PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM OTONOMI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM OTONOMI DAERAH"

Transkripsi

1 [Artikel - Th. II - No. 1 - Maret 2003] Bambang Ismawan PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM OTONOMI DAERAH Pendahuluan Geliat perubahan telah menggoyahkan sendi-sendi nilai dan keyakinan yang sekian lama dipraktekkan. Tumbangnya kekuasaan Orde Baru, merupakan lonceng yang menandai dimulainya babakan baru sejarah Indonesia. Arus pasang kesadaran emansipasi dan demokratisasi, seakan tak terbendung merasuk dan menelusupi paradigma kesadaran dalam menata berbagai aspek kehidupan di Bumi Pertiwi. Era otonomi daerah, tak pelak merupakan salah satu manifestasi dari kesadaran tersebut. Otonomi daerah tentu bukan hanya dipahami sebagai pemindahan sentralisasi kekuasaan dari pusat kemudian diberikan ke daerah (dekonsentrasi kekuasaan). Atau, pemindahan ototitarianisme dari Jakarta ke ibukota masing-masing daerah. Gagasan otonomi daerah, tentu tak lepas bergayut dengan gagasan demokratis. Inti dari demokratisasi adalah memfasilitasi kebebasan dan otonomi rakyat (warga negara) sehingga bisa berkembang (development as freedom) semaksimal mungkin sesuai dengan potensi dan konteksnya. Otonomi daerah membuat pemerintah semakin dekat, mengenali dan memahami masyarakat, sehingga fungsi sebagai fasilitator dapat berjalan dengan lebih baik. Melalui cara ini proses bottom up yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, tentunya akan lebih mudah terealisasi. Dalam kaca mata ini, rakyat merupakan subyek yang determinan sebagai aktor dan pelaku, baik dalam perencanaan maupun dalam implementasi tindakan. Dengan demikian otonomi daerah merupakan titik tolak, sekaligus dipahami sebagai sebuah penyelenggaraan daerah yang berbasis rakyat atau people driven. Kesadaran di atas, menyelimuti dan menjadi basis pula dalam kesadaran pengembangan keuangan mikro. Sebab pada dasarnya, keuangan mikro merupakan sinergi dan sekaligus implementasi dari filosofi basis nilai keyakinan terhadap people driven dalam otonomi daerah. Dan pada aspek inilah, titik tolak sekaligus landasan pemikiran pembahasan makalah ini. Mengapa Keuangan Mikro Meninjau struktur konfigurasi ekonomi Indonesia secara keseluruhan, dari 39,72 juta unit usaha yang ada, sebesar 39,71 juta (99,97%) merupakan usaha ekonomi rakyat atau sering disebut usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dan bila kita menengok lebih dalam lagi, usaha mikro merupakan mayoritas, sebab berjumlah 98% dari total unit usaha atau 39 juta usaha (Tambunan, 2002). Menyadari realitas ini, memfokuskan pengembangan ekonomi rakyat terutama pada usaha mikro merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan broad based development atau development through equity. Pengalaman buruk yang terjadi pada masa Orde Baru, tentunya tak perlu diulang. Kue ekonomi dan pembangunan yang hanya dinikmati beberapa gelintir konglomerat, keluarga istana berikut kroni-kroninya (erzats capitalism) disamping menyinggung rasa keadilan, juga menimbulkan ketidakstabilan. Kerusuhan Mei 1998 bila ditelusuri lebih jauh, tak pelak harus

2 diakui bahwa kesenjangan merupakan salah satu akar persoalan. Kerusuhan tersebut hanyalah puncak dari sebuah gunung es. Menyoal usaha mikro (microenterprises) kembali. Disamping mengakomodasi pemerataan seperti disebut di atas, mengembangkan kelompok usaha ini secara riil strategis, setidaknya dilihat beberapa alasan yaitu: 1) mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas bukan penumbuhan, sehingga lebih mudah dan pasti; 2) apabila kelompok ini diberdayakan secara tepat, mereka akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; 3) secara efektif mengurangi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri, maupun membantu pemberdayaan rakyat kategori fakir miskin, serta usia lanjut dan muda. Tabel di bawah ini memperlihatkan peran strategis dari usaha mikro (oleh World Bank disebut economically active poor) dalam mengurangi kemiskinan. Melihat peran dari usaha mikro yang sangat strategis, timbul pertanyaan mengapa usaha ini kebanyakan sulit berkembang. Untuk menelusuri hal tersebut, tabel di bawah ini akan menunjukkan berbagai persoalan yang menjerat para pengusaha mikro. Bagi pengusaha mikro, persoalan permodalan ternyata merupakan masalah yang utama. Jenis Kesulitan Usaha Mikro Jenis Kesulitan IKR IK 1. Kesulitan modal 40,48% 36,63% 2. Pengadaan bahan baku 23,75% 16,76% 3. Pemasaran 16,96% 4,43% 4. Teknik produksi dan manajemen 3,07% 26,89% 5. Persaingan 15,74% 17,36% Sumber: Data BPS terolah (1998) IKR: Industri Kecil Rumah Tangga IK: Industri Kecil Masyarakat lapisan bawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh (underserved) dan tidak dianggap memiliki potensi dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju

3 perkembangan ekonominya terhambat pada tingkat subsistensi saja. Kelompok masyarakat ini dinilai tidak layak bank (not bankable) karena tidak memiliki agunan, serta diasumsikan kemampuan mengembalikan pinjamannya rendah, kebiasaan menabung yang rendah, dan mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi tersebut, maka aksesibilitas dari pengusaha mikro terhadap sumber keuangan formal rendah, sehingga kebanyakan mereka mengandalkan modal apa adanya yang mereka miliki. Tabel data di bawah ini akan memperlihatkan realitas tersebut. Darimana Modal Diperoleh Uraian IKR IK Modal Sendiri 90,36% 69,82% Modal Pinjaman 3,20% 4,76% Modal Sendiri dan Pinjaman 6,44% 25,42% Jumlah 100% 100% Asal Pinjaman Bank 18,79% 59,78% Koperasi 7,09% 4,85% Institusi Lain 8,25% 7,63% Lain-lain 70,35% 32,16% Sumber: Data BPS terolah (1998) Realitas di atas membuktikan bahwa rakyat miskin (pengusaha mikro) bukanlah orang yang tidak punya (the have not), mereka punya tetapi sedikit (the have little). Meski dengan sedikitnya apa yang mereka miliki, mereka tetap ulet berusaha. Hal itu diperlihatkan dari data di atas, lebih dari 90% pengusaha mikro (industri kecil rumah tangga/ikr) mengandalkan modal sendiri. Sementara itu bila mereka meminjam dana untuk modal, lebih dari 70% berasal dari lain-lain (bukan lembaga keuangan formal/bank). Dari pengalaman lapangan, yang dimaksud dengan lain-lain, mayoritas dari usaha mikro tersebut terjebak pada money lender (rentenir). Kisaran bunga utang dari rentenir sangat tinggi. Meski demikian, herannya pengusaha mikro hidup dan berjalan dengan sistem tersebut. Namun tentu saja mereka tetap terbonsai dan sulit untuk berkembang. Salah satu cara untuk memecahkan persoalan yang pelik itu, yaitu pembiayaan masyarakat miskin pengusaha mikro, adalah melalui keuangan makro. Di Indonesia sendiri hal itu bukan barang baru. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan sejak 100 tahun lalu pun sudah mengarah seperti itu. Dalam lingkup dunia, pendekatan kredit mikro mendapatkan momentum baru, yaitu dengan adanya Macrocredit Summit (MS) yang diselenggarakan di Washington tanggal 2-4 Februari MS merupakan tanda dimulainya gerakan global pemberdayaan masyarakat dengan penguatan dana kepada masyarakat dengan berdasarkan pengalaman dari banyak negara. MS juga memberi semacam semangat baru karena MS tidak hanya menampilkan keragaan keberhasilan kegiatan keuangan mikro dalam memberdayakan masyarakat (perekonomian rakyat), tetapi juga mematrikan suatu janji bersama untuk menanggulangi kemiskinan global sebanyak 100 juta keluarga (atau sekitar 600 juta jiwa).

4 Keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro (microenterprises) untuk meningkatkan usahanya, setelah itu usaha mereka akan berjalan lebih lancar dan lebih besar. Kebutuhan dana bagi microenterprises setelah mendapat dukungan modal itu akan meningkat, sehingga dibutuhkan Lembaga Keuangan Masyarakat (Mikro) yang dapat secara terus menerus melayani kebutuhan mereka. Dalam mengembangkan keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin (economically active poor) tersebut, terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan : 1. Banking of the poor Bentuk ini mendasarkan diri pada saving led microfinance, dimana mobilisasi keuangan mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat miskin itu sendiri. Bentuk ini juga mendasarkan pula atas membership base dimana keanggotaan dan partisipasinya terhadap kelembagaan mempunyai makna yang penting. Bentuk-bentuk yang telah terlembaga di masyarakat antara lain: Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama, Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dan lain-lain. 2. Banking with the poor Bentuk ini mendasarkan diri dari memanfaatkan kelembagaan yang telah ada, baik kelembagaan (organisasi) sosial masyarakat yang mayoritas bersifat informal atau yang sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta lembaga keuangan formal (bank). Kedua lembaga yang nature-nya berbeda itu, diupayakan untuk diorganisir dan dihubungkan atas dasar semangat simbiose mutualisme, atau saling menguntungkan. Pihak bank akan mendapat nasabah yang makin banyak (outreaching), sementara pihak masyarakat miskin akan mendapat akses untuk mendapatkan financial support. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan pola yang sering disebut Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK). Dalam PHBK ini terdapat 3 model, yaitu : a) Model Hubungan 1 Bank melakukan pelayanan keuangan langsung pada kelompok dan LPUM (Lembaga Pendampingan Usaha Mikro) berperan sebagai mitra bank untuk melakukan kegiatan pembinaan kepada kelompok. Bank memberikan fee biaya pembinaan yang diperhitungkan dalam tingkat bunga kredit. Akad kredit dilakukan antara bank dengan Ketua atau Pengurus Kelompok yang memperoleh kesepakatan dari para anggotanya. b) Model Hubungan 2 Bank memberikan pelayanan keuangan kepada kelompok melalui LPUM. Pelayanan keuangan dan pembinaan kelompok dilakukan oleh LPUM. Biaya kegiatan pendampingan diperoleh dari selisih bunga kredit dari bank dengan yang dibayar oleh kelompok. c) Model Hubungan 3 Bank mengidentifikasi sendiri kelompok yang telah ada, atau memfasilitasi proses pembentukan kelompok diantara pengusaha mikro potensial yang sudah terseleksi, memberikan pelayanan keuangan dan sekaligus membina kelompokkelompok tersebut sebagai nasabahnya. 3. Banking for the poor

5 Bentuk ini mendasarkan diri atas credit led institution dimana sumber dari financial support terutama bukan diperoleh dari mobilisasi tabungan masyarakat miskin, namun memperoleh dari sumber lain yang memang ditujukan untuk masyarakat miskin. Dengan demikian tersedia dana cukup besar yang memang ditujukan kepada masyarakat miskin melalui kredit. Contoh bentuk ini adalah: Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank, ASA, dan lain-lain. Bentuk pertama (Banking of the poor) menekankan pada aspek pendidikan bagi masyarakat miskin, serta melatih kemandirian. Bentuk ketiga (Banking for the poor) menekankan pada penggalangan resources yang dijadikan modal (capital heavy), yang ditujukan untuk masyarakat miskin. Sedangkan bentuk kedua (Banking with the poor) lebih menekankan pada fungsi penghubung (intermediary) dan memanfaatkan kelembagaan yang telah ada. KEUANGAN MIKRO DAN DUA GENERASI PEMBANGUNAN Upaya penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi rakyat tidak dapat tidak terkait dengan praktek pembangunan yang dilakukan selama ini yang melalui krisis ekonomi telah memaparkan kelemahan dan kegagalannya. Proses pembanugnan di Indonesia seperti di banyak negara berkembang lainnya, pada awalnya menyikapi persoalan kemiskinan (termasuk didalamnya ekonomi rakyat) dengan melihatnya sebagai keadaan sementara yang dalam proses pembangunan lebih lanjut akan secara otomatis menghilang melalui proses trickle down effect. Untuk membantu rakyat miskin bertahan dalam kemiskinannya sampai tiba waktunya kue pembangunan menetes pada mereka, disediakanlah berbagai bantuan kepada mereka. Format bantuan ini sangat beraneka ragam mulai dari penyediaan berbagai kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, maupun pendidikan sampai bantuan teknis dan hibah peralatan serta modal. Pendekatan yang sering disebut sebagai pendekatan pembangunan generasi pertama ini harus diakui telah mampu meningkatkan berbagai indikator sosial secara signifikan. Namun harus diakui pula pendekatan ini telah memimbulkan berbagai persoalan seperti berkurangnya sikap ketergantungan dan melemahnya berbagai modal sosial yang dimiliki masyarakat, tidak diselesaikannya akar masalah penyebab kemiskinan yaitu ketimpangan distribusi dan akses terhadap sumber daya ekonomi, masih dipinggirkannya peran perempuan, dan semakin melebarnya jurang perbedaan antara mereka yang diuntungkan dalam kebijakan perekonomian yang diambil dengan rakyat miskin secara keseluruhan. Pada sisi lain, pendekatan pembangunan generasi pertama membutuhkan biaya yang amat besar dan harus ditanggung oleh negara yang dalam kenyataannya semakin lama semakin jauh diluar kemampuan negara untuk membiayai sendiri. Sebagai akibatnya, seperti dalam kasus Indonesia berbagai program pembangunan semakin lama semakin tergantung pada negara dan pembiayaannya semakin mengandalkan pinjaman luar negeri. Belajar dari pengalaman generasi pertama, pendekatan pembangunan generasi kedua mulai menggunakan keuangan mikro sebagai metode utamanya. Kontribusi dari pendekatan generasi kedua ini adalah: 1) diversifikasi pelaku utama pembangunan, 2) pembiayaan pembangunan yang menggunakan sumber-sumber keuangan dari masyarakat sendiri, 3) semakin pentingnya peran perempuan, 4) pendekatan pembangunan yang memiliki potensi untuk berlanjut (sustainable). Pendekatan pembangunan generasi pertama yang menumpukkan inisiatif pembangunan pada pemerintah telah memiliki dampak yang kurang menguntungkan pada dua arah. Pada sisi pemerintah beban pembangunan yang sebelumnya tersebar pada berbagai kelompok masyarakat mengerucut dan menjadi beban pemerintah sendiri. Sementara pada masyarakat, pengambiloperan berbagai kegiatan pembangunan oleh pemerintah telah mengembangkan sikap apatis dan ketergantungan yang semakin lama semakin besar. Kelompok masyarakat yang dalam generasi pertama diandalkan oleh pemerintah menjadi lokomotif pembangunan yaitu sektor usaha besar dan konglomerasi telah mendominasi baik pertumbuhan ekonomi, pangsa pasar maupun produk domestik bruto (PDB) [3], akan tetapi

6 dominasi itu ternyata tidak diikuti pengelolaan internal perusahaan yang baik (good corporate governance). Berbagai fasilitas dan perlakuan khusus yang disediakan pemerintah sebagai upaya mengakselerasi pertumbuhan mereka ternyata dalam kenyataannya justru banyak disalahgunakan serta mendorong berbagai tindakan yang tidak sepantasnya (misconduct). [3] Menurut data BPS (1998) sebelum krisis ekonomi terjadi, jumlah sektor usaha besar dan konglomerasi hanya 0,2% dari total pelaku ekonomi tetapi kontribusi dalam PDB sebesar 60,2%, penguasaan pangsa pasar sebesar 80%, dan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi sebesar 83,6%. Ambruknya sektor usaha besar dan konglomerasi menimbulkan efek domino pada ekonomi Indonesia yang strukturnya memang sudah timpang. Pelajaran lain yang diambil dari itu adalah eksisnya sektor ekonomi rakyat yang selama ini dimarjinalisasi ternyata mampu menjadi bantal penyelamat ekonomi nasional. Menjadi kesadaran bersama bahwasanya ke depan sektor ekonomi rakyat perlu mendapatkan perlakuan yang sepantasnya dan sewajarnya sebagai alternatif pelaku ekonomi nasional. Pengambiloperan inisiatif pembangunan membuat biaya pembangunan menjadi terkonsentrasi pada pemerintah. Beban yang semakin lama semakin besar ini tidak dipenuhi melalui sumber-sumber pembiayaan dalam negeri melainkan menggunakan sumber pembiayaan luar negeri yang pada gilirannya mendorong munculnya ketergantungan yang semakin besar. Kebijakan yang ditempuh tersebut kurang memberikan apresiasi terhadap kenyataan bahwa didalam negeri terdapat sumber dana yang memadai. Kenyataan bahwa dari seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat melalui perbankan (kasus BRI) hanya kurang dari separuh yang dimanfaatkan untuk memberikan pembiayaan usaha melalui kredit menegaskan kebijakan tersebut. Pendekatan keuangan mikro dalam generasi kedua membuka pemikiran bahwa pembiayaan pembangunan dapat dilakukan secara komersial menggunakan sumber dana dalam negeri yaitu tabungan masyarakat. Peran perempuan selama beberapa waktu kurang mendapatkan tempat yang sepantasnya meskipun sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Pengalaman praktek keuangan mikro di berbagai tempat ternyata memberikan bukti yang berbeda. Kaum perempuan justru merupakan kelompok yang proaktif dan handal dalam mengelola ekonomi rumah tangga dan memanfaatkan peluang ekonomi secara optimal. Kaum perempuan juga memberikan dampak berganda (multipler effect) yang lebih besar dari intervensi pembangunan yang dilakukan karena berbagai persoalan keluarga seperti gizi keluarga, kesehatan keluarga, pendidikan anak, dan sebagainya secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak. Pendekatan proyek yang selama generasi pertama pembangunan dikembangkan, dalam kenyataannya sebagian besar tidak berlanjut. Pendekatan proyek ini memiliki beberapa karakteristik, yaitu: adanya batasan waktu, bekerja berdasarkan budget yang sudah dialokasikan, serta tidak diketahui tindak lanjutnya. Batasan waktu yang melekat pada pendekatan proyek seringkali meniadakan hasil-hasil yang telah dicapai oleh proyek itu sendiri. Hal ini terjadi karena persoalan kemiskinan adalah persoalan komplek yang penanganannya tidak bisa instant result dan karenanya membutuhkan komitmen yang panjang. Pendekatan proyek yang hanya bekerja berdasarkan alokasi budget dalam pengalaman lapangan tidak bisa menarik sumber-sumber pendanaan lain dalam jumlah yang signifikan yang bisa menjamin keberlanjutan dari proyek. Proyek bekerja untuk menghabiskan alokasi yang sudah ditentukan dan tidak perlu mempertimbangkan apakah dana yang sudah dihabiskan akan kembali atau tidak (meskipun dana tersebut adalah dana pinjaman). Kenyataan menunjukkan berbagai proyek juga tidak pernah mempertimbangkan kondisi pasca proyek. Apa yang akan terjadi apabila berbagai pelayanan dan bantuan menghilang? Siapa yang akan bertanggung jawab meneruskan kegiatan yang sudah dimulai? Hal-hal tersebut menjadi persoalan pada pendekatan proyek. Dalam generasi kedua, berbagai inisiatif pembangunan meletakkan persoalan keberlanjutan pada prioritas pertama. Sebagai konsekuensinya, pendekatan proyek mulai digantikan dengan pendekatan sistem dan kebijakan yang memang pada satu sisi menuntut pemerintah untuk secara bertahap

7 mentransformasi perannya dari pelaksana berbagai proyek menjadi fasilitator dan berkonsentrasi pada penyusunan sistem dan kebijakan yang pro ekonomi rakyat. Sementara pada sisi lain, pelaku-pelaku pembangunan perlu diberdayakan untuk bertanggung jawab mengambil peran yang lebih besar. LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DAN OTONOMI DAERAH Asumsi dan teori lama yang sudah menjadi mitos tentang lemahnya kapasitas usaha mikro dalam mengelola pinjaman, telah dipatahkan dengan keberhasilan performance Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di banyak negara berkembang (termasuk Indonesia). Keuangan mikro kini dianggap sebagai terobosan institusional untuk melayani pembiayaan masyarakat perdesaan maupun perkotaan para pengusaha mikro. Keuangan mikro supaya terfokus, profesional dan efektif secara luas melayani kebutuhankebutuhan masyarakat yang betul-betul membutuhkan, Microcredit Summit mensyaratkan 4 prinsip utama yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan Lembaga Keuangan Mikro. Adapun prinsip-prinsip utama tersebut adalah : 1. Reaching the poorest The poorest yang dimaksud adalah masyarakat paling miskin, namun secara ekonomi mereka aktif (economically active). Secara internasional mereka dipahami merupakan separo bagian bawah dari garis kemiskinan nasional. 2. Reaching and empowering women Wanita merupakan korban yang paling menderita dalam kemiskinan, oleh sebab itu mereka harus menjadi fokus utama. Disamping itu, dari pengalaman lapangan di berbagai negara menunjukkan bahwa wanita merupakan peminjam, pemakai dan pengembali kredit yang baik. 3. Building financially sustainable institution Agar secara terus menerus dapat melayani masyarakat miskin, sehingga semakin banyak yang terlayani, maka secara financial kelembagaan tersebut harus terjamin berkelanjutan. 4. Measurable impact Dampak dari kehadiran kelembagaan dapat diukur sehingga evaluasi dapat dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk perbaikan kinerja kelembagaan. Merefleksikan berbagai hal yang dikemukakan di muka, jelas bahwa lembaga keuangan mikro memerankan posisi yang penting. Era otonomi daerah merupakan peluang bagi pengembangan keuangan mikro, maupun dalam arti sebaliknya, otonomi daerah dapat memanfaatkan lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan daerahnya. Setidaknya terdapat beberapa hal yang diperankan LKM dalam otonomi daerah : 1. Mendukung pemerataan pertumbuhan Pelayanan keuangan mikro secara luas, secara efektif akan terlayani berbagai kelompok usaha mikro, maka perkembangan usaha mikro yang kemudian berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan. 2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa

8 Akibat jangkauan lembaga keuangan mikro yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota. 3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil. Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi. Disamping itu, dengan semakin cepatnya perkembangan usaha kecil akan ikut mendukung perkembangan usaha besar, serta sebaliknya. 4. Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat Masyarakat desa mempunyai kemampuan menabung yang cukup tinggi, terbukti dari akumulasi tabungan yang mencapai 21,8 trilyun rupiah pada BRI Unit Desa. Meski demikian, kemampuan memanfaatkan kredit hanya 9,9 trilyun pada bulan Januari 2002 atau kurang dari setengahnya (sumber Bank Indonesia). Hal ini memperlihatkan bahwa askes faktor produksi dari masyarakat desa, telah diserap oleh masyarakat kota. Artinya akses pertumbuhan yang dibangun oleh masyarakat desa telah disedot oleh masyarakat kota, sehingga kota bisa menjadi lebih pesat sementara desa akan mengalami kemandekan. Sedangkan capital outflow dari daerah ke pusat diindikasikan kuat terjadi pula, hal ini dapat dilihat dari perkembangan kota-kota besar yang sedemikian pesat, semakin meninggalkan pertumbuhan daerah. Lembaga keuangan mikro, lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka kumpulkan. 5. Meningkatkan kemandirian daerah Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat. Kemandirian daerah tentu akan berdampak pada kemandirian nasional, sebab nasional terdiri dari daerah-daerah, sehingga dengan sendirinya ketergantungan terhadap utang luar negeri akan terkurangi. Adanya pemerataan pertumbuhan, terjadinya keseimbangan pertumbuhan kota dan desa, berkurangnya kesenjangan usaha besar-usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan daerah. Kecemburuan sosial dengan sendirinya akan terkurangi, sebab adanya kesejahteraan yang merata akan menimbulkan multiplier effect maupun interdependensi antar satu bagian dengan bagian yang lain. Era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro. Melalui keuangan mikro kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Memang telah tiba saatnya, masyarakat menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi. PENUTUP

9 Dalam era otonomi daerah, tak pelak aktor-aktor daerah sangat berperan penting dalam pengembangan lembaga keuangan mikro. Sebab bagaimanapun juga, untuk memfasilitasi pengembangan keuangan mikro diperlukan suasana yang kondusif (enabling environment), misalnya dukungan peraturan-peraturan yang memfasilitasi pengembangannya maupun melindungi keuangan mikro itu sendiri, bukan malahan menghambat atau mematikan. Tentu aturan merupakan satu faktor untuk pengembangan keuangan mikro, faktor lain adalah para pelaku maupun stakeholders yang terlibat di daerah. Drs. Bambang Ismawan, MS, Ketua Yayasan Bina Swadaya, Sekretaris Jendral Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro) Indonesia dan HKTI Makalah disampaikan dalam Seminar "Peran Lembaga Keuangan Mikro dalam Otonomi Daerah" tanggal 20 Desember 2002 di Wisma Kagama yang diselenggarakan Pengurus Pusat Kagama.

MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN RAKYAT. Oleh: Bambang Ismawan

MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN RAKYAT. Oleh: Bambang Ismawan MEMBERDAYAKAN PEREKONOMIAN RAKYAT Oleh: Bambang Ismawan 1 BERITA GEMBIRA! Ekonomi Indonesia 2011 tumbuh tertinggi di ASEAN: 6,5% Inflasi 2011 sebesar 3,79%, jauh lebih rendah ketimbang 2010 yang mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA).

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA). URGENSI UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BAGI PENGUATAN USAHA MENENGAH, KECIL DAN MIKRO DI INDONESIA H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Kongres Nasional Baitul Mall wa-tamwil (BMT)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: Riza Primahendra 1

Oleh: Riza Primahendra 1 BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 13230 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 SEKTOR MIK IKRO DAN KEUANGAN N MIKRO PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk. Fenomena yang menggambarkan hal ini yaitu tingginya tingkat inflasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam salah satu pasal Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diakui bahwa usaha kecil dan menengah mempunyai peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang mutlak yang

Lebih terperinci

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai penyedia lapangan kerja tidak perlu diragukan lagi. Peningkatan unit UMKM wanita atau perempuan, ternyata berdampak positif untuk mengurangi angka kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Liberalisme dan kemiskinan serta ketergantungan merupakan fenomena yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan dan ketergantungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis tahun 1998, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih kembali. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang berada di atas 8% sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi merupakan sesuatu yang melekat erat keberadannya pada sistem perekonomian suatu negara. Adapun penyebab terjadinya krisis ekonomi tersebut,secara umum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL: UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN 1

PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL: UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN 1 PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL: UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN 1 Oleh: Wiloejo Wirjo Wijono 2 Abstraksi Upaya pengentasan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara, sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu dari agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu dari agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Usaha Mikro Salah satu dari agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui pemberdayaan usaha mikro kecil (UMK). Pengembangan

Lebih terperinci

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Prof. Dr. Sri Adiningsih Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Pontianak, 26 Oktober 2016 RAKERNAS PERBARINDO

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Peranan UMKM di Indonesia sangat penting sebagai penggerak ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila suatu negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang stabil maka selain

BAB I PENDAHULUAN. apabila suatu negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang stabil maka selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara menunjukkan pencapaian tingkat kemakmuran dan kesejahteraan dalam suatu negara. Salah satu tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Usaha kecil dan Menengah atau yang sering disebut UKM merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam Abstrak UPAYA PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) Oleh : Dr. Ir. Mohammad Jafar Hafsah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter merambah ke krisis ekonomi. Dari krisis ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter merambah ke krisis ekonomi. Dari krisis ini berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1997 adalah awal dari krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah menumbuhkan berbagai krisis yang bermula dari krisis moneter merambah ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG

I.PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG I.PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Pada saat ini di Indonesia telah berkembang sistem perbankan syariah disamping sistem perbankan konvensional. Sistem Syariah secara resmi diterapkan pertama kali pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN 2007-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prioritas utama dalam pembangunan negara Indonesia yakni peningkatan kesejahteraan rakyat melalui mengembangkan perekonomian rakyat yang didukung pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur perekonomian Indonesia pada dasarnya didominasi oleh sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam perekonomian nasional dapat

Lebih terperinci

Oleh: Riza Primahendra 1

Oleh: Riza Primahendra 1 BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 KEMISKINAN N DAN PENANGGULANG GANNYA PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN BMT berkembang dari kegiatan Baitul maal : bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Baitul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS. Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas

LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS. Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS KOMUNITAS Profil kelembagaan keuangan berbasis komunitas Indonesia telah memiliki ragam model pembiayaan termasuk pembiayaan pada usaha mikro. Ragam dan model pembiayaan meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR World Bank PNPM Support Facility (PSF) Gedung Bursa Efek Indonesia Tower 1, lantai 9 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

PNM Permodalan Nasional Madani

PNM Permodalan Nasional Madani Mendorong Akselerasi Intermediasi kepada Usaha Mikro dan Kecil melalui Linkage Program Abdul Salam Direktur PT (Persero) Seminar Linkage Program Gema PKM & Bank Indonesia 27 Agustus 2004 PT. (Persero)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia telah memberikan suatu pelajaran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor korporasi yang semula menjadi primadona perekonomian ternyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran penting perbankan. Peranan penting perbankan dalam era pembangunan nasional adalah sebagai sumber permodalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah melanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 melaksanakan pembangunan nasional dengan tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha Oleh : Nama : Debby Fuji Lestari NIM : 2107130015 Kelas : 2D Dosen : Ade Suherman, M.Pd PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan permasalahan yang semakin kompleks memerlukan adanya penyesuaian tentang kebijakan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa

Lebih terperinci

BRANCHLESS BANKING UNTUK MENINGKATKAN FINANCIAL INCLUSION: Mendorong Akses Perbankan untuk Lebih Pro-Poor

BRANCHLESS BANKING UNTUK MENINGKATKAN FINANCIAL INCLUSION: Mendorong Akses Perbankan untuk Lebih Pro-Poor BRANCHLESS BANKING UNTUK MENINGKATKAN FINANCIAL INCLUSION: Mendorong Akses Perbankan untuk Lebih Pro-Poor Bambang Widianto Deputi Seswapres Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan/ Sekretaris Eksekutif

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

BAB VI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

BAB VI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) BAB VI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) TANTANGAN PEREKONOMIAN NASIONAL INTERNAL EKSTERNAL Yaitu, masalah-masalah yang muncul dari dalam negeri (faktor domestik), antara lain : krisis multidimensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena ditunjang oleh sistem pemerintahan yang desentralisasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Pinjaman Modal Koperasi Syari ah Madani Agung Sejahtera Masjid. Agung Semarang (KOSAMAS) dan Pengaruhnya dalam Pemberdayaan

BAB IV. Analisis Pinjaman Modal Koperasi Syari ah Madani Agung Sejahtera Masjid. Agung Semarang (KOSAMAS) dan Pengaruhnya dalam Pemberdayaan 1 BAB IV Analisis Pinjaman Modal Koperasi Syari ah Madani Agung Sejahtera Masjid Agung Semarang (KOSAMAS) dan Pengaruhnya dalam Pemberdayaan Ekonomi umat A. Analisis Pinjaman Modal di KOSAMAS 1. Pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara,

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah universal yang hampir dialami oleh seluruh negara di dunia ini. Pembangunan yang tidak merata hampir menjadi penyebab utama masalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM/UNIT SIMPAN PINJAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN MALANG

ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM/UNIT SIMPAN PINJAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN MALANG ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM/UNIT SIMPAN PINJAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN MALANG Endi Sarwoko Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan koperasi simpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia - negara dengan ekonomi paling besar

Lebih terperinci