indikator keberhasilan peserta didik (mahasiswa) dan pendidik (dosen). Nilai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "indikator keberhasilan peserta didik (mahasiswa) dan pendidik (dosen). Nilai"

Transkripsi

1 2 Dalam institusi formal seperti perguruan tinggi, IPK merupakan salah satu indikator keberhasilan peserta didik (mahasiswa) dan pendidik (dosen). Nilai akademis menjadi penting mengingat semakin ketatnya persaingan saat seseorang mulai memasuki dunia kerja. Banyak perusahaan di negeri ini yang mensyaratkan IPK minimal 3,00, bahkan kini untuk menjadi seorang pegawai negeri, pemerintah memprioritaskan bagi sarjana dengan predikat cumlaude (IPK diatas 3,5 serta lulus dalam waktu maksimal 5 tahun) untuk diterima sebagai PNS (Perka BKN, Nomor 9 tahun 2012). Semakin ketatnya persaingan dunia kerja dimaksudkan untuk menyaring karyawan dan aparatur negara yang benar-benar berkompeten dan berkualitas. Menurut hasil wawancara dengan sekretaris direktur Direktorat Akademik UGM, mahasiswa UGM merupakan orang-orang terpilih yang telah melalui proses seleksi yang sangat ketat serta penilaian yang detail dan teliti. Menjadi mahasiswa UGM sangatlah sulit, mereka menempati hanya sekitar 5% dari jumlah pendaftar. Bahkan tahun 2010, jumlah pendaftar mencapai orang sedangkan UGM hanya menerima 3% diantaranya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap mahasiswa UGM adalah orang-orang terpilih yang mendapatkan nilai terbaik melalui standar yang ditetapkan oleh universitas. Sayangnya, menurut sekretaris Direktorat Akademik, proses penilaian dalam seleksi mahasiswa yang selama ini digunakan, tidak dapat memberikan jaminan bahwa mahasiswa tersebut akan berhasil dalam perkuliahan. Hal ini ditunjukkan melalui kenyataan bahwa setelah melalui beberapa semester, banyak mahasiswa yang tertinggal dan mendapatkan nilai jauh dibawah standar.

2 3 Menurut data statistik yang dimiliki oleh Direktorat Akademik UGM pada tahun 2012 rata-rata IPK Fakultas Kedokteran Hewan adalah 3,01 dengan mahasiswa yang mendaatkan IPK dibawah 3 sebanyak 72% pada angkatan 2010 dan 52,7% pada angkatan Rata-rata IPK fakultas Kedokteran Gigi adalah 3,07 dengan mahasiswa yang mendapatkan IPK dibawah 3 sebanyak 59,5% pada angkatan 2010 dan 52,6% pada angkatan Rata-rata IPK fakultas Peternakan adalah 3,05 dengan jumlah mahasiswa yang mendapat IPK dibawah 3 sebanyak 51,9% pada angkatan 2010 dan 70,6% pada angkatan Fakultas dengan ratarata kelulusan terlama adalah fakultas Filsafat dengan rata-rata kelulusan 5 tahun 3 bulan dengan IPK rata-rata 3,30. Data yang diperoleh dari bagian akademik program S1 Fakultas Psikologi UGM menyebutkan bahwa pada bulan Februari 2012, persentase mahasiswa yang belum lulus adalah sebanyak 18% pada angkatan 2004 (8 tahun masa studi), 20% pada angkatan 2005 (7 tahun masa studi, dengan IPK di bawah 3,00 sebanyak 44%), 33% pada angkatan 2006 (6 tahun masa studi, dengan IPK dibawah 3,00 sebanyak 30%), dan 39% pada angkatan 2007 (5 tahun masa studi, dengan IPK dibawah 3,00 sebanyak 22%). Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa yang menunda kelulusannya di samping mahasiswa yang lulus dengan cepat dan IPK yang memuaskan. Menurut hasil wawancara dengan kaprodi S1 fakultas Psikologi UGM pada bulan Februari 2012 dinyatakan bahwa masih banyak mahasiswa yang mendapatkan prestasi akademis yang rendah. Menurut kaprodi, rendahnya prestasi akademis mahasiswa lebih dikarenakan oleh kesengajaan perilaku menunda penyelesaian tugas oleh mahasiswa itu sendiri.

3 4 Tingginya jumlah mahasiswa yang mendapatkan prestasi dibawah standar, menunjukkan bahwa universitas belum memiliki solusi yang efektif guna mengatasi permasalahan tersebut. Dosen pembimbing akademik berperan memotivasi, mendorong dan memandu mahasiswa bimbingannya untuk menjadi pembelajar sukses (keprek UGM no. 213/P/SK/HT/2005). Adanya peran dosen pembimbing akademik diharapkan dapat membantu dalam hal prestasi mahasiswa sekaligus mengurangi kemungkinan bagi mereka mengalami hambatan dalam aktivitas akademisnya. Deteksi dini terkait adanya permasalahan prestasi akademis pada mahasiswa diperlukan untuk membantu dosen pembimbing akademik mengidentifikasi mahasiswa yang perlu mendapatkan bantuan. Instrumen skrining digunakan sebagai tahap awal dalam membantu deteksi dini sebagai usaha preventif serta pemberian intervensi yang tepat (Petscher, Kim, & Foorman, 2011). Instrumen skrining digunakan sebagai deteksi dini dalam mengidentifikasi masalah sebelum hal tersebut menjadi lebih berat dan membutuhkan penanganan ahli (Kettler, Kratochwill, Kaiser, Hemmeter & Kettler, 2010). Instrumen skrining merupakan asesmen tersistematis yang diberikan kepada sejumlah besar individu untuk menentukan status resiko akan berkembangnya sebuah masalah. Psikolog dapat menggunakan instrumen tersebut guna mengidentifikasi mereka yang memiliki resiko mengalami gangguan yang bertujuan untuk memberikan tindak lanjut terhadap individu-individu tersebut serta menentukan intervensi yang dibutuhkan (Herta, Nemes, & Cozman, 2013). Instrumen skrining membantu mengidentifikasi mahasiswa yang memiliki resiko terhadap permasalahan prestasi

4 5 akademis, untuk selanjutnya diberikan tritmen atau intervensi sebagai antisipasi sebelum mahasiswa tersebut mengalami permasalahan yang lebih berat kedepannya. Instrumen skrining diharapkan merupakan instrumen yang akurat, sederhana, singkat, mudah diadministrasikan dengan jumlah aitem yang minimal, mudah difahami oleh responden, serta fleksibel digunakan untuk berbagai macam subjek (Herta, Nemes, & Cozman, 2013). Prestasi akademis merupakan salah satu wujud tanggungjawab moral mahasiswa selama menempuh pendidikannya. Semakin rendah IPK seorang mahasiswa, ia semakin membutuhkan waktu lebih untuk menyelesaikan studinya (Schmidt, dkk, 2009). Nilai indeks prestasi kumulatif menentukan jumlah kredit semester yang dapat diambil oleh seorang mahasiswa. IPK yang rendah mengakibatkan semakin sedikitnya jumlah kredit yang dapat diambil dalam satu semester, dan mahasiswa harus meluangkan waktu untuk memperbaiki nilai mata kuliah yang kurang memuaskan. Hal ini berdampak pada semakin lamanya masa studi yang harus ditempuh mahasiswa tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya. Masa studi yang semakin lama berdampak pada permasalahan yang lebih luas, seperti beban psikologis, finansial, juga semakin sedikitnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Penundaan dalam penyelesaian tugas akademik memungkinkan mahasiswa mendapatkan nilai yang lebih rendah, menyebabkan stress pada individu, kurangnya kepuasan dalam aktivitas akademis, mengalami ketakutan akan kegagalan, rendahnya harga diri, kurang percaya diri, serta emosi yang negatif (Brownlow & Reasinger, 2000).

5 6 Penilaian hasil belajar terhadap kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa di Universitas Gadjah Mada dilakukan secara berkala yang berbentuk ujian, dan pelaksanaan tugas. Beban studi program sarjana sekurang-kurangnya 144 (seratus empat puluh empat) SKS dan sebanyak-banyaknya 148 (seratus empat puluh delapan) SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester dan dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 8 (delapan) semester dan selama-lamanya 14 (empat belas) semester (Keprek UGM Nomor 581/P/SK/HT/2010). Mahasiswa memperoleh predikat cumlaude (dengan pujian) jika mencapai IPK minimal 3,51 dan menempuh masa studi maksimal 5 tahun (Kepmendiknas Nomor 232/U/2000). Prestasi akademis didefinisikan sebagai kecakapan mempelajari keterampilan-keterampilan dasar dan materi ilmu pengetahuan (Lee, 2005). Prestasi akademik merupakan penguasaan pengetahuan atau penguasaan materi sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang dalam waktu tertentu (Martani, 2006). Prestasi akademis dapat dilihat melalui evaluasi hasil belajar atau IPK (Adelabu, 2007). Azwar (1996) mengoperasionalkan definisi prestasi akademik sebagai bentuk indikator-indikator berupa nilai, indeks prestasi studi, angka kelulusan, dan predikat keberhasilan. Prestasi akademis tidak hanya ditentukan oleh nilai akademis dan inteligensi, namun juga ditentukan oleh kepribadian (Sheard, 2009). Azwar (1996) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi akademis adalah faktor psikologis yang berupa motivasi dan kepribadian. Hasil wawancara terhadap dua orang mahasiswa pada studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret dan April 2012 menyebutkan bahwa

6 7 permasalahan yang menghambat dalam aktivitas akademis diantaranya adalah stress, merasa tertekan oleh tuntutan eksternal, cemas dengan tugas yang berat, mudah terganggu konsentrasinya, melakukan aktivitas lain yang dirasa lebih menarik (contoh: membaca komik, main musik, jalan-jalan, ataupun aktivitas organisasi), orientasi masa depan yang tidak berkaitan dengan bidang ilmu yang ditekuni, menunda-nunda pekerjaan, tidak memanfaatkan waktu dengan baik, tidak memiliki target yang terencana. Hasil wawancara terhadap dua orang mahasiswa lain yang memiliki IPK 3,86 dan 3,72 pada tanggal 21 Oktober 2012, faktor yang mendukung tingginya prestasi akademis diantaranya adalah kerja keras, pemanfaatan waktu sebaikbaiknya untuk belajar dan mengerjakan tugas, mengambil manfaat dari setiap mata kuliah yang dipelajari, menikmati proses perkuliahan, memahami manfaat perkuliahan bagi keberhasilan masa depan, memahami bahwa ilmu memberikan pencerahan dan peningkatan diri. Kepribadian dan perspektif waktu menjadi penting dalam menentukan prestasi akademis bagi mahasiswa (Zimbardo & Boyd, 2008; Azwar, 1996). Hardiness dapat memainkan peran yang positif dalam kehidupan mahasiswa (Cress dan Lampman, 2007). Hardiness merupakan faktor kepribadian yang diyakini sebagai faktor internal dari berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi akademis (Maddi, dkk., 2012). Kepribadian hardiness mempunyai serangkaian sikap yang membuat individu tahan terhadap stress (Kobasa, 1984). Hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang membuat individu kuat, stabil, tidak mudah menyerah dan mampu menyesuaikan diri terhadap kejadian yang

7 8 menimbulkan tekanan yang menimpa dirinya. Hardiness merupakan karakteristik kepribadian yang menyebabkan berfungsinya kognitif individu pada situasi yang penuh stress dengan strategi penanganannya, mengasosiasikan semangat yang ada pada individu dengan strategi problem focus coping untuk mengatasi situasi penuh stress. Individu hardiness berusaha untuk menjadikan aktivitasnya menghasilkan sesuatu yang lebih positif dan bermanfaat (Cole, dkk., 2004). Mahasiswa yang melakukan penundaan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik memiliki masalah dalam menentukan tujuan untuk diri mereka sendiri dan kurang dapat memanfaatkan waktu yang dimilikinya (Brownlow & Reasinger, 2000). Orientasi akan masa depan merupakan hal penting dalam dunia pendidikan (Zimbardo & Boyd, 1999) karena pada dasarnya proses akademis serta berbagai hal yang dipelajari didalamnya turut menentukan keberhasilan seseorang di masa yang akan datang (Kauffman & Husman, 2004). Penelitian Phan (2009) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kapasitas untuk membayangkan akibat jangka panjang dari tugas-tugas untuk masa depan mereka nanti lebih berusaha keras dalam belajar dan berusaha memahami materi dengan sebaik-baiknya. Ia mementingkan aktivitas akademis yang dapat membantu membangun cita-cita masa depannya sehingga berusaha melakukan yang terbaik (Mello & Worrell, 2006). Mahasiswa berada dalam masa perkembangan yang unik serta menghadapi berbagai tantangan dari lingkungan. Menjadi mahasiswa adalah saat banyak orang muda pertama kali secara langsung belajar untuk mengatur kehidupan mereka sendiri serta bertanggung jawab atas kebiasaan sehat, sekolah, dan finansial (Cress

8 9 & Lampman, 2007), membuat pilihan karir, berpisah dari orang tua, mengembangkan kemandirian, menemukan keseimbangan antara kedekatan dengan orang lain dan kesendirian, serta pencarian identitas diri (Mathews & Servaty-seib, 2007). Mahasiswa memiliki harapan tentang hal-hal yang akan mereka dapatkan di masa depan, seperti pekerjaan, anak-anak, rumah, dan gelar (Kauffman and Husman, 2004). Salah satu periode kehidupan yang berpotensi menimbulkan stress adalah saat seseorang menjadi mahasiswa (Cole, dkk., 2004; Cress dan Lampman, 2007). Bagi kebanyakan orang muda, menjadi mahasiswa merupakan saat stress terkumpul dengan cepatnya (Cress & Lampman, 2007), hal ini salah satunya dikarenakan oleh tuntutan persyaratan minimal akademis serta luasnya materi perkuliahan (Hystad, 2009). Dalam keadaan stress, individu dapat mengarahkan pikiran, perasaan, dan tindakan dirinya pada hal yang positif atau pada hal yang negatif. Mahasiswa yang berorientasi pada hal-hal yang positif memiliki kemungkinan mendapatkan prestasi akademis yang lebih baik (Schreiner & Hulme, 2009). Mereka memiliki kemampuan untuk fokus pada apa yang sedang dilakukan, menikmati proses, serta berpartisipasi aktif dalam aktivitas belajar. Psikologi Humanistik Kajian terkait potensi manusia menjadi penting sebagai bagian untuk melihat sisi positif manusia itu sendiri. Psikologi humanistik berfokus pada kesadaran, subjektifitas, serta sisi positif sifat manusia sebagai hal penting untuk memahami manusia (Weiner, 2003). Manusia memiliki potensi untuk tumbuh,

9 10 kreatif, dan bebas untuk memilih. Manusia merupakan sumber yang memiliki kapasitas atau potensi untuk menciptakan pengalaman pribadi dan menerima pengetahuan dari luar dirinya sebagai cara untuk tumbuh, mengembangkan potensi, mengarahkan dirinya pada proses belajar yang produktif, serta berperilaku efektif (Cain, 2002). Perubahan pada diri seseorang dapat terjadi melalui pengalaman emosional atas interaksi dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya (Weiner, 2003). Manusia akan lebih baik jika memiliki orientasi pada tujuan, bekerja keras untuk tumbuh dan berkembang dari pada terus menerus dalam keadaan tanpa ada perubahan (Weiner, 2003). Abraham Maslow dan Martin Seligman merupakan tokoh psikologi humanistik yang melahirkan psikologi positif (Snyder & Lopez, 2007). Psikologi positif lahir dalam rangka menggambarkan sisi kelebihan manusia daripada kekurangannya. Area psikologi positif dalam level subjektif adalah pengalaman subjektif, yakni kepuasan dan kesejahteraan (di masa lampau), kebahagiaan dan kenikmatan (di masa kini), serta optimisme, harapan, dan agama/ kepercayaan (di masa yang akan datang) (Seligman, 2000). Pada individu, psikologi positif berkaitan dengan sifat personal (kemampuan untuk bekerja, keberanian, keteguhan, ketekunan, berorientasi pada masa depan, berbakat, keterampilan interpersonal, memaafkan, mencintai, jujur, bijaksana). Psikologi positif dalam level kelompok, berkaitan dengan tanggungjawab, merawat, menolong, kesopanan, tidak berlebih-lebihan, toleransi dan etika kerja. Psikologi positif membantu mengidentifikasi kekuatan diri sendiri, hal terbaik yang dimiliki, dan membantu menemukan tempat untuk menjalani kehidupan positif tersebut dengan

10 11 sebaik-baiknya (Seligman, 2000). Psikologi tidak hanya tentang memperbaiki sesuatu yang salah, namun juga membangun kekuatan yang dimiliki oleh individu (Seligman, 2000). Psikologi tidak hanya tentang kesehatan dan sakit, namun juga tentang pendidikan, pekerjaan, pertumbuhan, insight, cinta, dan permainan (Seligman, 2000). Hardiness Pengertian Hardiness Konsep hardiness pertama kali diperkenalkan oleh Kobasa (Mathews dan Servaty-Seib, 2007). Kepribadian tahan banting (hardiness) menurut Maddi dan Kobasa (1984) merupakan ciri kepribadian yang berfungsi sebagai sumber perlawanan ketika individu dihadapkan pada suatu masalah atau peristiwa yang menimbulkan stress. Kobasa dan Pucetti (dalam Cress dan Lampman, 2007) mendeskripsikan hardiness sebagai kemampuan umum dalam menggunakan semua sumber daya personal dan lingkungan guna secara efektif menerima, memaknai serta melakukan koping atas situasi yang menimbulkan stress. Hardiness merupakan aktivitas mental yang memposisikan keadaan penuh tekanan ke dalam perspektif atau cara pandang yang lebih luas sehingga hal tersebut tidak terlihat sangat buruk, memahami permasalahan dengan baik, serta dapat melihat dengan jelas hal-hal yang harus diselesaikan segera (Cole, dkk., 2004). Kobasa menekankan beberapa hal dalam menjelaskan kepribadian hardiness, yakni resiliensi, activeness, percaya pada diri sendiri, serta semangat

11 12 (Maddi & Kobasa, 1984). Individu yang memiliki kepribadian hardiness akan dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan yang dapat menimbulkan stress secara tepat dan efektif serta tidak melarikan diri dari tugas-tugas yang harus diselesaikan. Dalam keadaan yang tidak pasti, hardiness menjadi bekal untuk berfikir cepat guna memahami tugas mereka melalui pembuatan keputusan dan teknik penetapan tujuan (Cole, dkk., 2004), memberikan keberanian dan mengembangkan dorongan untuk menghadapi stress secara terbuka, serta berjuang untuk bekerja keras (Maddi, dkk., 2009). Maddi & Kobasa (1984) menjelaskan bahwa individu dengan high hardiness dicirikan dengan adanya komitmen, pengendalian (kontrol), dan mempersepsikan masalah-masalah sebagai sebuah tantangan. Individu dengan komitmen yang kuat akan mudah untuk tertarik pada apapun yang sedang dilakukannya dan dengan sepenuh hati terlibat di dalamnya. Ia selalu merasa ada banyak hal yang harus dikerjakan, membuat usaha yang maksimal dengan ceria dan semangat, serta memandang bahwa setiap peristiwa adalah penting dan bermanfaat seberapapun sulit kondisinya. Individu dengan kontrol yang kuat merasa yakin bahwa dirinya dapat menangani, mengontrol, menentukan atau mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang dialaminya (Maddi & Kobasa, 1984). Ia bertanggung jawab dan tidak mudah menyerah dalam keadaan tertekan. Individu dengan rasa penuh tantangan yang kuat memandang bahwa hidup merupakan suatu tantangan yang menyenangkan dan dinamis, perubahan dalam hidup merupakan hal yang wajar sekaligus kesempatan untuk mengembangkan diri (Maddi & Kobasa, 1984). Mereka secara

12 13 ikhlas bersedia terlibat dalam segala perubahan dan melakukan segala aktivitas baru untuk bisa lebih maju. Mereka memandang bahwa kondisi penuh tekanan merupakan kesempatan untuk belajar lebih daripada mencari rasa aman dan nyaman Lawan dari high hardiness adalah Low Hardiness yang ditandai dengan alienasi (alienation), rasa tidak berdaya (powerlessness) dan ancaman (threat). Individu dengan alienasi (alienation) yang kuat mudah bosan dan menarik diri dari keterlibatannya dalam tugas yang seharusnya ia kerjakan. Individu dengan rasa tidak berdaya yang kuat (powerlessness), percaya dan berperilaku seolah-olah ia adalah korban pasif dari peristiwa yang tidak dapat dikontrolnya. Ia tidak memiliki inisiatif atau persiapan untuk menghadapi hal yang terburuk. Individu yang merasa terancam (threat) berpikir bahwa segala sesuatu adalah tetap dan ia takut akan segala kemungkinan perubahan karena akan mengganggu kenyamanan dan keamanannya (Maddi & Kobasa, 1984). Hardiness dan prestasi akademis Kobasa menjelaskan hardiness dalam konteks pendidikan menggunakan istilah academic hardiness (Benishek & Lopez, 2001). Teori hardiness yang dikembangkan oleh Kobasa memberikan kerangka penting guna memahami hal yang membuat mahasiswa memiliki keinginan yang lebih untuk terikat dengan berbagai tantangan akademis. Wiebe & Morgan (dalam Cole, dkk., 2004) menemukan bahwa seseorang yang memliki hardiness lebih dapat menyesuaikan dan memonitor tindakan mereka secara intensif saat memiliki kesempatan untuk

13 14 menghindar atau menunda penyelesaian tugas-tugas yang dirasa tidak menyenangkan atau membosankan. Oleh sebab itu diperlukan kontrol diri untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut (misalkan dengan datang ke kelas atau belajar untuk menyiapkan ujian). Penelitian yang dilakukan oleh Hystad (2009) kepada 213 mahasiswa Psikologi, menunjukkan bahwa hardiness berhubungan negatif dengan stress akademik. Hardiness membantu meningkatkan performansi akademis mahasiswa serta menurunkan kemungkinan bagi mereka terkena efek negatif di saat menghadapi situasi yang penuh tekanan (Cole, dkk., 2004), lebih menyadari stress pada diri mereka, tidak merusak diri mereka dengan itu, dan mencoba lebih efektif untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat (Maddi, dkk., 2009). Individu akan menunjukkan tindakan menghadapi permasalahan sebagai cara untuk mengatasi stress (contoh: ujian, mengerjakan tugas tepat waktu, menyelesaikan tugas akhir) dan bekerja keras untuk mengubah kemalangan menjadi kesempatan yang baik bagi dirinya Sheard (2009). Hardiness membantu mengarahkan mahasiswa untuk membuat keputusan dengan tegas daripada menghindari tindakan untuk menyelesaikan masalah sehingga tidak berlama-lama berada dalam keadaan stress (Maddi dalam Cole, dkk., 2004). Hardiness berperan dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa (Cole, dkk., 2004). Mahasiswa yang memiliki hardiness lebih termotivasi mempelajari materi perkuliahan dan lebih memiliki komitmen yang kuat atas aktivitas akademisnya daripada mereka yang tidak memiliki hardiness. Penelitian yang dilakukan oleh Maddi, dkk. (2009) berhasil meningkatkan level hardiness dan

14 15 IPK pada subjek penelitian melalui metode pelatihan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang diberi pelatihan hardiness memiliki IPK yang lebih tinggi saat lulus dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak diberikan pelatihan hardiness. Hardiness memiliki implikasi dalam memaksimalkan potensi akademik mahasiswa (Sheard, 2009). Penelitian Cole, dkk. (2004) menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki hardiness cenderung lebih positif, lebih termotivasi dan menikmati belajar hal-hal baru, serta memberikan penilaian yang baik atas aktivitas kelas. Penelitian yang dilakukan oleh Sheard (2009) kepada 134 mahasiswa, menunjukkan bahwa mahasiswa yang mendapatkan skor hardiness yang lebih tinggi mendapatkan IPK yang lebih baik. Future Time Perspective Manusia memahami bahwa waktu merupakan bagian dari aktivitas mereka (Zimbardo & Boyd, 2008). Manusia memahami bahwa hal yang membuat mereka mengerjakan sesuatu merupakan dasar pemahaman cara mereka melakukan hal tersebut serta memahami tentang hal yang mereka harapkan selanjutnya. Future time perspective merupakan pandangan atau persepsi individu yang terkait kehidupan di waktu yang akan datang atau masa depan (Zimbardo & Boyd, 2008). Future Time Perspective atau gambaran mental tentang masa depan, terbentuk melalui pengalaman individu, dan tercermin dalam konteks personal dan sosial, menjadi dasar dalam penetapan tujuan personal dan rencana-rencana

15 16 dalam hidup, menjelaskan pilihan-pilihan untuk masa depan, serta mempengaruhi sebagian besar keputusan-keputusan. Konsep future time perspective yang disusun oleh Zimbardo dan Boyd (2008) memiliki 3 ciri, yakni perencanaan, antisipatif, serta bijak dalam menggunakan waktu. Perencanaan menunjukkan seorang yang membuat rancangan dan menentukan tujuan atas aktivitas yang akan dilakukan. Antisipatif menunjukkan seorang yang penuh perhitungan dan menyusun strategi dalam melaksanakan aktivitasnya. Bijak dalam menggunakan waktu menunjukkan seorang yang membuat prioritas dan menghindari hal yang merugikan masa depan. Future time perspective dapat terbentuk melalui berbagai kondisi, seperti lingkungan keluarga yang stabil, pendidikan, pekerjaan, penggunaan teknologi secara regular, kesuksesan, serta adanya contoh orang-orang dengan orientasi masa depan (Zimbardo & Boyd, 2008). Future time perspective dan prestasi akademis Individu dengan future time perspective lebih mampu melihat dan menganggap aktivitas serta perilakunya saat ini sebagai instrumen, baik untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang (Simons dkk, 2004). Mahasiswa dengan future time perspective menyeimbangkan dirinya dengan membuat strategi pencapaian setiap tujuan yang telah ia buat. Mereka menunda kesenangan untuk sesuatu yang baginya lebih besar di masa depan (Zimbardo & Boyd, 2008).

16 17 Individu yang berorientasi pada masa depan akan bekerja keras hari ini untuk mendapatkan kesuksesan di masa depan (Zimbardo & Boyd, 2008). Future time perspective sangatlah mendasari keputusan dan perilaku seseorang terhadap sekolah dan lingkungan kerja (Mello, Bhadare, Fearn, Galaviz, Hartmann, Worrell, 2009). Kepercayaan dan harapan seseorang akan masa depan menentukan yang mereka kerjakan hari ini, mempengaruhi cara berfikir, merasa, dan berperilaku (Zimbardo & Boyd, 2008). Saat mengalami kegagalan, orangorang dengan future time perspective akan cepat bangkit (Zimbardo & Boyd, 2008). Mereka menganggap bahwa berusaha untuk keberhasilannya di masa yang akan datang adalah lebih penting daripada meratapi kegagalannya saat ini. Pendidikan mengajarkan siswa untuk berorientasi pada masa depan (Zimbardo & Boyd, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa idealnya, peserta didik pendidikan tinggi memiliki orientasi pada masa depan. Pendidikan dapat membantu untuk mengembangkan makna atas masa lalu melalui pembelajaran tentang sejarah, melalui belajar untuk menghadapi ujian dan tingkatan yang menentukan kesuksesan atau kegagalan dan melalui kebutuhan untuk menunda kepuasan (Zimbardo & Boyd, 2008). Pentingnya pemahaman mahasiswa terkait betapa berharganya pencapaian hasil karya demi cita-cita masa depan menjadikannya memiliki harapan yang baik, menunda kenikmatan, orientasi pada masa depan, serta mementingkan kebermanfaatan sosial (Bembenutty, 2001). Kauffman dan Husman (2004) menjelaskan bahwa konsep seseorang terhadap masa depan memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi akademik mereka. Future time perspective

17 18 mempengaruhi proses maupun hasil belajar seseorang (Phan, 2009). Prestasi akademik berkaitan dengan persepsi mereka akan masa depannya, semakin tinggi orientasi pada masa depan, maka semakin tinggi pula prestasi akademis seseorang, serta semakin rendah orientasi mereka pada hari ini. Mahasiswa dengan future time perspective mendapatkan IPK yang lebih tinggi (Mello & Worrell, 2006; Barber, Munz, Bagsby, Grawitch, 2009). Future time perspective (perencanaan, antisipatif, bijak menggunakan waktu) Prestasi akademik Hardiness (komitmen, kontrol, tantangan) Gambar1: Bagan alur berfikir penelitian Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah hardiness dan future time perspective memiliki hubungan positif dengan prestasi akademik mahasiswa? 2. Apakah future time perspective memiliki hubungan positif dengan prestasi akademik mahasiswa? 3. Apakah Hardiness memiliki hubungan positif dengan prestasi akademik mahasiswa?

18 19 4. Sejauh mana akurasi diagnostika skala perspektif masa depan dan skala hardiness dalam mendeteksi prestasi mahasiswa? 5. Apakah performansi diagnostika skala perspektif masa depan dengan skala hardiness sejalan dengan properti psikometri? Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah khasanah dalam Psikologi Pendidikan mengenai prestasi akademis mahasiswa yang dikaitkan dengan hardiness dan perspektif masa depan individu. Penemuan tentang hubungan antara time persepective, dan hasil belajar dapat dijadikan sebagai wawasan atau pemahaman baru untuk memberi motivasi dalam belajar (Benthuysen, 2008). Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan praktisi psikologi untuk memahami lebih dalam terkait kepribadian hardiness dan perspektif masa depan guna memberikan motivasi berprestasi bagi dirinya sendiri maupun bagi teman-teman mereka yang membutuhkannya. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat sejauh mana akurasi diagnostik skala Hardiness dan Future Time Perspective dalam mendeteksi permasalahan prestasi akademis pada mahasiswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan instrumen skrining permasalahan prestasi akademis mahasiswa guna membantu Dosen Pembimbing Akademis dalam mendeteksi permasalahan akademis pada mahasiswa serta melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi

kenyataannya siswa atlet di kelas khusus olahraga mempunyai tingkat prestasi akademik yang rendah dibandingkan siswa reguler. Berdasarkan hasil studi

kenyataannya siswa atlet di kelas khusus olahraga mempunyai tingkat prestasi akademik yang rendah dibandingkan siswa reguler. Berdasarkan hasil studi 2 PENDAHULUAN Kelas khusus olahraga adalah kelas yang dibuat untuk peserta didik yang memiliki potensi istimewa olahraga dalam satuan pendidikan reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terdidik bahkan telah tercetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi 1 BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Seiring dengan hal globalisasi yang tidak dapat diprediksi, peningkatan sumber daya mansia sangat dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada kategori orang dewasa. Masa remaja merupakan tahap perkembangan kehidupan yang dilalui setelah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang sering didengungkan oleh para pendidik. Hal ini menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui pendidikan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan mendapatkan bekal berupa teori yang telah diterima selama perkuliahan, yang nantinya setelah lulus dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh. merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh. merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan tubuh merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi individu dalam melakukan aktivitasnya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kancah psikologi, fenomena prokrastinasi merupakan istilah lain dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kancah psikologi, fenomena prokrastinasi merupakan istilah lain dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena prokrastinasi terjadi hampir di setiap bidang dalam kehidupan Dalam kancah psikologi, fenomena prokrastinasi merupakan istilah lain dari menunda-nunda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir semua bidang kehidupan berkembang sangat pesat. Berkembangnya berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Undang- undang Republik Indonesia No. 20 tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 yaitu : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam suatu instansi pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan misi dan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu teknologi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan ilmu teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia saat ini berkembang cukup maju dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi memiliki misi utama yaitu sebagai penyelengara pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, misi tersebut yang memicu Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan dan merupakan kunci utama untuk mencapai kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat memotivasi terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode saat ini merupakan zaman modern, Negara Indonesia dituntut untuk mampu menjadi sebuah negara yang hebat dan mampu bersaing di era globalisasi dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab itu perguruan tinggi khususnya akuntansi dituntut untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena kuliah sambil kerja banyak dijumpai di berbagai negara. Hal ini terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju yang telah mapan secara ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menghadapkan kita pada tuntutan akan pentingnya suatu kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi pendidikan yang dimiliki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu memberikan pengetahuan dasar dan sejumlah keterampilan khusus serta pelatihan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 meluncurkan program bantuan biaya pendidikan Bidikmisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat seseorang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah Perguruan Tinggi, salah satu tujuan yang ingin dicapainya adalah memiliki prestasi akademik yang memuaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya Manusia tetunya menjadi focus perhatian semua kalangan masyarakat untuk bisa semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia memiliki hak untuk memilih jenis pekerjaan apa yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu untuk bekerja. Setiap manusia

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kepribadian yang kuat serta dapat diandalkan. Terdapat tipe kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kepribadian yang kuat serta dapat diandalkan. Terdapat tipe kepribadian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa sebagai penerus bangsa sekaligus sebagai cendikia diharapkan memiliki kepribadian yang kuat serta dapat diandalkan. Terdapat tipe kepribadian tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini zaman semakin berkembang, khususnya pada dunia pendidikan. Untuk mengikuti perkembangan zaman tersebut, individu mengembangkan ilmunya dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, baik cara berpikir, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat terlepas dari interaksi lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan oleh manusia dimulai dari interaksi pada lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI Ushfuriyah_11410073 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

Sejarah dan Aliran-Aliran. Psikologi. Psikologi Positif. Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. Psikologi. Psikologi. Modul ke: Fakultas.

Sejarah dan Aliran-Aliran. Psikologi. Psikologi Positif. Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. Psikologi. Psikologi. Modul ke: Fakultas. Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Modul ke: Psikologi Positif Fakultas Psikologi Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi Psikologi Positif Meninjau dorongan positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga mahasiswa dapat memilih perguruan tinggi yang hendak mereka masuki. Dalam memilih perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, menikah jelas kaitannya dengan rumah tangga. Adapun kuliah hubungannya dengan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut manusia untuk bisa bertindak dan menghasilkan karya. Mahasiswa sebagai anggota dari suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia tidak terlepas dari dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dan modernisasi, banyak terjadi perubahanperubahan dalam berbagai sisi kehidupan yang mengharuskan setiap manusia tanpa terkecuali

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI 0 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI (Survei di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Perguruan Tinggi di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterampilan yang memadai. Mahasiswa bukan hanya mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat belajar di Perguruan Tinggi adalah membangun pola pikir dalam struktur kognitif mahasiswa, bukan sekedar untuk memperoleh materi kuliah sebanyak-banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bagian ini, peneliti menguraikan hasil tinjauan pustaka, yang terdiri dari teori- teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini. Teori yang ditinjau adalah prestasi akademik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketat, dan pada umumnya para pengguna jasa (stakeholders) menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. ketat, dan pada umumnya para pengguna jasa (stakeholders) menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha atau dunia industri tingkat lokal, nasional, dan global begitu tinggi. Persaingan dalam dunia kerja juga semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembahasan beberapa hal tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut.

I. PENDAHULUAN. Pembahasan beberapa hal tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut. I. PENDAHULUAN Pada bab 1 ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan

Lebih terperinci

SS S TS STS SS S TS STS

SS S TS STS SS S TS STS Fakultas / Universitas : Semester : Angkatan : Skripsi sampai bab : Pedoman Pengisian Skala Pada penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala 1 dan skala 2. Pada skala ini ada beberapa pernyataan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DAN LAMANYA BERORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK DI KAMPUS

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DAN LAMANYA BERORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK DI KAMPUS HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DAN LAMANYA BERORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK DI KAMPUS Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA B. ANALISIS SITUASI Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menciptakan peserta didik yang tidak hanya berprestasi dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu menciptakan peserta didik yang tidak hanya berprestasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan tolak ukur bagi suatu bangsa. Pendidikan sangat berarti bagi seluruh bangsa di dunia ini. Lembaga pendidikan seharusnya mampu menciptakan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. Orang rela membayar mahal untuk dapat mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas suatu hal tentang remaja adalah suatu yang menarik karena dalam setiap fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI FILOSOFI PEMBELAJARAN I. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 12/19/2013

DAFTAR ISI FILOSOFI PEMBELAJARAN I. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 12/19/2013 FILOSOFI PEMBELAJARAN DAFTAR ISI 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN Harsono Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran/ Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada 2 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1.1.Belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dan menjadi salah satu jenjang pendidikan setelah SMA. Setiap jenjang pendidikan memiliki system

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi yang diawali dengan perubahan biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan stress. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan stress. Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekerjaan merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan stress. Banyak pekerjaan yang dapat menimbulkan stress diantaranya adalah profesi sebagai guru SLB. Berdasarkan

Lebih terperinci