BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian anak dalam Undang-Undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian anak dalam Undang-Undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak jalanan Pengertian Anak jalanan Pengertian anak dalam Undang-Undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepetingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang malampaui usia 21 tahun (Huraerah, 2007: 31). Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalan. Umumnya sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual Koran, tukang semir, pemulung, tukang parkir hingga pekerja seks anak. Mereka ini masih ada yang tinggal dengan keluarga maupun yang tinggal di jalan (Batubara, 2010: v). Sedangka definisi anak jalanan menurut PBB adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunnya untuk bekerja, bermain, atau beraktivitas lain di jalanan dikarenakan dicampakkan atau tercampak dari keluarga yang tidak mampu menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluargannya.

2 2.1.2 Karakteristik Anak Jalanan Pada umumnya anak jalanan memiliki ciri-ciri yang membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Adapun ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain: a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, temapt hiburan) selama 3-24 jam sehari b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali yang tamat SD) c. Berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya) d. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor informal) (Mulandar, dalam Andari, 2003: 35). Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan di bedakan kedalam tiga kelompok yakni: 1. Children on the street, yakni anak-anak yang memiliki kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebahagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya, Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. 2. Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalan, baik secara sosial maupun ekonomi beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, akan tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab,

3 biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Anak anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial emosional, fisik maupun seksual 3. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala resikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan masih sejak dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah ditemui diberbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar di sepanjang rel kerita api dan sebagainya (Suyanto & Srisanituti, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Departemen Sosial anak jalanan memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Anak jalanan yang hidup di jalan dengan kriteria : a. Putus hubungan atau tidak bertemu dengan orang tuanya b. Selama 8-10 jam berada di jalanan untuk bekerja (mengamen, mengemis, memulung) dan sisanya mengelandan/tidur c. Tidak lagi bersekolah d. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun 2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan dengan kriteria: a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya b jam berada di jalanan c. Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua/saudara, yang pada umumnya tinggal di daerah kumuh d. Tidak lagi bersekolah

4 e. Pekerjaan : penjual koran, pedagang asongan, pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu dan lain-lain. f. Rata-rata di bawah usia 16 tahun (Soetarso dalam Huraerah, 2007: 91-92). Berdasarkan jenis pekerjaannya anak jalanan dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu : 1. Usaha dagang yang terdiri dari pedagang asongan, penjual koran, majalah serta menjual sapu atau lap kaca mobil. 2. Usaha di bidang jasa yang terdiri dari pembersih bus, pengelap kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu, dan kenek atau calo. 3. Pengamen. Dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam alat musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio karaoke, dan lain-lain. 4. Kerja serabutan yaitu anak jalanan tidak mempunyai pekerjaan tetap, dalam arti dapat berubah-ubah sesuai keinginan mereka. Menurut penelitian Any Hikmawati terdapat beberapa faktor pendorong anak memasuki dunia kerja yaitu: 1. Membantu ekonomi keluarga 2. Anak ingin memiliki uanh unutk memenuhi keinginan (prilaku konsumerisme) sementara otang tua tidak bisa memenuhi kebutuhannya 3. Para pengusaha yang memanfaatkan tenaga anak untuk menekan upah 4. Dengan bekerja dapat digunakan anak sebagai sarana bermain ( Yahya, dalam Hikmawati. 2011:52)

5 2.2 Hak Anak Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menyebutkan hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Dalam hak asasi tersebut disebutkan tentang berbagai hal antara lain: Pasal 4 : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 5 : Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan Pasal 6 : Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usiannya, dalam bimbingan orang tua Pasal 7 : (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuannya sendiri (2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuannya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 8 : Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial Pasal 9 : (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

6 dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya Pasal 10 : Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan mendapatkan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usia demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan Pasal 11 : Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasan demi pengembangan diri Pasal 12 : Setiap anak yang penyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial Pasal 13 : (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali ataupun pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun sexsual c. Penelantaran d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan e. Ketidakadilan f. Perlakuan salah lainnya

7 Pasal 14 : Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tua sendiri, kecuali jika ada alasan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisaan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dn merupakan pertimbangan akhir Pasal 16 : (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (2) Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Kewajiban anak yaitu: 1. Menghormati orang tua,wali, dan guru 2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman 3. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara 4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya 5. Melaksanakan etika dan akhlak mulia Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagai berikut: 1. Hak utuk hidup yang layak Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan 2. Hak untuk berkembang Setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, bebas mengeluarkan pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya

8 3. Hak untuk dilindungi Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekerasan, ketidak pedulian dan eksploitasi 4. Hak untuk berperan serta Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan (Atika. 2004: 94) Faktanya masih terdapat anak yang belum mendapatkan haknya secara optimal, dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Perlindugan Anak, terdapat beberapa alasan mengapa keluarga anak jalanan merasa tidak mampu memberikan hak dasar untuk tumbuh kembang anak yaitu: 1. Jumlah beban anggota keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan orang tua. Mayoritas orang tua anak jalanan bekerja disektor informal, seperti penarik beca, pedagang kaki lima, pemulung, dengan penghasilan ribu rupiah per hari sementara jumlah keluarga rata-rata lebih dari 5 orang. 2. Ketidakmampuan keluarga mengolah keuangan keluarga untuk melihat prioritas pengeluaran rumah tangga. Misal biaya rokok, minuman keras si ayah, vocer handpone dan keperluan-keperluan tersier lainnya. Kebutuhan tersebut termasuk kedalam pengeluaran rutin yang utama mengorbankan biaya kebutuhan pendidikan anak, gizi dan kesehatan keluarga. 3. Urbanisasi: kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga bermasalah, baik masalah ekonomi, sosial dan pendidikan rendah membuat sebagian anakanak mereka turun kejalan (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 2011: 26-27).

9 2.3 Sosial Kata sosial berasal dari kata socious yang artinya kawan, teman. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang) yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut mahluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya. Kata sosial erat kaitannya dengan adanya interaksi antar manusia, disebut juga sebagai interaksi sosial yang merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bentuk-bentuk interaksi yang mendukung terjadinya lembaga kelompok dan organisasi sosial. 1. Interaksi antar individu dengan individu Individu yang satu memberikan pengaruh, rangsangan/stimulus kepada individu lainnya. Wujud interaksi bias dalam bentuk berjabat tangan, saling menegur, bercakap-cakap hingga terjadinya pertengkaran 2. Interaksi individu dengan kelompok Betuk interaksi individu dengan kelompok yaitu misalnya seorang ustaz sedang berpidato di depan orang banyak. Bentuk semacam ini menunjukkan bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompok 3. Interaksi antar kelompok dengan kelompok

10 Bentuk interaksi seperti ini berhubungan dengan kepentingan individu dalam kelompok lain. Contoh suatu kesebelasan sepak bola bertanding melawan kesebelasan lain. Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi. 1. Kontak sosial Adanya proses interaksi melahirkan kontak sosial, dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik, sebab orang bisa melakukan kontak sosial dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya bicara melalui telepon, radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat berikut: a. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan atau konflik. b. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila para peserta interaksi bertemu muka secara langsung. Misalnya, kontak antara guru dan murid di dalam kelas, penjual dan pembeli di pasar tradisional, atau pertemuan ayah dan anak di meja makan. Sementara itu, kontak sekunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui suatu perantara. Misalnya, percakapan melalui telepon (Wikipedia, 2014).

11 2. Komunikasi Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu sebagai berikut. a. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan, perasaan, atau pikiran kepada pihak lain. b. Komunikan, yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran, atau perasaan. c. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, dan perasaan. d. Media, yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambar, dan film. e. Efek, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan pesan dari komunikator Lingkungan sosial Lingkungan sosial adalah segala factor ekstern yang mempengaruhi perkembangan pribadi manusia, yang berasal dari luar diri pribadi. Secara konsepsional, maka lingkungan sosial mencakup unsur-unsur yaitu: 1. Proses sosial Proses sosial merupakan inti dinamika lingkungan sosial. Inti proses sosial adalah interaksi sosial, yang merupakan proses hubungan timbale balik antar pribadi, antar kelompok dan antar pribadi dengan kelompok. Proses sosial itu

12 sendiri mencakup hubungan berbagai bidang kehidupan manusia, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahan keamanan, dan hukum. 2. Struktur sosial Struktur sosial menjadi landasan lingkungan sosial, oleh karena mencakup aspek-aspek sosial yang pokok. Aspek-aspek itu yang merupakan hasil abstraksi proses sosial adalah kelompok sosial, kebugayaan, lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang. 3. Prubahan-prubahan sosial Perubahan pada struktur sosial biasanya disebabkan karena perkembangan kebutuhan yang ada, terutama kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, yang terdiri dari: a) Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan b) Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda c) Kebutuhan akan perkembangan potensi diri d) Kebutuhan akan kasih sayang (Soekanto, 1990:80). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini yang termasuk kategori tingkat sosial seorang anak merupakan semua faktor non ekonomis seperti interaksi antar teman, anggota keluarga dan lingkungan sekitar, serta keadaan kondisi keluarga. 2.4 Ekonomi Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah ekonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti keluarga, rumah tangga dan nomos yang berarti peraturan, aturan,

13 hukum. Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga (Wikipedia, 2014). Menurut BKKBN, fungsi ekonomi dalam keluarga dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa datang. Setiap anggota keluarga punya kewajiban yang sama untuk melakukan kegiatan yang akan menambah kesejahteraan keluarga. Ini mempunyai makna bahwa seluruh anggota keluarga dapat bersikap ekonomis, relistis dan mau berjuang untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Kegiatan ekonomi lebih mengedepankan usaha pemenuhan kebutuhan manusia maka untuk daripada itu terdapat model kebutuhan pokok yaitu: 1. Pangan 2. Sandang 3. Perumahan 4. Kesehatan 5. Pendidikan 6. Kebersihan 7. Partisipasi masyarakat (Sumardi & Evers, 1982) Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Soekanto, 2007: 76). Menurut Melly G.Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah pekerjaan, penghasilan,

14 dan pendidikan. Berdasarakan ini masyarakat dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi seperti di bawah ini : 1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup minimal mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain. 2. Golongan masyarakat yang berpenghasilan sedang, yaitu pendapatan harga cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung. 3. Golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi, yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatan itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain Kebutuhan Pangan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Pangan segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan pangan. 2. Pangan olahan

15 Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh : the manis, nasi, pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak saji. a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atau dasar pesanan. b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum. 3. Pangan olahan tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh ekstrak tanaman mahkota dewa untuk diabetes melitus, susu rendah lemak untuk orang yang menjalankan diet rendah lemak, dan sebagainya Kebutuhan Sandang Sandang adalah pakaian yang diperlukan oleh manusia sebagai mahluk berbudaya. Pada awalnya manusia memanfaatkan pakaian dari kulit kayu dan hewan yang tersedia di alam. Kemudian manusia mengembangkan teknologi pemintal kapas menjadi benang untuk ditenun menjadi bahan pakaian. Pakaian berfungsi sebagai pelindung dari panas dan dingin. Lama kelamaan fungsi pakaian berubah, yakni untuk memberi kenyamanan sesuai dengan jenis-jenis kebutuhan seperti pakaian kerja, pakaian rumah, untuk tidur dan sebagainya (Wikipedia, 2014)

16 2.4.3 Perumahan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman mendefinisikan bahwa : 1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, 2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, 3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan Kesehatan Menurut UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa : 1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. 3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

17 4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. 5. Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna Pendidikan Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. 1. Pendidikan anak usia dini Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 2. Pendidikan dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 3. Pendidikan menengah Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun 4. Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup

18 program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA 2.5 Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan dewasa ini lebih ditujukan guna mencapai produktivitas yang maksimum, setiap masyarakat perlu mengembangkan cara-cara meningkatkan kemampuannya, melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan dan masalahmasalah yang dapat mengurangi dan merusak kemampuan yang telah dimiliki. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial adalah sebagai suatu kondisi atau keadaan sejahtera baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak hannya perbaikan-perbaikan penyakit sosial tertentu saja (Nurdin, 1990:28) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, mendefinisikan bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi terpenuhnya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut di laksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan melalui penyelenggara kesejahteraan sosial yang meliputi: rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. 1. Jaminan sosial dimaksudkan untuk: a. Menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, penderita

19 penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. b. Menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasajasanya. 2. Pemberdayaan sosial dimaksudkan untuk: a. Memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. b. Meningkatkan peran serta lembaga dan perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 3. Perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan: 1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup 2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial 4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan 5. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan 6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

20 2.6 Kerangka Pemikiran Anak jalanan dalam melakukan aktivitas kesehariaanya di bagi menjadi tiga golongan yakni anak yang bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan keluarga, anak yang kehidupannya berada dijalanan yang sedikit melakukan interaksi dengan keluarganya dan ketiga adalah anak jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup dijalan. Keberadaan anak jalanan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor namun faktor ekonomi adalah yang dominan. Tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang disebabkan oleh keluarga yang miskin menyebabkan anak dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga untuk bekerja, sehingga kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan membantu keluarga dalam mencari nafkah, namun kondisi mereka yang serba keterbatasan membuat mereka turun ke jalanan untuk mencari uang. Tidak semua keberadaan anak jalanan adalah akibat dari kemiskinan keluarga. Terdapat sebagian anak yang turun ke jalan sebagai pemenuhan kebutuhan psikis belaka seperti keinginan untuk menyalurkan minat dan berkumpul dengan rekan mereka. Sebagai contoh banyak anak yang tinggal di jalanan sebagai anak-anak punk, ngamen dan hidup dalam tatanan versi mereka. Kondisi sosial anak jalanan dapat dilihat dari beberapa indikator mulai dari aktivitas mereka dijalan, adanya interaksi dengan teman sesame anak jalanan. interaksi dengan anggota keluarga serta interaksi dengan teman yang bukan anak jalanan. Sedangkan kondisi ekonomi anak jalanan dapat dilihat dari pendapatan dan pengeluaran yang meliputi: pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan.

21 Bagan Alir Pemikiran Anak Jalanan Kondisi Sosial 1. Aktivitas anak jalanan 2. Interaksi dengan sesama anak jalanan 3. Interaksi dalam keluarga 4. Interaksi dengan anak sebaya yang tidak anak jalanan Kondisi Ekonomi 1. Pendapatan 2. Pengeluaran a) Pangan b) Sandang c) Perumahan d) Pendidikan e) Kesehatan 2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional Definisi Konsep Konsep merupakan istilah khusus yang dipakai oleh para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Secara sederhana definisi di sini diartikan sebagai batasan arti.

22 Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang di anut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 138). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Anak jalanan adalah anak yang menggunakan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas di jalan dan masih berusia 6-17 tahun yang beraktifitas di kawasan Simpang Pos Medan 2. Sosial ekonomi adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu yang ditentukan oleh faktor pemenuhan kebutuhan seperti sandang, pangan, pendidikan, perumahan, kesehatan, serta di dukung oleh pekerjaan yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia 3. Kawasan Simpang Pos Medan adalah merupakan pertemuan antara jalan Jamin Ginting, Ngumban Surbakti dan jalan A. H. Nasution, dan termasuk dalam wilayah Kacematan Medan Johor, Kelurahan Kwala Bekala Definisi Operasional Definisi operasional disebut juga sebagai suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep sudah bersifat dinamis, maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam

23 bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, 2011: 141). Adapun yang menjadi definisi operasional Tinjauan Sosial Ekonomi Anak Jalanan di kawasan Simpang Pos Medan, dapat di ukur melalui indikator sebagai berikut: 1. Kondisi Sosial, dengan indikator : a) Aktivitas responden b) Interaksi orang tua dengan responden c) Interaksi responden dengan sesama anak jalanan d) Interaksi dengan anak sebaya yang tidak anak jalanan 2. Kondisi Ekonomi, dengan indikator : a) Pendapatan b) Pengeluaran Pangan Sandang Perumahan Kesehatan Pendidikan

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai di sudut-sudut kota besar, selalu saja ada anak-anak yang mengerumuni mobil di persimpangan lampu

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya posisi anak sebagai penerus bangsa sudah seharusnya diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adanya undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. termasuk anak yang masih di dalam kandungan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang anak jalanan khususnya di desa Medan Estate dan uraian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelapisan sosial dalam masyarakat Jakarta disebut stratifikasi sosial. Stratifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pelapisan sosial dalam masyarakat Jakarta disebut stratifikasi sosial. Stratifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelapisan sosial dalam masyarakat Jakarta disebut stratifikasi sosial. Stratifikasi secara luas disusun dalam tiga lapisan utama, yaitu kelas atas, kelas menengah,

Lebih terperinci

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati PERLINDUNGAN ANAK Anak UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Seseorang yang belum berusia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga dan pendidikan adalah dua sisi yang saling berkaitan. Keluarga adalah kelompok sosial yang paling kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa Indonesia namun hal itu belum terwujud dengan baik, karena masih banyak rakyat

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan telah membawa dampak pada keterlantaran, ketunaan sosial hingga masalah sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang

Lebih terperinci

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi PENDAHULUAN enomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 20 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 2.1 Pekerja Anak 2.1.1 Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan di beberapa sektor-sektor ekonomi namun selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Latar Belakang UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1), yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk di kota besar di Indonesia saat ini cukup besar, sehingga terdapat berbagai masalah yang cukup besar pula. Di antaranya: masalah sosial,

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah keluarga. Setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian.

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja anak merupakan salah satu fenomena tersendiri yang terjadi di Indonesia dalam hal ketenagakerjaan. Secara langsung maupun tidak langsung keberadaan pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa yang lahir untuk dilindungi. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta

Lebih terperinci

ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I. (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa)

ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I. (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa) ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa) Purpose of this research is analyze how is perceptions of

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil

BAB II LANDASAN TEORI. yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil 12 BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan bahwa baik buruknya masa yang akan datang suatu bangsa ditentukan oleh generasi-generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Anak jalanan Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Right of The Child ) menyatakan anak adalah setiap individu yang berusia dibawah 18 tahun.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus pada Keluarga Nelayan di Desa Pecangaan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati Tahun 2013) NASKAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. depan dipercayakan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. depan dipercayakan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah yang harus dijaga, karena pada merekalah masa depan dipercayakan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG { PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan. masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan anak-anak terlantar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Gelandangan merupakan bagian dari fenomena dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat. Pengaturan tentang Fakir mskin dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku 1.1. Pengertian Perilaku Perilaku menurut Oktaviawan (2003) adalah orientasi yang dipelajari terhadapat objek, atau predi posisi untuk bertindak dengan satu cara terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2015 ini sejak pergantian Presiden lama kepada Presiden yang baru, Indonesia mengalami beberapa kenaikan harga seperti harga BBM yang naik dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan keseluruhan usaha yang terorganisir dan mempunyai tujuan yang sama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering kita jumpai dijalanan banyak anak-anak yang masih dibawah umur

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering kita jumpai dijalanan banyak anak-anak yang masih dibawah umur BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Masalah Sering kita jumpai dijalanan banyak anak-anak yang masih dibawah umur sudah mencari nafkah, misalnya saja menjadi pengamen, pengemis, pemulung, gelandangan

Lebih terperinci

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2012 KESEJAHTERAAN RAKYAT. Penyelenggaraan. Kesejahteraan Sosial. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN ~O\~ TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak-anak jalanan tampaknya telah menjadi fenomena keseharian kota-kota besar di Indonesia. Fenomena ini, selain dampak dari derasnya arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982:60), adalah Suatu system kaidah kaidah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982:60), adalah Suatu system kaidah kaidah 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertianPeran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982:60), adalah Suatu system kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WJS. Poerdarminta (1992 : 38-39), pengertian anak secara umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WJS. Poerdarminta (1992 : 38-39), pengertian anak secara umum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Putus Sekolah 1. Pengertian Anak Menurut WJS. Poerdarminta (1992 : 38-39), pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu. Sekalipun

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG 1 BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENGASUHAN ANAK DALAM LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (LKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Pengertian Anak Jalanan Anak jalanan adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK 13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK Oleh: Sella Khoirunnisa, Ishartono & Risna Resnawaty ABSTRAK Pendidikan pada dasarnya merupakan hak dari setiap anak tanpa terkecuali.

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Anak adalah sumber daya bagi bangsa juga sebagai penentu masa depan dan penerus bangsa, sehingga dianggap penting bagi suatu negara untuk mengatur hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pertambahan kebutuhan yang multiaspek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa banyak anak yang perlu mendapat perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB III TINJAUAN TEORITIS BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Implementasi Secara umum istilah Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan.istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan

Lebih terperinci

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Anak jalanan merupakan fenomena kota besar dimana saja. Perkembangan sebuah kota akan mempengaruhi jumlah anak jalanan. Semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Anak terlantar merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Jalanan 2.1.1 Definisi Anak Jalanan Menurut Kementerian Sosial RI, anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah makhluk sosial yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran dan kehendak tersendiri.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat maupun suatu bangsa. Bagaimana kondisi anak pada saat ini, sangat menentukan kondisi keluarga,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan salah satu urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL SALINAN NOMOR 29/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset masa depan yang sangat berharga, dapat dikatakan bahwa baik buruknya masa yang akan datang pada suatu bangsa ditentukan oleh generasi-generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan Mahluk sosial, sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka saat serta mendapat perlindungan

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

-1- GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK -1- DRAF SALINAN FINAL PENGUNDANGAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018... TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa guna menjamin

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci