Agus Tri Widiyantara 1* & Arlina Dewi 2 *Penulis Korespondensi: 1
|
|
- Deddy Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (1): 35-39, Januari 2016 Website: DOI: /jmmr Perbandingan Efisiensi Penatalaksanaan Apendisitis Akut Pada Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Dengan Pasien Umum (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul) Agus Tri Widiyantara 1* & Arlina Dewi 2 *Penulis Korespondensi: dewikoen@yahoo.com 1 Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul 2 Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta I N D E X I N G Keywords: efficiency, length of stay, costs. Kata kunci: efisiensi, lama hari rawat, biaya. A B S T R A C T BPJS PBI s participants patients that a part of National Health Insurrance have financing with prospective payment system, while general patient use fee for service., To avoid losses, the hospital must manage patients more efficiently in the prospective payment system than the fee for service with strict quality control and control of costs. The type of research is a quantitative research using secondary data. Population is BPJS PBI s patient and general patients who experiencing uncomplicated acute appendicitis and action appedictomi. There are 60 respondent. Analyses test using independent t test and Mann-Whitney test. Based on the length of stay and cost management in appendicitis procedures, BPJS PBI s participant patients more efficient than general patients. Pasien peserta Badan Pengelola Jaminan Sosial Penerima Bantuan Iuran (BPJS PBI) yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional melakukan pembiayaan dengan prospective payment system, sementara pasien umum menggunakan fee for service. Dengan kendali mutu dan kendali biaya yang lebih ketat, rumah sakit harus mengelola pasien lebih efisien pada prospective payment system dibandingkan dengan fee for service untuk menghindari kerugian. Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder. Populasi adalah pasien BPJS PBI dan pasien umum yang mengalami apendisitis akut tanpa komplikasi dan dilakukan tindakan apediktomi.jumlah sampel 60 orang. Uji analisis menggunakan independen t test dan Mann-Whitney test. Berdasarkan lama hari rawat dan biaya, penatalaksaan apendisitis pada pasien BPJS PBI lebih efisien dibanding pasien umum JMMR. All rights reserved PENDAHULUAN Untuk menyelenggarakan jaminan sosial bidang kesehatan, dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pemerintah telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Askeskin, kemudian berubah menjadi program Jamkesmas, dan akhirnya berubah menjadi program JKN yang dilaksanakan oleh BPJS sejak 1 Januari 2014 (Perpres no 12/2013). Pelaksanaan program jaminan mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif. Pada tahun 1997, pembiayaan kesehatan di Amerika kurang efisien, yang mungkin terjadi karena sistem pembiayaan kesehatannya sangat berorientasi pasar dengan pembayaran langsung oleh pasien (out of pocket) relatif tinggi yaitu kurang lebih 1/3 dari seluruh pengeluaran pelayanan kesehatan (Murti, 2000). Salah satu cara pembiayaan yang merupakan pengendalian biaya, sehingga meningkatkan aksesitas terhadap pelayanan kesehatan adalah dengan asuransi. Murti (2010) menekankan pentingnya pemerintah untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang bertujuan memperluas sistem pra-upaya (pre-paid system) dan mengurangi dengan secepat mungkin
2 Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (1), ketergantungan kepada sistem membayar langsung (fee for service). Model pembayaran pelayanan kesehatan pasien keluarga miskin berdasarkan prospective payment system, yaitu sistem pembayaran pada pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan diberikan kepada pasien, tanpa memperhatikan tindakan medis yang diberikan atau lamanya hari perawatan. Sistem ini dikenal dengan istilah INA-DRG (Indonesians Diagnosis Related Groups) yang kemudian berganti menjadi Indonesians Case Base Groups (INA-CBGs). Menurut Firmanda (2008) INA-DRG casemix berisi tarif paket pelayanan kesehatan yang meliputi diagnosis, jumlah hari rawat dan besar biaya per diagnosis penyakit. Keuntungan menggunakan INA- DRG adalah transparansi tarif atas biaya pelayanan yang diberikan serta adanya perencanaan pelayanan pasien yang lebih baik Selain memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dengan pembiayaan kesehatan secara mandiri (fee for service), sebagai salah satu bentuk perwujudan misi, RSUD Panembahan Senopati melakukan kerjasama dengan pihak penyedia asuransi kesehatan, baik Jamsostek, Askes sosial, maupun asuransi bagi masyarakat miskin (BPJS) serta asuransi lainnya. Dalam memberikan pelayanan rawat inap bagi peserta BPJS, RSUD Panembahan Senopati juga menerapkan sistem casemix INA CBGs dalam pembiayaannya. Salah satu kasus bedah yang banyak dilayani oleh RSUD Panembahan Senopati dan termasuk dalam diagnosis yang ada dalam INA DRG/CBG s adalah apendisitis. Dalam penatalaksanaan kasus apendisitis akut bagi pasien BPJS PBI, rumah sakit akan mendapatkan klaim pembiayaan sesuai yang tercantum dalam ketentuan tarif INA DRG/INA CBGs. Rumah sakit dituntut dapat melakukan efisiensi dalam penatalaksanaan pasien, tetapi disisi lain rumah sakit dituntut juga harus memberikan pelayanan yang bermutu bagi pasien (sistem kendali mutu dan kendali biaya). Pada pasien umum,rumah sakit akan mendapatkan pembayaran dari pasien umum sesuai dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk penatalaksanaan penyakitnya (fee for service). Dengan sistem ini rumah sakit dapat lebih leluasa dalam melaksanakan proses pengobatan, mulai dari pemeriksaan, pemeriksaan penunjang, hingga pengobatan tanpa perlu khawatir memikirkan klaim pembayaran. Seluruh biaya yang dikeluarkan dapat diklaim kepada pasien. Mempertimbangkan pembiayaan bagi pasien BPJS, rumah sakit harus melakukan efisiensi dalam penatalaksanaan kasus apendisitis akut pada pasien BPJS. Selain pengendalian biaya penatalaksanaan kasus, rumah sakit juga harus memperhitungkan lama perawatan pasien. Semakin lama pasien mendapatkan perawatan di rumah sakit, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit. Menurut penelitian Septianis, Misnaniarti dan Alwi (2010), ada kecenderungan rumah sakit merugi di pelayanan tindakan medis operatif pada pasien Jamkesmas karena sebagian besar biaya tindakan tidak sesuai (lebih besar) dibanding tarif INA-DRG. Hal ini juga didukung oleh hasil perhitungan terhadap rincian komponen biaya pada tiap jenis pelayanan yang diberikan pada pasien tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efisiensi dalam penatalaksanaan pasien peserta BPJS PBI yang berbasis sistem pembiayaan sistem INA DRG / INA CGBs dibandingkan dengan pasien umum dengan sistem pembiayaan fee for service yang dirawat di Rumah Sakit Umum kelas B. Untuk mengetahui efisiensi tersebut dilakukan penelitian terhadap 30 orang pasien yang menggunakan jaminan kesehatan BPJS penerima bantuan iur biaya (PBI) dan 30 orang pasien umum kelas 3. Data diambil dari data rekam medik dan billing pasien yang ada pada bagian keuangan rumah sakit. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder untuk melihat lama hari rawat dan besaran komponen biaya yang diterima pasien sesuai dengan besaran tarif berdasarkan peraturan daerah. Data dibedakan antara data pasien BPJS PBI yang menggunakan sistem pembiayaan INA DRG/CBG dan pasien umum dengan sistem pembiayaan fee for service. Populasi penelitian ini adalah pasien BPJS PBI dan pasien umum kelas 3 yang didiagnosa mengalami apendisitis akut tanpa komplikasi dan dilakukan tindakan apendektomi di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2014 dan 2015.
3 37 Agus Tri Widiyantara & Arlina Dewi Perbandingan Efisiensi Penatalaksanaan Sampel diambil dari rekapitulasi data pasien apendisitis akut tanpa komplikasi yang dilakukan operasi apendisitis pada unit rekam medik. Variabel independen pada penelitian ini adalah kasus apendisitis akut tanpa komplikasi. Sedangkan variabel dependen penelitian meliputi lama hari rawat dan biaya penatalaksanaan pasien apendisitis akut. Variabel biaya penatalaksanaan dibagi menjadi komponen biaya tindakan operasi, biaya pemeriksaan penunjang, biaya pemeriksaan dokter, biaya perawatan, biaya obatobatan, biaya bahan medis habis pakai (BMHP) dan biaya akomodasi. Data yang terkumpul akan dilakukan analisa data dengan menggunakan uji T tidak berpasangan (independent T test) untuk mengetahui perbandingan hari rawat dan biaya antara pasien yang menggunakan sistem pembiayaan INA DRG/CBGs dan fee for service. Apabila tidak memenuhi syarat pengujian T test, data akan dianalisa dengan menggunakan uji alternatifnya sebagai uji non parametrik, yaitu Mann- Whitney. Hasil yang diperoleh dikatakan berbeda bermakna bila nilai p < 0,05. PEMBAHASAN Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, pasien peserta BPJS PBI yang menggunakan sistem pembiayaan INA DRG/CBGs. Tabel 1. Hasil analisis uji Mann-Whitney hari rawat Media p n (minax) BPJS PBI 4 (4-6) < 0 0,001 Pasien Umum 6 (4-7) 0 Rata-rata hari rawat pasien umum yang menggunakan sistem pembayaran fee for service lebih lama dibanding pasien peserta BPJS PBI yang menggunakan system pembiayaan sesuai INA CBGs. Rata-rata hari rawat pasien umum 4 (4-6) hari dan pasien BPJS PBI 6 (4-7) hari dan uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Sehingga dari variabel hari rawat, penatalaksanan pasien apendisitis tanpa komplikasi pada pasien BPJS PBI lebih efisien dibandingkan pada pasien umum. Lama hari rawat selain menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan rumah sakit, juga menggambarkan aspek mutu asuhan (quality of care) yang dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis yang bekerja di rumah sakit tersebut (Mosley dan Grimmes, 1976). Dalam proses penghitungan billing biaya operasi tidak dibagi menurut unit costnya tetapi langsung ditentukan sesuai tarif operasi yang tercantum di dalam peraturan daerah. Dalam penelitian ini tidak ada perbedaan antara biaya operasi pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Rerata biaya obat yang dipergunakan pada pasien peserta BPJS PBI sebesar Rp ( ) lebih rendah dibandingkan pasien umum Rp ( ). Dengan p<0,005 secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna antara biaya obat pasien peserta BPJS PBI dengan pasien umum. Adanya variasi dalam biaya obat bisa disebabkan oleh beberapa sebab, salah satunya belum diterapkannya clinical pathway dalam penatalaksanaan apendisitis. Setiap dokter yang menangani pasien dapat menentukan jenis obat yang diberikan pada pasien sesuai kebutuhan. Rerata biaya perawatan pasien BPJS PBI sebesar Rp ( ), sedangkan pada pasien umum rerata Rp ( ). Dari uji statistik didapatkan hasil p = 0,487 (>0,05). Dengan demikian secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara rerata biaya perawatan pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Dari hasil penelitian Gunardi (1997), rata-rata biaya perawatan pasien Askes lebih rendah dibanding perawatan pada pasien umum. Besarnya perawatan dipengaruhi oleh lama perawatan pasien di rumah sakit. Sesuai yang dikemukakan Fauzi (1995), lama hari rawat yang lebih lama mengakibatkan terjadinya peningkatan pembiayaan Penatalaksanaan penderita apendisitis yang membutuhkan asuhan keperawatan lebih tinggi biasanya pada hari-hari awal post operasi. Hari-hari selanjutnya relatif tidak membutuhkan asuhan keperawatan yang lebih intensif. Hal ini menjadi salah satu penyebab lamanya hari rawat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya biaya perawatan
4 Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 5 (1), Rerata biaya pemeriksaan dokter pasien BPJS PBI sebesar Rp ( ). sedangkan rerata biaya pemeriksaan dokter pasien umum sebesar Rp ( ). Secara statitik didapatkan hasil p = 0,012 (<0,05), sehingga menunjukkan ada perbedaan bermakna. Penelitian Gunardi menyebutkan bahwa rata-rata kunjungan dokter ke pasien pada pasien Askes 2,3 kali selama perawatan dan pada pasien umum sebanyak 3,4 kali. Menurut Gunardi, kemungkinan kunjungan ke pasien Askes yang lebih rendah disebabkan karena honorarium yang diterima dokter yang merawat pasien Askes lebih rendah dari pasien umum sehingga segi pelayanan ke pasien umum lebih diperhatikan. Dengan diberlakukannya remunerasi di RSUD Panembahan Senopati, kemungkinan tidak dilakukannya visite bagi pasien BPJS PBI sangat kecil. Visite baik bagi pasien BPJS maupun pasien umum akan mendapatkan jasa pelayanan yang sama. Kemungkinan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan besarnya biaya pemeriksaan dokter adalah lamanya pasien mendapatkan perawatan di rumah sakit. Semakin lama pasien di rawat, maka biaya pemeriksaan dokter juga akan semakin bertambah. Rerata biaya akomodasi pasien BPJS PBI sebesar Rp ( ) dan biaya akomodasi pasien umum sebesar Rp ( ). Dari uji statistik didapatkan hasil p <0,001 (<0,05). Dari data tersebut menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rerata biaya akomodasi pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Biaya akomodasi berhubungan dengan biaya akomodasi kamar dan pelayanan gizi selama menjalani perawatan. Besarnya biaya akomodasi ditentukan oleh lamanya hari rawat. Semakin lama hari rawat, akan semakin banyak biaya akomodasi yang dikeluarkan. Factor-faktor yang berpengaruh terhadap lama hari rawat secara otomatis akan berpengaruh terhadap biaya akomodasi. Rerata biaya BMHP pasien BPJS PBI sebesar Rp ,27±30.409,78. Dan rerata biaya BMHP pasien umum sebesar Rp ,30 ± Hasil analisa statistik didapatkan hasil p < 0,001 (<0,05), menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rerata biaya BMHP pasien BPJS PBI dengan pasien umum. Bahan medis yang dipakai pada waktu operasi sudah termasuk dalam tarif operasi. Dalam pemakaian bahan medis habis pakai bagi pasien umum, terdapat keleluasaan untuk mempergunakan jenis bahan medis yang dipakai. Namun untuk pasien BPJS PBI ada sistem kendali biaya untuk efisiensi pembiayaannya. Rerata biaya pemeriksaan penunjang pasien BPJS PBI sebesar Rp ,17 ± dan rerata biaya pemeriksaan penunjang pasien umum sebesar Rp ± ,17. Uji bivariat t tidak berpasangan menunjukkan hasil p = 0,023 (<0,05), secara statistik menunjukkan ada perbedaan bermakna Saergesser (1976) merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah rutin pada semua pasien apendisitis. Pemeriksaan kimia darah, Ro thorax, EKG dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien atau komplikasi yang ada. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan tergantung kondisi pasien dan dokter yang mengajukan permintaan pemeriksaan. Karena clinical pathway belum diterapkan dengan optimal, jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan menjadi sangat bervariasi. Untuk lebih mengendalikan pemeriksaan penunjang, perlu dilakukan penatalaksanaan pasien apendisitis dengan menggunakan clinical pathway serta dilakukan penghitungan unit cost berdasar clinical pathway yang sudah disusun. Tabel 2. Hasil analisis uji t tidak berpasangan biaya total n Rerata±sd p BPJS PBI ± Pasien Umum ,33 ± ,97 <0,001 Rerata biaya total pasien BPJS PBI sebesar Rp ± dan rerata biaya total pasien umum sebesar Rp ,33± ,97. Dari analisa bivariat didapatkan hasil p< 0,001 (<0,05) yang menunjukkan ada perbedaan bermakna antara rerata biaya total pasien BPJS PBI dengan pasien umum SIMPULAN Rata-rata hari rawat pasien BPJS PBI 4 (4-6) hari dan pasien umum 6 (4-7) hari. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,001) antara rerata hari rawat pasien BPJS PBI dan pasien umum yang menunjukkan
5 39 Agus Tri Widiyantara & Arlina Dewi Perbandingan Efisiensi Penatalaksanaan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penanganan apendisitis tanpa komplikasi terhadap pasien peserta BPJS PBI dibanding pasien umum. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) rerata beberapa komponen biaya penatalaksanaan apendisitis tanpa komplikasi ( obat, pemeriksaan dokter, akomodasi, BMHP, pemeriksaan penunjang, biaya total). Tidak ada perbedaan biaya operasi apendiktomi pada peserta BPJS PBI maupun pasien umum karena biaya operasi mengacu peraturan daerah. Pada biaya perawatan, meskipun rerata biaya perawatan pasien BPJS PBI sebesar Rp ( ) lebih rendah dari rerata pasien umum sebesar Rp ( ), tetapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan. DAFTAR PUSTAKA 7. Peraturan Presiden RI nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 8. Saergesser, Max Spezielle Chirurgische Therapie, Verlag Hans Huber Bern, Switzerland. 9. Spencer, Schwatrz Shires, 1994: Principal of Surgery, 6th edition, Mc Graw Hill International Edition, Health Profesion series. 10. Septianis. D, Misnaniarti dan Alwi, Masnir 2010 Perbandingan biaya pelayanan tindakan medik operatif terhadap tarif INA-drg pada program jamkesmas Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, 11. Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 12. WHO 2009 World Health Statistics 2009, Geneva. 1. Fauzi, Muhammad 1997, Faktor-faktor yang berhubungan dengan Lama Hari Rawat Pasien Bedah RSUD Tangerang, Tesis Program Pasca Sarjana Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit UI, 2. Firmanda, D 2008, Pengendalian Mutu dan Efisiensi Pembiayaan Layanan Kesehatan dari Perspektif Rumah Sakit. Makalah Evaluasi Program Pelayanan Askes Terpadu Rumah Sakit (PPATRS) diselenggarakan oleh Kantor Pusat PT Askes (Persero) di Hotel Panorama Batam 10 Desember Gunardi,Indrawati 1997, Hubungan antara system pembayaran dengan kualitas pelayanan operasi apendisitis kasus pasien Askes dan pasien umum di Unit Bedah RS Kepolisian Pusat , Tesis, Program Pasca Sarjana Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit UI 4. Mosley,SK and Richard M.Grimmes The organization of efective Hospital, Health Care Management Review, Vol.1, No 32, Summer 5. Murti, Bhisma 2000, Dasar-dasar asuransi kesehatan, penerbit Kanisius Yogyakarta 6. Murti Bhisma 2010, Strategi untuk mencapai cakupan universal pelayanan kesehatan di Indonesia, Makalah Temu Ilmiah Reuni Akbar FK-UNS, di Surakarta, 27 November.
BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu komponen vital bagi setiap individu karena kesehatan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus mengalami
Lebih terperinciPERBANDINGAN BIAYA PELAYANAN TINDAKAN MEDIK OPERATIF TERHADAP TARIF INA-DRG PADA PROGRAM JAMKESMAS DI RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
PERBANDINGAN BIAYA PELAYANAN TINDAKAN MEDIK OPERATIF TERHADAP TARIF INA-DRG PADA PROGRAM JAMKESMAS DI RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG Oleh : Dwi Septianis, SKM Misnaniarti, SKM, MKM Drs.Masnir Alwi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak fundamental setiap individu yang dinyatakan secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati komitmen global
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstitusi WHO. Dalam upaya mewujudkan hak kesehatan pada setiap individu, pelayanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupak hak fundamental setiap individu yang dinyatakan dalam konstitusi WHO. Dalam upaya mewujudkan hak kesehatan pada setiap individu, pelayanan
Lebih terperinciProf. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan
Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan 1. Latar Belakang 2. Sistem Pembiayaan dalam SJSN 3. Contoh dari negara lain (US) 4. Kondisi Yang Diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan juga merupakan pondasi pembangunan bangsa seperti yang tercantum dalam undang undang dasar (UUD 45) pasal 28
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup pesat. Hal ini sesuai dengan kebutuhan akan layanan rumah sakit yang meningkat. Selain sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan masyarakat menjadi tugas utama dari pemerintah. Perihal ini tercantum jelas dalam pasal 34 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar Republik
Lebih terperincikesatuan yang tidak terpisahkan dari manajemen operasi RS. Manajemen operasi yang efisien (lean management) adalah manajemen operasi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 1 Januari 2014, telah mengubah paradigma pembiayaan kesehatan di Indonesia. Pelayanan kesehatan dalam era
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka mencapai cita-cita awal dari pembentukan Sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai cita-cita awal dari pembentukan Sistem Jaminan Sosial Negara (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini, diperlukan sebuah sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit tidak menular (non communicable diseases) diprediksi akan terus mengalami peningkatan di beberapa negara berkembang. Peningkatan penderita penyakit
Lebih terperinciSELISIH LAMA RAWAT INAP PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELLITUS TIPE 2 ANTARA RILL DAN PAKET INA-CBG
INTISARI SELISIH LAMA RAWAT INAP PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELLITUS TIPE 2 ANTARA RILL DAN PAKET INA-CBG s SERTA HUBUNGAN BIAYA RAWAT INAP TERHADAP BIAYA RILL DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Ary Kurniawan
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari tahun ke tahun biaya kesehatan semakin tinggi, tidak terkecuali di Indonesia. Dengan semakin tinginya biaya kesehatan mengakibatkan kemampuan masyarakat
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini bedah caesar merupakan metode yang semakin sering digunakan dalam proses melahirkan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya angka kejadian bedah caesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalankan program Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) sejak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sukoharjo telah menjalankan program Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) sejak tanggal 1 Oktober 2010 sebagai landasan perhitungan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilaksan akan secara bertahap sejak 01 Januari 2014 yang membawa kesatuan reformasi dari segi pembiayaan kesehatan (health-care
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang sesuai
Lebih terperinciKEMAMPUAN TARIF INA CBG S HEMODIALISA PROGRAM KARTU JAKARTA SEHAT (KJS) MENUTUPI BIAYA RIILNYA
KEMAMPUAN TARIF INA CBG S HEMODIALISA PROGRAM KARTU JAKARTA SEHAT (KJS) MENUTUPI BIAYA RIILNYA Laboratorium Perumahsakitan Program Vokasi UI, dara3pamulang@yahoo.co.id Diterima : 7 Mei 2015 Layak Terbit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 1 Januari Jaminan Kesehatan Nasional ialah asuransi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimulai pada tanggal 1 Januari 2014. Jaminan
Lebih terperinciRS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O
RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O Evolusi Layanan Kesehatan Doing things cheaper (efficiency) Doing things right (Effectiveness) Doing things better (quality improvement) Doing the right things
Lebih terperinciE. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan dunia karena di berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan angka insidensi dan prevalensi
Lebih terperinciBUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman yang begitu pesat menuntut perubahan pola pikir bangsa - bangsa di dunia termasuk Indonesia dari pola pikir tradisional menjadi pola pikir
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian 1. Gambaran karakteristik Pasien Hasil penelitian diperoleh jumlah subjek sebanyak 70 pasien. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara cross sectional retrospektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia jasa maupun bagi masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan. Menurut Pohan (2012) pendekatan
Lebih terperinciS A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,
06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui. jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam pembiayaan kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun sekitar setengah juta perempuan dan satu setengah juta bayi baru lahir kehilangan nyawa dikarenakan komplikasi yang terjadi pada persalinan. Kemudahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TARIF LAYANAN KESEHATAN KELAS III RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan diwajibkan melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatannya dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Operasi caesar atau dalam isitilah kedokteran Sectio Caesarea, adalah prosedur persalinan melalui pembedahan irisan di perut ibu (laparotomi) dan rahim (histerotomi)
Lebih terperinciFarida Rozany * Navis Yuliansyah, Siti J Susilo * Penulis Korespondensi: Rumah Sakit Islam Aisyiyah, Malang, Indonesia
JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit), 6 (2): 122-129, Juli 2017 Website: http://journal.umy.ac.id/index.php/mrs DOI: 10.18196/jmmr.6135 Panduan Praktek Klinis dan Clinical Pathway Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem informasi manajemen adalah hal yang saat ini banyak dikembangkan dalam rangka usaha untuk meningkatkan dukungan layanan di rumah sakit. Adanya sistem informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak dan investasi, dan semua warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin. Diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka B. Kerangka Teori C. Kerangka Konsep D. Pertanyaan Penelitian...
v DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Persetujuan... ii Lembar Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar... viii Daftar Singkatan... ix Daftar Lampiran...
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PENGGUNAAN DANA PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam thypoid biasanya mengenai saluran
Lebih terperinciANALISIS LAMA RAWAT DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA SISTEM PEMBAYARAN INA DRG DAN NON INA DRG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
ANALISIS LAMA RAWAT DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA SISTEM PEMBAYARAN INA DRG DAN NON INA DRG DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional dan Millenium
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jaminan persalinan (jampersal) merupakan kebijakan yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2011 dalam rangka mempercepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin (pasal 28H UUD 1945). Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 163 TAHUN 2012 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI DI SUMBAWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak terkontrol sehingga berubah menjadi sel kanker (1). Data Riset
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disahkannya Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
Lebih terperinciPengetahuan Peserta BPJS Terhadap Alur Pelayanan Rawat Jalan Pasien BPJS Di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang Periode Januari - Maret 2014
Pengetahuan Peserta BPJS Terhadap Alur Pelayanan Rawat Jalan Pasien BPJS Di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang Periode Januari - Maret 214 ABSTRACT To determine the level of knowledge of the outpatient
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciANALISIS PERBEDAAN TARIF RIIL DENGAN TARIF PAKET INA-CBG PADA PEMBAYARAN KLAIM JAMKESMAS PASIEN RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO
ANALISIS PERBEDAAN TARIF RIIL DENGAN TARIF PAKET INA-CBG PADA PEMBAYARAN KLAIM JAMKESMAS PASIEN RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menghimpun beberapa negara di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2014. Masyarakat mulai menyadari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Dasar pasal 28-H, Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40/2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Lebih terperinciBiaya Satuan dan Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Layanan Pasien Acute Coronary Syndrome dengan Rawat Inap di Rumah Sakit X Tahun 2015
Biaya Satuan dan Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Layanan Pasien Acute Coronary Syndrome dengan Rawat Inap di Rumah Sakit X Tahun 2015 Unit Cost and Cost Recovery Rate of In-Patients with Acute Coronary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akuntansi untuk memproses transaksi keuangan yang terjadi di rumah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permintaan masyarakat akan pelayanan kesehatan sekarang ini semakin meningkat. Sebagai salah satu entitas penyedia layanan kesehatan, peningkatan permintaan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, meliputi promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis Berdasarkan PerMenKes Nomor:269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis menjelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab utama kematian di negara- negara maju dan tampak adanya kecenderungan meningkat menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap orang demi mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan penyakit yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan akses masyarakat terutama masyarakat miskin pada pelayanan kesehatan, yaitu saat dibentuknya tim penyusun Sistem Jaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap
Lebih terperinciPELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DIAN HASTUTY, APT BPJS Kesehatan Cabang Utama Surabaya 1 Per.Pres. RI Nomor : 111 Tahun 2013 pasal 6 : (1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat WAJIB dan mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah memberikan dana pelayanan kesehatan, yang secara implisit merupakan pemahaman pemerintah atas tanggung jawab kepentingan umum. Sebagai negara berkembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk ke Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. SJSN. mencakup beberapa jaminan seperti kesehatan, kematian, pensiun,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tahun 2003 pemerintah menyiapkan rancangan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 1. Rancangan SJSN disosialisasikan ke berbagai pihak termasuk ke Perguruan Tinggi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi setiap individu untuk menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemerintah Indonesia melalui kementerian kesehatan di awal tahun 2014, mulai mengoperasikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN diselenggarakan oleh
Lebih terperinciHUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013
HUBUNGAN BIAYA OBAT TERHADAP BIAYA RIIL PADA PASIEN RAWAT INAP JAMKESMAS DIABETES MELITUS DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Wahyudi 1, Aditya Maulana P.P, S.Farm.M.Sc., Apt.
Lebih terperinciPENGARUH KODE TINDAKAN MEDIS OPERATIF DAN NON MEDIS OPERATIF PADA DIAGNOSIS APPENDICITIS, FRAKTUR EKSTREMITAS, KATARAK
PENGARUH KODE TINDAKAN MEDIS OPERATIF DAN NON MEDIS OPERATIF PADA DIAGNOSIS APPENDICITIS, FRAKTUR EKSTREMITAS, KATARAK TERHADAP BESARAN BIAYA PELAYANAN PADA SISTEM PEMBAYARAN INA CBG DI BANGSAL BEDAH RSUP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan pada saat ini telah dilaksanakan oleh hampir setengah negara di dunia dengan berbagai
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang
1 BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Aneurisma aorta abdominalis adalah dilatasi aorta dengan ukuran lima puluh persen melebihi ukuran diameter pembuluh normal, ukuran diameter aneurisma 3 cm dianggap
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base Groups) digunakan untuk proses
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical pathway merupakan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Clinical Pathway Definisi clinical pathway menurut Firmanda (2005) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan Undang Undang nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang, penyakit ini disebabkan oleh kuman. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, dari 20 negara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang banyak ditemukan di negara berkembang, penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis yang sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setempat dan juga kearifan lokal yang berlaku pada daerah tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi yang bergerak dalam bidang jasa. Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki kewajiban memberikan pelayanannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 23/1992 tentang
Lebih terperinciBUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemungkinan rumah sakit untuk mengalami kerugian sangat besar dan. berpengaruh langsung pada keberlangsungan rumah sakit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan organisasi yang berorientasi nirlaba. Dampak yang ditimbulkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas operasi melebihi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
Lebih terperinciBUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,
SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 30 TAHUN 2016 TENTANG JASA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN YANG MENERAPKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia (Sugihartono, et al. 2007). Sementara menurut Walgito (2004), persepsi
Lebih terperinciNOMOR : 10 TAHUN 2009
BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 17 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang menyediakan pelayanan rawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam hal mewujudkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan fungsi ginjal karena adanya kerusakan dari parenkim ginjal yang bersifat kronis dan irreversibel.
Lebih terperinciBIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM
INTISARI SELISIH TARIF PAKET INA-CBGs DENGAN BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM Noormila Sari 1 ; Ratih Pratiwi Sari
Lebih terperinciPRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN. Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI
PRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI Jumlah Dokter Spesialis/100.000 penduduk menurut Provinsi 26/10/09 Pendidikan KKI 4 NUMBER OF SPECIALISTS
Lebih terperinciPASIEN JAMKESMAS DIABETES MELITUS RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN TAHUN
INTISARI PERBANDINGAN BIAYA RIIL DENGAN TARIF INA-CBG`s PADA PASIEN JAMKESMAS DIABETES MELITUS RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Yulli Yanti 1 ; Aditya Maulana Perdana P 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terhitung mulai 01 Januari 2014, sistem pelayanan kesehatan akan mengalami perubahan. Berdasarkan UU RI nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Lebih terperinciSistem Pembayaran Provider
Sistem Pembayaran Provider Konsep dan Tatalaksana di Era BPJS Drg. Fajriadinur, MM Direktur Pelayanan PT Askes Jogjakarta, 2 Maret 2013 Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional UU no 40/2004 Landasan Yuridis
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KLAIM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci