepsi (Badjeber et al., 2009) Pengontrolan Berat Badan Buruknya status gizi remaja diduga disebabkan berbagai praktik penurunan berat badan yang dilakukan remaja demi mendapatkan tubuh ideal yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat pada remaja. Perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh tekanan dari teman sebaya. Teman sebaya diakui dapat mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku. Kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al., 2001). Penelitian sebelumnya mengenai gangguan makan dan perilaku penurunan berat badan yang tidak sehat pada remaja wanita di Australia di dapatkan hasil 33% remaja mengalami gangguan makan, 57% responden melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat, dan 12% mengalami disorientasi body image. Faktor yang mempengaruhi pola perilaku ini adalah tekanan teman sebaya, tekanan media dan

41 31 persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak sehat tidak berbahaya bagi mereka (Ryde et al., 2011). Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai tubuhnya (body image) yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Hal itu sering menjadi penyebab masalah, karena remaja menerapkan pengaturan pembatasan makanan yang salah untuk memelihara kelangsingan tubuhnya, sehingga kebutuhan gizi tidak terpenuhi dan mendorong terjadinya gangguan gizi (Kathlen dan Sylvia, 2008; Sayogo, 2011). Perilaku pengontrolan berat badan yang tidak sehat yang banyak dilakukan remaja berdasarkan beberapa penelitian diantaranya melewatkan jam makan untuk menurunkan berat badan (skipping meals), mengkonsumsi suplemen diet, sengaja memuntahkan makan untuk menurunkan berat badan (self-induced vomiting), puasa 24 jam atau lebih, metode diet khusus seperti OCD (Obsessive Corbuzier s Diet), vegetarian, atau hanya makan satu jenis makanan tertentu (crush dieting). Dalam beberapa penelitian puasa merupakan perilaku yang paling banyak dilakukan, diikuti dengan makan satu jenis makanan, memuntahkan makanan dengan sengaja, diuretik/obat pencahar, pil penurun berat badan, dimana puasa dan melewatkan jam makan adalah perilaku yang paling banyak dilakukan (Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011; Yu, 2011). Melewatkan jam makan juga merupakan praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan remaja. Berdasarkan data BPS tahun 2013 didapatkan data masyarakat Bali yang berusia 10 tahun ke atas melewatkan sarapan pagi 23,2%, lebih tinggi jika dibandingkan angka nasional 14,33% (Badan Pusat Statistik, 2013).

42 32 Penelitian lainnya di Amerika, 11% remaja melakukan pengontrolan berat badan yang ekstrim yaitu dengan memuntahkan makanan secara teratur untuk menurunkan berat badan (self-induced vomiting). Di Australia dari 606 remaja perempuan yang disurvey didapatkan 9% memuntahkan makanan, 6% menggunakan pil diet, 6% menggunakan diuretik/pencahar secara teratur untuk mengontrol berat badannya dan 11% dari responden melakukan paling tidak salah satu praktik penurunan berat badan yang ekstrim, dan 0,4% tetap melakukan diet walaupun mereka sudah sangat kurus (underweight berdasarkan standar BMI) (Ryde et al., 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011). Penelitian lain di Australia menyebutkan bahwa proporsi perempuan sangat signifikan yaitu 10-20% melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat yang menghambat intake nutrisi dan energi, termasuk menghindari daging (sumber zat besi, protein, dan zink), produk susu (sumber kalsium), makanan mengadung tepung (sumber energi dan serat), dan menggunakan suplemen diet atau mengganti makanan dengan makanan diet yang tidak mengandung gizi seimbang (Ryde et al., 2011). 2.4 Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi Faktor yang mempengaruhi status gizi diantaranya zat gizi dalam bahan makanan, ada/tidak program pemberian makanan di luar keluarga, daya beli keluarga yang berhubungan dengan pendapatan, kebiasaan makan orang tua pemeliharaan kesehatan dan faktor lingkungan (Supariasa, 2014). Kesehatan mempengaruhi kebutuhan nutrisi seseorang. Ketika saat dibutuhkan asupan yang lebih baik seperti protein tinggi untuk mempercepat proses penyembuhan.

43 33 Sedangkan menurut Ambarwati, status gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Ketiga faktor ini mempengaruhi tingkat kebutuhan nutrisi yang selanjutnya mempengaruhi status gizi (Ambarwati, 2012). Semakin muda usia maka kebutuhan nutrisi semakin tinggi. Nutrisi dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang. Sedangkan untuk pola aktivitas, semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyak energi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga diperlukan asupan nutrisi yang lebih banyak (Irianto, 2014). Bagan Hubungan Pola Aktivitas dan Pola Makan dengan Status Gizi Konsumsi makan Umur STATUS GIZI Tingkat kebutuhan nutrisi Jenis kelamin Kesehatan Aktivitas fisik Gambar 2.2 Teori faktor yang mempengaruhi status gizi, modifikasi teori Call dan Levinson dan teori Ambarwati (Ambarwati, 2012; Supariasa, 2013).

44 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya, banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, terutama status gizi remaja khususnya remaja putri. Remaja memiliki pola aktivitas fisik dan pola makan yang berbeda seiring tumbuh kembangnya. Banyak penelitian tentang penilaian status gizi remaja namun belum spesifik. Pola aktivitas fisik dan pola makan pada remaja sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam karena pada usia remaja terjadi perubahan dari anak-anak menuju dewasa sehingga merubah pola aktivitas fisik dan pola makannya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya atau teman sebaya yang berdampak pada status gizinya. Karakteristik remaja dalam penelitian ini yaitu siswa SMA yang berjenis kelamin perempuan kelas 1 dan berumur tahun. Dalam penelitian ini diteliti lebih detail mengenai pola aktivitas yang lebih spesifik yang dilakukan remaja seperti olahraga dan ektrakulikuler dalam seminggu. Selain itu pola makan remaja dalam penelitian ini juga diteliti lebih detail yaitu mengenai pola makan harian, kebiasaan makan fast food termasuk konsumsi soda dan juga praktik pengontrolan berat badan yang berkembang dikalangan remaja. 34

45 Konsep Penelitian Dari penjabaran teori-teori di atas, dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Faktor yang mempengaruhi status gizi - Jenis Kelamin - Umur - Tingkat sosial ekonomi - Lingkungan - Genetik - Metabolism basal - Enzim tubuh dan hormon - Karakteristik Status tinggal - Pola aktivitas fisik - Pola makan Status Gizi - IMT/U - LILA - Lingkar Perut Gambar 3.1 Konsep Penelitian Keterangan: : tidak diteliti : diteliti 3.3 Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini rumusan hipotesis berdasarkan konsep penelitian yang ada yaitu: Pola aktivitas fisik berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Pola makan berhubungan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara.

46 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan analitik kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga SMA/SMK di Denpasar Utara, yaitu SMA Dwijendra, SMA Dharmapraja, dan SMA Al-Ma ruf pada bulan Oktober 2014 hingga April Subjek dan Sampel Variabilitas Populasi Populasi target penelitian ini adalah semua pelajar putri usia sekolah yang sedang mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara tahun 2015 yaitu sejumlah 6859 orang dari 25 SMA/SMK. Sedangkan populasi terjangkau penelitian ini adalah pelajar putri kelas satu di tiga SMA/SMK terpilih Kriteria sampel Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah siswa yang sedang mengikuti pendidikan SMA/SMK di Denpasar Utara yang berjenis kelamin perempuan, duduk di kelas 1 (kelas 1 berusia tahun merupakan awal remaja 36

47 37 pertengahan) dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria ekslusi adalah siswa yang tidak masuk atau sakit saat penelitian dilakukan Besar sampel Penentuan besar sampel menurut Sastroasmoro (Sastroasmoro & Ismael, 2011) menggunakan rumus: =2 + ( ) Keterangan : N = jumlah sampel = kesalahan tipe I, 5% = 1,96 = kesalahan tipe II, 80% = 0,842 s = simpang baku kelompok yaitu 3,85 (Novianingsih, 2012) ( 1 2 ) = clinical judgement (22,9-21,05) (Novianingsih, 2012) Besar sampel dalam penelitian ini adalah 68 orang Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dengan memilih secara random tiga SMA/SMK dari masing-masing wilayah kerja puskesmas yaitu di tiga wilayah kerja puskesmas di Denpasar Utara. Masing-masing wilayah kerja puskesmas diwakili satu SMA/SMK. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara, SMA Al Ma ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. SMA/SMK yang terpilih kemudian diambil kelas satu paralel secara purposive sampling (dengan alasan kelas satu SMA merupakan peralihan awal masa remaja

48 38 pertengahan). Penentuan kelas yang digunakan sebagai sampel dengan random sampling diambil satu kelas. Dari kelas yang terpilih diambil 25 siswi putri secara random menggunakan absensi kelas. 4.4 Variabel Penelitian Definisi operasional Tabel 4.1 Definisi operasional variabel penelitian Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Catatan tentang Rencana Analisis Pola aktivitas fisik Kegiatan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari: jenis kegiatan, durasi, dan frekuensi dalam satuan minggu. Dengan wawancara menggunakan kuesioner APARQ (Adolecent Physical Activity Recall Questionairs) Aktivitas fisik: Durasi x frekuensi x skor METs Ringan (<1202,01 Sedang (1202, ,64 Berat (>2406,65) (Novitasary et al., 2013; Sudibjo et al., 2013). Pola makan Kegiatan makan rutin yang dilakukan responden yang terdiri dari pola makan dalam sehari dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) remaja putri, serta pengontrolan berat badan Dengan wawancara menggunakan kuesioner SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire). Selanjutnya dianalisis menggunakan nutri survey. Sedangkan pola makan lainnya dengan mengisi kuesioner. Tingkat kecukupan zat gizi: Kurang (<80%) Cukup (80-120%) Lebih (>120%) (Jayanti et al., 2011) Status gizi Status gizi remaja yang dinilai dengan membandingan berat badan dan tinggi badan berdasarkan umur yang dihitung dengan menggunakan software WHO Anthro Plus (IMT/U), pengukuran lingkar lengan atas (LILA), dan lingkar perut. Menimbang BB responden dengan timbangan (digital scale) dan mengukur TB responden dengan microtoise dan dianalisis menggunakan software WHO Anthro Plus, mengukur LILA dengan pita lila, dan mengukur lingkar perut dengan metlin. IMT/U: (z-score) Kurang : <-2 SD Normal : -2 SD s.d 2 SD Lebih : > 2 SD LILA: (cm) Kurang : < 23,5 cm Normal: > 23,5 cm Lingkar perut: (cm). Normal : < 80 cm Lebih : > 80 cm (Supariasa, 2014)

49 Bahan dan Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, pengukur berat badan dengan timbangan digital (digital scale) merk Camry model EB9003 ISO 9001 certified by SGS, pengukur tinggi badan dengan microtoise, metlin untuk mengukur lingkar perut dan pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas. 4.6 Protokol Penelitian Teknik pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil dari hasil pengisian kuesioner, wawancara terstruktur, hasil pengukuran berat badan, tinggi badan, LILA, dan LP Teknik pengolahan data Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan meliputi: editing, coding, counting, transferring, dan tabulating yang dilakukan sebelum melakukan analisis data. 4.7 Analisis Data Analisis Univariat Data hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi untuk mengevaluasi besarnya proporsi dari masing-masing faktor predisposisi untuk masing-masing variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini analisis univariat ditampikan dalam bentuk proporsi dari karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 sebagai responden. Selain itu analisis univariat juga dilakukan pada masingmasing variabel yaitu pola aktivitas, pola makan, dan status gizi pelajar putri SMA kelas 1.

50 Analisis Bivariat Pada penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan variabel pola aktivitas dengan status gizi pelajar putri SMA dan juga untuk mengetahui hubungan variabel pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji spearman rank dengan kepercayaan 95% menggunakan software analisis data. Nilai p yang didapatkan dari hasil analisis dibandingkan dengan signifikan 0,05. Hubungan dinyatakan bermakna jika p lebih kecil daripada 0, Analisis Multivariat Analisis multivariat pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis banyak variabel (pola aktivitas fisik dan pola makan pelajar SMA putri) secara serentak terhadap status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain itu analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling kuat mempengaruhi status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Uji yang dilakukan adalah linier regression dengan signifikasi 0,05 melalui software analisis data. 4.8 Etika Penelitian Penelitian mengenai hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di wilayah Denpasar Utara menggunakan prinsip-prinsip etik yaitu confidentiality dan anonymity. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengurus Ethical Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana karena penelitian ini melibatkan manusia.

51 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Denpasar terletak diantara 08 35" 31'-08 44" 49' lintang selatan dan " 23' " 27' bujur timur. Ditinjau dari topografi Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15% (Pemerintah Kota Denpasar, 2015). Wilayah Denpasar dibagi menjadi empat kecamatan yaitu: Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara. Denpasar Utara merupakan salah satu kecamatan di Denpasar tempat penelitian ini dilakukan. Denpasar merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sebagai ibu kota Provinsi Bali sehingga pertumbuhan perekonomian sangat pesat. Begitu pula dengan penyediaan fasilitas umum dan tempat makan. Fast food telah menjadi gaya hidup warga perkotaan, sehingga terdapat banyak tempat makan cepat saji (fast food) yang tersebar di wilayah Denpasar dan kian menjamur. Data yang didapatkan dari dinas kesehatan bagian pengawasan makanan terdapat 396 rumah makan yang beberapa di antaranya merupakan tempat makan fast food (Dinkes Kota Denpasar, 2015). Selain itu terdapat dua lapangan untuk jogging track dan menjamurnya pusat kebugaran. Fitness juga menjadi gaya hidup warga perkotaan. Terdapat 11 puskesmas yang tersebar di keempat kecamatan tersebut. Di wilayah Denpasar Utara terdapat tiga puskesmas yaitu Puskesmas I Denpasar 41

52 42 Utara, Puskesmas II Denpasar Utara, dan Puskesmas III Denpasar Utara (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Terdapat 66 SMA dan SMK negeri dan swasta yang tersebar di Denpasar dengan jumlah siswa siswa (BPS, 2013). Di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Utara terdapat 25 SMA dan SMK negeri dan swasta dengan jumlah siswa (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2015). Penelitian dilakukan di tiga SMA di Denpasar Utara. Masing-masing SMA mewakili wilayah kerja Puskesmas. SMA Dwijendra mewakili wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara, SMA Al Ma ruf mewakili wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Utara, SMA Dharmapraja mewakili wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. 5.2 Karakteristik Pelajar SMA Putri Rerata Antropometri Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5.1 Rerata antropometri pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Antropometri Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) IMT/U LILA (cm) LP (cm) Rerata±SD 53,7 ±12,6 157,4 ± 5,6 0,073 ± 1,3 26,3 ± 3,6 76,5 ± 9,6 Keterangan :IMT/U: IMT berdasarkan umur, SD: standar deviasi, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut. Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa rerata status gizi normal, baik berdasarkan IMT/U dengan rerata z-score 0,073 (z-score normal antara -2 SD hingga 2 SD). Berdasarkan LILA didapatkan rerata 26,3 cm (LILA normal sebagai indikator KEK adalah diatas 23,5 cm). Rerata distribusi lemak

53 43 berdasarkan indikator LP adalah 76,45 cm (LP sebagai indikator obesitas sentral dengan nilai normal kurang dari 80 cm untuk perempuan) Distribusi Frekuensi Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan distribusi frekuensi status gizi responden: Tabel 5.2 Distribusi frekuensi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Status Gizi f (%) Berdasarkan IMT/U Kurang 3 (4,0) Normal 66 (88,0) Lebih 6 (8,0) Berdasarkan LILA KEK 14 (18,7) Non-KEK 61 (81,3) Berdasarkan LP Sentral 22 (29,3) Perifer 53 (70,7) Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut. Permasalahan status gizi pelajar putri SMA yang muncul adalah status gizi kurang. Kurang gizi akut terjadi pada pelajar putri SMA sebanyak 4,0% yang ditandai nilai IMT/U <-2 SD. Kurang gizi kronik juga terjadi pada pelajar putri SMA yaitu sebanyak 18,7% dengan nilai LILA <23,5 cm. Sementara itu juga terjadi status gizi lebih. Obesitas sentral menunjukkan angka 8,0% ditandai dengan nilai IMT/U >2 SD dan LP >80 cm. Angka ini lebih tinggi dibandingkan angka nasional hasil Riskesdas 2013 yaitu 7,3% (BPPK RI, 2013). Selain itu, sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral terjadi pada 29,3% pelajar putri SMA (Tabel 5.2).

54 Distribusi Frekuensi Pola Aktivitas Fisik, Pola Makan, dan Status Tinggal Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pola aktivitas fisik, pola makan, dan status tinggal pada pelajar putri SMA Kelas 1 Variabel f (%) Aktivitas fisik Ringan 11 (14,7) Sedang 31 (41,3) Berat 44 (44,0) Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi makro Energi Kurang 20 (26,7) Cukup 27 (36,0) Lebih 28 (37,3) Karbohidrat Kurang 33 (44,0) Cukup 29 (38,7) Lebih 13 (17,3) Protein Kurang 23 (30,7) Cukup 26 (34,7) Lebih 26 (34,7) Lemak Kurang 15 (20,0) Cukup 15 (20,0) Lebih 45 (60,0) Pengontrolan berat badan Ya 22 (29,3) Tidak 53 (70,7) Status tinggal Bersama orangtua 66 (88,0) Tidak bersama orangtua 9 (12,0) Aktivitas pelajar putri SMA cenderung aktivitas berat (44,0%) dan aktivitas sedang (41,3%). Variasi aktivitas ini didominasi kegiatan olahraga, baik

55 45 olahraga wajib sebagai bagian dari mata pelajaran maupun olahraga di luar jam sekolah pada akhir pekan atau ekstrakurikuler. Tingkat kecukupan zat gizi total bervariasi, cut off untuk kecukupan gizi dikatakan kurang jika <80% AKG, cukup jika diantara % AKG dan lebih jika >120% AKG (Jayanti et al., 2011). Tingkat kecukupan energi dan lemak cenderung lebih, yaitu 37,33% dan 60%, tingkat kecukupan karbohidrat cenderung kurang (44%), sedangkan tingkat kecukupan protein seimbang antara cukup dan lebih yaitu 34,67%. Beberapa responden melakukan pengontrolan berat badan (29,3%) dan sebagian besar responden tinggal bersama orangtua (88%) (Tabel 5.3) Rerata Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro Pada Pelajar Putri SMA Kelas1 Di Denpasar Utara Tabel 5.4 Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro pelajar putri SMA kelas 1 Zat Gizi Makro (% AKG) Rerata ±SD Karbohidrat 88,3±33,1 Protein 112,9±50,2 Lemak 145,0±66,1 Energi 108,7 ±39,8 Keterangan: AKG: Angka Kecukupan Gizi, SD :Standar deviasi Secara garis besar rerata tingkat kecukupan masing-masing zat gizi sudah tercapai, dengan nilai tingkat kecukupan karbohidrat 88,3%, protein 112,9%, dan energi 108,7%. Walaupun tingkat kecukupan karbohidrat sudah memenuhi angka kecukupan (80-120%) namun mendekati batas bawah rentang tingkat kecukupannya (88,3%). Sedangkan tingkat konsumsi lemak cenderung berlebih yaitu 145,0%. Angka ini sudah melebihi batas atas kecukupan lemak (Tabel 5.4).

56 Gambaran Pola Aktivitas Fisik Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Tabel 5.5 Gambaran jenis aktivitas fisik pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Keteraturan Kegiatan Teratur f(%) Tidak teratur f(%) Tidak melakukan f(%) Olahraga 75 (100,0) 0(0,0) 0(0,0) Jogging 49 (65,3) 7 (9,3) 19 (25,3) Renang 15 (20,0) 37 (49,3) 23 (30,7) Badminton 35 (46,7) 8 (10,7) 32 (42,7) Basket 12 (16,0) 1 (1,3) 62 (82,7) Bersepeda 8 (10,7) 5 (6,7) 62 (82,7) Jalan cepat 8 (10,6) 2 (2,7) 65 (86,7) Voli 8 (10,7) 3 (4,0) 64 (85,3) Sepakbola 0 (0,0) 6 (8,0) 69 (92,0) Lompat tali 6 (8,0) 0 (0,0) 69 (92,0) Aerobik 4 (5,3) 1 (1,3) 70 (93,3) Golf 0 (0,0) 3 (4,0) 72 (96,0) Silat 3 (4,0) 0 (0,0) 72 (96,0) Berkuda 0 (0,0) 2 (2,7) 73 (97,3) Futsal 2 (2,7) 0 (0,0) 73 (97,3) Maraton 0 (0,0) 2 (2,7) 73 (97,3) Sepatu roda 0 (0,0) 6 (8,0) 69 (92,0) Baseball 0 (0,0) 1(1,3) 74 (98,7) Tinju 1(1,3) 0 (0,0) 74 (98,7) Snorkeling 0 (0,0) 1(1,3) 74 (98,7) Surfing 1(1,3) 0 (0,0) 74 (98,7) Jalan santai 63 (84,0) 3 (4,0) 9 (12,0) Tari dan yoga 35 (46,7) 2 (2,7) 38 (50,7) Tari 14 (18,7) 4 (5,3) 57 (76,0) Yoga 28 (37,3) 0 (0,0) 47 (62,7) Ekstrakurikuler dan les 37 (49,3) 0 (0,0) 38 (50,7) Pembelajaran sore 25 (33,3) 0 (0,0) 50 (66,7) Pramuka 25 (33,3) 0 (0,0) 50 (66,7) Les 9 (12,0) 0 (0,0) 66 (88) Vokal 8 (10,7) 0 (0,0) 67 (89,3) Karya Tulis Ilmiah 6 (8,0) 0 (0,0) 69 (92) Paskibra 4 (5,3) 0 (0,0) 71 (94,7) Palang Merah Remaja 1 (1,3) 0 (0,0) 74 (98,7) Domestik 67 (89,3) 0 (0,0) 8 (10,7)

57 47 Aktivitas fisik dikatakan teratur jika dilakukan 3 kali per minggu dan tidak teratur jika <3 kali per minggu (Graha, 2010). Berdasarkan Tabel 5.5, jenis olahraga yang teratur dilakukan pelajar putri SMA kelas 1 adalah jogging (65,3%) dan badminton (46,7%). Aktivitas fisik lain yang paling teratur dilakukan adalah jalan santai (84%) dan aktivitas domestik (89,3%), seperti mengepel, menyapu, mencuci baju, memasak dan aktivitas rumah tangga lainnya. Sedangkan ekstrakurikuler dan les yang paling teratur dilakukan adalah pembelajaran sore (33,3%) yaitu les tambahan seusai jam pelajaran normal dan pramuka. 5.4 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan pada pelajar putri SMA kelas 1di Denpasar Utara. Tabel 5.6 Gambaran pola konsumsi makanan pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Kekerapan Sumber Sering f(%) Kadang f(%) Jarang f(%) Karbohidrat Nasi 75 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Nasi kuning 35 (46,7) 22 (29,3) 18 (24,0) Nasi goreng 12 (16,0) 31 (41,3) 32 (42,7) Biskuit 27 (36,0) 9 (12,0) 39 (52,0) Roti tawar 10 (13,3) 26 (34,7) 39 (52,0) Protein hewani Daging ayam 53 (70,6) 14 (18,7) 8 (10,7) Telur ayam 38 (50,7) 22 (29,3) 15 (20,0) Bakso 20 (26,7) 34 (45,3) 21 (28,0) Ikan segar 9 (12,0) 19 (25,3) 47 (62,7) Susu sapi 7 (9,3) 5 (6,7) 63 (84,0)

58 48 Kekerapan Sumber Sering f(%) Kadang f(%) Jarang f(%) Protein nabati Tempe 54 (72,0) 11 (14,7) 10 (13,3) Tahu 33 (44,0) 14 (18,7) 28 (37,3) Sayuran Kangkung 10 (13,3) 47 (62,7) 18 (24,0) Wortel 11 (14,6) 44 (58,7) 20 (26,7) Buncis 4 (5,4) 34 (45,3) 37 (49,3) Sawi hijau 12 (16,0) 18 (24,0) 45 (60,0) Buah Jeruk 16 (21,3) 11 (14,7) 48 (64,0) Apel 14 (18,7) 9 (12,0) 52 (69,4) Pisang 10 (13,3) 16 (21,4) 49 (65,3) Pepaya 10 (13,3) 13 (17,3) 52 (69,4) Camilan Keripik 37 (49,4) 10 (13,3) 28 (37,3) Coklat 23 (30,7) 14 (18,7) 38 (50,7) Chiki 7 (9,4) 1 (1,3) 67 (89,3) Fast food Mie instan 29 (38,7) 37 (49,3) 9 (12,0) Ice cream 22 (29,3) 32 (42,7) 21 (28,0) Ayam fast food 3 (4,0) 32 (42,7) 40 (53,3) Kentang goreng 4 (5,3) 21 (28,0) 50 (66,7) Soft drink 13 (17,3) 32(42,7) 30 (40,0) Kekerapan pelajar putri SMA kelas 1 dalam mengkonsumsi makanan dibagi menjadi tiga kategori. Sering jika konsumsi makanan 3 kali per minggu, kadang bila konsumsi 1-3 kali per minggu, dan jarang jika konsumsi <1 kali per minggu. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi adalah nasi (100%) pada jenis karbohidrat, daging ayam (70,6%) pada jenis protein hewani, tempe (72%) pada protein nabati, sawi hijau (16%) pada sayuran, jeruk (21,3%) pada buah. Jenis-jenis makanan ini baik untuk dikonsumsi dengan jumlah yang seimbang. Sedangkan untuk camilan, yang paling sering dikonsumsi adalah keripik (49,4%)

59 49 dan mie instan (38,%) pada fast food. Kedua jenis makanan ini tinggi kalori namun rendah zat gizi sehingga konsumsinya perlu dibatasi. (Tabel 5.6). 5.5 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Total Pada Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan gambaran pola konsumsi makanan total. Tabel 5.7 Gambaran pola konsumsi makanan total pelajar putri SMA kelas 1 Kekerapan Sumber Sering f(%) Kadang f(%) Jarang f(%) Karbohidrat 75 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0) Protein hewani 73 (97,3) 2 (2,7) 0 (0,0) Protein nabati 57 (76,0) 12 (16,0) 6 (8,0) Sayuran 59 (78,7) 13 (17,3) 3 (4,0) Buah 56 (74,7) 13 (17,3) 6 (8,0) Camilan 58 (77,3) 6 (8,0) 11 (14,7) Fast food 71 (94,7) 4 (5,3) 0 (0,0) Total konsumsi sumber makanan menunjukkan karbohidrat sering dikonsumsi (100%) namun variasinya sedikit. Sumber protein hewani dan nabati juga sering dikonsumsi pelajar putri SMA, begitu pula sayur dan buah. Secara garis besar camilan (77,3%) dan fast food (94,7%) sering dikonsumsi pelajar putri SMA. Kedua sumber makanan ini mengandung kalori yang tinggi namun sedikit mengandung zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga konsumsinya harus dibatasi (Tabel 5.7).

60 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 di Denpasar Utara Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Berdasarkan IMT/U Tabel 5.8 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan IMT/U pada pelajar putri SMA kelas 1 Variabel Kurang f (%) Status gizi, f (%) Normal f (%) Lebih f (%) β Nilai p Karakteristik Status tinggal Bersama orang tua 2 (3,0) 58 (87,9) 6 (9,1) 0,3140 0,009* Tidak bersama orang tua 1 (11,1) 8 (88,9) 0 (0,0) Pola aktivitas fisik Ringan 0 (0,0) 9 (81,8) 2 (18,2) -0,0001 0,336 Sedang 2 (6,5) 27 (87,1) 2 (6,5) Berat 1 (3,0) 30 (90,9) 2 (6,1) Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi a. Energi Kurang 1 (5,0) 18 (90,0) 1 (5,0) -0,1036 0,400 Cukup 1 (3,7) 21 (77,8) 5 (18,5) Lebih 1 (3,6) 27 (96,4) 0 (0,0) b. Karbohidrat Kurang 1 (3,0) 31 (93,9) 1 (3,03) -0,0554 0,654 Cukup 2 (6,9) 22 (75,9) 5 (17,2) Lebih 0 (0,0) 13 (100,0) 0 (0,0) c. Protein Kurang 0 (0,0) 21 (91,3) 2 (8,7) -0,1346 0,274 Cukup 3 (11,5) 20 (76,9) 3 (11,5) Lebih 0 (0,0) 25 (96,2) 1 (3,9) d. Lemak Kurang 1 (6,7) 13 (86,7) 1 (6,7) -0,1578 0,199 Cukup 0 (0,0) 12 (80,0) 3 (20,0) Lebih 2 (4,4) 41 (91,1) 2 (4,4) Pengontrolan berat badan Ya 0 (0,0) 17 (77,3) 5 (22,7) -0,6196 0,001* Tidak 3 (5,7) 49 (92,4) 1 (1,9) Keterangan : IMT/U:Indeks massa tubuh berdasarkan umur, β: koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).

61 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Berdasarkan LILA Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Tabel 5.9 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LILA pada pelajar putri SMA kelas 1 Variabel Kurang f (%) Status gizi Normal f (%) β Nilai p Karakteristik Status tinggal Bersama orang tua 56 (84,9) 10 (15,1) 2,8485 0,024* Tidak bersama orang tua 5 (55,6) 4 (44,4) Pola aktivitas Ringan 0 (0,0) 11 (100,0) -0,0001 0,669 Sedang 9 (29,0) 22 (71,0) Berat 5 (15,2) 28 (84,8) Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi a. Energi 3 (15,0) 17 (85,0) -0,0140 0,168 Kurang 6 (22,2) 21 (77,8) Cukup 5 (17,9) 23 (82,1) Lebih b. Karbohidrat 7 (21,21) 26 (78,8) -0,0101 0,390 Kurang 6 (20,7) 23 (79,3) Cukup 1 (7,7) 12 (92,3) Lebih c. Protein 1 (4,4) 22 (95,7) -0,0100 0,234 Kurang 8 (30,8) 18 (69,2) Cukup 5 (19,2) 21 (80,8) Lebih d. Lemak 3 (20,0) 12 (80,0) -0,0109 0,082 Kurang 1 (6,7) 14 (93,3) Cukup 10 (22,2) 35 (77,8) Lebih Pengontrolan berat badan Ya 22 (100,0) 0 (0,0) -4,0858 0,001* Tidak 39 (73,6) 14 (26,4) Keterangan :LILA: Lingkar Lengan Atas, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).

62 Hubungan Karakteristik, Pola Aktivitas Fisik, dan Pola Makan Dengan Status Gizi Berdasarkan LP Tabel berikut menyajikan hubungan beberapa variabel pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Tabel 5.10 Hubungan karakteristik, pola aktivitas fisik, dan pola makan dengan status gizi berdasarkan LP pada pelajar putri SMA kelas 1 Variabel Normal f (%) Status gizi Lebih f (%) β Nilai p Karakteristik Status tinggal Bersama orang tua 45 (68,2) 21 (31,8) 0,3140 0,009* Tidak bersama orang tua 8 (88,9) 1 (11,1) Pola aktivitas fisik Ringan 7 (63,6) 4 (36,4) -0,0006 0,541 Sedang 21 (67,7) 10 (32,3) Berat 25 (75,8) 8 (24,2) Pola Makan Tingkat kecukupan zat gizi a. Energi 14 (70,0) 6 (30,0) -0,0127 0,647 Kurang 18 (66,7) 9 (33,3) Cukup 21 (75,0) 7 (25,0) Lebih b. Karbohidrat 25 (75,8) 8 (24,2) -0,0048 0,879 Kurang 18 (62,1) 11 (37,9) Cukup 10 (76,9) 3 (23,1) Lebih c. Protein 16 (69,6) 7 (30,4) -0,0121 0,595 Kurang 19 (73,1) 7 (26,9) Cukup 18 (69,2) 8 (30,8) Lebih d. Lemak 10 (66,7) 5 (33,3) -0,0124 0,466 Kurang 10 (66,7) 5 (33,3) Cukup 33 (73,3) 12 (26,7) Lebih Pengontrolan berat badan Ya 7 (31,8) 15 (68,2) -10,6565 0,001* Tidak 46 (86,8) 22 (29,3) Keterangan : LP: Lingkar Perut, β : koefisien korelasi, *:signifikan (p<0,05).

63 53 Karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yang diteliti adalah status tinggal yang berhubungan secara signifikan (nilai p<0,05) secara konsisten dengan status gizi berdasarkan semua indikator (IMT/U, LILA, dan LP). Hubungan bermakna dengan nilai p<0,05 juga didapatkan pada pengontrolan berat badan pada ketiga indikator status gizi (Tabel 5.8, 5.9, dan 5.10) Analisis Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro <80% AKG Dengan Status Gizi Pelajar Putri SMA Kelas 1 Di Denpasar Utara Tabel berikut menyajikan analisis hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro pada sub sampel yaitu pada sampel dengan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA. Tabel 5.11 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi makro <80% AKG dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara Variabel n β Nilai p Terhadap IMT/U Energi 33-0,03 0,009* Karbohidrat 33-0,04 0,013* Protein 23-0,01 0,745 Lemak 15-0,03 0,248 Terhadap LILA Energi 33-0,10 0,007* Karbohidrat 33-0,12 0,013* Protein 23-0,07 0,263 Lemak 15-0,14 0,122 Terhadap LP Energi 33-0,22 0,015* Karbohidrat 33-0,25 0,046* Protein 23-0,10 0,564 Lemak 15-0,23 0,315 Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur, LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut, β : koefisien regresi, *: signifikan (p<0,05).

64 54 Berdasarkan hasil analisis stratifikasi didapatkan tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan karbohidrat memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi, baik dengan indikator IMT/U, LILA, dan LP dengan nilai p<0,05. Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang, maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Selain itu pada analisis stratifikasi karbohidrat didapatkan hasil, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal, LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak berlaku ketika tingkat kecukupan energi dan karbohidrat telah mencukupi atau lebih dari 80% AKG (Tabel 5.11).

65 Analisis Multivariat Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier. Analisis ini untuk mengetahui faktor yang secara mandiri (independent) berpengaruh terhadap status gizi. Pada penelitian ini yang masuk ke dalam model analisis multivariat jika nilai p hasil uji bivariat >0,25. Tabel 5.12 Hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 Di Denpasar Utara Variabel β Nilai p R 2 IMT/U 37,6 Status tinggal -0,98 0,008* Tingkat kecukupan lemak 0,01 0,265 Pengontrolan berat badan -1,58 0,001* LILA 34,6 Status tinggal -2,53 0,020* Tingkat kecukupan energi 0,32 0,175 Tingkat kecukupan protein -0,01 0,743 Tingkat kecukupan lemak -0,01 0,313 Pengontrolan berat badan -4,19 0,001* LP 28,8 Status tinggal -5,16 0,083 Pengontrolan berat badan -10,44 0,001* Keterangan: IMT/U: IMT berdasarkan umur), LILA: Lingkar Lengan Atas, LP: Lingkar Perut β : koefisien regresi, R 2 : koefisien determinasi (explanatory power), *: signifikan (p<0,05). Berdasarkan Tabel 5.12, diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi status gizi pelajar putri SMA kelas 1 secara konsisten setelah diuji secara multivariat dengan tiga indikator status gizi adalah pengontrolan berat badan. Berdasarkan hasil uji multivariat dapat disimpulkan bahwa pengontrolan berat badan berhubungan dengan status gizi dengan semua indikator. Bila remaja putri melakukan pengontrolan berat badan maka: nilai z score IMT/U akan turun 1,58

66 56 mendekati normal, LILA menurun 4,20 cm dan LP turun 10,44 cm mendekati normal. Model analisis ini menunjukkan bahwa R 2 status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan indikator IMT/U adalah 0,376 yang berarti 37,6% variasi nilai status gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan R 2 status gizi berdasarkan indikator LILA adalah 0,346 yang berarti 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai R 2 status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan indikator LP adalah 0,288 yang berarti 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status tinggal, pengontrolan berat badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.

67 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian pada pelajar putri SMA kelas 1 yang dilakukan di tiga sekolah menengah atas di wilayah Denpasar Utara pada bulan Februari 2015 menunjukkan bahwa terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi pelajar putri SMA. Sebanyak 12% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini mengalami malnutrisi berdasarkan indikator IMT/U. Terdapat 4% pelajar putri mengalami gizi kurang akut terlihat dari nilai z-score <-2 SD. Sejumlah 18,67% pelajar putri SMA mengalami gizi kurang kronik yang ditandai LILA <23,5 cm. Gizi kurang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan kebutuhan gizi, sehingga terjadi ketidakseimbangan negatif, yaitu asupan lebih sedikit dari kebutuhan (Guthrie, 1995). Sementara itu terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral yang ditandai nilai z-score IMT/U >2SD dan LP >80 cm. Selain itu terdapat 29,3% pelajar putri SMA yang memiliki sebaran lemak sentral sebagai resiko terjadinya obesitas sentral. Gizi lebih terjadi akibat ketidakseimbangan positif yaitu apabila asupan energi lebih besar dari pada kebutuhan (Guthrie, 1995). Masalah gizi merupakan faktor dasar (underlying factor) dari berbagai masalah kesehatan. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact), 57

68 58 sehingga untuk memutuskan siklus kurang gizi antargenerasi, perlu perbaikan terhadap status gizi remaja putri sebagai calon ibu (FKMUI, 2007). 6.1 Pola Aktivitas dan Status Gizi Rentang usia pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini adalah tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja putri termasuk dalam tahap remaja menengah (middle adolescence) (Tarwoto, et al., 2010). Pada usia ini aktivitas fisik remaja sangat beragam, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Secara garis besar remaja putri memiliki waktu belajar di sekolah yang relatif sama. Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Oleh karena itu dalam menentukan kebutuhan energi remaja perlu dipertimbangkan jenis aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti, baik dalam di sekolah maupun di luar sekolah (Depkes Poltekes, 2010; Rahmi, et al., 2009). Berdasarkan hasil penelitian ini, aktivitas fisik yang paling sering dilakukan remaja putri adalah kegiatan domestik dengan jumlah 89,3% pelajar putri SMA kelas 1 yang secara teratur melakukan aktivitas domestik. Perempuan dalam budaya sering dituntut untuk melakukan tugas rumah tangga (domestik), seperti: memasak, mencuci, membersihkan rumah dan pekerjaan rumah lainnya (Moore, 1998). Budaya ini menyebabkan remaja putri juga dituntut untuk ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas domestik. Jenis olahraga yang teratur dilakukan oleh pelajar putri SMA kelas 1 adalah jalan santai, jogging, dan badminton. Aktivitas fisik lainnya yang juga teratur dilakukan adalah menari dan yoga. Di salah satu tempat penelitian yaitu di SMA

69 59 Dwijendra, yoga merupakan kelas tambahan yang wajib diikuti semua siswa sekali setiap minggu dengan durasi 120 menit setiap pertemuan. Hasil penelitian di Jayapura menunjukan bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat mempertahankan status gizi optimal. Aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat membakar penimbunan lemak, sehingga mengurangi risiko overweight (Sada et al., 2012). Pada pola ekstrakurikuler dan les, yang paling teratur adalah pembelajaran sore dan pramuka. Di salah satu SMA tempat penelitian, yaitu SMA Dwijendra, kegiatan ini merupakan kegiatan yang wajib dilakukan pelajar putri SMA kelas 1. Pembelajaran sore dilakukan tiga kali per minggu dan pramuka seminggu sekali dengan durasi yang sama yaitu 120 menit setiap pertemuan. Sedangkan ekstrakurikuler lain seperti vokal, les tambahan, karya tulis ilmiah, paskibra, dan palang merah remaja merupakan ekstrakurikuler pilihan. Aktivitas fisik tergantung kepada jenis, frekuensi, intensitas dan durasi (Almaeida dan Blair, 2002). Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi yang dinilai dengan semua indikator status gizi (IMT/U, LILA, dan LP) jika dianalisis secara independen tanpa mengendalikan faktor lain. Simpulan ini bertolak belakang dengan penelitian Sherwood yang menunjukkan bahwa olahraga berkontribusi pada pencegahan kenaikan berat badan (Sherwood et al, 2000). Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktivitas fisik menyebabkan terjadinya proses pembakaran energi, sehingga semakin banyak aktivitas fisik remaja, semakin banyak energi yang terpakai (Goran dan Sothern, 2006). Kelebihan

70 60 energi karena rendahnya aktifitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas (Mahardikawati dan Katrin, 2008). Hasil penelitian di Kabupaten Kerinci, Jambi menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi remaja. Semakin aktif secara fisik, maka semakin baik status gizi (Amelia, 2008; Rahmi et al., 2009). Selain itu, penelitian di Surabaya menunjukkan tingkat aktivitas fisik remaja obesitas lebih rendah dibandingkan remaja non obesitas (Suryaputra dan Rahayu, 2012). Aktivitas fisik merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, yaitu anak yang beraktivitas fisik ringan berhubungan bermakna terhadap berat badan lebih (Mujur, 2011). Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola aktivitas fisik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 dengan nilai p>0,05. Hal ini dikarenakan aktivitas fisik antar kelompok relatif sama sehingga sulit dianalisis secara statistik. Secara garis besar pelajar putri SMA kelas 1 memiliki aktivitas yang hampir sama. Kegiatan di sekolah menghabiskan waktu yang relatif hampir sama. Pelajar putri SMA kelas 1 secara psikologis memliki karakteristik yang hampir sama karena umur dan jenis kelamin sama. Selain itu secara psikologis remaja cenderung lebih senang menghabiskan waktu bersama temantemannya sehingga pola aktivitas fisik cenderung sama (Irianto, 2014). 6.2 Pola Makan dan Status Gizi Status gizi dengan ketiga indikator (IMT/U, LILA, dan LP) memiliki hubungan yang signifikan dengan karakteristik pelajar putri SMA kelas 1 yaitu status tinggal pada uji bivariat, yaitu bila pelajar putri SMA kelas 1 tinggal

71 61 bersama orang tua, maka akan meningkatkan status gizinya. Hal ini dikarenakan remaja yang tinggal bersama orang tua mendapatkan perhatian khusus mengenai makanannya. Ibu memegang peranan penting dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarga, sehingga memiliki pengaruh terhadap status gizi anak (Lazzeri et al., 2006; Rina dan Oktia, 2008). Pola makan dalam penelitian ini yang memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 adalah pengontrolan berat badan. Variabel ini berhubungan signifikan secara negatif saat diuji secara independen tanpa mengontrol faktor lain, sehingga ketika pelajar putri SMA kelas 1 melakukan pengontrolan berat badan maka akan menurunkan status gizinya. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gouado dkk di Kamerun yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi (Gouado et al., 2010). Pola makan merupakan cara makan baik di rumah maupun di luar rumah, yang meliputi frekuensi dan waktu makan, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, termasuk makanan yang disukai dan makanan pantangan (Suhardjo et al.,1998). Pertumbuhan pada usia remaja juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi akan menyebabkan pertumbuhan yang menyimpang (Pahlevi, 2012). Gangguan gizi pada usia remaja sering terjadi, seperti KEK dan anemia, serta defisiensi berbagai vitamin. Sebaliknya, masalah gizi lebih (overweight) yang ditandai oleh tingginya obesitas remaja terjadi terutama di kota-kota besar (Sayogo, 2011).

72 62 Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik pada tingkat kecukupan energi, karbohidrat, protein dan lemak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Faktorfaktor yang menentukan status gizi remaja putri adalah total energi, citra tubuh, konsumsi karbohidrat, penghasilan ayah, dan kebiasaan makan (Santy, 2006). Pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang mempunyai pola makan berlebih dan sangat berlebih mempunyai resiko memiliki berat badan lebih (Mujur, 2011). Penelitian lain di Surabaya dan Semarang menunjukkan bahwa seluruh remaja pada kelompok obesitas memiliki tingkat konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak yang lebih tinggi daripada kelompok non obesitas (Nurfaridah dan Sulistyowati, 2008; Suryaputra dan Rahayu, 2012). Pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan konsumsi gizi dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi tersebut. Status gizi normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas makanan yang telah memenuhi kebutuhan tubuh (Indriasari, 2013). Asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari sangat besar dampaknya terhadap status gizi seseorang karena akan berpengaruh kepada keseimbangan energi yang berdampak terhadap terjadinya masalah gizi. Seseorang memerlukan sejumlah zat gizi untuk dapat hidup sehat serta dapat mempertahankan kesehatannya (Almatsier, 2009). Zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus sesuai dan cukup bagi kebutuhan tubuh (Almatsier, 2011). Hasil penelitian di Bukittinggi menunjukkan bahwa asupan protein, asupan lemak,

73 63 aktifitas fisik, citra tubuh dan sikap terhadap gizi mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi remaja putri (Rahmi et al., 2009). Penelitian serupa yang dilakukan di Kabupaten Jember menunjukkan terdapat hubungan yang antara tingkat konsumsi (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dengan status gizi (Nurcahyani, 2014). Penelitian lain terhadap remaja SMA di Cepu, didapatkan hasil terdapat hubungan signifikan asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat dengan IMT sebelum dan setelah dikontrol dengan aktifitas fisik (Nurani, 2004). Hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi dan zat gizi makro dalam makanan. Zat gizi makro dalam makanan yang dianalisis dalam penelitian ini diantaranaya karbohidrat, protein, lemak dan energi total makanan. Pola konsumsi tidak bisa menjelaskan hubungannya dengan status gizi karena sebagian besar tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi makro relatif sama (tidak ada beda) antar kelompok status gizi, sehingga tidak bermakna saat diuji secara statistik. Rerata tingkat kecukupan zat gizi makro telah mencukupi AKG dan berada dalam rentang tingkat kecukupan cukup yaitu di antara rentan % AKG, hanya rerata tingkat kecukupan lemak melebihi AKG yaitu 145%. Penimbunan lemak berkontribusi pada status gizi lebih pada penelitian ini, yaitu 8% berdasarkan IMT/U dan 29,3% berdasarkan LP. Dalam penelitian ini pola makan remaja putri, camilan dan fast food berkontribusi 36,83% dari total energi harian. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu camilan berkontribusi 30% atau lebih dari total asupan kalori

74 64 remaja setiap hari. Tetapi camilan ini sering mengandung tinggi lemak, gula, dan natrium dan dapat meningkatkan risiko kegemukan dan karies gigi. Tessmer et al. berpendapat bahwa makanan ringan (camilan) hanya mengandalkan kalori, sehingga remaja suka mengemil dan menjadi tidak makan makanan yang mengandung zat gizi lengkap (Tessmer et al., 2006). Camilan memberikan kontribusi lemak yang cukup besar bagi tubuh (Matthys et al., 2006). Pada penelitian ini, camilan yang paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA kelas 1 adalah keripik, coklat, dan chiki. Selain itu pelajar putri SMA juga gemar mengkonsumsi fast food dan yang paling sering dikonsumsi adalah mie instan, ice cream, ayam fast food, kentang goreng dan soft drink. Fast food sudah menjadi tren di kalangan remaja perkotaan. Selain menjadi tempat makanan, restoran fast food menjadi tempat kumpul favorit dengan teman (Irianto, 2014). Jenis-jenis makanan fast food seperti pizza, hamburger, fried chicken dan french fries sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal berbagai jenis fast food tersebut mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi disamping kadar garam. Konsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para remaja untuk menjadi obesitas, sehingga konsumsinya harus dibatasi (Nurhaedar, 2012). Menurut hasil penelitian Fraser et al. remaja yang sering makan di restoran cepat saji mengkonsumsi lebih banyak makanan yang tidak sehat dan cenderung memiliki IMT lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak secara periodik makan di restoran cepat saji (Fraser et al., 2011). Kebiasaan makan di restoran cepat saji (sedikitnya seminggu sekali) berhubungan positif dengan diet tinggi lemak dan IMT (Jeffery et al., 2006). Dalam penelitian ini,

75 65 tingginya konsumsi camilan dan fast food turut berkontribusi dalam kelebihan tingkat kecukupan lemak total (145% AKG). Pola makan remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Remaja lebih menyukai makanan dengan kandungan natrium dan lemak yang tinggi tetapi rendah vitamin dan mineral, seperti camilan dan fast food yang sudah dijelaskan sebelumnya. Makanan cemilan tersebut biasanya padat energi, tinggi natrium dan lemak, serta rendah vitamin dan mineral (Antipatis dan Gill, 2001; David R, 2006). Selain itu rasa suka yang berlebihan terhadap makanan tertentu menyebabkan kebutuhan gizi tak terpenuhi dengan optimal (Nurhaedar, 2012). Pola makan remaja sering kali tidak menentu yang merupakan resiko terjadinya masalah nutrisi. Kebiasaan makan yang sering terlihat pada remaja antara lain makan camilan (makanan padat kalori), melewatkan waktu makan terutama sarapan pagi, waktu makan tidak teratur, sering makan fast food, jarang mengkonsumsi sayur, dan buah ataupun produk pertenakan (dairy food) serta pengontrolan berat badan yang salah pada remaja putri. Hal tersebut dapat mengakibatkan asupan makanan tidak sesuai kebutuhan dan gizi seimbang dengan akibatnya gizi kurang atau gizi lebih (Irianto, 2014). 6.3 Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi Pelajar putri SMA Kelas 1 Pada penelitian ini terdapat 12% status gizi pelajar putri SMA kelas 1 yang tidak normal (malnutrisi), baik status gizi kurang maupun lebih. Pelajar putri SMA kelas 1 mengalami gizi kurang akut sebanyak 4% dan KEK sejumlah 18,67%. Secara umum, kekurangan gizi menyebabkan beberapa gangguan dalam

76 66 proses pertumbuhan, mengurangi produktivitas kerja dan kemampuan berkonsentrasi, struktur dan fungsi otak, pertahanan tubuh, serta perilaku (Almatsier, 2009). Remaja awal yang mengalami gizi buruk dapat mengakibatkan intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik. Bila masalah mengenai gizi buruk ini tidak mendapatkan perhatian secara khusus maka para remaja akan menemui kesulitan dalam pencapaiaan prestasi akademik yang baik dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas para remaja di kemudian hari pada khusunya dan kualitas masyarakat pada umumnya (Suryowati, 2005). Dampak yang lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Masalah nutrisi ini terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi. Hal ini diperparah dengan adanya praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan remaja dalam pola makannya yang akan menyebabkan pemenuhan nutrisi yang kurang pada remaja. Pengontrolan berat badan dan pembatasan asupan nutrisi pada remaja dihubungkan dengan beberapa macam gejala diantaranya kelelahan, kegelisahan, periode menstruasi yang irregular, konsentrasi melemah, lesu, dan prestasi belajar rendah (Ryde et al., 2011). Sementara itu, terdapat 8% pelajar putri SMA kelas 1 yang mengalami obesitas sentral yang ditandai nilai z-score IMT/U lebih dari +2SD dan lingkar perut >80 cm. Terdapat 29,33% pelajar putri SMA kelas 1 dalam penelitian ini yang mengalami sebaran lemak sentral yang ditandai dengan lingkar perut lebih

77 67 dari 80 cm yang merupakan resiko obesitas sentral. Gizi lebih (overweight) dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan pola makan (diet-related disease) seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya (non-communicable disease) (Irianto, 2014; WHO, 2013b) yang dulu dianggap sebagai penyakit orang tua sekarang mulai terjadi pada usia produktif. Saat ini semua umur memiliki resiko yang sama, karena berdasarkan data yang ada sembilan juta kematian diakibatkan penyakit tidak menular (noncommunicable disease) yang terjadi sebelum usia 60 tahun akibat pola nutrisi dan pola aktivitas fisik yang salah (WHO, 2013a). Hal ini yang menyebabkan penurunan kualitas hidup dan angka harapan hidup. Berdasarkan hasil penelitian, obesitas yang terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa (Moreno, 2007). Berdasarkan uraian di atas, terjadi beban ganda (double burden) masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Angka ini merupakan hasil dari ketidakseimbangan asupan dan kebutuhan zat gizi dalam rentang waktu yang cukup lama (Sayogo, 2006). Fenomena ini membutuhkan perhatian khusus. Gizi kurang berakibat pada gangguan tumbuh kembang dan perkembangan intelektualnya dan lebih jauh lagi sebagai persiapan remaja tersebut menjadi ibu. Sedangkan gizi lebih berakibat pada penyakit-penyakit degeneratif. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu masalah gizi lebih maupun gizi kurang (Almatsier, 2009; Riyadi, 1995). Gizi yang optimal dibutuhkan remaja untuk tumbuh kembangnya. Status gizi baik memungkinkan perkembangan otak, pertumbuhan fisik,

78 68 kemampuan kerja dan kesehatan secara umum menjadi maksimal (Almatsier, 2009). Gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia khususnya remaja yang merupakan periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis, dan peran sosial yang signifikan. Status gizi pada remaja ini berpengaruh pada pertumbuhan otak yang sangat diperlukan dalam proses kognitif dan intelektual. Hasil penelitian sebelumnya di Ngagel, Jawa Tengah tahun 2005 menyatakan bahwa nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang, disertai dengan performa tidak baik di kelas (Suryowati, 2005). Selain dilakukan uji bivariat dalam penelitian ini juga dilakukan analisis multivariat dengan regresi linier. Pada uji bivariat, terdapat beberapa sub variabel yang berhubungan dengan status gizi di antaranya status tinggal dan pengontrolan berat badan, namun setelah dilakukan uji multivariat, hanya pengontrolan berat badan yang berpengaruh terhadap status gizi remaja putri secara signifikan berdasarkan ketiga indikator. Hasil uji multivariat akan didapatkan faktor yang memiliki hubungan secara independen terhadap status gizi. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat tidak berkorelasi bermakna secara statistik, karena secara garis besar pola makan yang dinilai dalam penelitian ini memiliki nilai yang relatif sama di seluruh kategori status gizi sehingga saat dilakukan uji statistik multivariat tidak didapatkan korelasi yang bermakna. Menurut Katahn (1987) dalam Novikasari (2003), kegiatan fisik cukup besar pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang melakukan aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak (Novikasari, 2003). Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuka metabolisme basal.

79 69 Selama melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan energi untuk bergerak sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengedarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisasisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya otot yang bergerak, waktu, dan berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2001). Semakin banyak aktivitas fisik yang dilakukan, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga asupan nutrisi yang dibutuhkan lebih banyak (Irianto, 2014). Menurut Supariasa, status gizi dipengaruhi secara langsung oleh tingkat konsumsi energi yang diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktivitas. Kebutuhan energi terutama dibentuk oleh karbohidrat dan lemak, sedangkan protein untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel dan hormon serta enzim untuk mengukur metabolisme (Supariasa, 2014). Pada penelitian ini keempat sub variabel ini tidak berhubungan secara statistik dengan status gizi, namun pada analisis stratifikasi dapat membuktikan bahwa sebernarnya zat gizi berpengaruh terhadap status gizi seperti pada teori dan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini setelah dilakukan analisis stratifikasi didapatkan hasil bahwa pada pelajar putri SMA dengan tingkat kecukupan energi kurang yaitu tingkat kecukupan energi <80% AKG didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan status gizi pada ketiga indikator, yang ditandai nilai p<0,05. Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik (Kartosapoetra dan

80 70 Marsetyo, 2005). Energi dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang cukup untuk memenuhi kecukupan energinya (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010). Apabila asupan energi kurang dari kecukupan energi yang dibutuhkan maka cadangan energi yang terdapat di dalam tubuh yang disimpan dalam otot akan digunakan (Gibson, 2005). Kekurangan asupan energi ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama maka akan mengakibatkan menurunnya berat badan dan keadaan kekurangan zat gizi yang lain (Gibney, 2007). Penurunan berat badan yang berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang yang akan berakibat terhambatnya proses tumbuh kembang (Irianto dan Waluyo, 2004). Dampak lain yang dapat timbul adalah tinggi badan yang tidak mencapai ukuran normal dan mudah terkena penyakit infeksi. Sedangkan konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila terus berlanjut maka akan menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Soekirman, 2006). Hasil analisis stratifikasi dapat disimpulkan semakin meningkat tingkat kecukupan energi sebanyak 1% pada kelompok tingkat kecukupan energi kurang, maka IMT/U akan meningkat 0,03 mendekati status gizi normal, LILA akan meningkat 0,10 cm dan LP meningkat 0,22 cm. Namun hubungan ini tidak berlaku ketika tingkat kecukupan energi telah mencukupi atau lebih dari 80% AKG. Selain itu, secara spesifik salah satu zat gizi makro yang berpengaruh dalam pembentukan energi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi

81 71 utama bagi tubuh sehingga digolongkan sebagai makanan pokok. Sumber karbohidrat utama dalam pola makanan Indonesia adalah beras (Irianto, 2014). Karbohidrat merupakan salah satu penyumbang energi terbesar dalam tubuh (Sediaoetama, 2010) dan nasi merupakan sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia (Paath et al., 2004). Sama halnya pada penelitian ini, nasi merupakan sumber karbohidrat utama yang paling sering dikonsumsi pelajar putri SMA. Konsumsi karbohidrat dapat mempengaruhi status gizi karena karbohidrat berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen dalam jaringan otot dan juga dalam bentuk lemak yang akan disimpan dalam jaringan-jaringan adipose seperti perut, bagian bawah kulit (Nazari, 2011). Penelitian sebelumnya di Kota Bengkulu juga didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara asupan total energi, asupan protein, asupan lemak, dan asupan karbohidrat dengan status gizi (Wuryani, 2008). Analisis lanjutan juga dilakukan terhadap tingkat kecukupan karbohidrat. Saat tingkat kecukupan karbohidrat diuji statistik baik bivariat maupun multivariat tidak didapatkan hasil yang bermakna signifikan secara statistik karena hubungan antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi hanya terjadi pada kelompok tingkat kecukupan karbohidrat kurang (<80% AKG). Pada tingkat kecukupan karbohidrat kurang, semakin meningkat tingkat kecukupan karbohidrat sebanyak 1% maka IMT/U akan meningkat 0,04 mendekati status gizi normal, LILA meningkat 0,12 cm, dan LP meningkat 0,25 cm. Namun hubungan ini tidak terjadi ketika tingkat kecukupan karbohidrat di atas 80%. Hasil analisis lanjutan ini membuktikan adanya hubungan setelah dilakukan analisis stratifikasi sehingga

82 72 pada pelajar putri SMA kelas 1 dengan tingkat kecukupan zat gizi makro kurang dari 80% AKG perlu mendapat perhatian khusus. Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap status gizi pada saat diuji multivariat adalah pengontrolan berat badan. Rentang usia remaja putri menyebabkan secara psikologis, penampilan menjadi faktor penting bagi remaja sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan perhatian terhadap bentuk tubuhnya dengan melakukan sesuatu agar penampilan fisiknya terlihat lebih baik (Tarwoto et al., 2010). Remaja putri biasanya lebih mementingkan penampilan, mereka tidak ingin menjadi gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak mengandung banyak energi dan tidak mau makan pagi (Ambarwati, 2012). Remaja putri umumnya menginginkan bentuk tubuh yang langsing dan menginginkan tubuh yang ideal sehingga remaja mulai menyibukkan dirinya untuk lebih memperhatikan bentuk tubuh khususnya terjadi pada remaja putri (Boschi et al., 2003; Kusumajaya, et al., 2008; Santy, 2006). Dibandingkan segmen usia yang lain pengontrolan berat badan yang tidak adekuat adalah masalah yang paling umum dialami oleh remaja putri khususnya siswi SMA (Irianto, 2014; Stang dan Story, 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, remaja putri lebih mudah terpengaruh untuk melakukan prakitik penurunan berat badan yang tidak sehat yang berujung pada penurunan status gizi (Marita et al., 2001; Nan Sook, 2011). Keadaan status gizi remaja pada umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan makan (Thamrin et al., 2008). Pada penelitian ini didapatkan 29,3% remaja putri melakukan pengontrolan berat badan dengan membatasi asupan makanan.

83 73 Ketidakpuasan body image pada remaja putri terjadi karena ketidaksesuaian bentuk tubuhya dengan bentuk tubuh yang diinginkan. Masa pubertas pada remaja putri diikuti dengan peningkatan lemak tubuh. Akibat adanya perubahan komposisi tubuh menyebabkan remaja sering merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya (Grogan, 2008). Ketidakpuasan terhadap bentuk badan ini dapat mengarahkan remaja perempuan untuk melakukan praktik penurunan berat badan yang tidak sehat dan melakukan pembatasan terhadap konsumsi makanannya, bahkan melakukan pengontrolan berat badan yang ketat tanpa nasehat atau pengawasan dari seorang ahli gizi atau ahli kesehatan. Akibatnya, asupan gizi secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan AKG yang dianjurkan, sehingga dapat berakibat pada penurunan status gizi (Kusumajaya et al., 2008; McMurray, 2003; Sarwono, 2010; Sayogo, 2011; Thøgersen-ntoumani et al., 2011). Hasil penelitian oleh Sivert dan Sinanovic yang menyatakan bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh lebih sering terjadi pada remsaja, khususnya remaja putri, dibandingkan wanita dewasa. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih mudah dipengaruhi oleh media dan tren saat ini (Sivert et al., 2008). Remaja cenderung melakukan praktik penurunan berat badan yang demi mendapatkan tubuh ideal yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Faktor yang

84 74 mempengaruhi pola perilaku pengontrolan berat badan ini adalah tekanan teman sebaya, tekanan media dan persepsi bahwa penurunan berat badan yang tidak sehat tidak berbahaya bagi mereka (Ryde et al., 2011). Remaja tidak sadar hal tersebut berbahaya karena mereka sedang dalam masa percepatan tumbuh kembang (growth spurt) utamanya pada sistem reproduksi yang membutuhkan asupan gizi terbaik. Hasil penelitian ini menunjukkan pengontrolan berat badan memiliki korelasi yang bermakna secara statistik dimana setiap remaja yang melakukan pengontrolan berat badan maka z-score IMT/U remaja tersebut akan berkurang 1,58 mendekati z-score normal, LILA turun 4,2 cm dan LP turun 10,4 cm, namun belum diketahui lebih jauh frekuensi, durasi dan derajat pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja putri sehingga dapat memberikan dampak pada nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja. Pada dasarnya sangat penting bagi individu untuk mempertahankan berat badan ideal karena dengan berat badan yang ideal, status kesehatan akan optimal. Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi tindakan preventif terhadap obesitas maupun KEK (Nurhaedar, 2012). Namun perlu diperhatikan cara pengontrolan berat badan, pola konsumsi yang benar dan sehat, pola aktivitas yang menunjang status gizi yang ideal, serta berat badan ideal berdasarkan tinggi badan dan umur. Pada penelitian ini, sebagian besar remaja putri dengan status gizi lebih melakukan pengontrolan berat badan (83,33%) namun beberapa remaja

85 75 putri dengan status gizi normal juga melakukan pengontrolan berat badan (23,73%). Dapat disimpulkan secara garis besar pola aktivitas fisik dan pola makan remaja putri pada penelitian ini relatif hampir sama sehingga sulit dilihat hubungannya pada uji statistik. Hal ini dikarenakan remaja memiliki karakteristik yang sama. Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman sebaya. Remaja berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok sebayanya. Kelompok teman sebaya mempengaruhi seorang remaja dalam berperilaku karena kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup (Papalia et al, 2001). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan stratifikasi yang lebih jelas saat pengambilan sampling agar hubungan antar variabel lebih bermakna secara statistik. Model analisis pada penelitian ini menunjukkan 37,6% variasi nilai status gizi berdasarkan IMT/U dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan lemak, dan pengontrolan berat badan dan 62,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan 34,6% variasi nilai status gizi pelajar putri SMA kelas 1 berdasarkan LILA dipengaruhi variabel status tinggal, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, pengontrolan berat badan dan 65,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Terdapat 28,8% variasi nilai status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status gizi berdasarkan LP dipengaruhi variabel status tinggal, pengontrolan berat badan dan 71,2% dipengaruhi oleh faktor lain.

86 76 Faktor lain inilah di antaranya adalah residual confounder yang tidak turut di teliti dalam penelitian ini, namun sebernarnya memiliki kontribusi yang besar dalam mempengaruhi status gizi pelajar SMA putri, misalnya faktor sosial ekonomi (pendapatan orang tua dan uang saku remaja putri), faktor genetik, dan metabolisme makanan yang turut mempengaruhi status gizi remaja putri. Konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi badan, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartosapoetra dan Marsetyo, 2005). Pendapatan orang tua berhubungan dengan uang saku remaja putri dan daya belinya terhadap makanan selama di luar rumah. Selain itu, kebiasaan hanya menyukai satu jenis makanan tertentu, jarang sarapan pagi, lebih suka jajan, merupakan kebiasaan tidak sehat yang sering dilakukan oleh remaja (Kurniasih, 2010; Soekirman, 2006). Lebih dari 50% faktor lain tidak diteliti dalam penelitian ini berdasarkan ketiga indikator, sehingga dapat diteliti lebih lanjut. Seiring dengan meningkatnya populasi remaja di Indonesia, masalah gizi remaja perlu mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi dewasa (Nursari, 2010; Pudjiadi, 2005). Pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan penerapan gizi seimbang (Depkes RI, 2005). Gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi dan anak balita, pra sekolah, anak SD, remaja dan dewasa sampai usia lanjut (Heath et al., 2005). Upaya peningkatan status gizi untuk pembangunan SDM yang berkualitas harus dimulai

87 77 sedini mungkin (Calderón dan Villarreal, 2002; Choi, 2008). Hal ini menjadi penting karena anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu dipersiapkan dengan baik kualitasnya dengan status gizi yang seimbang (Joshi, 2011). 6.4 Keterbatasan Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan data relatif tidak ada beda sehingga dibutuhkan teknik sampling stratifikasi berdasarkan hubungan yang akan dicari, baik beda status gizi, beda pola aktivitas fisik, atau pun beda pola makan untuk melihat hubungan yang lebih bermakna secara statistik.

88 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Terjadi beban ganda masalah gizi pelajar putri SMA kelas 1. Selain KEK (18,67%), terdapat 8% pelajar putri SMA yang mengalami obesitas sentral. Masalah gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 cenderung kearah gizi lebih Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa variabel status tinggal bersamaan dengan variabel pola makan yaitu pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 (p<0,05) berdasarkan ketiga indikator status gizi. Namun variabel aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan status gizi pelajar SMA putri kelas 1 (p>0,05). Tingkat kecukupan energi total dan karbohidrat berhubungan bermakna dengan status gizi saat dilakukan uji stratifikasi pada status gizi kurang (tingkat kecukupan <80% AKG) Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel pengontrolan berat badan berhubungan secara bermakna dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1. Model pada analisis multivariat hanya dapat menjelaskan <50% variasi status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 dan sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan menjadi residual counfounder.

89 7.2 Saran Bagi Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Petugas gizi dapat memberikan sosialisasi berkala tentang pola aktivitas fisik yang seimbang dan pola makan yang baik untuk menunjang tumbuh kembang remaja. Selain itu health promotion pada remaja juga lebih menekankan tentang KEK dan obesitas. Sosialisasi tentang pengontrolan berat badan yang sehat juga perlu diberikan kepada remaja khususnya remaja putri. Selain itu sebaiknya dinas kesehatan memberikan perhatian khusus mengenai gizi remaja dengan memberikan fasilitas khusus mengenai konsultasi gizi melalui posyandu remaja dan mengintegrasikan program gizi remaja dengan program kesehatan reproduksi yang telah ada. Deteksi status gizi remaja dapat dilakukan secara berkala di sekolah kepada seluruh remaja untuk mencegah gizi kurang dan gizi lebih pada remaja akibat kesalahan pola aktivitas fisik dan pola konsumsi Bagi Peneliti Selanjutnya Pada penelitian ini ditemukan bahwa pola makan yang menunjukkan korelasi yang bermakna signifikan secara statistik dengan status gizi remaja putri adalah pengontrolan berat badan. Namun belum diketahui lebih jauh frekuensi, durasi dan derajat pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja putri sehingga dapat memberikan dampak pada nilai status gizi. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang praktik pengontrolan berat badan pada remaja putri. Selain itu penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti juga residual confounder yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti variabel sosial ekonomi dan faktor predisposisi lainnya.

90 DAFTAR PUSTAKA Agustini, Mestri, N.N dan Arsani, N.L.K.A Remaja Sehat Melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Tingkat Puskesmas. Jurnal Kesehatan Masyarakat 9(1): Almaeida, M.J, dan Blair, S.N Hand Book of International and Food : Energy Assessment (Physical Activity). edited by C. D. Bardanier. USA: CRC Press. Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Amelia,. Almatsier, S Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ambarwati, F.R Gizi Dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu. Amelia, F Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Pada Remaja Di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Intitut Pertanian Bogor. Antipatis, V.J, dan Gill, T.P Obesity as a Global Problem. In: Bjortorp P. International Textbook of Obesity. UK: John Willey and sons. Arisman Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG. Arisman Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Kedokteran. Astrup Food for Thought or Thought for Food? A Stakeholder Dialogue around the Role of the Snacking Industry in Addressing the Obesity Epidemic, Obesity Reviews. 7: Badan Pusat Statistik Statistik Kesehatan Jakarta: BPS. Retrieved ( tistik Kesehatan 2013). Badjeber, F., Kapantouw, N.H. dan Punuh, M Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gizi Lebih Pada Siswa SD Negeri 11 Manado. Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

91 Borzekowski, D.L.G. dan Bayer, A.M Body Image and Media Use among Adolescents. Adolescent medicine clinics 16(2): Retrieved October 15, 2014 ( Boschi, V., Siervo, M., D Orsi, P., Margiotta, N., Trapanese, E., Basile, F Body Composition, Eating Behavior, Food-Body Concerns and Eating Disorders in Adolescent Girls. Ann Nutr Metab 47: BPPK RI Hasil Riskesdas Retrieved April 2, 2014 ( Riskesdas 2013.pdf). BPS Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. Retrieved ( iewtab3). Cahyani, A.E Gambaran Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentary Dan Status Kelebihan Berat Badan Pada Mahaisiwa Usia Tahun Sebagai Faktor Risiko Sindroma Metabolik. Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Calderón, dan Villarreal, A Assessment of Physical Education Time, and Aſter-School Outdoor Time in Elementary, and Middle School Students in South Mexico City: The Dilemma Between Physical Fitness, and The Adverse Health Effects of Outdoor Pollutant Exposure. Archives of Environmental Health 57(5). Chaput, dan Jean-Phillippe Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin Levels and Increased Adiposity: Result from the Quebec Family Study. Obesity. 15: Retrieved ( Chen, L.J. dan Po-Wen Ku Weight Control Behaviors Among Taiwanese Adolescents. Choi, E A Study on Nutrition Knowledge, and Dietary Behavior of Elementary School Children in Seoul. Nutrition Research and Practice 2(4): Cordeiro, Lamstein, Mahmud, dan Levinson Adolescent Malnutrition in Developing Countries: A Close Look at the Problem and at Two National Experiences. SCN News (31). Retrieved November 10, 2014 ( David,R.J. Jr Fast Food and Sedentary Lifestyle: A Combination That Leads to Obesity. Am J Clin Nutr 83:

92 Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Departemen Kesehatan RI Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan RI Pedoman Pengukuran Dan Pemeriksaan. Jakarta. Depkes Poltekes Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: PT Salemba Medik. Depkes RI Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar, Dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Denpasar Laporan Tahunan Dinaks Kesehatan Kota Denpasar Tahun Denpasar. Dinas Kesehatan Kota Denpasar Situs Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Retrieved ( Dinkes Kota Denpasar Jumlah Tempat Makan Di Denpasar. Denpasar. Dowshen, S Healthy Habits For TV, Video Games and The Internet. Retrieved ( FKMUI Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Grafindo Persada. Fraser, L.K, Edwards, K.L, Cade, J.E dan Clarke, G.P Fast Food, Other Food Choices and Body Mass Index in Teenagers in the United Kingdom (ALSPAC): A Structural Equation Modelling Approach. Int J Obes (Lond) 35(10): Gibney, M Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Gibson, R.S Principle of Nutritional Evaluation. 2nd ed. New York: Oxford. Goran, M.I, dan Sothern, M Handbook of Pediatric Obesity: Etiology, Pathophysiology and Prevention. USA: CRC Press, Taylor & Francis Group. Gouado, I., Tetanye, E., dan Zolo, P.H Nutritional Status, Food Habits and Energy Profile Of Young Adult Cameroonian University Students. African Journal of Food Science 4(12):

93 Graha, C.K Questioner and Answers : Kolesterol. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Grogan, S Body Image, Understanding Dissatisfaction in Men, Women, and Children. New York: Routledge. Guthrie, H. A. dan Picciano, M.F Human Nutrition. Mosby Year Book: Missouri. Hasdianah, Sandu Siyoto, dan Yuli Perstyowati Pemanfaatan Gizi, Diet, Dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika. Heath, L.D., dan Panaretto, S.K Original Article Nutrition Status of Primary School Children in Townsville. Aust. J. Rural Health 13: Hegarty, V Nutrition, Food and Environment. USA: Eagon Press, Minnesotta, USA. Heni Riset Pengguna Social Media Jakarta. Retrieved ( Hitchock, J., Schubert, P., dan Thomas, S Community Health Nursing: Caring in Action. Delmar Publishers: International Thomson Publishing Company. Indriasari, R Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Tahun Universitas Hasanuddin Makassar. Irianto, K Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. 1st ed. Bandung: Alfabeta. Irianto, K. dan Waluyo, K Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya. Isnainiyah, I Internet Sosial Media Dan Globalisasi. Retrieved ( Globalisasi_Internet_Social_Media_and_Globalization_Effects_to_Indonesia n_students_). Jayanti, L.D., Effendi,Y.H., dan Sukandar, D Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Serta Perilaku Gizi Seimbang Ibu Kaitannya Dengan Status Gizi Dan Kesehatan Balita Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Jurnal Gizi dan Pangan 6(3):

94 Jeffery, R.W., Baxter, J., McGuire, M., dan Linde, J Are Fast Food Restaurants an Environmental Risk Factor for Obesity? International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity 3(2). Joshi, H.S Determinants of Nutritional Status of School Children. A Cross Sectional Study in the Western Region of Nepal. NJIRM 2(1): Kartosapoetra, M Ilmu Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, Dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Kathlen, M. dan Sylvia, E.S Krause s Food, Nutrition and Diet Therapy. 12th ed. Philadelphia: Saunders. Kemenkominfo Pengguna Internet Di Indonesia 63 Juta Orang. Jakarta. Retrieved( +Pengguna+Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.VCgjR VcXKfM). Kementerian Kesehatan Indonesia Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Jakarta. Retrieved ( Kementerian Kesehatan RI Kerangka Kebijakan: Gerakan Nasional Sadar Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jakarta. Khomsan, A Peranan Pangan Dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT. Grasindo. Kurniasih Sehat Dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia. Kurniawan, F. dan Karyono, T.H Ekstra Kurikuler Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Siswa Di Lingkungan Pendidikan Sekolah Retrieved ( fik uny %28Faidillah 1%29.pdf). Kusumajaya, N.A, Wiardani, N.K., dan Juniarsana, I.W Persepsi Remaja Terhadap Body Image Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan. Jurnal Skala Husada 5(2): Lazzeri, G., Casorelli, A., Giallombardo, D., Grasso, A., Guidoni, C., Menoni, E., Giacchi, M Nutritional Surveillance in Tuscany: Maternal Perception of Nutritional Status of 8-9 Y-Old School-Children. Journal of Preventive Medicine And Hygiene 47: Mahardikawati dan Katrin, R Aktifitas Fisik, Asupan Energi, Dan Status Gizi Wanita Pemetik Teh Di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Jurnal Gizi dan Pangan 3(2):79 85.

95 Marita, M.C. dan Lina, R Parent, Peer, And Media Influences On Body Image And Strategies To Both Increase And Decrease Body Size Among Adolecent Boys And Girls. Adolescent medicine clinics 36(142). Matthys, C., DeHaneuw, S., Bellemans, M., DeMaeyer, M. dan DeBacker, G Breakfast Habits Affect Overall Nutrient Profiles in Adolescents. In : The Adolescents Diet from a Public Health Perspective McMurray, A Community Health and Wellness: A Socioecological Approach. 2nd ed. USA: St. Louis USA: Mosby Year Company. Medawati, A., Hadi, H., dan Pramantara, I Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Lemak, Dan Obesitas Pada Remaja SLTP Di Kota Yogyakarta Dan Di Kabupaten Bantul. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(3): Mohamad, A Di 5 Media Sosial Ini Orang Indonesia Pengguna Terbesar. Merdeka. Retrieved ( ). Moore, H.L Feminisme Dan Anropologi. Jakarta: OBOR (Anggota IKAPI). Moreno, L Assessing, Understanding And Modifying Nutritional Status, Eating Habits And Physical Activity In European Adolescents: The Helena (Healthy Lifestyle In Europe By Nutrition In Adolescence) Study. Public Health Nutrition 11(3): Mueller, A.S., Pearson, J., Muller, C., Frank, K., dan Turner, A Sizing up Peers: Adolescent Girls Weight Control and Social Comparison in the School Context. Journal of Health and Social Behavior 51(1): Mujur, A Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Berat Badan Lebih Pada Remaja (Thesis). Semarang. Nan Sook, Y A Study on Perceived Weight, Eating Habits, and Unhealthy Weight Control Behavior in Korean Adolescents. International Journal of Human Ecology 12(December): Nazari, P.E Hubungan Antara Body Image, Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizidan Kejadian Dysmenorrhea Primer Anak Perempuan Yang Mengalami Menarche Pada Usia 12 Tahun. (Thesis). Universitas Airlangga.

96 Neumark-Sztainer, D., Patterson, J., Mellin, A., Ackard, D.M., Utter, J., Story, M., dan Sockalosky, J Weight Control Practices and Disordered Eating Behaviors Among Adolescent Females and Males With Type 1 Diabetes: Associations with Sociodemographics, Weight Concerns, Familial Factors, and Metabolic Outcomes. Diabetes Care 25(8): Notoatmodjo, S Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novianingsih, E Hubungan Antara Beberapa Indikator Status Gizi Dengan Tekanan Darah Pada Remaja. Journal of Nutrition College 1: Novikasari, M Perubahan Berat Badan Dan Status Gizi Mahasiswa Putra Jalur USMI Tahun 2002 Pada Empat Bulan Pertama Di IPB. (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Novitasary, M.D., Mayulu, N., dan Kawengian, S.E Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Wanita Usia Subur Peserta Jamkesmas Di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil Manado. Jurnal e-biomedik 1(2): Nurani, G.S Analisis Hubungan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Serat Dengan Indeks Massa Tubuh Cdc Pada Siswa SLTA. (Thesis). Universitas Diponegoro. Nurcahyani, F.D Hubungan Antara Body Image Dan Konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Remaja Putri. (Thesis). Universitas Negeri Jember. Nurfaridah, S. dan Sulistyowati, E Obesity Pada Anak SMP Islam Al- Azhar 14 Semarang. (Thesis). Universitas Diponegoro. Nurhaedar, J Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja. (Thesis). Universitas Hasanuddin. Nursari, D Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMP Negeri 18 Kota Bogor Tahun (Thesis).Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Paath, E.F., Rumdasih, Y., dan Heryati Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: ECG. Pahlevi, A.E Determinan Status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat 7(2): Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D Human Development. 8th ed. Boston: McGraw-Hill.

97 Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D Day Type and the Relationship between Weight Status and Sleep Duration in Children and Adolescent. Australian and New Zealand Journal of Public Health 34(2). Pemerintah Kota Denpasar Situs Resmi Pemerintah Kota Denpasar. Retrieved April 26, 2015 ( Geografi). Persatuan Ahli Gizi Indonesia Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Pudjiadi, S Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Purwati, S Perencanaan Menu Untuk P Enderita Kegemukan. Jakarta: Penebar Swadaya. Rahmi, N., Azrimaidaliza, dan Edmon Determinan Status Gizi Remaja Putri Di MAN Model. Jurnal Kesehatan Masyarakat 3(2): Restiani, N Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi Dan Zat Gizi Makro Serta Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa SMP Muhammadiyah. (Thesis).31 Jakarta Timur. Rina, R., and Woro Oktia Kebiasaan Makan Fast Food, Konsumsi Serat Dan Status Obesitas Pada Remaja. Jurnal Kemas 3(2): Riskesdas Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) Tahun Jakarta. Riyadi, H Metode Penelitian Dan Pengukuran Status Gizi. Diktat Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga. (Thesis).Institut Pertanian Bogor. Rosita, A Sedentary, Gaya Hidup Nyaman Yang Mengancam Kesehatan. Kompas Internasional. Retrieved January 30, 2015 ( Ryde Disordered Eating and Unhealthy Weight Reduction Practices among Adolescent Females. North, Health Sciences, and Kings Cross. 756(1996):

98 Sada, M., Hadju, V. dan Djunaedi, M.D Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang, Dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura. Media Gizi Masyarakat Indonesia, 2(1): Santy, R Determinan Indeks Massa Tubuh Remaja Putri Di Kota Bukit Tinggi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 1(3): Sarwono, S.W Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Raja Grafindo; Sastroasmoro, S. dan Ismael, S Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Sayogo, S Gizi Remaja Putri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sediaoetama, A Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Sherwood, Jeffery, French, Hannan, dan Murray Predictors of Weight Gain in the Pound of Prevention Study. International Jurnal Obesity. 24: Sivert, S.S., Sinanovic, dan Osman Dissatisfaction-Is Age A Factor. Journal Series Philosophy, Psychology, and History 7(1): Soekirman Hidup Sehat Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Spear, B Adolescent Growth and Development Dalam Adolescent Nutrition Assessment and Management. New York: Chapman and Hall, New York. Stang, J., dan Story, M Understanding Adolescent Eating Behavior. Departement of Health and Human Services US p.1 15;101 2; Subardja, D Obesitas Pada Anak, Penyakit Masa Depan Yang Terabaikan Yang Disampaikan Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II, Bandung. Bandung. Sudibjo, P, Arovah, N.I., dan Lakmi, R Tingkat Pemahaman Dan Survei Level Aktivitas Fisik, Status Kecukupan Energi Dan Status Antropometrik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNY. Medikora 11(2): Suhardjo, H, dan Riyadi, H Survey Konsumsi Pangan. Bogor.

99 Sulistyoningsih, H Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supariasa, I.D.N Pendidikan & Konsultasi Gizi. edited by Dwi Widiarti. Jakarta: EGC. Supariasa, I.D.N Penilaian Status Gizi. edited by Monica Ester. Jakarta: EGC. Suryaputra, Kartika, dan Rahayu Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas. Makara Kesehatan 16: Suryowati, D.I Pengaruh Status Gizi Terhadap Prestasi Akademik Siswa Usia Tahun SDN Ngagel. (thesis). Taheri, S., Lin, L., Austin, D., Young, T., dan Mignot, E Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin, Elevated Ghrelin, and Increased Body Mass Index. PLoS Med 1(3): e62. doi: /journal.pmed Tarwoto, R.A., Nuraeni, A., Miradwiyana, B., dan Nurbayani, S Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Tessmer, K.A, Beecher, M., dan Hagen, M Conquering Childhood Obesity for Dummies. Indiana: Indianapolis. Thamrin, M.H, Kusharto, C.M. dan Setiawan, B Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan Reproduksi Remaja Putri. Jurnal Gizi dan Pangan; 3: Thøgersen-ntoumani, C., Cumming, J., dan Chatzisarantis, L.D When Feeling Attractive Matters Too Much to Women: A Process Underpinning the Relation between Psychological Need Satisfaction and Unhealthy Weight Control Behaviors. Motivation and Emotion Springer 35(4): Triwinarto, A, Muljati, S., dan Jahari, A.B Cut-Off Point Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Lingkar Perut Sebagai Indikator Risiko Diabetes Dan Hipertensi Pada Orang Dewasa Di Indonesia. Penel Gizi Makan (2): Tucci, S. dan Peters, J Media Influences on Body Satisfaction in Female Students. Psicothema. vol. 20, (4), 20: Virgianto, G. dan Purwaningsih, E Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obestias Pada Remaja. (Thesis). Universitas Diponegoro.

100 Vonderen, K.E Media Effects on Body Image : Examining Media Exposure in the Broader Context of Internal and Other Social Factors. American Communication Journal (2): Whitney, E. N., Cataldo, C.B., dan Rolfes, S.R Weight Control : Over Weight and Under Weight. Fifth Edit. USA: West/Wadsworth, USA. WHO. 2013a. Noncommunicable Diseases. Retrieved ( WHO. 2013b. Turning the Tide of Malnutrition : Responding to The Challange of the 21 Th Century. Widajanti, L Survei Konsumsi. Semarang: BP UNDIP Semarang. Wuryani, W Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Remaja Putri SMAN Di Kota Bengkulu Tahun (Thesis). Universitas Gadjah Mada.

101 Lampiran 1. Penjelasan Kepada Calon Responden PENJELASAN PENELITIAN JUDUL PENELITIAN : HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA DI DENPASAR UTARA : NABILA ZUHDY LATAR BELAKANG Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan. Status gizi remaja yang baik sangat dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang remaja yang maksimal. Permasalahan yang kemudian muncul pada remaja adalah terjadinya gizi buruk dan gizi lebih yang dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya pola aktivitas dan pola makan. Gizi buruk dapat mengakibatkan intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik dan lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Sedangkan pada gizi lebih dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola aktivitas dan pola makan dengan status gizi pada remaja perempuan di Denpasar Utara. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Tujuan umun dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri di Denpasar Utara. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan pola aktivitas fisik remaja dengan status gizi remaja putri di Denpasar Utara. b. Mengetahui hubungan pola makan remaja dengan status gizi remaja putri di Denpasar Utara.

102 MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Praktis Penelitian hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri diharapkan akan menjadi informasi yang penting untuk mengembangkan strategi pendekatan kepada remaja dan pengembangan program untuk remaja terkait pemenuhan nutrisi. 2. Manfaat Teoritis Penelitian mengenai hubungan antara pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri diharapkan memberikan tambahan informasi yang berguna untuk kepentingan penelitian selanjutnya yaitu penelitian kualitatif mengenai faktor internal dan eksternal status gizi remaja serta praktik pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja dan pola makan remaja yang tidak sehat (fast food). PROSEDUR PENELITIAN Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini akan terdiri dari: 1. Pengisian kuesioner 2. Wawancara yang akan berlangsung sekitar menit. Anda dapat mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab pertanyaan yang tidak Anda sukai. Selama wawancara, kami akan menanyakan halhal tentang diri Anda yang mungkin menurut Anda bersifat pribadi dan sensitif. Kami akan melakukan segala hal untuk menjaga kerahasiaan dan anonimitas Anda. 3. Kemudian kami akan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, dan lingkar perut. KOMPLIKASI Tidak ada komplikasi yang akan terjadi saat Anda menjadi responden dalam penelitian ini karena Anda hanya akan diwawancarai dan mengisi kuesioner serta diukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar perut.

103 KERAHASIAAN Kerahasiaan jawaban akan kami jamin. Semua informasi yang dikumpulkan akan disimpan hanya dengan mencantumkan kode, dimana nama Anda sama sekali tidak akan ada di data penelitian ini. Selain itu data penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda. Jawaban Anda juga tidak akan berpengaruh pada nilai Anda di kelas.

104 Lampiran 2. Formulir Persetujuan FORMULIR PERSETUJUAN Setelah mendapat penjelasan secara lisan dan tertulis, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Apabila saya merasa dirugikan dikemudian hari, saya berhak menarik diri dari penelitian ini setiap saat. Denpasar,... Yang membuat persetujuan, Responden, Pengambil Data, (Tanda tangan dan nama terang) (Tanda tangan dan nama terang)

105 Lampiran 3. Formulir Penelitian FORMULIR PENELITIAN HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA Pengenalan Tempat (diisi oleh fasilitator) Kode Sekolah Tanggal Pengambilan Data (dd/mm/yyyy) / / Nama Pengumpul data Tanda tangan pengumpul data Blok 1. Karakteristik 101 Tanggal lahir (dd/mm/yyyy) / / 102 Dimana Anda tinggal 1. Rumah orangtua 2. Kos 3. Saudara (selain orang tua) 4. Lainnya, (sebutkan ) 103 Berapa lama Anda tidur dalam sehari? (dalam jam) 1. Tidur siang jam 2. Tidur malam jam 104 Berat badan (dalam kilogram), tinggi badan (dalam cm), lingkar lengan atas (dalam cm), lingkar perut (dalam cm) BB TB LLA : kg : cm : cm Lingkar perut : cm Blok 2. Pengontrolan berat badan yang tidak sehat (unhealthy weight control) 201 Apakah Anda melakukan praktik diet (mengontrol berat badan) dalam setahun terakhir? 202 Apakah Anda hanya memakan beberapa jenis makanan (pantang makan) untuk menurunkan berat badan? jika TIDAK, lanjut pertanyaan Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 203 Makanan apa saja yang pantang Anda makan? (sebutkan)

TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA

TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA TESIS HUBUNGAN POLA AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR PUTRI SMA KELAS 1 DI DENPASAR UTARA NABILA ZUHDY PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antropometri Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi merupakan pengukuran yang paling sering dipakai. Antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan zat gizi sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan zat gizi sangat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Prinsip Gizi Pada Remaja Perempuan Pertumbuhan yang cepat (growth spurt) baik tinggi maupun berat badan merupakan salah satu tanda periode adolensia. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi banyak perubahan baik fisik yaitu pertumbuhan yang sangat cepat (growth spurt) dan perubahan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL 59 60 Kode : KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL Nama Jenis Kelamin Alamat Rumah Nomor Telepon/ HP Enumerator Tanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung dari pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food. Menurut hasil penelitian Health Education Authority 2012, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN STATUS ANEMIA DAN INDEKS MASSA TUBUH MENURUT UMUR (IMT/U) DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWI SMK KESEHATAN GANA HUSADA

UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN STATUS ANEMIA DAN INDEKS MASSA TUBUH MENURUT UMUR (IMT/U) DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWI SMK KESEHATAN GANA HUSADA UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN STATUS ANEMIA DAN INDEKS MASSA TUBUH MENURUT UMUR (IMT/U) DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWI SMK KESEHATAN GANA HUSADA LUH PUTU JULIANI 1320015007 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR Gizi memegang peranan penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Perbaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Obesitas merupakan sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah di dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan sejak tahun 2008 sebanyak 2,8 juta penduduk meninggal setiap tahun terkait overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara anak dan dewasa yang terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR TESIS HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR NANDINI PARAHITA SUPRABA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA 10-12 TAHUN Meningkatnya prevalensi obesitas pada anak sering dikaitkan dengan kebiasaan anak mengkonsumsi makanan cepat saji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa penyakit kronis sehingga mengakibatkan umur harapan hidup (UHH) seseorang menurun adalah obesitas. World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja, sebagai kelompok umur terbesar struktur penduduk Indonesia merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi pembangunan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. (1) Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN Oleh : SERGIO PRATAMA 120100202 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan sumber daya manusia di masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arah pembangunan jangka menengah Indonesia ke-2 (2010-2014) adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional karena pengambilan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas yaitu terdapat penimbunan lemak yang belebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya obesitas ditentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kemakmuran di Indonesia diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan dari masyarakat baik dalam keluarga maupun diluar rumah. Pola makan terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat dengan drastis sehingga menempatkan masalah ini menjadi salah satu masalah yang perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Index Massa Tubuh Index Massa tubuh adalah salah satu pengukuran status gizi antopometri seseorang dengan menggunakan tinggi badan dan berat badan. Cara ini efektif digunakan

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta

Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Frekuensi Konsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Siswa SMA Negeri 4 Surakarta Nanik Kristianti, Dwi Sarbini dan Mutalazimah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah gizi dan kesehatan anak umumnya adalah gizi buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi, dan karies gigi. Kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight merupakan masalah kesehatan dunia dengan jumlah prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO 1 HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../.. KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN 2015 I. INFORMASI WAWANCARA No. Responden Nama Responden Angkatan/Semester Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN. SMA Raksana Medan Tahun Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY

LAPORAN HASIL PENELITIAN. SMA Raksana Medan Tahun Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY LAPORAN HASIL PENELITIAN Gambaran Pengetahuan Tentang Diet Seimbang pada Siswa SMA Raksana Medan Tahun 2011 Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY 080100424 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas sehingga membutuhkan nutrisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular yang berkaitan dengan gizi seperti diabetes mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et al., 2006 dalam Sacks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Overweight Overweight (kelebihan berat badan atau kegemukan) didefinisikan sebagai berat badan di atas standar. Pengertian lainnya overweight adalah kelebihan berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM berkualitas faktor gizi memegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar penduduk dunia kelebihan berat badan dan sedikitnya 300 juta diantaranya menderita kegemukan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KINTAMANI Remaja merupakan sebuah transisi

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KINTAMANI Remaja merupakan sebuah transisi ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN POLA MAKAN TERHADAP STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 KINTAMANI Remaja merupakan sebuah transisi pertumbuhan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak didalam tubuh yang lebih dari normal sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fast food adalah makanan cepat saji yang disajikan secara cepat, praktis, dan waktu persiapannya membutuhkan waktu yang singkat serta rendah serat dan tinggi lemak.

Lebih terperinci