BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Hasil Belajar Pengertian Hasil Belajar Hasil Belajar Siswa - Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Oleh karena itu, hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuankemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. 10

2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39). "Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

3 Konsep pengajaran Bahasa Indonesia dalam KTSP Bahasa berperan sangat penting dalam berkomunikasi dalam kehidupan yakni sebagai sarana menyampaikan dan memperoleh informasi, penyesuaian terhadap lingkungan, saling berinteraksi serta sebagai sarana hubungan sosial. Bahkan siswa komunikasi sangat penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun kegiatan di rumah. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis kompetensi tentulah harus memberikan berbagai kecakapan bahasa, baik dalam mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Unsur pertama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran adalah kompetensi dasar yang diuraikan. Adapun standar kompetensi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V semester II yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) antara lain sebagai berikut: Mendengarkan : Memahami tentang suatu peritiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan. Berbicara : Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama. Membaca : memahami teks dengan membaca sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak. Menulis : mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan, dan puisi bebas. Berdasarkan aspek keterampilan yang telah disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V meliputi empat keterampilan berbahasa dengan kemampuan siswa dapat memahami sesuatu yang disampaikan secara lisan, mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi, memahami teks dalam keterampilan membaca serta dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis.

4 Metode Bermain Peran Pengertian Metode Dalam suatu proses pembelajaran, agar guru dapat membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan mengekspresikan dirinya, guru perlu menyusun suatu rencana mengajar yang memfasilitasi terjadinya konsep perubahan pada siswa. Perwujudan rencana pengajaran dapat diungkapkan dalam bentuk metode pembelajaran. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan kegiatan. Sedangkan menurut Sagala (2003: 175), metode pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi, sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Metode pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, metode pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing metode pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbedabeda (Aunnurahman,2010). Jadi, berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu pola yang mendeskripsikan urutan prosedur dalam mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman atau petunjuk oleh guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu yang membedakan metode pembelajaran yang satu dengan yang lain adalah tingkah laku mengajar (sintaks) yang digunakan

5 14 masing-masing metode pembelajaran. Sintaks inilah yang menjadi ciri khas dari suatu metode pembelajaran. Masing-masing metode pembelajaran memiliki sintaks yang berbeda-beda meskipun memiliki tujuan pembelajaran yang sama Metode Bermain Peran Menurut Andang (2006: 50) bermain khayal atau bermain peran termasuk salah satu jenis bermain aktif. Permainan ini juga disebut permainan drama, sebab merupakan kegiatan yang dilakukan dengan berpura-pura. Menurut Hamalik (2003: 214) bermain peran merupakan penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi. Kenneth (1986) dalam artikel yang ditulis Ratri sumber peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Bermain peran sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya. Metode pembelajaran bermain peran ini merupakan metode pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kecerdasan linguistiknya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran adalah suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat dengan memperagakannya.

6 Tahapan Pelaksanaan Metode Bermain Peran Menurut Sharfel dan Shaftel (1967) yang dibahas kembali oleh Sumantri dan Permana mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman pembelajaran: 1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan perserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik, dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternatif pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah. Oleh karena itu, tahap ini sangat penting dalam bermaian peran dan paling menentukan keberhasilan. Beramain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. 2. Memilih partisipan/peran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, dan guru dapat menunjukkan salah seseorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu. 3. Menyusun tahap-tahap peran, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk

7 16 bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk mencipatakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya. 4. Menyiapkan pengamatan, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shafel (1967), agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah dapat mengahayati peran yang dimainkan? 5. Pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Sharfel dan Shafel (1967) mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta didik keasyikkan bermain peran sehingga tanpa disadarai telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat

8 17 terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan untuk didikusikan. 6. Diskusi dan evaluasi, diskusi akan mudah jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. 7. Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. 8. Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan. 9. Mengambil pengalaman dan mengambil kesimpulan, tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mereka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling

9 18 penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman, dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan Hakikat Kecerdasan Pengertian Kecerdasan Kecerdasan (inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : 1) Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. 2) Kecerdasan kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat di pecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuanpun bertambah. Gardner dalam Campell, dkk (2002: 2) mengemukakan bahwa kecerdasan adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan dimana ia dilahirkan. Merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia. Sedangkan menurut Kartono (1995: 1) dalam Putranti (2007: 1) kecerdasan merupakan salah satu aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia dapat mencapai prestasi yang tinggi. Kecerdasan mempunyai arti yang berbeda-beda, tapi pada umumya kecerdasan mempunyai peran yang penting bagi seseorang. Terutama dalam kehidupan sesorang, baik dalam memperoleh informasi, dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan terkait dengan bahasa yang

10 19 sangat berpengaruh terhadap suatu kebudayaan. Selain itu merupakan salah satu yang dapat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Bawasannya setiap orang mempunyai kecerdasan dan itu berbeda-beda dan tergantung orang itu mengembangkan kecerdasannya. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik dalam penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan linguistik siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan berfikir dan bertindak secara terarah untuk memproses informasi, memecahkan masalah, menciptakan sesuatu, yang membentuk pengetahuan yang bernilai dan dapat digunakan oleh manusia Jenis-jenis kecerdasan Ada delapan jenis-jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner dalam Amstrong (2004: 2-4). Jenis-jenis kecerdasan majemuk tersebut antara lain: Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis, kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar, kecerdasan spasial adalah kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut, kecerdasan kinestetis-jasmani adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, kecerdasan musical adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara mempersepsi, mengubah, dan mengekpresikan, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain, kecerdasan intrapersonal adalah

11 20 kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut, kecerdasan naturalis merupakan keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Gardner dalam Armstrong (2004: 250) juga mengungkapkan kemungkinan adanya kecerdasan yang kesembilan yaitu kecerdasan eksistensial. Gardner mendefinisikan kecerdasan eksistensial sebagai minat pada masalah-masalah pokok dalam kehidupan. Ngermanto (2003) dalam Putranti (2007: 3) menjelaskan bahwa kecerdasan dapat dikembangkan berdasarkan pengelompokkan IQ (intelligence quentiont), EQ (emotional quetiont), dan SQ (spiritual quetion) lainnya sebagai berikut: Untuk mengembangkan IQ perlu percepatan pembelajaran accelerated learning) yaitu belajar bagaimana belajar (learn how to learn) termasuk dalam kategori ini adalah belajar cara menbaca cepat dan paham, penghafal cepat, mencatat efektif, serta berhitung cepat. Untuk mengembangkan EQ ada dua langkah : 1.menyadari dan menyakini bahwa emosi itu benar-benar ada dan riil.mengelola emosi menjadi kekuatan untuk mencapai prestasi terbaik. Ada dua macam emosi 1. Emosi positif semangat, gembira dan bahagia.2. Emosi negatif; mabuk karena frustasi. Untuk mengembangkan emosi SQ: mengenalkan benda alam dihalaman rumah (serangga, burung, tanaman) meminta anak untuk menceritakan apa yang diketahui tentang alam, membuat catatan dari tanyangan di TV yang berkaitan dengan flora dan fauna dan sebagainya. Pengembangan Q lainnya (Musik: menbaca atau ucapan dalam musik dan kemudian dilanjutkan dengan pemanasan untuk menyanyi bahkan membaca not musik dan bila dibutuhkan mengikuti kursus dan Body: mengelola konflik, belajar melayani, menghargai perbedaan, mengasihi diri sendiri yang didalamnya perlu menolong siswa untuk membangun dan menetapkan tujuan melalui survei minat siswa, apa yang menjadi cita-cita dan motivasi berprestasi).

12 21 Berdasarkan jenis-jenis kecerdasan yang di kemukakan oleh Gardner dalam Armstrong (2004: 250) dan Ngermanto dalam Putranti (2003: 3), dapat disimpulkan bahwa adanya kesamaan jenis-jenis kecerdasan manusia yang telah dikemukakan keduanya. Ini dapat dilihat bahwa kecerdasan linguistik dan kecerdasan logis-matematis masuk dalam kelompok kecerdasan IQ, kecerdasan eksistensial masuk dalam kecerdasan EQ, kecerdasan spasial, kinestetis-jasmani dan kecerdasan naturalis masuk dalam kecerdasan SQ. Sedangkan kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal masuk dalam kecerdasan Q lainnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan lagi, teori kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner lebih spesifik bila dibandingkan dengan kecerdasan yang dikemukakan oleh Ngermanto. Ngermanto mengelompokan beberapa kecerdasan dalam kelompok-kelompok tertentu. Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti akan mengembangkan keterampilan kecerdasan lingusitik yang telah ada pada siswa melalui kegiatan pembelajaran melalui strategi dalam mengembangkan keterampilan dalam aspek berbahasa Hakikat Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Linguistik Pengertian Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Linguistik Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis Depdikbud (1995) dalam Utami (2009: 5). Hal ini bahwa kompetensi pembelajaran bahasa diarahkan ke dalam empat aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. Degeng (1997: 47) dalam Utami (2009: 5) menyatakan pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa.

13 22 Carey (1986: 7) dalam Utami (2009: 5) menyatakan pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisikondisi khusus/dihasilkan respon terhadap situasi tertentu. Hamalik (1995: 78) dalam Utami (2009: 5) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi dalam suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses mengatur lingkungan agar terjadi interaksi antara siswa dan media belajar. Dimana suatu lingkungan yang dapat membentuk dan memancing respon siswa terhadap suatu kegiatan pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh informasi melalui interaksinya. Menurut Campbell, dkk (2002: 2) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks. Menurut English (2005: 24) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan inti operasional bahasa dengan jelas. Menurut Suparno (2004: 26) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis. Menurut Julia (2007: 16) menyatakan bahwa kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan yang diwujudkan dalam kata-kata baik secara tertulis maupun lisan.

14 23 Kecerdasan linguistik berkaitan dengan kemampuan penggunaan bahasa secara umum. Jadi berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan diatas maka kecerdasan linguisik merupakan kemampuan untuk menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis dengan menggunakan inti operasional bahasa dengan jelas untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.. Menurut Gardner dalam Campbell, ddk (2002 : 12) mengemukakan kecerdasan linguistik ini meliputi yaitu: Kemampuan mendengar dan merespon setiap suara, ritme, dan berbagai ungkapan kata. Menirukan suara, bahasa, membaca, menulis, dan diskusi. Belajar melalui menyimak, membaca, menulis, dan diskusi. Menyimak secara efektif, memahami, menguraikan, menafsirkan, dan mengingat apa yang telah dibaca. Membaca secara efektif, memahami, menguraikan, meringkas, menafsirkan atau menerangkan, dan mengingat apa yang telah dibaca. Berbicara secara efektif kepada berbagai pendengar, berbagai tujuan, dan mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, persuasive, atau bergairah pada waktu-waktu yang tepat. Menulis secara efektif, memahami dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan menggunakan kosakata yang efektif. Memperlihatkan kemampuan untuk mempelajari bahasa lainnya. Menggunakan keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, mempengaruhi, menciptakan pengetahuan, menyusun makna, dan menggambarkan bahasa itu sendiri. Berusaha untuk mengingat pemakaian bahasanya sendiri. Menunjukan minat dalam jurnalisme, puisi, bercerita, debat, berbicara, menulis atau menyunting. Menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru atau karya tulis orisinil atau komunikasi oral. Dari uraian di atas maka pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik adalah suatu proses mengatur lingkungan agar terjadi interaksi

15 24 antara guru, siswa dan media belajar dalam kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis. Artinya dalam proses pembelajaran siswa ditekankan bagaimana siswa menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis dalam keterampilan berbahasa Indonesia melalui interaksi siswa dengan materi pelajaran Implementasi Pembelajaran Kecerdasan Linguistik Kecerdasan linguistik sangat berakar dalam perasaan mengenai kompetensi dan kepercayaan diri. Makin banyak anak-anak latihan dalam kecerdasan ini ditempat yang kondusif, makin mudah mereka mengembangkan keterampilan-keterampilan verbal ini yang akan bermanfaat bagi mereka sepanjang hayat. Siswa memerlukan berbagai pengalaman dengan melibatkan kecerdasan linguistik. Latihan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis menimbulkan perkembangan manusia lebih penuh dengan penguasaan keterampilan-keterampilan yang penting bagi manusia seperti berpikir, belajar, menyelesaikan masalah, berkomunikasi, dan menciptakan, seperti halnya membantu masyarakat. Menurut Champell, dkk (2002: 13) ada strategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yaitu sebagai berikut: Meliputi aspek dalam keterampilan a) mendengar, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan mendengar, yaitu: kunci-kunci untuk mendengar yang efektif, mendengar cerita dan membaca nyaring, mendengar puisi, guru sebagai pembaca cerita (pendongeng), mendengar ceramah. b) berbicara, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berbicara yaitu siswa sebagai pembaca cerita, dikusi kelas, mengingat laporan, wawancara. c) membaca, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan membaca yaitu mencari bahan, kata-kata dalam kelas, membaca untuk memahami. d)

16 25 menulis, beberapa kegiatan dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan menulis yaitu kategori-kategori tulisan, menulis lintas kurikulum, mulai menulis, karya nyata tulisan, menulis kelompok. Samples (1992) dalam Jasmin (2007: 125) mengemukakan kecerdasan linguistik dapat didiskusikan dan kemudian digambarkan dengan aktivitas-aktivitas yang melibatkan seperti abjad, fonik (suara), pengucapan atau pelafalan, dan membaca. Menulis, mendengar, berbicara, berdiskusi, dan memberikan laporan lisan, memainkan permainan kata dan mengerjakan teka-teki silang. English (2005: 24) mengemukakan strategi-strategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik sebagai berikut: Strategistrategi khusus dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yaitu seperti membaca untuk menemukan tema, membaca diantara baris-baris, mengajukan pertanyaan waktu membaca, mendongeng, membaca untuk bersenang-senang, menyeimbangkan tindakan, menggunakan catatan harian untuk merespon bacaan. Armstong (2004: ) mengemukakan beberapa strategi dalam pengajaran untuk kecerdasan linguistik seperti bercerita, curah gagasan, merekam dengan tape recorder, menulis jurnal, dan publikasi. Madden (2002: 217) mengemukakan strategi pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu: Strategi pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik seperti mempelajari kata-kata yang ditulis orang lain, menulis apa yang didengar, menulis atau merekam hasil curah gagasan, menyatakan pendapat dengan kata-kata sendiri, membaca untuk mencari ide-ide utama, dan membuat pertanyaan. Pengajaran dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik yang meliputi empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara, menulis, dan membaca pada umunya mempunyai keterkaitan dalam setiap

17 26 keterampilan satu sama lainnya. Dalam mengembangkan keterampilan berbahasa ada beberapa strategi dimana tidak hanya satu saja aspek keterampilan yang dapat dikembangkan, akan tetapi melalui satu keterampilan bahasa yang dikembangkan juga akan mengaitkan keterampilan bahasa yang lainnya. Semakin anak mengembangkan keterampilan semakin berkembang pula keterampilan dalam bahasanya. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat dan menekankan pada siswa dalam mengembangkan empat keterampilan berbahasa. Dari beberapa teori yang telah dikemukakan diatas maka secara garis besar strategi dalam pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Mengembangkan keterampilan mendengarkan pada proses pembelajaran melalui kegiatan bercerita, mendengarkan puisi, dan mendengarkan fonik (suara). 2) Mengembangkan keterampilan berbicara dalam proses pembelajaran melalui kegiatan siswa sebagai pendongeng, berdiskusi dikelas, mengingat dan memberikan laporan secara lisan, pengucapan atau pelafalan, menyatakan pendapat dengan kata-kata sendiri atau curah gagasan. 3) Mengembangkan keterampilan membaca dalam proses pembelajaran melalui kegiatan mencari bahan bacaan, membaca untuk memahami, merangkai kata-kata dalam kelas, membaca untuk menemukan tema, membaca diantara baris-baris, dan membaca abjad. 4) Mengembangkan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran melalui kegiatan mengkategorikan tulisan, menulis lintas kurikulum, membuat karya nyata tulisan, menulis dalam kegiatan kelompok, memainkan permainan kata dan mengerjakan teka-teki silang,

18 27 menyeimbangkan tindakan dalam menulis, menggunakan catatan harian untuk merespon bacaan Pentingnya Kecerdasan Linguistik Dalam Pembelajaran Kelas pada setiap pelajaran di setiap kelas, harus berupa lingkungan yang kaya akan bahasa tempat siswa dapat sering berbicara, berdiskusi dan menjelaskan dan yang terpenting mendorong rasa ingin tahu. Minat belajar bertambah ketika siswa merasa cukup aman untuk bertanya dan memperdebatkan sudut pandangnya. Mengungkapkan gagasan secara verbal merupakan latihan metakognitif yang penting, karena dengan sering mendengar diri kita berbicara, dan membaca apa yang kita tulis, maka kita akan memperoleh wawasan mengenai apa yang benar-benar kita pikirkan dan kita ketahui. Kepercayaan diri tumbuh ketika siswa belajar mempertahankan posisinya dalam suatu diskusi dan debat. Mereka memahami pelajaran lebih mendalam saat mereka memiliki peluang untuk berdiskusi atau mengajar teman lainnya apa yang telah dipelajari. Observasi kelas oleh John Godlad mengungkapkan bahwa dalam kebanyakan kasus, guru merupakan pihak yang berbicara paling banyak sepanjang waktu terhadap siswa yang pasif. Bahkan dikelas-kelas di mana siswa merupakan pendengar utama, keterampilan ini jarang diajarkan. Namun melalui menyimak, seseorang dapat menggunakan ungkapan katakata secara benar, efektif bahkan fasih. Keterampilan-keterampilan menyimak yang kurang efektif menyebabkan banyak kegagalan pelajaran, salah paham bahkan luka fisik. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan esensial lainnya yang tidak dapat berkembang secara efektif tanpa banyak latihan dan dorongan. Menulis yang efektif memerlukan latihan secara mendalam, sama halnya dengan membaca. Dalam kelas yang berhasil di kelas apapun, keempat keterampilan ini dapat dikembangkan dengan benar dan aktif. Perkembangan empat komponen

19 28 dari kecerdasan verbal linguistik ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelajaran pelajaran apapun sepanjang hayat. Pengembangkan aspek keterampilan berbahasa melalui pembentukan lingkungan pembelajaran mempunyai peranan yang penting, dimana seorang siswa akan terlatih kemampuan bertanya, kemampuan dalam mengungkapkan gagasan merupakan merupakan suatu hal penting. Dengan pembentukan lingkungan belajar yang menekankan pada aspek keterampilan berbahasa, akan melatih siswa dengan sendirinya memperoleh informasi melalui kegiatan mendengar dan mengungkapkannya dalam bentuk gagasan atau pertanyaan dalam keterampilan berbicara, siswa dapat memperoleh informasi dari kegiatan membaca sehingga dapat mengungkapkan kembali dalam keterampilan menulis. Keempat keterampilan ini saling terkait, siswa akan merasa percaya diri karena meperoleh wawasan yang ditemukan sendiri sehingga memacu siswa untuk dapat mengungkapkan dan mempertahankan pendapatnya dalam sutu dikusi. Akan tetapi kebanyakan yang masih terjadi adalah guru yang paling banyak berbicara dalam kelas, siswa lebih cenderung sebagai pendengar. Sehingga siswa tidak dibiasakan terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Siswa menjadi tidak terbiasa dalam mengungkapkan gagasan atau pertanyaan dikelas, melalui apa yang telah siswa dengar. Siswa kurang terlatih menuliskan kembali informasi apa yang telah siswa baca. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan menerapkan kecerdasan linguistik dalam pembelajaran, dimana dalam proses pembelajaran siswa akan dilatih mengungkapkan gagasan dalam kegiatan tanya jawab dan diskusi melalui informasi apa yang siswa temukan melalui kegiatan menyimak sebuah cerita, kemudian dapat menuliskan kembali secara runtut dalam bentuk cerita. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbahasa merupakan suatu keterampilan essensial yang dapat

20 29 berkembang secara efektif jika banyak latihan dan dorongan. Dengan banyaknya latihan dan dorongan ini akan membuat anak lebih terampil kemampuan berbahasanya dan bisa berguna sepanjang hayat. Salah satunya melalui kegiatan pembelajaran yang dapat membentuk suatu lingkungan belajar yang menekankan pada aspek keterampilan berbahasa siswa, sehingga keterampilan siswa pun dapat terlatih sehingga dapat berkembang Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Lingusitik Pengertian Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Lingusitik Metode pembelajaran bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan metode pembelajaran yang menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa. Melalui metode ini anak dapat melakukan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada (inhern) dalam diri anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai ketrampilan dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa ataupun terpaksa dalam kegiatan bermain. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan cerita yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprovisasi namun masih dalam batas-batas cerita dari guru. Metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik adalah suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat

21 30 bertindak dan mengekspresikan perasaan dengan memperagakannya, baik secara lisan maupun tertulis Langkah-Langkah Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Lingusitik Langkah-langkah metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik merupakan pemaduan antara langkah-langkah metode bermain peran dan implementasi pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu Tabel 2.1 Langkah-Langkah Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Linguistik N o Langkah Deskripsi Aspek kecerdasan linguistik 1. Menghangatkan Menafsirkan cerita Membaca suasana dan Menjelaskan peran yang akan Berbicara memotivasi peserta dimainkan didik 2. Memilih partisipan Mendeskripsikan berbagai watak/ Membaca karakter Pembagian peran di dalam kelompok Berbicara 3. Menyusun tahaptahap Kelompok mempersiapkan diri Berbicara peran sebelum bermain peran Peserta didik bermain peran menempatkan posisi masing-masing Mendegarkan 4. Menyiapkan Peserta didik mengamati dan Mendengarkan dan pengamatan menghayati jalannnya cerita Menulis 5. Pemeranan Bermain peran sesuai cerita dan Berbicara dan 6. Diskusi dan evaluasi perannya masing-masing Melakukan diskusi, tanya jawab, dan evalusi setelah bermain peran Membaca Berbicara dan Menulis 7. Pemeranan ulang Melakukan pemeranan ulang sesuai hasil yang disikusikan 8. Diskusi dan Melakukan diskusi dan tanya jawab evaluasi tahap dua dan evalusi setelah bermain peran Berbicara Membaca Berbicara dan Menulis dan 9. Mengambil pengalaman kesimpulan dan Menyimpulkan cerita yang diperankan dan pengalaman dari cerita yang diperankan Menulis, Membaca, Berbicara, dan Mendegarkan

22 Hubungan Metode Bermain Peran Berbasis Kecerdasan Linguistik dengan Hasil Belajar Penerapan metode bermain peran berbasis kecerdasan lingusitik merupakan suatu pembelajaran dengan tahapan-tahapan pembelajaran yang memiliki berbagai macam aktivitas di dalamnya sehingga membuat setiap siswa menggali berbagai kecerdasan yang dimilikinya. Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran yang ada pada metode ini siswa akan lebih banyak melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam materi cerita pendek anak tersebut sebagai tokoh-tokoh dengan melakukan gerakan, memperkenalkan diri sebagai salah satu tokoh dalam cerita pendek tersebut beserta wataknya, dan memperhatikan teman yang lainnya, maka siswa menjadi paham dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. 2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Rahardjo (2002: 43-45) dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan majemuk dengan prestasi belajar belajar siswa kelas II SMU Khatolik Yos Sudarso, Batu, Malang. Kesimpulan penelitian yang didapat: ada hubungan yang signifikan antara pada taraf signifikan 1% antara kecerdasan bahasa dengan prestasi belajar Bahasa dan Sastra Indonesia (r=0,5777). Kecerdasan bahasa dengan prestasi belajar bahasa inggris (r=0,545). Kecerdasan gerak tubuh dengan prestasi belajar pendidikan jasmani dan kesehatan (r=0,6530. Kecerdasan logikmatematika dengan prestasi belajar matematika (r=0,299). Kecerdasan musik prestasi belajar kesenian (r=0,379). Kecerdasan naturalis dengan prestasi belajar biologi (r=0,507).

23 32 Hasil dari penelitian bahwa Kecerdasan Bahasa berkorelasi dengan dengan prestasi belajar Bahasa dan Sastra Indonesia, Kecerdasan Bahasa berkorelasi dengan prestasi belajar Bahasa Inggris, Kecerdasan Logik- Matematik berkorelasi dengan prestasi belajar Matematika, hasil ini sesuai deng hasil penelitian Ryue (1996) dan Kim (1999) di Korea selatan dalam Rahardjo (2002: 47) yang menyatakan bahwa Kecerdasan Bahasa dan Logik-Matematik, Spasial, Intrapribadi dan antar Pribadi berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Kecerdasan musik berkorelasi dengan prestasi belajar Pendidikan Seni, sesuai dengan penelitian Kim (1999) dalam Rahardjo (2002: 480) menyatakan bahwa siswa yang berasal dari Sekolah Menengah Musik menunjukkan signifikansi yang kuat dengan Kecerdasan Musik. Adanya korelasi yang signifikan anatara Kecerdasan Gerak Tubuh dengan Naturalis dengan prestasi mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dan mata pelajaran Biologi adalah sejalan dengan temuan untuk jenis kecerdasan yang ada dalam kecerdasan majemuk dari Gardner (1996). Berdasarkan penelitian yang diteliti maka dengan adanya hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Majemuk dengan prestasi belajar dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui prestasi belajar siswa ataupun sebaliknya. Selain itu, dapat mengenal potensi yang terdapat pada siswa dan membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran bagi guru yang lebih mendekati potensi siswa. Hasil yang diperoleh salah satunya yang sesuai dengan Penelitian Tindakan Kelas ini yaitu ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan linguistik dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karena itu, disarankan adanya penekanan dalam proses pembelajaran agar kecerdasan linguistik siswa lebih berkembang. Terutama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

24 Kerangka Berpikir Dalam suatu proses pembelajaran, agar guru dapat membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan mengekspresikan dirinya, guru perlu menyusun suatu rencana mengajar yang memfasilitasi terjadinya konsep perubahan pada siswa. Salah satunya yaitu melalui metode pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan metode akan mengurangi kondisi yang monoton dan pembelajaran yang menarik bagi siswa. Salah satu metode yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berperan sangat penting dalam berkomunikasi dalam kehidupan yakni sebagai sarana menyampaikan dan memperoleh informasi, penyesuaian terhadap lingkungan, saling berinteraksi serta sebagai sarana hubungan sosial. Bahkan siswa berkomunikasi sangat penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun kegiatan di rumah. Dengan menggunakan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa. Sehingga dalam kegiatan belajar dapat menarik minat belajar siswa, karena dengan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu suatu metode mengajar berdasarkan pengalaman karena siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat dengan memperagakannya, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan tahapan metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu menghangatkan suasana dan memotivasi siswa, memilih peran, menyusun tahap-tahap peran, menyiapkan pengamatan, pemeranan, diskusi dan evaluasi, pemeranan ulang, diskusi evaluasi tahap dua, mengambil pengalaman dan kesimpulan. Dengan demikian pemahaman terhadap kemampuan dan keterampilan

25 34 berbahasa siswa dapat secara optimal, sehingga hasil belajar siswa pun menjadi optimal. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah melalui metode bermain peran berbasis kecerdasan linguistik dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V di SDN 2 Panggang Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD yaitu suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) dirasakan penting untuk dipelajari karena materi-materi tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 2 Panggang Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam proses pendidikan. Ini berarti bahwa tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan bergantung

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2013 2014 Sugiani Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Berbahasa Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2013) kemampuan berbahasa pada anak umur 5-6 tahun berkembang dengan cepat dan menjadi matang pada masa kanakkanak. Pada anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Hurlock (1980 : 208) mengatakan bahwa masa Sekolah Menengah Atas/SMK adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa awal. Pada masa inilah pembendaharaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Thursan Hakim (2005: 21) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III DI SD NEGERI SETRAGALIH KECAMATAN CIBOGO

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE. Oleh. Isniatun Munawaroh,M.Pd*)

PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE. Oleh. Isniatun Munawaroh,M.Pd*) PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE Oleh Isniatun Munawaroh,M.Pd*) Salah satu implikasi yang paling provokatif dalam teori Multiple Intelligence adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendasar bagi pembangunan suatu bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan, dikembangkan bibit-bibit sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, budayanya serta budaya orang lain. Pembelajaran bahasa juga dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat untuk melakukan komunikasi dan bekerja sama dengan orang lain serta alat untuk mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki peranan didalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian dilakukan di SD Negeri 2 Panggang Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara. Subyek dari penelitian tindakan kelas siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak pernah terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan, seni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5 Hasil belajar adalah perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar merupakan suatu performance dan kompetensinya dalam suatu mata pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran. Performance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi menulis dalam KTSP SD yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi menulis dalam KTSP SD yang berbunyi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang disempurnakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pendidikan metode pembelajaran ada berbagai metode yang dilakukan oleh para pendidik. Diantaranya adalah metode bermain peran. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak -anak usia dini, yaitu anak -anak yang berusia 0-6 tahun sering disebut sedang berada pada masa usia emas atau golden age. Masa usia emas atau golden age

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut: Nama : Hana Meidawati NIM : 702011109 1. Metode Ceramah Penerapan metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan tidak asing lagi dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masih rendahnya kualitas pendidikan. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnya proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. Daftar 1 : 185/S/PGSD-Reg/8/Agustus/2014

BAB I PENDAHULUAN. No. Daftar 1 : 185/S/PGSD-Reg/8/Agustus/2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan keterampilan dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

PERANAN METODE BERCAKAP-CAKAP DALAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA TERPADU PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK. Abstrak

PERANAN METODE BERCAKAP-CAKAP DALAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA TERPADU PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK. Abstrak PERANAN METODE BERCAKAP-CAKAP DALAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA TERPADU PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK Oleh: Ni Putu Parmini Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Saraswati Tabanan Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan bermain peran merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting dikuasai oleh siswa, termasuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Seperti

Lebih terperinci

2013 PENERAPAN METODE KERJA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA ANAK DIDIK

2013 PENERAPAN METODE KERJA KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT PADA ANAK DIDIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran hanya dapat dicapai jika ada interaksi belajar mengajar antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik. Purwanto (2009:10)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak Usia Dini merupakan aset bangsa yang akan menentukan baik buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan pendidikan dan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi utama dalam kehidupan. Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi utama dalam kehidupan. Kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi utama dalam kehidupan. Kemampuan berbahasa itu pada mulanya dikuasai manusia tanpa disadari. Selanjutnya terjadi perkembangan perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa negara adalah bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Manusia dilihat sebagai makhluk jasmani dan rohani. Yang membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pesan-pesan konstitusi serta suasana dalam membangun watak bangsa (nation

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pesan-pesan konstitusi serta suasana dalam membangun watak bangsa (nation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal tersebut dikarenakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Hakim (2000: 14), belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Kontekstual Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan dengan strategi. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam seluruh rangkaian tumbuh kembang manusia, usia dini merupakan usia yang sangat menentukan. Pada usia dini itulah seluruh peletak dasar tumbuh kembang fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan kunci yang nantinya akan membuka pintu ke arah modernisasi dan kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia terdapat pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum pendidikan dasar salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD adalah bahasa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Belajar Slameto (2001 : 36) berpendapat bahwa penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi difikirkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

Inggris Siswa SMP Pada Pokok Bahasan Offering and Asking for Something Melalui Model Bermain Peran Dudung Mulyadi

Inggris Siswa SMP Pada Pokok Bahasan Offering and Asking for Something Melalui Model Bermain Peran Dudung Mulyadi MENDIDIK: Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran Volume 2, No. Pengaruh 1, April 2016: Meningkatkan Page 45-54 Hasil dan Aktivitas Belajar Berbicara Bahasa ISSN: 2443-1435 MENINGKATKAN HASIL DAN AKTIVITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Efa Rosfita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Efa Rosfita, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tingkat kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. Pendidikan berkualitas memerlukan suatu pembelajaran yang berkualitas. Pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum 2013 yang wajib dilaksanakan dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya pengalaman anak sehingga menjadikan anak lebih tanggap terhadap lingkungan di sekelilingnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan mengidentifikasi unsur cerita seperti tokoh, tema, latar dan amanat dari cerita anak yang dibaca merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami seseorang menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar merupakan proses perubahan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

2015 PENERAPAN METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan, diciptakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini, membuat dunia sangat sukar untuk diprediksi. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas memegang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori. BAB II KAJIAN PUSTAKA Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini.

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengatakan Learning is show by a behavior as a result of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Istilah belajar menurut beberapa ahli, di antaranya oleh Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Metode Demonstrasi 2.1.1 Pengertian Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan format belajar mengajar yang secara sengaja mempertunjukkan atau memperagakan tindakan, proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang cukup pesat, baik secara teori maupun praktik. Oleh sebab itu maka konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar-mengajar dilakukan siswa dan guru di sekolah. Siswa mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. Kegiatan Belajar Mengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak.

BAB I PENDAHULUAN. berekspresi dan salah satunya adalah menulis puisi. Puisi dalam Kamus Besar. penataan bunyi, irama, dan makna khusus; sajak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yakni (1) keterampilan menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, (4) keterampilan menulis.

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan Psikologi Pendidikan Pengindraan (sensasi) dan Persepsi O Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indra manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan kreatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Materi Pembelajaran IPA Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar Mata Pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu gambaran untuk kemampuan yang ada pada diri seseorang. Kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diciptakan harus mampu mengembangkan dan mencapai kompetensi setiap matapelajaran sesuai kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecerdasan bagi anak usia dini memiliki manfaat yang besar bagi dirinya sendiri dan bagi perkembangan sosialnya karena tingkat kecerdasan anak yang berkembang

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2

PROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2 PROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2 1 PROGRAM SEMESTER TAHUN PELAJARAN 20 / 20 MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia KELAS / SEMESTER : V (Lima) / 2 (dua) Standar Kompetensi

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya pengalaman anak dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar 1.1.Pengertian Belajar Pada pembelajaran Matematika penting sekali adanya upaya untuk mencapai ketuntasan pembelajaran, hal ini sesuai dengan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Marfuah, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia tidak lepas dari kegiatan berbahasa. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana berkomunikasi dengan sesamanya. Kegiatan berkomunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci