PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River"

Transkripsi

1 1

2 2 DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN... 5 BAB 2. MODEL PROYEKSI IKLIM Persiapan Data Membangun Model Iklim Perhitungan Proyeksi Cadangan Air Jakarta BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Hasil Validasi Pemodelan Iklim Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta Proyeksi Cadangan Air Tanah di Jakarta Proyeksi Kenaikan Muka Laut Hingga Tahun 2100 di Wilayah Jakarta Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor Daftar Pustaka... 53

3 3 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Letak Stasiun Pengamatan Iklim... 8 Gambar 2. Perangkat lunak model perubahan iklim Gambar 3. Alur kerja dalam proses analisa kurva fitting Gambar 4. Bagan alur pengembangan model Gambar 5. Proses validasi model iklim dengan data observasi Gambar 6. Alur pekerjaan riset kerentanan iklim Gambar 7. Perkiraan Potret Peta Dunia dalam Perubahan Iklim Gambar 8. Proyeksi temperatur Gambar 20. Data historis temperatur di wilayah Jakarta Utara Gambar 8. Proyeksi curah hujan Gambar 33. (a) Proyeksi temperatur rata-rata tahunan dan (b) proyeksi curah hujan tahunan Gambar 34. Proyeksi limpasan (total run-off) Gambar 35. Proyeksi air tanah (liter/m 2 ) tahunan di Jakarta Gambar 14. Peta proyeksi cadangan air tanah (liter/m 2 ) tahunan di Jakarta dengan asumsi tanpa pemukiman penduduk Gambar 15. DEM Jakarta, Depok, dan Bogor menggunakan software Google Earth Gambar 16.DEM dilihat dari bagian Barat wilayah Jakarta Gambar 17.DEM di wilayah Jakarta Utara yang dioverlay dengan peta tata guna lahan Gambar 18. Proyeksi kenaikan muka laut Jakarta Utara Gambar 19. Proyeksi temperatur Gambar 20. Proyeksi curah hujan Gambar 21. Proyeksi temperatur Gambar 21. Proyeksi curah hujan... 50

4 4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar stasiun pengamat curah hujan... 9 Tabel 3. Faktor koreksi (F) untuk kedudukan matahari atau faktor lintang Tabel 4. Hasil Validasi Proyeksi Curah Hujan Tabel 5. Hasil Validasi Proyeksi Temperatur... 20

5 5 BAB 1. PENDAHULUAN Secara global Laju perubahan iklim semakin meningkat dengan cepat. Kenaikan temperatur global telah mengubah kondisi atmosfer menjadi tidak teratur. Sistem periodisitas musiman semakin menunjukkan ketidaktepatannya di setiap awal terjadinya. Selain itu, kejadian iklim ekstrim selalu terjadi setiap tahun dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi di tahuntahun sebelumnya. Untuk dua dekade ke depan diproyeksikan akan terjadi kenaikan temperatur bumi sebesar 6.5 o C. Kenaikan temperatur tersebut bisa mengakibatkan semakin seringnya cuaca ekstrim seperti kekeringan, gelombang panas dan banjir (IPCC, 2007). Akibatnya, bencana tidak dapat dihindari lagi khususnya di wilayah yang rentan terhadap bencana. Bahkan saat ini daerah yang rentan sudah mulai ekspansi ke wilayah-wilayah yang berada sekitarnya. Hal inilah yang sudah dialami oleh Jakarta sebagai wilayah padat penduduk serta perubahan lahan yang sangat tinggi. Bencana bencana yang terkait dengan iklim yang sudah terjadi di Jakarta dan sekitarnya, di antaranya adalh banjir, kenaikan muka laut, dan kurangnya ketersediaan air tanah, yang belakangan ini selalu terjadi setiap tahun dan jumlahnya selalu lebih besar dari sebelumnya. Dan juga sering terjadinya aktifitas pasang laut di wilayah utara Jakarta, curah hujan yang tinggi di wilayah Bogor dan Depok dengan kondisi tanah Jakarta yang tidak mampu lagi menyerap air hujan. Selain banjir ada beberapa daerah di Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi sehingga menimbulkan kurangnya cadangan air. Kejadian-kejadian seperti ini yang akan membuat Jakarta sekarang dan pada masa mendatang menjadi daerah yang makin rentan bencana iklim. Beberapa kasus terburuk dari kejadian banjir di DKI Jakarta, yaitu terjadi pada tahun 1996 dan 2002 dan Hal tersebut terjadi kembali pada 2 Februari 2007, dimana banjir besar terulang, yang diakibatkan oleh besarnya curah hujan di wilayah DKI Jakarta Barat, DKI Jakarta Pusat dan DKI Jakarta Utara (Gernowo dan Yulianto, 2010). Historis banjir DKI Jakarta dari catatan perkembangan kota, banjir besar dimulai tahun 1621, 1654, 1918, 1976, 1996, 2002, dan 2007 (BPBD, 2013). Pada tahun 2014 ini pun Jakarta kembali mengalami banjir besar yang disebabkan oleh kombinasi hujan monsunal dan beberapa siklon tropis kecil di samudera Hindia. Berdasarkan penelitian Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa temperatur tahunan di Indonesia meningkat 0,3 0 C sejak tahun 1990 dan meningkat menjadi 1,3 0 C 4,6 0 C pada tahun 2100 yang akan menyebabkan naiknya muka laut global di Indonesia sebesar 20

6 6 sampai 100 cm pada tahun 2100 (IPCC, 1999). Dengan demikian, Jakarta dengan laju penurunan muka tanah yang tinggi akan memperparah tingkat ketergenangan air laut di wilayah Jakarta. Kerentanan Jakarta sebagai akibat dari perubahan iklim global menimbulkan respon masyarakat lokal di wilayah tersebut semakin besar. Namun, respon kesiagaan yang ditimbulkan harus memiliki nilai efektifitas yang tinggi. Hal itu dimaksudkan agar resiko yang ditanggung masyarakat dan pemerintah pada saat terjadi bencana iklim tidak menjadi besar. Sebab, kondisi lingkungan maupun infrastruktur yang sudah di bangun ataupun yang sedang dalam tahap pembangunan, diharapkan memiliki kapasitas yang mampu meminimalisasi ketika bencana terjadi. Respon kesiagaan tersebut dinamakan dengan kapasitas adaptif, yang dalam hal ini ada kaitannya dengan bencana terkait iklim akibat perubahan iklim global. Sebagaimana dalam penelitian sebelumnya yang di lakukan bersama EEPSEA (Economy Environement Program for SouthEast Asia) menyebutkan bahwa Peningkatan kapasitas adaptif khususnya di wilayah Jakarta sangat penting dilakukan, karena kemampuan adaptif baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat lokal masih rendah dalam menghadapi resiko akibat kejadian bencana iklim (Susandi, dkk, 2009). Penelitian ini difokuskan pada wilayah yang berdekatan dengan bantaran sungai Ciliwung, yaitu Bogor, Depok, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara, karena kerentanan iklim di wilayah ini paling tinggi di antara wilayah-wilayah lain di Jakarta dan sekitarnya. Bogor sebagai daerah dengan tingkat curah hujan yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap terjadinya banjir yang terjadi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, terutama Depok, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat merespon perubahan pola curah hujan yang terjadi di wilayah Jakarta, Depok dan Bogor di masa mendatang, serta implikasinya pada daerah yang dilakui oleh DAS Ciliwung. Selain itu pertumbuhan populasi yang terjadi di Jakarta diperkirakan akan mempengaruhi cadangan air tanah. Guna mendapatkan gambaran proyeksi kebencanaan terkait iklim yang terjadi di Jakarta, termasuk kapasitas adaptif, maka dikembangkan model untuk wilayah Jakarta, serta kerentanan yang akan menjadi gambaran dalam menyusun adaptasi menghadapai perubahan iklim di wilayah Jakarta.Untuk itu, tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membangun model iklim untuk membuat proyeksi curah hujan dan temperatur hingga tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara 2. Membangun model iklim untuk membuat proyeksi cadangan air tanah hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara dan sekitarnya

7 7 3. Membangun model simulasi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara 4. Membangun proyeksi kapasitas adaptif hingga tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara 5. Membangun proyeksi kerentanan iklim hingga tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara 6. Mengembangan opsi adaptasi menghadapi kerentanan iklim hingga tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Hasil laporan dari penelitian tersebut akan dibagi dalam 3 laporan/buku. Pada laporan 1 ini, disampaikan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Pengembangan model proyeksi iklim 2. Proyeksi curah hujan hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor 3. Proyeksi temperatur hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor 4. Proyeksi cadangan air tanah hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara dan sekitarnya 5. Proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara hingga tahun 2100

8 8 BAB 2. MODEL PROYEKSI IKLIM Dalam pengembangan model proyeksi iklim untuk wilayah Jakarta, Depok dan Bogor, diperlukan data-data yang akan menjadi komponen utama dalam membuatkan model proyeksinya untuk tahun-tahun ke depan. Berikut ini disajikan beberapa langkah yang diperlukan dalam membangun model proyeksi iklim tersebut. Untuk melakukan proyeksi iklim, model iklim ini menggunakan skenario konservatif, dimana curah hujan dan temperatur diasumsikan mengikuti trend dari tahuntahun sebelumnya. Variasi curah hujan dan temperatur mengikuti pola sebelumnya yang kemudian setiap kenaikannya juga merupakan refleksi trend terdahulu. Gambar 1. Letak Stasiun Pengamatan Iklim

9 9 2.1 Persiapan Data Tabel 1. Daftar stasiun pengamat curah hujan NO STA JENIS DATA LON LAT 1 Cengkareng curah hujan dan temperatur 2 kemayoran curah hujan dan temperatur 3 Tj Priok curah hujan dan temperatur 4 Dermaga Bogor curah hujan dan temperatur 5 Ciledug curah hujan Jkt Observatorium curah hujan dan temperatur 7 Halim curah hujan Serang curah hujan dan temperatur 9 Citeko curah hujan dan temperatur 10 Batu Jaya curah hujan Curug curah hujan Gunung Mas Pabrik curah hujan Kedoya curah hujan Pakubuwono curah hujan Cipayung curah hujan Pacing curah hujan Sunter Hulu curah hujan Rawa Badak curah hujan Kodamar curah hujan Untuk mendapatkan proyeksi iklim sebagai dasar pembuatan peta kerentanan iklim di wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor, maka diperlukan data curah hujan dan temperatur yang terletak di wilayah kajian dan sekitarnya, yang diperoleh dari stasiun pemantau curah hujan dan temperatur dengan posisi stasiun yang ditunjukkan pada Gambar 1. Data ini mencakup data curah hujan bulanan di titik pengamatan selama kurun waktu 10 tahun di beberapa stasiun pengamatan dan 30 tahun di stasiun pengamatan lainnya. Kegunaan dari data ini adalah untuk mengkaji karakteristik sifat

10 10 periodik data di masa lalu, dan untuk input model proyeksi curah hujan di masa mendatang. Data curah hujan dan temperatur ini diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Adapun data curah hujan diperoleh dari 19 titik pengamatan dan temperatur di 7 titik pengamatan yang berada dekat dengan wilayah kajian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel Membangun Model Iklim Data curah hujan dan temperatur akan menjadi input model proyeksi musim dan iklim yang sudah dikembangkan pada penelitian sebelumnya (Susandi dkk, 2009). Adapun interface untuk model iklim ditunjukkan pada Gambar 2. Model ini menggunakan metode fast fourier transform yang mampu memproyeksi musim dan iklim dalam ketelitian hingga 90 % sebagaimana telah teruji. Untuk menghasilkan data proyeksi yang baik, pengembangan Model Iklim Cerdas ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu model awal, model anomali, analisis sifat periodik, model prediksi final, dan pemetaan Krigging. Berikut adalah penjelasan setiap langkah pemodelannya. Gambar 2. Perangkat lunak model perubahan iklim Langkah pertama atau disebut dengan model awal, adalah prediksi secara langsung terhadap. Data curah hujan untuk satu lokasi dianalisis dengan Least Square untuk menghasilkan kurva fitting yang bersesuaian. Persamaan kurva yang dipilih adalah Deret Fourier yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga bisa cocok dengan data curah hujan.

11 11 a0 a xsin iwx b cos iwx f x i i (1) Suku 1, 2 dan 3 merupakan penyederhanaan dari deret Fourier kecuali pada suku kedua yang disisipkan variabel x yang bertujuan untuk mengantisipasi perubahan data curah hujan yang semakin ekstrim dan tidak stabil. Suku keempat adalah fungsi yang bertugas memberi gambaran perubahan secara global, bentuknya dapat berupa fungsi polinomial maupun exponensial. Algoritma yang digunakan untuk menghasilkan kurva dengan error simpangan terkecil adalah algoritma Levenberg-Macquardt. Bagian tersulit dari algoritma ini adalah menentukan paramater a,,, 0 a b w awal khususnya parameter frekuensi yang sangat peka pada perubahan sekecil i i apapun. Penentuan parameter-parameter ini sendiri akan dikerjakan dengan bantuan algoritma Fuzzy Logic dimana input-inputnya berasal dari pengalaman-pengalaman tim peneliti dalam penelitian sebelumya. Gambar 3 menjabarkan secara singkat alur proses yang terjadi dalam analisis kurva fitting. w Memilih Fungsi Fitting Estimasi parameter awal dgn Fuzzy Logic Tidak Proses Least Square dgn Metode Levenberg- Macquard Error dapat diterima? Ya Gambar 3. Alur kerja dalam proses analisa kurva fitting Proses awal pada analisis kurva fitting(gambar 3) adalah memilih fungsi fitting yang disediakan oleh library sistem pemodelan yang terdiri sekumpulan model persamaan matematika yang diperlukan dalam analisis data curah hujan, salah satunya adalah persamaan (1) diatas. Parameter tebakan awal diproses secara otomatis oleh Fuzzy Logic. Proses fitting sendiri dilakukan secara iterasi oleh algoritma Levenberq-Macquardt hingga menghasilkan error simpangan terkecil. Apabila error yang dihasilkan masih relatif tinggi maka proses diulang dengan memilih fungsi fitting yang lain atau

12 12 mengubah parameter tebakan awal secara manual. Proses ini terus diulang hingga didapat error yang dapat diterima secara statistik, lihat Gambar 4. Ambil data dr Database untuk lokasi (x,y) Analisis Sifat Priodik Pilih Metode Analisis Model Anomali Analisis Frekuensi dgn FFT Analisis Model Awal Analisis Curva Fitting Data Lapangan di reduksi dengan model awal Penghalusan Data dgn Kalman Filter Memilih Frekuensi Perubahan yang dominan Prediksi Data Analisis Curva Fitting Ambil data untuk lokasi lain Simpan Data Prediksi Koreksi Data Prediksi Pembuatan Kontur dgn Metode Kriging Gambar 4. Bagan alur pengembangan model Langkah kedua, atau disebut dengan pemodelan anomali, adalah analisis perubahan yang bertujuan untuk melacak perubahan dari waktu kewaktu yang terjadi sehingga trend perubahan cuaca itu sendiri dapat teridentifikasi. Untuk mendapatkan data perubahan ini, data lapangan akan direduksi oleh data rata-rata curah hujan dari selang waktu tertentu. Hasil dari reduksi ini menghasilkan data dengan noise yang cukup tinggi sehingga untuk melakukan analisa secara langsung hanya akan memunculkan error simpangan yang tinggi. Karena pada langkah penelitian ini menitik beratkan pada pelacakan trend perubahan data, maka data dapat di filter untuk menghilangkan noise-noise tersebut dengan metode Kalman Filter. Metode ini dipilih karena (tidak seperti metode smoothing data yang sebaiknya digunakan hanya untuk memfilter pertengahan data) metode ini dapat

13 13 memfilter data dari awal data hingga akhir dengan sempurna. Hasil filter ini akan dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis kurva fitting seperti langkah pertama sehingga memberikan trend perubahan curah hujan yang akan digunakan dalam koreksi data prediksi sebelumnya. Langkah ketiga adalah analisis sifat periodik data yang bertujuan untuk memberikan informasi waktu berulangnya suatu simpangan curah hujan bersekala besar yang diduga diakibatkan oleh suatu penomena alam yang terjadi seperti La-Nina dan El-Nino. Fast Fourier Transform diskrit digunakan untuk mengubah data curah hujan domain waktu (time series) menjadi data frekuensi curah hujan. Perubahan yang signifikan dengan periode tertentu akan dipilih secara manual sebagai bahan koreksi data prediksi dalam kurun waktu jangka panjang. Langkah keempat, atau disebut dengan model prediksi final, adalah membangun prediksi maupun proyeksi iklim hingga tahun-tahun mendatang dengan tingkat akurasi yang paling tinggi dibanding akurasi model-model sebelumnya. Model prediksi final ini merupakan gabungan dari model-model yang sudah dibangun (model awal dan model anomali). Langkah kelima dalam model ini adalah pemetaan kontur curah hujan untuk suatu wilayah dengan metode Universal Kriging. Metode universal dipakai karena memberikan keleluasan dalam menentukan tingkat kemiringan distribusi data (curah hujan) atau fungsi drift yang berbentuk polinomial orde n. Penentuan fungsi drift sendiri mengacu pada data citra satelit untuk daerah tersebut. Alur pemodelan ini ditunjukkan pada Gambar 4. Untuk keperluan validasi, maka diperlukan uji coba dengan menggunakan metode R-Square, R-skill, dan RMSE. Metode ini dibentuk dengan membandingkan antara hasil prediksi dengan data observasi iklim. Karena dalam penelitian ini, parameter yang digunakan adalah curah hujan, maka semua validasi digunakan untuk menghitung korelasi antara hasil prediksi curah hujan dengan data curah hujan pada waktu dan lokasi yang sama. Sebagai contoh perhitungan R-Square yang dilakukan, ditunjukkan pada Gambar 5(a). Pada Gambar tersebut menunjukan deret waktu dan data curah hujan tahun 1982 hingga tahun Data curah hujan yang dimasukkan ke dalam database adalah 1982 hingga Karena prediksi juga dilakukan pada waktu-waktu ke belakang, maka perbandingan antara prediksi tersebut terhadap data curah hujan selama kurun waktu dapat dilakukan. Menurut para ahli, umumnya menyatakan bahwa korelasi antara hasil prediksi dengan data dengan skor yang lebih tinggi dari 0,8 adalah yang paling baik, sedangkan jika nilai korelasi adalah kurang dari 0,5, maka akurasi model prediksi adalah lemah (McLean, 2006).

14 14 (a) (b) (c) Gambar 5. Proses validasi model iklim dengan data observasi Untuk contoh perhitungan R-Skill ditunjukkan pada Gambar 5(b). Pada Gambar tersebut menunjukkan suatu deret waktu data curah hujan dari tahun 1982 hingga tahun Data curah hujan yang dimasukkan ke dalam database adalah 1982 hingga 2007 yang berfungsi untuk memprediksi data curah hujan yang terjadi sejak tahun 2008 hingga tahun mendatang. Oleh karena itu, akan terdapat tahun yang sama antara tahun data dengan tahun prediksi, yaitu tahun Data dan hasil prediksi curah hujan pada tahun ini selanjutnya dikorelasikan, sehingga akan diperoleh suatu hasil korelasi, yang dinamakan dengan R-Skill hasil prediksi. Sama halnya dengan R-Square, R- Skill juga Mengacu dari penilaian para ahli yang menyatakan bahwa korelasi antara hasil prediksi

15 15 dengan data dengan skor yang lebih tinggi dari 0,8 adalah yang paling baik, sedangkan jika nilai korelasi adalah kurang dari 0,5, maka akurasi model prediksi adalah lemah (McLean, 2006). Sedangkan untuk perhitungan RMSE (Root Mean Square Error), perhitungan dilakukan pada tahun yang sama antara hasil prediksi dengan data curah hujan (Gambar 5(c)). Hasil RMSE akan menunjukkan Besar kecil kesalahan antara hasil prediksi dan data curah hujan tersebut. 2.3 Perhitungan Proyeksi Cadangan Air Jakarta Dalam konsep siklus hidrologi menunjukan bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu. Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air (water balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga kemungkina di suatu tempat bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (defisit). Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir ataupun kekeringan. Neraca air menjadi ukuran dalam estimasi cadangan air tanah di DKI Jakarta. Jika di suatu wilayah Jakarta terdapat surplus air, maka di wilayah itu masih terdapat cadangan air. Atau sebaliknya. Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan ini menggunakan metode Thornth-waite-Mather (1957). Diperlukan data masukan yaitu curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP). Nilai -nilai yang diperoleh dari analisis neraca air lahan ini adalah harga-harga dengan asumsi-asumsi : (1) lahan datar tertutup vegetasi rumput, (2) lahan berupa tanah dimana air yang masuk pada tanah tersebut hanya berasal dari curah hujan saja dan (3) keadaan profil tanah homogen sehingga KL dan TLP mewakili seluruh lapisan dan hamparan tanah. Perhitungan probabilitas curah hujan (CH): CH (P>75%) = 0,82 CH rata-rata 30 = (0,82 x 132 ) - 30 = 41,28 mm Evapotranspirasi potensial (ETP) Untuk menduga ETP metode Thornthwaite bisa menggunakan rumus. Rumus ini berlaku untuk suhu udara rata -rata bulanan (t < 26,5 o C), yaitu ETP = 1,6 (10 t/i) a

16 16 dimana, ETP = evaporasi potensial bulan (cm/bulan) t =suhu rata-rata bulanan ( o C) I = akumulasi indeks panas dalam setahun, diperoleh dengan rumus : 12 I = ( t i=1 5 )1,514 a = 0, I 3 0, I 2 + 0,01792 I + 0,49239 F = faktor koreksi terhadap panjang hari dari letak lintang (diperoleh dari tabel 1) Sedangkan untuk data suhu t 26,5 o C, gunakan rumus : ETP(t 26,5 o C) = - 0,0433 t 2 + 3,2244 t Nilai ETP yang diperoleh ini belum dikoreksi dengan faktor kedudukan matahari atau faktor lintang (F). Nilai F dapat dilihat dalam Tabel 2. Sehingga nilai : ETP (terkoreksi) = ETP. F Tabel 2. Faktor koreksi (F) untuk kedudukan matahari atau faktor lintang Lintang Selatan Bulan , 0 6 0,9 5 1,0 4 1,0 0 1,0 2 0,9 9 1,0 2 1,0 3 1,0 0 1,0 5 1,0 3 1,0 6 Akumulasi potensial kehilangan air untuk penguapan (APWL) APWL merupakan penjumlahan nilai CH-ETP yang negatif secara berurutan bulan demi bulan. Kandungan air tanah (KAT) Menghitung kandungan air tanah (KAT) dilakukan jika terjadi APWL dengan rumus: KAT = TLP + [ [ 1,00041 (1,07381/AT)] APWL x AT]

17 17 dimana, TLP =titik layu permanen dan KL = kapasitas lapang dan air tersedia, AT = KL TLP APWL = nilai absolut APWL Kemudian, hitung nilai KAT tidak terjadi APWL dengan cara: KAT = KAT terakhir + CH - ETP, jika bila nilai KAT-nya mencapai Kapasitas Lapang (KL) maka yang diambil adalah nilai KL. Perubahan kadar air tanah (dkat) Nilai dkat bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang berlangsung pada CH > ETP (musim hujan), penambahan berhenti bila dkat =0 setelah KL tercapai. Sebaliknya bila CH < ETP atau dkat negatif, maka seluruh CH dan sebagian KAT akan di -evapotranspirasi-kan. Evapotranspirasi Aktual (ETA) Bila CH > ETP maka ETA = ETP karena ETA mencapai maksimum. Bila CH < ETP maka ETA = CH + dkat karena seluruh CH dan dkat seluruhnya akan dievapotranspirasikan. Defisit (D) Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga, D = ETP ETA, berlangsung pada musim kemarau. Surplus (S) Surplus berarti kelebihan air ketika CH > ETP sehingga, S = CH-ETP-dKAT, berlangsung pada musim hujan. Run Off (RO) Run off (RO) merupakan aliran permukaan atau limpasan. Thornthwaite dan Mather (1957) membagi RO menjadi dua bagian : 1. 50% dari Surplus bulan sekarang (Sn) % dari RO bulan sebelumnya (ROn -1). Nilai 50% adalah koefisien run off studi di Amerika. Nilai ini dapat berubah sesuai kondisi setempat. Sehingga,

18 18 RO bulan sekarang (Rn) = 50% (Sn + ROn -1) Misal untuk RO Maret = 50% ( ) = 144 mm. Khusus RO bulan Januari, karena ROn -1 belum terisi maka ROn-1 diambil 50% dari surplus bulan Desember (50% dari 56 = 28 mm). Volume Air Tanah (WS) Untuk menghitung cadangan air Jakarta, maka diperoleh dari selisih antara nilai Surplus dengan nilai Run Off seperti berikut: WS = Sn - RO Proyeksi cadangan air tanah Jakarta Untuk menghasilkan peta proyeksi besarnya kebutuhan air penduduk DKI Jakarta, maka metode overlay akan dilakukan antara peta cadangan air Jakarta dengan peta distribusi penduduk. Seluruh pemodelan iklim di atas (proyeksi temperatur, curah hujan, cadangan air tanah, dan kenaikan muka laut) menjadi bagian dari alur kegiatan riset kerentanan iklim, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6 di bawah ini.

19 19 Data CH & T Peta Tata guna lahan Peta Hidrologi DEM IPCC scenario dan Kuesio ner Model Iklim Proyeksi Proyeksi CH & T Peta proyeksi CH Peta proyeksi T Peta Jenis Tanah Proyeksi SLR Peta Proyeksi SLR FGD Data Pendidikan, Kesejahteraan, Populasi (BPS) Indeks Kebencanaan iklim Perhitungan Cadangan Air (Proyeksi) Proyeksi Populasi Data Populasi Penilaian indeks kapasitas adaptif (proyeksi) Proyeksi indeks kebencanaan iklim Peta cadangan air (Proyeksi) Penilaian indeks potensi kebencanaan iklim keseluruhan kajian (proyeksi) Peta indeks potensi kebencanaan iklim keseluruhan kajian (proyeksi) Peta indeks kapasitas adaptif (proyeksi) Dibahas di Buku ke-1 Dibahas di Buku ke-2 Dibahas di Buku ke-3 Penilaian indeks kerentanan iklim (proyeksi) Peta indeks kerentanan iklim (proyeksi) Opsi Adaptasi Gambar 6. Alur pekerjaan riset kerentanan iklim di wilayah Kabupaten Bogor, Depok, dan Jakarta Utara

20 20 BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Pada bagian ini akan disampaikan tentang hasil pemodelan iklim untuk membuat proyeksi curah hujan dan temperatur untuk wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor. Karena cadangan air tanah merupakan salah satu unsur kerentanan iklim yang terjadi di wilayah Jakarta, maka model iklim yang di sampaikan pada bagian ini telah memproyeksikan unsur kerentanan tersebut hingga tahun Selain itu, pada laporan ini juga membahas mengenai proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara. Namun sebelum membahas hasil-hasil proyeksi untuk setiap parameter yang sudah disebutkan di atas, model iklim tersebut harus divalidasi dengan menggunakan data observasi dengan menggunakan 3 metode, yaitu R-Square, R-Skill, dan RMSE Hasil Validasi Pemodelan Iklim Tabel 3. Hasil Validasi Proyeksi Temperatur No Stasiun lon lat R-Square ( ) R-Skill (2006) RMSE (2006) 1 Cengkareng Kemayoran Tanjung Priok Pd Betung Dermaga Bogor Serang Citeko Rata-rata Ppada Tabel 3 di bawah ini menunjukkan hasil verifikasi model proyeksi temperatur di 7 stasiun yang juga dianalisis dengan menghitung R-Square, R-Skill, dan RMSE. R-Square untuk model proyeksi temperatur ini menggunakan data 1985 hingga R-Square tertinggi dicapai pada stasiun Kemayoran, sebesar Sedangkan R-Skill tertinggi juga diperoleh pada stasiun Kemayoran yang mencapai Sedangkan RMSE, menunjukkan besarnya tingkat kesalahan nilai proyeksi temperatur terhadap temperatur hasil

21 21 observasi. Kesalahan paling kecil diperoleh pada Stasiun Cengkareng, Tanjung Priok, dan Citeko, sebesar 0.1. Tabel 4. Hasil Validasi Proyeksi Curah Hujan No Stasiun lon lat R-Square ( ) R-Skill (2009) RMSE (2009) 1 Cengkareng kemayoran Tj Priok Dermaga Bogor Ciledug Jkt Observatorium Halim Serang Citeko Batu Jaya Curug Gunung Mas Pabrik Kedoya Pakubuwono Cipayung Pacing Sunter Hulu Rawa Badak Kodamar Rata-rata Sedangkan Tabel 4 menunjukkan hasil verifikasi model proyeksi curah hujan di keseluruhan stasiun yang dianalisis dengan menghitung R-Square, R-Skill, dan RMSE. R- Square menunjukkan tingkat akurasi model terhadap data keselurahan tahun sebelumnya, yaitu 1980 hingga R-Square tertinggi dicapai pada stasiun

22 22 Cengkareng, sebesar R-Skill menunjukkan tingkat akurasi hasil prediksi ke depan terhadap data observasi pada tahun yang sama. Pada uji ini, digunakan tahun 2009, dimana R-Skill tertinggi diperoleh pada stasiun Serang yang mencapai Sedangkan RMSE, menunjukkan besarnya tingkat kesalahan nilai curah hujan prediksi terhadap curah hujan observasi. Kesalahan terkecil diperoleh pada Stasiun Halim, sebesar Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta Berdasarkan kondisi Jakarta saat ini, jakarta diperkirakan akan menjadi kota pertama yang terkena dampak perubahan iklim akibat global warming di tahun 2029 dan di akhiri di kota Anchorage tahun Seperti tampak pada gambar 6. Gambar 7. Perkiraan Potret Peta Dunia dalam Perubahan Iklim di Kemudian Hari, gambar: smithsonianmag.com Salah satu parameter untuk memperkirakan terjadinya perubahan iklim adalah temperatur. Parameter ini digunakan untuk mengukur tingkat stabilitas atmosfer secara lokal maupun global. Untuk melihat dampak iklim secara global, maka proyeksi temperatur global yang diperlukan untuk memperkirakannya, dan berdasarkan hasil

23 23 penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perubahan temperatur global ini, bisa mengakibatkan dampak perubahan iklim secara regional maupun lokal, termasuk diantaranya adalah dampak perubahan iklim di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pada penelitian ditunjukkan hasil proyeksi temperatur di wilayah Jakarta hingga tahun 2035 yang ditunjukkan pada Gambar 8. Pada laporan ini, ditunjukkan proyeksi temperatur pada bulan Januari dan Februari setiap 5 tahun hingga tahun 2035.

24 24 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) Gambar 8. Proyeksi temperatur: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035

25 25 Secara gradual, proyeksi temperatur baik di musim hujan maupun musim kemarau akan berpotensi mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat dari pola kenaikan temperatur yang terlihat pada peta/gambar 8 dengan semakin meningkatnya warna merah pada beberapa daerah di Jakarta. Secara umum, wilayah Jakarta bagian Utara merupakan daerah yang palinh berpotensi karena memiliki temperatur paling tinggi dibanding bagian Selatan. Hal ini yang menimbulkan meningkatnya intensitas curah hujan di wilayah Utara. Selain itu, meningkatnya curah hujan juga bisa mendorong terjadinya rob dari gelombang pasang laut di Utara Jakarta. Gambar 9. Data historis temperatur di wilayah Jakarta Utara Pada Gambar 9 ditunjukkan data historis temperatur wilayah Jakarta Utara, dimana dari tahun ke tahun temperatur naik sekitar 0,1 o C. Oleh karena itu, pada saat diproyeksikan menggunakan model iklim, temperatur akan juga akan naik secara gradual sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Perbedaan temperatur yang sangat tinggi antara wilayah daratan di Jakarta Utara dan Laut Jawa akan menyebabkan potensi angin yang lebih kencang dari biasanya, dan juga pertumbuhan awan konvektif di pantai utara Jakarta.

26 26 Pemicu dari kenaikan temperatur ini diperkirakan akibat perubahan tata guna lahan dan penggunaan transportasi yang cukup besar. Tata guna lahan yang berubah menjadi gedung-gedung dan perumahan akan menurunkan albedo dan penyerapan temperatur yang sangat tinggi. Sedangkan alat transportasi akan menyebabkan emisi karbon monoksida yang sifatnya panas, yang berpaengaruh terhadap tingkat temperatur di wilayah Jakarta Utara. Kedua sumber penyebab temperatur inilah yang juga dikenal dengan urban heat island di wilayah kota Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta Secara global Dampak dari perubahan iklim yang akan terjadi diantaranya yaitu adanya peningkatan dan pengurangan curah hujan,yang menyebabkan kenikan curah hujan dibeberapa daerah dan berkurangnya curah hujan di beberapa daerah lainnya. Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap peningkatan curah hujan yang berakibat pada terjadinya banjir yang hampir setiap tahun terjadi. Data curah hujan bulanan stasiun meteorologi Jakarta dan sekitarnya yang dianggap dapat mewakili kawasan Jabotabek khususnya Jakarta memeperlihatkan kemiripan pola distribusi. Umumnya curah hujan bulanan pada bulan-bulan Januari dan Februari lebih besar dari 200 mm, kemudian pada bulan Juni sampai Agustus menurun secara gradual, namun jarang sekali mengalami tidak hujan sama sekali dalam satu bulan. Pada monsun baratan (November s/d Maret) dimana iklim regional wilayah Indonesia mengalami musim hujan. Hujan dikawasan Jakarta terjadi hampir selalu menyebabkanbanjir. Surplus air (Water Surplus) dikawasan ini akanterjadi danmenjadirendaman. Sedangkan pada monsun tenggara, bulan April s/d Oktober,curahhujannyarendahdan surplus airnyakurang. Berdasarkan keadaan geomorfologi daerah tangkapan pola aliran air permukaan Kawasan Jakarta menuju ke utara, fakta yang terjadi cocok dengan pola aliran Sungai Ciliwung yang bermuara ke arah laut Jawa. Limpasan air hujan dari daerah ketinggian yaitu bogor sebagian besar mengallir ke kawasan Jakarta. Padahal kapasitas lapang di kawasan Jakarta cepat sekali mengalami tingkat jenuh, karena tingkat kebasahan tanah mendekati tingkat kapasitas lapang. Sehingga akibatnya, limpasan air akan menggenang, dan sedikit sekali terjadi infiltrasi ke dalam tanah.

27 27 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) (a) (b) Gambar 10. Proyeksi curah hujan: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035

28 28 Pada penelitian ini telah dilakukan proyeksi curah hujan jangka panjang untuk daerah Jakarta hingga tahun 2035 (Gambar 10). Terlihat dari gambar tersebut bahwa untuk proyeksi curah hujan, hanya sedikit perubahan nilai curah hujan maksimum dari tahun ke tahun yaitu tetap 340 mm. Namun terdapat sedikit perubahan pada pola sebaran curah hujan, daerah dengan curah hujan tinggi (warna merah) sedikit demi sedikit meluas ke pusat dan utara. Hal tersebut berarti terdapat kenaikan jumlah curah hujan di beberapa daerah di sekitar Jakarta, terutama untuk yang berada di sebelah pusat dan utara wilayah Jakarta. Untuk proyeksi curah hujan jangka panjang hasilnya adalah terdapat kenaikan curah hujan maksimum pada tahun 2025, 2030 dan 2035, curah hujan maksimum yang terjadi pada tahun 2020 sebesar 360 mm, pada tahun 2035 mengalami kenaikan hingga 20 mm yaitu 380 mm. Seperti proyeksi curah hujan jangka pendek, pada proyeksi jangka panjang juga terdapat perubahan pola sebaran curah hujan. Daerah dengan curah hujan besar (warna merah) yang berada di daerah selatan Jakarta mulai menyebar ke arah utara. Dari proyeksi curah hujan tersebut, banjir Jakarta akan dapat disebabkan oleh adanya pergeseran awan konvektif (awan mengandung uap air) dari wilayah Bogor. Berdasarkan model iklim yang dikembangkan, secara keseluruhan (Bogor, Depok, dan Jakarta) diketahui adanya pergerakan awan konvetif tersebut dari wilayah Bogor menuju utara, memasuki wilayah Jakarta. Daerah yang dilalui awan tersebut antara lain Depok, Pasar Minggu, Bekasi, dan Cikarang. Pergeseran awan konvektif tersebut juga menyebabkan pergeseran pola curah hujan dari Bogor ke wilayah tersebut. Konsekuensinya, daerahdaerah tersebut menjadi daerah banjir. Akibatnya wilayah Jakarta diguyur oleh hujan yang lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Adanya tambahan hujan ini dan kondisi daya tahan lingkungan di Jakarta yang semakin lama makin rendah menyebabkan tambahan curah hujan tersebut semakin tinggi di wilayah Jakarta. Apalagi dengan semakin meningkatnya laju perubahan iklim akan mempercepat terjadinya hujan dan banjir di Jakarta

29 Proyeksi Cadangan Air Tanah di Jakarta Salah satu masalah utama yang sering terjadi di Jakarta adalah masalah sumber daya air. Permasalahan air di Jakarta sudah sejak lama belum dapat dieselesaikan secara optimal. Bahkan Hujan yang terjadi kawasan Jakarta tidak dapat menjadikannya sebagai cadangan air tanah melainkan hujan tersebut menjadi bencana banjir yang merugikan masyarakat Jakarta. Tingginya kebutuhan air di Jakarta dapat diukur dari laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan di kawasan Jakarta, semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka akan semakin besar kebutuhan terhadap air di Jakarta. Berdasarkan data dari BPS DKI Jakarta menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta menunjukan pertumbuhan penduduk sebesar 6,6 persen dibandingkan nilai PDRB tahun Hasil penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Co (2011) menunjukkan Jakarta sebagai salah satu megacity dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan proyeksi PDRB perkapita sebesar $ per tahun (estimasi 2025) atau setara dengan 4 kali lipat PDRB di tahun Dari data tersebut, maka jika dikorelasikan secara kasar, pada tahun 2025, masyakarat Jakarta akan memerlukan tambahan air minimal sebanyak 4 kali lipat dari tahun Kekurangan cadangan air dan bencana banjir di Jakarta saat ini berkaitan dengan perubahan pola curah hujan yang disebabkan karena adanya dampak perubahan iklim. Frekuensi dan besarnya curah hujan yang terjadi di Jakarta saat ini menjadi sulit untuk diprediksi lagi sehingga pemerintah dan masyarakat kurang siap untuk dapat menjadikan air hujan tersebut menjadi cadangan air tanah untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat Jakarta terhadap air tanah. Sehingga sebagian besar air hujan menjadi limpasan dan tergenang di daerah-daerah yang berdataran rendah, bukan menjadi air tanah yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat Jakarta. Permasalahan air di Jakarta akan mudah diatasi jika laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan. Namun fakta menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk semakin tinggi, bahkan berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan penduduk Jakarta tahun 2025 mencapai 5,6 persen dari jumlah

30 30 penduduk Jakarta tahun Dari perkiraan proyeksi penduduk tersebut, jika didistribusikan berdasarkan tata guna lahan di kawasan DKI Jakarta, maka lahan terbuka yang berada di kawasan Jakarta hanya akan tersisa sekitar 15% dari seluruh luas wilayah DKI Jakarta (BPS, 2008). Penurunan lahan terbuka ini akan mengakibatkan penyempitan lahan yang seharusnya berfungsi untuk infiltrasi air hujan yang akan menjadi cadangan air tanah. Laporan ini menyajikan hasil riset berupa peta cadangan air di Jakarta, peta kerentanan sumber daya air. Peta cadangan air di Jakarta dan kerentanannya diproyeksikan untuk tahun 2010, 2015, 2020, 2025, 2030, dan Lebih lanjut, hasil riset juga untuk memperkirakan pilihan adaptasi yang akan digunakan di masa yang akan datang sekaligus dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan sumber daya air di Jakarta melalui pengembangan zona-zona kerentanan sumber daya air di Jakarta. Pada laporan ini hanya ditunjukkan proyeksi curah hujan tahunan untuk menunjukkan perubahan jumlah curah hujan yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk keperluan perhitungan estmasii cadangan air Jakarta, maka sebelumnya curah hujan bulanan juga telah diproyeksikan. Pada Gambar 11(a) diperlihatkan proyeksi temperatur tahunan yang menunjukkan kenaikan temperatur di wilayah Jakarta mencapai 0,3 o C hingga tahun Dari kelima stasiun yang dianalisis, stasiun Kemayoran memiliki kenaikan temperatur yang paling tinggi. Pada tahun 2011, temperatur rata-rata tahunan sebesar 30,5 o C dan akan meningkat mencapai 30,8 o C pada tahun Proyeksi curah hujan tahunan di wilayah Jakarta ditunjukkan pada Gambar 11(b). Hingga tahun 2035, wilayah Jakarta mengalami penurunan jumlah curah hujan tahunan sebesar 232 mm per tahun. Pada tahun tersebut, curah hujan rata-rata tahunan mencapai 1205 mm dan puncaknya terjadi pada bulan Januari. Tanjung Priok merupakan daerah Jakarta yang memiliki curah hujan paling rendah diantara keempat daerah lainnya dimana pada tahun 2011, wilayah ini hanya memiliki curah hujan tahunan sebesar 1195 mm atau rata-rata sebesar 99 mm per bulan. Setelah diproyeksikan, curah hujan tahunan untuk wilayah Tanjung Priok adalah sebesar 819 mm atau rata-rata sebesar 68 mm per bulan.

31 31 o C Cengkareng kemayoran Tj Priok Dermaga Bogor Pd Betung mm (a) Cengkareng kemayoran Tj Priok Dermaga Bogor Pd Betung (b) Gambar 11. (a) Proyeksi temperatur rata-rata tahunan dan (b) proyeksi curah hujan tahunan Hal yang sama juga dinyatakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR, 2010) bahwa proyeksi curah hujan Jakarta menunjukkan trend naik dan menurun selama periode Proyeksi curah hujan menunjukkan kondisi yang berbeda dengan temperatur yang menunjukkan trend naik. Curah hujan memiliki pola naik di pertengahan dan kemudian turun di akhir rentang waktu yang sama. Jumlah limpasan di wilayah Jakarta diproyeksikan mengalami penurunan pada masa mendatang. Hasil perhitungan tersebut belum memasukkan komponen tata guna lahan. Tetapi, tinggi jumlah limpasan sangat tergantung dari kadar air tanah di suatu permukaan. Umumnya, wilayah Jakarta bagian utara memiliki struktur tanah pasir lempung yang mengakibatkan kapasitas lapang dan kadar air tanah yang rendah, sehingga sangat memungkinkan curah hujan akan dikonversi menjadi limpasan. Berbeda dengan daerah Jakarta bagian selatan hingga masuk wilayah Bogor, limpasannya lebih rendah karena struktur tanahnya umumnya adalah tanah latosol.

32 32 Tetapi faktor struktur tanah tersebut menjadi sangat kecil pada saat dibandingkan dengan jumlah curah hujan. Perbedaan jumlah curah hujan yang signifikan antara wilayah Jakarta bagian selatan (termasuk Bogor) dan wilayah Jakarta bagian utara, mengakibatkan faktor struktur tanah menjadi sangat kecil. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 12, proyeksi jumlah limpasan sangat tinggi untuk wilayah Bogor dan sangat rendah untuk wilayah Tanjung Priok. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, jumlah curah hujan wilayah Bogor sangat tinggi sehingga menimbulkan jumlah limpasan yang juga tinggi. mm Cengkareng kemayoran Tj Priok Dermaga Bogor Pd Betung Gambar 12. Proyeksi limpasan (total run-off) Penurunan air tanah Jakarta disebabkan oleh tren curah hujan yang semakin menurun. Selain itu, temperatur yang cenderung meningkat menyebabkan kemampuan lingkungan untuk melakukan evapotranspirasi juga meningkat. Akibatnya, surplus air juga mengalami penurunan baik sebagai limpasan (run-off) maupun aliran dasar (base flow). Dari sisi fisik dan tekstur tanah Jakarta secara keseluruhan juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap air yang masuk ke dalam tanah. Jenis tanah memiliki kapasitas lapang berbeda-beda yang mempengaruhi kelembabannya. Karena semakin tinggi kelembaban tanah, maka kadar air tanahnya semakin menurun. Perbedaan dari terjadinya penurunan dan peningkatan kadar air tanah terlihat pada musim hujan dan musim kemarau.

33 33 liter/m tahun Cengkareng kemayoran Tj Priok Dermaga Bogor Pd Betung Gambar 13. Proyeksi air tanah (liter/m 2 ) tahunan di Jakarta dan sekitarnya dengan asumsi tanpa pemukiman penduduk Pada Gambar 13 di atas, terlihat Bogor secara umum selalu memiliki cadangan air tanah paling tinggi dibanding 4 daerah lainnya. Bogor memiliki jenis tanah latosol. Jenis tanah ini asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yang memiliki kadar air tanah yang tinggi sehingga mampu menyerap air hujan disamping curah hujan yang selalu tinggi di wilayah ini. Bogor juga memiliki temperatur paling rendah yang menyebabkan tingkat evapotranspirasi juga rendah, sehingga air cenderung menjadi surplus dibandingkan defisit karena evapotranspirasi di daerah ini. Cengkareng merupakan daerah dengan cadangan air tanah yang paling rendah diantara 4 daerah pengamatan lainnya. Daerah Cengkareng umumnya memiliki tekstur tanah pasir kasar-halus, sedikit lempung dengan pecahan cangkang kerang. Kapasitas lapang untuk tekstur tanah jenis ini adalah sebesar 10 % (Saxton, dkk, 2006). Tekstur tanah ini merupakan tanah dengan kadar air tanah yang sangat rendah. Oleh karena itu, meskipun curah hujannya cukup tinggi (lihat Gambar 32(b)), kapasitas lapang untuk membuat surplus air sangat rendah dan kemampuan evapotranspirasi sangat tinggi. Sehingga, air hujan akan lebih banyak defisit dibandingkan surplus. Hasil overlay (tumpang susun) antara peta proyeksi air tanah dengan kebutuhan air menghasilkan peta proyeksi cadangan air tanah Jakarta tahun 2010, 2015, 2020, 2025, 2030, dan 2035, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 14. Pada tahun 2010, kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, merupakan daerah dengan cadangan air tanah

34 34 terendah, terhitung dalam simulasi menunjukkan cadangan air tanah terjadi defisit hingga liter/m 2 per tahun. Kecamatan Johar Baru memiliki jumlah penduduk sekitar jiwa, dengan air tanah sebanyak 407 liter/m2 atau setara dengan liter per tahun untuk seluruh wilayah Johar Baru pada tahun Hal demikian juga terjadi pada tahun 2035, kecamatan Johar Baru ini juga adalah daerah yang paling rentan terhadap cadangan air tanah. Pada tahun tersebut, kecamatan ini mengalami defisit air tanah hingga liter/m2 atau setara dengan liter (per luas wilayah kecamatan Johar Baru). Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, merupakan daerah dengan cadangan air tanah tertinggi diantara seluruh kecamatan di Jakarta. Terhitung surplus sebanyak 228 liter/m2 atau setara dengan liter per seluruh luas wilayah Kecamatan Cipayung pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2035, kecamatan ini hanya defisit air tanah sebanyak 208 liter/m2. Secara keseluruhan, DKI Jakarta sangat rentan terhadap ketersediaan cadangan air tanah di masa mendatang. Hal ini sudah dibuktikan pada tahun-tahun sebelumnya, bahwa masyarakat Jakarta saat ini pun sudah mengambil bahan baku air dari daerah lain, termasuk daerah Jati Luhur dan sekitarnya, untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Adapun opsi adaptasi (penyesuaian kondisi) terhadap ketersediaan cadangan air tanah di masa mendatang adalah dengan cara meminimalisasi penggunaan air tanah,dengan cara menggunakan air permukaan, perpipaan, atau PAM. Saat ini pun perencanaan dapat dilakukan dengan cara pembangunan poulder-poulder air, yang berfungsi untuk mengambil air limpasan yang berasal dari air hujan. Melihat dari kondisi curah hujan terbanyak terjadi di wilayah Selatan, maka pembangunan poulder dapat dilakukan di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Sedangkan untuk wilayah Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara, maka penggunaan pipa-pipa yang terhubung ke wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat dapat dilakukan. Berdasarkan hasil monitoring mengenai subsidence (penurunan muka tanah) di wilayah Jakarta menggunakan GPS satellite yang dilakukan oleh Djaja, dkk (2004), wilayah Jakarta Utara merupakan daerah dengan tingkat penurunan tanah paling tinggi. Kondisi tersebut dikaitkan dengan pengaruh pengambilan air tanah (ground water extraction)

35 35 secara besar-besaran di wilayah tersebut. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian ini dimana proyeksi cadangan air tanah Jakarta menunjukkan kerentanannya paling tinggi di wilayah Jakarta Utara yang kemudian akan berdampak pada tingginya laju penurunan muka tanah. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 14. Peta proyeksi cadangan air tanah (liter/m 2 ) tahunan di Jakarta dengan asumsi tanpa pemukiman penduduk: (a) tahun 2010, (b) tahun 2015, (c) tahun 2020, (d) tahun 2025, (e) tahun 2030, (f) tahun Proyeksi Kenaikan Muka Laut Hingga Tahun 2100 di Wilayah Jakarta Untuk memodelkan kerentanan iklim di wilayah Jakarta, salah satu unsur yang menjadi input adalah proyeksi kenaikan muka laut. Karena parameter ini cukup signifikan di wilayah Jakarta Utara, selain dari parameter curah hujan yang membuat banjir di Jakarta. Berikut dijelaskan metode dan hasil simulasi proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara. Untuk mendapatkan hasil simulasi kenaikan muka laut, maka diperlukan data DEM (Digital Elevation Model), sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 36, 37, dan 38) untuk DEM wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor.

36 36 Pengolahan DEM (Digital Elevation Model) Pembuatan simulasi kenaikan muka laut diawali dengan melakukan digitasi dan interpolasi terhadap data DEM (Digital Elevation Model) yang digunakan untuk simulasi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara. Digital Elevation Model atau DEM dibentuk dari peta kontur, yaitu dengan melakukan interpolasi peta kontur dengan metode Triangulation Irregular Network (TIN). DEM pada penelitian ini dibentuk dari hasil interpolasi peta DEM Jakarta yang diperoleh dari IFSAR. IFSAR memilikidata elevasi untuk menghasilkan data topografi digital dengan resolusi tinggi 5m. Pengolahan data DEM untuk wilayah Jakarta Utara menggunakan format file ArcInfoASCII untuk skenario perubahan elevasi di masa mendatang danformat yanggeotiffuntuk pengolahan citra yang akan menghasilkan peta simulasi kenaikan muka air laut di wilayah Jakarta Utara. Gambar 15. DEM Jakarta, Depok, dan Bogor menggunakan software Google Earth Untuk melakukan simulasi ini, tim ITB akan memprediksi daerah genangan dilakukan dengan menerapkan model genangan berdasarkan Digital Elevation Model (DEM). Model genangan disimulasikan dalam skenario input model trend kenaikan muka laut

37 37 berdasarkan prediksi IPCC lokal untuk Indonesiadikombinasikan dengan trend penurunan muka tanah. Pada penelitian ini dibuat DEM DKI Jakarta tahun 2010, 2020, 2030, 2040, dan 2050 untuk masing-masing skenario. Jadi dilakukan formulasi DEM tahunan untuk mengetahui DEM pada tahun-tahun tersebut untuk masing-masing skenario pemodelan. Formulasi DEM yang dilakukan, yaitu formulasi DEM yang dipengaruhi kenaikan muka laut, formulasi DEM yang dipengaruhi kenaikan muka laut dan penurunan muka tanah, serta formulasi DEM yang dipengaruhi oleh kenaikan muka laut, penurunan muka tanah, dan banjir. Formulasi DEM dilakukan dengan menggunakanperangkat lunak ArcGis 9.2, Global Mapper, dan Map Info Profesional. Proses analisis spasial yang dilakukan adalah analisis data vektor. DEM hasil formulasi tahunan tersebut kemudian di kelompokkan berdasarkan elevasinya, untuk keperluan analisis daerah genangan, pada penelitian ini elevasinya dikelompokkan menjadi dua, yaitu di bawah kontur 0 dan di atas kontur 0 ataudilakukan proses pengklasifikasian (reclass). Gambar 16.DEM dilihat dari bagian Barat wilayah Jakarta

38 38 Gambar 17.DEM di wilayah Jakarta Utara yang dioverlay dengan peta tata guna lahan Topografi Jakarta cenderung landai dengan kemiringan 0 sampai 2 derajat di kawasan Jakarta pusat, dan kemiringan 0 sampai 5 derajat di kawasan Jakarta selatan. Sungaisungai utama di Jakarta yang bermuara di teluk Jakarta adalahkali Cengkareng, kali Muara Angke, kali Muara Karang, banjir Kanal Angke, kali Duri Muara Karang, kali Besar, kali Pekapuran, kali Ancol, kali Lagoa, kali Sunter, dan kali Cakung. Dari tahun 1982 sampai 1997, penurunan muka tanah di Jakarta telah mencapai ketinggian cm, tepatnya didaerah Jakarta Utara dimana material sungai dan pantainya merupakan material alluvial dengan kompresibilitasnya tinggi. Penurunan muka tanah di kecamatan Kalideres dan Cengkareng mencapai 200 cm, di Sunter 140 cm, dan di Ancol-pantai pluit 160 cm. DEM di Jakarta Utara dan sebagian kecamatan di DKI Jakarta ditunjukkan dalam Gambar 18. DEM di Jakarta Utara didominasi oleh topografi yang landai. Skenario proyeksi kenaikan muka laut menunjukan bahwa efek penurunan muka tanah berpengaruh dalam menyebabkan luas genangan semakin membesar, terutama untuk tahun 2060 hingga tahun 2100.

39 39 Lahan Jakarta Utara memiliki lahan basah dan lahan kering. Adapun pengertian lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap ataupun sementara, mengalir ataupun tergenang, tawar, asin atau payau, termasuk didalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 meter pada waktu air surut paling rendah (Lablink, 2006). Model genangan dibagi dalam interval waktu hingga tahun 2100 yang dibagi menjadi 5 model, yaitu tahun 2020, 2040, 2060, 2080, dan Berikut ini luas genangan akibat kenaikan muka laut berdasarkan skenario yang sudah dibangun: 1) Tahun 2020, luas genangan mencapai 8,86 km 2 (lihat Gambar 39) 2) Tahun 2040, luas genangan mencapai 12,4 km 2 (lihat Gambar 40) 3) Tahun 2060, luas genangan mencapai 24,8 km 2 (lihat Gambar 41) 4) Tahun 2080, luas genangan mencapai 41,3 km 2 (lihat Gambar 42) 5) Tahun 2100, luas genangan mencapai 62,3 km 2 (lihat Gambar 43)

40 40 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 18. Proyeksi kenaikan muka laut Jakarta Utara tahun: (a) 2020, (b) 2040, (c) 2060, (d) 2080, dan (e) 2100

41 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok Proyeksi temperatur juga dibuat di wilayah Depok, yang merupakan DAS Ciliwung. Berdasarkan hasil proyeksi model iklim yang sudah dikembangkan, wilayah Depok memiliki distribusi temperatur yang merata di setiap daerah di wilayah Depok. Tetapi dari tahun ke tahun, wilayah Depok mengalami kenaikan temperatur. Untuk wilayah Depok, perbedaan temperatur terlihat dari tahun ke tahun. Di wilayah ini, temperatur lebih tinggi di musim kemarau dibandingkan musim hujan. Terlihat pada Gambar 19 (a), wilayah Depok bagian timur lebih tinggi dari wilayah lainnya, baik bulan Januari maupun Februari pada tahun 2012 sebagai baseline. Selanjutnya pada Gambar 19(a), proyeksi temperatur pada tahun 2012 menunjukkan temperatur yang lebih tinggi di wilayah timur Depok selalu lebih tinggi dibanding wilayah Depok lainnya. Dan wilayah Timur Laut merupakan daerah dengan temperatur paling tinggi. Tetapi dibanding wilayah Jakarta, wilayah Depok lebih dingin karena lebih dekat ke wilayah Bogor. Selain itu, wilayah Depok memiliki tutupan vegetasi yang lebih banyak dibanding wilayah Selatan. Sehingga wilayah Depok lebih banyak menyerap karbon (yang bersifat panas) dibanding wilayah Jakarta.

42 42 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) Gambar 19. Proyeksi temperatur: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035

43 43 Meskipun terjadi kenaikan temperatur di wilayah Depok, tetapi kenaikan yang terjadi tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan wilayah Jakarta. Kenaikan temperatur di wilayah ini hanya mencapai 0.05 o C per tahun. Hal ini ditunjukkan dari mulai Gambar 19, dimana temperatur semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan distribusi merata ke setiap wilayah Depok. Tetapi yang perlu dicermati adalah wilayah Utara maupun Timur selalu lebih tinggi dibanding wilayah lain. Wilayah Utara berbatasan dengan wilayah Jakarta Selatan, dan wilayah Timur berbatasan dengan Jakarta Timur. Artinya peranan kondisi temperatur di wilayah Jakarta (Jakarta Selatan dan Jakarta Timur) terhadap kenaikan temperatur di wilayah Depok ini sangat tinggi. Tetapi temperatur di wilayah Depok bagian Selatan dan Barat lebih rendah, hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh tutupan vegetasi di Depok sendiri dan wilayah Bogor yang sangat banyak tutupan vegetasinya. Wilayah Bogor juga memiliki topografi yang sangat tinggi sehingga menyebabkan aliran massa udara baik di musim kemarau maupun musim hujan memiliki temperatur yang rendah. Sehingga aliran udara dengan nilai temperatur tersebut yang mengarah ke wilayah Depok akan menyebabkan temperatur wilayah Depok menjadi lebih dingin. Oleh karena itu, wilayah Depok merupakan pertengahan untuk kondisi temperatur di wilayah Jakarta dan Bogor Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok Wilayah Depok merupakan wilayah yang juga dialiri bagian tengah sungai Ciliwung. Oleh karena itu, wilayah ini juga sangat berperan penting bagi terjadinya banjir di wilayah Depok sendiri maupun di wilayah Jakarta. Jika terjadi curah hujan tinggi di wilayah ini, maka akan juga berpotensi menyebabkan banjir di Depok dan Jakarta karena airnya mengalir di sungai Ciliwung.

44 44 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) Gambar 20. Proyeksi curah hujan: (a) Januari 2012, (b) Februari 2012, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035

45 45 Pada Januari tahun 2012, kondisi curah hujan di wilayah Depok mencapai 400 mm per bulan (Gambar 20[a]) dan menurun di Februari 2012 (Gambar 20[b]). Selanjutnya pada bulan Juni 2010, kondisi curah hujan kembali meningkat di wilayah Depok bagian Selatan. Pada tahun 2012 ini, wilayah Depok selalu terjadi hujan di bagian Selatan, diperkirakan akibat awan konvektif yang bergerak dari wilayah Bogor menuju Depok. Kondisi curah hujan selanjutnya pada tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 20(a) dan 20(b), untuk bulan Januari dan Februari untuk musim hujan dan Juni hingga Agustus untuk musim kemarau. Selama musim hujan, wilayah Depok mengalami hujan yang berasal dari wilayah pusat Depok untuk bulan Januari, sedangkan pada bulan Februari hujan berasal dari wilayah Depok bagian Utara. Selama musim kemarau, hujan juga terjadi dengan curah hujan yang cukup tinggi mencapai 350 mm per bulan dan berasal dari wilayah Bogor. Hujan pada musim kemarau ini diperkirakan terjadi dari proses evapotranspirasi yang berasal dari vegetasi hutan di wilayah Bogor dan kemudian digeser oleh angin gunung dan jatuh di wilayah Depok bagian Selatan. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, wilayah Depok pada musim hujan mengalami curah hujan yang sangat tinggi terutama di wilayah Sukmajaya dengan jumlah curah hujan mencapai 700 mm per bulan (Gambar 20(e)). Wilayah Sukmajaya merupakan wilayah yang terlewati oleh Sungai Ciliwung. Oleh karena itu, pada bulan Januari dan Februari 2020, kemungkinan potensi banjir besar akan terjadi di wilayah Sukmajaya, Depok, dan kemudian meluap di wilayah Jakarta. Melihat curah hujan yang juga cukup tinggi di wilayah Jakarta Utara dan Pusat, maka kemungkinan banjir yang besar ini akan terdistribusi hampir di seluruh Jakarta dan Depok. Tetapi pada musim kemarau (Gambar 61), curah hujan menjadi sangat rendah dan tidak ada potensi terjadi banjir pada musim ini. Untuk proyeksi curah hujan di tahun 2025, wilayah Depok akan terjadi hujan dengan jumlah mencapai 400 mm terutama di wilayah Sukmajaya, Cilodong, dan Tapos. Luapan sungai Ciliwung cukup berpotensi untuk terjadi banjir selama bulan Februari 2025 (Gambar 20(g) dan 20(h)), tetapi lebih rendah intensitasnya dibanding tahun Apalagi di musim kemarau, curah hujan juga sangat rendah, hanya beberapa wilayah seperti Sawangan dan Cipayung terjadi hujan tetapi dengan intensitas yang kecil. Curah

46 46 hujan di musim kemarau ini cukup baik untuk vegetasi dan infiltrasi air tanah yang menjadikan wilayah Depok tidak rentan terhadap cadangan air tanah, terutama di daerah-daerah dengan vegetasi yang tinggi. Curah hujan pada tahun 2030, diproyeksikan akan mengalami penurunan dan tidak berpotensi terjadi banjir (Gambar 20(i) dan 20(j)). Curah hujan cukup tinggi di wilayah Barat Laut, seperti Sawangan, Cipayung, dan Pancoran Mas dan tidak melewati bantaran Sungai Ciliwung. Curah hujan di musim penghujan hanya mencapai 300 mm, sedangkan di musim kemarau hanya mencapai 150 mm per bulan. Oleh karena itu, selama tahun 2030 ini, kerentanan terhadap banjir sangat rendah di wilayah Depok. Kerentanan terhadap terjadinya banjir kembali meningkat di tahun 2035 untuk wilayah Depok. Pada tahun tersebut, curah hujan cukup tinggi selama musim hujan dan juga musim kemarau. Curah hujan pada musim hujan bisa mencapai 400 mm hingga 500 mm, juga musim kemarau terutama pada bulan Juni 2035 mencapai mm per bulan Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor Berikut ini dijelaskan proyeksi temperatur di wilayah Bogor dari tahun 2012 hingga tahun 2035 (Gambar 21). Secara umum, temperatur di wilayah Bogor lebih merupakan temperatur yang paling rendah di banding wilayah Depok dan Jakarta. Wilayah Bogor memiliki vegetasi yang sangat tinggi yang menurunkan temperatur udara. Vegetasi mengikat banyak karbon sehingga radiasi gelombang panjang yang sifatnya panas tidak dipantulkan lagi ke permukaan bumi tetapi diteruskan ke angkasa. Kondisi demikian terjadi di wilayah lokal Bogor, sehingga temperaturnya selalu lebih dingin. Selain itu, Bogor berada pada elevasi 190 meter hingga 330 meter di atas permukaan laut, yang termasuk dataran tinggi, sehingga menyebabkan temperatur selalu lebih rendah di wilayah dengan dataran tinggi.

47 47 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) Gambar 21. Proyeksi temperatur: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035

48 48 Untuk kondisi temperatur di wilayah Bogor pada masa mendatang, telah diproyeksikan menggunakan model iklim hingga tahun Pada Gambar 20(c) dan 20(d), ditunjukkan proyeksi temperatur pada tahun Selama musim hujan, temperaturnya lebih rendah dibanding musim kemarau. Hal ini diperkirakan akibat uap air memantulkan radiasi gelombang panjang, sehingga temperaturnya lebih hangat. Untuk wilayah Bogor, temperaturnya merata di setiap wilayah. Temperatur lebih rendah untuk wilayah-wilayah yang berada di sebelah Selatan, yang diperkirakan akibat dataran tinggi berada di wilayah Selatan. Secara keseluruhan, kenaikan temperatur di wilayah Bogor tidak mengalami peningkatan hingga tahun Kestabilan vegetasi dan dataran tinggi wilayah Bogor berpengaruh tinggi pada kondisi temperatur di wilayah tersebut. Oleh karena itu, kondisi ini pun akan berimplikasi pada selalu tingginya curah hujan di wilayah ini. Temperatur tinggi umumnya berada di wilayah Bogor bagian Tenggara. Laju penurunan udara di wilayah Bogor mengikuti laju yang dikenal dengan laju penurunan lapse rate di mana makin tinggi ketinggian suatu tempat maka suhu udara akan turun. Kondisi temperatur ini menjadikan daerah pegunungan Bogor lebih banyak dibandingkan daerah yang bukan pegunungan. Sebagian besar radiasi matahari lebih banyak di absorpsi untuk pertumbuhan tanaman dan digunakan untuk proses transportasi (pelepasan molekul air oleh tanaman ke atmosfer). Inilah juga yang menyebabkan suhu udara jadi lebih rendah karena transfer energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu lebih banyak digunakan untuk transportasi dan elaborasi. Sehingga aliran energi membentuk siklus antara tumbuhan dan atmosfer di wilayah-wilayah Bogor Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa wilayah Bogor memiliki temperatur ratarata bulanannya lebih rendah dengan rata-rata mencapai 26 o C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Situasi ini menyebabkan curah hujan di wilayah Bogor menjadi sangat tinggi. Bogor dikenal memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Hal ini

49 49 karena Bogor dikelilingi pegunungan. Bogor terletak di kaki Gunung Salak, Gunung Gede dan Pangrango sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari laut Jawa yang membawa banyak uap air masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor. Uap air kemudian terkondensasi dan menjadi hujan yang jatuh di kota Bogor dan sekitarnya. Karena dikelilingi gunung, ke mana pun arah angin, dipastikan akan terjadi hujan. Berikut ini dijelaskan proyeksi curah hujan wilayah Bogor hingga tahun 2035 yang disimulasikan menggunakan model iklim stokastik metode Fast Fourier Transform dan Least Square Non-Liner (Gambar 21).

50 50 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) Gambar 22. Proyeksi curah hujan: (a) Januari 2012, (b) Februari 2012, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (k) Januari 2035, (l) Februari 2035

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing Through Bogor, Depok, and North Jakarta Buku 1 Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change

Lebih terperinci

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2 Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Curah hujan merupakan salah satu parameter atmosfer yang sulit untuk diprediksi karena mempunyai keragaman tinggi baik secara ruang maupun waktu. Demikian halnya dengan

Lebih terperinci

A. Metode Pengambilan Data

A. Metode Pengambilan Data 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2 Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNGTANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah 2

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah   2 H.1 PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG BAGIAN TIMUR (STUDI KASUS : KECAMATAN GENUK DAN KECAMATAN PEDURUNGAN) Rahmad Fuji

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter. 8 Gambar 5. Peta Tutupan lahan DAS Sunter (BPDAS Ciliwung-Cisadane 4.6.2 Kecamatan di DAS Sunter Daerah Aliran Sungai (DAS) Sunter memiliki beberapa kecamatan seperti yang terlihat pada gambar 6. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Ciliwung Daerah DKI Jakarta pada beberapa stasiun pengamatan, maka datadata

BAB IV ANALISA. Ciliwung Daerah DKI Jakarta pada beberapa stasiun pengamatan, maka datadata BAB IV ANALISA 4.1. Pendahuluan Setelah dilakukan kajian terhadap curah hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Daerah DKI Jakarta pada beberapa stasiun pengamatan, maka datadata hasil kajian tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009 LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 4 OKTOBER 29 Oleh : Stasiun Klimatologi Pondok Betung Tangerang 1 PENDAHULUAN Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan 31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014- Januari 2015 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan. Variasi

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot

2 TINJAUAN PUSTAKA. Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot 11 2 TINJAUAN PUSTAKA Prediksi unsur iklim curah hujan dengan akurasi tinggi di wilayah tropis dapat dikategorikan sulit dilakukan. Apalagi jika prediksi tersebut diarahkan pada luaran yang bersifat kuantitatif

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER RAHARDYAN NUGROHO ADI (dd11lb@yahoo.com) BPTKPDAS Pendahuluan Analisis Neraca Air Potensi SDA Berbagai keperluan (irigasi, mengatur pola

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Prakiraan Hujan Bulan Juli, Agustus dan September 2013

Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Prakiraan Hujan Bulan Juli, Agustus dan September 2013 Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Intepretasi Variabel BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah paling awal dalam penelitian ini adalah penentuan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini ditentukan dengan membuat peta daerah aliran

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit.

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit. 11 dianggap nol. Sehingga biaya proteksi pantai dapat diketahui dari biaya kehilangan lahan basah dan biaya kehilangan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun, dalam hal

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang mana secara geografis terletak pada 2 27 00-2 47 00 Lintang Utara dan 98 35 00-98

Lebih terperinci

LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 08 APRIL 2009

LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 08 APRIL 2009 LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 08 APRIL 2009 Oleh : Stasiun Klimatologi Pondok Betung Tangerang 1 PENDAHULUAN Pada hari Senin tanggal 08 April 2009 antara pukul 12.00 15.00

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0,5 mm atau lebih. Jika jatuhnya air sampai ke tanah maka disebut hujan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat.

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat. KATA PENGANTAR Laporan rutin kali ini berisi informasi analisa hujan yang terjadi pada bulan Mei 2011 di wilayah Banten dan DKI Jakarta. Serta informasi prakiraan hujan untuk bulan Juli, Agustus, dan September

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci